Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia
memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan,
pertambangan, industri dan pariwisata. Selain kekayaan sumber daya alam yang melimpah, unsur
keindahan alam, keunikan budaya, peninggalan sejarah, keanekaragaman flora dan fauna serta
keramahan penduduk lokal menjadi nilai tambah bagi pengembangan sektor periwisata di
Indonesia.
Sektor pariwisata pada saat ini merupakan penerimaan negara yang paling diandalkan
setelah penerimaan negara sektor minyak bumi dan gas alam merosot. Sehubungan dengan hal
ini upaya peningkatan pembangunan sektor pariwisata sangat diperlukan.
Sejak berlangsung konferensi dunia di bidang lingkungan hidup (Globe90) di Vancouver
Kanada, para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam bidang pariwisata mulai menaruh
perhatian terhadap arti penting pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable touris
develepment). Data pertumbuhan pariwisata dunia semenjak 1960an sebagaimana dipublikasikan
oleh World Tourism Organization (WTO) setiap tahunnya menarik perhatian banyak negara atau
daerah untuk mengembangkan pariwisata sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
kinerja pembangunan di negara atau daerah masing-masing.
Pariwisata dinilai oleh banyak pihak memiliki arti penting sebagai salah satu alternatif
pembangunan, terutama bagi negara atau daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya alam.
Untuk memaksimumkan dampak positif dari pembagunan pariwisata dan sekaligus menekan
serendah mungkin dampak negatif yang ditimbulkan, diperlukan perencanaan yang bersifat
menyeluruh dan terpadu.
Perubahan yang terjadi tidak lepas dari dinamika yang terjadi, baik dilihat dari sisi
permintaan (demand side) maupun dari sisi pasokan (supply side) produk-produk wisata dari
berbagai negara atau daerah tujuan wisata. Dari sisi permintaan yang diduga mempengaruhi
permintaan akan pariwisata ini adalah pendapatan perkapita negara turis.
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah :
Bagaimana sumber daya alam bidang pariwisata dalam memberikan konstribusi pendapatan
penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengelolaan sumber daya alam bidang pariwisata
2. Untuk menjelaskan perkembangan para turis yang berkunjung di Indonesia
3. Menjelaskan penerimaan negara dalam bidang pariwisata
1.4 MANFAAT PENULISAN
Yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya pengelolaan sumber daya alam bidang
pariwisata dalam menunjang petambahan pendapatan baik secara lokal maupun penerimaan
negara.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
PEMBAHASAN
Pembangunan Nasional Indonesia mencakup pada seluruh bidang kehidupan baik aspek
alamiah maupun sosial dengan bertumpu pada pembangunan ekonomi, pemerataan
pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis. Di dalam GBHN dilaksanakan pembangunan
Nasional bidang pariwisata termasuk dalam sektor pembangunan ekonomi yang sasarannya :
1. Mendayagunaan sumber daya alam dan potensi kepariwisataan nasional yang dapat
diandalkan serta memperbesar penerimaan devisa.
2. Memperkenalkan kekayaan. peninggalan seiarah, kekayaan alam seluruh pelosok tanah
air.
3. Penyediaan sarana dan prasarana yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
Untuk perekembangan pariwisata sejak Pelita I sampai Pelita IV tergantung kepada
politik pemerintah, perasaan ingin tahu, adat ramah tamah, jarak dan waktu. atraksi objek wisata,
akomodasi pengangkutan, harga-harga, publisitas dan promosi, dan kesempatan berbelanja.
Sedangkan sumber daya alam memegang peranan penting bagi pengembangan pariwisata.
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang diketemukan oleh manusia di dalam
lingkungannya yang dapat dipergunakan dengan sesuatu cara untuk keuntungan. Sumber daya
yang disediakan oleh alam termasuk air yang dapat menghasilkan sumber energi melalui tenaga
hidro elektris dapat menjadi sarana pengangkutan dan dapat menyediakan tempat untuk kegiatan
pariwisata.
