Agitasi Propaganda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

I

TEKNIK AGITASI DAN PROPAGANDA


Pengantar
Istilah agitasi, propaganda, dan retorika atau orang sering menyebutnya AGITOP (Agitasi, Orasi
dan Propaganda) adalah bagian dari cara berkomunikasi. Sebetulnya ada banyak cara
berkomunikasi lainya seperti penerangan, jurnalistik, humas, publisitas, pameran, dll. Seperti apa
yang menjadi tujuan umum dari komunikasi maka AGITOP ditujukan juga untuk mengubah
sikap, pendapat, dan perilaku orang lain seperti yang diharapkan oleh komunikator (pengirim
pesan).
Karena terkait masalah perilaku individu dalam situasi sosial, AGITOP tidak lepas dari masalah
psikologi sosial. AGITOP akan menjadi efektif apabila disertai dengan pemahaman atas faktorfaktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi sikap, maupun perilaku individu maupun
kelompok. Faktor internal seperti kepribadian, sistem nilai, motivasi, serta sikap terhadap sesuatu
yang ada disekitarnya, sedangkan secara eksternal dipengaruhi oleh sistem nilai yang hidup
ditengah masyarakat, kondisi lingkungan alam, tata ruang dan kondisi sosial ekonomi.
AGITOP menjadi penting bagi organisasi masyarakat (ormas) maupun partai politik (parpol)
hingga perusahaan komersial sekalipun karena menyangkut upaya-upaya untuk mecapai
kemenangan maupun mempengaruhi sikap, pendapat maupun perilaku dari pihak-pihak lain baik
itu pihak musuh (politik, ideologi, saingan bisnis), pihak netral maupun kawan. Bagi ormas atau
Parpol, muara dari AGITOP ditujukan bagi sasaran pencapaian ke arah cita-cita perubahan sosial
dari

ideologi

ormas,

atau

parpol

yang

bersangkutan.

Seorang Komunikator (agitator, propagandator, ataupun orator) yang baik, setidak-tidaknya


harus mengerti unsur-unsur dasar komunikasi. Pakar komunikasi Harold Lasswell (1972)
menyebutnya dalam pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect
?. (Siapa mengatakan apa melalui apa untuk siapa dan pengaruhnya apa ?). Siapa (Komunikator),
mengatakan apa (Pesan), melalui apa (Media), untuk siapa (komunikan/penerima pesan),
pengaruhnya apa (efek). Analisa yang mendalam terhadap unsur-unsur komunikasi diatas juga
akan turut mempertajam strategi komunikasi bagi sebuah organisasi.

Agitasi
Dalam makna denotatifnya, agitasi berarti hasutan kepada orang banyak untuk mengadakan
huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh
tokoh/aktivis partai politik, ormas dan lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan. Dalam
praktek, dikarenakan kegiatan agitasi yang cenderung menghasut maka seringkali disebut
sebagai kegiatan provokasi atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan. Bentuk
agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis kelompok (massa).
Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai pemicu dalam proses agitasi adalah :
1.Perbedaan kepentingan, seperti misalnya isu SARA (Suku, Agama, Ras). Perbedaan
kepentingan ini bisa menjadi titik awal keresahan masyarakat yang dapat dipicu dalam proses
agitasi
2.Ketegangan sosial, ketegangan sosial biasanya timbul sebagai pertentangan antar kelompok
baik wilayah, antar suku, agama, maupun pertentangan antara pemerintah dengan rakyat.
3.Tumbuh dan menyebarnya keyakinan untuk melakukan aksi, ketika kelompok merasa
dirugikan oleh kelompok lainya, memungkinkan timbul dendam kesumat dalam dirinya. Hal ini
bisa menimbulkan keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi bersama;
Dalam politik, ketiga perilaku kolektif diatas akan menjadi ledakan sosial apabila ada faktor
penggerak (provokator)nya. Misalnya ketidakpuasan rakyat kecil terhadap kebijakan pemerintah
yang tidak memihak kepada mereka juga bisa menjadi sebuah alat pemicu yang efektif untuk
mendongkel sebuah rezim. Dalam tahap selanjutnya, mobilisasi massa akan terbentuk apabila
ledakan sosial yang muncul dapat memancing solidaritas massa. Hingga pada eskalasi tertentu
mebisa

munculkan

kondisi

collaps.

