Cell Cycle Arrest

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Regulasi Siklus Sel


Siklus sel merupakan proses vital dalam kehidupan setiap organisme.
Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri
dari 2 proses utama, yaitu replikasi DNA dan pembelahan kromosom yang
telah digandakan ke 2 sel anak. Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi
2 tahap, yaitu mitosis (M) (pembelahan 1 sel menjadi 2 sel) dan interfase
(proses di antara 2 mitosis). Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA
(S), gap 2 (G2). Setiap tahap dalam siklus sel dikontrol secara ketat oleh
regulator siklus sel, yaitu:
a. Cyclin.
Jenis cyclin utama dalam siklus sel adalah cyclin D, E, A, dan B. Cyclin
diekspresikan secara periodik sehingga konsentrasi cyclin berubah-ubah
pada setiap fase siklus sel. Berbeda dengan cyclin yang lain, cyclin D tidak
diekspresikan secara periodik akan tetapi selalu disintesis selama ada
stimulasi growth factor.
b. Cyclin-dependent kinases (Cdk).
Cdk utama dalam siklus sel adalah Cdk 4, 6, 2, dan 1. Cdks merupakan
treonin atau serin protein kinase yang harus berikatan dengan cyclin untuk
aktivasinya.

Konsentrasi

Cdks

relatif

konstan

selama

siklus

sel

berlangsung. Cdks dalam keadaan bebas (tak berikatan) adalah inaktif


karena catalytic site, tempat ATP dan substrat berikatan diblok oleh ujung
C-terminal dari CKIs. Cyclin akan menghilangkan pengebloka tersebut.
Ketika diaktifkan, Cdk akan memacu proses downstream dengan cara
memfosforilasi protein spesifik.
c. Cyclindependent kinase inhibitor (CKI)
Merupakan protein yang dapat menghambat aktivitas Cdk dengan cara
mengikat Cdk atau kompleks cyclinCdk. Cyclindependent kinase inhibitor

terdiri dari dua kelompok protein yaitu INK4 (p15, p16, p18, dan p19) dan
CIP/KIP (p21, p27, p57). Keluarga INK4 membentuk kompleks yang stabil
dengan Cdk sehingga mencegah Cdk mengikat cyclin D. INK4 bertugas
mencegah progresi fase G1. Keluarga CIP/KIP meregulasi fase G1 dan S
dengan menghambat kompleks G1 cyclinCdk dan cyclin B-Cdk1. Protein
p21 juga menghambat sintesis DNA dengan menonaktifkan proliferating
cell nuclear antigen (PCNA). Ekspresi p21 diregulasi oleh p53 karena p53
merupakan faktor transkripsi untuk ekspresi p21 (Vermeulen et al., 2003).
1.2 Checkpoint pada siklus sel
Untuk menjamin bahwa DNA berduplikasi dengan akurat dan separasi dari
kromosom terjadi dengan benar, maka siklus sel melakukan mekanisme
checkpoint. Checkpoint bertugas mendeteksi kerusakan DNA. Apabila terdapat
kerusakan DNA, checkpoint akan memacu cell cycle arrest sementara untuk
perbaikan DNA atau cell cycle arrest permanen sehingga sel memasuki fase
senescent. Bila mekanisme cell cycle arrest tidak cukup menjamin DNA yang
rusak diduplikasi, maka sel akan dieliminasi dengan cara apoptosis (Siu et al.,
1999). Faktor checkpoint pertama pada sel mamalia dikenal dengan restriction
point (R) dan muncul menjelang akhir G1. Pada checkpoint ini, DNA sel induk
diperiksa apakah terdapat kerusakan atau tidak. Bila terdapat DNA yang rusak,
siklus sel dihentikan hingga mekanisme repair DNA rusak telah selesai. Setelah
melampaui R, sel akan menyelesaikan keseluruhan satu siklus (no return point)
dan selanjutnya sel harus mampu melakukan replikasi DNA. Bila tidak
melampaui R, sel dapat kembali ke fase G0. Hilangnya kontrol dari R akan
menghasilkan survival DNA yang rusak.

1.3 Jalur Rb
Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 ke fase G1 karena
adanya stimulus oleh growth factor. Pada awal fase G1, Cdk 4 dan atau 6
diaktifkan oleh cyclin D (cycD). Kompleks Cdk4/6 dengan cycD akan
menginisiasi fosforilasi dari family protein retinoblastoma (pRb) selama awal
G1. Efek dari fosforilasi ini, fungsi histon deasetilasi (HDAC) yang
2

seharusnya menjaga kekompakan struktur kromatin menjadi terganggu.