Pariwisata sebagai upaya pelaksanaan pembangunan terutama penunjang pertumbuhan
ekonomi yang didukung oleh sumber daya alam yang memadai dan harus dikelola dengan
manajemen yang baik. Dalam hal ini perlu diamati tentang pemanfaatan sumber daya alam bagi
pengembangan pariwisata yaitu unsur-unsur sumber daya alam apa saja yang terkait dalam
rangka pengembangan pariwisata. Bidang pariwisata mempunyai peranan penting dalam
perekonomian Nasional dan regional, baik sebagai sumber devisa negara maupun sumber
lapangan kerja bagi masyarakat kota dan desa memperkenalkan alam dan nilai budaya bangsa.
Pariwisata dalam negeri terus dikembangkan dan diarahkan untuk memupuk rasa cinta
tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam
rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan Nasional disamping untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi.
Untuk ini perlu dikembangkan objek-objek pariwisata serta promosi bagi daerah yang
sudah menjadi daerah pariwisata dan daerah yang berpotensi untuk pariwisata tapi belum optimal
dikembangkan. Hal ini sesuai dengan yang dicanangkan pemerintah bahwa tahun 1991 adalah
tahun kunjungan wisata Indonesia, maka dirasakan perlu untuk mengembangkan daerah-daerah
pariwisata sehingga bisa diharapkan kunjungan wisatawan ke Indonesia
meningkat dari
sebelumnya.
3.1 PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA DI ERA OTONOMI DAERAH
Jumlah perjalanan wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004
mengalami pertumbuhan sebesar 19,1% dibanding tahun 2003. Sedangkan penerimaan devisa
mencapai US$ 4,798 miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037
miliar. Berdasarkan catatan sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke Indonesia
pada tahun 2005 berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar 5,90%. Penerimaan
devisa diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,66%
dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan wisata di dalam negeri (pariwisata
nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang berarti. Di tahun 2005 diperkirakan terjadi 206,8
juta perjalanan (trips) dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pengeluaran
sebesar Rp 86,6 Triliun.
perjalanan
pariwisata
internasional
serta
dampaknya
terhadap
perkembangan
kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi kemampuan besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain potensi
alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.
c. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development)
Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan
keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong
kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan kepariwisataan yang baik, kondisi
lingkungan alam dan masyarakat di suatu destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti
sebagai akibat dari pengembangan keparwiwisataan di daerahnya.
d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation)
Pembangunan kepariwisataan seharusnya mampu kontribusi nyata dalam upaya-upaya
pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama
mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama
pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk
menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan di
berbagai daerah.
e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
Pariwisata pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada
beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah
dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang lebih
panjang dan skema paid holidays.
f. Peningkatan Ekonomi dan Industri
Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan
produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan
kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa. Syarat utama dari hal
tersebut di atas adalah kemampuan usaha pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan
berkelas dunia dengan menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.
g. Pengembangan Teknologi
Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke
suatu destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong
destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada
daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan teknologi maju dan tepat guna yang akan
mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya. Dengan demikian pembangunan
kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah
yang lebih luas dan bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan
dari pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat.
3.3 KONDISI KEPARIWISATAAN NASIONAL DI ERA OTONOMI DAERAH
Pada masa lalu pembangunan ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia
bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di
kawasan barat Indonesia, dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Hal
ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi
kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan. Sementara dilihat dari kecenderungan
perubahan pasar global, yang lebih mengutamakan sumber daya alami sebagai destinasi wisata,
maka potensi sumber daya alam di kawasan timur Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan
barat. Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di kawasan
timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Namun
demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia dapat dikembangkan menjadi kawasan
unggulan, karena adanya beberapa masalah mendasar, seperti kelemahan infrastruktur, sumber
daya manusia, dan sebagainya.
Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan pembangunan di sektor
pariwisata adalah:
a. Pembangunan pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia,
sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata
masih rendah.
b. Indonesia hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali.
c. Lemahnya perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia
dan
kurang
sebagainya. Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki sarana
penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung. Selain pembangunan
fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata di daerah, juga akibat dari lemahnya
kebijakan pemerintah daerah di bidang pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya
keamanan di daerah-daerah timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata
di kawasan Timur.
Ketidakseimbangan pembangunan yang berdampak pada tidak meratanya pembangunan
sektor pariwisata di Indonesia, harus dibenahi melalui penciptaan program-program pemerintah
yang mendorong dan memfasilitasi terciptanya produk dan usaha pariwisata
lebih besar
dikawasan Indonesia timur. Selain itu, belajar dari pengalaman yang diambil dari pembangunan
pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang,maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah
harus mampu mendorong dan mendukung program jangka panjang berupa pengembangan pintu
gerbang utama lainnya bagi pariwisata Indonesia.Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi
ekonomi, sosial dan politik serta keamanan pengunjung.
