Status Epileptikus
Status Epileptikus
Status Epileptikus
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
DEFINISI
Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang ditandai dengan adanya
bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten. Epilepsi
terjadi karena lepasnya muatan listrik abnormal di neuron-neuron secara paroksismal,
disebabkan oleh berbagai etiologi.4
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus
didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.5
1.2
EPIDEMIOLOGI
Insiden SE telah diperkirakan pada 10 sampai 41 kasus per 100.000 orang per
tahun, terhitung sekitar 100.000 menjadi 160.000 orang per tahun di Amerika
Serikat,yang kebanyakan adalah pasien dengan epilepsi. Sekitar 5% dari orang
dewasa dan 10% sampai 25% anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya
satu episode SE, sedangkan 13% dari semua pasien dengan SE akan memiliki
rekurensi Angka kematian keseluruhan dari SE adalah sekitar 20%, tetapi bervariasi
luas, terutama berdasarkan usia, etiologi, dan durasi dari SE. Mortalitas lebih tinggi
pada pasien lanjut usia atau ketika SE sekunder merupakan insult akut (yaitu, stroke
akut, anoksia, trauma, infeksi, gangguan metabolisme). Status epileptikus stroke
sekunder dengan sebelumnya, alkohol atau antikonvulsan penarikan, tumor, atau
epilepsi memiliki lebih baik prognosisnya.1
1.3
ETIOLOGI
Penyebab status epileptikus bervariasi bergantung dengan usia. Pada pasien
yang lebih muda dari 16 tahun, penyebab paling umum adalah demam dan / atau
11
infeksi (36%). Sebaliknya, ini hanya 5% terjadi pada orang dewasa. Pada orang
dewasa, penyebab yang paling umum adalah penyakit serebrovaskular (25%),
sedangkan faktor ini menyebabkan hanya 3% dari kasus pediatrik.3
Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak
dengan suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui
adalah, infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan
metabolisme, tumor otak, menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak,
atau berhenti makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh
penyakit degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan penenang dengan
mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak
mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang
otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak. Kelainan-kelainan ini terutama yang
terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan status epileptikus,
dibandingkan dengan lokasi lain pada otak. Penderita yang mempunyai riwayat
epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pencetus tertentu. Umumnya karena
tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor
pencetus lain yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia
dan lain-lain.3
1.4
12
PATOFISIOLOGI
Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah
Hipertensi, hiperpireksia
2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
1.6
Depresi pernafasan
Hipoglikemia, hiponatremia
GEJALA KLINIS
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized TonicClonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.6
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan
potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik
umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada
14
status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum
tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.6
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien
menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya
takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang.
Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan
pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali
pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.6
B. Status
Epileptikus
Klonik-Tonik-Klonik
(Clonic-Tonic-Clonic
Status
Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.6
C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan
merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.6
D.
atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai
suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai
15
slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama.
Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak.
Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada
semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati. 6
F.
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah
laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus
dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak
seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.6
G.
pada
hemisfer
yang
berlawanan
(PLED),
dimana
sering
berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari
status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau
gangguan berbahasa (status afasik).6
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.6
H.
terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi
bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens
dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks
dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.6
1.7
Anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai
hal-hal terkait dibawah ini:
17
18
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak pasca bangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang
dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
Paresis Todd
Gangguan kesadaran pascaiktal
Afasia pascaiktal
3.
Pemeriksaan penunjang
19
Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus
kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan
pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi
structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus
kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan
lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan kepala.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar
gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan
belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk
memonitorkepatuhan pasien.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya
Dilakukan sesuai dengan indikasi misalnya:
Punksi lumbal
EKG
1.8
DIAGNOSIS BANDING 3
Encephalitis
Heatstroke
Hypernatremia in Emergency Medicine
Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma
Hypocalcemia in Emergency Medicine
Hypoglycemia
20
Hyponatremia
Medication-Induced Dystonic Reactions
Neuroleptic Malignant Syndrome
Uremic Encephalopathy
Withdrawal Syndromes
1.9
1.
utama selama diperjalanan menuju rumah sakit. Segera panggil ambulans pada
kondisi berikut:
Bangkitan berlanjut 5 menit setelah obat emergensi diberikan
Penderita memiliki riwayat sering mengalami bangkitan serial/bangkitan
konvulsivus.
Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi, atau tanda
vital lain.
Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan
obat tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis. Apapun OAE yang
digunakan sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau
Phenobarbital telah diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan
secara oral atau intravena dengan monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain
dapat diberikan dengan dosis loading peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan
selala 12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam plasma adekuat, maka obat anestesi
dapat diturunkan perlahan.
2.
21
tergantung kondisi klinis, bisa meliputi pencitraan otak dan dan pungsi lumbal
Pengawasan
Observasi status neurologis, tanda vital, ECG, biokimia, gas darah,
pembekuan darah, dan kadar OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh dan
dirawat oleh ahli anestesi bersama ahli neurologi. Monitor EEG perlu pada status
epileptikus refrakter. Pertimbangkan kemungkinankan status epilepsi nonkonvulsif.
Pada status epileptikus konvulsif refrakter, tujuan utama adalah supresi aktivitas
epileptik pada EEG, dengan tujuan sekunder adalah munculnya pola burst
suppression.
OAE untuk status epileptikus konvulsif
Stadium premonitor (sebelum ke rumah sakit)
Diazepam 10-20 mg per rektal, dapat diulangi 15 menit kemudian bila kejang
masih berlanjut, atau midazolam 10 mg diberikan intrabuccal( belum tersedia di
Indonesia.
