Askep Haluaran Urin
Askep Haluaran Urin
Askep Haluaran Urin
MAKALAH
Oleh
Kelompok 5
MAKALAH
Oleh
Siti Zumrotul M
122310101005
Putri Mareta H
122310101014
Alifia Rizqi
122310101025
Umamul Faqih
122310101044
Aprilita R
122310101053
Fakhrun Nisa F
122310101064
Indra Sarosa
122310101073
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.2
Tujuan
1. untuk mengetahui inkotenensia urin
2. untuk mengetahui retensi urin
3. untuk mengetahui kandung kemih neurogenic
4. untuk mengetahui kemih flaccid dan spastic
5. untuk mengetahui pathway perubahan pola urin
6. untuk mengetahui asuhan keperawatan pada dengan perubahan pola
urin.
Secara umum haluaran (Effluent) adalah cairan yang mengalir keluar dari
pasien.(Marelli, 2008) jadi haluaran urin adalah suatu keadaan dimana cairan
(urin) keluar dari tubuh.Adapun macam-macam perubahan haluaran urin adalah
sebagai berikut. Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
dengan tujuan mengeluarkan urine.
2.1
Inkontinensia urin
2.1.1 Definisi
Adapun definisi dari inkontinensia urin adalah sebagai berikut.
a.
adalah suatu keadaan hilangnya kontrol urine involunte yang secara bjektif
dapat terlihat jelas dan cukup berat hingga menjadi mesalah sosial atau
masalah hygiene (Hamilton, 2009);
b.
adalah suatu keadaan dimana urin keluar secara involunter (Borley, 2006).
2.1.2 Etiologi
Adapun etiologinya menurut Hamilton (2009) adalah sebagai berikut:
a.
b.
Infeksi
c.
Atrofi
d.
Obat-obatan
e.
f.
Imoilitas
g.
Disfungsi usus
b.
c.
d.
Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
e.
f.
g.
Usia
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi
juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum
mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem
neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan
mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus
otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan
dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko
mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol
otot sfingter sehingga terjadi inkontinensia.
b.
Diet
Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya
Cairan
Kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal
untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih
pekat.
d.
Latihan fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot.Tonus
otot yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan diagfragma sangat
penting bagi miksi.
e.
Stres psikologi
Ketika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan
Temperatur
Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan
Nyeri
Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang
seimbang, maupun nyaman.Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine.
h.
Sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di
Status volume
Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam
Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan
individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi.Misalnya diabetes melitus
dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah
fungsikandung kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan
parkinson, penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (Potter &
Perry,2005).
k.
Prosedur bedah
Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum
menjali pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoperasi,
yang
memperburuk
berkurangnya
keluaran
urine.
Respons
stres
juga
Obat-obatan
Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik
2.1.5 Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia
lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit
mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia
urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.
2.1.6 Klasifikasi
Adapun klasifikasi inkonintesia urin menurut Hamilton (2009) adalah
sebagai berikut.
a.
Inkontinensia urgensi
Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran urine,
kandug kemih yang hiperaktif, atau ketidakstabilan detrusor.
b.
1.
Disfungsi neurologis
2.
Sistisis
3.
Inkontinensia stress
Adalah keluarnya urin tanpa kontraksi detrusor.
c.
1.
2.
3.
Inkotinensia kombinasi
Adalah suatu kombinasi inkontinensia ombinasi gejala inkontinensia urgens
dan inkontinensia stress.
d.
Inkontinensia overflow
Adalah menetes saat kandung kemih penuh.
1.
Disfungsi neurologis
2.
Penyakit endokrin
3.
4.
10
2.1.7 Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan.
Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat
di pusat berkemih disacrum.Jalur aferen membawa informasi mengenai volume
kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung
kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang
mempersyarafi otot dasar panggul.
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis
yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung
kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan
merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini
dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia
urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi
kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung
kemih akan menimbulkan inkontinensia.
Kultur urin
b.
IVU
atau fistula.
c.
Urodinamik
1. Uroflowmetri
2. Sistrometri
11
mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahat dan selama
berkemih.
d.
Sistokopi
kandung kemih
e.
2.1.9 Penatalaksanaan
Adapun penatalksanaan yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Borley
(2006) adalah sebagia berikut.
a.
Inkontinensia urgensi
1.
2.
b.
Inkontinensia stress
1.
2.
c.
Inkontinensia overflow
1.