Isu strategis pertama dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah
timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan mengarah pada
peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor seperti:
Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara
parsial. Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan
dan
bahkan
menggabungkan
dengan
pengembangan
daerah
tetangganya
maupun
Isu kedua terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih
bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini
memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan
pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di
berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Selain itu
kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu
daya tarik bagi kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan tidak
dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing. Salah satu
kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan
negaranegara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata
Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang memberikan perhatian yang cukup
untuk mengembangkan produkproduk baru yang lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
Isu ketiga berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi
wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang
menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode, prioritas,
maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini membutuhkan peran aktif dari
semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan sinergis.
Isu keempat dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di
Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun
sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di
kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang
tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan,
interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau karena belum dibangunnya citra
(image) yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian
lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan
pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional. Selain kualitas kemasan dan
pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus memberikan pengalaman lebih kepada
wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan
teknologi terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi
informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan
menembus pasar internasional.
Di luar seluruh permasalahan, tantangan dan hambatan yang dimiliki Indonesia dalam
pengembangan kepariwisataan, potensi yang dimiliki sebagai penunjang pembangunan
kepariwisataan sangat tinggi. Kekayaan alam dengan keanekaragaman jenis atraksi wisata alam
kelas dunia masih kita miliki. Atraksi wisata alam berbasis kekayaan alam tersebut meliputi daya
tarik ekowisata, bahari, pulau-pulau kecil serta danau dan gunung tersebar di seluruh wilayah
dan siap untuk dikembangkan. Kekayaan budaya yang tinggi dan beranekaragam juga menjadi
potensi yang sangat tinggi untuk dilestarikan melalui pembangunan kepariwisataan. Pada
dasarnya minat utama wisatawan datang ke suatu destinasi pariwisata lebih disebabkan karena
daya tarik wisata budaya dengan kekayaan seperti adat istiadat, peninggalan sejarah dan
purbakala, kesenian, monumen, upacaraupacara dan peristiwa budaya lainnya. Kemajemukan
bangsa Indonesia dengan agama yang beragam menjadi potensi yang sangat besar dalam
peningkatan kepariwisataan. Hampir tidak ada negara atau daerah di dunia yang memiliki
penduduk yang heterogen dalam kepercayaan mereka. Sementara Indonesia sangat berbeda dan
dari satu daerah ke daerah lainnya pengembangan pariwisata relijius merupakan potensi yang
sangat besar untuk dikembangkan di masa datang.
Disamping kondisi tersebut di atas, masih ditemui dilema (paradox) dalam
pengembangan industri pariwisata di Indonesia. Sifat paling mendasar dari investasi pada
industri pariwisata adalah "High Investment, Not Quick Yield" artinya investasi di bidang
pariwisata membutuhkan investasi yang besar dengan tingkat pengembalian yang lama (jangka
panjang). Kondisi ini sungguh tidak menarik bagi kebanyakan stakeholders kepariwisataan yang
masih memiliki budaya "Instant and Shortcut" dimana mereka lebih menyukai melakukan
investasi yang dapat segera memberikan keuntungan. Sehingga para investor tidak tertarik
menanamkan modalnya dalam mengembangkan usaha pariwisata.
Dalam konteks ini diperlukan integrasi usaha pariwisata (tourism business integration)
yang merupakan sinergi pelaku kepariwisataan secara horisontal maupun vertikal dan
memberikan keuntungan atau manfaat bagi masingmasing pihak. Oleh karenanya diperlukan
bentuk-bentuk insentif yang mampu merangsang timbulnya investasi di bidang kepariwisataan
dengan menggunakan manajemen partisipatoris dengan melibatkan seluruh stakeholders baik
masyarakat, dunia usaha, lembaga keuangan, pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten maupun
Kota), serta pemerintah pusat. Sesuai dengan Rencana Strategis Pembangunan
Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional tahun 2005 2009, maka kebijakan dalam
pembangunan kepariwisataan nasional diarahkan untuk :
a. Peningkatkan daya saing destinasi, produk dan usaha pariwisata nasional;
b. Peningkatan pangsa pasar pariwisata melalui pemasaran terpadu di dalam maupun di luar
c.
