Proposal Penelitian Integritas - Revisi-2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang perlu
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan
nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut
fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, terarah dan berkesinambungan (Kemenkes, 2007).
Keberhasilan

pembangunan

kesehatan

sangat

dipengaruhi

oleh

tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun
dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu, maka pendidikan
kesehatan merupakan bagian penting dalam pembangunan kesehatan guna
menghasilkan sumber daya manusia kesehatan sebagai penggerak pembangunan
kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan masyarakat, upaya
peningkatan derajat KIA perlu dilakukan guna menekan angka kematian
tersebut, termasuk dengan menyediakan tenaga Bidan profesional yang
mencukupi. Guna mencetak yang professional maka diperlukan suatu
pengelolaan pendidikan kebidanan yang berkualitas pula (Depkes, 2000).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Propinsi Jawa Tengah mengalami
peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2010, angka kematian
ibu di Jawa Tengah sebesar 104,97 per 100.000 KH dan meningkat menjadi
116,01 per 100.000 KH pada tahun 2011. Pada tahun 2012, angka kematian ibu
meningkat menjadi 116,36 per 100.000 KH. Angka kematian ibu tertinggi di
Propinsi Jawa Tengah dikontribusi dari daerah Brebes, Tegal, Pemalang,
Cilacap, Grobogan, Banyumas, Pekalongan dan Batang. (Dinas Kesehatan
Propinsi Jateng, 2012).

Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan Provinsi Jawa Tengah


tahun 2012 sebesar 97,14% yang berarti telah mencapai target renstra 2012 yang
sebesar 88%. Hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah telah mencapai
target Renstra kecuali satu yaitu Kabupaten Boyolali. (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012). Selain itu, sumber pembiayaan kesehatan untuk
kesehatan ibu dan anak juga didukung dengan adanya program Jaminan
Persalinan (Jampersal) seharusnya sudah dapat menekan jumlah Angka
Kematian Ibu yang ada di Jawa Tengah.
Sesuai juknis Jampersal tahun 2012, menyatakan bahwa dana
penggantian persalinan normal sebesar Rp. 500.000,00. (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011). Namun, pada kenyataannya masih banyak bidan
yang melakukan pungutan liar pada pasien jampersal. Kasus praktek korupsi
yang pernah terjadi di beberapa daerah yaitu dugaan praktek pungutan liar
(pungli) oleh bidan desa terjadi di Desa Waru Kecamatan Baki. Kasus
menyebabkan seorang warga miskin setempat ditarik uang Rp 200.000 saat
melahirkan melalui program jaminan persalinan (jampersal). Padahal sesuai
program pemerintah jampersal gratis. (Anonim, Jogja).
Selain itu kasus yang terjadi di Riau terkait jampersal, yaitu bidan R.
Eriani bidan Pustu Sungai Raya, memungut biaya persalinan dari Rp 400,000 s.d
Rp 700,000 walaupun Jampersal (Jaminan Persalinan), padahal miskin dan kaya
sudah didanai pemerintah Rp 420 ribu. Begitu juga di desa Sungai Baung juga
dipungut biaya persalinan oleh bidan desa.(Hermanto, Riau). Adapun kasus
kematian remaja karena praktik aborsi yang dilakukan oleh bidan di Kediri.
Bidan diduga menyanggupi melakukan aborsi dengan imbalan senilai Rp.
2.100.000,00.(Hari Tri Warsono, 2008). Kasus tersebut merupakan tindakan
profesi bidan yang tidak berintegritas. Cerminan perilaku tersebut merupakan
realita yang selama ini terjadi pada profesi bidan.
Korupsi sering dilihat sebagai salah satu alasan utama peningkatan dalam
pembiayaan kesehatan tidak selalu memberikan output kesehatan yang lebih
baik. Hal tersebut yang menjadi penyebab inefisiensi yang mempengaruhi
pembiayaan kesehatan dan kinerja sistem kesehatan. Korupsi skala besar
maupun skala kecil akan meracuni sumber daya dan memperburuk outcome
2

