Rspirasi Tumbuhan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

RESPIRASI PADA TUMBUHAN

Afifah Ridha Izzati (1410422042)


Kelompok 3 A (Kelas B)

ABSTRAK
Praktikum Respirasi pada Tumbuhan ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 Oktober
2015, di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi aerobic
kecambah dan mengetahui kecepatan respirasi biji Phaseolus radiatus yang sedang
berkecambah dengan metoda titrasi. Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa suhu dan umur mempengaruhi laju respirasi suatu tumbuhan.
Semakin tinggi suhu dan umur tumbuhan, maka semakin besar laju resoirasi yang
dihasilkan
Kata kunci: Metoda titrasi, Respirasi, Rsp (laku respirasi), dan Suhu.
PENDAHULUAN
Respirasi merupakan proses oksidasi
bahan organik yang terjadi di dalam sel,
berlangsung secara aerobik maupun
anaerobik. Dalam respirasi aerob
diperlukan oksigen dan dihasilkan
karbon
dioksida
serta
energi.
Sedangkan dalam respirasi anaerob
dimana oksigen tidak/kurang tersedia
dan
dihasilkan
senyawa
selain
karbondioksida, alkohol, asetaldehida
atau asam asetat dan sedikit energy
(Keeton, 1967).
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 +
6H2O +675 kal
Energi yang terlepas itu sangat
banyak, hal ini dapat dibuktikan dengan
memanasi (bukan membakar) gula
sampai pada titik mulai terbakarnya.

Panas yang ditimbulkan adalah bentuk


lain dari energi. Di dalam mahluk hidup
terjadi pula pembakaran gula dan
macam-macam zat organik lainnya,
namun pembakaran atau oksidasi itu
tidak membutuhkan api melainkan
berlangsung
dengan
pertolongan
enzim-enzim dan prosesnya terjadi di
dalam
temperature
yang
biasa
(Dwidjoseputro, 1978).
Tahapan ini merupakan proses
metabolisme dimana molekul kompleks
yang kaya energi dirombak menjadi
molekul sederhana yang miskin energi
disebut dengan katabolisme. Pada
proses ini bahan makanan padat
biasanya dirombak menjadi molekul
yang lebih kecil dan mudah larut
sebelum dapat dimanfaatkan oleh selsel. Pada proses ini (yang merupakan

hidrolisis
ensimatik),
polisakarida
seperti amilum atau pati dirombak
menjadi gula, protein menjadi asam
amino, lemak menjadi asam lemak dan
gliselor dan asam nukleat menjadi
nukleotida. pada tiap proses, molekul
air disisipkan di antara subunit-subunit
sehingga terpisah, oleh karena itu
disebut hidrolisis. Kebanyakan energi
bebas yang tersimpan di dalam pati,
protein, dan lemak masih tersimpan di
dalam hasil akhir hidrolisisnya, yaitu
glukose, asam amino, asam lemak dan
gliserol, dan untuk selanjutnya energi
tersebut
akan
dibebaskan
atau
dilepaskan melalui proses respirasi,
yang terjadi melalui tiga tahap repirasi,
yaitu: glikolisis (respirasi anaerob),
siklus Krebs, electron atau fosforilasi
oksidatif (Lambers, 2007)
Perbandingan antara jumlah
CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2
yang digunakan biasa dikenal dengan
Respiratory Ratio atau Respiratory
Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ
tergantung pada bahan/substrat untuk
respirasi dan sempurna tidaknya proses
respirasi dan kondisi lainnya (Kimball,
1992).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi laju repirasi aerob
meliputi ketersediaan jumlah dan jenis
substrat, ketersediaan O2 sebagai
sumber energi yang akan digunakan
oleh
mitokondria
dalam
lintasan
elektron untuk membetuk ATP. Reaksi
respirasi berjalan secara enzimatis
selalu memiliki kisaran suhu aktif
tertentu. Semakin tinggi suhu akan
meningkatkan laju respirasi. Pada batas
tertentu
kenaikan
suhu
akan
menurunkan
laju
respirasi.
Biji
melakukan respirasi aktif pada saat

kecambah.
Dengan
menggunakan
cadangan makanan yang terdapat
dalam keping biji, kecambah akan
tumbuh besar dan sel-selnya aktif
membelah
dan
memanjang.
Pengukuran CO2 persatuan waktu per
berat basah kecambah yang dihasilkan
selama proses respirasi, dapat diukur
secara asidimetri pada larutan NaOH
yang diletakkan dalam ruang tertutup
bersama biji yang sedang aktif
berkecambah. Sistem respirasi, jumlah
oksigen yang diambil melalui udara
pernapasan tergantung pada kebutuhan
dan hal tersebut biasanya dipengaruhi
oleh jenis bahan makanan yang
dimakan (Ellis, 1986).
Respirasi anaerob sebenarnya
dapat juga berlangsung didalam udara
yang bebas, akan tetapi proses ini tidak
menggunakan O2 yang tesedia di udara
tersebut. Pernapasan anaerob sering
juga disebut dengan fermentasi.
Fermentasi adalah proses produksi
energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara
umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan
tanpa
akseptor
elektron
eksternal. Meskipun tidak semua
fermentasi
ini
anaerob.
Contoh
mikroorganisme yang mendapatkan
energi dengan respirasi anaerob antara
lain fermentasi pada ragi. Respirometer
adalah alat yang digunakan untuk
mengukur
rata-rata
pernapasan
organisme dengan mengukur rata-rata
pertukaran
oksigen
dan
karbon
dioksida.
Hal
ini
memungkinkan

penyelidikan bagaimana faktor-faktor


seperti umur atau pengaruh cahaya
mempengaruhi rata-rata pernapasan
(Lovelles, 1997).
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui pengaruh
suhu terhadap kecepatan respirasi
aerobic kecambah dan mengetahui
kecepatan respirasi biji Phaseolus
radiatus yang sedang berkecambah
dengan metoda titrasi.
METODA PRAKTIKUM
1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Senin, 26 September 2015 pukul 08.00
WIB sampai selesai di Laboratorium
Teaching IV Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas Padang.

2. Alat dan Bahan


2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah 11 botol kaca,
pinset, aluminium foil, kain kasa,
benang,
gunting,
karet
gelang,
Erlenmeyer, buret, kertas label, dan
pipet tetes.
2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah
biji Phaseolus radiatus dan Glycine max
yang dikecambahkan dengan umur 1-4
hari dan berbeda disetiap kelompok.

3. Cara kerja
3.1
Pengaruh
Suhu
terhadap
Kecepatan Respirasi Aerobik

Kecambah ditimbang masing-masing 1


gr kemudian dimasukan ke dalam botol
lalu ditutup dengan aluminium foil.
Dibuat satu botol tanpa kecambah
sebagai control dan letakkan pada suhu
kamar. Dilabeli masing-masing botol,
dan ditempatkan pada refrigerator
dengan suhu 5C, di ruangan dengan
suhu 27C, dan di dalam incubator
dengan suhu 40 45C. Setelah satu
jam diukur kadar CO2 yang dihasilkan
selama respirasi dengan menggunakan
alat CO2 meter dan dihitung laju
respirasi dengan rumus:
Rsp =

x x

Keterangan:
Rsp
=
Laju
respirasi
V = Volume
S
= Skala konsentrasi
sampel
C
= Skala konsentrasi
control
44 = BM CO2
22,4 = Ketetapan
t = Waktu
w = Berat sampel
3.2 Penentuan Kecepatan Respirasi Biji
yang sedang berkecambah
Dimasukkan 50 ml larutan NAOH 0,2 N
masing-masing dalam 5 buah botol dan
ditutup rapat dengan menggunakan
aluminium foil. Biji kacang ditimbang
lalu dibungkus dengan kain kasa,
dimasukkan ke dalam masing-masing
botol yang telah diisi dengan larutan
tadi dengan posisi tergantung diatas
larutan. Salah satu botol yang berisi
larutan NAOH 0,2 N digunakan sebagai
control. Masing-masing botol diberi
label dan diletakkan pada temperature

terkontrol: 5C (pendinginan), 27C


(dalam ruangan), 40-45C (incubator),

dan cahaya matahari langsung. Setelah


3 jam biji dikeluarkan dari botol.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi aerobik
Tabel 1. Laju respirasi pada kecambah Glycine max dengan perlakuan suhu yang
berbeda
Suhu
C
C
C

S
21
28
52

Respirasi
1824
2370
6720

laju respirasi
8000
6000
4000

respirasi

2000
0
5

27

45

Gambar 1. Grafik laju respirasi pada kecambah Glycine max dengan perlakuan suhu
yang berbeda

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat


bahwa suhu sangat berpengaruh
terhadap respirasi aerobik, dimana
pada suhu 50C dengan konsentrasi 21
menghasilkan laju respirasi sebesar
1824 mg CO2/G/H, suhu 270C dengan
konsentrasi 28 memiliki laju respirasi
sebesar 2370 mg CO2/G/H, sedangkan
laju respirasi terbesar terdapat pada
suhu 450 C dengan konsentrasi 52 yaitu
sebesar 6720 mg CO2/G/H. dari

pernyataan diatas dapat disimpulkan


bahwa semakin tinggi suhu dan
konsentrasi maka semakin besar juga
laju respirasi. gambar 1 merupakan
grafik pengaruh suhu terhadap respirasi
tumbuhan. Pada grafik dapat terlihat
jelas bahwa semakin tinggi suhu, maka
semakin besar laju respirasi yang
dihasilkan.
Menurut Salisbury & Ross
(1995), suhu sangat berpengarh

terhadap respirasi. Pada umumnya, laju


respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun
hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Bila suhu meningkat lebih jauh
sampai 30 atau 35C, laju respirasi
tetap meningkat, tapi lebih lambat. Di
dalam rentang suhu 0C - 45C,
peningkatan suhu akan diikuti oleh
peningkatan laju respirasi.
Pada suhu yang lebih rendah kerja
enzim
tidak
optimal.
Akibatnya
reaksi pengubahan glukosa menjadi
CO2 lebih lambat sehingga volume CO2
yang dilepaskan dari proses respirasi
lebih sedikit. Selain itu, pada suhu yang
lebih rendah, volume CO2 akan lebih
sedikit diikat oleh KOH sehingga CO2

yang dilepaskan dari proses respirasi


lebih kecil (Suyitno, 2007). Menurut
Dwidjoseputro (1985) pada suhu
inkubator, keadaan suhu cenderung
dibuat konstan (stabil), dimana pada
suhu yang konstan (stabil) kerja enzim
akan lebih optimal tanpa mengalami
kerusakan. Seperti yang kita ketahui
bahwa proses respirasi melibatkan
kerja berbagai enzim. Karena enzim
tidak mengalami kerusakan maka
enzim akan mempercepat pengubahan
glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh
karena itu, CO2 yang dilepaskan dari
respirasi kecambah lebih besar. Selain
itu, pada suhu yang lebih tinggi volume
CO2 akan lebih banyak diikat oleh KOH
sehingga kadar CO2 yang dilepaskan
makin besar.

2. Penentuan kecepatan respirasi biji yang sedang berkecambah


Tabel 2. Kecepatan respirasi kecambah Phaseolus radiatus pada suhu berbeda
dengan metode titrasi
suhu

Volume
awal
50 ml
50 ml
50 ml

1 hari
15
14,5
14,4

Volume titrasi (ml)


2 hari
3 hari 4 hari
15,6
16
15,6
16,8
15,5
15,5
15,2
16
15,2

5 hari
16,2
18,4
17,6

19
18
17
5
16

27
45

15
14
13
1 hari

2 hari

3 hari

4 hari

5 hari

Gambar 2. Grafik kecepatan respirasi kecambah Phaseolus radiatus pada suhu


berbeda dengan metode titrasi

Dari tabel diatas dapat dilihat


bahwa umur kecambah juga kecepatan
respirasi suatu tumbuhan.
Pada
kecambah umur 1 hari dengan suhu 50
C memiliki kecepatan respirasi sebesar
15, sedangkan pada kecambah umur 5
sebesar 16,2. Pada suhu 450 C,
kecambah umur 1 hari memiliki
kecepatan respirasi 14,4. Sedangkan
kecambah umur 5 hari memiliki
kecepatan respirasi 17,6 dengan suhu
yang sama. Dapat disimpulkan bahwa
semakin tua umur suatu tumbuhan,
maka semakin besar laju respirasi yang
dihasilkan. Suhu dan umur tumbuhan
berpengaruh terhadap laju seperti yang
terliht pada grafik 2. Semakin tua
kecambah, maka semakin besar
kecepatan respirasinya. Hal ini berbeda
dengan pernyataan Simbolon (1989),
bahwa respirasi pada tumbuhan terjadi

tergantung
umur
dari
tumbuhan
tersebut.
Masing-masing
spesies
tumbuhan
memiliki
perbedaan
metabolisme,
dengan
demikian
kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi
akan berbeda pada masing-masing
spesies. Tumbuhan muda menunjukkan
laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua. Tumbuhan muda
lebih
aktif
melakukan
proses
pertumbuhan dan proses hidup lainnya.
Demikian pula pada organ tumbuhan
yang
sedang
dalam
masa
pertumbuhan. Semua proses akan
berkurang seiring bertambahnya umur
tumbuhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan,


maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin tinggi suhu maka semakin
besar laju respirasi. Laju respirasi
terbesar terdapat pada suhu 450 C
sebesar 6720 mg CO2/G/H dan laju
respirasi terecil terdapat pada suhu
50 C sebesar 1824 mg CO2/G/H.
2. Umur
kecambah
sangat
mempengaruhi
laju
respirasi.
Semakin tua suatu kecambah,
maka semakin besar laju respirasi
yang dihasilkan.
Saran
Diharapkan kepada semua praktikan
untuk lebih cekatan dalam melaksankan
praktikum agar waktu yang sedikit
tersebut dapat digunakan seefisien
mungkin dan pratikkan harus berhatihati dengan larutan atau zat-zat yang
berbahaya.

Lambers, H dan M. R. carbo. 2007.


Plant respiration: from cell to
ecosystem
(advances
in
photosynthesis and respiration.
Journal of Plant Physiology
164(6):

Kimball, J. W. 1992. Biologi Umum.


Erlangga. Jakarta.
Ellis, N. 1986. Anatomi Tumbuhan.
Rajawali Press. Jakarta.
Keeton, W.T. 1967. Biological Science.
Norton and company. INC.
New York
Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid
3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyitno.

DAFTAR PUSTAKA
Salisbury, F. B. 1985. Plant Physiology.
California:
Utah
State
University,
Wadsworth
Publishing Company, Belmot.
Dwijoseputro, D. 1985. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Gramedia.
Jakarta.
Dwidjoseputro, D, 1978, Pengantar
Fisiologi
Tumbuhan,
PT
Gramedia, Jakarta.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip
Biologi
Tumbuhan
untuk
daerah Tropik. PT Gramedia,
Jakarta.

2007. Petunjuk Praktikum


Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Yogyakarta: FMIPA UNY.

Anda mungkin juga menyukai