Penyakit Kulit Scabies

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Sistem Integumen

Kasus I
Klien N, 16 th. Siswi yang tinggal di sebuah asrama datang ke klinik perawatan
komplementer, dengan keluhan gatal mulai pada tangan, lalu menjalar pinggang,
kaki. Gatal dimulai semenjak semester kedua. Mulanya seorang temannya yang
merupakan kakak kelas mengeluh gatal di tangan dan seluruh anggota kamar yang
berjumlah 8 orang terkena gatal. Akibat gatal yang berlebih tersebut, hampir
semua anggota kamar 101 jika malam tidak bisa tidur, sehingga kadang ditegur
oleh guru jika tidur di kelas. Pada pemeriksaan diperoleh hasil tangan merah pada
jari dan sela-sela jari hingga tangan, siku, pinggang, dan area paha. Kulit tampak
mengelupas dan berwarna merah akibat di garuk. Klien pernah dapat obat dari
poliklinik pesantren : hidrocortison dan scabicid. Klien juga pernah mandi belerang
namun hanya sebentar mengatasi gatal dan akhirnya datang kembali.

A. DEFINISI
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal)
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga
the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau
penyakit ampera (Harahap, 2008).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
(kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini.s (Adhi Djuanda. 2007).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai
semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau
mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).
B. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai

alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Cara penularan penyakit ini, melalui kontak langsung (kulit ke kulit) seperti
berpegangan tangan. Atau kontak tidak langsung (pemakaian sprei atu handuk
bersama). Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan.
Beberapa fakor yang dapat membantu penyebaranya adalah kemiskinan,
seksual promiskuitas, demografi, ekologi, personal hygiene yang buruk, malnutrisi,
daya tahan tubuh, tingginya mobilisasi pergerakan dan perpindahan penduduk.
C. INSIDENSI
- Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan
permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.
- Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan
tertinggi di Jawa Barat.
- Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada
keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang rendah dan kualitas personal hygiene yang kurang baik.
- Epidemiologi Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua
umur. Insidensi sama pada pria dan wanita.

D. KLASIFIKASI
1. Scabies usia khusus
Pada scabies infantile, nodul-nodul dan lesi di daerah palmoplantar
merupakan lesi khas yang paling sering ditemukan pada bayi. Wajah dan kulit
kepala dapat terkena. Sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada orang dewasa, wajah dapat terkena hanya jika ia menderita gangguan
imun.
Pada manula, jarang ditemukan lesi kulit yang khas, rasa gatal lebih berat
dan kelainan kulit yang terlihat adalah ekskoriasi berat terutama pada punggung.
2. Scabies Krusta Norwegia

Penderita mengalami lesi berupa gambaran eritodermi, yang disertai


skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku . Mengandung banyak tungau
akibat sistem imun yang buruk, tungau berkembang biak menjadi banyak. Maka
kulit bereaksi membentuk krusta/keropeng dan kulit mengalami lichenifikasi.
Scabies jenis ini dapat terjadi pada pasien dengan penyakit berat atau pasien
yang mengalami immunokompromi (AIDS), sensasi kulit yang rendah (lepra,
syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat
(leukemia dan diabetes), dan yang menderita retardasi mental (Downs
syndrome),
3. Scabies pada Orang Bersih

Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang
akibat mandi secara teratur.
4. Scabies yang ditularkan oleh hewan

Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang


pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan
gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi dengan bersih.
5. Scabies Nodular
Terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah
genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu
hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat
pengobatan anti skabies.
6. Scabies Incognito
Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular.
7. Scabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis
dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit
yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha.
Gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah
kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya
muncul gelembung berair (vesikel) pada kulit.
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
a.

Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan


karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.

b.

Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam


sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena,
walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

c.

Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang


berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule,
ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan


satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.

F. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:

1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus,


berbentuk benang.
2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi
sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan
eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tngan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja
dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang
khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu
papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung
kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei
(Siregar, 2005).
2. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya
tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu:
1. Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas
objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop.
Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak
atau pasien yang tidak kooperatif
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu
jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan
scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak
memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek,
lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta Burrow.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus


dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang
karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini
mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien
nonkooperatif.
5. Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak
papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak
mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien
nonkooperatif.
6. Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan,
kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam
terowongan akan menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).

G. PENATALAKSANAAN
Semua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhubungan
erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga. Obat-obat
topical harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien
diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan
pengobatan.
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam
bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan.
- Cara pemakaiannya: Oleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit
tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru.
- Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
- Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode
kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
- Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP)
tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan

konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
- Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel,
tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam
dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan
sebelumnya.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk
tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lain selain 1%.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
- Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua
kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan
mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua.
- Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap
skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak
kecil
5. Permetrin dengan kadar 5%
- Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan
dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan
akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama
dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat
kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme
yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan
juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.
Pengobatan Tradisional :
Resep 1
15 g sambiloto. 30g daun sendok
a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600cc air hingga tersisa 300cc,
lalu saring.
b. Tambahkan madu, lalu minum 150cc 2 kali sehari.

