Raden Ajeng Kartini

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

RADEN AJENG KARTINI

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.[2] Ia merupakan putri
dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara
segera setelah Kartini lahir.[2] Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. [2]
Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang
guru agama di Telukawur, Jepara.[2] Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga
Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana
Kerajaan Majapahit.[2] Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek
moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.[2]
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi[3], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan
langsung Raja Madura.[2] Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di
Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung,
Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati
dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama
yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.[2] Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang
yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS
(Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12
tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat
kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon
yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada
kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi,
karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia
juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di
antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah
wanita Belanda De Hollandsche Lelie . Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan
dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh
perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan
atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi
juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi
dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini
sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada
November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis
Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang

saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang
karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November
1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan
sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah
bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September
1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini
dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang
pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van
Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Surat-surat
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah
dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht
yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan
pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat
Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang
diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan
oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn
Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk
menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat
dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan
oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasabahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat
Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap
perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga
menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman
yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Pemikiran

Uang kertas pecahan IDR 5 cetakan tahun 1952 dengan gambar Kartini.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu,
terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan
dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat
kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar.
Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht,
Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar
Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan),
ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada
perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk
menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat
kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan
dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah
kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan
dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa
dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk
berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat

dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini
mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk
berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya
sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi
ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah
yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya
sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai
sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya
menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga
diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk
belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk
melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam
surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan
Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud
tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana
untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh
Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi
menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini
mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja,

bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan
kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu
kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia
menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri
dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu.
Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung
keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra
saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya
dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir
mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk
mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati
Rembang.

Buku

Habis Gelap Terbitlah Terang

Sampul buku versi Armijn Pane.


Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul
Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah
seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke
dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan
buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak
sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa
Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya.
Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan
untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi.
Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat
Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada
dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain
adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini
dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan
mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.

Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya


Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door
Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972.
Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat
Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup

sempurna. Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door
Duisternis Tot Licht pun terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang
dan Untuk Bangsanya. Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah:
"Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa,
yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door
Duisternis Tot Licht. Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk
Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM
Abendanon-Mandri dan Suaminya.

Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904


Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist
1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Cot. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam
Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Cot juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada
Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Cot, bisa ditemukan suratsurat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut
Joost Cot, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada
Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat
yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.

Panggil Aku Kartini Saja

Sampul Panggil Aku Kartini Saja, dikompilasi oleh Pramoedya Ananta Toer.
Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan.
Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini
Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.

Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya


Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Suratsurat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari
kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.
Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding
perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini
menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak
beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang vegetarian.[4]
Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir. Padahal, bagian itu
menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh
Sulastin Sutrisno.

Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 18991903
Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk
memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu
dikumpulkan Dr Joost Cot, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Suratsurat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.
"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah
dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama,
bahkan korupsi.

RADEN AJENG KARTINI


Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.[2] Ia
merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat
menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.[2] Kartini adalah putri dari istri
pertama, tetapi bukan istri utama.[2] Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji
Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. [2] Dari sisi
ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati
Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.[2] Semenjak
Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat
mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja. [2]
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah
bukanlah bangsawan tinggi[3], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
(Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.[2] Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini
diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan,
R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro
IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai
salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. [2] Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12
tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara
lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah
karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis
surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah
Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa,
Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada
status sosial yang rendah.

Kartini sareng salakina,R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).