d.
e.
f.
g.
negeri;
Peningkatan kualitas, pelayanan dan informasi wisata;
Pengembangan incentive system usaha dan investasi di bidang pariwisata;
Pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata;
Pengembangan SDM (standarisasi, akreditasi dan sertifikasi kompetensi)
Sinergi multi-stakeholders dalam desain program kepariwisataan
Untuk menanggulangi berbagai permasalahan dan potensi yang telah disebutkan di atas
dengan tetap mengacu pada arah kebijakan pembangunan kepariwisataan yang telah disebutkan,
perlu dilakukan serangkaian tindakan yang berbasis pada strategi :
Kebijakan fiscal (Fiscal Policy) dengan jalan memberikan berbagai kebijakan fiskal bagi
pengembangan kepariwisataan di berbagai daerah khususnya di kawasan timur Indonesia,
seperti tax holiday, pendukungan permodalan, bunga pinjaman yang kompetitif dan
sebagainya.
Kebijakan Investasi (Investment Policy) melalui penerapan peraturan perundangan baik
di tingkat pemerintah pusat maupun daerah yang kondusif terhadap pembangunan usaha
maupun nusantara.
Koordinasi Lintas Sektor mengembangkan kemitraan antara seluruh stakeholders
pembangunan kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi
Pelayanan yang konsisten semenjak wisatawan tiba di pintu masuk (entry point), pada saat
berada di destinasi pariwisata sampai dengan kepulangannya. Seluruh pihak yang terkait seperti
adminsitratur bandara dan pelabuhan, petugas imigrasi, bea cukai dan karantina, supir taksi dan
lainnya seyogyanya mampu memberikan pelayanan prima dan baku sehingga meninggalkan
kesan yang dalam bagi wisatawan.
e. Infrastructures
Kondisi prasarana dan sarana pendukung kepariwisataan yang terpelihara dan beroperasi
dengan baik juga merupakan faktor penting pembangun keunggulan kompetitif suatu destinasi
pariwisata.
f. Technology
Penggunaan teknologi yang tepat dan mudah digunakan akan mampu memberikan dukungan
bagi pelayanan kepada wisatawan yang datang selain mampu juga mendukung proses
pengambilan keputusan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemasaran destinasi pariwisata.
g. Human Resources
Kompetensi sumberdaya manusia pelayanan dan pembinaan kepariwisataan menjadi kunci
penting pelaksanaan berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut di atas. Berbagai
faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut menggambarkan kompleksitas pengembangan
kepariwisataan yang bersifat multisektor dan multidisipliner bagi di tingkat pusat, provinsi
maupun lokal. Namun demikian untuk melaksanakannya secara berhasil diperlukan 3 elemen
penting yaitu a) Visi; b) Kepemimpinan (Leadership); dan c) Komitmen. Ketiga elemen ini harus
pula ditunjukkan secara nyata dalam proses pengembangan, pengelolaan dan pemasaran
kepariwisataan. Khususnya ditingkat pusat secara kongkrit, implementasi dari ketiga elemen
tersebut di atas telah dibuktikan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005
tentang Kebijakan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
3.4 PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH DI ERA OTONOMI
Pada dasarnya terdapat banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan
budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki
kemampuan untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia. Kekayaan alam berbasis
bahari merupakan potensi yang tinggi untuk dikembangkan tanpa menghilangkan potensi yang
ada di daratan seperti danau, air panas dan sungai.
Potensi kekayaan budaya juga patut diperhitungkan dalam mengembangkan suatu daerah
sebagai destinasi utama. Keanekaragaman budaya dan kesenian telah dikenal masyarakat dunia,
termasuk keterbukaan dan keramahan masyarakat, serta kekayaan kuliner dipercaya memberi
andil besar bagi tumbuhnya minat masyarakat Indonesia untuk datang berkunjung ke suatu
daerah. Selain dari potensi alam dan budaya, keberadaan infrastruktur aksesibilitas udara dan laut
yang memadai mampu menjadi pendukung pengembangan daerah sebagai destinasi wisata
Indonesia. Sarana dan prasarana kepariwisataan juga perlu mengalami peningkatan kapasitas dan
kualitas pelayanan yang memadai.