kesehatan dan dapat menyebabkan morbiditas serta mortalitas yang lebih besar.
(WHO, 2010).
Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci
utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga
kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan
kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2009, Indonesia termasuk salah satu dari
57 negara yang menghadapi krisis SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang
maupun distribusinya. Guna mengatasi krisis tersebut, pengembangan tenaga
kesehatan perlu lebih ditingkatkan yang melibatkan semua komponen bangsa.
Keberadaan dan kapabilitas profesi bidan di tengah kehidupan masyarakat
Indonesia masih di pandang sebelah mata, terlebih ketika kita melihat kembali
perjalanan awal pendidikan bidan di Indonesia yang hingga saat ini telah jatuh
bangun dalam mengupayakan peningkatan peran tenaga bidan di tengah
kehidupan masyarakat (Ashari, 2011).
Sebagai produk hasil pendidikan kebidanan, Bidan merupakan salah satu
tenaga kesehatan yang ada dalam sistem kesehatan dan memiliki posisi strategis
dalam penurunan AKI, AKB dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
khususnya perempuan dan anak. Dalam hal ini bidan sebagai tenaga profesional
yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan
untuk memberikan dukungan, pendidikan dan konseling selama masa hamil,
masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab
sendiri dan memberikan manajemen kepada bayi dan anak balita (Depkes,
2000).
Kemampuan akademik dan kompetensi bidan di Indonesia harus di
tingkatkan secara bersamaan. Selain itu, seorang bidan diharapkan mampu
menguasai konsep integritas dan anti korupsi bidang kesehatan, sehingga bidan
dapat mengetahui sampai mengkreasikan tingkat kedalaman pemahaman tentang
norma, etika dan karakter atau perilaku kehidupan anti korupsi yang ada dalam
benaknya yang dapat membawa kearah perubahan kognitif (Artikel 2012).
Profesional kesehatan yang diharapkan oleh masyarakat adalah yang
memiliki standar keahlian dan etika yang tinggi. Para pengajar profesi kesehatan
harus memberikan para calon professional pengetahuan dan keahlian
3

(pendidikan integritas sebagai tambahan dalam kompetensi klinis) yang


dibutuhkan untuk mewujudkan harapan masyarakat tersebut. Pengembangan
model ini merupakan metode yang sangat praktis untuk mentransfer nilai-nilai
dan sikap calon professional kesehatan.(Danielsen, R., Cawley, J., 2007).
Tanggapan ini selalu ditujukan kepada dunia pendidikan dalam hal ini
pendidikan kebidanan. Kondisi di atas dianggap salah satu pertanda kegagalan
pendidikan nasional. Meskipun tudingan tersebut tidak 100% benar karena
masih banyak faktor lain yang berpengaruh. Kemerosotan pendidikan kebidanan
di Indonesia sudah terasakan selama bertahun-tahun hal ini disebabkan semakin
menjamurnya akademi kebidanan swasta yang didirikan oleh yayasan tanpa
memikirkan kualitas lulusan tetapi hanya memikirkan benefit yang didapat,
misalnya untuk mencari mahasiswa para pengelola ini melakukan promosi
besar-besaran seperti menjanjikan lulusan segera bekerja (Departemen
Pendidikan, 2007).
Pendidikan saat ini lebih banyak menitikberatkan pada kecerdasan
intelektual padahal pendidikan karakter itu lebih penting dibandingkan
pendidikan yang hanya mengedepankan intelektual. Untuk kesekian kalinya
kurikulum dituding sebagai penyebabnya, apabila kita analisa, kemerosotan
pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya komitmen
pengelola akademi, profesionalisme dosen dan keengganan belajar siswa
(Ashari, 2011).
Profesionalisme

sebagai

penunjang

kelancaran

dosen

dalam

melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor
internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan
dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang
dilakukan dosen. Profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan masih belum
memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Profesionalisme guru
merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring
dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era
globalisasi, terutama dalam bidang pendidikan (Ashari, 2011).
Untuk melaksanakan suatu cita-cita menjadi tindakan yang dapat
direalisasikan pada kelompok masyarakat akademik, diperlukan perilaku aktif
4

berupa integritas akademik. Integritas merupakan kualitas sikap (behavior) yang


makin sulit ditemukan pada pribadi bangsa, terutama dalam kehidupan
akademik. Integritas akademik terutama dalam kehidupan perguruan tinggi sulit
dijaga, contohnya dengan dilakukannya berbagai bentuk ketidakjujuran untuk
mencapai tujuan.(Jurnal Hadhari Bil, 2010).
Integritas seorang pengelola akademi kebidanan memang dibutuhkan
dalam pencapaian profesionalisme. Akan tetapi wujud dari integrasi diri perlu
dilihatkan. Etika karakter sebagai dasar keberhasilan adalah integritas,
kerendahan hati, kesetiaan, pengendalian diri, keberanian, keadilan, kesabaran,
kerajinan, kesederhanaan, kesopanan, dan hukum utama kemanusiaan. Untuk
itulah hal menjadi sangat urgen dimiliki oleh seorang pengelola akademi
kebidanan tidak sepantasnya membeda-bedakan peserta didik atau calon peserta
didiknya. Untuk melawan praktik pendidikan yang tak membebaskan itu,
kiranya kita memerlukan ideologi pendidikan yakni sekolah memerlukan guru
yang memandang

murid sebagai manusia yang mulia, sekolah harus bisa

menangkal sistem sosial yang tidak manusiawi dan yang terpenting lagi adalah
guru harus menyediakan dan melayani (fasilitator) (Journal of Edupre,2011).
Intervensi
diharapkan oleh