Akibatnya struktur DNA menjadi longgar dan faktor transkripsi yang semula
diikat pRb menjadi lepas dan transkripsi dari E2F responsive genes yang
dibutuhkan dalam progresi siklus sel ke fase S menjadi aktif. Gen tersebut
antara lain cycE, cycA, Cdc25, DNA polimerase, timidilat kinase, timidilat
sintetase, DHFR, dll.
1.4 Jalur p53
Pada checkpoint G1/S, kerusakan DNA dapat memacu cell cycle arrest
dan proses ini adalah p53-dependent. Secara umum, level p53 sel rendah
karena diregulasi negatif oleh mdm2 yang mentarget degradasi p53, namun
kerusakan DNA dapat menginduksi aktivitas p53 dengan cepat. DNA damage
agent akan mengaktifkan p53, karena jika DNA mengalami kerusakan dan
terus menerus mengalami pembelahan sel maka yang akan terjadi adalah
terjadinya sel mutasi yang merusak yang dapat menyebabkan kanker. Jadi, p53
mengenali ketika sel telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan
siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan (repair),
atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu sel untuk bunuh diri (apoptosis),
yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen seperti p21 dan Bax sehingga
siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis (Siu et al., 1999).

BAB II
ISI
2.1 Abstrak
Manipulasi siklus sel dan induksi apoptosis merupakan dua strategi umum
yang digunakan oleh kebanyakan virus untuk mengatur siklus infeksinya. Pada sel
yang terinfeksi coronavirus, gangguan siklus sel dan apoptosis dapat diamati
dalam beberapa penelitian. Namun, sedikit yang diketahui tentang bagaimana efek
yang diberikan, dan bagaimana manipulasi fungsi sel inang akan mempengaruhi
siklus replikasi coronavirus. Dalam studi ini, ditunjukkan bahwa infeksi virus
coronavirus infectious bronchitis virus (IBV) dikarenakan efek pertumbuhan
penghambatan pada sel kultur dengan menginduksi penghambatan pada siklus sel
di fase S dan G2 / M di kedua lini sel p53-null H1299 dan Vero sel. Penghambatan
siklus sel ini dikatalisasi oleh modulasi berbagai siklus sel gen pengatur dan
akumulasi RB hypophosphorylated, yang tidak tergantung dari p53. Inhibitor
proteasome, seperti lactacystin dan NLVS, bisa melewati IBV yang diinduksi di
fase S dengan mengembalikan ekspresi yang sesuai dengan kompleks cyclin /
Cdk. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penghambatan siklus sel di kedua
fase yaitu S dan G2 / M dibuat oleh IBV untuk peningkatan replikasi virus.
Sebagai tambahan, apoptosis diinduksi oleh IBV di tahap akhir dari siklus infeksi
pada kultur sel yang terbukti p53-independen. Kesimpulan ini ditarik berdasarkan
pada pengamatan apoptosis terjadi di kedua H1299 dan sel Vero IBV yang
terinfeksi, dan bahwa infeksi IBV tidak mempengaruhi ekspresi p53 dalam sel
inang.
2.2 Metode Penelitian
A. Bahan
Virus dan sel
Sel line Vero yang membawa wild type gen p53 dari ginjal monyet Africa
Green (Shivakumar et al., 1995) dan p53-null cell line karsinoma paru-paru
manusia

H1299

diperoleh

dari

American

Type

Culture

Collection

(ATCC),kultur media dimodifikasi media Eagle lengkap Dulbecco (DMEM)


(Gibco) atau RPMI 1640 (HyClone) ditambah dengan 10% baru lahir betis
serum (steril) dan 1% penisilin / streptomisin (Invitrogen) (37 C di
dilembabkan 5% CO2).
The Beaudette strain IBV (ATCC VR-22) diperoleh dari American Type
Culture Collection (ATCC) dan disesuaikan dengan Vero dan H1299 sel. Virus
disiapkan sebagai dijelaskan sebelumnya (Liu et al., 2001). Titer dari saham
virus ditentukan dengan alat tes plak pada Vero atau H1299 sel.
B. Metode
1. Pengukuran proliferasi sel dan viability sel
Sel vero dan H1299 ditanam dalam plate, inkubasi selama 24 jam.
Kemudian diinfeksikan dengan IBV (MOI 0,5 atau 1 pada 37 C selama 3
jam). Pada berbagai waktu yang berbeda, sel dipanen dan disuspensikan
dalam PBS kemudian dihitung. Persentase jumlah sel pada masing-masing
waktu dibandingkan dengan sel terinfeksi pada jam ke -0. Metode yang
digunakan secara MTT Assay.
2.