Namun demikian pengembangan kepariwisataan daerah selayaknya dikembangkan
dengan tetap mengacu kepada paradigma baru pembangunan kepariwisataan yang telah
dikemukakan sebelumnya. Pengalaman pembangunan di daerah lainnya seperti Bali dan DI
Yogyakarta perlu menjadi pertimbangan. Perencanaan yang matang melalui penyiapan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota sudah harus
dimulai untuk menemukenali wilayah yang akan dijadikan sebagai lokasi pengembangan
kepariwisataan yang tetap ditujukan untuk meningkatkan peran serta dan kesejahteraan
masyarakat seluas-luasnya.
Penyiapan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi tinggi di bidang pelayanan
jasa kepariwisataan juga menjadi hal yang perlu dilakukan. Kemampuan masyarakat dalam
berinteraksi dan bersosialisasi perlu dilengkapi pula dengan kemampuan teknis, operasional dan
manajerial dalam penyediaan barang dan jasa kepariwisataan. Stigma bahwa pekerja di bidang
pariwisata merupakan pelayan harus mulai diubah menjadi pekerja profesional yang berkelas
dunia. Kemampuan masyarakat dalam mengembangkan kompetensi mereka di bidang
kepariwisataan dipercaya akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan serta pengalaman
berwisata bagi wisatawan.
Berdasarkan berbagai kondisi tersebut, pengembangan pariwisata di bebagai daerah,
khususnya di wilayah timur Indonesia, harus difokuskan pada pengembangan pariwisata berbasis
bahari dengan dukungan budaya yang kaya. Fokus pembangunan kepariwisataan ini akan
mampu memposisikan kawasan Indonesia Timur sebagai destinasi utama pariwisata Indonesia
yang berbeda dengan daerah lainnya seperti Bali dengan budaya dan alamnya (pantai) maupun
DI Yogyakarta dengan budayanya. Fokus pembangunan kepariwisataan ini perlu dibicarakan dan
menjadi komitmen seluruh stakeholders dalam pembangunan kepariwisataan di daerah.
Pembangunan kepariwisataan Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, tantangan
dan hambatan baik yang berskala global maupun nasional. Selain itu diperlukan pula perubahan
paradigma dalam memandang pariwisata dalam konteks pembangunan nasional. Pariwisata tidak
lagi semata dipandang sebagai alat peningkatan pendapatan nasional, namun memiliki spektrum
yang lebih luas dan mendasar. Oleh karenanya pembangunan kepariwisataan Indonesia
memerlukan fokus yang lebih tajam serta mampu memposisikan destinasi pariwisatanya sesuai
potensi alam, budaya dan masyarakat yang terdapat di masing-masing daerah. Dalam konteks
ini, setiap daerah harus dapat memposisikan dirinya dalam kerangka pembangunan
kepariwisataan nasional dengan diimbangi dengan perencanaan yang matang dan upaya-upaya
peningkatankompetensi SDM yang berkualitas dunia. Pada lampiran disajikan pula berbagai
indikator ekonomi perkembangan kepariwisataan Indonesia yang dapat dipergunakan dalam
mengembangkan kepariwisataan di berbagai daerah khususnya dalam konteks pengembangan
wisata bahari.
3.4 PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi
ruang yang dapat menjamin sustainable developmant guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan kepariwisataan nasional yang
bertujuan untuk meningkatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna,
berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, mewujudkan
perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap
lingkungan dan keamanan, oleh karena itu dibutuhkan strategi- strategi khusus dari pemerintah
kita untuk mengembangkan kepariwisataan nasional. Karena dengan itu cara pengembangan
dapat lebih mudah dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat luas.
Banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diambil dalam pengembangan pariwisata
nasional kita, selain itu juga ada banyak hal yang lainnya yang dapat menunjang perkembangan
kepariwisataan nasional kita di zaman era globalisasi ini.
merupakan juga salah satu yang perlu mendapat perhatian. Dimana dukungan sarana dan
prasarana merupakan faktor penting untuk keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan pariwisata,
seperti penyediaan akses, akomodasi, angkutan wisata dan sarana prasarana pendukung lainnya.