2.
penggunaan
stimulant
otot
detrusor
jangja
pendek
Fistula urinarius
Selalu membutuhkan terapi pembedahan.
12
2.2
Retensi Urin
2.2.1 Definisi
Adapun defisi retensi urin adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
Retensi urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika
urinaria (Masjoer, 2000).
4.
2.2.2 Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensi urine adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
13
d.
e.
f.
Penyebab tersering retensi urin adalah hipertrofi prostat jinak pada pria.
Penyebab lainnya diantaranya adalah ISK. Penyakit neurologis atau
keganasan prostat (Glendle, 2007).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.2.4 Etiologi
Adapun etiologi retensi urin adalah sebagai berikut..
1.
2.
3.
4.
5.
14
2.2.5 Patofisiologi
Pada retensi urine penderita tidak dapat miksi, kandung kemih berisi penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang
hebat disertai mengejan.Retensi urine dapat terjadi akibat faktor obat dan faktor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa
hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot
perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari
semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak terjadi secara baik.Selanjutnya terjadi
distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah
satunya berupa kateterisasi urethra.
b.
c.
Sistoskopy, IVP.
d.
15
e.
Kultur
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
a.
Kateterisasi urethra.
b.
c.
2.3
2.3.1 Definisi
Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi
kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem
sarafnya (Isselbacher, ____).
2.3.2 Etiologi
Neurogenic bladder bisa terjadi akibat:
a.
b.
Cedera
c.
Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang menuju ke
kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun keduanya.
Suatu kandung kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih
16
2.3.3 Patofisiologi
Jika masalah datang dari sistem saraf pusat, maka beberapa siklus akan
terpengaruhi. Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat diantaranya
otak, pons, medula spinalis dan saraf perifer.Sebuah kondisi disfungsi
menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut hingga
overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya.Ketidaklancaran urinaria
berasal dari disfungsi kandung kemih, spinkter atau keduanya.Overaktivitas
kandung kemih (spastic bladder) berhubungan dengan gejala ketidak lancaran
yang mendesak, sedangkan spincter underaktivitas (decreased resistance)
menghasilkan gejala stress incontinence.
a.
Lesi otak
Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya
kontrol ekskresi secara keseluruhan.Refleks ekskresi traktus urinarius
bagian bawah refleks ekskresi primitiftetap utuh.Beberapa individu
mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan ekskresi yang parah, atau
spastic kandung kemih.Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atu
terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah, dan pengisian urin di kandung
kemih menjadi sulit.Biasanya, orang dengan masalah ini berlari cepat ke
kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka mencapai tujuan.Mereka
mungkin sering terbangun di malam hari untuk berkemih.Contoh lesi
17
otaknya strok, tumor otak, parkinson. Hidrosepalus, cerebral palsy, dan ShyDrager syndrome juga dapat menyebabkan hal tersebut.
b.
c.
Cedera sacral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum
mungkin mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika terjadi
sensory neurogenik bladder, pasien tidak akan tau kapan kandung kemihnya
penuh. Pada kasus motor neuriogenik bladder , inidividu mngkin merasakan
kandung kemih penuh, namun otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut
detrusor arefleksia.
d.
Nyeri
Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang
aktif atau overaktif.Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak
kosong dan meregang sampai menjadi sangat besar.Pembesaran ini biasanya
tidak menimbulkan nyeri karena peregangan terjadi secara perlahan dan
18
karena kandung kemih memiliki sedikit saraf atau tidak memiliki saraf
lokal.
2.
Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus menerus
menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih.
3.
Infeksi
Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam
kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri.Bisa terbentuk batu
kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung
kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus menerus.Gejala
dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang
masih berfungsi.
4.
2.3.5 Pengobatan
Adapun pengbatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a.
Kateterisasi
b.
c.
saraf, maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan kandung kemih,
baik secara berkesinambungan maupun untuk sementara waktu.Kateter dipasang
sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak mengalami kerusakan karena
peregangan yang berlebihan dan untuk mencegah infeksi kandung kemih.
19
20
2.4
Spastik
Flaksid
Kaku
Layuh
Reflek fisiologis
Reflex fisiologis
Tidak
ditemukan
kecuali
sudah
berlangsung
lama
5
2.4.3 Etiologi
Secara umum, etiologi paralisis menurut Heldayana (2010) disebabkan oleh:
a.
b.
c.