Dalam proses agitasi pemahaman perilaku massa menjadi penting. Agar agitasi dapat dilakukan
secara efektif maka perlu diperhatikan sifat orang-orang dalam kelompok(massa) seperti ; massa
yang cenderung tidak rasional, mudah tersugesti, emosional, lebih berani mengambil resiko,
tidak bermoral. Kemampuan seorang agitator untuk mengontrol emosi massa menjadi kunci dari
keberhasilan proses agitasi massa. Sedangkan pendekatan hubungan interpersonal merupakan
kunci sukses dalam agitasi individu.
Propaganda
Propaganda sendiri berarti penerangan ( paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang

dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah
tindakan tertentu. Kegiatan propaganda ini banyak dipakai oleh berbagai macam organisasi baik
itu orgnisasi massa, parpol, hingga perusahaan yang berorientasi profit sekalipun baik kepada
kawan, lawan maupun pihak netral. Propaganda juga merupakan inti dari kegiatan perang urat
syaraf (nerve warfare) baik itu berupa perang ideologi, politik, ide, kata-kata, kecerdasan, dll.
Kegiatan propaganda menurut bentuknya seringkali digolongkan dalam dua jenis, yaitu
propaganda terbuka dan tertutup. Propaganda terbuka ini dilakukan dengan mengungkapkan
sumber, kegiatan dan tujuannya secara terbuka. Sebaliknya, propaganda tertutup dilakukan
dengan

menyembunyikan

sumber

kegiatan

dan

tujuannya.

Para pakar organisasi menggolongkan 3 (tiga) jenis model propaganda. Menurut William E
Daugherty,

ada

(tiga)

jenis

propaganda

1.Propaganda putih (white propaganda ), yaitu propaganda yang diketahui sumbernya secara
jelas, atau sering disebut sebagai propaganda terbuka. Misalnya propaganda secara terangterangan melalui media massa. Biasanya propaganda terbuka ini juga dibalas dengan propaganda
dari

pihak

lainya

(counter

propaganda).

2.Propaganda Hitam (black propaganda), yaitu propaganda yang menyebutkan sumbernya tapi
bukan sumber yang sebenarnya. Sifatnya terselubung sehingga alamat yang dituju sebagai
sumbernya

tidak

jelas.

3.Propaganda abu-abu (gray propaganda), yaitu propaganda yang mengaburkan proses


indentifikasi sumbernya.
Penerbit Harcourt, Brace and Company menyebarkan publikasi berjudul The Fine Art of
Propaganda atau yang sering disebut sebagai the Device of Propaganda (muslihat propaganda)
yang

terdiri

dari

(tujuh)

jenis

propaganda

sebagai

berikut

1.Penggunaan nama ejekan, yaitu memberikan nama-nama ejekan kepada suatu ide,
kepercayaan, jabatan, kelompok bangsa, ras dll agar khalayak menolak atau mencercanya tanpa
mengkaji

kebenaranya.

2.Penggunaan kata-kata muluk, yaitu memberikan istilah muluk dengan tujuan agar khalayak
menerima

dan

menyetujuinya

tanpa

upaya

memeriksa

kebenaranya.

3.Pengalihan, yaitu dengan menggunakan otoritas atau prestise yang mengandung nilai
kehormatan

yang

dialihkan

kepada

sesuatu

agar

khalayak

menerimanya.

4.Pengutipan, yaitu dilakukan dengan cara mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik
tidaknya

suatu

ide

atau

produk,

dengan

tujuan

agar

publik

mengikutinya.

5.Perendahan diri, yaitu teknik propaganda untuk memikat simpati khalayak dengan meyakinkan
bahwa

seseorang

dan

gagasannya

itu

baik.

