Dasar Teori SABUN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Dasar Teori

Molekul sabun berbentuk rantai panjang panjang dan satu gugus ionik yang besifat
sangat polar. Pada seluruh rantai panjangnya, strukturnya tepat sama dengan molekul minyak
sehingga memiliki keakraban dengan molekul minyak (bersifat hidrofilik). Sementara pada
bagian kepala, ada sepasang atom yang bermuatan listrik yang hanya senang bergabung
dengan molekul air (bersifat hidrofobik). Kepala inilah yang membuat seluruh molekul sabun
menyatu dengan air.
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri
tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara
senyawa alkali dan lemak/minyak.Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan
baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak
dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk
menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan
pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida,
natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Sabun dibuat dengan cara mencampurkan larutan NaOH / KOH dengan minyak atau
lemak. Melalui reaksi kimia, NaOH / KOH mengubah Minyak / Lemak menjadi Sabun.
Proses ini disebut Saponifikasi.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi
trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi
penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama
dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai
jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat
molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun
memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih
kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat.
Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi
pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH),
sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis

minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa
akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan
minyak biji katun.

Dasar Teori
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol. Kedua istilah ini berarti trimester (dari)
gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak bersifa sebarang: pada temperature kamar lemak
berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan
gliserda dalam tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak
babi, lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari).
Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang disebut asam lemak,
umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tak bercabang. Lemak dan minyak seringkali diberi nama
sebagai derivate asam-asam lemak ini. Misalnya, tristearat dari gliserol diberi nama tristearin, dan tripalmitat
dari gliserol, disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai
untuk penamaan suatu ester: sebagai contoh, gliseril tristearat dan gliseril tripalmitat. Kebanyakan lemak dan
minyak yang terdapat dalam alam merupakan trigliserida campuran- artinya, ketiga bagian asam lemak dan
gliserida tidaklah sama.
Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatanikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam, yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan
rangkap. Asam-asam lemak dengan lebih dari satu ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama dalam minyak
nabati; minyak-minyak ini disebut poliunsaturat (polyunsaturated). (Fessenden, 1982)
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida dengan alkali
(NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut:

CH(OOR) + 3NaOH CH(OH) + 3NaOOCR

a.
b.

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin
sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun dengan berat molekul
rendah akan lebih mudah larut dan memiliki sruktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah tercampur. Reaksi
saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsikedua reaktan tersebut, menyebabkan suatupercepatan pada kecepatan reaksi.
Detergen merupakan penyempurnaan dari sabun dan kelebihannya adalah bisa mengatasi air sadah dan
larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen sering disebut dengan istilah detergen sintesis yaitu detergen
yang dibuat berasal dari bahan-bahan sintesis. (Luis,S. 1994)
Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam air sadah, yang mengandung kation-kation
logam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation tersebut menyebabkan garam-garam natrium atau kalium dari
asam karboksilat yang semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut. (Sastrohamidjojo, 2005)
Sabun memiliki sifat sebagai berikut:
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu
larutan sabun dalam air bersifat basa.
Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak terjadi pada air sadah.
Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg atau Ca mengendap dalam air.

CH(CH)COONa + CaSONaSO
Ca(CH(CH)COO)
c.

Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimi koloid, sabun (garam natrium dari
asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun nonpolar. Molekul sabun memiliki
rantai hydrogen CH(CH) yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut
dalam zat organic. Sedangkan COONa sebagai kepala yang bertindak sebagai hidrofilik (suka air).
(Bairley,AE. 1950)

Pengertian Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan
basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis,
reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida.
Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat.

Saponifikasi Trigliserida
Minyak sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi.
Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada proses satu
tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus ikatan ester dan
menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini digunakan dalam industri gliserol.
Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut
dengan salting out oleh NaCl jenuh.

Angka Penyabunan
Dalam reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka saponifikasi atau angka penyabunan. Angka
penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan saponifikasi
terhadap sampel lemak.