Myasthenia gravis
d.
e.
21
f.
Spastic
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b.
Flaksid
1.
2.
3.
4.
Atrofi otot
4.2.1 Penatalaksanaan
1.
2.
3.
22
BAB 3. PATHWAY
Faktor Penyebab Perubahan Pola Urin
Cidera medulla spinalis
(paraplegia, hemiplegia) atau
cidera kepala yang berat
Faktor degeneratif
Tekanan tingkat
abdomen tinggi
Defisiensi sfingter
uretra intrinsik
Perubahan degenerative
pada otot-otot pelvik
Keterbatasan
neuromukular
Penurunan
control miksi
Gangguan citra
tubuh
Resiko Infeksi
Malu karena
mengompol
Resiko isolasi
sosial
Kurangnya informasi
penyebab
inkontinensia
Resiko
ketidakefektifan
penatalaksaan
program terapeutik
21
4.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak
menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya. Adapun datadata yang perlu diketahui dari identitas pasien adalah sebagai berikut.
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Jenis kelamin
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
Suku/Bangsa
Tanggal Masuk RS
No. RM
Ruang
Diagnosa Medis
:
:
:
:
:
:
:
:
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan
saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang
mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan,
usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan
waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
2. Riwayat kesehatan klien
22
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia
Pemeriksaan Sistem :
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b. B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah.
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh.
d. B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta
disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra
pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar
di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e. B5 (bowel)
23
d. Data penunjang
a. Urinalisis
Hematuria.
Poliuria.
Bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiografi
IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi
VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR
(Post Voiding Residual).
c. Kultur Urine
Steril.
Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
Organisme.
24
ketidakcukupan
pengetahuan
tenttang
penyebab
inkontinen,
25
Diagnosa Keperawatan
Inkonteninsia Urine: stress
berhubungan dengan
kelemahan otot pelvis dan
struktur dasar
penyokongnya.
Tujuan :
Intervensi Keperawatan
a. Kaji
Klien
akan
melaporkan
bisa
suatu
pengurangan/penghilangan
inkonteninsia.
kebiasaan
Rasional
berkemih pasien.
kontraksi
penyebab
berulang.
inkonteninsia
dan
rasional
penatalaksanaan.
dengan
volunteer
c. Lakukan
perawatan c. untuk
meningkatkan
inkontinensia urin.
kontinensia urin dan
untuk
Kriteria Hasil:
Kontinensia urin.
Mempertahankan
frekuensi berkemih lebih
dari 2 jam.
otot
mempertahankan
penyebab d. Untuk
inkontinensia
penyebab
multifactorial.
urin.
mengetahui
inkontinensia
26
dalam
mengkaji
medikasi
dan
efek
tentukan
kemungkinan
perubahan
obat,
dosis
pemberian
dan
perencanaan pengobatan
lanjutan.
jadwal
obat
menurunkan
medikasi
untuk
frekuensi
inkonteninsia.
2.
Gangguan
konsep
diri Tujuan:
berhubungan
dengan Menunjukkan
penurunan kontrol miksi.
penampilan peran
b. Kaji
pengetahuan
tentang
Menunjukkan
keterlibatan sosial
Keterampilan
klien
penyakit
penggunaan
klien
untuk
dalam lingkunganya.
d. Dorong
klien
informasi
tentang penyakitnya.
penyakit
untuk
yang
sedang
dialaminya.
c. Untuk
menyatakan perasaan.
e. Beri
orang lain.
dialaminya.
c. Dorong
Kriteria Hasil:
sosial:
meningkatkan
27
mengurangi
kelompok
sedih klien.
atau
organisasi.
e. Untuk
perasaan
menamah
Tujuan :
Berkemih dengan urine
jernih tanpa
ketidaknyamanan,
urinalisis dalam batas
normal, kultur urine
menunjukkan tidak adanya
bakteri.
KriteriaHasil:
Tidak mengalami tanda
infeksi.
Jika
daerah
pasang
indwelling,
kontaminasi uretra.
inkontinensia,cuci
b. Jika
mencegah
pada
bakteri
memasuki
kandung
kateter
berikan
perkemihan.
untuk
bagian
dari
mencegah
kontaminasi silang.
akan
tidur)
dan
urine.
e. Asam urine menghalangi
tumbuhnya
kuman.