6.Pemalsuan, yaitu dilakukan dengan cara menutup-nutupi hal-hal yang faktual atau
sesungguhnya dengan mengemukakan bukti-bukti palsu sehingga khalayak terkecoh.
7.Hura-hura, yaitu propaganda dengan melakukan ajakan khalayak secara beramai-ramai
menyetujui suatu gagasan atau program dengan terlebih dahulu meyakinkan bahwa yang lainya
telah menyetujui.
Seperti halnya komunikasi lainya maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan
1.Siapa

yang

propaganda
dijadikan

sasaran

propaganda,

kawan,

:
lawan,

atau

pihak

netral

2.Media apa yang akan dipergunakan, surat kabar, radio, majalah, televisi, sms, buku, film,
pamlet, poster dll. Untuk musuh misalnya melalui desas-desus dan pihak netral dengan negosiasi
atau
3.Pesan

diplomasi
apa

yang

akan

disebarkan

4.Apa yang menjadi tujuan dari propaganda, misalnya ketakutan , kekacauan, ketidakpercayaan
dsb.
Retorika
Retorika menurut arti katanya adalah ilmu bicara (rhetorica). Menurut Cleanth Brooks dan
Robert Penn Warren adalah seni penggunaan bahasa secara efektif. Namun sebagian besar pakar
komunikasi mengartikan retorika tidak hanya menyangkut pidato (public speaking), tapi juga
termasuk seni menulis. Menurut A. Hitler hakekat retorika adalah senjata psikis untuk untuk
memelihara

massa

dalam

keadaan

perbudakan

psikis.

Retorika sebagai seni berbicara sudah dipelajari sejak abad ke lima sebelum masehi, yaitu sejak
kaum Sophis di Yunani mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan
penekanan utama dalam kemampuan berpidato. Georgias (480-370 SM) sebagai tokoh aliran
Sophisme menyatakan kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai
kemenangan

dalam

pembicaraan.

Namun karena dalam praktek retorika lebih cenderung dimaksudkan untuk memutarbalikan fakta

demi kemenangan, maka Plato mendirikan akademia sebagai proses pencarian kebenaran dengan
pengembangan thesa dan antithesa. Menurut Plato sendiri retorika bertujuan untuk memberikan
kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk
memperoleh

pengetahuan

yang

luas

dan

dalam

terutama

dalam

bidang

politik.

Menurut Effendy, dengan mencontohkan pada figur Bung Karno, seorang orator politik yang
baik setidak-tidaknya harus memiliki tiga prasyarat sebagai berikut : Ethos, kredibilitas sumber.
Pathos,

menunjukan

Menurut

teori,

imbauan
setidaknya

emosional.
ada

Logos,

empat

menunjukan
bagian

dalam

imbauan

logis.

pidato

1.Exordium (kepala), adalah bagian pendahuluan. Fungsinya sebagai pengantar ke arah pokok
persoalan yang akan dibahas dan sebagai upaya untuk menyiapkan mental para hadirin. Yang
terpenting adalah membangkitkan perhatian. Beberapa cara untuk mengundang perhatian adalah
sebagai berikut : Mengemukakan kutipan, mengajukan pertanyaan, menyajikan ilustasi yang
spesifik, memberikan fakta yang mengejutkan, menyajikan hal yang mengundang rasa
manusiawi, mengetengahkan pengalaman yang ganjil. Tentu dari sekian cara tersebut juga harus
disesuaikan

dengan

latar

belakang

kebudayaan

dan

pendidikan.

2.Protesis (Punggung), adalah bagian pokok pembahasan yang ditampilkan dengan terlebih
dahulu

mengemukakan

latar

belakangnya.

3.Argumenta (Perut), adalah batang tubuh dari pidato yang merupakan satu kesatuan dengan
punggung atau pokok pembahasan. Argumenta adalah alasan yang mendukung hal-hal yang
dikemukakanpada

bagian

protesis.

4.Conclusio( ekor), adalah bagian akhir dari naskah pidato yang merupakan kesimpulan dari
uraian keseluruhan sebelumnya. Konklusia adalah merupakan sebuah penegasan , hasil
pertimbangan yang mengandung justifikasi si orator. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun conclusio : jangan mengemukankan fakta baru, jangan menggunakan kata-kata
mubazir, jangan menampilkan hal-hal yang menimbulkan antiklimaks.
Pidato dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan teks dan tanpa teks. Namun
semuanya harus tetap dipersiapkan dengan baik. Pepatah tua mengatakan Qui ascendit sine
labore, desendit sine honore (siapa yang naik tanpa kerja, akan turun tanpa penghormatan.
https://sosialita.wordpress.com/2009/02/24/teknik-agitasi-dan-propaganda/

