Edit 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN DAN TEKNIK LABORATORIUM IPA

SPESIMEN AWETAN

Oleh :
Kelompok VII

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

HALAMAN PENGESAHAN
SPESIMEN AWETAN

Oleh:
Kelompok VII
Yogyakarta, 24 Nov-8 Des 2014
Anggota:
Nama

NIM

Tanda tangan

Endah Setyo Rini

13312241010

Desi Aulia Wati

13312241019

Viontika

13312241032

Yuli Emi Badriyah

13312244002

Diserahkan pada tanggal .............................................................., jam ...............

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Ekosari Roektiningroem., M.P


NIP.19611031 198902 2001
A. JUDUL : SPESIMEN AWETAN

B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering.
2. Mengetahui cara pembuatanspesimen awetan binatang kering.
3. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan bahan bioplastik.
C. KAJIAN PUSTAKA
1. Pengawetan Tumbuhan
Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun botani yang
dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang
telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi (Onrizal, 2005).
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan
dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai
tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu pengumpulan tanaman kering untuk
keperluan studi maupun pengertian, tidaklah boleh diabaikan. Yaitu melalui pengumpulan,
pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan herbarium (Steenis, 2003).
Herbarium merupakan karya referensi tiga dimensi, herbarium bukan hanya untuk
mendefinisikan suatu pohon, namun segala sesuatu dari pohon. Mereka memegang bagian
yang sebenarnya dari bagian mereka itu. Nama latin untuk koleksi ini ataupun Herbarium
adalah Siccus Hortus, yang secara harfiah berarti taman kering, dan setiap specimen
menekan yang terpasang pada selembar kertas yang diulisi dengan apa tanaman yang
dikumpulkan itu, kapan dan dimana ditemukannya (Stacey, 2004).
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi spesiemen tanaman
atau tumbuhan yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium yang baik selalu
disertai identitas, pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan nomor koleksi). Serta
dilengkapi keterangan lokasi asal material dan keterangan tumbuhan tersebut untuk
kepentingan penelitian dan

identifikasi.

Pengendalian

inanditatif

dengan

penggunaan semacam cendawan


Pathogen

dengan pelaksanaan herbisida jangka pendek, agar gulma yang dapat

diberantas (Moenandir, 1996).


Pada masa sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu spesimen yag
diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai sumber
informai dasar untuk para ahli taksonomi dan sekaligus berperan sebagai pusat penelitian
dan pengajaran , juga pusat informasi bagi masyarakat umum. Herbarium diartikan juga

sebagai bank data dengan sejumlah data mentah yang belum diolah. Masing-masing
specimen dapat memberikan bermacam-macam informasi, tergantung kelengkapan
spesimen, data dan asal-usul materialnya. (Balai Taman Nasional Baluran, 2004)
Kelebihan dari Herbarium kering dibandingkan dengan herbarium basah adalah
dapat bertahan lama hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa kelemahan pada herbarium
yaitu; spesimen mudah mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang memadai
maupun karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan pengecekan
data secara manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa orang, biaya
besar,tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak jauh (Wibobo
dan Abdullah, 2007)
Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ vegetatif dan
organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan menentukan nilai estetikanya
serta faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama pembuatan
herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu (Subrahmanyam,
2002).
a. Kegunaan Herbarium
Kegunaan herbarium secara umum antara lain: 1. Sebagai pusat referensi :
Merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi para ahli taksonomi,
ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas
yang bergerak dalam konservasi alam. 2. Sebagai lembaga dokumentasi : Merupakan
koleksi yang mempunyai nilai sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan
baru, tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi dan lain lain.3. Sebagai pusat
penyimpanan data : Ahli kimia memanfaatkannya untuk mempelajari alkaloid, ahli
farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat kanker, dan
sebagainya (Onrizal, 2005).

b. Pembagian Herbarium
1) Herbarium Basah
Herbarium basah, setelah material herbarium diberi label gantung dan
dirapikan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan
kertas koran untuk satu specimen (contoh). Tidak benar digabungkan beberapa

specimen di dalam satu lipatan kertas. Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi
material herbarium tersebut ditumpuk satu diatas lainnya. Tebal tumpukan
disesuaikan dengan dengan daya muat kantong plastik (40 60) yang akan
digunakan. Tumpukkan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram
alcohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan tersiram secara
merata, kemudian kantong plastic ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya
alcohol atau spiritus tidak menguap keluar dari kantong plastik (Onrizal, 2005).
2) Herbarium Kering
Herbarium kering, cara menggunakan pengawetan dengan pengeringan,
memerlukan 2 macam proses, yaitu :
a) Pengeringan langsung
Yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di
dalam sasak, untuk mendapatkan hasil yang optimum sebaiknya di pres dalam
waktu dua minggu kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan
panas yang diatur di dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena
jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan
cepat menjadi busuk.
b) Pengeringan bertahap
Yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air
mendidih selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam
lipatan kertas koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau
dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material
herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya
merata. Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas
koranbekas pengeringan tadi diganti dengan kertas baru. Kemudian material
herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi (Onrizal, 2005).
Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ
vegetatif dan organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan
menentukan nilai estetikanya serta faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi
herbarium adalah lama pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor
lingkungan seperti suhu (Subrahmanyam, 2002).
c. Bahan dan Perlengkapan

1) Alat untuk mengambil material herbarium: parang, kapak, pisau, gunting stek,
galah berpisau, dan kadang kadang ketapel. Untuk terna perlu sekop, dan untuk
rotan diperlukan sarung tangan anti duri.
2) Alat pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastic besar, kantong
plastik (40 x 60 cm, dan ukuran lebih kecil), tali plastic dan hekter. Alat
pengepres: sasak dari kayu atau bambu (30 x 50 cm).
3) Alat tulis: label gantung (3 x 5 cm, dari manila karton), balngko isian/tally sheet,
pensil, buku catatan dan alat tulis lain.
4) Alkohol 70 % atau spiritus (1 liter untuk 30 50 spesimen).
5) Alat pelengkap: kamera dan perlengkapannya, altimeter, teropong, pita ukur, dll.
d. Pengumpulan Material
Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan
herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi.Dalam pekerjaan identifikasi
tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga dan buah, dalam
satu kesatuan.Material herbarium yang lengkap mengandung ranting, daun muda dan
tua, kuncup, bunga muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan tua.Material
herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasa disebut herbarium
fertil, sedangkan material herbarium tanpa bunga dan buah disebut herbarium
steril.Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium
fertil dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa spesimen sebagai duplikat
(3 spesimen atau lebih per nomor koleksi).
Material herbarium dari pohon berdiameter besar maupun kecil agar dipilih
ranting yang berbunga dan berbuah.Apabila hal ini sulit dilakukan, cukup diambil
ranting dengan daun-daun dan kuncup utuh dalam satu kesatuan.Material herbarium
dari tumbuhan terna dan rumput-rumputan, batang dan akarnya harus dikumpulkan
pula.Demikian pula halnya dengan bambu, material herbariumnya tidak hanya berupa
ranting daun berbunga, tetapi ruas batang dan pelepahnya harus disertakan. Material
herbarium rotan sangat sulit dikumpulkan karena selain berdaun majemuk bersirip
yang panjangnya lebih dari 1 m,bahkan ada yang mencapai 4 m (termasuk sirus),
misalnya rotan manau, harus disertakan pula batang dan pelepahnya yang banyak
durinya itu. Beberapa jenis rotan tidak memiliki sirus pada ujung daun, namun
mempunyai salur berduri pada bagian pelepah yang disebut flagel yang panjangnya
dapat mencapai 5 m, seperti pada rotan kesur. Selain material herbarium harus

lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium
harus dilakukan pula pencatatan data tumbuhannya, terutama karakter/sifat yang akan
hilang jika diawetkan. Material herbarium tanpa catatan tumbuhannya dianggap
sangat tidak ada artinya.Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan buku catatan
atau blangko isian/tally sheet.
Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan
segera dibuat pula label ganting yang diikat pada material herbarium. Satu label untuk
satu spesimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama) kolektor
(pengumpul), nomor koleksi, nama lokal(daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi
pengumpulan, dan tanggal. Dianjurkan agar untuk penulisan pada label gantung
tersebut menggunakan pensil, supaya tulisan tidak larut bila kena siraman alkohol atau
spiritus.
e. Penempatan Awetan
Tempat koleksi herbarium :
1) Material basah harus segera dikeluarkan dari kantongnya, kemudian dirapikan
tumpukannya dan bila perlu kertasnya diganti dengan kertas baru. Selanjutnya,
tumpukan material herbarium dipres di dalam sasak, kemudian dimasukkan ke
dalam tungku pengeringan atau oven dengan suhu 80oC selama 48 jam.
2) Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara
berturut-turut material tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa. Hasil
identifikasi ini ditulis pada label dentifikasi yang telah disiapkan. Dalam hal ini
harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai
dengan nomor koleksi pada label gantung.
3) Material herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawetkan dengan cara
sebagai berikut:
a) Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuranalkohol 96 %
dan tepung sublimat dengan perbandingan 50 gram sublimat dalam 1 liter
alkohol. Pada proses pengawetan ini dianjurkanagar digunakan sarung tangan
dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.
b) Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam larutan sublimat
dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran, kemudian beberapa material
ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara 2 sasak, lalu diikat kecang.

c) Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam tungku pengeringan


dan dijemur sampai material menjadi kering.
d) Material yang telah kering ini siap untuk diproses lebih lanjut sebagai koleksi
herbarium yang tahan terhadap serangan jamur maupun hama.
4) Material herbarium kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas gambar
yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan pula,
pemasangan label identifikasi yang telah diisi.Dalam hal ini,perlu diperhatikan
agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan nomor koleksi
herbarium yang bersangkutan. Material herbarium kering yang sudah diplak dan
memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan herbarium.
2. Pengawetan Hewan
Sedangkan pada hewan, juga dapat dilakukan proses pengawetan, baik kering
maupun basah. Pengawetan hewan kering dengan cara /istilah taksidermi merupakan
proses pengawetan dengan cara mengelurkan organ dalam dari hewan tersebut dan yang
dibentuk adalah kulit dari hewan itu sendiri. Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang
memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari
hingga kadar airnya sangat rendah. Tahap-tahap pengawetan hewan avertebrata, yaitu :
a. Kegiatan mematikan hewan,yaitu dengan cara memasukkan hewan avertebrata ke
dalam larutan pembunuh seperti alkohol pekat atau larutan formalin 3%. Pada hewan
yang melakukan gerakan-gerakan yang kuat sebaiknya tidak langsung dimatikan tapi
dilakukan anastesi dahulu. Untuk melakukan anastesi dapat dilakukan dengan
menggunakan zat-zat sebagai berikut :
1) Menthol, dengan cara menaburkan kristal-kristal menthol pada permukaan air
tempat hewan tersebut mengembang.
2) Magnesium sulfat, kristal magnesium langsung ditaburkan pada permukaan hewan
yang masih basah.
3) Magnesium chlorida, larutan chlorida 7,5% (dilarutkan air yang telah mendidih)
kemudian hewan seperti plankton dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama 30
detik.
4) Chloral hydrate, digunakan untuk melakukan anastesi hewan air tawar
5) Propylene phenoxetol, dengan cara merendam hewan-hewan yang mau dianastesi
lalu ditetesi larutan propylene phenoxetol yang kadarnya tidak melebihi 1%.
6) Ethyl alkohol, untuk anastesi hewan air tawar dengan kadar 10%.
b. Fiksasi

Fiksasi adalah suatu proses yang menstabilkan protein penyusun jaringan,


sehingga setelah hewan mati jaringan masih tetap seperti kondisi hewan masih hidup.
Zat kimia yang umum digunakan untuk fiksasi adalah formaldehyde, ethanol, asam
asetat.
c. Pengawetan.
Hewan yang telah diawetkan disebut spesimen tidak akan mengalami
pengkerutan atau rusaknya penyusunnya karena terbebas dari bakteri dan jamur.
Pada proses pembuatan awetan basah, selain menggunakan organisme berupa
tanaman, dapat juga dilakukan pada jenis hewan yaitu dengan merendam seluruh
spesimen dalam larutan formalin 4%.
Selain membuat awetan baik basah maupun kering pada hewan dan tumbuhan,
untuk pengawetan juga bisa dilakukan dengan cara awetan bioplastik. Bioplastik atau
yang sering disebut plastik biodegradable, merupakan salah satu jenis plastik yang
hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak
nabati, dan mikrobiota.Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan
keragaman struktur tidak beracun.Bahan yang dapat diperbarui ini memiliki
biodegradabilitas yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan
pembuat bioplastik (Stevens, 2002).
3. Bioplastik
Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok
resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan
dalam blok resin selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi
sebagai ornamen. Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan
senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan
mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Pengawetan dengan menggunakan
poliester resin ini dapat dilakukan pada bahan segar, awetan kering, dan atau awetan
basah. Pengawetan ini bisa untuk mengamati aspek morfologi, anatomi, jaringan,
perbandingan, atau siklus hidupnya.Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga akan
menimbulkan panas. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah cairan
katalis yang ditambahkanakan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya proses
polimerisasi, efeknya adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak katalis
yang ditambahkan akan semakin cepat dan semakin panas.
Teknik pengawetan hewan/tumbuhan dengan bioplastik ini memiliki beberapa
keunggulan antara lain : kuat dan tahan lama, murah, menarik dan praktis dalam

penyimpanan. Tetapi, teknik ini juga memiliki kelemahan yaitu objek asli tidak bisa
disentuh/ diraba.
D. METODE PRAKTIKUM
a. Tempat dan Waktu Praktikum
a. Tempat
: Laboratorium IPA 2
b. Waktu
: 24 November-8 Desesember 2014
b. Alat dan Bahan
a. Alat :

6)
7)
8)
9)

1) Kertas Koran
2) Kertas label
3) Kantong plastic
4) Gelas Ukur
5) Tissue
Double tip
Selotip
Gunting
Kapas

10) Jarum pentul


11) Jarum suntik
12) Toples
13) Kertas kado
14) Kertas Samson
15) Plastik
16) Botol bekas
17) Pengaduk

b. Bahan :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Tanaman Kiapu
Tanaman Bambu
Tanaman Tebu
Tanaman Jagung Jali
RumputJajagoan
Kecoa

7) Kalajengking
8) Formalin
9) Akuades
10) Kloroform
11) Resin
12) Alkohol

c. Prosedur Kerja
a. Awetan kering tumbuhan
d.

