Percobaan Air Asam Tambang

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Air asam tambang (AAT), disebut Acid Mine Drainage atau Acid Rock Drainage,
merupakan bahan pencemar penting di sekitar wilayah penambangan batubara atau bahan
mineral lainnya, karena sifatnya yang sangat masam (pH 2-3) dan mengandung logam toksik
(seperti Al, Fe, dan Mn) yang larut tinggi. Oleh karena itu, sebelum dialirkan ke perairan umum,
AAT harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga tingkat kemasaman dan kadar logamnya
sampai batas ambang yang dapat diterima. Limbah organik diketahui dapat digunakan untuk
memulihkan (remediasi) mutu AAT, sehingga bahan organik menjadi komponen penting pada
beberapa teknik pengendalian AAT, seperti lahan basah buatan (constructed wetland). Lahan
basah buatan adalah sistem pengendalian air asam tambang dengan perlakuan pasif (passive
treatments).
Perlakuan pasif air asam tambang di era moderen sekarang ini banyak digunakan karena
tidak memerlukan input kimiawi secara terus menerus dan proses-proses yang terjadi berjalan
secara alami untuk meminimalkan bahaya air asam tambang, biaya murah dan pemeliharaannya
lebih mudah. Sebaliknya, perlakuan aktif air asam tambang memerlukan biaya yang tinggi,
pemeliharaan lebih sulit, dan memerlukan waktu lama untuk mencapai tujuan meminimalkan
bahaya air asam tambang. Salah satu komponen utama yang digunakan dalam perlakuan pasif
pengendalian air asam tambang adalah limbah organik (organic matter). Keuntungan
penggunaan bahan organik dalam pengendalian air asam tambang adalah memacu
pertumbuhan mikrob dan menghasilkan lingkungan yang anaerob melalui reduksi sulfat.
Penggunaannya yang lain bahan organik dapat menurunkan keasaman 20%, dan menurunkan
Fe, Mn, dan Al. Penelitian lain menunjukkan bahwa permeabilitas atau porositas bahan organic
adalah faktor kunci lapisan organik. Beragam bahan organik yang telah digunakan berhasil
termasuk kompos kayu, kompos jamur, kompos pupuk kandang, dan campuran bahan kompos
dengan sumber bahan organic yang murah seperti limbah organik. Campuran bahan organik dan
bahan kapur tidak direkomendasikan, karena potensial terjadi penjonjotan logam hidroksida di
dalam poripori yang halus sehingga tidak efektif untuk pencucian logam. Bahan organik yang
sangat beragam ini memiliki sifat-sifat yang sangat berbeda-beda, sehingga kemampuan bahan
organik meremediasi tentu sangat berbeda. Sampai saat ini, kajian terhadap sifat-sifat,
mekanisme atau reaksi-reaksi yang bertanggung jawab terhadap kemampuan remediasi bahan
organik belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk melakukan
penelitian ini.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai dengan Nopember 2007 di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bahan penelitian
menggunakan bahan yang tersedia di sekitar lokasi PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA),
Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Limbah organik berasal dari kulit-kayu (bark) dan lumpur
kayu (sludge) dari industri bahan kertas (pulp) PT Tanjung Enim Lestari, Tanjung Enim. Janjang
buah sawit dan lumpur sawit (yang asli maupun yang telah dikomposkan) diambil dari pabrik
crumb palm oil (CPO) PT Perkebunan Bio Nusantara, Bengkulu Utara. Abu batubara (fly ash)
dari Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PTBA, Tanjung Enim, serbuk gergaji dan
pupuk kandang ayam potong diambil dari penggergajian kayu dan peternakan ayam potong di
Bengkulu. Bahan-bahan tersebut diayak dengan ayakan bermata saring 5 mm. Semua limbah
organik dianalisis kadar karbon-organik (C), bahan organik (BO), nitrogen total (N), fosfor total
(P), kalium total (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), mangan (Mn), besi (Fe), seng
(Zn), kapasitas tukar kation (KTK), daya hantar listrik (DHL), dan pH. Limbah organik
dibersihkan, dikeringkan, dicincang halus, dan diayak dengan ayakan bermata saring 5 mm.
Kulit kayu, kompos, dan lumpur kayu dibersihkan dari kotoran, kemudian dikering-anginkan,
dicincang dengan menggunakan alat pisau tajam sampai dengan panjang 2-5 cm, kemudian
disaring dengan ayakan dan hasilnya ditampung. Janjang buah sawit, kompos, dan lumpur sawit
dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dan dicincang sampai halus (janjang buah sawit),
kemudian disaring dengan ayakan dan hasilnya ditampung. Abu batubara, serbuk gergaji, dan
pupuk kandang dibersihkan dari kotoran, dikeringkan, dan diayak dan hasilnya ditampung.
Air asam tambang yang digunakan berasal dari mainsump Banko Barat Pit 1 PT BA, Tanjung
Enim. Contoh air asam tambang yang belum diberi bahan kapur diambil dengan cara sebagai
berikut: air asam tambang dari kolam mainsump dipompa ke atas, kemudian air ditampung
langsung dengan menggunakan selang di dalam jiregen yang bersih berkapasitas 35 L, kemudian
ditutup rapat dan dibawa ke laboratorium. Contoh air asam tambang yang diambil ada 2 jenis,
pertama contoh air untuk analisis sifat kimia sebelum diperlakukan, dan ke dua contoh air untuk
perlakuan remediasi dengan bahan organik. Air asam tambang dianalisis pH, daya hantar listrik
(DHL), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), aluminium (Al), sulfat (SO42-)larut, dan alkalinitas.