Kartini seueur maos serat kabar Semarang De Locomotief anu diasuh Pieter
Brooshooft,manehna oge nampi leestrommel (paket majalah anu diiderkeun toko buku ka
langganan). di antarana aya majalah kabudayaan sarta elmu kauninga anu cekap abot,oge aya
majalah wanoja Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini oge saterusna sababaraha kali
ngirimkeun seratan na sarta dimuat di De Hollandsche Lelie. Ti serat-suratna kasampak
Kartini maos naon wae kalawan caos perhatian,sambil midamel catetan-catetan. Sakapeungsakapeung Kartini nyebutkeun salah sahiji karangan atawa nyutat sababaraha kalimah.
Perhatian na henteu ngan semata-panon soal emansipasi wanoja,nanging oge masalah sosial
umum. Kartini ningali perjuangan wanoja supados meunang kabebasan,otonomi sarta
persamaan hukum minangka haturan ti gerakan anu langkung lega. Di antawis buku anu
dibaca Kartini sateuacan tos yuswaan 20,aya judul Max Havelaar sarta Serat-Serat Tresna
karya Multatuli,anu dina Nopember 1901 atos dibaca na dua kali. Kaliwat De Stille Kraacht
(Kakiatan Gaib) karya Louis Coperus. Saterusna karya Van Eeden anu bermutu luhur,karya
Augusta de Witt anu kanggo-kanggo wae,roman-feminis karya Istri Goekoop de-Jong Van
Beek sarta hiji roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,Die Waffen Nieder
(Letakkan Pakarang). Sadayana berbahasa Belanda.
Ku kolotna Kartini dititah nikah kalawan bupati Rembang,K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat,anu atos kantos ngabogaan tilu pamajikan. Kartini nikah dina ping 12 Nopember
1903. Salakina teurang kahayang Kartini sarta Kartini dibere kabebasan sarta dirojong
ngadegkeun sakola wanoja di belah wetan panto gerbang kompleks kantor kabupaten
Rembang,atawa di hiji wangunan anu kiwari dipake minangka Gedong Pramuka.
Sakola Kartini (Kartinischool),1918.

Anak kahiji sarta sakaligus pamungkas na,Soesalit Djojoadhiningrat,wedal dina ping 13


September 1904. Sababaraha dinten saterusna,17 September 1904,Kartini nilar dina umur
25 warsih. Kartini dimakamkeun di Desa Bulu,Kacamatan Bulu,Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini,saterusna didirikeun Sakola Wanoja ku Yayasan Kartini di
Semarang dina 1912,sarta saterusna di Surabaya,Yogyakarta,Malang,Madiun,Cirebon sarta
wewengkon lianna. Wasta sakola kasebat nyaeta " Sakola Kartini " . Yayasan Kartini ieu
didirikeun ku kulawargi Van Deventer,saurang inohong Pulitik Etis.

Serat-serat
Sanggeus Kartini wafat,Mr. J.H. Abendanon ngumpulkeun sarta nyatet serat-serat anu
kantos dikirimkeun R.A Kartini dina rerencangan-baturna di Eropa. Abendanon wanci eta
nyekel kalungguhan minangka Menteri Kabudayaan,Ageman,sarta Kerajinan Hindia Belanda.
Buku eta dibere judul Door Duisternis tot Licht anu hartos harfiahnya " Ti Kapeutingan
Nuju Cahya " . Buku kumpulan serat Kartini ieu dipedar dina 1911. Buku ieu dicetak saloba
lima kali,sarta dina citakan pamungkas aya tambahan serat Kartini.
Dina warsih 1922,Bale Pustaka medar na dina nalika Melayu kalawan judul anu
ditarjamahkeun barobah kaayaan Seep Poek Terbitlah Terang: Boeah Pikiran,anu mangrupa
tarjamahan ku Opat Wargi. Saterusna warsih 1938,keluarlah Seep Poek Terbitlah Caang
versi Armijn Pane saurang sastrawan Pujangga Anyar. Armijn ngabagi buku barobah kaayaan
lima bab pembahasan kanggo nembongkeun parobahan cara mikir Kartini sapanjang wanci
korespondensinya . Versi ieu sempet dicetak saloba sabelas kali. Serat-serat Kartini dina
nalika Inggris oge kantos ditarjamahkeun ku Agnes L. Symmers. sajaba ti eta,serat-serat
Kartini oge kantos ditarjamahkeun ka jero nalika-nalika Jawa sarta Sunda.
Medal na serat-serat Kartini,saurang awewe pribumi,metot pisan perhatian balarea
Belanda,sarta pamikiran-pamikiran Kartini mimiti ngarobah tetempoan balarea Belanda ka
awewe pribumi di Jawa. Pamikiran-pamikiran Kartini anu kacicikeun dina serat-suratna oge
barobah kaayaan inspirasi kanggo inohong-inohong kebangkitan nasional Indonesia,antawis
sanes W.R. Soepratman anu nyiptakeun tembang dijudulan Indung Urang Kartini.