II
Agitprop (Rusia: ) adalah akronim dari "agitasi dan propaganda". [1] Istilah ini berasal
dari Bolshevist Rusia (kemudian bernama Uni Soviet), di mana istilah adalah bentuk singkat
dari (otdel agitatsii i propagandy), yakni, Departemen
Agitasi dan Propaganda yang merupakan bagian dari pusat atau daerah komite dari Partai
Komunis Uni Soviet. Departemen ini dikemudian hari berubah nama menjadi Departemen
Ideologi.
Istilah Agitprop (agitasi dan propaganda} dalam bahasa Rusia sebenarnya tidak mengandung
konotasi negatif apapun pada saat itu. Penjelasannya hanya berarti "penyebaran ide-ide". Dalam
hal agitprop, bahwa ide-ide untuk dilakukan sosialisasi adalah mereka dari komunisme, termasuk
penjelasan dari kebijakan dari Partai Komunis dan negara Uni Soviet. Dalam konteks lain,
propaganda dapat berarti penyebaran segala bentuk pengetahuan bermanfaat, misalnya, metode
baru dalam pertanian. "Agitation" dimaksudkan urging orang untuk melakukan apa yang
diharapkan Soviet pemimpin mereka untuk melakukannya di berbagai tingkatan. Dengan kata
lain, propaganda adalah phase pemasukan ide-ide kedalam masyarakat sedangkan pada agitasi
adalah berupaya mengajak masyarakat agar bertindak secara emosional, dengan demikian maka
propaganda atau agitasi adalah satu-kesatuan upaya untuk pencapaian tujuan ke arah yang
diinginkan dari pelaku propaganda dan agitasi.
Dalam dunia demokrasi, agitprop memiliki konotasi negatif. Di Inggris selama tahun 1980-an,
misalnya,[2] para pelaku politisi sayap kiri kerap menggunakan yaitu agitprop dengan
menyampaikan sebuah pesan melalui program televisi/media massa atau teater.
Istilah "agitprop" memberikan inspirasi agitprop teater, yang sangat kiri ini berasal dari teater di
Eropa pada tahun 1920-1930 dan kemudian ikut menyebar sampai ke Indonesia, dengan
memainkan sandiwara Bertold Brecht menjadi contoh terkemuka, Secara bertahap istilah
"agitprop" lalu lebih menjelaskan pada bentuk gerakan politik kelompok.
Setelah revolusi Bolshevik, sebuah Agitprop (agitasi dan propaganda} kereta tur berkeliling
negara, dengan seniman dan pelaku seni melakukan permainan sandiwara sederhana atau
memutar siaran propaganda. Memiliki mesin cetak stensil di kereta untuk membuat poster atau

pamplet yang secara berulang kemudian disebarkan melalui jendela pada waktu itu bila melewati
desa-desa. [3] sejalan dengan kemajuan teknologi pada saat sekarang Agitprop (agitasi dan
propaganda} lebih dilakukan pada lembaga2 media massa yang beraliran.
https://id.wikipedia.org/wiki/Agitprop

III
Duncan Hallas 1984
Agitasi dan propaganda
(September 1984)
Sumber: What do we mean by ...?, Socialist Worker Review, No.68, Sep 1968, hlm.10;
Disalin & diberi tanda baca oleh Einde OCallaghan untuk Marxists Internet Archive;
Menurut kamus Oxford, mengagitasi adalah membangkitkan perhatian (to excite) atau
mendorong (stir it up), sedangkan propaganda adalah sebuah rencana sistematis atau gerakan
bersama untuk penyebarluasan suatu keyakinan atau doktrin.
Definisi ini bukan merupakan titik pijak yang buruk. Agitasi memfokuskan diri pada sebuah isu
aktual, berupaya mendorong suatu tindakan terhadap isu tersebut. Propaganda berurusan
dengan penjelasan gagasan-gagasan secara terinci dan lebih sistematis.
Seorang marxis perintis di Rusia, Plekhanov, menunjukkan sebuah konsekuensi yang penting
dari pembedaan ini. Seorang propagandis menyajikan banyak gagasan ke satu atau sedikit
orang; seorang agitator menyajikan hanya satu atau sedikit gagasan, tetapi menyajikannya ke
sejumlah besar orang (a mass of people). Seperti semua generalisasi yang seperti itu, pernyataan
di atas jangan dipahami secara sangat harfiah. Propaganda, dalam keadaan yang menguntungkan,
bisa meraih ribuan atau puluhan ribu orang. Dan sejumlah besar orang yang dicapai oleh agitasi
jumlahnya sangat tidak tetap. Sekalipun demikian, inti dari pernyataan Plekhanov itu memiliki
landasan yang kuat (sound).
Banyak gagasan ke sedikit orang
Lenin, dalam What is to be done, mengembangkan gagasan ini:
"Seorang propagandis yang, katakanlah, berurusan dengan persoalan pengangguran, mesti
menjelaskan watak kapitalistis dari krisis, sebab dari tak terhindarkannya krisis dalam

masyarakat modern, kebutuhan untuk mentransformasikan masyarakat ini menjadi sebuah


masyarakat sosialis, dsb. Secara singkat, ia mesti menyajikan banyak gagasan, betul-betul
sangat banyak, sehingga gagasan itu akan dipahami sebagai suatu keseluruhan yang integral oleh
(secara komparatif) sedikit orang. Meskipun demikian, seorang agitator, yang berbicara
mengenai persoalan yang sama, akan mengambil sebagai sebuah ilustrasi, kematian anggota
keluarga seorang buruh karena kelaparan, peningkatan pemelaratan (impoverishment) dsb., dan
penggunaan fakta ini, yang diketahui oleh semua orang, akan mengarahkan upayanya menjadi
penyajian sebuah gagasan tunggal ke massa. Sebagai akibatnya, seorang propagandis bekerja
terutama dengan mamakai bahasa cetak; seorang agitator dengan memakai bahasa lisan.
Mengenai pokok pikiran yang terakhir, Lenin keliru, karena ia terlalu berat-sebelah. Seperti yang
ia sendiri nyatakan, sebelum dan sesudah ia menulis pernyataan di atas, sebuah surat kabar
revolusioner bisa dan mesti menjadi agitator yang paling efektif. Tetapi ini merupakan masalah
sekunder. Hal yang penting adalah bahwa agitasi, apakah secara lisan atau tertulis, tidak
berupaya menjelaskan segala sesuatu. Jadi kita menyatakan, dan mesti menyatakan, bahwa para
individu buruh tambang yang menggunakan pengadilan kapitalis untuk melawan NUM adalah
buruh pengkhianat, bajingan (villains), dipandang dari segi perjuangan sekarang ini; betul-betul
terpisah dari argumen umum tentang watak negara kapitalis. Tentu kita akan mengajukan
argumen, tetapi kita berupaya membangkitkan perhatian, mendorong, membangkitkan rasa
tidak senang dan kemarahan terhadap pengadilan di sebanyak mungkin buruh. Ini mencakup
mereka (mayoritas besar) yang belum menerima gagasan bahwa negara, negara apapun dan
pengadilannya, pasti merupakan sebuah instrumen dari kekuasaan kelas.
Atau ambil sebuah contoh lain. Lenin berbicara tentang ketidakadilan yang amat parah (crying
injustice). Namun, sebagai seorang pengikut Marx yang mendalam, ia betul-betul mengetahui
bahwa tidak ada keadilan atau ketidakadilan yang terlepas dari kepentingan kelas. Di sini, ia
menunjuk dan berseru pada kontradiksi antara konsep keadilan (justice or fairness) yang
dipromosikan oleh para ideolog masyarakat kapitalis dengan realitas yang terekspos dalam
perjalanan perjuangan kelas. Dan hal itu mutlak benar dari sudut pandang agitasi.
Seorang propagandis, tentu saja, mesti menyelidiki secara lebih mendalam, mesti meneliti
konsep keadilan, perkembangan dan transformasinya melalui berbagai masyarakat berkelas yang
berbeda, isi kelasnya yang tak terhindarkan. Tetapi hal itu bukan merupakan tujuan utama dari