Tahapan penelitian
Penelitian dibagi ke dalam dua tahap:
a) Karakterisasi sifat-sifat limbah organik yang dilakukan sebagai berikut: kulit kayu (KK),
kompos kulit kayu (KmKK), kompos lumpur kayu (KmLK), janjang kelapa sawit (JS), kompos
janjang kelapa sawit (KmJS), kompos lumpur janjang kelapa sawit (KmJLS), abu batubara (AB),
serbuk gergaji (SG), pupuk kandang ayam potong (PK).
Semua limbah organik ditimbang sebanyak 250 g, kemudian dimasukkan ke dalam toples plastik
berukuran 2 L dan ditambahkan air suling (H2O) sebanyak 1250 ml. Masing-masing bahan
diulang sebanyak empat (4) kali, sehingga jumlah total satuan percobaan menjadi 36. Bahan
dicampur dengan baik, ditutup rapat dan dibiarkan pada suhu kamar. Setelah 1 hari, 7 hari, 14
hari, dan 30 hari, dilakukan pengukuran pH, potensial redoks (Eh), dan daya hantar listrik
(DHL). Metode pengukuran pH, Eh, dan DHL dengan menggunakan pH meter digital, Eh meter
digital, dan Ec-meter digital yang dikalibrasi lebih dahulu. Elektroda gelas pH meter digital
dikalibrasi dengan larutan penyanggah pH 4 dan pH 7, elektroda Platinum (Pt) dipasang pada Eh
meter digital dan dikalibrasi dengan menggunakan Hidrokuin G.R di dalam larutan penyanggah
pH 4 (Eh referensi = 222 mV), dan elektroda Ec-meter digital dikalibrasi dengan larutan KCl 0,01
M (DHL larutan KCl 0,01 M = 1413 S/cm).
b) Uji Mekanisme/Reaksi dan Kemampuan Remediasi Bahan Organik
Untuk uji mekanisme dan kemampuan remediasi, dilakukan prosedur yang sama pada
percobaan (a), kecuali bahwa dalam percobaan ini inkubasi dilakukan dengan menggunakan air
asam tambang (AAT). Di samping pH, DHL, dan Eh, pada saat pengamatan contoh AAT dan
suspensi AAT diambil untuk analisis di laboratorium, yang
meliputi kadar Fe-larut; sulfat (SO42-)-larut dalam suspensi AAT. Metode pengukuran kadar Felarut

dan

sulfat-larut

dengan

Atomic

Absorption

Spectrophotometer

dan

UV-Vis

Spectrophotometer di Laboratorium Kimia Tanah Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Bogor.


