Permenhut P61-2014 Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi DAS PDF
Permenhut P61-2014 Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi DAS PDF
Permenhut P61-2014 Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi DAS PDF
Mengingat
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
-2-
7.
: PERATURAN
MENTERI
KEHUTANAN
TENTANG
MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI.
Pasal 1
Pasal 3..
-3-
Pasal 3
Tujuan ditetapkannya peraturan ini agar pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pengelolaan DAS dapat dilakukan secara efektif dan efisien untuk mendapatkan
informasi kinerja suatu DAS yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
pengelolaan DAS.
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Agustus 2014
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ZULKIFLI HASAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1267
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd.
KRISNA RYA
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : P. 61 /Menhut-II/2014
TENTANG
MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem alami
yang utuh dari hulu hingga hilir. DAS bukan hanya sungai tetapi mencakup
wilayah daratan di atas badan sungai yang batasnya di daratan berupa
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktifitas daratan. Seluruh daratan terbagi habis dalam
DAS dan semua orang hidup di dalam DAS. Untuk itu DAS perlu dilindungi
dan diurus dengan sebaik-baiknya serta wajib dikembangkan dan
didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan melalui upaya pengelolaan
DAS untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami
yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis
maupun kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang kompleks. Proses-proses
biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu
daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Sedang kegiatan sosialekonomi masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem
alami DAS, seperti pengembangan perkotaan, pembuatan bangunan air,
pengembangan lahan kawasan lindung dan budidaya. Hal ini tidak lepas
dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumber daya alam (air, tanah, dan
hutan) yang menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan
yang membawa akibat pada perubahan kondisi daya dukung DAS.
Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan
lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air dapat mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi,
penurunan penutupan vegetasi, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir
perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa
peningkatan luas lahan kritis, penurunan kuantitas, kualitas dan kontinuitas
aliran, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi
semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya dan
penurunan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan DAS bertujuan untuk mewujudkan kesadaran,
kemampuan dan partisipasi aktif lembaga terkait dan masyarakat dalam
pengelolaan DAS yang lebih baik, mewujudkan kondisi lahan yang produktif
sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara
berkelanjutan, mewujudkan kuantitas, kualitas dan keberlanjutan
ketersediaan air yang optimal menurut ruang dan waktu dan mewujudkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Terbitnya..
C. Pengertian
1. Daerah Aliran Sungai (catchment area, watershed) adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
2. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik
antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS
dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya
alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta
kesejahteraan masyarakat.
3. Pengelolaan DAS terpadu adalah rangkaian upaya perumusan tujuan,
sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan sumber
daya DAS lintas para pemangku kepentingan secara partisipatif
berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan guna mewujudkan tujuan pengelolaan DAS.
4. Evaluasi kinerja pengelolaan DAS adalah proses pengolahan dan analisis
data dan fakta, yang pelaksanaannya dilakukan menurut kepentingannya
mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program dan
pengembangan program pengelolaan DAS untuk mendapatkan gambaran
daya dukung DAS yang hasilnya digunakan untuk penyempurnaan
perencanaan dan perbaikan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS.
5. Monitoring lahan adalah kegiatan untuk memperoleh gambaran mengenai
perubahan kondisi lahan kritis, penutupan vegetasi permanen, dan indeks
erosi pada lahan tersebut.
6. Monitoring dan evaluasi tata air adalah kegiatan untuk mengetahui
perkembangan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas aliran air dari
DAS/SubDAS bersangkutan, yang meliputi koefisien rezim aliran, koefisien
aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air.
7. Monitoring dan evaluasi sosial ekonomi adalah kegiatan untuk
memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal balik
antara faktor-faktor ekonomi dengan kondisi sumber daya alam (tanah, air
dan vegetasi) di dalam DAS/SubDAS, yang meliputi tekanan penduduk,
tingkat kesejahteraan penduduk, dan keberadaan dan penegakan aturan.
8. Monitoring dan evaluasi investasi bangunan air adalah kegiatan untuk
memperoleh gambaran mengenai perubahan kondisi kota dan nilai
bangunan air dikaitkan dengan kebutuhan perlindungan yang harus
dilakukan pada DAS yang bersangkutan.
9. Monitoring dan evaluasi manfaatan ruang wilayah adalah kegiatan untuk
memperoleh gambaran mengenai perubahan kondisi penggunaan lahan
dan penutupan vegetasi dikaitkan dengan tingkat pengaruhnya terhadap
daya dukung DAS.
10. Air adalah semua air yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan,
dan air laut yang berada di darat.
11. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individu unsur-unsur hidrologis
yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan,
aliran air tanah dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang
mempengaruhi neraca air suatu DAS.
12. Aliran..
12. Aliran air atau limpasan (runoff) sinonim dengan aliran air sungai (stream
flow), hasil air daerah tangkapan air (catchment yield), adalah bagian dari
air hujan (presipitasi) yang mengalir di atas permukaan tanah (surface
runoff) dan atau di dalam tanah (subsurface runoff) menuju ke suatu
sungai.
13. Debit air (water discharge, Q) adalah volume air yang mengalir melalui
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan
m/detik.
14. Debit puncak atau debit banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air
maksimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu
sungai per satuan waktu, dalam satuan m/detik.
15. Debit minimum (Qmin) adalah besarnya volume air minimum yang
mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan
waktu, dalam satuan m/detik.
16. Hasil air (water yield) adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran
air (drainage basin) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan
akuifer (reservoir air tanah).
17. Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya material tanah atau bagianbagian tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media alami (air/angin).
18. Sedimentasi adalah proses perpindahan dan pengendapan erosi tanah,
khususnya hasil erosi permukaan dan erosi parit. Sedimentasi
menggambarkan material tersuspensi (suspended load) yang diangkut oleh
gerakan air dan atau diakumulasi sebagai material dasar (bed load).
19. Hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu
DAS/SubDAS.
20. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu
secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh
alur/palung sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya.
21. Koefisien Aliran Tahunan yang selanjutnya disingkat KAT adalah bilangan
yang menunjukkan perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan
permukaan terhadap besar curah hujan penyebabnya, nilainya 0< KAT <1.
22. Koefisien Regim Aliran yang selanjutnya disingkat KRA adalah bilangan
yang menunjukkan perbandingan antara nilai debit maksimum (Qmaks)
dengan nilai debit minimum (Qmin) pada suatu DAS.
23. Nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio, SDR) adalah bilangan
yang menunjukkan perbandingan antara nilai total hasil sedimen yang
masuk ke dalam sungai (ton/ha/th) dengan nilai total erosi (ton/ha/th)
yang terjadi di daerah tangkapan airnya atau DAS/Sub DAS.
24. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa
sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan
peruntukannya sebagai media produksi maupun pengatur tata air.
25. Tekanan penduduk terhadap lahan (TP) adalah besarnya kemampuan
lahan pertanian di suatu wilayah yang dapat digunakan untuk
mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak.
26. Tingkat pendapatan adalah besarnya pendapatan keluarga petani yang
diperoleh selama satu tahun.
27. Garis kemiskinan adalah besarnya nilai rupiah pengeluaran per kapita
setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan
dan non makanan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap
berada pada kehidupan yang layak.
28. Daya dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan
sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara
berkelanjutan.
29. Indeks..
4
29. Indeks erosi adalah perbandingan erosi aktual dengan erosi yang
diperkenankan. Erosi aktual diperoleh dari perhitungan menggunakan
metode Universal Soil Loss Equation (USLE), sedangkan nilai erosi yang
diperkenankan dihitung berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah pada
lahan kering.
30. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
31. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
BAB II..
BAB II
PRINSIP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS
Daerah aliran sungai sebagai ekosistem alami berlaku proses-proses
biofisik hidrologis di dalamnya dimana proses-proses tersebut merupakan
bagian dari suatu daur hidrologi atau siklus air (Gambar 1).
Jika ekosistem DAS tersebut dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan maka
komponen-komponen DAS bisa dipilah atas faktor-faktor masukan, prosesor,
dan luaran. Setiap masukan ke dalam ekosistem DAS dapat diprakirakan
proses yang telah, sedang, dan akan terjadi melalui monitoring dan evaluasi
luaran (hasil) dari DAS tersebut, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Masukan ke dalam DAS dapat berupa curah hujan yang bersifat alami dan
manajemen yang merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sumber daya
alam seperti teknologi yang tertata dalam struktur sosial ekonomi dan
kelembagaan.
H U JA N
(M a s u k a n )
M O R FO
M ETR I
GEOLOGI
TAN AH
VEGETASI
R E L IE F
M IK R O
M A N U S IA
IP T E K
S tru k t S o s e k
K e le m b a g a a n
R E LIE F
MAKRO
PENGGUN AAN LAH AN :
. HUTAN
. NON HUTAN
(M a su k a n )
DAS = PROSESOR
P R O D U K S I, L IM P A S A N ( B a n jir &
K e k e r in g a n ), d a n S E D IM E N
(L u a ra n )
Gambar
2. Ekosistem DAS sebagai Sistem Pengelolaan
G a m b a r 1 . D A S s e b a g a i S is te m P e n g e lo la a n
Demikian..
NO.
KRITERIA
A.
Lahan
SUB KRITERIA
1. Persentase Lahan Kritis
(PLK)
PARAMETER
Luas LahanKritis
PLK = --------------------x 100%
Luas DAS
2.Persentase
Penutupan
Luas Penutupan Vegetasi
vegetasi (PPV)
PPV = ------------------------------ x 100%
Luas DAS
3. Indek Erosi (IE)
Erosi aktual
IE = ---------------------Erosi yg ditoleransi
atau
Nilai pengelolaan lahan(CP)
B.
Kualitas,
Kuantitas
dan
Kontinuitas
Air (Tata Air)
atau
PL = C x P
Qmax
KRA = --------------Qmin
atau
Qmax
KRA = ---------Qa
2. Koefisien Aliran
Tahunan (KAT)
Q tahunan
KAT = ------------------P tahunan
NO.
KRITERIA
SUB KRITERIA
3. Muatan Sedimen (MS)
PARAMETER
Qs = k x Cs x Q
atau
MS = A x SDR
4. Banjir
Frekuensi kejadian banjir
5. Indeks Penggunaan Air
Kebutuhan Air
(IPA)
IPA = -------------------Persediaan Air
atau
Kebutuhan Air
IPA = -------------------Qa
atau
C.
Sosial
Ekonomi
D.
Nilai
investasi
bangunan
E.
Pemanfaatan
Ruang
Wilayah
KB = ------------------------------ x 100%
Luas kawasan budidaya dalam DAS
Kelestarian Lingkungan
KelembaKelembagaanKelembagaan
Kriteria
Investasi
Bangunan
Sosial
Ekonomi
Lahan
Tata Air
Pemanfaatan
Ruang
Wilayah
Sub kriteria
Tekanan
Penduduk
Tingkat
kesejahteraan
penduduk
Keberadaan
dan
penegakan
aturan
Keberadaan
kota
Nilai bangunan
air
Kawasan
Lindung
Kawasan
budidaya
BAB III..
