Otonomi Bidan Dalam Pelayanan Kebidanan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Otonomi Bidan dalam Pelayanan Kebidanan

Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia,


adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas
semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang
dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum
yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas,
bidan memiliki hak otonomi dan mandini untuk bertindak secara
profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta
bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus
ditingkatkan mutunya melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam bidang kebidanan.
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.
7. Uji Kompetensi.
8. Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari
dan terkait dengan pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang
registrasi dan praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007
Tentang Standar Prof esi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
6. Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang
organisasi dan tata kerja Depkes.
7. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
10. KUHAP, dan KUHP, 1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/
Menkes/ Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
a) UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.

b) UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan


Perempuan di Dalam Rumah Tangga.

Kekerasan

Terhadap

B. Legislasi Pelayanan Kebidanan


Peran legislasi adalah: 1) Menjamin perlindungan pada
masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri, 2) Legislasi
sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional.

1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.
2.
3.
4.

Bidan dikatakan profesional, memenuhi beberapa kriteria sebagai


berikut:
Mandiri.
Peningkatan kompetensi.
Praktek berdasarkan evidence based.
Penggunaan berbagai sumber informasi.
Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas,
serta butuh perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa
hal yang menjadi sumber ketidakpuasan pasien atau masyarakat, yaitu:
Pelayanan yang aman.
Sikap petugas kurang baik.
Komunikasi yang kurang.
Kesalahan prosedur.
Sarana kurang baik.
Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan
kesehatan.
Legislasi adalah proses pembuatan Undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian
kegiatan Sertifikasi (pengaturan kompetensi), Registrasi (pengaturan
kewenangan), dan Lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Tujuan Legislasi adalah memberikan perlindungan kepada
masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk
perlindungan tersebut adalah meliputi:
Mempertahankan kualitas pelayanan.
Memberikan kewenangan.
Menjamin perlindungan hukum.
Meningkatkan profesionalisme.
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
Model Dasar Praktek Bidan

1. Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)


Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu
melalui kegiatan pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan
berkelanjutan). Lembaga pendidikan non formal misalnya organisasi
profesi, rumah sakit, LSM bidang kesehatan yang akreditasinya
ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan lembaga non formal
adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional.
Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:
a. Ijasah; merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu,
mempunyai kekuatan hukum atau sesuai peraturan perundangan yang
berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b. Sertifikat adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa
diperoleh dari kegiatan pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan
maupun lembaga pendidikan non formal yang akreditasinya ditentukan
oleh profesi kesehatan.
Tujuan umum Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi.
b. Meningkatkan mutu pelayanan.
c. Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan.
Tujuan khusus Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a. Menyatakan kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku
(kompetensi) tenaga profesi.
b. Menetapkan kualifikasi dari lingkup kompetensi.

c. Menyatakan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku (kompetensi)


pendidikan tambahan tenaga profesi.
d. Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup pendidikan tambahan tenaga
profesi.
e. Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi.
2. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi
harus mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik
guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan
profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh badan tersebut.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian
dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal
kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan,
sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.
Tujuan umum registrasi adalah Melindungi masyarakat dari mutu
pelayanan profesi.
Tujuan Khusus Registrasi adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan
ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
b. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
c. Mendata jurnlah dan kategori melakukan praktik.
Aplikasi proses Registrasi dalam Praktik kebidanan adalah
sebagai berikut, bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan
mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB
(Surat Ijin Bidan) selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima
Ijasah bidan. Kelengkapan registrasi menurut Kepmenkes No. 900/
Menkes/SK/VII/2002 adalah meliputi: fotokopi ijasah bidan, fotokopi
transkrip nilai akademik, surat keterangan sehat dari dokter, pas foto
sebanyak 2 lembar. SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui,
serta merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau
SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Bentuk formulir permohonan registrasi
atau SIB dapat dilihat pada lampiran. SIB tidak berlaku lagi karena:
dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, habis
masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan
sendiri.
3. Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)

Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh


pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang
diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan
mandiri.
Tujuan umum lisensi adalah: Melindungi
pelayanan profesi.
Tujuan khusus lisensi adalah:
a. Memberikan kejelasan batas wewenang.
b. Menetapkan sarana dan prasarana.

masyarakat

dan

Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk


SlPB (Surat Ijin Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan
praktik harus memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan
permohonan kepada Kepa1a Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: fotokopi SIB
yang masih berlaku, fotokopi ijasah bidan, surat persetujuan atasan,
surat keterangan sehat dari dokter, rekomendasi dari organisasi profesi,
pas foto. Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi setelah terlebih
dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik
bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah
yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi
bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi
sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah, namun
terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah
untuk penyelenggaraan uji kompetensi dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan bidan, misalnya Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta
dan beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan uji kompetensi
pada tahap pengajuan SIB. Uji kompetensi sedang dalam pembahasan
termasuk
mengenai
bagaimana
dasar
hukumnya.
Dengan
diselenggarakannya uji kompetensi diharapkan bahwa bidan yang
menyelenggarakan praktik kebidanan adalah bidan yang benar-benar
kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan, mengurangi medical error atau malpraktik dalam
tujuan utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dalam
rancangan uji kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka
bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat.
Materi uji kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi

bidan Indonesia. Namun demikian uji kompetensi belum di bakukan


dengan suatu dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau
rancangan.
Menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 SIPB berlaku
sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dan dapat
diperbaharui kembali. Bentuk permohonan SIPB dapat dilihat pada
lampiran.
BAB III PENUTUP
Setelah mempelajari aspek legal dan legislasi dalam pelayanan
kebidanan kami sebagian penulis menyimpulkan bahwa setiap bidan
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan Indonesia, dengan aspek legal dan
legislasi dalam pelayanan kebidanan yang meliputi sertifikasi, registrasi
dan lisensi.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Puji Heni, 2009, Etika Profesi Kebidanan; Fitromoya,


Yogyakarta
Pengurus Pusat Ikatan Badan Indonesia (2004) Etika dan Kode Etik
Kebidanan, Jakarata.

Anda mungkin juga menyukai