PEMIKIRAN

Artos kertas beubeulahan IDR 5 citakan warsih 1952 kalawan gambar Kartini.
Dina serat-serat Kartini ditulis pamikiran-pamikiran na ngeunaan kaayaan sosial wanci
eta,utamana ngeunaan kaayaan awewe pribumi. kalolobaan serat-suratna eusina
kahumandeuar sarta gugatan hususna ngait budaya di Jawa anu ditingali minangka
penghambat kamajuan awewe. Anjeunna hoyong wanoja ngabogaan kabebasan nungtut elmu
sarta diajar. Kartini nyerat ideu sarta cipta-cipta na,sepertos tertulis: Zelf-ontwikkeling
sarta Zelf-onderricht,Zelf- vertrouwen sarta Zelf-werkzaamheid sarta oge Solidariteit.
Sadaya eta luhur dasar Religieusiteit,Wijsheid en Schoonheid (yaktos
Kapangeranan,Kebijaksanaan sarta Kaendahan),ditambih kalawan Humanitarianisme (puteri
kamanusaan) sarta Nasionalisme (tresna lemah cai).

Serat-serat Kartini oge eusina harepan na kanggo meunang pitulung ti jabi. Dina perkenalan
kalawan Estelle " Stella " Zeehandelaar,Kartini ngungkab kahayang kanggo barobah kaayaan
sepertos kaum anom Eropa. Manehna ngagambarkeun kasangsaraan awewe Jawa alatan
kungkungan adat,yaktos henteu tiasa bebas diuk di bangku sakola,kedah
dipingit,dinikahkeun kalawan salaki-salaki anu tak dipikawanoh,sarta kedah purun wayuh.

Tetempoan-tetempoan kritis sanes anu diungkabkeun Kartini dina serat-suratna nyaeta


kritik ka agamana. Manehna nananyakeun naha kitab suci kedah dilafalkeun sarta diapalkeun
tanpa diwajibkeun kanggo dipahaman. Manehna ngungkabkeun ngeunaan tetempoan yen
dunya bade langkung tengtrem lamun teu aya ageman anu sering barobah kaayaan alesan
jalmi kanggo berselisih,terpisah,sarta silih nganyenyeri. " ...Ageman kedah ngajagi urang
batan migawe kalepatan,nanging sabaraha lobana kalepatan diperbuat jalmi luhur wasta
ageman eta... " Kartini nananyakeun ngeunaan ageman anu dijadikeun pembenaran kanggo
kaum salaki-salaki kanggo ngawayuh. Kanggo Kartini,pepek atos kasangsaraan awewe Jawa
anu dunya na ngan sebatas tembok imah.

Serat-serat Kartini seueur ngungkab ngeunaan hahalang-hahalang anu kedah


disanghareupan sabot bercita-cipta barobah kaayaan awewe Jawa anu langkung maju. Cacak
ngabogaan saurang bapa anu tergolong maju margi atos nyakolakeun anak-anak awewe na
cacak ngan dugi umur 12 warsih,angger wae panto kanggo ka ditu katutup. Kartini mitresna
pisan sang bapa,nanging tetela tresna kaasih ka sang bapa kasebat oge dina ahirna barobah
kaayaan hahalang ageung dina ngawujudkeun cipta-cipta.
Sang bapa dina serat oge diungkabkeun kitu mengasihi Kartini. Manehna disebatkeun ahirna
ngijinkeun Kartini kanggo diajar barobah kaayaan guru di Betawi,cacak kawitna tak
ngijinkeun Kartini kanggo neruskeun studi ka Belanda ataupun kanggo lebet sakola
kedokteran di Betawi.
Kahayang Kartini kanggo neruskeun studi,utamana ka Eropa,saleresna kaungkab dina seratsuratna. Sababaraha rencang penanya ngarojong sarta narekahan ngawujudkeun kahayang
Kartini kasebat. Sabot ahirna Kartini ngabolaykeun kahayang anu ampir kabiruyungan
kasebat,kaungkab kitu kaayaanana kakuciwa ti rencang-rencang penanya .
Niat sarta rencana kanggo diajar ka Belanda kasebat ahirna gentos ka Betawi wae sanggeus
dinasihati ku Istri Abendanon yen eta pisan anu nyongcolang kanggo Kartini sarta adi na
Rukmini.
Dina pertengahan warsih 1903 wanci umurna kira-kira 24 warsih,niat kanggo neruskeun
studi barobah kaayaan guru di Betawi oge pupus. Dina hiji serat ka Istri Abendanon,Kartini
ngungkab henteu boga niat deui margi manehna atos bade nikah. " ...Singget sarta pondok
wae,yen abdi teu aya bade mempergunakeun kasempetan eta deui,margi abdi atos bade
kawin... " Padahal wanci eta pihak departemen pangajaran Belanda atos muka panto
kasempetan kanggo Kartini sarta Rukmini kanggo diajar di Betawi.