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI KONDISI LAHAN
Monitoring dan evaluasi kondisi lahan dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat daya dukung lahan di DAS sebagai akibat alami maupun
dampak intervensi manusia terhadap lahan, yang ditunjukkan dari kondisi
lahan kritis, tutupan vegetasi dan tingkat erosi. Data yang dikumpulkan dalam
monitoring dan evaluasi kondisi lahan adalah data dari hasil observasi di
lapangan yang ditunjang dengan data dari sistem penginderaan jauh dan data
sekunder.
Tujuan monitoring dan evaluasi kondisi lahan adalah untuk
mengetahui perubahan kondisi daya dukung lahan di DAS terkait ada tidak
adanya kecenderungan lahan tersebut terdegradasi dari waktu ke waktu.
Berdasarkan peran/pengaruh lahan terhadap kondisi daya dukung DAS maka
pembobotan untuk kriteria lahan dalam monitoring dan evaluasi pengelolaan
DAS ini adalah 40, sedangkan bobot untuk masing-masing sub kriteria adalah
sebagai berikut: persentase lahan kritis (20), persentase penutupan vegetasi (10)
dan indeks erosi (10).
A. Lahan Kritis
Monitoring lahan kritis dilakukan untuk mengetahui persentase
luas lahan kritis di DAS yang merupakan perbandingan luas lahan kritis
dengan luas DAS.
Data lahan kritis diperoleh dari data sekunder hasil identifikasi
lahan kritis yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan/Direktorat
Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial/Balai Pengelolaan
DAS. Lahan kritis adalah lahan yang masuk kategori kritis dan sangat kritis.
Perhitungan persentase luas lahan kritis menggunakan klasifikasi
sebagaimana Tabel 2:
Tabel 2. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan, Klasifikasi Lahan Kritis
SUB
KRITERIA
Persentase
Lahan
Kritis (PLK)
BOBOT
20
PARAMETER
Luas Lahan Kritis
PLK = -------------x100%
Luas DAS
NILAI
KELAS
SKOR
PLK 5
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
Tinggi
0,5
5 < PLK 10
10 < PLK 15
15 < PLK 20
PLLK >20
0,75
1
1,25
1,5
B. Penutupan Vegetasi
Monitoring dan evaluasi penutupan vegetasi dilakukan untuk
mengetahui persentase luas lahan berpenutupan vegetasi permanen di DAS
yang merupakan perbandingan luas lahan bervegetasi permanen dengan
luas DAS.
Data penutupan lahan dengan vegetasi permanen diperoleh dari data
sekunder hasil identifikasi citra resolusi tinggi/liputan lahan yang
dilaksanakan
oleh
Kementerian
Kehutanan/Badan
Informasi
Geospasial/LAPAN/pihak lain sesuai kewenangannya. Vegetasi permanen
yang dianalisis adalah tanaman tahunan, yang berupa hutan, semak,
belukar dan kebun.
Perhitungan..
10
BOBOT
10
PARAMETER
LVP
PPV = ---------- x 100%
Luas DAS
NILAI
KELAS
SKOR
PPV > 80
Sangat
baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat
buruk
0,5
60< PPV 80
40 < PPV 60
20 < PPV 40
PPV 20
0,75
1
1,25
1,5
C. Indeks Erosi
Monitoring lahan terkait dengan erosi didekati dengan nilai indeks
erosi di DAS yang merupakan perbandingan erosi aktual dengan erosi yang
diperkenankan.
Data erosi aktual diperoleh dari perhitungan erosi dengan metode
Universal Soil Loss Equation (USLE). Nilai erosi yang diperkenankan dihitung
berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah pada lahan kering dari
Peraturan Pemerintah (PP) No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Tabel 4):
Tabel 4. Kriteria Baku Kerusakan Tanah Lahan Kering Akibat Erosi Air (Nilai
T)
Tebal Tanah
Ambang Kritis Erosi
(cm)
ton/ha/th
mm/10 th
< 20
0,1<T1
0,2 <T1,3
20 - <50
1 < T 3
1,3 <T4
50 - <100
3 < T 7
4,0 <T9,0
100 150
7< T 9
9,0<T12
>150
T >9
T>12
Perhitungan indeks erosi menggunakan klasifikasi nilai sebagaimana Tabel
5.