Manipulasi siklus sel


Vero dan H1299 sel yang disinkronisasi dengan kekurangan serum
masing-masing selama 48 dan 24 jam. Sel-sel yang disinkronkan terinfeksi
dengan IBV pada MOI 1 dan dianalisis oleh aliran cytometry pada waktu
pos-infeksi
Untuk analisis replikasi IBV di S-fase, asynchronous sel H1299 tumbuh
pada 48 well plate baik yang diberi perlakuan dengan DMSO atau 20 pM
methotrexate (Sigma-Aldrich) selama 20 jam, dan diinkubasi dalam
medium segar selama 6 jam. Sel yang terinfeksi IBV pada MOI 1 dan
dipanen pada waktu yang berbeda pasca-infeksi, diikuti dengan analisis
dari siklus sel profil, ekspresi protein virus dan titer virus. Sel H1299 yang
disinkronisasi di G1 / S menggunakan 20 pM dari methotrexate.

3.

Analisis siklus sel dengan sitometri

Untuk menentukan status siklus sel, DNA konten diukur dengan


menggunakan

pewarnaan

dengan

propidium

iodida

dan

analisis

fluorescence- activated cell sorting (FACS). Secara singkat, sel-sel yang


terpisah dengan tripsin dan dicuci dengan PBS. Sel pelet yang disuspensi
dalam 0,5 ml PBS yang mengandung 50 mg / ml propidium iodida dan
100 ug / ml RNase, diinkubasi pada 4 C untuk 30 menit, dan dianalisis
menggunakan aliran FACScan cytometer dan ModFit LT Mac 3.0 software
(BD Biosciences).
4. Analisis Western blot
Polipeptida di lisat sel dipisahkan oleh SDS- elektroforesis gel
poliakrilamida, ditransfer ke polyvinylidene membran difluorida (BioRad) dengan menggunakan transfer sel semi-kering (Bio-Rad, Trans-blot
SD)
Antibodi terhadap cyclin A (H-432), cyclin E (E-4), Cdk1 (17), Cdk2 (D12), p21 (F-5), p27 (F-8), Ub (FL-76), fibrillarin (H-140) dan -tubulin
(H-235) dibeli dari Santa Cruz. Antibodi terhadap cyclin B1 (V152) dan
cyclin D1 (DCS6) diperoleh dari Sel Signaling Technology.Antibody
againstRB (G3-245) adalah dari BD PharMingen dan anti-p53 (Ab6)
monoklonal tikus antibodi adalah dari Calbiochem. Antibodi poliklonal
terhadap IBV N protein yang dihasilkan dalam kelinci terhadap N protein
full-length.
5. TUNEL assay
Terminal deoxynucleotidyltransferase-mediated dUTPbiotin nick end
labelling (TUNEL) assay merupakan deteksi kematian sel kit secara insitu,
fluorescein, sesuai dengan protokol dari produsen (Roche).
2.3 Hasil Penelitian
A. Penghambatan proliferasi sel oleh infeksi IBV dari H1299 dan Sel Vero
Dilaporkan bahwa infeksi IBV p53 yang mengandung sel Vero
mengakibatkan cell cycle arrest di fase G2 / M (Dove et al.,2006). Untuk
mengesampingkan kemungkinan bahwa cell cycle arrest

ini adalah sel Vero

spesifik, maka dicari sel lain yang rentan terhadap sel Vero dan disesuaikan
dengan IBV.
Pada penelitian ini digunakan sel

H1299 yang merupakan

sel line

karsinoma paru-paru manusia. Serupa dengan efek sitopatik (CPE) dalam sel
Vero, infeksi sel IBV dari H1299 menunjukkan bahwa fusi dari sel yang terinfeksi
untuk membentuk syncytia multinukleat berukuran raksasa, detasemen sel yang
terinfeksi dari kultur, dan lisis sel yang akhirnya menyebabkan kematian (Gambar.

1a)
Gambar 1. Penghambatan proliferasi sel di IBV terinfeksi H1299 dan sel Vero. (a) sel H1299 yang
mock (M) atau terinfeksi IBV (I) pada MOI dari 1. Morfologi dan karakteristik dari sel yang terinfeksi
diamati di bawah mikroskop cahaya pada 36 jam pasca-infeksi (panel atas). Pada waktu yang ditunjukkan,
sel-sel segaris dengan SDS penyangga sampel dan ekspresi protein virus diuji analisis dengan Western blot
dengan anti-IBV N antibodi poliklonal. (b) H1299 dan sel Vero pada 50% pengamanatan di 6 jam baik plat
terinfeksi IBV pada MOI dari 0,5 (IBV-I) atau 1 (IBV-II). Pada post-infeksi berbagai waktu, angka total sel
dihitung dan diplot. Data disajikan sebagai persentase jumlah sel dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi
pada pos-infeksi 0 jam. Persentase hasil didapatkan dari lima kali replikasi. (c) Analisis proliferasi sel dengan
MTT assay. H1299 dan sel Vero pada 50% pengamatan di plat 96 well baik yang mock- atau IBV terinfeksi
pada MOI dari 1. Pada berbagai waktu post-infeksi, tes MTT dilakukan. Data disajikan sebagai persentase sel

hidup dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi pada pos-infeksi jam ke -0. Hasil didapatkan dari lima kali
replikasi uji