Wanci nyanghareupan pernikahannya ,aya parobahan pameunteunan Kartini soal adat Jawa.
Manehna barobah kaayaan langkung toleran. Manehna nganggap pernikahan bade ngabantun
kauntungan tersendiri dina ngawujudkeun kahayang ngadegkeun sakola kanggo para awewe
bumiputra basa eta. Dina serat-suratna,Kartini nyebutkeun yen sang salaki henteu ngan
ngarojong kahayangna kanggo ngembangkeun ukiran Jepara sarta sakola kanggo awewe
bumiputra wae,nanging oge disebatkeun supados Kartini tiasa nyerat hiji buku.

Parobahan pamikiran Kartini ieu menyiratkeun yen anjeunna atos langkung menanggalkeun
egonya sarta barobah kaayaan jalmi anu ngutamakeun transendensi,yen sabot Kartini ampir
meunangkeun impian na kanggo sakola di Betawi,anjeunna langkung milih ngorbankeun kanggo
ngiring prinsip patriarki anu salila ieu ditentangnya ,nyaeta nikah kalawan Adipati Rembang.

BUKU

Habis gelap terbitlah terang

Sampul buku versi Armijn Pane.


Dina 1922,ku Opat Wargi,Door Duisternis Tot Licht disajikeun dina nalika Melayu kalawan
judul Seep Poek Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ieu dipedar ku Bale Pustaka. Armijn
Pane,lepat saurang sastrawan pelopor Pujangga Anyar,kacatet minangka lepat saurang
penerjemah serat-serat Kartini ka jero Seep Poek Terbitlah Caang. Manehna oge oge
disebut-sebat minangka Opat Wargi.
Dina 1938,buku Seep Poek Terbitlah Caang dipedar balik dina format anu benten kalawan
buku-buku tarjamahan ti Door Duisternis Tot Licht. Buku tarjamahan Armijn Pane ieu
dicetak saloba sabelas kali. sajaba ti eta,serat-serat Kartini oge kantos ditarjamahkeun ka
jero nalika Jawa sarta nalika Sunda. Armijn Pane menyajikan serat-serat Kartini dina
format benten kalawan buku-buku kawitna. Manehna ngabagi kumpulan serat-serat kasebat
ka jero lima bab pembahasan. Pamerean kasebat manehna pigawe kanggo nembongkeun kitu
kaayaanana tahapan atawa parobahan daweung sarta pamikiran Kartini salila
berkorespondensi. Dina buku versi anyar kasebat,Armijn Pane oge menciutkeun jumlah
serat Kartini. Ngan aya 87 serat Kartini dina " Seep Poek Terbitlah Caang " . Cukang
lantaran henteu dimuatnya sakabeh serat anu aya dina buku acuan Door Duisternis Tot
Licht,nyaeta aya kemiripan dina sababaraha serat. Alesan sanes nyaeta kanggo ngajagi jalan

carios supados barobah kaayaan sepertos roman. Nurutkeun Armijn Pane,serat-serat


Kartini tiasa dibaca minangka hiji roman kahirupan awewe. Ieu deui anu barobah kaayaan
salah sahiji wawaran naha serat-serat kasebat manehna kanggo ka jero lima bab
pembahasan.

Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya


Serat-serat Kartini oge ditarjamahkeun ku Sulastin Sutrisno. Dina mimiti na
Sulastin menerjemahkeun Door Duisternis Tot Licht di Universitas
Leiden,Belanda,wanci manehna neruskeun studi di widang sastra warsih 1972. Lepat
saurang dosen pembimbing di Leiden neda Sulastin kanggo menerjemahkeun buku
kumpulan serat Kartini kasebat. Tujuan sang dosen nyaeta supados Sulastin tiasa
ngawasa nalika Belanda kalawan cekap sampurna. Saterusna,dina 1979,hiji buku
eusina tarjamahan Sulastin Sutrisno versi pepek Door Duisternis Tot Licht oge
medal.
Buku kumpulan serat versi Sulastin Sutrisno medal kalawan judul Serat-serat
Kartini,Renungan Ngeunaan sarta Kanggo Bangsa na. Nurutkeun Sulastin,judul
tarjamahan sakedahna nurutkeun nalika Belanda adalah: " Serat-serat
Kartini,Renungan Ngeunaan sarta Kanggo Bangsa Jawa " . Sulastin meunteun,cacak
ditulis Jawa,anu didamba saestuna ku Kartini nyaeta kamajuan sakumna bangsa
Indonesia.
Buku tarjamahan Sulastin malih hoyong menyajikan pepek serat-serat Kartini anu
aya dina Door Duisternis Tot Licht. Jabi dipedar dina Serat-serat Kartini,Renungan
Ngeunaan sarta Kanggo Bangsa na,tarjamahan Sulastin Sutrisno oge dianggo dina
buku Kartini,Serat-serat ka Ny RM Abendanon-Mandri sarta Salakina.

Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904


Buku sanes anu eusina tarjamahan serat-serat Kartini nyaeta Letters from
Kartini,An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya nyaeta Joost Cot.
Manehna henteu ngan menerjemahkeun serat-serat anu aya dina Door Duisternis
Tot Licht versi Abendanon. Joost Cot oge menerjemahkeun sakumna serat awit
Kartini dina Istri Abendanon-Mandri kenging timuan pamungkas. Dina buku
tarjamahan Joost Cot,tiasa kapanggih serat-serat anu tergolong sensitip sarta teu
aya dina Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Nurutkeun Joost Cot,sakumna
pergulatan Kartini sarta penghalangan dina dirina atos waktuna kanggo diungkap.
Buku Letters from Kartini,An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 seratserat Kartini ka Istri Rosa Manuela Abendanon-Mandri sarta salakina JH
Abendanon. Kaasup di jerona 46 serat anu didamel Rukmini,Kardinah,Kartinah,sarta
Soematrie.

Panggil Aku Kartini Saja

Sampul Saur Abdi Kartini Wae,dikompilasi ku Pramoedya Ananta Toer.


Jabi mangrupi kumpulan serat,aosan anu langkung memusatkeun dina pamikiran Kartini oge
dipedar. salah sahijina nyaeta Saur Abdi Kartini Wae karya Pramoedya Ananta Toer. Buku
Saur Abdi Kartini Wae katembong mangrupa kenging ti pengumpulan data ti sagala rupa asal
ku Pramoedya.

Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Ahir warsih 1987,Sulastin Sutrisno masihan gambaran anyar ngeunaan Kartini liwat buku
Kartini Serat-serat ka Ny RM Abendanon-Mandri sarta salakina. Gambaran kawitna
langkung seueur dijieun ti kumpulan serat anu ditulis kanggo Abendanon,dipedar dina Door
Duisternis Tot Licht.
Kartini dinyondongkeun minangka pajoang emansipasi anu maju pisan dina cara mikir
dibandingkeun awewe-awewe Jawa dina mangsa na. Dina serat ping 27 Oktober 1902,dikutip
yen Kartini nyerat dina Istri Abendanon yen anjeunna atos mitembeyan pantangan neda
daging,sumawonten saprak sababaraha warsih sateuacan serat kasebat,anu nembongkeun
yen Kartini nyaeta saurang vegetarian.[4] Dina kumpulan eta,serat-serat Kartini sok
dipotong haturan mimiti sarta ahir. Padahal,haturan eta nembongkeun kemesraan Kartini ka
Abendanon. Seueur perkawis sanes anu diwedalkeun balik ku Sulastin Sutrisno.

Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella
Zeehandelaar 1899-1903
Hiji buku kumpulan serat ka Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 dipedar kanggo
pangemut 100 warsih maotna. Eusina nempokeun beungeut sanes Kartini. Koleksi serat
Kartini eta dikumpulkeun Dr Joost Cot,ditarjamahkeun kalawan judul Abdi Hoyong ...
Feminisme sarta Nasionalisme. Serat-serat Kartini ka Stella Zeehandelaar 1899-1903.
" Abdi Hoyong ... " nyaeta moto Kartini. Sepenggal babasan eta ngawakilan sosok anu salila
ieu tak kantos ditingali sarta dijadikeun bahan perbincangan. Kartini wagel ngeunaan seueur
hal: sosial,budaya,ageman,sumawonten calikong.

Anda mungkin juga menyukai