Tabel 5. Sub Kriteria, Bobot, Nilai, dan Klasifikasi Indeks Erosi
SUB
KRITERIA
Indeks
Erosi (IE)
BOBOT
10
PARAMETER
erosi aktual
IE = ---------------------
Erosi yg ditoleransi
NILAI
KELAS
SKOR
IE 0,5
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
tinggi
0,5
0,75
1
1,25
1,5
11
No.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Jenis Perlakuan
jerami 4 ton/ha
Teras bangku dengan tanaman sorgum-sorgum
Teras bangku dengan tanaman maize
Teras bangku dengan kacang tanah
Strip rumput Bahia (3 tahun) pada tanaman Citonella
Strip rumput Brachiaria (3 tahun )
Strip rumput Bahia (1 tahun ) pada tanaman kedele
Strip crotalaria pada tanaman kedele
Strip crotalaria pada tanaman padi gogo
Strip crotalaria pada tanaman kacang tanah
Strip maize dan kacang tanah,mulsa dari sersah
Teras gulud dengan penguat teras
Teras gulud, dengan tanaman bergilir padi dan maize
Teras gulud, sorgum - sorgum
Teras gulud, singkong
Teras gulud, maize kacang tanah
Teras gulud, pergiliran kacang tanah kedele
Teras gulud, padi maize
Teras bangku, maize singkong /kedele
Teras bangku, sorgum sorgum
Teras bangku, kacang tanah
Teras bangku, tanpa tanaman
Strip Crotalaria pada tanaman sorgum-sorgum
Strip Crotalaria pada tanaman kacang
tanah/singkong
Strip Crotalaria pada tanaman padi gogo/singkong
Strip rumput pada tanaman padi gogo
Alang-alang permanen
Semak belukar
Hutan reboisasi tahun ke 2
Hutan sekunder
Hutan primer sedikit sersah
Hutan primer banyak sersah
Nilai CP
0,012
0,048
0,053
0,00
0,00
0,02
0,111
0,34
0,398
0,05
0,50
0,013
0,041
0,063
0,006
0,105
0,012
0,056
0,024
0,009
0,039
0,264
0,405
0,193
0,841
0,02
0,01
0,1
0,1
0,005
0,001
BOBOT
10
PARAMETER
PL = C x P
C x P = (Ai x CPi)
--------------A
NILAI
KELAS
SKOR
0,10
Sangat
rendah
Rendah
0,5
0,75
Sedang
Tinggi
1,25
Sangat
tinggi
1,5
0,10 < CP
0,30
0,30 < CP
0,50
0,50 < CP
0,7
CP > 0,7
BAB IV..
13
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI KONDISI TATA AIR
Monitoring dan evaluasi tata air dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS
bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan DAS, yang meliputi
koefisien rezim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan
indeks penggunaan air.
Data yang dikumpulkan dalam monitoring dan
evaluasi tata air adalah data dari hasil observasi di lapangan yang ditunjang
dengan data dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) dan data sekunder.
Tujuan monitoring dan evaluasi tata air adalah untuk mengetahui
perubahan kondisi daya dukung DAS terkait dengan kualitas, kuantitas dan
kontinuitas aliran air menurut ruang dan waktu. Berdasarkan peran/pengaruh
kondisi tata air terhadap daya dukung DAS maka pembobotan untuk kriteria
tata air dalam monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS ini adalah 20,
sedangkan bobot untuk masing-masing sub kriteria adalah sebagai berikut :
koefisien rezim aliran (5), koefisien aliran tahunan (5), muatan sedimen (4),
banjir (2) dan indeks penggunaan air (4).
A. Koefisien Rezim Aliran (KRA)
Monitoring debit sungai dilakukan untuk mengetahui kuantitas
aliran sungai dari waktu ke waktu, khususnya debit tertinggi (maksimum)
pada musim hujan dan debit terendah (minimum) pada musim kemarau.
Data debit sungai diperoleh dari data primer atau sekunder hasil
pengamatan
SPAS
yang
dilaksanakan
oleh
Kementerian
Kehutanan/Kementerian Pekerjaan Umum dan pendekatan dari perhitungan
dengan rumus. Koefisien Rezim Aliran (KRA) adalah perbandingan antara
debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS.
Nilai KRA adalah perbandingan Qmaks dengan Qmin,yang merupakan debit
(Q) absolut dari hasil pengamatan SPAS atau perhitungan rumus.
Sedangkan untuk daerah dimana pada masa kemarau tidak ada air di
sungai, maka nilai KRA adalah perbandingan Qmaks dengan Qa. Qmaks
adalah debit maksimum absolute dan Qa adalah debit andalan (Qa = 0,25 x
Q rerata bulanan)
Nilai KRA yang tinggi menunjukkan bahwa kisaran nilai limpasan
pada musim penghujan (air banjir) yang terjadi besar, sedang pada musim
kemarau aliran air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan kekeringan.
Secara tidak langsung kondisi ini menunjukkan bahwa daya resap lahan di
DAS kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh dan air
limpasannya banyak yang terus masuk ke sungai dan terbuang ke laut
sehingga ketersediaan air di DAS saat musim kemarau sedikit. Perhitungan
KRA menggunakan klasifikasi nilai sebagaimana Tabel 8:
Tabel 8. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Koefisien Rezim Aliran
SUB
KRITERIA
Koefisien
Rezim
Aliran
(KRA)
BOBOT
5
PARAMETER
Daerah basah :
Q max
KRA = -------Q min
NILAI
KELAS
SKOR
KRA 20
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
0,5
0,75
1
1,25
Sangat tinggi
1,5
20< KRA 50
50 < KRA 80
80 < KRA
110
KRA >110
14
SUB
KRITERIA
BOBOT
PARAMETER
Daerah kering :
Q max
KRA = -------Qa
NILAI
KELAS
SKOR
KRA 5
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,5
5 < KRA 10
10 < KRA 15
15 < KRA 20
KRA >20
0,75
1
1,25
1,5
BOBOT
5
PARAMETER
Q tahunan
KAT = ------------P tahunan
NILAI
KAT 0,2
KELAS
SKOR
Sangat
rendah
0,2<KAT 0,3
Rendah
0,3<KAT 0,4
Sedang
0,4 <KAT 0,5
Tinggi
KAT> 0,5
Sangat tinggi
0,5
0,75
1
1,25
1,5
Nilai pada Tabel 9 adalah nilai air limpasan tahunan riil (direct
runoff, DRO), yaitu nilai total runoff (Q) setelah dikurangi dengan nilai aliran
dasar (base flow, BF), atau dalam bentuk persamaannya: DRO = Q BF.