Analisis substrat organik dan air asam tambang sebelum percobaan dilakukan di Laboratorium
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM di Yogyakarta. Data dari pengamatan dan analisis di
laboratorium yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis dengan regresi linier. Untuk
mempermudah interpretasi data yang didapat maka dibuat gambar grafik dan histogram batang.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

a) Karakterisasi sifat-sifat limbah organik


Karakterisasi sifat-sifat limbah organik sebagai bahan remediasi air asam tambang telah
dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM di Yogyakarta. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa :
1) semua limbah (organik) mempunyai pH mendekati netral, kecuali serbuk gergaji dan
kulit kayu masing-masing mempunyai pH 4.9 dan 5.5.
2) semua limbah (organik) mengandung nilai DHL yang tinggi (dalam satuan mili-Siemen),
kecuali serbuk gergaji (SG) yang mengandung nilai DHL yang sedang (<750S), artinya
semua limbah (organik), kecuali SG mempunyai mempunyai total garam terlarut yang
tinggi.
3) Karbon (C)-organik atau bahan organik semua limbah organik tergolong tinggi, kecuali
abu batubara (AB) yang rendah (3.41% BO).
4) Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) limbah (organik) aktual termasuk rendah sampai
dengan sedang, KPK potensial adalah tinggi karena kadar bahan organik limbah yang
tinggi. KPK abu batubara dan janjang sawit termasuk rendah masing-masing 5.68 dan
13.8 me/100 g.
5) Unsur makro (P, K, Ca, Mg, K, dan Na) limbah (organik) secara umum sangat rendah,
kecuali janjang kelapa sawit (kadar K tinggi), dan pupuk kandang (kadar P tinggi). Unsur
mikro (Fe, Mn, dan Zn) limbah (organik) digolongkan ke dalam kategori yang rendah
sampai dengan tinggi.
Perbedaan yang dominan terdapat pada bahan organik, KPK, dan kadar unsur hara
makro dan mikro. Ke tiga sifat kimiawi bahan tersebut sangat penting di dalam proses remediasi
air asam tambang, karena ke tiga sifat kimiawi tersebut sangat memegang peranan penting di
dalam netralisasi asam, jerapan logam berat, memacu proses mikrobiologis, reduksi-oksidasi,
ketersediaan substrat (unsur hara) bagi pertumbuhan tanaman air di kolam lahan basah (alami
dan buatan). Hal ini sebenarnya sangat relevan dengan kegunaan lahan basah buatan yang
mempunyai vegetasi tanaman tingkat tinggi. Tanaman tingkat tinggi di lahan basah buatan
sangat bermanfaat untuk penyediaan substrat, akumulasi logam berat, jerapan/presipitasi
logam berat, memacu proses mikrobiologi tanah.

Karakterisasi sifat air yang berasal dari PIT 1 BANKO tambang batubara PTBA Tanjung
Enim telah dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM di Yogyakarta.
Dua jenis sampel air asam tambang yang dianalisis.
Pertama, sampel air asam tambang yang tidak diberi asam nitrat (HNO3), dan yang
diberi HNO3. Maksud pemberian HNO3 (2 mL setiap Liter air asam tambang) untuk menjaga
tidak terjadi reaksi selama perjalanan sampel air asam tambang dari Bengkulu ke Yogyakarta.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa sampel air asam tambang yang pertama
mempunyai pH 2.5 (sangat asam), DHL 1394 S/cm, kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) masingmasing 33.73 dan 83.31 ppm, alkalinitas (sebagai CaCO3) 84.21 ppm, sulfat (SO4) 407.28 ppm
(sangat tinggi), Aluminium (Al) 7.36 ppm, besi (III) 4.45 ppm, besi (II) 0.06 ppm, dan Mn 4.42
ppm.
Keasaman air (pH) sangat rendah mengindikasikan bahwa air mengandung mineral pirit
dan/mineral sulfat lainnya. Mineral pirit dijumpai di mainsumps Banko Pit I PTBA ketika penulis
survei ke lokasi tambang. Mineral pirit mengalami oksidasi dengan oksigen dan air
menghasilkan asam dalam bentuk asam sulfat, tetapi kalau dalam keadaan reduksi tidak terjadi
asam sulfat. Netralisasi asam yang dihasilkan dengan bahan kapur sangat tidak ekonomis karena
mahal dan memerlukan pemeliharaan yang intensif dan keberhasilannya sangat kecil. Oleh
karena itu, metode pengendalian air asam tambang sekarang menggunakan metode pasif, yaitu
lahan basah buatan. Metode pasif ini meniru konsep lahan basah alami (natural wetlands)
dengan menambahkan media bahan organik ke dalam lahan.
Kadar sulfat air asam tambang sangat tinggi menunjukkan bahwa oksidasi pirit telah terjadi
dengan dihasilkannya sulfat yang sangat tinggi. Sedangkan kadar besi (III) 4.45 ppm dan besi (II)
0.06 menunjukkan bahwa air asam tambang telah terjadi oksidasi pirit menghasilkan asam
sulfat. Hal ini dapat dibuktikan dengan memberikan asam nitrat (HNO3) ke dalam contoh air
asam tambang 2 mL setiap 1 L air asam tambang untuk mencegahnya oksidasi. Bukti
menunjukkan bahwa kadar besi (III) 7.48 ppm lebih tinggi daripada kadar besi (III) air asam
tambang yang tidak diberi HNO3. Artinya dalam keadaan sangat asam, air asam tambang dapat
terjaga dari oksidasi. Bukti lainnya menunjukkan pula bahwa oksidasi dalam air asam tambang
terjadi dengan diketahuinya potensial redoks (Eh s = potensial redoks contoh air) mempunyai
nilai positif tinggi (rerata 769 mV).
b) Uji Mekanisme/Reaksi dan Kemampuan Remediasi Bahan Organik
Pembahasan ini difokuskan kepada sifat air suling atau air asam tambang yang diukur seperti
pH, Eh, DHL, kadar Fe-larut dan SO4-larut didasarkan kurun waktu pengamatan hari pertama, ke
7, 14, dan 30.