Menyiapkan alat dan bahan.


e.
f.
g. Menyiapkan tumbuhan segar, yaitu tanaman bambu, tanaman tebu, tanaman
h.
jagung jali dan tanaman rumput jajagoan
i.
Mencuci tanaman-tanaman tersebut dengan bersih menggunakan air.
j.
k.
l. Mengeringkan bagian-bagian tanaman yang dicuci dengan menggunakan
m.
tissue hingga kering.
n.
o. Memberi olesan alkohol 70% di bagian organ- organ tanaman yang akan
p.
digunakan, misal pada batang yang memiliki ketebalan lebih dibanding
q.
dengan organ yang lainnya.
r.
s.
Meletakkan tanaman- tanaman yang akan digunakan di atas koran.
t.

u.
Mengatur posisi ketiga tanaman yang dipakaisedemikian rupa sehingga nampak
v.
rata dan rapi di atas koran.
w.
x.
y. Menutup bagian organ-organ tertentu dengan menggunakan tissue tipis dan
z.memberinya selotip agar organ yang digunakan tidak ikut rusak terkena perekat
aa.
selotip.
ab.
Menutup tanaman- tanaman tersebut menggunakan koran kembali dengan baik
ac.
dan rapi.
ad.
ae.
af. Meletakkan tanaman- tanaman yang telah terbungkus koran di bawah kardus
ag.
yang berisi tumpukan buku.
ah.
ai.
Menunggu beberapa hari hingga awetan benar benar kering.
aj.
ak.
al. Memotong karton yang disesuaikan dengan ukuran tanaman yang digunakan
am.
sebanyak 3 buah potong karton.
an.
ao. Melepaskan spesimen awetan tumbuhan dari koran dengan hati- hati.
ap.
aq.
Meletakkan tanaman- tanaman yang sudah kering di atas karton dan mengatur
ar.
posisi sedemikian rupa agar terlihat rapi dan menarik.
as.
at.
Memberi label pada masing- masing tanaman di karton.
au.
av.
aw. Menutup karton yang berisi awetan kering beberapa tumbuhan dengan
menggunakan plastic.
ax.
ay.
az.
b. Awetan kering hewan
ba.
bb.
bc.
bd.

Menyiapkan hewan hidup, yaitu kalajengking

Memasukkan kalajengking ke dalam kantong plastik.


be.
bf. Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastic
bg.
tersebut.
bh.
bi.
bj. Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum
bk.
pentul.
Menyuntik badan spesimen yaitu capung dengan formalin 4%.

bl.
bm.
bn.
Mengeringkan kalajengking dengan cara meletakkannya di dalam ruangan
relatif kering.
bp.

bo.

bq.
br. Menata kalajengking hingga posisinya rapi ke dalam kotak insektarium.
bs.
bt.
Memberi label spesimen tersebut.
bu.
c. Awetan tumbuhan basah
bv.
bw.
Menyiapkan tanaman segar yaitu kiapu
bx.
by.
Mencuci spesimen tersebut hingga bersih.
bz.
ca.
Menyiapkan larutan alkohol
cb.
cc.

Memasukkan spesimen tersebut ke dalam toples dan menatanya hingga


cd.
posisinya rapi.
ce.
cf.
cg. Menuangkan alcohol hingga semua bagian spesimen tersebut tercelup
dalamalkohol .
ch.
ci.
Menutup rapat toples tersebut dan memberi label spesimen tersebut.
cj.
ck.
d. Bioplastik
cl.
cm.
cn.
co.
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
cw.
cx.
cy.

Menyiapkan hewan hidup, yaitu kecoa


Memasukkan kecoa dalam plastik.

Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastik


tersebut.
Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum
pentul.
Menyuntik badan spesimen yaitu kecoa dengan formalin 4%.
Mengeringkan kecoa dengan cara meletakkannya di dalam ruangan dalam suhu
kamar beberapa hari.

cz.
da.
db.
dc.
dd.
de.
df.
dg.
dh.
di.
dj.
dk.

dn.

Setelah spesimen kering, membuat campuran resin dengan katalis sebanyak


4% dari resin.
Sembari menunggu kering, membuat label spesimen tersebut dengan mika
bening.
Meletakkan label di atas resin yang sudah kering dan menutupnya dengan resin
tipis.
Setelah resin kering, meletakkan kecoa di atas resin dan menutupnya dengan
resin kembali.
dl.
dm.
Melepaskan hasil bioplastik dari cetakan setelah kering dan mengamplasnya
agar terlihat lebih menarik dan rapi.
do.

E. DATA HASIL PENGAMATAN


a.

b.

Jenis

c.

Nama Spesimen

No
d.

Awetan
e.

Awet

f.

Awetan Kering Tanaman Bambu

an tumbuhan (kering g.
)

j.

Awetan Kering Tanaman Tebu


k.
l.
m.

p.

Awetan Kering Tanaman Jagung Jali

q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
ad.

ac.
af.

Awetan Kering Rumput Jajagoan

ah.

ai.

an hewan (kering)

aq.

am.

ar.

an.

as.

ao.

at.

ap.

au.

an tumbuhan (basah)
ay.

astik

Awetan Kering Kalajengking

ak.
av.

Awetan Basah Tanaman Kiapu

aw.
az.

Bioplastik Kecoa

Awet

al.

ax.

ag.
aj.

Awet

Biopl

ba.
bb.
bc.
bd.
F. PEMBAHASAN
a. Pada praktikum Pengelolaan dan Teknik Laboratorium IPA yang dilaksanakan
pada tanggal 24 November sampai 8 Desember 2014 di Laboratorium IPA 2 berjudul
Spesimen Awetan. Tujuan dari praktikum ini antara lain mengetahui cara pembuatan
spesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering, mengetahui cara pembuatan
spesimen awetan binatang kering dan engetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan
bahan bioplastik
b. Pada pembuatan specimen awetan tumbuhan, praktikan melakukan pengawetan
dengan 2 teknik pengawetan yaitu, awetan basah dan kering. Pada teknik pengawetan kering
tanaman yang digunakan praktikan antara lain tanaman bambu, tanaman tebu, tanaman
jagung jali dan rumput Jajagoansedangkan pada awetan basah tanaman yang digunakan yaitu
tanaman hydrophyta berupa tumbuhan kiapu.
1. Awetan Kering Tanaman Poaceae
c.

Dalam membuat spesimen awetan kering pada tumbuhan ini praktikan

menggunakan beberapa alat antara lain kertas koran, tissue, selotip, dan gunting. Bahan
yang digunakan yaitu macam-macam tumbuhan yang akan di awetkan dan alkohol.
Adapun cara membuat spesimen awetan yang dilakukan oleh praktikan yaitu praktikan
membersihkan tumbuhan yang masih terdapat sisa tanah seperti pada bagian akar.
Kemudian melapisi bagian batang dari tumbuhan tersebut dengan alkohol pada bagian
batang yang di rasa keras dan lama kering.Bagian batang tersebut seperti pada bagian
percabangan yang tebal. Setelah terlapisi, praktikan menggelar kertas koran, dan

meletakkan tumbuhan yang akan di awetkan di atas kertas koran, lalu tumbuhan diselotip
agar bentuknya tetap rata baru setelah itu ditutup dengan kertas Koran dan dipres.
d.
Dalam proses pengeringan ini praktikan tidak menggunakan alat untuk
pengepres, namun praktikan hanya meletakkan tumbuhan tersebut di bawah tumpukan
buku yang tebal. Langkah percobaan tersebut digunakan untuk semua jenis tumbuhan
yang akan diawetkan.
e.