Perhitungan aliran dasar (BF) untuk nilai BF harian rata-rata bulanan = nilai
Q rata-rata harian terendah saat tidak ada hujan (P = 0). Apabila nilai aliran
dasar diikutsertakan dalam perhitungan maka nilai koefisien limpasan (C)
DAS/SubDAS besarnya bisa lebih dari 1 (>1). Hal ini karena meskipun tidak
hujan, misalnya pada saat musim kemarau, aliran air di sungai masih ada,
yaitu merupakan bentuk dari aliran dasar. Oleh karena itu dalam
melakukan evaluasi dengan indikator nilai C harus lebih hati-hati, yaitu
menggunakan nilai direct runoff-nya.
C. Muatan Sedimen
Sedimentasi adalah jumlah material tanah berupa kadar lumpur
dalam air oleh aliran air sungai yang berasal dari hasil proses erosi di hulu,
yang diendapkan pada suatu tempat di hilir dimana kecepatan pengendapan
butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan angkutannya.
Dari proses sedimentasi, hanya sebagian material aliran sedimen di sungai
yang diangkut keluar dari DAS, sedang yang lain mengendap di lokasi
tertentu di sungai selama menempuh perjalanannya.
Indikator..
15
16
BOBOT
4
PARAMETER
Qs = k x Cs x Q
MS = A x SDR
NILAI
(ton/ha/th)
MS < 5
5 < MS 10
10 < MS 15
15 < MS 20
MS> 20
KELAS
SKOR
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,5
0,75
1
1,25
1,5
D. Banjir
Banjir dalam pengertian umum adalah debit aliran air sungai dalam
jumlah yang tinggi, atau debit aliran air di sungai secara relatif lebih besar
dari kondisi normal akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat
tertentu terjadi secara terus menerus, sehingga air tersebut tidak dapat
ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan
menggenangi daerah sekitarnya. Banjir bandang adalah banjir besar yang
datang dengan tiba-tiba dan mengalir deras menghanyutkan benda-benda
besar seperti kayu dan sebagainya. Dengan demikian banjir harus dilihat
dari besarnya pasokan air banjir yang berasal dari air hujan yang jatuh dan
diproses oleh DTA-nya (catchment area), serta kapasitas tampung palung
sungai dalam mengalirkan pasokan air tersebut.Monitoring banjir dilakukan
untuk mengetahui frekuensi kejadian banjir, baik banjir bandang maupun
banjir genangan. Data diperoleh dari laporan kejadian bencana atau
pengamatan langsung. Perhitungan frekuensi kejadian banjir menggunakan
klasifikasi nilai sebagaimana Tabel 12:
Tabel 12. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Banjir
SUB
KRITERIA
Banjir
BOBOT
2
PARAMETER
Frekuensi
kejadian
Banjir
NILAI
KELAS
SKOR
Tidak pernah
Sangat
rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
tinggi
0,5
0,75
1
1,25
1,5
17
Kebutuhan
Persediaan
BOBOT
4
PARAMETER
Kebutuhan Air
IPA = -------------------Persediaan Air
NILAI
KELAS
IPA 0,25
Sangat rendah
0,25< IPA 0,50
Rendah
0,50< IPA 0,75
Sedang
0,75 < IPA
Tinggi
1,00
IPA >1,00
Sangat tinggi
IPA 0,50
Sangat rendah
Rendah
IPA = -------------------- 0,75< IPA 1,00
Sedang
Debit andalan (Qa)
1,00< IPA
Tinggi
1,25
IPA >1,25
Sangat Tinggi
Total Kebutuhan Air 0,50< IPA 0,75
SKOR
0,5
0,75
1
1,25
1,5
0,5
0,75
1
1,25
1,5
18
SUB
KRITERIA
BOBOT
PARAMETER
Jumlah air (Q) (m3/th)
NILAI
KELAS
SKOR
IPA >6.800
Sangat baik
Baik
Sedang
Jelek
Sangat jelek
0,5
0,75
1
1,25
1,5
BAB V..
19
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI KONDISI SOSIAL EKONOMI
Kegiatan monitoring dan evaluasi sosial ekonomi DAS dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran kondisi penghidupan (livelihood) masyarakat serta
pengaruh hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial ekonomi
masyarakat dengan kondisi sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) di
dalam DAS. Perilaku sosial dan kondisi ekonomi masyarakat secara sekuensial
akan mempengaruhi kebutuhan dan keinginan, penentuan tujuan, penentuan
alternatif-alternatif rencana, pembuatan keputusan, dan tindakan yang
membentuk pola penggunaan lahan berupa masukan teknologi konservasi
tanah dan air di dalam DAS. Sebaliknya kondisi alami yang ada di DAS juga
dapat mempengaruhi perilaku (nilai-nilai) sosial dan kondisi ekonomi
masyarakat.
Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan monitoring dan evaluasi
sosial ekonomi DAS adalah untuk mengetahui perubahan atau dinamika nilainilai sosial dan ekonomi masyarakat sebelum, selama dan setelah adanya
kegiatan pengelolaan DAS, baik secara swadaya maupun melalui program
bantuan. Dinamika sosial dan ekonomi tersebut akan mencerminkan tingkat
pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam melestarikan
sumber daya alam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring dan evaluasi
sosial ekonomi DAS, meliputi indikator: tekanan penduduk (TP), tingkat
kesejahteraan penduduk dan keberadaan dan penegakan aturan.