untuk

mengeliminasi

tindakan

ketidakjujuran

sangat

pemerhati dan pelaku pendidikan guna membenahi sistem

pendidikan dan kurikulum kita dengan menawarkan dan melaksanakan berbagai


solusi. Salah satunya adalah pendidikan (berbasis) karakter. Ada beberapa
pendidikan karakter yang ditawarkan, antara lain pendidikan karakter dari basis
sosial, agama, dan ideologi negara (Journal of Edupre,2011).
Pendidikan karakter sangat ditentukan oleh tegaknya pilar karakter dan
metode yang digunakan. Hal ini penting sebab tanpa identifikasi karakter,
pendidikan karakter hanya akan menjadi sebuah petualangan tanpa peta, tiada
tujuan. Selain itu, tanpa metode yang tepat, pendidikan karakter hanya akan
menjadi makanan kognisi dan hanya mampu mengisi wilayah kognisi anak
didik. Untuk membentuk manusia berkarakter, aspek kognisi harus dikuatkan
oleh aspek emosi. Pendidikan karakter dinilai berhasil apabila anak telah
menunjukkan habit atau kebiasaan berperilaku baik. Oleh karena itu, pendidikan

karakter harus ditanamkan melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis
(Koesoema, 2007).
Pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab pengelola
akademi kebidanan, dosen dll, melainkan menjadi tanggung jawab semua guru.
Pendidikan karakter sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri rupanya terlalu
mengundang masalah. Selain menambah jumlah jam pelajaran, juga berpeluang
menimbulkan pro-kontra. Oleh karena itu, pendidikan karakter lebih tepat
diberikan secara integratif dalam mata pelajaran yang sudah ada dalam
kurikulum, tetapi kita harus secara jujur mengakui bahwa selama ini sistem
pendidikan kita mengabaikan masalah pendidikan karakter (Kementrian
Pendidikan, 2007).
Dampak

korupsi

pada

sektor

kesehatan

dapat

mengakibatkan

menurunnya derajat kesehatan masyarakat yang berimbas pada IPM (Indeks


Pembangunan Manusia). Berbagai fenomena-fenomena korupsi dalam bidang
kesehatan dalam profesi kebidanan yang semakin meluas. Permasalahan korupsi
merupakan masalah moral yang seharusnya dapat dicegah melalui pendidikan
karakter yaitu integritas dan anti korupsi. Namun pada kenyataannya, kurikulum
pendidikan anti korupsi dan integritas bagi profesi bidan masih sangat terbatas.
Kebutuhan pendidikan integritas sebagai kurikulum bagi pengelola
akademi kebidanan untuk menyiapkan calon profesi bidan dirasakan semakin
mendesak seiring dengan makin banyaknya praktik korupsi yang dilakukan pada
sektor kesehatan. Disisi lain, upaya pengembangan modul pendidikan integritas
dan antikorupsi dalam bidang kesehatan yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Diponegoro (TIRI) dapat menjadi alternatif replikasi
modul untuk menjawab kebutuhan tersebut untuk seluruh akademi kebidanan di
Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Adanya praktik korupsi pada bidan terkait adanya pungutan liar dalam
program jampersal dan praktek aborsi di beberapa daerah di Indonesia
merupakan contoh kasus yang merupakan tindakan profesi bidan yang tidak

berintegritas. Cerminan perilaku tersebut merupakan realita yang selama ini


terjadi pada profesi bidan.
Korupsi sering dilihat sebagai salah satu alasan utama peningkatan dalam
pembiayaan kesehatan tidak selalu memberikan output kesehatan yang lebih
baik. Hal tersebut yang menjadi penyebab inefisiensi yang mempengaruhi
pembiayaan kesehatan dan kinerja sistem kesehatan. Korupsi skala besar
maupun skala kecil akan meracuni sumber daya dan memperburuk outcome
kesehatan dan dapat menyebabkan morbiditas serta mortalitas yang lebih besar.
Integritas yang baik, terkonsep atas lima unsur yaitu standar dan
kebijakan pemerintah, transparansi, akuntabilitas dan efektivitas, kepesertaan
atau partisipasi aktif dan etika dan profesionalisme, termasuk pada dunia
pendidikan. Permasalahan korupsi merupakan masalah moral yang seharusnya
dapat dicegah melalui pendidikan karakter yaitu integritas dan anti korupsi.
Namun pada kenyataannya, kurikulum pendidikan anti korupsi dan integritas
bagi profesi bidan masih sangat terbatas.
Kebutuhan pendidikan integritas sebagai kurikulum bagi pengelola
akademi kebidanan untuk menyiapkan calon profesi bidan dirasakan semakin
mendesak seiring dengan makin banyaknya praktik korupsi yang dilakukan pada
sektor kesehatan. Disisi lain, upaya pengembangan modul pendidikan integritas
dan antikorupsi dalam bidang kesehatan yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Diponegoro (TIRI) dapat menjadi alternatif replikasi
modul untuk menjawab kebutuhan tersebut untuk seluruh akademi kebidanan di
Jawa Tengah.
Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengembangan Modul
Pendidikan Integritas Dan Anti Korupsi Secara Partisipatif Di Akademi
Kebidanan di Jawa Tengah ?.
C. Tujuan :
1. Umum :
Mengembangkan modul pendidikan integritas dan anti korupsi secara
partisipatif di akademi kebidanan di Jawa Tengah.
2. Tujuan khusus
7

a. Menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor


eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan replikasi modul
pendidikan integritas dan anti korupsi di akademi kebidanan di Jawa
Tengah.
b. Menyusun strategi pengembangan replikasi modul pendidikan integritas
dan anti korupsi berdasarkan analisis SWOT di akademi kebidanan di
Jawa Tengah.
c. Membuat prototipe modul pendidikan integritas dan anti korupsi secara
partisipatif bagi calon bidan di akademi kebidanan di Jawa Tengah.
d. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat ujicoba penerapan
prototipe modul pendidikan integritas dan anti korupsi bagi calon bidan di
akademi kebidanan di Jawa Tengah.
e. Membuat rekomendasi untuk perbaikan dan penyelesaian akhir modul
pendidikan integritas dan anti korupsi bagi calon bidan di akademi
kebidanan di Jawa Tengah.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Integritas Akademik
1. Pengertian Integritas

Integrasi

berasal

dari

bahasa

Inggris

integrate

yang

artinya

mengintegrasikan, menyatupadukan, menggabungkan atau mempersatukan.


Berdasarkan pengertian istilah

tersebut, maka pendidikan integrasi di

Indonesia dikenal dengan pendidikan terpadu. Integritas berarti mutu, sifat,


atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran. Siswa
yang memiliki integritas lebih berhasil ketika menjadi seorang pemimpin, baik
pemimpin formal maupun pemimpin nonformal (Departemen Pendidikan,
2007).
2. Nilai Dasar Integritas Akademis
Suatu budaya pada lingkup masyarakat akademik penting untuk
memiliki integritas pencarian kebenaran dan pengetahuan dengan mengaruskan
para intelektual memiliki pribadi yang jujur dalam pelajaran, pengajaran,
penelitian dan pelayanan. Integritas akademik memiliki lima nilai dasar yang
terdiri dari kejujuran, kepercayaan, kewajaran, respect dan tanggung jawab.
Lima hal yang merupakan pilar dalam kejujuran akademik adalah :
a. Kejujuran (Honesty)
Kegiatan dalam lingkungan akademik yang terdiri dari pengajaran,
pembelajaran, penelitian, yang merupakan realisasi dari rasa hormat dan
tanggungjawab. Kebijakan institusi pendidikan diharapkan memiliki aturan
yang seragam tentang tindakan berbohong (akademik), penipuan, pencurian
dan lainnya. Kejujuran harus melingkupi mahasiswa, staf pengajar dan
dimulai dari diri sendiri.
b. Kepercayaan (Trust)
Suatu iklim saling percaya akan mendorong terjadinya pencapaian
tertinggi potensi orang-orang yang ada di dalamnya karena dapat dilakukan
pertukaran ide dengan bebas. Hanya dengan kepercayaan kita dapat percaya

atas hasil penelitian orang lain, bekerja sama dengan berbagai individu dan
berbagi informasi.
c. Kewajaran (Fairness)
Diperlukan evaluasi yang adil dan akurat antara anggota akademi.
Bagi mahasiswa komponen yang penting dari keadilan adalah kredibilitas,
harapan yang jelas dan konsisten, adanya respon dari ketidakjujuran.
d. Respect
Sebuah komunitas akademik yang memiliki integritas mengakui
partisipasi orang lain dalam proses pembelajaran dan menghormati berbagai
pendapat serta ide.
e. Tanggung Jawab (Akuntabilitas)
Tanggung jawab dalam institusi pendidikan selayaknya dipikul
bersama, individu diharapkan bertanggung jawab atas kejujuran mereka
sendiri dan harus mencegah dan berusaha untuk mencegah pelanggaran oleh
orang lain
3. Kriteria Integritas Akademi
Pendidikan integrasi paling sedikit harus memenuhi empat kriteria,yaitu :
a. mengintegrasikan peserta didik luar biasa (penyandang ketunaan maupun
yang memiliki keunggulan) dengan peserta didik normal dalam suatu
lingkungan belajar, mencakup suatu komitmen dari integrasi lokasi hingga
integrasi penuh;
b. mengintegrasikan dan mengoptimalkan pengembangan potensi yang
mencakup kognitif, afektif, psikomotor dan interaktif;
c. mengintegrasikan hakikat manusia sebagai makhluk sosial ke dalam suatu
bentuk strategi pembelajaran;
d. mengintegrasikan apa yang dipelajari peserta didik saat ini dengan tugas
yang harus diemban di masa mendatang.
10