Keasaman (pH)
Hasil penelitian menunjukkan pada Gambar 4 sampai dengan 6 bahwa semua limbah organik
memberikan pH air asam tambang secara keseluruhan meningkat dari pH 2.5 (awal) menjadi >6.
Karena bahan organik mampu menetralisasi air asam tambang dengan tersedianya basa-basa
(Na, K, Ca, Mg) dan bahan organik yang relatif tinggi jumlahnya sehingga ion H sebagai sumber
keasaman air asam tambang diikat oleh basa-basa dan bahan organik. Alasan lain adalah bahan
organic bereaksi dengan sulfat dari air asam membentuk bikarbonat (basa) sehingga pH air
dapat menjadi netral. Kesimpulannya bahwa semua limbah organik mampu menetralisasi air
asam tambang.

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6
Penelitian menunjukkan bahwa limbah organik mampu mengubah pH air asam tambang dari pH
awal 2.5 menjadi pH mendekati netral (lihat Gambar 8).

Gambar 8
Potensial Redoks (Eh)
Hubungan Eh dan waktu inkubasi limbah organik dalam air asam tambang disajikan dalam
Gambar 12 sampai dengan 14. Gambar 12 menunjukkan bahwa mula-mula Eh menurun dari
hari pertama ke hari 7, tetapi kemudian meningkat perlahan sampai dengan hari ke 14. Hal yang
menarik adalah meskipun terjadi peningkatan Eh sampai hari ke 14, tetapi masih di bawah
angka 180 mV. Proses reduktif terus berlangsung karena meskipun lambat karena angka Eh air

suling 300 mV. Hal yang sangat menarik lagi bahwa angka Eh suspensi air asam tambang
janjang sawit, kompos janjang sawit, kompos lumpur sawit adalah negatif mulai dari nol sampai
dengan negatif 120 mV (Gambar 13). Hal ini menunjukkan bahwa suasana reduktif yang tercipta
karena pengaruh limbah organik tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa angka Eh KmLS
terus meningkat mulai dari hari pertama sampai dengan hari ke 14 inkubasi. Dalam keadaan
reduktif (lihat Gambar 13) unsur yang tereduksi adalah besi (II), Zn (II), Al (III). Gambar 14
menunjukkan bahwa Eh negatif terjadi pada PK, sedangkan Eh positif terjadi pada AB dan SG.
Penurunan Eh terjadi dari 400 mV menjadi 100 mV pada AB dan SG mulai hari pertama sampai
hari ke 7 inkubasi, kemudian angka Eh stabil pada angka 100 mV sampai hari ke 30. Penurunan
angka Eh tidak terjadi pada PK mulai hari pertama sampai dengan hari ke 30 Eh relatif stabil
pada angka -100 sampai dengan -200 mV. Logam besi, aluminium, mangan, dan sulfat larut
dijumpai pada Eh negatif 100 sampai -200 mV.