Berdasarkan peran/pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap kondisi
daya dukung DAS maka pembobotan untuk kriteria sosial ekonomi dalam
monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS ini adalah 20, sedangkan untuk
masing-masing sub kriteria adalah sebagai berikut: tekanan penduduk (10),
tingkat kesejahteraan penduduk (7) dan keberadaan dan penegakan aturan (3).
A. Tekanan Penduduk
Tekanan penduduk didekati dengan indeks ketersediaan lahan yang
merupakan perbandingan antara luas lahan pertanian dengan jumlah
keluarga petani di dalam DAS. Data dimaksud diperoleh dari data sekunder
(BPS dan laporan instansi terkait lainnya). Data penunjang yang diperlukan
berupa peta-peta antara lain peta DAS, peta administrasi dan peta
penggunaan lahan di DAS.
Perhitungan tekanan
sebagaimana Tabel 14.
penduduk
menggunakan
klasifikasi
Tabel 14. Sub Kriteria, Bobot, Nilai, dan Klasifikasi Tekanan Penduduk
SUB
KRITERIA
Tekanan
Penduduk
(TP)
BOBOT
10
PARAMETER
NILAI
KELAS
Luas Lahan
IKL > 4,0
Sangat tinggi
4,0
Pertanian
2,0< IKL
Tinggi
IKL = ----------------------- 1,0 < IKL 2,0
Sedang
Jumlah KK
0,5 < IKL 1,0
Rendah
petani
IKL < 0,5
Sangat rendah
nilai
SKOR
0,5
0,75
1
1,25
1,5
B. Tingkat..
20
penduduk
menggunakan
Tabel 15. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan
Penduduk
SUB KRITERIA
Tingkat
Kesejahteraan
Penduduk
(TKP)
BOBOT
PARAMETER
7
a. % KK miskin
NILAI
KELAS
SKOR
TKP 5
Sangat baik
0,5
5 < TKP 10
Baik
0,75
Jumlah KK miskin
10 < TKP 20
Sedang
1
TKP = ----------------x100% 20 < TKP 30
Buruk
1,25
Jumlah KK Total
TKP >30
Sangat buruk
1,5
b. Rata-rata
pendapatan
TKP > 5 Jt
Sangat baik
4 < TKP 5 Jt
Baik
3 < TKP 4 Jt
Sedang
Total Pendapatan 2 < TKP 3 Jt
Buruk
TKP = ----------------------TKP < 2 Jt
Sangat buruk
Jumlah Penduduk
0,5
0,75
1
1,25
1,5
penegakan
aturan
menggunakan
Tabel 16..
21
Tabel 16. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Keberadaan dan
Penegakan Aturan
SUB
BOBOT
KRITERIA
Keberadaan
3
dan
Penegakan
Aturan
PARAMETER
Ada tidaknya
suatu aturan
masyarakat di
DAS yang
berkaitan
dengan
konservasi
NILAI
KELAS
SKOR
BAB VI..
22
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI INVESTASI BANGUNAN
Monitoring dan evaluasi investasi bangunan dimaksudkan untuk
mengetahui besar kecilnya sumber daya buatan manusia yang telah dibangun
di DAS yang perlu dilindungi dari kerusakan yang disebabkan oleh degradasi
DAS.
Semakin besar nilai investasi bangunan dimaksud semakin besar
keperluan untuk melindunginya. Bangunan di DAS yang dimonitor dan
dievaluasi meliputi keberadaan dan status/kategori kota dan nilai terkini
bangunan air. Berdasarkan peran/pengaruh investasi bangunan di DAS maka
pembobotan untuk kriteria nilai investasi bangunan air dalam monitoring dan
evaluasi pengelolaan DAS ini adalah 10, sedangkan untuk masing-masing sub
kriteria adalah sebagai berikut : klasifikasi kota (5) dan klasifikasi bangunan air
(5).
A. Klasifikasi Kota
Monitoring dan evaluasi klasifikasi kota dilakukan untuk mengetahui
keberadaan dan status/kategori kota di DAS. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN), kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Berdasarkan jumlah penduduknya, kriteria kawasan perkotaan
diklasifikasikan sebagaimana Tabel 17:
Tabel 17. Kriteria Kawasan Perkotaan Berdasarkan Jumlah Penduduk
No
Kawasan Perkotaan
Jumlah Penduduk
1.
Perkotaan kecil
2.
3.
4.
Perkotaan sedang
Perkotaan besar
Metropolitan
BOBOT
5
PARAMETER
Keberadaan dan
status kota
NILAI
KELAS
SKOR
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,5
0,75
1
1,25
1,5
B. Klasifikasi..
23
BOBOT
5
PARAMETER
NILAI
Nilai terkini
IBA 15 milyar rupiah
investasi bangunan
air (waduk, dam,
15< IBA 30 milyar
bendungan, saluran
rupiah
irigasi)
30< IBA 45 milyar
rupiah
45< IBA 60 milyar
rupiah
IBA >60 milyar rupiah
KELAS
SKOR
Sangat
rendah
Rendah
0,5
0,75
Sedang
Tinggi
1,25
Sangat
Tinggi
1,5
BAB VII..
24
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat daya dukung lahan sebagai akibat dari kondisi
pemanfaatan ruang wilayah DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring
dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah adalah data dari hasil observasi di
lapangan yang ditunjang dengan data dari sistem penginderaan jauh dan data
sekunder.