B. Pendidikan Anti Korupsi


1. Pengertian Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti
korupsi. Pendidikan anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer
pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya
pembentukkan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan
perlawanan (psikomotorik).
2. Prinsip-Prinsip Antikorupsi
Prinsip-prinsip antikorupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah
antisipasif yang harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung
bahkan diberantas. dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus
ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu:
a. Tanggung Jawab (Akuntabilitas)
Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka
mencegah terjadinya korupsi. Akuntabilitas dimasuksudkan agar semua
langkah dan kebijakan yang diambil oleh sebuah otoritas dapat
dipertanggungjawabkan. Otoritas tersebut dapat menjelma dalam konteks
Negara maupunlembaga-lembaga lainnya seperti lembaga pendidikan.
Akuntabilitas ini mensyaratkan adanya undang-undang yang mengatur
mekanisme pertanggungjawaban tersebut.
b. Keterbukaan (Transparansi)
Transparansi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, kedua sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu
masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural
kelembagaan. Transparansi dalam konteks ini merupakan bagian dari
kejujuran untuk saling menjunjung kepercayaan yang terbina antar
individu.
11

Dalam sebuah sistem yang transparan seluruh proses kehidupan


dapat diketahui oleh masyarakat, karena masyarakat menjadi bagian tak
terpisahkan dari sistem tersebut. Aktualisasi transparansi ini, disamping
dapat didorong oleh adanya peraturan, juga terkait komitmen cultural para
pejabat untuk memposisikan dirinya sebagai abdi masyarakat.
c. Kewajaran (Fairness)
Fairness

merupakan

salah

satu

prinsip

antikorupsi

yang

mengedepankan kepatutan atau kewajaran, ditujukan untuk mencegah


terjadinya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, dalam
bentuk mark up maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Prinsip
fairness akan teraktualisasi secara signifikan apabila didukung oleh prinsip
meritokrasi, yaitu sebuah sistem yang menekankan pada kualitas,
kompetensi dan prestasi seseorang.
d. Kebijakan Antikorupsi
Kebijakan merupakan suatu upaya untuk mengatur tata interaksi
dalam ranah social. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang
mengancam tata kehidupan berbangsa telah memaksa setiap Negara
membuat undang-undang untuk mencegahnya. Kebijakan antikorupsi
dapat dilihat dalam beberapa perspektif yaitu : isi kebijakan, pembuat
kebijakan, penengakkan kebijakan dan kultur kebijakan.
e. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan perlu dilakukan tradisi pembangunan yang
selama ini lebih bersifat sentralistik, selain itu juga kontrol kebijakan
sangat penting sebagai upaya untuk menyelaraskan antara isi kebijakan
dengan pengejawantahan kebijakan itu sendiri. Kontrol terhadap kebijakan
dapat dilakukan oleh semua lembaga control seperti legislative, yudikastif,
LSM, mahasiswa, media mass, bahkan seluruh komponen masyarakat
yang memiliki kepedulian terhadap pemberantasan korupsi.
3. Bentuk-Bentuk Korupsi
Menurut Joel Krieger, terdapat 4 bentuk korupsi yang sering
mewarnai sistem organisasi atau lembaga pemerintahan yaitu :

12

a. Penyuapan (Bribery)
Penyuapan merupakan sebuah bentuk perbuatan kriminal yang
melibatkan sejumlah pemberian kepada seseorang dengan maksud agar
penerimaan

pemberian

tersebut

mengubah

dengan

maksud

agar

penerimaan pemberian tersebut mengubah perilaku sedemikian rupa


sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggung jawab yang dapat
berbentuk uang, rujukan, hak-hak istimewa atau berupa barang yang
berharga.
b. Penggelapan (Embezzlement) dan pemalsuan (Fraund)
Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan
pencurian uang, properti, atau barang berharga oleh seoerang yang
diberikan amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang
berharga.
c. Pemerasan (Extortion)
Pemerasan merupakan penggunaan ancaman kekerasan atau
penampilan informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang
agar mau bekerjasama.
d. Nepotisme (Nepotism)
Nepotisme merupakan bentuk tindak kriminal yang memilih
keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbangan hubungan bukan,
karena kemampuannya.
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik
(moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan
perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan
perilaku dan sikap hidup peserta didik (Artikel Pendidikan, 2012).