Resep 2
3 siung bawang putih, 30g daun sendok, minyak kelapa secukupnya
a. Cuci bersih bawang putih dan daun ketepeng, haluskan. Tambahkan
minyak kelapa, lalu aduk rata
b. Olesakan pada kudis 2-3 kali sehari setelah mandi
Resep 3
10 lembar daun sirih, 30g kunyit, sdt kapur sirih
a. Cuci bersih daun sirih dan kunyit, haluskan. Tambahkan kapur sirih, lalu
aduk rata.
b. Olesakan pada kulit yang terkena kudis 2-3 kali sehari sesudah mandi
Resep 4
30 g temu hitam, 15 g sambiloto, 10g belerang, 2 sdm minyak kelapa
a. Cuci bersih temu hitam dan sambiloto, haluskan. Tambahkan minyak
kelapa, lau panaskan dan aduk hingga rata.
b. Setelah dingin, olesakan pada kulit yang terserang kudis 2-3 kali sehari
setelah mandi
Resep 5
3 jari batang brotowali, 10g belerang, minyak kelapa secukupnya
a. Cuci bersih brotowali, haluskan. Tambahkan minyak kelapa,lalu aduk rata
b. Oleskan pada kulit yang terkena kudis
Resep 6
Daun asam jawa segar secukupnya
a. cuci daun asam jawa, kemudian tumbuk hingga menjadi bubur. Oleskan
pada bagian yang sakit

H. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Pencegahan
Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara
penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan scabies dan orang-orang yang
kontak.
Lakukan pencegahan dengan cara:

- Personal Hygiene, Hygiene memiliki banyak aspek seperti kebersihan pribadi


yang terdiri dari kebiasaan hidup yang teratur, kebersihan tubuh dan pakaian,
diet sehat, seimbang rejimen istirahat dan olahraga. Kebersihan domestik
seperti sanitasi dalam persiapan makanan, kebersihan, dan ventilasi rumah.
Kebersihan umum seperti pengawasan air dan suplai makanan, penahanan
penyakit menular, pembuangan sampah dan limbah, pengendalian pencemaran
udara dan air.

- Bersihkan seluruh bagian rumah, mulai dar lantai, karpet, lemari, dll. Gunakan
cairan pembersih yang mengandung desinfektan.
- Hilangkan semua debu yang menempel pada perabutan dengan vacuum
cleaner
- Sering mengganti dan mencuci barang yang bersentuhan dengan kulit, seperti
pakaian, sprei, sarung, selimut, handuk, dsb dicuci dengan air mendidih, jemur
dibawah terik matahari, dan di setrika untuk mematikan kutu atau tungau yang
menempel pada benda tsb.
- Menjaga lingkungan tempat tinggal tetap bersih dan menjalankan gaya hidup
sehat.
2. Pemberantasan
Pengawasan penderita, kontak, dan lingkungan sekitarnya.
- Laporkan kepada dinas kesehatan setempat
- Isolasi : siswa atau pekerja yang terinfeksi dilarang masuk ke sekolah atau
pekerjaan sampai dilakukan pengobatan. Penderita di RS diisolasi sampai
dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan efektif.
- Disinfektasi serentak : pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita
dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan
sistem pemanasan pada proses pencucian dam pengeringan, agar membunuh
kutu dan telur.
- Penyelidikan terhadap penderita kontak dan sumber penularan : temukan
penderita yang tidak dilaporkan dan tidak terdeteksi diantara teman dan
anggota keluarga. Berikan pengobatan profilaktik kepada mereka yang kontak
kulit ke kulit dengan penderita
- Pengobatan spesifik : Gunakan obat yang dianjurkan dokter. Hindari
pengobatan berlebihan yang dapat memperburuk penyakit.
3. Penanggulangan

- Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang


beresiko.
- Pengobatan dilakukan secara masal
- Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik dalam keluarga, didalam unit
atau institusi, jika mungkin penderita dipindahkan.
- sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum. Sabun tetmosol jika
ada sangat membantu dalam pencegahan infeksi.
I. KOMPLIKASI
- Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi yang persisten selepas pengobatan.
Ini boleh menyebabkan efek psikik yang serius pada pasien (Sterry 2006).

- Sepsis sekunder dan komplikasi pasca-infeksi.


- Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis,
dan furunkel.
- Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal yaitu glomerulonefritis
- Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering.
J. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di
berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).

DAFTAR PUSTAKA
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Jakarta: EGC.
Soeharsono. 2006. Zoonosis penyakit menular dari hewan ke manusia. Yogyakarta :
Kanisius.
Hariana, Arief.2012. 812 resep untuk mengobati 236 penyakit. Depok : Penebar
Swadaya.

Burns, Tony. Graham, Robin. 2006. Lectures Notes on Dermatology. Jakarta :


Erlangga.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Ramuan lengkap herbal taklukan penyakit. Jakarta :
Pustaka Bunda.
Smeltzer,C. Suzanne, dan Bare, G. Brenda. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.
Harahap. M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.
Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI.
Handoko R. 2008. Skabies. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta. Balai
Penerbit FK UI.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23097/4/Chapter%20II.pdf
21 Februari 2014

diakses

Anda mungkin juga menyukai