agitasi. Para marxis yang tidak memahami pembedaan ini menjadi korban dari ideologi borjuis,
menjadi korban dari generalisasi yang lepas dari konteks waktu (timeless generalisations), yang
mencerminkan masyarakat berkelas yang diidealisasikan. Yang paling penting, mereka tidak
memahami secara konkrit bagaimana sebenarnya sikap kelas buruh berubah. Mereka tidak
memahami peran pengalaman, sebagai contoh, pengalaman tentang peran polisi dalam
pemogokan para buruh tambang. Mereka tidak memahami perbedaan antara agitasi dan
propaganda.
Kedua hal itu penting, sangat diperlukan, tetapi keduanya tidak selalu bisa dikerjakan. Agitasi
memerlukan kekuatan yang lebih besar. Tentu saja seorang individu terkadang bisa mengagitasi
sebuah keluhan tertentu secara efektif, katakanlah, keluhan mengenai kurangnya sabun atau
tissue toilet yang layak di sebuah tempat kerja tertentu, tetapi sebuah agitasi yang luas dengan
sebuah fokus yang umum tidaklah mungkin tanpa sejumlah besar orang yang ditugaskan dengan
pantas untuk melaksanakannya, tanpa sebuah partai.
Jadi apa pentingnya pembedaan tersebut sekarang ini? Untuk sebagian besar, para sosialis di
Inggris tidak berbicara ke ribuan atau puluhan ribu orang. Kita sedang berbicara ke sejumlah
kecil orang, biasanya berupaya meyakinkan mereka (to win them) melalui politik sosialis yang
umum, dan bukan melalui agitasi massa. Jadi apa yang kita usulkan (arguing) pada dasarnya
adalah propaganda. Tetapi di sinilah kebingungan muncul. Karena terdapat lebih dari satu jenis
propaganda. Ada sebuah pembedaan antara propaganda abstrak dan jenis propaganda yang
diharapkan dapat mengarah ke suatu aktivitas, yaitu propaganda yang konkrit atau realistik.
Propaganda abstrak memunculkan gagasan yang secara formal benar, tetapi tidak terkait dengan
perjuangan atau dengan tingkat kesadaran yang ada di antara mereka yang menjadi sasaran dari
penyebaran gagasan itu. Sebagai contoh, menyatakan bahwa di bawah sosialisme sistem upah
akan dihapuskan adalah mutlak benar, menempatkan usulan yang seperti itu kepada para buruh
sekarang ini bukanlah agitasi, melainkan propaganda dalam bentuk yang paling abstrak. Begitu
pula, usulan terus-menerus (constant demand) untuk sebuah pemogokan umum, terlepas dari
apakah prospek untuk melakukannya bersifat riil dalam situasi yang sekarang, mengarah tidak ke
agitasi, melainkan ke penarikan diri (abstaining) dari perjuangan yang riil di sini dan sekarang.

Di sisi lain, propaganda realistis berpijak dari asumsi bahwa kelompok-kelompok sosialis yang
kecil tidak dapat secara meyakinkan mempengaruhi kelompok-kelompok buruh yang besar
sekarang ini di hampir setiap keadaan. Tetapi hal itu juga mengasumsikan bahwa terdapat
argumen tentang isu-isu spesifik, yang dapat dicoba untuk dibangun oleh para sosialis. Jadi
seorang propagandis realistis di sebuah pabrik tidak akan mengusulkan penghapusan sistem
upah. Ia (laki-laki atau perempuan) akan mengusulkan serangkaian tuntutan yang diharapkan
dapat mengarahkan perjuangan ke kemenangan, dan sudah tentu melebihi kemenangan kecil
(tokens) yang diberikan oleh bikorasi serikat buruh. Jadi mereka akan mengusulkan, misalnya,
peningkatan ongkos rata-rata setiap produk (a flat rate increase), pemogokan mati-matian dengan
tuntutan penuh (the full claim, all out...strike) dan bukan pemogokan yang selektif, dsb.
Menyeimbangkan agitasi dengan propaganda secara benar (Getting the balance right)
Semua ini bukanlah agitasi dalam arti yang dibicarakan oleh Lenin, hal itu adalah satu atau dua
orang sosialis yang memunculkan serangkaian gagasan tentang bagaimana untuk menang. Tetapi
hal itu juga bukan propaganda abstrak karena hal itu terkait dengan sebuah perjuangan yang riil
dan karenanya bisa terkait dengan minoritas buruh yang cukup besar di suatu wilayah. Ini berarti
bahwa propaganda realistis dapat membangun hubungan (strike a chord) dengan sekelompok
orang yang jauh lebih besar daripada mereka yang sepenuhnya terbuka untuk gagasan-gagasan
sosialis. Bahwa sekarang ini hanya sekelompok orang yang sangat kecil yang akan terbuka untuk
semua gagasan-gagasan sosialisme. Kelompok yang lebih besar tidak akan seperti itu, tetapi
masih bisa menerima banyak propaganda dari kaum sosialis untuk tidak mempercayai para
pejabat, untuk mengorganisir di lapisan bawah (the rank and file) dan sebagainya.
Pentingnya pembedaan ini ada dua (twofold). Para sosialis yang mempercayai bahwa mereka
harus melakukan propaganda di kelompok-kelompok diskusi mereka yang kecil, dan
mengagitasi di tempat kerja mereka, sangat mungkin menaksir terlalu tinggi (overestimate)
pengaruh mereka di sejumlah besar buruh dan dengan demikian kehilangan kesempatan untuk
membangun basis di sekitar sejumlah kecil pendukung. Mereka yang percaya bahwa mereka
hanya harus melakukan propaganda abstrak dalam diskusi-diskusi mereka dengan para sosialis
yang lain dan di tempat kerja mereka bisa mengambil sikap menarik diri ketika perjuangan yang
riil benar-benar meletus.