Gambar 12

Gambar 13

Gambar 14
Hubungan antara Eh dan pH pada inkubasi limbah organik di dalam air asam tambang selama 30
hari disajikan dalam Gambar 18 sampai dengan 20. Gambar 18 dan 20 menunjukkan bahwa Eh
cenderung menurun dengan meningkatnya pH suspensi air asam tambang pada kelompok kulit
kayu dan kelompok abu batubara. Hal yang sama dijumpai pada Gambar 19, Eh cenderung
menurun dengan meningkatnya pH suspensi air asam tambang pada kelompok janjang sawit.
Nilai Eh cenderung positif terdapat pada kelompok kulit kayu dan kelompok abu batubara,
sedangkan Eh cenderung negatif kecil pada kelompok janjang sawit. Hal ini mempunyai makna
bahwa ke tiga kelompok cenderung suasananya reduktif terutama kelompok janjang sawit lebih
reduktif daripada ke dua kelompok lainnya.

Gambar 18

Gambar 19

Gambar 20
Nilai Eh air maupun Eh air asam tambang dengan perlakuan limbah organik yang diinkugbasi
selama 30 hari disajikan dalam Gambar 22. Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai Eh positif
dijumpai pada janjang sawit (JS), kompos janjang sawit (KmJS), kompos lumpur sawit (KmLS),
dan pupuk kandang (PK), sedangkan nilai Eh positif dijumpai pada kulit kayu (KK), kompos
lumpur kayu (KmLK), kompos lumpur kayu (KmLK), abu batubara (AB), dan serbuk gergaji (SG),
sedangkan nilai Eh negative dijumpai pada KmKK, JS, KmJS, KmLS, dan PK. Hal ini berarti bahwa
dalam suasana asam (air asam tambang) suasana reduktif tercipta lebih baik oleh limbah
organik yang dipakai dalam sistem inkubasi limbah organik dan air suling, sedangkan limbah
organik yang mempunyai nilai Eh positif dapat menciptakan suasana oksidatif sama seperti
ketika berada di dalam sistem air suling-limbah organik.

Gambar 22
Daya Hantar Listrik (DHL)
Hubungan antara DHL dan waktu inkubasi limbah organik dalam air asam tambang disajikan
dalam Gambar 26 sampai dengan 28. Tampak adanya penurunan DHL terutama pada kulit kayu
(KK) dari 2000 S/cm menjadi <1000 S/cm. Kemungkinan hal ini terjadi karena imbangan
basa-basa dan asam yang kecil sehingga basa-basa dipakai untuk menetralisasi asam sehingga

basa-basa atau garam terlarut di dalam air asam tambang menjadi berkurang, akhirnya garam
total terlarut juga menurun. Hal ini berlaku untuk semua limbah organik kecuali pupuk kandang
(PK) yang tetap tidak terpengaruh asam dari air asam tambang, meskipun diinkubasi di dalam
air asam tambang tetapi tetap saja DHL pupuk kandang tidak berubah bahkan meningkat sampai
akhir waktu inkubasi. Kesimpulan yang diperoleh bahwa DHL semua limbah organic tidak
dipengaruhi oleh air asam tambang, kalaupun ada hanya kecil pengaruhnya terhadap DHL
limbah organik dan jumlah DHLnya ditentukan oleh jumlah DHL limbah organik yang berada di
dalam air suling.

Gambar 26

Gambar 27

Gambar 28
Hubungan DHL dan pH
Hubungan antara DHL dan pH pada perlakuan limbah organik dalam air asam tambang disajikan
dalam Gambar 32 sampai dengan 34. Gambar 32 menunjukkan bahwa penambahan pH
meningkatkan DHL suspensi kelompok kulit kayu dalam air asam tambang dengan keeratan
hubungan (R2) = 0.8945 (tinggi). Hal yang sama juga terjadi pada kelompok abu batubara
dengan keeratan hubungan (R2) = 0.2270 (Gambar 34). Namun, penambahan pH menurunkan
DHL suspensi kelompok janjang sawit dalam air asam tambang dengan keeratan hubungan (R2)
= 0.2436 (Gambar 33). Kesimpulan yang sama dengan kesimpulan yang sebelumnya bahwa
hubungan antara DHL dan pH terjadi pada inkubasi kelompok kulit kayu (KK, KmKK, KmLK)
dalam air asam tambang, tetapi tidak terjadi pada inkubasi kelompok limbah organik lainnya.