Sel-sel yang terinfeksi dianalisa lebih lanjut oleh Western Blot dengan
antibodi protein anti-IBV N (Gambar. 1a). Hasil ini mengkonfirmasi bahwa sel
Vero yang diadaptasi oleh IBV dapat menginfeksi sel-sel H1299. Sebagai H1299
adalah sel p53-null (Gjoerup et al., 2001) yang juga menyediakan sistem sel yang
baik untuk mempelajari keterlibatan p53 pada IBV

dalam menginduksi

penghambatan siklus sel dan apoptosis.


Dampak infeksi IBV pada proliferasi sel inang kemudian diuji dengan
infeksi H1299 dan sel Vero oleh IBV di MOI 0,5 (IBV-I) dan 1 (IBV-II) masingmasing tiap kali waktu percobaan. Penentuan jumlah sel total menunjukkan
bahwa pertumbuhan sel dihambat oleh IBV dalam MOI dan tergantung waktu
(Gambar. 1b). Penurunan jumlah sel untuk sel H1299 lebih signifikan
dibandingkan dengan sel Vero (Gambar. 1b). Lebih lanjut analisis proliferasi sel
dengan MTT assay menunjukkan bahwa, pada MOI 1, infeksi IBV menghambat
pertumbuhan kedua siklus sel, meskipun H1299 sel lebih sensitif terhadap infeksi
IBV (Gambar. 1c). Hasil ini menunjukkan bahwa infeksi IBVmenghambat
proliferasi sel, dan status p53 tidak memediasi penghambatan pertumbuhan IBV.
Namun, p53 mungkin memainkan peran tertentu, seperti penghambatan lebih jelas
dari pertumbuhan yang diamati dalam sel p53-null.
B.Induksi siklus sel yang menyimpang pada IBV yang menginfeksi H1299 dan sel
Vero.
Profil siklus sel di IBV yang menginfeksi H1299 dan sel Vero kemudian
dianalisis. Adanya asinkronisasi pertumbuhan dari sel H1299 dan sel Vero yang
terinfeksi IBV, dipanen pada titik waktu yang berbeda pada post-infeksi dan inti
DNA yang diwarnai dengan propidium iodida (PI) sebelum dianalisis secara
sitometri (FACS).

Gambar.2.Induksi progresi siklus sel menyimpang dalam sel IBV terinfeksi. H1299 dan sel Vero terinfeksi
IBV pada MOI 1.Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel yang dikumpulkan dan diwarnai dengan propidium
iodida untuk analisis FACS. Data dianalisis dengan menggunakan software 3.0ModFitLTMac untuk
menentukan persentase sel di setiap fase dari siklus sel di kedua asynchronous tumbuh (panel atas) dan
disinkronisasi (panel bawah) H1299dan selVero. Hasil disajikan denganlima percobaan diulang.

Pada kedua sel, terjadi sedikit peningkatan (3% -10%) dari fase S diamati
pada waktu jam ke-6 dan jam ke-12 post-infeksi (Gambar. 2 atas). Sel-sel pada
fase S yang meningkat 7% -10% pada IBV yang menginfeksi sel Vero pada posinfeksi 18 jam dan 24 jam,selanjutnya meningkat sebesar 20% pada 30 jam pascainfeksi (Gambar. 2, atas). Tingkat yang jauh lebih tinggi dari kenaikan (20%
-30%) dari fase S diamati pada titik-titik waktu yang sama pada IBV yang
menginfeksi Sel H1299 (Gambar 2, Panel atas). Akumulasi fase G2 / M pada
tingkat 15% dan 6%, masing-masing, juga diamati pada sel Vero IBV terinfeksi
pada jam ke 18 dan 24 post infection (Gambar. 2, panel atas). Akumulasi sel-sel di
Fase G2 / M hanya diamati pada post-infeksi jam ke 30 pada IBV yang diinfeksi
Sel H1299 (Gambar 2, Panel atas). Siklus sel gangguan yang disebabkan oleh
infeksi IBV diteliti lebih lanjut menggunakan H1299 dan sel Vero di bagian yang

kekurangan serum sebelum infeksi. Itu progresi siklus sel itu kembali dimulai oleh
stimulasi

