Manajemen Farmasi
Manajemen Farmasi
Manajemen Farmasi
Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung
jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk mendapatkan:
Prakiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan.
Adapun yang menjadi pedoman dalam perencanaan pengadaan obat yaitu DOEN,
formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku;
data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta rencana pengembangan.
Kegiatan pokok dalam perencanaan pengadaan obat adalah:
Seleksi/ perkiraan kebutuhan, meliputi memilih obat yang akan dibeli dan
menentukan jumlah obat yang akan dibeli.
3. Penerapan perhitungan
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
SS = Safety Stock
Contoh perhitungan :
4. Kalimantan tengah merupakan wilayah yang masih banyak terdapat hutan yang lebat,
sehingga pasien gigitan ular di wilayah sampit saja cukup tinggi. RS. Murjani dalam
setiap bulannya menerima pasien gigitan ular sebanyak 5 orang/ bulan. Standar
pengobatan untuk gigitan ular, yaitu :
Obat-obatan untuk terapi gigitan ular tersebut hanya tersisa 1 di RS, sedangkan
pembelian setiap 1 bulan sekali dengan lead time (waktu tunggu) 1 minggu (7 hari).
Harga untuk 1 kali pemberian standar pengobatan gigitan ular adalah Rp. 600.000,
maka hitunglah berapa obat dalam standar terapi yang harus dibeli dan anggaran yang
harus dikeluarkan untuk membeli persediaan tersebut ?
Jawab :
sudah dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa
trend).
Metode kombinasi digunakan untuk obat & alkes yng terkadang fluktuatif, maka dapat
menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit, perubahan,
jenis/ jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan kebijakan pelayanan
kebijakan.
Rumus Metode Kombinasi :
C kombinasi = (CA + CE) x T + SS Sisa stock
Keterangan :
CE = Perhitungan standar pengobatan
CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)
T = Lama kebutuhan (bulan/ tahun)
SS = Safety Stock
Contoh perhitungan :
5. Murjani setiap tahunnya pasti ada pasien menderita DBD (deman berdarah),
diprediksi ada sebanyak 100 pasien. Penanganan pasien DBD tersebut dengan
diberikan infus RL (500 cc) 20 tetes/ menit selama 5 hari. Konsumsi RL setiap bulan
adalah 5000 infus, dengan lead time (waktu tunggu) bulan, sehingga hitunglah berapa
RL yang harus disediakan rumah sakit agar tidak terjadi kekosongan?
Jawab :
RL (20 tts/menit) = 1 mL/menit x 60 menit
= 60 mL/jam x 24 jam
= 1440 mL/hari : 500 mL
= 2,88 botol = 3 botol/hari
RL yang dibutuhkan = 3 botol/hari x 5 hari x 100 pasien = 1500 botol RL
Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit
untuk didapat.
Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan
pola preskripsi.
Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan, obat
yang berlebih atau adanya kehilangan.
Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat penyakit
yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor.
Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil tidak
terpenuhi.
Variasi obat terlalu luas.
Manajemen, forecasting,
pengadaan
obat,
rumah
PENDAHULUAN
Kegiatan operasional sehari-hari sebuah rumah sakit membutuhkan obat yang selalu tersedia pada
saat dibutuhkan. Ketersediaan obat di rumah sakit terkait erat dengan kualitas layanan kesehatan
yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Keberadaan obat yang dibutuhkan, akan membantu
merawat bahkan memberikan kehidupan bagi sekelompok pasien. Banyaknya jumlah obat di
sebuah rumah sakit menjadi sebuah kendala dalam proses pengadaan obat tersebut. Semakin
banyak jenis obat yang digunakan, semakin sulit pula dalam mengendalikan persediaan obat. Hal
ini dapat disebabkan karena makin bertambahnya jumlah supplier yang terlibat dalam pengadaan
obat (Widjaja, 2009).
Banyaknya rumah sakit yang masih menggunakan proses pendataan manual, sehingga terjadi
banyak kesalahan dari bagian-bagian yang bertanggungjawab seperti bagian penjualan, tidak
terdapatnya peramalan kebutuhan barang juga menjadi permasalahan untuk efisiensi biaya
operasionalnya. Hal ini menyebabkan bagian pembelian rumah sakit mengalami kesulitan dalam
menentukan stok minimum obat yang harus dipenuhi untuk menjaga ketersediaan obat karena
bergantung kepada obat yang sering digunakan, kondisi persediaan obat yang tidak konstan,
kapan waktu yang tepat untuk memesan obat dan jumlah permintaan obat untuk mengetahui
berapa jumlah pesanan maksimal. Hal ini dikarenakan begitu banyak jenis obat yang dijual,
sehingga terjadi ketidakpastian persediaan. Jika persediaan tidak mencukupi, rumah sakit akan
menanggung kerugian karena kehilangan kesempatan untuk menjual dan hilangnya kepercayaan
pelanggan, sedangkan jika kelebihan persediaan obat juga akan rugi karena obat-obatan akan
rusak jika disimpan dalam waktu yang lama (ada masa kadaluarsa yang pendek untuk jenis obat
tertentu) disamping biaya simpan dan harga obat yang cukup tinggi.
