Penyakit Kulit Scabies
Penyakit Kulit Scabies
Penyakit Kulit Scabies
Kasus I
Klien N, 16 th. Siswi yang tinggal di sebuah asrama datang ke klinik perawatan
komplementer, dengan keluhan gatal mulai pada tangan, lalu menjalar pinggang,
kaki. Gatal dimulai semenjak semester kedua. Mulanya seorang temannya yang
merupakan kakak kelas mengeluh gatal di tangan dan seluruh anggota kamar yang
berjumlah 8 orang terkena gatal. Akibat gatal yang berlebih tersebut, hampir
semua anggota kamar 101 jika malam tidak bisa tidur, sehingga kadang ditegur
oleh guru jika tidur di kelas. Pada pemeriksaan diperoleh hasil tangan merah pada
jari dan sela-sela jari hingga tangan, siku, pinggang, dan area paha. Kulit tampak
mengelupas dan berwarna merah akibat di garuk. Klien pernah dapat obat dari
poliklinik pesantren : hidrocortison dan scabicid. Klien juga pernah mandi belerang
namun hanya sebentar mengatasi gatal dan akhirnya datang kembali.
A. DEFINISI
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal)
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga
the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau
penyakit ampera (Harahap, 2008).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
(kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini.s (Adhi Djuanda. 2007).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai
semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau
mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).
B. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Cara penularan penyakit ini, melalui kontak langsung (kulit ke kulit) seperti
berpegangan tangan. Atau kontak tidak langsung (pemakaian sprei atu handuk
bersama). Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan.
Beberapa fakor yang dapat membantu penyebaranya adalah kemiskinan,
seksual promiskuitas, demografi, ekologi, personal hygiene yang buruk, malnutrisi,
daya tahan tubuh, tingginya mobilisasi pergerakan dan perpindahan penduduk.
C. INSIDENSI
- Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan
permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.
- Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan
tertinggi di Jawa Barat.
- Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada
keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang rendah dan kualitas personal hygiene yang kurang baik.
- Epidemiologi Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua
umur. Insidensi sama pada pria dan wanita.
D. KLASIFIKASI
1. Scabies usia khusus
Pada scabies infantile, nodul-nodul dan lesi di daerah palmoplantar
merupakan lesi khas yang paling sering ditemukan pada bayi. Wajah dan kulit
kepala dapat terkena. Sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada orang dewasa, wajah dapat terkena hanya jika ia menderita gangguan
imun.
Pada manula, jarang ditemukan lesi kulit yang khas, rasa gatal lebih berat
dan kelainan kulit yang terlihat adalah ekskoriasi berat terutama pada punggung.
2. Scabies Krusta Norwegia
Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang
akibat mandi secara teratur.
4. Scabies yang ditularkan oleh hewan
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit
yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha.
Gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah
kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya
muncul gelembung berair (vesikel) pada kulit.
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
a.
b.
c.
F. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
G. PENATALAKSANAAN
Semua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhubungan
erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga. Obat-obat
topical harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien
diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan
pengobatan.
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam
bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan.
- Cara pemakaiannya: Oleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit
tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru.
- Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
- Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode
kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
- Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP)
tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
- Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel,
tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam
dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan
sebelumnya.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk
tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lain selain 1%.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
- Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua
kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan
mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua.
- Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap
skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak
kecil
5. Permetrin dengan kadar 5%
- Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan
dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan
akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama
dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat
kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme
yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan
juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.
Pengobatan Tradisional :
Resep 1
15 g sambiloto. 30g daun sendok
a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600cc air hingga tersisa 300cc,
lalu saring.
b. Tambahkan madu, lalu minum 150cc 2 kali sehari.
Resep 2
3 siung bawang putih, 30g daun sendok, minyak kelapa secukupnya
a. Cuci bersih bawang putih dan daun ketepeng, haluskan. Tambahkan
minyak kelapa, lalu aduk rata
b. Olesakan pada kudis 2-3 kali sehari setelah mandi
Resep 3
10 lembar daun sirih, 30g kunyit, sdt kapur sirih
a. Cuci bersih daun sirih dan kunyit, haluskan. Tambahkan kapur sirih, lalu
aduk rata.
b. Olesakan pada kulit yang terkena kudis 2-3 kali sehari sesudah mandi
Resep 4
30 g temu hitam, 15 g sambiloto, 10g belerang, 2 sdm minyak kelapa
a. Cuci bersih temu hitam dan sambiloto, haluskan. Tambahkan minyak
kelapa, lau panaskan dan aduk hingga rata.
b. Setelah dingin, olesakan pada kulit yang terserang kudis 2-3 kali sehari
setelah mandi
Resep 5
3 jari batang brotowali, 10g belerang, minyak kelapa secukupnya
a. Cuci bersih brotowali, haluskan. Tambahkan minyak kelapa,lalu aduk rata
b. Oleskan pada kulit yang terkena kudis
Resep 6
Daun asam jawa segar secukupnya
a. cuci daun asam jawa, kemudian tumbuk hingga menjadi bubur. Oleskan
pada bagian yang sakit
H. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Pencegahan
Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara
penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan scabies dan orang-orang yang
kontak.
Lakukan pencegahan dengan cara:
- Bersihkan seluruh bagian rumah, mulai dar lantai, karpet, lemari, dll. Gunakan
cairan pembersih yang mengandung desinfektan.
- Hilangkan semua debu yang menempel pada perabutan dengan vacuum
cleaner
- Sering mengganti dan mencuci barang yang bersentuhan dengan kulit, seperti
pakaian, sprei, sarung, selimut, handuk, dsb dicuci dengan air mendidih, jemur
dibawah terik matahari, dan di setrika untuk mematikan kutu atau tungau yang
menempel pada benda tsb.
- Menjaga lingkungan tempat tinggal tetap bersih dan menjalankan gaya hidup
sehat.
2. Pemberantasan
Pengawasan penderita, kontak, dan lingkungan sekitarnya.
- Laporkan kepada dinas kesehatan setempat
- Isolasi : siswa atau pekerja yang terinfeksi dilarang masuk ke sekolah atau
pekerjaan sampai dilakukan pengobatan. Penderita di RS diisolasi sampai
dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan efektif.
- Disinfektasi serentak : pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita
dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan
sistem pemanasan pada proses pencucian dam pengeringan, agar membunuh
kutu dan telur.
- Penyelidikan terhadap penderita kontak dan sumber penularan : temukan
penderita yang tidak dilaporkan dan tidak terdeteksi diantara teman dan
anggota keluarga. Berikan pengobatan profilaktik kepada mereka yang kontak
kulit ke kulit dengan penderita
- Pengobatan spesifik : Gunakan obat yang dianjurkan dokter. Hindari
pengobatan berlebihan yang dapat memperburuk penyakit.
3. Penanggulangan
DAFTAR PUSTAKA
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Jakarta: EGC.
Soeharsono. 2006. Zoonosis penyakit menular dari hewan ke manusia. Yogyakarta :
Kanisius.
Hariana, Arief.2012. 812 resep untuk mengobati 236 penyakit. Depok : Penebar
Swadaya.
diakses