serum

dan

sel menjadi sasaran analisis FACS. Profil siklus sel IBV terinfeksi H1299 dan
Vero sel menunjukkan tingkat yang sebanding dengan penangkapan pada S (10%
-30%) dan fase G2 / M (5% -15%) dari sel asynchronous tumbuh (Gambar. 2,
panel bawah).
Analisis FACS juga menyatakan bahwa infeksi IBV selektif menginduksi
masuk ke dalam siklus sel di H1299. Analisis siklus sel profil menunjukkan
bahwa infeksi IBV sangat menurun pada fase sel G0 /G1 dan secara signifikan
meningkatkan jumlah sel di fase S (Gambar. 2, panel bawah). Sebelum infeksi,
sekitar 83% dari sel serum ditangkap di fase G0 / G1 fase. Pada jam ke- 12 dan 18
jam post-infeksi, masing-masing terjadi penurunan 6% dan 24% dari populasi fase
G0 / G1 dan 12% serta 24% peningkatan populasi fase S yang diamati pada sel
mock-terinfeksi (Gambar. 2, panel bawah). Namun, penurunan lebih jauh (17%
dan 39%) pada sel di fase G0 / G1 dan peningkatan (22%dan 42%) dari sel fase S
yang diamati pada sel yang terinfeksi IBV pada saat yang sama (Gambar. 2, panel
bawah). Fenomena serupa juga terlihat pada sel Vero diam (Gbr. 2, panel bawah).
C. Analisis siklus sel terkait gen pada IBV yang menginfeksi H1299dan
Sel Vero
Sebagai peningkatan melalui siklus sel dimediasi oleh kompleks Cdks
dengan siklin yang sesuai, kemungkinan bahwa infeksi IBV akan memodulasi
seperti regulator siklus sel pada tingkat protein. Analisis Western blot berbagai
Cdks dan siklin pertama kali dilakukan di IBV terinfeksi sel H1299. Pada posinfeksi jam ke-12, siklin B1 dan E mengalami 2 kali lipat lebih tinggi dalam sel
IBV yang terinfeksi dari sel mock-terinfeksi (Gambar. 3a,jalur 2 dan 3). Namun,
penurunan Cdk2 diamati pada sel IBV terinfeksi, sementara siklin A dan D1 sertas
ebagai Cdk1 tidak berubah (3a Gambar., jalur 2 dan 3). Pada jam ke-18
postinfection,ekspresi Cdk2 dan cyclin D1 menurun 2 dan 3 kali lipat, masingmasing, dalam sel IBV terinfeksi, tetapi siklin A,B1, E dan Cdk1 hampir identik
antara mock-terinfeksi dan sel IBV terinfeksi (Gambar. 3a, jalur 4 dan 5). Terjadi

10

3 kali lipat pengurangan siklin A, B1 dan D1, dan pengurangan 2 kali lipat dari
Cdk 1 dan Cdk2 yang diamati pada sel IBV terinfeksi pada 24 jam post-infeksi
(Gambar. 3a, jalur 6 dan 7). Penurunan lebih drastis dari siklin A dan D1 (5 dan 10
kali lipat) dan Cdk1 (3 kali lipat) telah diamati pada sel IBV terinfeksi pada 30
jam post-infeksi (Gambar. 3a, jalur 8 dan 9).

Gambar 3. Analisis Western blot gen-siklus terkait sel. (a) H1299 (kiri panel) dan sel Vero (panel kanan) yang
baik yang tidak terinfeksi (U), mock-terinfeksi (M) atau terinfeksidengan IBV (I) pada MOI dari 1. Pada
waktu yang ditunjukkan, sel-sel segaris dengan SDS buffer sampel, dan jumlah yang sama protein dari
sampel diuji dengan analisis western blot dengan anti-siklin A, B1, D1, dan E, Cdk1, Cdk2, dan antibodi
fibrillarin, masing-masing. Membran yang sama juga diperiksa dengan -tubulin memuat kontrol. Replikasi
virus dikonfirmasi dengan analisis Western protein N dengan anti-IBV N antibodi poliklonal. Data perwakilan
dari tiga percobaan diulang. (b) Asynchronously tumbuh H1299 (panel atas) dan sel Vero (panel lainnya)
yang terinfeksi dengan IBVat sebuah MOI dari 1 (I). Pada waktu yang ditunjukkan, sel-sel segaris dan sasaran
analisis Western blot dengan anti-RB, p53, p21 dan antibodi -tubulin, masing-masing. Bentuk
Hypophosphorylated dari RB (pRB) muncul sebagai band cepat bermigrasi, dan RB hyperphosphorylated
(ppRB) muncul band-band seperti sedikit tertutup (panel atas). Data mewakili tiga percobaan independen.