Dengan melakukan propaganda realistis pada sebuah periode di mana agitasi massa secara umum
tidak mungkin, kaum sosialis akan jauh lebih mungkin untuk dapat menghindari kedua jebakan
tersebut.
https://www.marxists.org/indonesia/archive/hallas/agitasi.htm

DALAM kamus besar bahasa Indonesia, agitasi diartikan sebagai :

hasutan kepada orang banyak yang biasanya dilakukan oleh politikus


pidato berapi-api untuk mempengaruhi massa
pengadukan

Dalam kamus Webster World Dictionary, Agitate dan Agitation memiliki arti :

Agitate,
To stir or shake up move violently
To excite or disturb the feeling of
.. to stir up interest and support trough speaches and writing to cause change.

Agitation,
The act of stiring or shaking violently
A disturbing or exciting of the feeling
Talk or writing meant to stir up people and produce change.

Propaganda, secara istilah diartikan sebagai : Penerangan yang benar atau salah yang
dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu keyakinan, sikap atau arah
tindakan tertentu. Propaganda juga berarti penyebaran ide, informasi, tujuan dan kampanye yang
tengah dilakukan dengan tujuan agar orang lain dapat menerimanya.

Sebenarnya agitasi dan propaganda telah dikenal manusia sejak manusia bias berkomunikasi
antar sesamanya. Seperti juga kita yang seringkali berusaha untuk meyakinkan orang lain untuk
menerima dan mengusahakan apa yang kita inginkan, maka propaganda adalah kegiatan yang
bertujuan agar apa yang kita inginkan dapat tersebar dan diterima oleh orang lain. Dalam kerja
organisasi gerakan, kegiatan agitprop dapat dipahami sebagai :
Langkah gerakan untuk mendapatkan simpati, penerimaan ide, dan penyebaran keinginan,
tuntutan yang dapat mempengaruhi massa untuk ikut dalam gerakan, organisasi atau melakukan
perubahan.

Sarana Agitasi dan Propaganda

AGITPROP dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tulisan dengan media apapun yang dapat
menjangkau massa dengan seluas-luasnya. Metode lapangan dari Agitprop dapat di sesuaikan
dengan situasi lingkungan, jenis audience, tempat secara geografis dan geopolitik, waktu, apa
yang disebarkan ; ide, ajakan, tuntutan, kegiatan, disusikan dengan kondisi keamanan gerakan.

Hasil dari survey, dan pembacaan medan akan mempermudahkan kita dalam menyususn
langkah-langkah agitasi dan propaganda yang akan dijalankan.
Tiga syarat penting yang harus dipenuhi sebelum melakukan Agitprop adalah :

1. Watak dan Kredibilitas


2. kemampuan untuk mengendalikan emosi para audience
3. Fakta-fakta pendukung.