SE Dini
Bila bangkitan berlanjut, terapi sebagai berikut.
Lorazepam (intravena) 0,1 mg/kgBB( dapat diberikan 4 mg bolus, diulang satu kali
setelah 10-20 menit).
Berikan OAE yang biasa digunakan bila pasien sudah pernah mendapat terapi OAE
Bila bangkitan masih berlanjut terapi sebagai berikut dibawah ini.
SE Menetap
Phenytoin i.v dosis of 15-18 mg/kg dengan kecepatan pemberian 50
mg/menit dan/atau bolus Phenobarbital 10-15 mg/kg i.v dengan kecepatan
pemberian 100 mg/menit.
SE Refrakter
Anestesi umum dengan salah satu obat dibawah ini:
Propofol 1-2 mg/KgBB bolus, dilanjutkan 2-10 mg/kg/jam dititrasi naik
sampai SE terkontrol
Midazolam 0,1-0,2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0,05-0,5 mg/kg/jam dititrasi
23
3.
Tipe
SE Lena
Terapi pilihan
Terapi lain
Benzodiazepin I.V./ oral Valproate i.v
SE Parsial kompleks
Clobazam oral
SE Lena atipikal
SE Tonik
3.
Lorazepam/Phenytoin/
Phenobarbital i.v.
Valproate oral
Lamotrigine oral
Benzodiazepine
Lamotrigine,
topiramate,
methylphenidate, steroid
oral
3.
3.
3.
3.
3.
3.
Methylphenidate,
3.
penyandang koma
steroid
Anestesia
3.
dengan
thiopentone,
3.
Phenobarbital, propofol
3.
atau midazolam
3.
Phenobarbital
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari status epileptikus sebagai berikut:3
24
Hipertermia
Asidosis
Hipotensi
Gagal nafas
Rhabdomyolisis
Aspirasi
1.11 PROGNOSIS
Prognosis sangat berhubungan dengan proses yang mendasari penyebab status
epileptikus. Pasien status epileptikus dengan kejang yang berhubungan dengan
alkohol umumnya memiliki prognosis yang baik jika pengobatan dimulai dengan
cepat dan komplikasi dapat dicegah.3
Koma dan SE disebabkan oleh anoksia / hipoksia sebagai indikator prognosis
yang buruk. Semakin maju tahap SE, kurang menguntungkan respon terhadap
pengobatan. 56% dari pasien yang pertama kali kejang SE dapat menanggapi
pengobatan awal. Mengobati nonconvulsive SE mendesak karena durasi yang lebih
lama dari kondisi ini berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk.3
Tingkat kematian yang terkait dengan SE telah menurun selama 60 tahun
terakhir, mungkin dalam kaitannya dengan diagnosis cepat dan pengobatan yang
lebih agresif. Probabilitas kematian erat berkorelasi dengan usia. Dalam studi
berbasis populasi prospektif, tingkat kematian dari 13% untuk orang dewasa muda,
38% untuk orang tua, dan > 50% bagi mereka yang lebih tua dari 80 tahun.3
Dari 239 anak dengan kejang umum SE yang berlangsung lebih dari satu jam;
26 tewas, dan 88 mengalami kerusakan neurologis permanen (47 di antaranya telah
neurologis utuh sebelum episode). Kematian paling sering berhubungan dengan
penyebab yang mendasari cedera otak.3
Dalam sebuah studi prospektif dari 24 pasien yang meninggal SE, 10
mengalami penurunan bertahap dalam tekanan arteri rata-rata dan / atau denyut
jantung. Sisanya 14 tidak memiliki perubahan jantung sampai saat kematian. Sekitar
90% pasien dengan dekompensasi jantung memiliki sejarah banyak faktor risiko
25
26
BAB IV
KESIMPULAN
Status epileptikus merupakan keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Penyebab status epileptikus bervariasi
bergantung dengan usia. Pada pasien yang lebih muda dari 16 tahun, penyebab paling
umum adalah demam dan/atau infeksi. Pada orang dewasa, penyebab yang paling
umum adalah penyakit serebrovaskula.
Status epileptikus terbagi menjadi dua tipe yaitu status epileptikus konvulsif
(terdapat bangkitan motorik) dan status epileptikus non-konvulsif (tidak terdapat
bangkitan motorik). Gejala klinis dari status epileptikus tergantung pada klasifikasi
epileptikus, begitu juga dengan penatalaksanaannya.
Status epileptikus dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti hipertermia,
asidosis, hipotensi, gagal nafas, rhabdomyolisis, dan aspirasi. Prognosis dari penyakit
ini saat berhubungan dengan proses yang mendasari penyakit.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Manno M.E. New Management Strategies in the Treatment of Status
Epilepticus. In.Symposium on Seizures: Mayo Foundation for Medical
Education and Research:2003.p.508-518
2. Kusumastuti, K., Gunadharma, S., Kustiowati, E. Pedoman Tatalaksana
Epilepsi (Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI). Airlangga University Press.
2014
3. Roth,
JL.
Status
Epilepticus.
2014
http://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview#a0101
4. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi (Kelompok Studi Epilepsi
PERDOSSI). 2006
5. Franzon D.Status Epileptikus [online] [cited on 31 st Oktober 2011] Available
from : peds.stanford.edu/8_status_epilepticus.pdf
6. Omkar N. Pearls,Perils and Pitfalls: EEG in Status Epilepticus [online]2010
[cited
on
31st
Oktober
2011]
;http://www.medscape.com/viewarticle/458594_8
28
Available
from
29