Dalam percobaan paralel, analisis Western blot dari ekspresi Cdks dan
siklin di IBV terinfeksi sel Vero menunjukkan pengurangan umumnya lebih
drastis dalam ekspres protein dari dalam sel H1299 IBV terinfeksi (Gambar.
3alajur10-18). Di antara mereka, yang paling menonjol adalah siklin B1 dan Cdk2

11

(2 dan 5 kali lipat lebih rendah) (Gambar. 3a). Replikasi IBV dikedua saluran sel
dipantau analisis dengan Western blot dari protein N IBV, menunjukkan bahwa
ekspresi protein N adalah secara bertahap meningkatdari waktu ke waktu
(Gambar. 3a). Dalam kedua IBV (H1299 dan sel Vero terinfeksi IBV), protein
nukleolus fibrillarin serta-tubulin tetap konstan (Gambar. 3a). Status fosforilasi
RB di IBV terinfeksi sel H1299 kemudian diperiksa dengan analisisWestern blot.
Penelitian ini juga melihat apakah infeksi IBV pada sel Vero bisa menginduksi
ekspresi p53 dan akumulasi p21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang jelas pada kedua tingkat ekspresi keseluruhan dan modifikasi
pasca-translasi p53 antara sel mock- dan IBV terinfeksi di seluruh waktu
percobaan (Gambar. 3b). Ekspresi p21 berkurang sebanyak 3 sampai 4 kali lipat
dalam sel IBV yang terinfeksi pada 12 dan 18 jam post-infeksi, masing-masing,
dibandingkan dengan sel mock-terinfeksi. Namun, ekspresi p21 identik di kedua
kelompok pada pos infeksi 30 jam (Gambar. 3b). Data ini menunjukkan bahwa
IBV menginduksi cell cycle arrest tanpa tergantung dari aktivasip53 dan p21.
D. Bypass dari IBV yang menginduksi

arrest cell pada fase S yang diberi

perlakuan dengan proteasome inhibitor


Seperti infeksi IBV yang menginduksi penghambatan perkembangan pada
transisi fase S dan G2 / M melalui down-regulasi dari berbagai protein regulator
siklus sel termasuk siklin A, B1 dan D1 serta Cdk1 dan Cdk2, cyclin A, Cdk2 dan
cyclin D1 dilaporkan terdegradasi melalui jalur ubiquitin dependent proteolisis
pada sel tumor dan sel terinfeksi coxsackievirus (Chen et al, 2004b;.. Luo et al,
2003), analisis Western blot protein ini dilakukan pada IBV yang menginfeksi sel
H1299 dengan adanya keberadaan proteasome inhibitor, lactacystin dan NIP-leuleu-leu-vinylsulfone(NLVS). Seperti dapat dilihat pada Gambar. 4a, infeksi IBV
menyebabkan peningkatan 22% dari sel di fase S pada jam ke-24 pos-infeksi
(dibandingkan 'Mock' dengan 'DMSO'). Selain dari kedua lactacystin dan NLVS
di fase S siklus sel penghambatan dan dipulihkan dengan ekspresi cyclin A, Cdk2
dan cyclin D1 protein dengan cara yang tergantung pada dosis (Gambar. 4a dan
b). Lactacystin terbukti lebih efisien daripada NLVS, kecuali dalam stabilisasi

12

cyclin A (Gambar. 4a dan b). Efektivitas inhibitor proteasome juga dibuktikan


oleh

akumulasi

protein

multi

ubiquitinated

(Gambar.

4b).

tingkat Cdk1 tetap tidak berubah di bawah kondisi eksperimental identik(Gambar.


4b). Data ini menunjukkan bahwa infeksi

IBV infeksi secara spesifik

menyebabkan degradasi cyclin A, Cdk2 dan cyclin D1 melalui mekanisme


bergantung-proteasome,yang mengarah pada cell cycle arrest

13

E. Efek dari cell cycle arrest pada fase S dan G2 / M fase pada replikasi IBV
Manipulasi progresi siklus sel adalah strategi penting yang dimanfaatkan
oleh banyak virus untuk membuat kondisi kondusif seluler untuk replikasi virus.
Untuk mengetahui pengaruh cell cycle arrest pada replikasi IBV, sel H1299
disinkronisasi dengan methotrexate untuk menciptakan lingkungan S-fase, dan
produksi virus pada sel-sel ini ditentukan oleh titrasi dan analisis Western blot
protein IBV N. Demikian, asynchronous sel H1299 tumbuh diberi perlakuan baik
dengan DMSO atau metotreksat selama 20 jam, diikuti dengan inkubasi di media
segar selama 6 jam untuk melepaskan progresi siklus sel. Setelah dibebaskan,
lebih dari 65% dari sel-sel di metotreksat diperlakukan kelompok memasuki fase
S (Gambar. 5a). Sel diperlakukan dengan DMSO atau metotreksat terinfeksi IBV
dan masing-masing dipanen pada 24 dan 48 jam post-infeksi. Penentuan yang
TCID50 virus dipanen pada masing-masing 24 dan 48 jam post-infeksi
menunjukkan bahwa sekitar 7 sampai 11 kali lipat lebih virus yang dihasilkan dari
sel-sel yang diberi perlakuan dengan metotreksat (Gambar 5a., Panel bawah).
Analisis Western blot menegaskan bahwa ekspresi yang lebih tinggi dari protein N
terdeteksi pada sel yang diberi perlakuan dengan methotrexate pada 24 jam postinfeksi (Gambar. 5c, lajur 1-4).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 7- dan 10 kali lipat virus
yang dihasilkan berkurang dari sel diperlakukan dengan methotrexate pada pascainfeksi 24 dan 48 jam, masing-masing (Gambar 5b., Panel bawah). Analisis
Western blot mengkonfirmasi bahwa ekspresi yang lebih rendah dari N protein
dalam sel diperlakukan dengan methotrexate pada 12 dan 24 jam pasca infeksi
(Gambar. 5c, lajur 5-8).