Beberapa Tehnik-tehnik Agitprop

1. Rasionalisasi, suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran
pada suatu persoalan dimana dasar atau alas an itu tidak merupakan suatu sebab langsung
dari masalah.
2. Sugesti, usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain tanpa suatu dasar kepercayaan
logis dengan menggunakan kemampuan verbal, kesan atau nada suara.
3. Konformitas, Mekanisme mental untuk menyesuaikan diri dengan sesuatu yang
diinginkan. Dalam Agitprop cara ini digunakan untuk lebih mudah masuk kedalam
komunitas yang akan menjadi target propaganda. Perbedaanya dengan identifikasi
adalah ; dalam konformitas, agitator berusaha memperlihatkan dirinya sebagai orang
yang mampu berbuat dan bertindak sebagai bagian dari audiens. Sementara dalam
Identifikasi, agitator hanya berusaha menyajikan beberapa hal yang menyangkut
hubungan dengan audiens.
4. Identifikasi, tehnik ini menggunakan kemampuan seorang agitator dalam menganalisa
audiensnya untuk lebih mengenal audiensnya dan seluruh situasi, supaya dirinya bias
mengidentifikasikan dirinya dengan audiens. Contoh : dalam usaha memenangkan
pemilu, maka seorang pengkampanye akan dengan mudah mengidentifikasikan dirinya
sebagai anak rakyat yang akan memperjuangkan keinginan rakyat dalam parlemen.
5. Konpensasi, adalah tehnik Agitprop dengan tujuan akhir menunjukkan pengganti bagi
sesuatu yang tidak bisa di terima dan tidak disukai atau keadaan yang tidak dapat
dipertahankan lagi. Tehnis ini lebih mengutamakan usaha meyakinkan target bahwa
mereka mampu melakukan perubahan untuk meemperbaiki keadaan itu.
6. Replace, usaha Agitprop untuk menggantikan sesuatu secara sentiment emosional
mengikat target, hal ini dapat dicontohkan dengan fenomena pengkambinghitaman.
Tujuan utama dari tehnis Agitprop ini adalah menyingkirkan rintangan yang menghalangi
pelaksanaan tujuan secara langsung atau tidak langsung.

Proyeksi, tehnik ini berusaha untuk menggantikan subyek menjadi obyek. Watak seseorang
dilontarkan bukan lagi sebagai wataknya tetapi sebagai watak orang lain. Agitprop ini sangat
penuh dengan lontaran-lontaran tuduhan untuk mengalihkan perhatian maupun untuk
melemparkan maslah pada orang lain. Pada dasarnya ini sama dengan pengantian namun lebih
cenderung pada pendekripsi berlebihan.

Manusia terdiri dari pikiran dan roh, ia bertindak dan melakukan reaksi terhadap sesuatu dengan
pemikiran dan sentiment perasaannya. Dalam pada itu hanya dua focus yang akan terjadi saat ia
menerima sesuatu termasuk Agitprop yaitu ; secara nyata / kongkret dengan dasar rasionalitasnya
-> berpikir atau idealis, dengan lingkupan emosionalnya -> sentiment.

Dalam bagiannya seorang agitator, harus bisa masuk secara emosional dengan targetnya. Ia harus
menjaga kestabilan perasaanya juga dalam saat yang bersamaan untuk bisa secara efektif
mengontrol perasaan dari target.

Penggunaan gaya bahasa dan pilihan kata yang tepat baik dalam tulisan maupun lisan hanya
dapat ditemukan dalam kemampuan yang sudah terlatih. Seorang agitator yang telah
berpengalaman akan dengan mudah menentukan apa yang akan dilakukannya dan dipilihnya
sebagai metode di lapangan. Selain itu, seorang propagandis akan lebih mudah menyusun
karangan persuasive dan argumentatifnya jika dapat secara emosional dan rasional mengetahui
targetnya. Jadi agitasi dan propaganda yang akan dilakukan tidak dapat begitu saja disamakan
atau diseragamkan. Semakin banyak bagian yang bisa dimasuki oleh seorang agitator semakin
terujilah kemampuannya.

Harus dibedakan pula seorang agitator dengan provokator. Karena seorang agitator yang baik
harus memiliki tiga syarat utamanya dalam melakukan agitasi dan propaganda terutama fakta

dan logisnya agitasi yang dilancarkan. Dan tidak semua provokator itu jelek dan bermakna
negative.
http://marhaenismenggugat.blogspot.com/2011/02/agitasi-propaganda.html

Anda mungkin juga menyukai