Awetan Kering Tanaman Bambu


f. Klasifikasi Bambusa sp (Bambu)

h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.

g.
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiosperm
Super Divisi : Magnoliophyta
Ordo
: Poales
Sub Ordo
: Commelinids
Famili
: Poaceae
Sub Famili
: Bambusoideae
Super Bangsa : Bambusodae
Bangsa
: Bambuseae
Kelas
: Magnoliophyta
Genus
: Poaceae
Spesies
: Bambusa sp
t. Bambu tergolong keluarga Graminae (rumput-rumputan).Tanaman ini juga

sering disebut sebagai rumput raksasa (Giant Grass).Bambu merupakan tanaman


berumpun yang terdiri dari sejumlah batang/ buluh yang tumbuh secara bertahap dari
mulai rebung (tunas bambu), batang muda, dan batang dewasa pada umur 4 5
tahun.Bambu memiliki tiga bagian tubuh utama yang tampak, yaitu akar, batang, dan
daun.Akar bambu terdiri atas rimpang (rhizon) yang berbuku dan beruas. Pada buku
akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang. Sedangkan
batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga (ada pula

yang masif), berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang.
Warna batangnya biasanya hijau dan jika sudah tua akan menguning atau cokelat.
Tumbuhnya ke atas dan tegak lurus (erectus).
u. Bagian selanjutnya adalah daunnya, daun bambu (folium Bambusa sp)
merupakan bagian yang memiliki heteromorfisme pada fase kehidupannya. Daun
Bambu termasuk daun lengkap karena memiliki ketiga syarat sebagai daun lengkap
yaitu memiliki upih daun atau pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus), dan
helaian daun (lamina). Bangun daun (Circum scription) pada daun Bambu yaitu
termasuk bangun lanset (laceolatus) karena bagian terlebar berada di tengah-tengah
helaian daun.Ujung daun (apex folii) pada daun Bambu adalah runcing (acutus). Tepi
daun (margo folii) pada daun Bambu adalah rata (integer) karena tepi daun pada
pangkal hingga ke ujung bertepi rata. Pangkal daun (basis folii) pada daun Bambu
adalah runcing (acutus).Tulang daun (venation) pada daun Bambu adalah bertulang
sejajar karena mempunyai satu tulang di tengah yang besar membujur daun,
sedangkan tulang-tulang lainnya jelas lebih kecil dan nampaknya semua mempunyai
arah yang sejajar.Permukaan daun pada daun Bambu adalah berbulu kasar (hispidus)
karena jika diraba terasa kasar.Daging daun (intervenium) pada daun Bambu
(Bambusa sp) adalah seperti kertas (papyraceus atau chartaceus) karena tipis tetapi
cukup tegar.Warna daun pada daun Bambu adalah hijau tua.Berikut adalah
pembahasan mengenai heteromorfisme Bambusa sp.
v. Heteromorfisme Folium Bambusa sp
w. Heteromorfisme folium Bambusa sp merupakan perbedaan susunan daun
dan tata letak daun pada fase muda dan fase tuanya, sedangkan pada fase tunas
(rebung) belum ada daun yang muncul dan tumbuh.
a. Fase Muda
x.

Pada fase muda, dimana diameter batangnya masih sekitar 3 5

cm, muncul daun tunggal dari tiap nodus-nodusnya. Morfologi daun tunggal pada
fase muda ini antara lain daun berbentuk lanset, tepi daun rata, ujung daun lancip,
memiliki tangkai daun yang sangat pendek yang langsung menempel pada nodus,
sehingga tampak seolah-olah daun itu tidak memiliki tangkai. Selain itu, daun
tunggal

ini

memiliki

pertulangan

daun

sejajar

dan

permukaan

daun

licin.Merupakan daun tunggal dengan tata letak daun saling berhadapan dan

berselang-seling.Daun yang masih muda terletak di bagian ujung batang muda,


dan masih menggulung secara vertikal.Pada umumnya, daun yang terletak di
bagian atas berukuran lebih besar dan lebih panjang daripada daun-daun tunggal
yang terletak di bawahnya.
b. Fase Dewasa
y.

Batang bambu muda akan terus mengalami pertumbuhan dan

perkembangan sampai dewasa, sementara daun tunggal yang ada pada fase muda
akan gugur. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya daun tunggal yang masih
menempel pada batang bambu yang telah dewasa. Pada bambu yang sudah
dewasa, sifat batangnya sudah sangat keras dengan diameter lebih dari 5 cm.
susunan daunnya berbeda dengan fase tua, daun yang muncul dan tumbuh bukan
lagi merupakan daun tunggal, melainkan daun majemuk. Dari tiap nodus batang
utama, tumbuh ibu tangkai daun.Selanjutnya dari setiap nodus ibu tangkai daun,
tumbuh anak tangkai daun, dan dari setiap nodus anak tangkai daun inilah baru
muncul tangkai daun dan daun-daun majemuk.Daun majemuk pada fase dewasa
ini merupakan daun majemuk menyirip ganjil. Morfologi satu helai daun majemuk
ini sama dengan daun tunggal pada fase muda.
z.

Awetan Kering Tanaman Tebu


aa.
ab.
ac.
ad.
ae.
af.
ag.
ah.
ai.
aj.

Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:


Kingdome
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class
: Monocotyledone
Ordo
: Glumiflorae
Famili
: Graminae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum L.
(Tarigan dan Sinulingga, 2006).
ak. Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas

ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah (lebih
tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya
(lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu
dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah
seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).

al.

Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian,

yaitu batang, daun, akar, dan bunga.Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi
kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak.Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m
atau lebih.Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau
kombinasinya.Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan
umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih muda.Daun tebu merupakan daun
tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai
daun.Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling.Pelepah
memeluk batang, makin ke atas makin sempit.Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan
telinga daun.Pertulangan daun sejajar.Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya
dapat mencapai satu meter.Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2
macam akar, yaitu akar setek dan akar tunas.Akar setek/bibit berasal dari setek
batangnya, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih
muda. Akar tunas berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman
masih tumbuh. Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai
dengan pertumbuhan terbatas.Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga
mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua kepala
putik.
am.

Awetan Kering Tanaman Jagung Jali


an. Jali mempunyai nama ilmiah Coix lacryma-joi L.