14

F. Induksi p53-independen apoptosis oleh IBV


Dalam studi sebelumnya, dilaporkan bahwa infeksi IBV menginduksi
apoptosis melalui caspase-dependent pada sel kultur (Liu et al., 2001). Untuk
lebih menjelaskan mekanisme molekuler IBV menginduksi apoptosis, terutama
potensi kebutuhan p53 di IBV-induced apoptosis, baik p53-null Sel H1299 dan
wild type p53 yang mengandung sel-sel Vero terinfeksi IBV, dan sejauh mana
fragmentasi DNA genomik, yaitu terjadinya nuclear karakteristik konten DNA
hypodiploid, dilakukan analisis dengan FACS. Sebuah peningkatan substansial
dalam jumlah sel apoptosis diamati pada jam ke 36 pasca-infeksi dalam kedua

15

saluran sel (Gambar. 6a). Pewarnaan inti dengan Hoechst menunjukkan


tampaknya distorsi dan fragmentasi inti (Gambar. 6b). Sebagai uji TUNEL bisa
membedakan sel apoptosis mengalami fragmentasi DNA oleh menambahkan
nukleotida berlabel dengan DNA terfragmentasi berakhir, sel-sel bahkan pada
tahap awal apoptosis dapat divisualisasikan oleh horseradish peroksidase reaksi
kolorimetri. Seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 6b, jumlah sel TUNEL sinyalpositif adalah drastis meningkat pada pasca-infeksi 36 dan 48 jam di kedua sel
garis (Gambar. 6b). Penambahan inhibitor caspase luas, QVD, secara signifikan
mengurangi deteksi sel positif sinyal TUNEL. Data ini sangat menyarankan
bahwa infeksi IBV mampu menginduksi apoptosis terlepas dari ada tidaknya p53
seluler secara fungsional.

16

2.4 Pembahasan
Manipulasi siklus sel dan induksi apoptosis merupakan dua peristiwa
penting yang terjadi pada sel yang terinfeksi dengan banyak virus. Pada penelitian
ini, kami menunjukkan bahwa infeksi IBV menginduksi cell cycle arrest pada fase
S dan G2 / M pada tahap awal dan apoptosis pada tahap akhir dari siklus infeksi
virus pada kultur sel mamalia. Cell cycle arrest pada fase S dan G2 / M
dikatalisasi oleh modulasi virus dari berbagai siklin sel / Cdks dan akumulasi dari
hypophosphorylasi RB. Data kami juga menunjukkan bahwa Cell cycle arrest
dimanipulasi oleh IBV untuk kepentingan replikasi virus. IBV yang menginduksi
cell cycle arrest dan apoptosis yang terdeteksi pada sel H1299 p53-null dan wild
type p53- mengandung sel Vero, aktivasi p53 tidak diperlukan untuk dua
peristiwa. Penelitian ini tidak hanya memperluas pengamatan Dove et al. (2006)
untuk jenis sel lain, tapi juga mengungkapkan bahwa infeksi IBV bisa
menyebabkan gangguan yang lebih luas dari perkembangan siklus sel.
Untuk suksesnya propagasi, virus dapat memanipulasi progresi siklus sel
untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif (Op De Beeck dan CailletFauquet, 1997; Schang, 2003; Swanton dan Jones, 2001).
Ekspresi kedua cyclin (A dan B1) pada fase S dan G2 telah terjadi down
regulated dalam sel IBV yang menginfeksi sel. Menariknya, siklin G1 (D1 dan E)
juga terdegradasi. Cyclin A, D1 dan Cdk2 terbukti untuk dihancurkan dalam sel
IBV terinfeksi melalui ubiquitin dimediasi proteolisis. Tingkat yang berkurang
dari cyclin E, B1 dan Cdk1, yang semuanya gen target faktor transkripsi E2F,
dapat dikaitkan dengan akumulasi RB aktif. Rb aktif dapat menahan S-fase dan
sasaran gen yang diperlukan untuk replikasi DNA sebagian besar dengan menekan
aktivitas E2F (DeCaprio et al, 1989;. Dyson, 1998; Harbour dan Dean, 2000;
Weinberg, 1995).
Modulasi dari aktivitas p53 adalah peristiwa penting dalam banyak
replikasi virus DNA. Pada respon seluler untuk infeksi virus, p53 umumnya
diaktifkan untuk menginduksi baik cell cycle arrest atau apoptosis. Sebagai
protein respon kerusakan DNA, p53 mengaktifkan berbagai gen yang terlibat
dalam apoptosis, perbaikan DNA dan cell cycle arrest (Vogelstein et al., 2000),