28
berri
keasaman
Peningkatan
terjadi
(memberikan
diperlukan
untuk
urine.
masukan
perawatan
perianal,
berpengaruh
dalam
pengososngan
kantung
pengobatan
infeksi
drainse
urine,
penampungan
spesimen
bila
melakukan
kateterisasi,
bila
dan
anjurkan
sekurang-
saluran kemih.
29
Tingkatkan
masukan
Berikan
untuk
obat-obat,
meningkatkan
asam urine.
4.
yang
berhubungan
Jumlah
a. Untuk
mengidentifikasi
100.000 / ml.
kemajuan
atau
penyimpangan
dari
utuh.
Suhu 37 C.
b.
Ganti
wafer
stomehesif
b. Peningkatan
berat
periostomal,
memungkinkan
30
KriteriaHasil:
Integritaskulit
kebocoran
urine.
Pemajanan
menetap
baikbisadipertahankan
(sensasi,
elastisitas, diameter
temperatur,
hidrasi, menjamin
kantung
pigmentasi).
5.
Resiko
Isolasi
untuk
ketepatan
ukuran
kulit
periostomal.
peningkatan
Mampumelindungikuli
tdanmempertahankank
elembabankulit.
setengah penuh.
Klien
menyebabkan
dengan
keadaan yang memalukan
dapat
benar-benar
Tidakadalukapadakulit. menutupi
berhubungan
yang
Sosial Tujuan:
a. Yakinkan
resiko
infeksi.
apakah a. Memberikan
informasi
dapat
tentang
dengan
pengetahuan pasien/orang
orang lain.
diskusikan
pertama.
berinteraksi
hubungan
percaya.
KriteriaHasil:
saling
pada
saat
individu
tingkat
dan
Pasien
menerimanya(contoh;
inkontinensia tak sembuh,
infeksi).
31
Identifikasisistempend
b. Dorong
menerima
Menggunakansumberd
konsep.
ayauntukbantuan yang
pasien/orang
sesuai.
dan
menyadari
Mengungkapkanpening
kehilangan.
peningkatan
kedudukan
karena
Diskusikan
perasaan
isu/salah
Membantu
terdekat
bahwa
yang
dialami
dan
dapat
mereka
terjadi
setelah
pulang.
tidak
perlu/membantu.
Pasien
mereka
menerimanya
dapat
secara
efektif.
c. Perhatikan
perilaku c. Dugaan
masalah
pada
penyesuaian
yang
ketergantungan, manipulasi
memerlukan
evaluasi
asuhan.
efektif.
Dapat
32
menunjukkan
respon
kedukaan
terhadap
kehilangan bagian/fungsi
tubuh
dan
terhadap
kawatir
penerimaan
ketidakmampuan
terdekat
memandang
dan
ke
dalam
citra
memerlukan
tubuh
waktu
berbulan-bulan/tahunan,
kesempatan
melihat
untuk
stoma
dan
mendengar
komentar
penyembuhan, penampilan,
(dibuat
dengan
cara
normal, dsb.
normal,
nyata)
dapat
33
penerimaan
ini.
Menyentuh
stoma
meyakinkan
terdekat
klien/orang
bahwa
stoma
stoma
nyata
secara
menunjukkan
peristaltic normal.
e. Berikan kesempatan pada e. Kemandirian
klien
untuk
keadaannya
menerima
perawatan
melalui
harga diri.
partisipasi
dalam
memperbaiki
dalam
perawatan diri.
f. Pertahankan
positif,
pendekatan
selama
perawatan,
ekspresi
aktivitas
menghindari
menghina
atau
ekspresi
f. Membantu
terdekat
pasien/orang
menerima
perubahan
tubuh
dan
menerima
akan
diri
sendiri.
Marah
paling
34
pribadi.
g. Rencanakan/jadwalkan
aktivitas
terduga),
bukan
orang lain.
rasa
alternatif
pemuasan seksual.
cara
mengalami
dalam hubungan
seksual
setelah
pembedahan,
biasanya
karena
pengabaian,
kurang
pengetahuan.
Pembedahan
yang
mengangkat
kandung
35
kemih
dan
prostat
(diangkat
kandung
dengan
kemih)
dapat
mengganggu
syaraf
parasimpatis
yang
individu
untuk
mempertahankan
syaraf
ini.
6.