Dan klasifikasi ilmiah jali adalah sebagai berikut :


ao. Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
ap. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
aq. Superdivisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
ar. Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
as. Klas
: Liliopsida (Tumbuhan monokotil)
at. Subklas
: Commelinidae
au. Ordo
: Cyperales
av. Familia
: Poaceae
aw. Genus
: Coix L.
ax. Species
: Coix lacryma-jobi L.
ay. Jali merupakan tumbuhan berhari pendek dan membutuhkan suhu tinggi,
curah hujan yang melimpah, tanah-tanah fertil yang cocok, dan lebih menyukai sinar
matahari harian yang pendek.Di daerah tropik jenis tersebut dapat tumbuh sampai

pada ketinggian 2000 m dpl.Seringkali juga ditemukan tumbuh meliar di daerahdaerah paya.
az. Rumput tegak, bercabang kuat, tingginya dapat mencapai 3 m. Buluh terisi
dengan empulur, bercabang pada bagian atasnya.Daun besar dan berpelepah, helaian
daun memita sampai membundar telur-melanset, tepi daun kasar, halus atau kasap
permukaan atasnya. Perbungaan di ketiak daun paling atas, soliter atau terdiri dari 27-berkas, putih atau kebiruan, mengandung 2 tandan; tandan betina mengandung
buliran yang duduk, buliran dengan 1 floret, tandan jantan dengan kira-kira 10 buliran
yang menyirap dan muncul berpasangan atau tiga-tiga, 1mempunyai gantilan lainnya
duduk; buliran melanset sampai menjorong, mengandung 1-2 floret jantan. Buah
bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna dan kekerasannya, biasanya berwarna abuabu, kuning-merah tua atau keunguan, lunak atau keras, berisi jali.Jali berwarna merah
tua untuk yang berkulit keras, atau merah muda untuk yang berkulit lunak.
ba.
Hal yang menjadi kendala dalam pembuatan herbarium awetan
kering pada jagung jali ialah tekstur permukaan daun yang bergelombang-gelombang
sehingga sulit untuk diluruskan. Daunnya yang mudah layu juga merupakan salah satu
pemicu sulitnya membuka gulungan daun yang mengatup. Alat bantu yang dapat
digunakan dalam membuka daun agar melebar yaitu dengan menempelkan solatip di
permukaan daun pada koran yang menjadi alas.
bb.
Awetan Kering Rumput Jajagoan
bc. Klasifikasi Echinochloa crus-galli (L.)
Kingdom : Plantae
Subkingdom

: Tracheobionta

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Subkelas : Commelinidae
Ordo

: Cyperales

Famili

: Poaceae

Genus

: Echinochloa Beauv.

Spesies

: Echinochloa crus-galli (L.) Beauv


bd. Jajagoan tumbuhnya tegak atau kadang-kadang menanjak.Pangkalnya

mempunyai cabang-cabang yang banyak, membentuk rumpun yang ukurannya

sedang.Buluhnya berbulu jarang atau sarna sekali tidak berbulu. Tinggi tiap-tiap
buluhnya sampai 1.5 m. Tepi helaian

daunnya tajam. Warna daun hijau

tua.Perbungaannya keluar di ujung cabang.Kadang-kadang ada juga yang keluar di


ketiak daunnya.Perbungaannya sendiri berupa malai yang agak menguncup,
tumbuhnya tegak sampaimerunduk.Malai terbagi dalam bunga bagian.Bunga
bagiannya terdapat sekitar 5 - 30 buah yang berupa tandan. Tandan-tandan ini
berukuran
be. pendek. Tiap-tiap tandan menyanggah banyak buliran yang susunannya rapat
sekalidan terpusar.Di tiap-tiap bukunya ada 1, 2 atau 3 tandan.Bijinya licin dan
mengkilat.Warna biji-biji ini coklat kekuningan sampai coklat.Rumput ini hidupnya
hanya semusim saja.Tumbuhan yangsedang berbunga dapat dijumpai setiap saat
karena masa berbunganya sepanjang tahun.Jenis ini memperbanyak diri melalui
bulirannya, namun demikian buluh-buluhnya dan anakannya juga sangat membantu
dalam perkembang-biakannya.
bf. Jajagoan terutama banyak dijumpai di tempat-tempat yang berairseperti di
parit-parit atau di sawah.Di sekitarhutan atau ladang jenis inijuga banyak
dijumpai.Biasanya tumbuh bercampur dengan jenis-jenisrerumputan lainnya, tekitekian atau jenis gewor.Tumbuhnya mulai dari daerah pantai sampai di ketinggian
1.200 m. Di sawah jajagoan merupakan tumbuhan pengganggu yang sangat
merugikan. Rumput ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhan padi
bg.
2. Awetan Basah Tanaman Kiapu
bh.

Selain herbarium kering, praktikan juga membuat produk berupa

herbarium basah. Tanaman yang praktikan ambil untuk sampel adalah Kiapu (Pistia
stratiotes L.). Praktikan mendapatkan tanaman Kiapu dengan mengambil di Kebun
Biologi FMIPA UNY pada hari Senin tanggal 1 Desember 2014. Berikut adalah
klasifikasi ilmiah dari tanaman Kiapu :
bi.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
bj.
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
bk.
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
bl.
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
bm. Kelas
: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
bn.
Sub Kelas
: Arecidae
bo.
Ordo
: Arales

bp.
bq.

Famili
Genus

Spesies
br.

: Araceae (suku talas-talasan)


: Pistia
: Pistia stratiotes L.
Pada pembuatan herbarium

basah,

pertama menata/mengatur bagian-bagian tumbuhan


Kiapu(Pistia stratiotes L.)pada objek glass sesuai
dengan ukuran toples yang digunakan.Langkah selanjutnya adalah memasukan/merendam
ke dalam toples denganlarutan alkohol 70%, dan menutup dengan rapat, lalu memberi
label herbarium basah tersebut.
bs.
Kiapu (Pistia stratiotes L.)merupakan tumbuhan tetap hijau yang
merupakan tumbuhan monocotyledone. Tumbuhan ini cenderung untuk memperluas dan
melacak serta membentuk koloni besar yang dapat menutupi seluruh permukaan yang
tersedia bagi mereka.Tumbuhan Kiapu lebih suka di tempat yang cerah dan mendapat
cahaya matahari secara bebas. Namun juga dapat hidup di tempat yang teduh namun tetap
terkena cahaya matahari secara parsial .
bt.
Water lettuce (sebutan dalam bahasan Inggris) tidak memiliki batang yang
jelas dan bahkan tidak memiliki batang. Daun-daunnya tersusun secara roset didekat akar,
sehingga disebut roset akar.Daunnya merupakan daun tunggal.Ujung daun membulat
namun pangkal daun runcing.Tepi daun berlekuk-lekuk dan ditutupi dengan rambut tebal
dan lembut. Panjang daun sekitar 2 hingga 10 cm sedangkan lebar daun sekitar 2 hingga 6
cm. Daun-daun tebal dan lembut membentuk suatu pahatan seperti mahkota bunga mawar
dan sedikit kenyal. Pertulangan daun sejajar, dimana tulang daun tipis dan
terselubung.Daun berwarna hijau kadang kebiruan bila sudah tua agak berwarna kuning.
Tangkai daun sangat pendek hampir tidak ada (Landprotection,2006). Bunga berada di
tengah roset dan tumbuh berwarna putih namun tidak begitu jelas.Bunga bertipe bunga
tongkol dan terletak di ketiak daun di tengah roset.Bunga merupakan bunga berumah
satu.Panjang bunga kurang lebih 1 cm, memiliki rambut dan dilindungi oleh seludang,
serta bunga bersembunyi sehingga tidak nampak jelas.Perkembangbiakan yang dilakukan
selan generatif, juga dapat terjadi secara vegetatif, yang dilakukan dengan menghasilkan
stolon.Membran pada bunga memisahkan antara bunga jantan dan bunga betina.Buah dari
bunga Kiapu (Pistia stratiotes L.) merupakan buah buni. Buah berbentuk bulat dan
berwarna merah, dengan ukuran 5 hingga 8 cm. Sedangkan biji dari tumbuhan ini
berbentuk bulat, berwarna hitam, dan berukuran kecil. Ukuran biji 2 mm, dengan sisi