17

dan cell cycle arrest tergantung p53 pada fase G1 / S atau G2 / M

yang

merupakan komponen penting dari respon seluler untuk stres genotoksik termasuk
infeksi virus. Target transkripsi pertama p53 adalah identifikasi p21, sebuah CKI
dari Cip / Kip keluarga, yang menjembatani fungsi p53 dengan siklus sel dan
memainkan peran penting dalam regulasi siklus sel perkembangan atau cell arrest
(el-Deiry et al, 1993;.. Harper et al, 1993). Ekspresi p21 bisa menghambat dua
critical checkpoint dalam siklus sel, yaitu G1 dan G2, baik melalui jalur-p53
dependent dan -independent (Macleod et al., 1995). Pengamatan bahwa infeksi
IBV menginduksi cell cycle arrest di S dan G2 / M fase di kedua H1299 dan Vero
sel kemungkinan karena keterlibatan p53 dalam proses ini. Infeksi IBV
menginduksi apoptosis di kedua sel baik H1299 dan Vero sel, menunjukkan
bahwa IBV-induced apoptosis mungkin juga p53-independen.
Apoptosis adalah titik akhir dari siklus sel dan dalam banyak kasus
terhentinya perkembangan sel. Namun dalam kasus lain, perkembangan melalui
siklus sel tampaknya diperlukan untuk efisien induksi apoptosis (Santiago-Walker
et al., 2005). Satu karakteristik dari kerusakan DNA yang disebabkan apoptosis,
terutama karena tidak adanya wild type p53, adalah aktivasi G2 / M siklus sel
checkpoint sebelum kematian sel. Selain itu, apoptosis merupakan konsekuensi
dari S phase arrest dikenakan oleh IFN- dalam serviks terinfeksi HPV garis sel
karsinoma ME-180 (Vannucchi et al., 2005). Didalam studi ini, apoptosis
mungkin secara mekanis berhubungan dengan cell cycle arrest yang disebabkan
oleh infeksi IBV, tetapi tidak mungkin bahwa apoptosis hanyalah konsekuensi
langsung dari cell cycle arrest. Ada kemungkinan bahwa cell cycle arrest pada sel
yang terinfeksi IBV akan mencegah induksi dan pelaksanaan kematian sel awal
dari sel-sel yang terinfeksi.

18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.

Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi 2 tahap, yaitu mitosis (M)
(pembelahan 1 sel menjadi 2 sel) dan interfase (proses di antara 2 mitosis).
Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S), gap 2 (G2).

2.

p53 mengenali ketika sel telah mengalami kerusakan DNA dan


menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat memperbaiki
kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu sel untuk
bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen
seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis

3.

Infeksi virus coronavirus infectious bronchitis virus (IBV) dapat


menginduksi penghambatan pada siklus sel di fase S dan G2 / M di kedua
lini sel p53-null H1299 dan Vero sel. Penghambatan siklus sel ini
dikatalisasi oleh modulasi berbagai siklus sel gen pengatur dan akumulasi
RB hypophosphorylated, yang tidak tergantung dari p53.

4.

Berdasarkan pada pengamatan penelitian, apoptosis terjadi di kedua


H1299 dan sel Vero IBV yang terinfeksi, dan bahwa infeksi IBV tidak
mempengaruhi ekspresi p53 dalam sel inang.

19

DAFTAR PUSTAKA

Baumforth and Crocker, 2003, Molecular and Immunological Aspects of Cell


Proliferation,

in

Molecular

Biology

in

Cellular

Pathology,

Wiley

(http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/0470867949.ch6/summary)
Li, F.Q., Tam, J.P., Liu, D.X. 2007. Cell cycle arrest and apoptosis induced by the
coronavirus infectious bronchitis virus in the absence of p53. Virology 365 (2007)
435-445.
Siu, W.Y., Yam, C.H., and Poon, R.Y.C., 1999, G1 versus G2 Cell Cycle After
Adriamycin-induced Damage in Mouse Swiss3T3 Cells, Left. 461: 299-305.
Vermeulen, K., Berneman, Z.N., and Van Bockstaele, D.R., 2003, Cell Cycle and
Apoptosis, Cell Prolif. 36(3): 165-175.

20

Anda mungkin juga menyukai