Masih banyak kawasan wisata yang sangat berpotensi, tetapi masih belum didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hanya untuk
kepentingan likal saja, belum dapat melayani kebutuhan penyelenggaraan pariwisata diluar
lokasi. Seperti misalnya penyediaan angkutan wisata hanya tersedia di area kawasan saja, tetapi
sarana angkutan untuk mencapai kawasan tersebut dari akses luar belum tersedia.
Selain didukung oleh penataan ruang dan sarana-sarana yang menunjang dalam kegiatan
pengembangan pariwisata juga didukung ileh beberapa sumber-sumber, yakni sumber daya
manusia, sumber keuangan dan sumber materi atau fisik. Ketiga sumber itu sangat berkaitan satu
sama yang lainnya. Oleh karena itu ketiganya harus benar-benar bisa terpenuhi, karena
pengembangannya sangat berpengaruh besar bagi kepariwisataan nasional kita.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 18.110 pulau yang
dimiliki dengan garis pantai 108.000 km negara Indonesia memiliki potensi alam, keaneka
ragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya
yang semuanya itu merupakan sumber daya modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan
dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui
penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia.
Meskipun demikian, sektor pariwisata sangat rentan terhadap faktor-faktor lingkungan
alam, keamanan, dan aspek global lainnya. Contoh kerusakan alam adalah rusaknya terumbu
karang hampir di sepanjang pantai Indonesia, padahal terumbu karang dan segala kehidupan
yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki dan tidak ternilai
harganya. Manfaat terumbu karang yang adalah habitat bagi sumberdaya ikan, batu
karang,pariwisata dan juga melindungi pantai wisata. Diperkirakan luas terumu karang yang
terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2 yang tersebar luas dari barat sampai
timur Indonesia ( Walters, 1994 dan Suharsono 1998 ). Indonesia merupakan tempat bagi sekitar
1/8 dari terumbu karang dunia ( Cesar, 1997 ). Apabila terumbu karang ini mengalami kerusakan
tentunya akan berdampak pada kegiatan kepariwisataan, misalnya Taman Laut Bunaken, Taman
Laut Gili Anyer, Banda, Komodo, dan sebagainya yang mengandalkan keindahan terumbu
karang.
Sebagai contoh lainnya perkembangan perkenbangan ekonomi, sosial, budaya, dan politik
global mepengaruhi penyelenggaraan kegiatan pariwisata. Contoh konkrit yang terjadi adalah
adanya issue terorisme telah mengakibatkan menurunnya minat para wisatawan untuk
berkunjung, sepeerti yang telah terjadi di Bali dimana tercatat jumlah wisman yang datang ke
Indonesia menurun sekitar 16,16% dari target yang direncanakan. Bahkan peristiwa wabah
SARS telah mengakibatkan penurunan jumlah wisman yang cukup drastis.
Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pariwisata
telah mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata. Pola pengelolaan kawasan wisata
yang
tidak
menyaluruh
(comprehensive)
telah
menimbulkan
dampak
negatif
yang
pengembangan
kegiatan
pariwisata.
Kebijakan-kebijakan
tersebut
harus
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia
memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan,
pertambangan, industri dan pariwisata. Selain kekayaan sumber daya alam yang melimpah, unsur
keindahan alam, keunikan budaya, peninggalan sejarah, keanekaragaman flora dan fauna serta
keramahan penduduk lokal menjadi nilai tambah bagi pengembangan sektor periwisata di
Indonesia.
Sektor pariwisata pada saat ini merupakan penerimaan negara yang paling diandalkan setelah
penerimaan negara sektor minyak bumi dan gas alam merosot. Sehubungan dengan hal ini upaya
peningkatan pembangunan sektor pariwisata sangat diperlukan. Maka diperlukan berbagai
pernanan koordinasi Lintas Sektor dalam mengembangkan kemitraan antara seluruh
stakeholders pembangunan kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan
konsolidasi
yang
melibatkan
lembaga
swadaya
masyarakat,
asosiasi/usaha
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan beberapa hal kepada
stakeholders :
1.
2.
nasional.
Dalam mengembangkan pariwisata maka dinas kepariwisataan lebih duluan menaruh
perhatian dan melakukan pekerjaan secara nyata dalam membangun daerah
3.
kunjungan wisatawan.
Dalam hal penerapan kebijakan bidang pariwisata maka dalam hal ini agar tidak
4.