membujur dan ujung meruncing. Akar jumbai panjang berwarna putih, yang
menggantung di bawah roset yang mengambang bebas di sepanjang saluran air.Akar
memiliki stolon. Rambut-rambut akarnya membentuk suatu struktur berbentuk seperti
keranjang dan dikelilingi gelembung udara, sehingga meningkatkan daya apung
tumbuhan itu. Akar dapat tumbuh panjang hinga mencapai 80 cm (Langeland,2008).
bu.
Akar yang dimiliki tumbuhan ini adalah akar serabut dan membentuk suatu
struktur berbentuk seperti keranjang dan dikelilingi gelembung udara, sehingga
meningkatkan daya apung tumbuhan itu. Hal ini menunjukkan bentuk fisiologis adaptasi
yang dilakukan tumbuhan Kiapu untuk mampu hidup di area perairan dan tetap
mendapatkan cahaya matahari dan udara untuk proses fotosintesis. Selain itu, letak daun
berupa rosset dan bentuk daun yang cenderung melebar membantu tumbuhan ini untuk
dapat mengapung dipermukaan air karena luas kontak dengan air lebih luas, serta daun
yang lebar membantu tanaman ini untuk melakukan penguapan air secara berlebih.
Menurut Landprotection (2006), daun tumbuhan Kiapu memiliki struktur beronggarongga, dan bila dilihat secara histologis, maka nampak bahwa terdapat rongga kosong
pada jaringan mesofilnya yang disebut jaringan aerenkim. Hal ini menunjukkan
caraKiapu untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya yaitu perairan atau lahan basah,
yang bertujuan agar dapat mengapung di permukaan air. Tumbuhan yang memiliki rongga
udara banyak akan semakin mudah mengapung karena jaringan penyusunnya tidak padat
dan berat.
bv.
3. Spesimen Awetan KeringKalajengking
bw.

Dalam pembuatan spesimen awetan hewan, praktikan

melakukan

pengawetan dengan 2 teknik pengawetan yaitu, awetan kering dan teknik bioplastik.
Pertama, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan cara awetan kering yang
disebut dengan insektarium. Dalam teknik insektarium ini, praktikan menggunakan hewan
insekta yaitu kalajengking untuk di awetkan.
bx.
Alat yang digunakan untuk pengawetan insektarium ini antara lain,
suntikan, plastik, kapas kardus dan jarum pentul. Suntikan digunakan untuk
menyuntikkan formalin yang akan digunakan untuk mengawekan, sedangkan kapas
digunakan untuk mengambil kloroform dan di masukkan ke dalam plastik yang telah
berisi hewan agar hewan tersebut pingsan, sehingga mudah untuk dilakukan penyuntikan.

Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengawetan ini adalah formalin dan kloroform.
Adapun cara yang dilakukan praktikan dalam melakukan teknik pengawetan hewan
kering ini, pertama praktikan mengambil kloroform menggunakan kapas, kemudian
memasukkan ke dalam plastik serta memasukkan hewan ke dalam plastik pula. Hal
tersebut bertujuan untuk membuat kalajengking pingsan.Setelah kalajengking pingsan dan
tidak bergerak lagi laludiletakkan di atas kardus dan menelentangkanya.Kemudian,
praktikan mengambil formalin menggunakan suntikan dan menyuntikkan formalin ke
dalam tubuh kalajengking secara perlahan.Setelah itu praktikan menggunakan kertas
kardus untuk meletakkan kalajengking dan menata posisi kalajengking serapi
mungkin.Kaki-kaki kalajengking ditahan dengan jarum pentul agar bentuknya tetap
rapi.Kemudian, dibiarkan hingga kering.
by.
Kalajengking hutan (Heterometrus spinifer)

bz.
ca.
cb.
cc.
cd.
ce.
cf.
cg.
ch.
ci.

Kalajengking hutan Asia (Heterometrus spinifer) di TN Khao Yai,

Thailand.
Klasifikasi Heterometrus spinifes (kalajengking) :
Kingdom
: animalia
filum
: arthropoda
kelas
: Arachinida
Ordo
: Scorpiones
family
: Arachinida
Genus
: Heterometrus
Spesies
: Heterometrus spinifes (kalajengking)
cj.
Kalajengking adalah sekelompok hewan beruas dengan delapan kaki

(oktopoda) yang termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida.Kalajengking


masih berkerabat dengan ketonggeng, laba-laba, tungau, dan caplak.Ada sekitar 2000
jenis kalajengking.Mereka banyak ditemukan selatan dari 49 U, kecuali Selandia Baru
dan Antarktika.
ck.
Karakteristik Fisik :

cl.

Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen: cephalothorax dan

abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma.


a. Siklus Hidup
1) Kalajengking memiliki periode kehamilan yang lama (2-18 bulan).
2) Setiap betina melahirkan 25-35 anak yang memanjat ke punggung induknya.
Mereka tetap berada di punggung induk selama satu atau dua minggu setelah
kelahirannya.
3) Setelah mereka turun dari punggung, mereka akan mandiri.
4) Rata-rata kalajengking hidup tiga hingga lima tahun, tetapi sejumlah spesies dapat
hidup hingga 10-15 tahun.
b. Anatomi
cm.

cn. Kalajengking anatomi:


co.1

cephalothorax

atau

cv.

Prosoma ;

cv.

cp.2 = Abdomen atau Mesosoma ;

cv.

cq.3 = Tail atau Metasoma ;

cv.

cr. 4 = Claws atau pedipalpus

8 = cakar dipindah-pindahkan

cs. 5 = Kaki;
ct. 6

Mulut

atau Manus ;
bagian

Chelicerae;
cu.7 = penjepit atau Chelae ;

atau

cw.

9 = cakar Tetap atau

Tarsus ;
cx.10 = Sting atau Telson ;
cy. 11 = Anus .

cz. Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua bagian (tagmata): yang


cephalothorax (juga disebut prosoma) dan perut (opisthosoma). Perut ini terdiri dari
mesosoma dan metasoma.
1) Cephalothorax
da.

Para cephalothorax , juga disebut prosoma , adalah "kepala" itu

kalajengking, terdiri dari karapas , mata , chelicerae (bagian mulut), pedipalpus


(biasanya disebut cakar , penjepit atau chelae) dan empat pasang kaki berjalan .
exoskeleton ini kalajengking tebal dan tahan lama, memberikan perlindungan
yang baik dari predator. Kalajengking memiliki dua mata di bagian atas kepala,
dan biasanya 2-5 pasang mata di sepanjang sudut depan kepala.Posisi mata di
kepala sebagian bergantung pada kekerasan atau kelembutan tanah atas mana
mereka menghabiskan hidup mereka.
db.