Mekanisme Hidrolisis Basa


Mekanisme pemutusan ikatan ester oleh basa melibatkan reaksi kesetimbangan. Anion
hidroksida menyerang gugus karbonil ester. Produk intermediet disebut dengan ortoester.

Pemutusan alkoksida menghasilkan asam karboksilat.

Alkoksida lebih basa daripada basa konjugat dari asam karboksilat. Dengan demikian,
transfer proton menjadi lebih cepat.

Prinsip Kerja Deterjen


Posted on 19 April 2011 by Urip Kalteng

Ilustrasi dari Flicker oleh Adamantine


Kimia dari About dot com
http://urip.wordpress.com
Deterjen dan sabun digunakan sebagai pembersih karena air murni tidak dapat menghapus
atau menghilangkan kotoran pakaian/barang yang berminyak, atau terkena pengotor organik
lainnya. Sabun membersihkan dengan bertindak sebagai emulsi. Pada dasarnya, sabun
memungkinkan minyak dan air untuk bercampur sehingga kotoran berminyak dapat
dihilangkan selama pencucian. Deterjen kemudian dikembangkan untuk mengatasi
kekurangan lemak hewan dan sayuran yang digunakan untuk membuat sabun selama Perang
Dunia I dan Perang Dunia II.

Deterjen adalah surfaktan, yang dapat dihasilkan dengan mudah dari petrokimia. Surfaktan
menurunkan tegangan permukaan air, pada dasarnya membuatnya lebih basah sehingga lebih
mungkin untuk berinteraksi dengan minyak dan lemak. Deterjen modern mengandung lebih
dari sekedar surfaktan. Produk pembersih juga mengandung enzim untuk mendegradasi
protein berbasis noda, pemutih untuk penghilang warna noda dan menambah daya agen
pembersih, dan pewarna biru untuk melawan penguningan.
Seperti sabun, deterjen memiliki rantai molekul hidrofobik atau rantai molekul yg tidak suka
air dan komponen hidrofilik atau rantai molekul suka-air. Hidrokarbon hidrofobik yang
ditolak oleh air, tapi ditarik oleh minyak dan lemak. Dengan kata lain berarti bahwa salah
satu ujung molekul akan tertarik ke air, sementara sisi lain mengikat minyak. Air bersabun
yang mengelilinginya (kotoran) memungkinkan sabun atau deterjen untuk menarik kotoran
dari pakaian atau piring dan masuk ke dalam air bilasan untuk selanjutnya dapat dipisahkan.

Ilustrasi dari http://www.tutorvista.com/content/chemistry/chemistry-iv/surfacechemistry/soaps.php


Air hangat atau panas mencairkan lemak dan minyak sehingga lebih mudah bagi sabun atau
deterjen untuk melarutkan kotoran dan menariknya ke dalam air bilasan. Deterjen mirip
dengan sabun, tapi mereka cenderung kurang untuk membentuk buih dan tidak dipengaruhi
oleh adanya mineral dalam air (air keras).
Deterjen modern dapat dibuat dari petrokimia atau oleokimia yang berasal dari tumbuhan dan
hewan. Alkali dan agen pengoksidasi adalah juga bahan kimia yang ditemukan dalam
deterjen.
Berikut adalah fungsi molekul ini:
Petrokimia
/
Oleokimia
Lemak dan minyak adalah rantai hidrokarbon yang tertarik dengan kotoran berminyak dan
berminyak.

Pengoksidasi
Belerang trioksida, etilen oksida, dan asam sulfat adalah salah satu molekul yang digunakan
untuk memproduksi komponen hidrofilik dari surfaktan. Pengoksidasi menyediakan sumber
energi untuk reaksi kimia. Senyawa ini sangat reaktif dan juga bertindak sebagai pemutih.
Alkalis
Kalium hidroksida dan natrium hidroksida digunakan dalam deterjen dan juga digunakan
dalam pembuatan sabun. Alkali-alkali itu bertindak menyediakan ion yang bermuatan positif
untuk mempromosikan reaksi kimia.
Sumber
dari
http://chemistry.about.com/od/howthingswork/f/detergentfaq.htm.
Diterjemahkan dengan menggunakan google translate dan dilakukan adaptasi seperlunya.
Tulisan sejenis ada di http://www.adipedia.com/2010/06/bagaimana-cara-kerja-deterjen.html
Sesuai dengan pembelajaran kimia SMA kelas XI bahasan koloid.