Gambar 32

Gambar 33

Gambar 34
Distribusi DHL pada berbagai limbah organik yang diinkubasi dalam air asam tambang disajikan
dalam Gambar 36. Gambar 36 menunjukkan bahwa distribusi DHL dari tertinggi sampai dengan
terendah sebagai berikut: PK>JS>KmLS>KmLK>KmKK>AB>KK>SG.

Gambar 36
Besi (Fe) larut dalam air asam tambang
Hubungan antara Fe dan waktu inkubasi limbah organik dalam air asam tambang disajikan
dalam Gambar 37 sampai dengan 39. Gambar 37 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar
Fe dalam air asam tambang sampai dengan kurang dari 0.5 mg/L pada hari ke 7, kemudian
kadar Fe meningkat dari 0.1 mg/L pada hari ke 7 menjadi 0.5 mg/L pada hari 14. Hal yang
menarik adalah kompos kulit kayu mulai dari hari pertama sampai dengan ke 14 terjadi
penurunan kadar Fe dalam air asam tambang sampai dengan 0.5 mg/L. Hal ini karena KmKK
mempunyai kemampuan menjerap logam Fe menjadi ikatan senyawa organik-Fe atau humus-Fe.
Gambar 38 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar Fe larut dalam air asam tambang
pada KmLS, sedangkan JS dan KmJS tidak terjadi peningkatan kadar Fe larut. Kenapa KmLS

meningkatkan kadar Fe larut dalam air asam tambang? Karena kandungan Fe dalam KmLS lebih
tinggi daripada kandungan Fe dalam JS maupun KmJS. Keberadaan Fe sangat bergantung pada
keberadaan unsur Mn dan Zn di dalam larutan. Semakin tinggi kadar Mn maupun Zn di dalam
larutan semakin tinggi juga keberadaan kadar Fe di dalam larutan. Keberadaan kadar Mn dan Zn
dalam larutan KmLS sangat tinggi (lihat Tabel 1) sehingga keberadaan kadar Fe juga menjadi
sangat tinggi. Gambar 39 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar Fe larut air asam
tambang bagi ke tiga limbah organik (AB, SG, PK). Hal yang menarik adalah kadar Fe larut
menurun sampai dengan kurang dari 1 mg/L dijumpai pada AB dan SG, sedangkan kadar Fe
larut menurun sampai dengan 4 mg/L dijumpai pada PK. Hal ini disebabkan kadar Fe larut
diijumpai pada PK lebih tinggi daripada yang dijumpai pada AB maupun SG. Kadar Mn dan Zn di
dalam PK sangat tinggi sehingga memacu terjadinya keberadaan Fe larut di dalam air asam
tambang.

Gambar 37

Gambar 38

Gambar 39
Hubungan antara Besi (Fe)-larut dan pH
Hubungan antara Fe dan pH pada perlakuan inkubasi limbah organik dalam air asam tambang
disajikan dalam Gambar 40 sampai dengan 42. Gambar 40 menunjukkan bahwa terjadi
penurunan Fe larut dengan meningkatnya pH suspensi air asam tambang kelompok kulit kayu
(KK, KmKK, KmLK). Hal yang serupa terjadi pada inkubasi kelompok janjang sawit (JS, KmJS,
KmLS) dalam air asam tambang, penurunan Fe dengan meningkatnya pH (Gambar 41).
Sebaliknya, terjadi peningkatan Fe dengan meningkatnya pH suspensi air asam tambangkelompok abu batubara (AB, SG, PK), tetapi bila dilihat hubungan keeratannya (R2) 0.0959
termasuk sangat kecil (Gambar 42). Hal ini berarti bahwa hanya 9% kontribusi pH terhadap
peningkatan Fe (dapat diabaikan).