Pedipalp adalah tersegmentasi , chelate (mencakar) embel-embel

digunakan untuk melumpuhkan mangsanya, pertahanan dan untuk tujuan


sensorik. Segmen dari pedipalp (dari yang paling dekat dengan keluar tubuh)
adalah coxa , trokanter , tulang paha (humerus), patella, tibia (manus, tangan atau
cakar bergerak) dan tarsus (cakar tetap). kalajengking A memiliki gelap atau
granular mengangkat pegunungan linear, yang disebut "keels" atau Carinae pada
segmen pedipalp dan pada bagian lain dari tubuh yang berguna taksonomi.
2) Mesosoma
dc.

Perut ini terdiri dari tujuh segmen ( somit ), masing-masing ditutupi

bagian punggung oleh plat sclerotosed ( tergum ) dan juga bagian perut untuk
segmen 3 sampai 7. Segmen perut pertama dikenakan sepasang opercula kelamin
yang mencakup gonopore . Segmen 2 terdiri dari pelat basal dengan pectines.
Setiap segmen mesosomal 3 sampai 7 memiliki sepasang spirakel yang
merupakan bukaan untuk pernapasan organ kalajengking, yang dikenal sebagai
paru-paru buku . Bukaan spirakel mungkin celah, lingkaran, elips, atau oval.
3) Metasoma
dd.

Metasoma, para kalajengking ekor , terdiri dari enam segmen

(segmen ekor tampak seperti segmen mesosoman terakhir), yang terakhir berisi
kalajengking anus dan bertuliskan telson (yang menyengat ). Telson, pada

gilirannya, terdiri dari vesikel , yang memegang sepasang racun kelenjar, dan
aculeus suntik, di-suntik duri racun.
c. Racun kalajengking
de.Semua

spesies

kalajengking

memiliki

bisa.Pada

umumnya,

bisa

kalajengking termasuk sebagai neurotoksin (racun saraf).Suatu pengecualian adalah


Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa sitotoksik (racun sel). Neurotoksin terdiri
dari protein kecil dan juga natrium dan kalium, yang berguna untuk mengganggu
transmisi saraf sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh
atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan.
df. Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap artropoda lainnya dan
kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek
lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan).Namun beberapa spesies kalajengking,
terutama dalam keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia.Salah satu yang
paling berbahaya adalah Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera
Parabuthus, Tityus, Centruroides, dan terutama Androctonus.Kalajengking yang
paling banyak menyebabkan kematian manusia adalah Androctonus australis.
d. Siklus Hidup
1) Kalajengking memiliki periode kehamilan yang lama (2-18 bulan).
2) Setiap betina melahirkan 25-35 anak yang memanjat ke punggung induknya.
Mereka tetap berada di punggung induk selama satu atau dua minggu setelah
kelahirannya.
3) Setelah mereka turun dari punggung, mereka akan mandiri.
4) Rata-rata kalajengking hidup tiga hingga lima tahun, tetapi sejumlah spesies dapat
hidup hingga 10-15 tahun.
dg.
4. Awetan Bioplastik Kecoa
dh. Awetan bioplastik adalah pengawetan hewan atau tumbuhan yang telah
dikeringkan dalam blok resin. Awetan bioplastik dapat digunakan sebagai media
pembelajaran dan ornament atau souvenir. Awetan bioplastik mempunyai kelebihan yaitu
tahan lama, dapat melihat struktur spesimen secara langsung dan lebih mudah disimpan.Alat
dan bahan yang kami butuhkan yaitu objek yang akan diawetkan (kecoa), alkohol, resin,
wadah cetakan, formalin, tulisan klasfikasi kecoa yang diprint menggunakan kertas

transparan, gelas minuman kemasan, stik pengaduk dan katalis. Alasan praktikan memilih
kecoa, yaitu kecoa mudah untuk didapat.Berikut klasifikasi kecoa.
di.

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
dj.

Pillum : Arthropoda

dk.

Kelas : Insecta

dl.

Ordo : Orthoptera

dm.

Familia

dn.

Genus : Periplaneta

do.

Spesies
dp.

: Blattellidae
: Periplaneta sp.

Langkah kerja yang kami lakukan, yaitu pertama, menyediakan wadah / alat

cetakan. Untuk membuat cetakan praktikan menggunakan plastik yang tahan terhadap resin
dengan cara menggunting sesuai dengan bentuk cetakan yang diinginkan. Cetakan yang baik
adalah fleksibel, permukaannya halus, tahan terhadap resin serta sesuai dengan obyek dan
bentuk seni. Untuk itu harus pula diperhatikan setting obyek pada cetakan (orientasi, label
ataupun aksesories lainnya). Langkah kedua, menyiapkan obyek.Obyek yang disiapkan yaitu
kecoa.Langkah ketiga,membuat preparat bioplastik. Pembuatan preparat ini dengan cara /
tahap sebagai berikut : membius obyek dengan menggunakan alkohol agar kecoa bisa
secepatnya pingsan dan praktikan bisa melaksanakan praktikum awetan bioplastik dengan
lebih mudah. Selanjutnya, setelah kecoa pingsan, tahan kecoa dengan menggunakan jarum di
bagian sela-sela kaki, sayap. Selanjutnya, menuangkan resin ke dalam tempat lain (gelas
minuman kemasan) kemudian menambahkan katalis 4% dari jumlah banyaknya resin yang
dipakai. Kemudian, mengaduk perlahan-lahan larutan resin dan katalis tersebut dan
mengusahakan jangan sampai muncul gelembung udara.Mengaduk larutan tersebut sampai
berubah warnanya.Berikutnya, memasukkan adonan resin + katalis 2 mm sebagai alas /
sesuai denagn wadah agar proporsional dengan cetakan tadi.Langkah berikutnya, yaitu
membiarka adonan resin dan katalis sampai benar-benar kering.Kurang lebih selama
seminggu, adonan tersebut dikeringkan.Setelah mengering, Menempelkan tulisan yang sudah
diprint transparan ke dalam adonan yang sudah mengering.Selanjutnya, memasukkan adonan
lagi sedikit sebagai penanam atau penjebak agar obyek tidak muncul / timbul
dipermukaan.Setelah itu memasukkan obyek dengan rapi sesuai dengan keinginan praktikan

dengan menggunakan jarum atau lidi.Setelah selesai mengeringkan lagi (dalam memasukkan
obyek harus hati-hati agar tidak ada gelembung udara yang timbul akibat gesekan obyek).
Langkah berikutnya, preparat yang sudah mengering di ambil dan di tuangi adonan lagi
sebagai penutup, lalu mengeringkan lagi seperti cara pengeringan di atas. Setelah preparat
betul-betul kering buka wadahnya dengan cara di sobek dan dalam hal ini membukannya pun
harus hati-hati agar tidak pecah. Langkah selanjutnya, meng haluskan permukaan dengan
gerinda / amplas bertingkat dari kasar (100 600 1000) ke halus pada kondisi basah /
berair, serta jangan sampai berdebu karena debunya dapat menyebabkan kanker / karsinogen.
Sebagai langkah terakhir menghaluskan dengan compound bertingkat QQ very white
dengan menggunakan kain halus sampai mengkilat. Preparat telah selesai dibuat.
dq. Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat bioplastik: Dalam membuat
adona resin + katalis harus diperhatikan komposisi perbandingannya dan pada waktu
mengaduk harus hati-hati agar jangan sampai ada gelembung udara dan harus sekali habis
karena sifatnya cepat mengeras. Setelah itu, pada saat memberi resin, sebelumnya harus
sudah mengering dan pada waktu penutupan, obyek harus sudah kering dulu karena di
khawatirkan obyek akan muncul ke permukaan / timbul.