PEMBAHASAN
Percoaan ini memiliki tujuan untuk mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan
kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) dan mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen.
Sabun adalah garam logam alkali dari asam-asam lemak, dimana dalam percobaan ini alkali yang
dimaksud adalah kalium (K) dan natrium (Na). Reaksi pembentukan sabun ini disebut sebagai reaksi
saponifikasi atau reaksi penyabunan. Reaksi saponifikasi dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH)
adalah sebagai berikut:

CHOC(CH)CH

(KALOR)
CHOC(CH)CH + 3NaOH

CHOC(CH)CH

CHOH

CHOH + 3CH(CH)CONa

CHOH

Tristearin
Gliserol
Sodium Stearat (suatu sabun Na)
Dan reaksi saponifikasi dengan menggunakan KOH adalah sebagai berikut:

HCOCR

HCOCR + 3KOH

HCOCR
Triasilgliserida
(Tim Penyusun Kimia FMIPA, 2012)

HCOH

RCOOK

HCOH +

RCOOK

HCOH
Gliserol

RCOOK
sabun kalium

Dai reaksi-reaksi diatas dapat diketahui bahwa sabun mengandung terutama garam C dan C, namun
dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah yang dihasilkan dari reaksi suatu
minyak atau lemak dengan alkali, dalam hal ini natrium dan kalium yang menghasilkan gliserol dan suatu sabun
natrium dan kalium sebagai produk utama. Sabun yang dihasilkan memiliki kemampuan mengemulsi kotoran
berminyak. Hal ini disebabkan oleh dua sifat sabun yaitu, pertama rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun
larut dalam zat nonpolar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun yang tertarik pada
air ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan-tetesan minyak lain. Karena
tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung, tetapi tetap
tersuspensi.
Pada perlakuan larutan sabun dengan asam klorida encer akan menghasilkan campuran asam lemak:

RCOOK
RCOOK + 3HCL

RCOOH
RCOOH + 3KCl

RCOOK

RCOOH

Pada pembuatan sabun kalium, setelah 3 ml minyak dimasukkan ke dalam gelas beker ditambahkan 20
ml KOH/etanol 10% dan dipanaskan sambil diaduk. Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama
semakin habis karena menguap, hal ini disebabkan karena titik didih etanol yang lebih rendah daripada minyak.
Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi, karena dengan kenaikan suhu, maka energi kinetic akan
semaki cepat sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Setelah itu akan terbentuk sabun kalium. Hasil
kesempurnaan saponifikasi dapat dites dengan meneteskan hasil reaksi ke dalam air, yaitu semakin sedikit atau
tidak ada tetesan lemak dalam air, maka reaksi saponifikasi berlangsung semakin smepurna. Hasil tersebut
memiliki wujud padatan berwarna kuning gading dengan bau yang menyerupai lemari kayu.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

HCOCR

HCOH

RCOOK

HCOCR + 3KOH

HCOCR

HCOH +

RCOOK

HCOH

RCOOK

Kemudian sabun yang dihasilkan digunakan untuk membuat sabun natrium. Sabun kalium yang
dihasilkan ditambahkan NaCl jenuh. Hal ini bertujuan untuk memisahkan sabun dari produk sampingan dari
reaksi sebelumnya, yaitu gliserol. Setelah itu akan terbentuk suatu yang berbentuk padatan setelah dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Padatan inilah yang disebut dengan sabun natrium yang
memiliki waena kuning gading.
Pada percobaan analisis asam lemak dari sabun, padatan sabun kalium dan sabun natrium diuji
kelarutannya dalam aseton. Setelah ditambahkan aseton 2 ml ditambahkan HCl dengan tujuan memberikan
suasana asam pada larutan dimana keasaman diukur dengan menggunakan kertas lakmus. Reaksi sabun kalium
dengan HCl adalah sebagai berikut:

K + HCl KCl
Dan reaksi antara sabun natrium dengan HCl:

Na + HCl NaCl
Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak dari sabun kalium dan
natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like dissolve like, yaitu senyawa yang memiliki kemiripan
kemolaran akan saling melarutkan. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa sabun kalium lebih cepat larut dalam
aseton daripada sabun natrium, hal ini dikarenakan K yang lebih mudah lepas daripada Na. Sehingga sabun
kalium akan lebih cepat larut. Sabun natrium juga dapat larut dalam aseton, karena minyak memiliki rantai
karbon yang panjang dan bersifat nonpolar. Sehingga sesuai asas like dissolve like minyak tidak dapat larut
dalam aseton yang bersifat polar.
Pada percobaan sifat sabun dan detergen, minak kelapa sawit dioleskan pada tiga gelas arloji dan
dibersihkan masing-masing dengan menggunakan tiga tetes larutan sabun natrium, tiga tetes sabun kalium, dan
tiga tetes larutan sabun detergen dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan membersihkan atau mengikat
lemak pada masing-masing sabun. Dari hasil percobaan diketahui bahwa sabun kalium dapat mengikat lemak
dalam jumlah yang sedikit. Pada sabun natrium dapat mengikat lemak namun lebih sedikit dari sabun kalium.
Sedangkan sabun detergen memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini dikarenakan detergen
memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon
pada detergen megelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga detergen dapat mengemulsikan lemak.
Sedangkan pada sabun natrium dan kalium, sabun kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari
sabun natrium. Hal ini disebabkan karena sabun kalium merupakan sabun lunak, sehingga akan memiliki
kemampuan melarutkan lemak daripada sabun natrium.
Pada percobaan efek ion sadah (kemampuan sebagai surfaktan) penggojokan yang dilakukan memiliki
tujuan agar pencampuran berjalan sempurna dan tercampur secara merata. Dalam hal ini percobaan dilakukan
untuk mengetahui kemampuan sabun dalam air sadah, yaitu air yang mengandung kation divalent Ca, Mg,
dan Fe, yang dapat membentuk endapan.
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa pada larutan CaCl, MgCl, dan FeCl dan air kran yang
ditambahkan pada sabun kalium dan sabun natrium, semuanya terbentuk endapan-endapan. Sedangkan pada
sabun detergen tidak ditemukan adanya endapan. Hal ini membuktikan bahwa sabun detergen dapat bekerja
secara efektif dalam air sadah dengan bukti bahwa tidak ditemukannya endapan pada sabun detergen saat
direaksikan dengan air sadah. Pada sabun kalium dan natrium adanya kation divalent Ca, Mg, Fe akan
membentuk endapan denagn anion karboksilat dari sabun.
Reaksi-reaksi dari detergen dengan kation divalent sebagai berikut:
Detergen dengan Ca
2ROSONa + Ca (ROSO)Ca + 2Na
Detergen dengan Mg
2ROSONa + Mg (ROSO)Mg + 2Na
Detergen dengan Fe
2ROSONa + Fe (ROSO)Fe + 2Na
Reaksi sabun kalium dengan Ca
2RCOOK + Ca (RCOO)Ca + 2K

Reaksi sabun kalium dengan Mg


2RCOOK + Mg (RCOO)Mg + 2K
Reaksi sabun kalium dengan Fe
2RCOOK Fe (RCOO)Fe + 2K
Reaksi sabun natrium dengan Ca
2RCOONa + Ca (RCOO)Ca + 2Na
Reaksi sabun natrium dengan Mg
2RCOONa + Mg (RCOO)Mg + 2Na
Reaksi sabun natrium dengan Fe
2RCOONa + Fe (RCOO)Fe + 2Na

Anda mungkin juga menyukai