13

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi :
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,
berpikiran baik dan berprilaku baik;
b. membangun bangsa yang berkarakter Pancasila;
c. mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri,
bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi
a. membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural;
b. membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia;
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik serta keteladanan baik;
c. membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan
mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
3. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa
Untuk membentuk dan membangun karakter bangsa dalam diri
masyarakat, perlu diadakan strategi yang cocok, tepat guna dan tepat sasaran
yang terangkum dalam uraian berikut:
a. Sosialisasi: penyadaran semua pemangku kepentingan akan pentingnya
karakter bangsa. Media cetak dan elektronik perlu berperan serta dalam
sosialisasi.
b. Pendidikan: formal (satuan pendidikan), nonformal (kegiatan keagamaan,
kursus, pramuka, PMR, etc), informal (keluarga, masyarakat dan tempat
kerja), forum pertemuan (kepemudaan).
c. Pemberdayaan: memberdayakan semua pemangku kepentingan (orang tua,
satuan pendidikan, ormas, etc). Agar dapat berperan aktif dalam
pendidikan karakter.
d. Pembudayaan: perilaku berkarakter dibina dan dikuatkan dengan
penanaman nilai-nilai kehidupan agar menjadi budaya (Koesoema, 2007) .
D. Pendidikan Kebidanan
14

1. Pendidikan Kebidanan
Pendidikan kebidanan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya sebagai bidan yang memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara dalam mengembangkan kemampuannya sebagai Care
Provider Communicator, Community Leader.
Pendidikan Diploma III Kebidanan adalah program pendidikan tinggi
kebidanan yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan
dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin, maupun tidak rutin secara
mandiri dalam pelaksanaan tanggung jawab pekerjaannya, serta mampu
melakukan pengawasan serta bimbingan atas dasar keterampilan manajerial
yang dimilikinya (Depkes, 2000).
2. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Diploma III Kebidanan
Prinsip penyelenggaraan pendidikan Diploma III Kebidanan meliputi:
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa, saling mendukung
dengan sumber daya kesehatan lainnya, dan berorientasi pada kepentingan
peserta didik (student centered).
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna
c. Menjaga integritas pendidikan melalui proses pendidikan yang konsisten,
adil dan jujur.
d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.

15

f. Membangun kepercayaan terhadap proses pendidikan kebidanan melalui


pembentukan standar penyelenggaraan pendidikan kebidanan yang disusun
oleh bidan dan para ahli.
g. Mendorong dan mendukung peningkatan kualitas dan mutu pendidikan
kebidanan secara berkelanjutan pada proses penyelenggaraan, output dan
outcome pendidikan kebidanan.
h. Membangun iklim pendidikan yang mendukung peserta didik, lulusan,
tenaga pendidik dan civitas akademika lainnya untuk mencapai life long
learning.
i. Mempromosikan otonomi profesi bidan dan program pendidikan
kebidanan.
j.

Program pendidikan harus memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat


dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

k. Program pendidikan kebidanan memfasilitasi dan menjamin adanya situasi


dan kebebasan akademik (Depkes, 2000).

BAB III
METODE PENELITIAN

16

A. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan
cross sectional, dan melakukan observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat serta untuk menganalisis SWOT pengembangan replikasi
modul integritas dan anti korupsi di akademi kebidanan Propinsi Jawa
Tengah.
Dalam penelitian ini peneliti juga berusaha melakukan pendekatan
kualitatif yang sifatnya digunakan sebagai konfirmasi untuk mengungkapkan
peristiwa-peristiwa riil di lapangan dan mengungkapkan nilai-nilai yang
tersembunyi (hidden value). Metode pendekatan kualitatif yang dipakai untuk
penelitian adalah menggunakan metode wawancara mendalam kepada Ketua
Cabang Ikatan Bidan Indonesia di Jawa Tengah/Kabupaten/Kota.
2. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Penelitian ini data dikumpulkan berdasarkan dari hasil wawancara
yang dilakukan peneliti maupun pembantu peneliti dengan menggunakan
pedoman pada kuesioner yang berisi beberapa daftar pertanyaan terstruktur
untuk mengetahui kepuasan mahasiwa dan dosen tentang pemberian
materi yang relevan dengan integritas dan anti korupsi selama ini.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu oleh petugas
pewawancara yang sudah dilatih dulu sebelum turun ke lapangan agar
memiliki persamaan persepsi dengan peneliti. Sedangkan pada pendekatan
kualitatif, dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam (indept
interview) yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka, dengan dibantu
alat tulis dan tape recorder untuk mencatat dan merekam informasi
dilakukan kepada Ketua Ikatan Bidan Indonesia Jawa Tengah.
b. Data Sekunder
Data sekunder dipakai sebagai pendukung data primer, yang
didapatkan dari dokumentasi karakteristik pengelola, dosen dan mahasiswa
institusi akademi kebidanan dan dokumentasi pelaksanaan integritas dan
17