Perkembangan teknologi dan sistem informasi pada saat ini menempati peranan utama dan sangat
dibutuhkan oleh suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan
komputer sebagai alat bantu yang mampu menyimpan dan mengolah data secara cepat, tepat dan
akurat. Seiring dengan perkembangan tersebut, rumah sakit dituntut untuk dapat meningkatkan
kualitas sistem informasi agar bisa memaksimalkan pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan
pelanggan. Untuk meningkatkan kualitas dari sistem informasi tersebut, penggunaan teknologi
yang optimal akan menunjang efisiensi dan efektifitas kerja, sehingga dapat menghasilkan
keluaran yang akurat.
Penerapan Sistem Informasi Manajemen berlandaskan komputer dalam dunia bisnis sekarang ini
telah menjadi suatu keharusan, hal ini sebagai salah satu strategi pencapaian efisiensi. Dengan
Sistem Informasi Manajemen ini maka proses pengolahan data menjadi suatu bentuk Sistem
Informasi Manajemen yang terintegrasi dan dapat digunakan secara mudah, cepat dan akurat.
Berdasarkan kendala-kendala yang ada maka dibutuhkan sistem perencanaan dan pengendalian
persediaan obat berupa Sistem Informasi Manajemen yang menggunakan metode Economic
Order Quantity untuk memperoleh nilai batas persediaan serta jumlah pemesanan optimal.
Sehingga diharapkan sistem ini membantu pengelola mengambil keputusan dalam penentuan
pengadaan obat.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Bagaimana cara untuk menentukan stok minimum obat yang harus dipenuhi (safety
stock).
5.
Bagaimana membuat Sistem Informasi Manajemen yang dapat membantu pengelola
dalam peramalan kebutuhan obat.
6.
7.
keputusan manusia, misalnya sistem pendukung keputusan, sistem pakar, dan sistem informasi
eksekutif (Anonim, 2012).
Tujuan dari SIM adalah:
dalam
perencanaan,
pengendalian,
II.3 Peramalan
Menurut (Martiningtyas, 2004) peramalan (forecasting) adalah kegiatan untuk memperkirakan
apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Pengumpulan data yang relevan berupa
informasi dapat menghasilkan peramalan yang akurat disertai pemilihan teknik peramalan yang
tepat maka pemanfaatan informasi data akan diperoleh secara optimal. Menurut (Makridarkis,
1991) peramalan kuantitatif dapat diterapkan jika terdapat 3 (tiga) kondisi berikut :
1.
Tersedia informasi masa lalu.
2.
3.
Keterangan :
EOQ (Q/Q*)
C
R
H
P
T
2
: Konstanta
Dari persamaan EOQ diatas dapat diketahui jumlah frekuensi pemesanan selama satu tahun atau
F dengan cara sebagai berikut :
Pemesanan kembali (Reorder Point = Rop) ditentukan berdasarkan kebutuhan selama tenggang
waktu pemesanan jikaposisi persediaan cukup untuk memenuhi permintaan selama tenggang
waktu pemesanan maka pemesanan kembali harus dilakukan sebanyak Q* unit atau EOQ.
Formulasi berikut dapat digunakan untuk menentukan kapan melakukan pemesanan kembali
apabila tenggang waktu pemesanan L ditentukan dalam bulan maupun minggu.
Keterangan:
Lead time ( L )
: tenggang waktu
ROP
: titik pemesanan kembali
Jika jumlah pemesanan kembali (B) lebih kecil dari jumlah pemesanan (Q) atau B < 0 , maka
tidak akan pernah terjadi kekurangan persediaan . Jika jumlah pemesanan kembali (B) lebih besar
dari jumlah pemesanan (Q) atau B>Q, maka akan terjadi kekurangan persediaan dalam setiap
pemesanan.