Tujuan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah adalah
untuk mengetahui perubahan kondisi kawasan lindung dan kawasan budidaya
terkait ada tidak adanya kecenderungan pemanfaatan lahan yang menyebabkan
kawasan dimaksud terdegradasi dari waktu ke waktu. Semakin sesuai kondisi
lingkungan dengan fungsi kawasan maka kondisi DAS semakin baik dan
sebaliknya apabila tidak sesuai fungsinya maka kondisi DAS semakin jelek.
Berdasarkan peran/pengaruh pemanfaatan ruang wilayah terhadap
kondisi daya dukung DAS maka pembobotan untuk kriteria ini dalam
monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS ini adalah 10, sedangkan untuk
masing-masing sub kriteria adalah sebagai berikut : Kawasan lindung (5) dan
Kawasan budidaya(5).
A. Kawasan Lindung
Monitoring dan evaluasi kondisi kawasan lindung dilakukan untuk
mengetahui persentasi liputan vegetasi di dalam kawasan lindung, yang
merupakan perbandingan luas liputan vegetasi di dalam kawasan lindung
dengan luas kawasan lindung dalam DAS. Dengan demikian sub kriteria ini
sebenarnya juga untuk melihat kesesuaian peruntukan lahan mengingat
Kawasan Lindung sebagian besar terdiri atas Kawasan Hutan.
Wilayah yang termasuk kawasan lindung adalah hutan Lindung dan
hutan Konservasi (cagar alam, suaka margasatwa, taman buru, tahura,
taman wisata alam dan taman nasional) dan kawasan lindung lainnya. Data
diperoleh dari BKSDA, BTN, BPN dan BPKH.
Data liputan hutan diperoleh dari data sekunder hasil identifikasi
citra satelit/citra resolusi tinggi/liputan lahan yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kehutanan/Badan Informasi Geospasial/LAPAN/pihak lain
sesuai kewenangannya. Perhitungan kawasan lindung menggunakan
klasifikasi nilai sebagaimana Tabel 20:
Tabel 20. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Kawasan Lindung
SUB
KRITERIA
Kawasan
Lindung
(KL)
BOBOT
5
PARAMETER
NILAI
15 < KL <30
KL <15
KELAS
SKOR
Sangat
baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat
buruk
0,5
0,75
1
1,25
1,5
B. Kawasan..
25
B. Kawasan Budidaya
Monitoring dan evaluasi kondisi kawasan budidaya dilakukan untuk
mengetahui persentase luas lahan dengan kelerengan 0-25% pada kawasan
budidaya, yang merupakan perbandingan luas total lahan dengan
kelerengan 0-25% yang berada pada kawasan budidaya dengan luas
kawasan budidaya dalam DAS.
Kelas kelerengan 0-25% merupakan kelas lereng yang paling sesuai
untuk budidaya tanaman sehingga akan cocok berada pada kawasan
budidaya. Semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kelerengan 025% pada kawasan budidaya maka kondisi DAS semakin baik. Sebaliknya
semakin rendah persentase luas unit lahan dengan kelerengan 0-25% pada
kawasan budidaya, atau dengan kata lain semakin tinggi persentase luas
unit lahan dengan kelerengan >25% pada kawasan budidaya maka kondisi
DAS semakin tinggi.
Perhitungan kawasan budidaya menggunakan klasifikasi nilai sebagaimana
Tabel 21:
Tabel 21. Sub Kriteria, Bobot, Nilai dan Klasifikasi Kawasan Budidaya
SUB
BOBOT
NILAI
KELAS
SKOR
PARAMETER
KRITERIA
Luas lahan dg lereng 0-25%
KB >70
Sangat rendah
0,5
Kawasan
5
KB = -----------------------------x100% 45 <KB < 70
Rendah
0,75
Budidaya
Luas Kawasan Budidaya dalam 30 <KB < 45
Sedang
1
(KB)
DAS
15 <KB < 30
Tinggi
KB < 15
Sangat tinggi
1,25
1,5
BAB VIII..
26
BAB VIII
KONDISI DAYA DUKUNG DAS
Evaluasi kondisi daya dukung DAS dilakukan secara terintegrasi
terhadap kelima kriteria: lahan, tata air, sosial ekonomi, investasi bangunan
dan pemanfaatan ruang wilayah. Nilai skor penilaian evaluasi kondisi daya
dukung DAS diperoleh dari hasil analisis terhadap masing-masing nilai bobot
dan skor dari indikator dan parameter-parameternya. Nilai bobot dan skor
(diisi sesuai kondisinya) masing-masing parameter diklasifikasikan pada Tabel
21. Hasil akhir nilai evaluasi kondisi daya dukung dari suatu DAS dilakukan
dengan menjumlahkan hasil kali nilai dan bobot dari masing-masing parameter.
Kategori nilai evaluasi daya dukung DAS penilaiannya disajikan pada Tabel 22:
Tabel 22. Bobot dan nilai dari parameter tata air untuk evaluasi Daya Dukung
DAS
KRITERIA/SUB KRITERIA
A. Kondisi Lahan
1. Persentase lahan kritis
2. Persentase penutupan vegetasi
3. Indeks erosi
BOBOT
%
40
20
20
D. Investasi Bangunan
1. Klasifikasi kota
2. Klasifikasi nilai bangunan air
10
10
NILAI
20
10
10
Terendah
20
10
5
5
Tertinggi
60
30
15
15
5
5
4
2
4
10
2,5
2,5
2
1
2
30
7,5
7,5
6
3
6
10
7
3
10
5
3,5
1,5
30
15
10,5
4,5
5
5
5
2,5
2,5
15
7,5
7,5
5
2,5
2,5
50
15
7,5
7,5
150
5
5
Kategori
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk
Hasil..