Gambar 40

Gambar 41

Gambar 42
Bila dilihat Fe dalam suspensi air asam tambang-limbah organik disajikan dalam Gambar 43.
Gambar 43 menunjukkan bahwa kadar Fe masing-masing limbah organik dapat diurutkan dari
terbesar sampai dengan terendah adalah KmLS > PK > JS > KmJS > KK = SG > AB > KK > KmKK =
KmLK. Kalau dipilahkan limbah organik yang mempunyai kadar Fe yang sangat rendah adalah
SG, AB, KK, KmKK, dan KmLK. Artinya bahwa limbah organik yang terakhir ini mampu
menurunkan kadar Fe larut air asam tambang. Kemudian disusul dengan limbah organik lain
yang kadar Fe larut <5 mg/L adalah KmJS, JS, dan PK. Kadar Fe larut mencapai >25 mg/L
dijumpai pada KmLS.

Gambar 43
Sulfat (SO4) larut dalam air asam tambang
Hubungan antara sulfat dan waktu inkubasi limbah organik dalam air asam tambang disajikan
dalam Gambar 44 sampai dengan 46. Gambar 44 menunjukkan bahwa mula mula kadar SO4
meningkat dari hari pertama ke 7 kemudian menurun sampai dengan hari ke 14 pada masingmasing KK, KmKK, dan KmLK. Kecenderungan kadar SO4 menurun dengan bertambahnya waktu
inkubasi mengindikasikan terjadinya proses reduksi SO4 menjadi H2S (gas) dengan keberadaan
bahan organik/humus. Hal yang serupa dijumpai pada limbah organic yang lain, seperti janjang
sawit (JS), kompos janjang sawit (KmJS), kompos lumpur sawit (KmLS) yang ditunjukkan dalam

Gambar 45. Juga hal yang sama terjadi pada abu batubara (AB), serbuk gergaji (SG), dan pupuk
kandang (PK) (Gambar 46).

Gambar 44

Gambar 45

Gambar 46
Hubungan antara sulfat dan pH suspensi air asam tambang-limbah organik disajikan dalam
Gambar 47 sampai dengan 49. Logam-logam sulfida melepaskan ion logam ke dalam larutan,
tetapi tidak menghasilkan asam dengan alasan yang tidak diketahui. Logam sulfida sangat
lambat larut dari proses pelapukan batuan yang berlangsung sangat lama. Proses pelarutan
meningkat ketika pH air meningkat mendekati netral. Dalam kasus pelarutan sulfat di dalam air
asam tambang ini yang ditunjukkan dalam Gambar 47 terjadi pelarutan sulfat yang sangat cepat
sehingga kadar sulfat meningkat dengan bertambahnya pH suspensi. Hal yang serupa terjadi
pada Gambar 49, tetapi beda halnya dengan kasus pada Gambar 48 terjadi penurunan sulfat
dengan bertambahnya pH suspensi.