Total biaya minimum per tahun dapat ditentukan dengan mengganti Q dengan Q* yang terdapat
dalam rumus total annual cost, rumus total biaya pembelian minimum pertahun adalah :
TC (Q*) = PR+ HQ*
Ada 2 biaya yang relevan untuk di pertimbangkan dalam EOQ yaitu biaya pesan dan biaya
simpan, harga item diasumsikan tidak mengalami perubahan oleh karena itu kategori biaya selain
biaya pesan dan biaya simpan tidak akan mempengaruhi keputusan berapa jumlah yang harus
dipesan maupun kapan harus dipesan kembali.
Gambar
1. Economic Order Quantity
Model EOQ ini sangat mudah dan sederhana namun berlakunya memerlukan asumsi-asumsi
sebagai berikut :
1.
Jumlah kebutuhan barang selama setahun dapat diperkirakan dan kebutuhan barang
sepanjang tahun relative stabil.
2.
Hanya ada 2 macam biaya yang relevan, yaitu biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan
obat.
3.
Biaya pemesanan untuk setiap kali pemesanan besarnya selalu sama, tidak terpengaruh
oleh jumlah yang dipesan.
4.
Biaya pemeliharaan barang setiap unit setiap tahun sama dengan kata lain pemeliharaan
obat ini bersifat variabel tergantung pada umlah obat yang disimpan dan lama waktu
penyimpanan.
5.
Usia barang relative lama tidak cepat rusak/ harga setiap unit barang selalu sama (stabil).
6.
Tidak ada kendala atau batasan mengenai jumlah barang yang dipesan.
III. METODOLOGI
III.1 Metode Pembuatan
Desain pelaksanaan dibuat dengan mengikuti salah satu metode Sistem Development Live
Cycle (SDLC) yaitu waterfall. Tahapan-tahapan dari model proses air terjun ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Requirement
minimal. Tujuan model persediaan ini adalah menentukan jumlah pesanan yang dapat
meminimumkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan. Dengan menggunakan
perhitungan EOQ, persediaan yang ada di dalam gudang sesuai dengan kebutuhan.
Sistem akan mengolah data berdasarkan data obat yang sudah ada, dari data yang ada, maka dapat
diperoleh pola kebutuhan berdasarkan data obat yang terjual, sehingga bisa digunakan
perhitungan untuk mengetahui nilai EOQ, total biaya pembelian per item obat selama setahun,
frekuensi pemesanan per item obat selama setahun, dan ROP untuk mengetahui jumlah item yang
akan di pesan selama setahun. Melihat hasil data prediksi selama setahun, rumah sakit bisa
menentukan dana yang harus disiapkan untuk membeli obat. Selain itu, pihak rumah sakit juga
bisa mengetahui kapan obat harus dibeli lagi, sehingga rumah sakit tidak akan kehabisan stok dan
stok yang tersedia akan selalu mencukupi kebutuhan pasien. Keuntungannya, obat tidak sampai
kadaluarsa karena stok obat selalu di update dan tersedianya obat sesuai kebutuhan.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembuatan Sistem Informasi Manajemen ini berupa hipotesis yang
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
Penggunaan Sistem Informasi Manajemen dengan fasilitas peramalan yang terintegrasi
akan meningkatkan kecepatan dan ketepatan proses dalam mengorganisir obat dan
manajemen stok obat.
2.
Dengan antarmuka yang mudah bagi pengguna dan dibangun dengan efesiensi untuk
kenyamanan tinggi, akan membuat petugas nyaman dalam pekerjaannya.
3.
Metode Economic Order Quantity akan menghindarkan kesalahan stok dari permintaan
yang akan datang dengan toleransi paling besar 15% kesalahan jika kemungkinan terjadi
permintaan di luar prakiraan.
4.
Penggunaan peramalan dalam pemesanan obat sacara nyata menghindarkan kekurangan
stok dan terjadinya obat yang kadaluarsa karena persediaan berlebihan. Hal ini berarti
peningkatan secara signifikan tehadap pelayanan dan penghindaran dari pengeluaran yang
tidak perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Sistem Informasi
Manajemen. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_manajemen Diakses tanggal 16 Mei
2012
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2002. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) , Jakarta.
Makridarkis, M. A., 1991, Metode dan Aplikasi Peramalan Edisi Kedua. Jakarta, Erlangga.
Martiningtyas, N., 2004, Buku Materi Kuliah STIKOM Statistika. Surabaya. STIKOM Surabaya.
Riyanto, B., 1995, Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta, BPPE.