Resiko
ketidakefektifan Tujuan :
penatalaksaan
terapeutik
berhubungan
program
yang
dengan
ketidakcukupan
pengetahuan
penyebab
penatalaksaan,
Mengungkapkan
pemahaman
kondisi,
terapeutik.
inkontinen,
Keluhan
progam
tentang
berkurang
cemas
atau
pemecahan
masalah
pasien
ditingkatkan
bila
apa
yang
Sifat penyakit.
mengurangi
ansietas,
36
gugup.
komplikasi,
komonitas.
serta
tidur.
sumbe KriteriaHasil:
nyeri
Pemeriksaan
setelah
perawatan.
Klienmengungkapkana
nsietasberkurangtentan
selama
gketakutankarenaketid
pertahankan
intruksi
dan
aktahuan,
penjelasan
singkat
dan
episode
nyeri,
esaahanpersepsi.
detail
Mengungkapkan
maksud/tujuan
melakukan
untuk
perilaku
bila
nyeri
mempengaruhi
prose belajar.
37
kesehatan
yang
diperlukan
dan
penyakit
dan
pencegahan
kekambuhan
komplikasi.
atau
38
Diagnosa
Implementasi
1.
latihan
otot
dasar
panggul.
c. Melakukan perawatan inkontinensia
urin.
d. Mengidentifikasi
penyebab
inkontinensia multifactorial.
e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam
mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan
perubahan
obat,
Gangguan
berhubungan
konsep
3.
a. Memberikan
perawatan
perineal
inkontinensia,cuci
daerah
39
yang
perawatan
terjadi
(memberikan
perianal,
pengososngan
2400ml/hari
kecualidikontraindikasikan,.
Bantu
tindakan
untuk
Memberikan
obat-obat,
untuk
penampilan
kulit
40
kulit
yang
berhubungan
lubang
setengah
inci
diameter
stoma
wafer
lebih
kira-kira
besar
untuk
dari
menjamin
Resiko
Isolasi
Sosial a. Meyakinkan
apakah
konseling
yang
akibat
urinaria,
pertama.
memalukan
diskusikan
b. Mendorong
pada
pasien/orang
saat
terdekat
peningkatan
dan
peningkatan
ketergantungan,
kesempatan
untuk
terdekat
untuk
41
gunakan
kesempatan
memberikan
untuk
tanda
positif
aktivitas
perawatan,
aktivitas
Resiko
ketidakefektifan a. Memberikan
penatalaksaan
program
klien
dan
kesempatan
orang
kepada
terdekat
untuk
perasaan
dan
mengekspresikan
dengan
ketidakcukupan
pengetahuan
penyebab
tenttang
salah.
Sifat penyakit.
Deskripsi singkat tentang tidur.
latihan pemulihan kandung
Pemeriksaan setelah perawatan.
kemih, tanda dan gejala Bila informasi harus diberikan selama
komplikasi, serta sumbe episode nyeri, pertahankan intruksi dan
penjelasan singkat dan sederhana.
komonitas.
Berikan informasi lebih detail bila nyeri
terkontrol.
penatalaksaan,
progam
42
4.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengevaluasi apakah tindakan
keperawatan yang teah diberikan mencapai tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Berikut salah satu evaluasi dari diagnosa pertama.
Hari/tanggal
Senin, 15
November
2013
Waktu
10.00
Wib
No.
Dx
Evaluasi
Senin, 12
November
2013
10.00
Wib
43
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Haluaran urin adalah suatu keadaan dimana cairan (urin) keluar dari tubuh.
Macam- macam dari haluaran urin meliputi inkontenensia urin, retensi urin,
kandung kemih neurogenic dan kandung kemih flaccid dan spastic.
1. Inkotenensia urin adalah suatu keadaan hilangnya kontrol urine involunte
yang secara objektif dapat terlihat jelas dan cukup berat hingga menjadi
mesalah sosial atau masalah hygiene.
2. Retensi urin adalah merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung
kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan
kedaan ketika seseoarang mengalami pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap.
3. Kandung kemih neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya
fungsi kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian
sistem sarafnya.
4. Kandung kemih flaksid adalah suatu keadaan dimana kandung kemih
mengalami kelayuan sehingga tidak mampu menyimpan urin. Kandung
kemih spastik adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami
kekakuan sehingga tidak mampu mengosongkan kandung kemih.
5.2 Saran
a.
Pada mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang perubahan pola urine baik
mengenai
pengertian,
patofisiologi,
etiologi,
manifestasi
klinis
maupun
44
b.
Pada Dosen
45
DAFTAR PUSTAKA
46