Gambar 47

Gambar 48

Gambar 49
Secara keseluruhan dapat dilihat kadar sulfat di dalam suspensi air asam tambang-limbah
organik disajikan dalam Gambar 50. Distribusi sulfat masing-masing limbah organik dalam air
asam tambang dari kadar tertinggi sampai dengan terendah sebagai berikut: KmLK
>PK>KmLS>AB>KmKK>JS>SG>KK>KmJS.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa:
a) Karakteristik limbah organik yang digunakan untuk remediasi air asam tambang sebagai
berikut:
1) keasaman (pH) limbah organik mendekati netral (7) kecuali kulit kayu dan serbuk
gergaji,
2) daya hantar listrik (DHL) sangat beragam dari sangat rendah sampai dengan sangat
tinggi, DHL sangat rendah terdapat pada serbuk gergaji, abu batubara; DHL sedang pada
kulit kayu; DHL tinggi pada kompos kulit kayu, kompos lumpur kayu, kompos lumpur
sawit, kompos janjang sawit, pupuk kandang, dan janjang sawit,
3) bahan organik (C-organik) limbah organik sangat tinggi, kecuali abu batu bara rendah
4) nitrogen total limbah organik rendah kecuali kompos lumpur sawit (sedang),
5) fospor total limbah organik termasuk rendah kecuali pupuk kandang (sedang),
6) kapasitas tukar kation (KPK) limbah organik tinggi kecuali abu batubara,
7) jumlah basa tertukar (K, Na, Ca, Mg) termasuk rendah kecuali kompos kulit kayu dan
kompos lumpur kayu,
8) unsur mikro (Fe, Mn, Zn) limbah organik sangat beragam paling rendah terdapat pada
abu batubara, sedangkan paling tinggi pada kompos lumpur kayu.
b) Karakteristik air asam tambang yang diambil dari mainsump Banko Barat Pit PTBA Tanjung
Enim Sumatera Selatan sebagai berikut:
1) keasaman (pH) rerata 2.5; DHL rerata 1394 S/cm; kalsium (Ca) 33.73 ppm; magnesium
(Mg) 83.31 ppm; Fe3+ 4,45 ppm; Fe2+ 0.06 ppm; aluminium (Al) 7.36 ppm; mangan (Mn)
4.42 ppm; alkalinitas (CaCO3) 84.21 ppm; dan sulfat (SO4) 407.28 ppm.
2) Contoh air asam tambang yang diberi asam nitrat dianalisis di laboratorium
menghasilkan karakteristik: Fe3+ 7,48 ppm; Fe2+ <0.1 ppm. 57
c) Uji mekanisme/reaksi-reaksi dan kemampuan remediasi bahan organik terhadap air asam
tambang diperoleh kesimpulan bahwa,
1) keasaman (pH) suspensi air asam tambang limbah organik meningkat dari 2.5 (pH
awal) menjadi mendekati netral (7),
2) potensial redoks (Eh) suspensi air asam tambang limbah organik sebagian bernilai
positif rendah (reduksi-oksidasi) dan sisanya bernilai negatif (reduksi). Limbah organik
yang memberikan nilai Eh negatif berurutan dari negatif besar ke negatif kecil adalah PK,

JS, KmJS, KmLS, KmKK, sedangkan yang memberikan nilai Eh positif rendah secara
berurutan dari tertinggi sampai terendah adalah AB, SG, KmLK, KK,
3) daya hantar listrik (DHL) suspensi air asam tambang limbah organik sangat beragam
mulai dari rerata terendah 1000 S/cm sampai dengan tertinggi 9000 S/cm,
4) kadar besi larut (Fe) suspensi air asam tambang limbah organik menurun menjadi
sangat rendah, terjadi penurunan kadar besi dari 4.45 ppm menjadi < 1 ppm pada
suspensi air asam tambang kulit kayu, kompos kulit kayu, kompos lumpur kayu, abu
batu bara, dan serbuk gergaji. Penurunan kadar besi sampai < 2 ppm terjadi pada
suspensi air asam tambang kompos lumpur sawit. Sedangkan terjadi peningkatan
kadar besi suspensi air asam tambang kompos lumpur sawit, pupuk kandang, dan
janjang sawit,
5) sulfat (SO4) air asam tambang limbah organik terjadi penurunan pada kulit kayu,
kompos janjang sawit, dan serbuk gergaji, sedangkan limbah organic lainnya terjadi
peningkatan kadar sulfat.
Saran yang dikemukakan bahwa hasil penelitian dasar ini dapat dijadikan dasar ilmiah bagi
praktek pengendalian air asam tambang di lapangan dengan menggunakan berbagai limbah
organik seperti kulit kayu, kompos kulit kayu, dan serbuk gergaji dalam mekanisme
pengendalian pasif (passive treatment) air asam tambang.

DAFTAR PUSTAKA

Riwandi & Munawar, A. 2007. Laporan Hasil Penelitian Fundamental Uji Laboratorium Sifat-Sifat
Limbah Organik dan Mekanisme Remediasi Air Asam Tambang. Bengkulu : Program Ilmu
Tanah Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Bengkulu

MATA KULIAH

: REKAYASA LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

DOSEN

: Dr. Ir. SUFRIADIN, MT

MAKALAH PRESENTASI

OLEH :

KELOMPOK 4
D621 12 251

DWI S. A. LEKATOMPESSY

D621 12 278

RAHMAT FITRA TRI ANDIKA

D621 12 267

YUNUS RANDI KATA RINDI

D621 12 006

ALI IMRAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
GOWA
2015

Anda mungkin juga menyukai