Widjaja, H.A.E, 2009, Implementasi E-Procurement Pada Rumah
Sakit. http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1179/1000 Diakses tanggal 13 Mei
2012
KASUS HIPERTENSI
Ny. Eka (55 tahun/ 150 cm/ 70 Kg) adalah seorang pasien yang baru terdiagnosis hiperlipidemia.
hasil pemeriksaan kolesterol dalam darah : HDL : 30 mg/dl, LDL : 195 mg/dl, Kolesterol total :
220 mg/dl. Pasien juga mengidap hipertensi dan sebelumnya sempat memperoleh Captensin 25
mg, 2 x sehari dan terkontrol, dengan baik (120/90 mmHg). Hasil pemeriksaan TD terakhir saat
kontrol 180/100 mmHg saat diperiksa oleh dokter, sampai akhirnya dokter memberikan terapi
kombinasi obat yang terdiri dari Captensin dan HCT. Pasien mengeluh beberapa hari ini sering
sakit kepala dan pegal dibagian tengkuknya. Pekerjaan pasien adalah guru di SMA. Resep yang
diterima Ny. Eka adalah sebagai berikut :
R/ Captensin 25 mg XX
S 2 d d 1 tab
R/ Hidroklorotiazid
S 1 d d 1 tab
R/ Simvastatin
X
X
S 2 d d 1 tab
Saat mendapatkan resep beserta dengan keluhan pasien di atas, maka yang harus kita lakukan
adalah menanyakan kepada pasien, apakah pasien ada alergi terhadap obat tertentu, apakah pasien
sedang hamil atau menyusui, dan apakah pasien mengalami efek samping selama penggunaan
Captensin (captopril) sehingga terapi dapat diberikan dengan tepat. Selanjutnya melakukan
skrining administratif, farmasetik dan klinis.
Pada kasus ini Ny.Eka mengalami hipertensi stage 2, dimana TD > 160/ > 100 mmHg, sehingga
diperlukan kombinasi dengan tiazid. Mengenai dosis Captensin 25 mg, 2 x sehari tidak ada
masalah, karena dosis lazim captopril adalah 12,5-150 mg, 2-3 x sehari, untuk dosis HCT juga
aman karena dosis lazimnya 12,5-50 mg, 1 x sehari. Dosis Simvastatin untuk penyakit
hiperlipidemia yang baru dialami Ny. Eka kurang tepat, seharusnya untuk pemakaian awal yaitu
cukup 10 mg, 1 x sehari. Sehingga dapat diusulkan kepada dokter untuk menurunkan frekuensi
pemberian simvastatin menjadi 1 x sehari. Pemilihan terapi simvastatin ini dengan alasan
antihiperlipidemia golongan statin merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan kolesterol
total dan LDL pada hiperkolesterolemia primer dan demikian dapat mengurangi insiden
gangguan koroner dan kematian. Perlu diinformasikan kepada pasien tentang waktu penggunaan
obat, seperti Captensin (captopril) diminum tiap 12 jam, 1 jam sebelum makan/ 2 jam sesudah
makan. Hidroklorotiazid diminum pada pagi hari, karena HCT menyebabkan sering kencing,
sehingga bila diminum malam hari dapat mengganggu tidur pasien, sedangkan untuk Simvastatin
diminum pada malam hari, agar memaksimalkan efek obat, dikarenakan pada malam
hari kerja hati maksimal untuk memproduksi kolesterol.
Peracikan obat dapat dilakukan setelah terlebih dahulu menanyakan kepada pasien, ingin
mengambil berapa obatnya, apakah diambil semua atau diambil separo. Setelah mendapat
persetujuan, barulah mulai meracik obat dan jangan lupa memberikan etiket. Etiket berwarna
putih untuk obat dengan pemakaian dalam, sedangkan etiket berwarna biru untuk obat dengan
pemakaian luar. Etiket idealnya mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nama apoteker, SIK
apoteker, no. obat, tanggal pengambilan resep, nama obat, nama pasien, umur/BB pasien, aturan
pakai obat, waktu minum obat, cara penggunaan obat, anjuran khusus (sirup : kocok dahulu,
antibiotik : harus dihabiskan), harapan (semoga lekas sembuh) dan tidak lupa paraf peracik obat.
Hal-hal ini harus diperhatikan dalam penulisan etiket, agar memudahkan pasien dalam
penggunaan obatnya. Penulisan etiket yang benar membantu farmasis dalam penyampaian
informasi yang efektif.
Nama Obat
Kegunaan Obat
Efek Samping
Penyimpanan
Hal-hal yang harus diperhatikan apoteker saat berkomunikasi dengan pasien ataupun dokter yaitu
salam dan etika harus dijalankan..