anti korupsi dalam pendidikan yang dilakukan, ini digunakan sebagai data
penunjang dan pelengkap yang ada relevansinya dengan keperluan
penelitian.
B. Populasi Penelitian dan Prosedur Pemilihan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh (70) Akademi Kebidanan di
Jawa Tengah, sedangkan responden adalah dosen dan mahasiswa di Akademi
Kebidanan di Jawa Tengah. Jumlah Akademi Kebidanan di Jawa Tengah
sebanyak 70 Akademi Kebidanan yang tersebar di wilayah Jawa Tengah dan
untuk menentukan responden peneliti menggunakan simple random sampling
atau sampling acak sederhana (Nasution, 2000).
Tempat dalam penelitian ini diambil secara cluster random sampling
didapatkan 6 eks karisidenan (Surakarta, Pati, Semarang, Kedu, Banyumas dan
Pekalongan) di masing-masing cluster diambil 2 Akademi Kebidanan secara
symple random sampling dari populasi, sehingga jumlah sampel sebanyak 12
Akademi Kebidanan mewakili Jawa Tengah, dengan kriteria inklusi dalam satu
eks karisidenan diambil 1 Akademi Kebidanan milik pemerintah dan 1 milik
swasta. Namun jika kriteria tersebut tidak memenuhi syarat kriteria inklusi
dalam 1 eks karisidenan, maka sampel diambil secara random. Perincian sampel
tersebut adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6

Eks Karesidenan
Surakarta
Pati
Semarang
Kedu
Banyumas
Pekalongan

Jumlah Sampel
2 Intitusi Kebidanan
2 Intitusi Kebidanan
2 Intitusi Kebidanan
2 Intitusi Kebidanan
2 Intitusi Kebidanan
2 Intitusi Kebidanan

C. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : untuk
pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner mengacu pada landasan teori dan
tinjauan pustaka yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sedangkan untuk pendekatan kualitatif peneliti menggunakan pedoman
wawancara mendalam kepada Pengelola intitusi kebidanan dan Ketua IBI
setempat.
18

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


1. Pengolahan dan analisis data kuantitatif
Pada pengolahan data kuantitatif, analisa yang dilakukan meliputi
analisa alat ukur kuesioner dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.
Kemudian pengolahan data dilanjutkan dengan editing, scoring, koding,
tabulating, selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dilakukan analisis
statistik yang terdiri dari analisis univariat untuk menghasilkan distribusi
frekuensi, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel
yang berhubungan dan analisis multivariat untuk melihat adanya pengaruh di
antara ke dua variabel.
2. Pengolahan dan analisis data kualitatif
Pada pengolahan data kualitatif dilakukan guna mengkonfirmasikan
hal-hal yang memerlukan penjelasan lebih dalam sampai diperoleh data yang
kredibel selanjutnya peneliti melakukan reduksi data lalu data disajikan dalam
bentuk teks yang bersifat naratif dan langkah terakhir adalah penarikan
kesimpulan berdasarkan data yang telah disiapkan.
E. Tahapan Penelitian
1. Menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) dalam pengembangan replikasi modul pendidikan
integritas dan anti korupsi di akademi kebidanan di Jawa Tengah dan
menyusun strategi pengembangan replikasi modul menggunakan Focuss
Group Discusion (FGD) dengan peserta 12 wakil dari akademi kebidanan.
2. Membuat prototipe modul pendidikan integritas dan anti korupsi secara
partisipatif bagi calon bidan di akademi kebidanan di Jawa Tengah dengan
metode workshop yang diikuti oleh 12 wakil akademi kebidanan dan 3
wakil dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah.
3. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat ujicoba penerapan
prototipe modul pendidikan integritas dan anti korupsi bagi calon bidan di
satu akademi kebidanan milik pemerintah dan satu akademi kebidanan milik
swasta di Kota Semarang yang sudah siap atau cooperative.

19

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
A. Biaya Penelitian
RINCIAN ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
Kegiatan Pra Penelitian
Uraian Belanja

Volume

Satuan Biaya

20

Harga
Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

Perijinan Penelitian dan


Pengumpulan Data
Sekunder
a. ATK

10

Unit

1500

Lembar

c. Jilid Proposal

25

Akomodasi Penelitian
di 6 Kabupaten
a. Uang Harian untuk 6
orang @ 1 hari
b. Transport (PP) untuk
6 orang @ 1 hari

b. Fotocopy Proposal

5.000,-

50.000,-

200,-

300.000,-

Exemplar

10.000,-

250.000,-

OH

350.000,-

2.100.000,-

OH

300.000,-

1.800.000,-

Total Biaya Kegiatan Pra Penelitian

4.500.000,-

Kegiatan Pelaksanaan Penelitian s/d Workshop Uji Coba


Harga
Uraian Belanja
Volume Satuan Biaya
Satuan (Rp)
Pengumpulan Data
Primer sampai dengan
Penyusunan Laporan
Sementara di 6
Kabupaten
a. ATK
120
Unit
5.000,b. Fotocopy Referensi
dan Proposal