27
Hasil identifikasi nilai evaluasi daya dukung DAS untuk masingmasing kriteria dan sub kriteria, selanjutnya dapat ditentukan masalah utama
yang ada pada DAS yang dinilai. Faktor-faktor atau parameter-parameter dari
indikator-indikator yang dievaluasi tersebut dapat menjadikan daerah tersebut
menunjukkan tingkat kerawanan tertentu yang merupakan faktor masalah
yang harus dicari jawabannya untuk diperbaiki dan ditindaklanjuti, yaitu
melalui penyempurnaan perencanaan dan perbaikan pelaksanaan pengelolaan
DAS/SubDAS yang disesuaikan dengan kondisi DAS/SubDAS-nya.
BAB IX..
28
BAB IX
ORGANISASI PELAKSANA
Monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS dilaksanakan oleh Menteri
Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya,
yaitu Menteri Kehutanan pada DAS lintas provinsi, Gubernur pada DAS lintas
kabupaten/kota
dan
Bupati
pada
DAS
dalam
kabupaten/kota.
A. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi PDAS Lintas Propinsi
Tim monitoring dan evaluasi PDAS lintas provinsi dibentuk oleh Menteri
Kehutanan Cq. Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan
Sosial, Kementerian Kehutanan. Tim terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Pelaksana. Ketua Tim Pengarah adalah Direktur Perencanaan dan Evaluasi
Pengelolaan DAS dan Ketua Tim Pelaksana adalah Kepala Balai Pengelolaan
DAS.
B. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi PDAS Lintas Kabupaten/Kota
Tim monitoring dan evaluasi PDAS lintas kabupaten/Kota dibentuk oleh
Gubernur. Tim terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Ketua Tim
Pengarah adalah Kepala Bappeda dan Ketua Tim Pelaksana adalah Kepala
Dinas yang membidangi kehutanan provinsi.
C. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi PDAS Dalam Kabupaten/Kota
Tim monitoring dan evaluasi PDAS dalam kabupaten/kota dibentuk oleh
Bupati/Walikota. Tim terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Ketua
Tim Pengarah adalah Kepala Bappeda Kabupaten/Kota dan Ketua Tim
Pelaksana
adalah
Kepala
Dinas
yang
membidangi
kehutanan
kabupaten/kota.
BAB X..
29
BAB X
PENYUSUNAN LAPORAN
A. Pelaporan
Laporan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS disusun dalam
bentuk buku dengan Judul Laporan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan
DAS... Sesuai kewenangan dalam monitoring dan evaluasi
pengelolaan DAS maka penyusunan, penilaian dan pengesahan laporan
ditetapkan sebagai berikut :
No.
Letak DAS
1.
Lintas Provinsi
2.
3.
Penyusunan
Tim
yang
ditetapkan
oleh
Menteri
Kehutanan
(Cq.
Direktur Jenderal
Bina Pengelolaan
DAS
dan
Perhutanan Sosial)
Lintas
Tim
yang
Kabupaten/Kota ditetapkan
oleh
Gubernur
Dalam
Tim
yang
Kabupaten/Kota ditetapkan
oleh
Bupati/Walikota
Penilaian
Direktur
Perencanaan
dan Evaluasi
Pengelolaan
DAS,
Kementerian
Kehutanan
Pengesahan
Menteri
Kehutanan Cq.
Direktur
Jenderal
Bina
Pengelolaan
DAS
dan
Perhutanan
Sosial
Kepala Balai Gubernur
Pengelolaan
DAS
Kepala Balai Bupati/Walikota
Pengelolaan
DAS
30
31
No
Kriteria
1.
Kondisi
Lahan
2.
Kualitas,
Kuantitas
dan
Kontinuitas
Air
Data BPDAS/
PU/BBWS (10 tahun)
Data BPDAS/
PU/BBWS (10 tahun)
Data BPDAS/
PU/Balai PSDA (10
tahun)
Koefisien Aliran
Tahunan
Data BPDAS/
PU/BBWS dan BMKG
Data BPDAS/
PU/BBWS dan BMKG
Muatan Sedimen
Data BPDAS/
PU/BBWS
Data BNPB
Data BPDAS/
PU/BBWS
Data BPBD Provinsi
Data PU/BBWS
Data PU/BBWS
Data BPDAS/
PU/BBWS dan
BMKG
Data BPDAS/
PU/Balai PSDA
Data BPBD
Kabupaten/Kota
Data PU/Balai PSDA
TP
Data Provinsi
Data Kabupaten/Kota
Tingkat
Kesejahteraan
Keberadaan dan
penegakan aturan
Data Provinsi
Data Kabupaten/Kota
Peraturan Provinsi
Peraturan Provinsi
dan Kabupaten
Keberadaan dan
status Kota
Data Provinsi
Data Kabupaten
4.
Sosial
Ekonomi
Investasi
Bangunan
Data
Kecamatan/Desa
Data
Kecamatan/Desa
Peraturan
Kabupaten/Kota
dan lokal/kec/desa
Data Kecamatan
32
No
Kriteria
Sub Kriteria
Nilai Bangunan Air
5.
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ZULKIFLI HASAN
33