Ciri-ciri pembuatan bioplastik

yang berhasil apabila hasilnya sebagai berikut : tidak ada gelembung udara pada preparat
tersebut, tidak ada pecahan yang ditimbulkan karena terlalu panas atau terlalu banyak katalis
maupun terlalu tebalnya resin, obyek mengkilat. Tata letak atau orientasi obyek / label
mengandung kreasi seni yang tinggi.
dr.

Sudut permukannya halus dan jernih. Adapun hasilnya preparat di katakan gagal

apabila hasilnya sebagai berikut : karena terlalu panas ataupun terlalu banyak katalis serta
terlalu bergelembung. Pecah-pecah tebalnya resin, mengatur tata letak orientasi obyeknya
jelek .Obyeknya tampak keruh dan buram.Sudutnya tajam, permukaan kasar dan tidak jernih.
ds.
G. KESIMPULAN
a. Berdasarkan pada percobaan yang telah praktikan lakukan pada kegiatan
Spesimen Awetan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium) dapat dilakukan secara basah dan
kering. herbarium kering adalah herbarium yang dibuat dengan cara pengeringan, namun
tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan
perbandingan pada saat determinasi selanjutnya.Herbarium basah adalah spesimen

tumbuhan yang diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen
macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda.
2. Pembuatan spesimen awetan kering pada hewan dilakukan untuk mengawetkan makhluk
hidup. Cara pertama yang dilakukan ialah mencari hewan (insecta) yang akan
dikeringkan. Kemudian melakukan pembiusan untuk memingsankan hewan sebelum
disuntik dengan formalin. Setelah itu, praktikan tinggal membentuk bagian-bagin tubuh
hewan agar dapat terlihat semua.
3. Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin
untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang
kental. Resin merupakan senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas
karbon. Senyawa ini akan mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Reaksi
polimerisasi bersifat eksoterm sehingga akan menimbulkan panas. Untuk mempercepat
polimerisasi

digunakan

katalis.

Jumlah

cairan

katalis

yang

ditambahkanakan

mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya proses polimerisasi, efeknya adalah jumlah
panas yang dikeluarkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan akan semakin cepat
dan semakin panas.
H. DAFTAR PUSTAKA
a.

Aththorick,

T.A,

dan

Siregar

E.S.

2006.

Taksonomi

Tumbuhan.

DepartemenBiologiFMIPA USU. Medan


b.

BalaiDiklatKehutanan

Makassar.

2011.

Herbarium

Sebagai

Acuan

PenanamanPohon.Diakses dari http://www.badikhut.com. pada tanggal 10 Desember


2014.
c.

Balai

TamanNasionalBaluran,2004.Pembuatan

Herbarium.

Diakses

http;//balurannationapar.web.id/Wpcontent/uploads/2011/04/Pembuatan

dari

Herbarium

FloraDiTamanNasionalBaluran04FIX.pdf. pada tanggal 10 Desember 2014.


d.

Bridson, D and L. Forman. 1998. The herbarium handbook. 3 rd edition.Royal


Botanic Gardens, Kew.

e.

Goddard, J. 1996. Physicians Guide to Arthropods of Medical Importance. 2nd


ed. Boca Raton, FL: CRC Press, Inc.

f.

Giant Forest Scorpion, Giant Blue Scorpion, Asian Forest Scorpio

g. Landprotection,2006. In Asive Plants. Century Crafts : New York


h.

Mallis, A. 1983.Handbook of Pest Control. 6th ed. Cleveland, OH: Franzak and
Foster Co.

i.

Moenandir, J. 1996. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. PT.Raja Grafindo


Persada: Jakarta.

j.

Mullen, GR & SA Stockwell. 2002.Scorpion (Scorpiones). Dalam Gary Mullen &


Lance Durden.Medical and Veterinary Entomology.Academic Press. New York, Tokyo.

k.

Nasution, U. 1986. Gulma

dan

Pengendaliannya di

Perkebunan

Karet

SumateraUtara dan Aceh. PT. Gramedia : Jakarta.


l.

Onrizal.

2005.

Teknik

Pembuatan

Herbarium.

Diakses

pdari

http://ocw.usu.ac.id.padatanggal 10 Desember 2014.


m.

Ramadhanil. 2003. Herbarium Celebense (CEB) dan Peranannya dalam


MenunjangPenelitianTaksonomi

Tumbuhan

di

Sulawesi.

Diakses

dari

http://unsjournals.com.pada tanggal 10Desember 2014.


n.

Rugayah, Retnowati, A., Windadri, F.I., & A. Hidayat. 2004. Pengumpulan data
taksonomi. Dalam Rugayah,Widjawa, E.A., & Praptiwi (Penyunting). Pedoman
penumpulan data keanekaragaman flora. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

o.

Smith, R. L. 1982. Venomous Animals of Arizona. Tucson: Univ. Arizona, College


of Agriculture, Bulletin 8245.

p.

Stacey, Robyn and Ashley Hay. 2004. Herbarium. Cambridge University Press:
NewYork

q.

Subrahmanyam, N.S. 2002. Laboratory Manual of Plant Taxonomy. University


ofDelhi. New Delhi

r.

Sutisna, U.,T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. N. Wulijarni-Soejipto dan Soekotjo


(Peny.).Pedoman pengenalan pohon hutan di Indonesia.Yayasan PROSEA, Bogor dan
Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan, Bogor.

s.

Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan

Objek

Biologi. Jurusan

BiologiFMIPA UNY: Yokyakarta.


t.

Tjitrosoepomo, G. 2007.
PressYogyakarta.

Morfologi

Tumbuhan.

Gajah Mada University

u.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press


Yokyakarta.Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. PT.Pradnya Paramita : Jakarta

v.

Wibobo,

Abdulah, W.

2007.

Desain

Xml

Sebagai

Mekanisme

PetukaranData Dalam Herbarium Virtual. http//eprints.undip.ac.id/1855/1/3 Adi Wibowo


%2B%2B%2B.doc
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
I. LAMPIRAN
a.

b.

c.

Gb. 1. Awetan kering tanaman

d.

bambu
e.

Gb. 2. Awetan kering tanaman


tebu

f.

g.

Gb. 3. Awetan kering


kalajengking

h.

Gb. 4. Awetan basah tanaman


kiapu

i.

j.

k.

Gb. 5. Bioplastik hewan kecoa

l.

Gb. 6. Awetan kering rumput


jajagoan

m.

u.

t.

n.
o.
p.
q.
r.
s.
Gb. 7. Awetan kering tanaman jagung jali

Anda mungkin juga menyukai