1.800.000,-

Exemplar

10.000,-

600.000,-

18

OH

350.000,-

6.300.000,-

18

OH

300.000,-

5.400.000,-

OH

350.000,-

2.100.000,-

OH

300.000,-

1.800.000,-

OH

400.000,-

2.400.000,-

30

Unit

5.000,-

150.000,-

12000

Lembar

200,-

2.400.000,-

c. Jilid Materi

50

Exemplar

10.000,-

500.000,-

d. Konsumsi

40

Orang

30.000,-

1.200.000,-

Akomodasi Penelitian
di 6 Kabupaten
a. Uang Harian untuk 6
orang @ 3 hari
b. Transport (PP) untuk
6 orang @ 3 hari
Supervisi Dosen
Lapangan
a. Uang Harian untuk 6
orang @ 1 hari
b. Transport (PP) untuk
6 orang @ 1 hari
c. Penginapan untuk 6
orang @ 1 hari

Lembar

60

600.000,-

200,-

c. Jilid Proposal

9000

Jumlah (Rp)

Workshop Penyusunan
Prototipe Modul
a. ATK
b. Fotocopy Materi

21

e. Sewa Ruang
Pertemuan

Unit

250.000,-

250.000,-

Total Biaya Kegiatan Penelitian s/d Workshop Uji Coba

25.500.000,-

Total Biaya I dan II

30.000.000,-

B. Jadwal Penelitian
Rencana Kegiatan
Mei

Juni

Juli

Tahun 2014
Agustus

September

Oktober

Penyusunan
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
Data
Need Assesment
Analisis SWOT
dengan metode
FGD
Membuat Prototipe
modul dengan
metode Workshop
Analisis pendukung
dan penghambat
ujicoba replikasi
modul

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill education),


Bandung: CV Alfabeta.
2. Anonim. 2013. Ada Bidan Desa Lakukan Pungli. (online),
(http://www.koruptorindonesia.com/lintas-daerah/ada-bidandesa-lakukan-pungli, diakses pada tanggal 20 September 2013).
3. Artikel Pendidikan Kebidanan. 2012. Pendidikan Karakter Bangsa
4. Ashari, Y. 2011. Pendidikan Holistik Berbasis Life Skills: Kunci
Sukses Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015, Prosiding

22

seminar Nasional Competitive Advantage I, Jombang : Unipdu


Press.
5. Danielsen, R., Cawley, J. Compassion And Integrity in Health
Professions Education. The Internet Journal of Allied Health
Sciences and Practice. April, 2007, Volume 5, Number 2.
6. Departemen Kesehatan RI. 2000. Standar Profesi Kebidanan.
Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta.
7. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Konsep Pengembangan
Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup, Jakarta:
Depdiknas.
8. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Saku
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah: Dinkes Jateng.
9. Hermanto. 2013. Membongkar Dugaan Korupsi Dana Kesehatan
di Inhu (Riau), (online), (http://buserkriminal.com/?p=2745,
diakses pada tanggal 20 September 2013).
10.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan.


11.

Kementerian

Pelaksanaan

Pendidikan

Pendidikan

Nasional.

Karakter,

Pusat

2011.

Panduan

Kurikulum

dan

Perbukuan. Jakarta.
12.

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Ringkasan Eksekutif Data

dan

Informasi

Kesehatan

Propinsi

Jawa

Tengah,

Jakarta:

Kemenkes.
13.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2562/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Petunjuk Tenkis Jaminan


Persalinan.
14.

Jurnal Hadhari Bil. Gambaran Integrasi Antara Kaum Di

Malaysia: Perspektif Sejarah, Keluarga Dan Pendidikan, volume


3 halaman 61-84, tahun 2010.
15.

Journal of Edupre. Satu Integrasi : Pendidikan, Kurikulum dan

Masyarakat di Malaysia. Volume 1 halaman 350-356, 2011.


23

16.

Koesoema, D. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik

Anak di Zaman Global. Jakarta : PT Grasindo.


17.

Machfoedz,

I.

Metodologi

Penelitian

Bidang

Kesehatan

Keperawatan dan Kebidanan. Fitramaya. Yogyakarta, 2006.


18.

Nata,

A.

2003.

Manajemen

Pendidikan;

Mengatasi

Kelemahan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.


19.

Nasution. 2000. Metode Research (Penelitian Ilmiah). PT Bumi

Aksara. Jakarta.
20.

Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi

Revisi. Cetakan Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta.


21.

Riwidikdo H. 2010. Statistik untuk Penelitian Kesehatan

dengan Aplikasi Program R dan SPSS. Cetakan II. Pustaka


Rihama. Yogyakarta.
22.

Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Cetakan IV. CV

Alfabeta. Bandung.
23.

Sungkar, Saleha, Prof.

Kata

atau

Nyata.

2012. Integritas Akademik Sekedar

Badan

Penerbit

Fakultas

Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.


24.

Tri, Hari. 2011. Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan,

(online),
(http://news.okezone.com/read/2008/05/18/1/110398/1/remajaaborsi-tewas-usai-disuntik-bidan,

diakses

pada

tanggal

22

September 2012).
25.

WHO. The World Health Report: Health Systems Financing,

The Path to Universal Coverage. 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai