Koleksi Spesimen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

KOLEKSI SPESIMEN

Oleh :
Nama : Hastya Tri Andini
NIM : B1A017081
Rombongan : III
Kelompok :5
Asisten : Munatul Khayah Almusyarofah

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai bahan penelitian
keanekaragaman fauna baik taraf nasional ataupun taraf internasional. Kegiatan
pengelolaan yang dapat dilakukanadalah proses pengawetan, peraratan, perekaman data,
pengawasan dalam penggunaan spesimen ilmiah. terdapat sekitar 2.700.000 spesimen
hewan atau binatang sebagai koleksi ilmiah zoologi yang terdiri atas 25.500 spesimen
mamalia, 30.500 spesimen burung, 2.280.000 spesimen serangga, 11.000 spesimen
amfibi, 8.000 spesimen reptil, 140.000 spesimen ikan, 180.000 spesimen moluska dan
sekitar 25.000 spesimen invertebrata lain (Sofyan, 2010).
Koleksi spesimen yaitu pengawetan yang digunakan dalam mempertahankan
organ spesimen. Manfaat dan dayaguna koleksi spesimen menurut Suhardjono (1999),
diantaranya yaitu membantu dalam identifikasi atau mengenali jenisnya, mendiagnosa
atau mendeskripsikan karakter pemiliknya, membantu mempelajari hubungan
kekerabatan, mempelajari pola sebaran geografi, mempelajari pola musim
keberadaanya, mengetahui habitat, mengetahui tumbuhan atau hewan inang, dan
mengetahui biologi: perilaku, daur hidup.
Ilmuwan tidak dapat mengambil manfaat pada spesimen yang tidak diawetkan.
Kegiatan koleksi hewan perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya jangan sampai
menggangu keberadaan satwa langka atau merusak sisa-sisa peninggalan. Sisa-sisa
peninggalan tersebut dapat ditemukan di Museum-museum. Museum menyediakan
akses ke pada publik karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang spesifik
tentang apa yang dilihat (Rae, 2014). Semua spesimen koleksi harus diberi label yang
berisi keterangan tantang nama spesies, lokasi penemuan tanggal koleksi dan data lain
yang diperlukan. Label harus ditulis ketika spesimen diawetkan agar tidak terjadi
kesalahan informasi mengenai spesies awetan (Jasin, 1989).

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara Koleksi Spesimen antara lain:


1. Mengetahui berbagai teknik pengambilan sampel dan pengawetan spesimen hewan.
2. Melakukan pengawetan terhadap hewan invertebrata dan vertebrata.
3. Membuat koleksi spesimen yang dapat bertahan lama.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Holotype merupakan suatu specimen atau unsur lain yang di pakai oleh
seorang pengarang untuk mendapatkan nama jenis tumbuhan tersebut juga merupakan
spesimen tunggal yang menjadi takson baru berbasis di publikasi asli. Isotype
merupakan duplikat atau bahagian dari suatu nomor koleksi yang di kumpulkan dalam
waktu yang sama dengan holotype. Syntype merupakan specimen yang digunakan untuk
menggantikan holotype, kalau holotype hilang atau hancur/rusak. Dan jika Holotype dan
Isotype tidak ada maka di tunjukkan individu lain untuk pengganti holotype. Neotype
merupakan specimen yang di pilih untuk menjadi type tatanama, kalau holotype hilang
atau rusak dan tidak mungkin menunjukkan type pengganti karena tidak ada Isotype.
Lectotype merupakan spesimen yang merupakan sintaksis, tetapi dulu ditetapkan
sebagai pembawa nama yang unik (Dey & Husemann, 2018).
Menurut Tjakrawidjaya (1999), koleksi spesimen yaitu pengawetan yang
digunakan dalam mempertahankan organ spesimen. Teknik koleksi dibedakan menjadi
dua yaitu koleksi basah dan koleksi kering. Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan
dalam larutan pengawet ethanol 70%. Koleksi basah digunakan untuk kelas Reptil dan
Pisces. Sementara koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan bahan
kimia formalin atau boraks. Koleksi kering dilakukan untuk hewan seperti kelas
Mamalia, Amphibi dan Aves. Menurut Yayuk et al. (2010), pengawetan hewan dapat
dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:

Gambar 2.1. Awetan Rangka


Sumber: http://muttermuseum.org/collections/osteological-skeletal-spesimens/
Pembuatan preparat tulang (rangka) dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan
menguliti spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan selama
30 menit hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu didinginkan
secara alami. Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih menempel pada
rangka dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan direndam dalam pemutih
agar tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan diidentifikasi (Yayuk
et al., 2010).
Gambar 2.2. Insektarium
Sumber: Montreal Insectarium
Pembuatan preparat awetan insekta (insektarium) dilakukan dengan terlebih
dahulu mematikan serangga dengan cara serangga dimasukkan ke dalam botol atau
toples yang didalamnya telah diletakkan busa berkloroform, sebelumnya diletakkan
pembatas dari kertas yang agak tebal yang telah dibolong-bolongi agar serangga tersebut
mati tanpa terkena basahan kloroform. Setelah mati, bagian luar tubuh serangga diolesi
alkohol 70% lalu ditusuk dengan office pin atau jarum pentul, ditancapkan pada
sterofoam. Insektarium merupakan tempat penyimpanan koleksi spesimen Insekta, baik
awetan basah maupun awatan kering. Insektarium sering menampilkan berbagai jenis
serangga, koleksi serangga merupakan bahan untuk belajar struktur tubuh serangga
secara mendalam, terutama yang berhubungan dengan ciri khasnya, sehingga kita lebih
mudah mengenal dan menggolongkannya bila suatu waktu menjumpainya kembali di
lapangan. Media Insektarium dapat membantu dalam mempelajari morfologi serangga
secara langsung dengan objek yang disajikan dalam media (Sulilo, 2015).

Gambar 2.3. Taksidermi


Sumber : http://www.bigcattaxidermy.com/
Taksidermi adalah salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama
berabad-abad (Dermici et al., 2012). Pembuatan preparat taksidermi dilakukan dengan
terlebih dahulu membius spesimen dengan kloroform atau eter. Spesimen yang biasa
dibuat taksidermi adalah Mamalia dan Aves. Setelah hewan mati, dibuat torehan dari
perut depan alat kelamin sampai dada, kemudian lukanya dibubuhi tepung jagung.
Setelahnya, hewan dikuliti menggunakan scalpel, dihilangkan lemak-lemaknya, dam
setelah bersih lalu boraks ditaburi dan gulungan kapas dibuat sebesar atau sepanjang
tubuh hewan lalu dimasukkan sebagai pengganti dagingnya. Kemudian dibentuk seperti
perawakannya saat masih hidup. Terakhir, bekas torehannya dijahit, mulutnya dijahit
segitiga.

Gambar 2.4. Awetan Basah


Sumber: http://muttermuseum.org/collections/wet-spesimens/
Spesimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa Crustacea atau hewan
avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup sederhana prosesnya. Hewan
dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam toples
transparan berisi alkohol 70% yang sesuai ukuran atau lebih besar ukurannya dari hewan
tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk alas hewan agar tetap
kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas kedap air.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum acara Koleksi Spesimen adalah


pinset, bak preparat, gunting, pisau bedah, sikat gigi, kompor, panci, oven, tempat
penyimpanan preparat, jaring, spuit, kotak fiksasi, botol kaca killing jar, alat tulis,
kamera, kuas scapel, wadah spesimen, killing bottle dan jarum pentul.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum acara Koleksi Spesimen adalah
Koleksi spesimen kelompok masing-masing, alkohol 70%, baycline 10%, sabun
pembersih (sunlight), kapas, tissue, formalin, lem, kapas, NaOCl 10%, ketamin,
maizena, boraks, benang jahit, silika gel, kardus, kertas, eter, Chloroform dan air
panas.

B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum acara Koleksi Spesimen adalah:


B. 1. Pengawetan insekta (insektarium)
1. Sampling dilakukan dengan alat bantu berupa jaring serangga, dipastikan agar
organnya lengkap.
2. Dipersevasi, spesimen diletakkan dalam killing bottle yang berisi kapas yang
dilapisi kardus dan telah ditetesi kloroform, ditunggu hingga mati.
3. Spesimen yang telah mati dikeluarkan sesegra mungkin agar tubuhnya tidak
kaku.
4. Bagian abdomennya disuntik alkohol.
5. Spesimen diposisikan diatas steroform sesuai posisi saat masih hidup.
6. Kaki spesimen ditusuk menggunakan jarum, sayap dibentangkan dan dilapisi
kertas kalkir yang ditusuk jarum serta bagian thorax ditusuk jarum.
7. Spesimen dijemur sampai kaku dan selama dijemur diawasi.
8. Setelah kering jarum disayap dan di kertas kalkir dicabut dan jarum pada
thorax dibiarkan.
9. Spesimen dimasukkan dalam kotak spesimen.
10. Spesimen dimasukkan bersama silika gel atau kapur barus agar awet.
11. Diberi label.
B. 2. Pengawetan tulang (rangka)
1. Spesimen disiapkan (ditangkap dari lingkungan atau dibeli dari pedagang).
2. Spesimen dibius menggunakan kloroform, caranya dengan meneteskan
kloroform pada kapas dan kemudian hewan dimasukkan dalam killing bottle
ataupun dengan disuntikkan secara langsung pada hewan.
3. Dilakukan pembedahan, semua otot atau daging, organ dalam dan kulit
dikeluarkan dengan menggunakan pisau bedah.
4. Setelah otot, organ dalam dan kulit sudah dihilangkan dan hanya tersisa
rangkanya saja, maka rangka foto.
5. Daging atau otot yang masih menempel pada rangka dibersihkan kembali.
6. Dilakukan perebusan, spesimen rangkan direbus pada air mendidih selama 15
menit untuk melunakkan daging dan mengeraskan tulang rawan.
7. Spesimen rangka yang sudah dingin dimasukkan kedalam larutan sabun cuci
dan didiamkan selama 1x24 jam untuk menghilangkan daging yang berlemak
dan menghilangkan bau.
8. Spesimen ditaruh kedalam baki dan dibersihkan apabila masih ada daging-
danging yang menempel.
9. Spesimen dimasukkan dalam larutan NaOCl 10% selama 15 menit.
10. Spesimen dikeringkan dibawah sinar matahari atau dioven.
11. Spesimen dirangkai sesuai dengan bentuk aslinya menggunakan lem.
12. Spesimen dimasukkan kedalam wadah spesimen.
13. Diberi label.
B. 3. Pengawetan kering (taksidermi)
1. Hewan dimatikan menggunakan kloroform atau dengan ketamin, ketamin
menghasilkan hewan mati lebih baik dianding dengan menggunakan
kloroform (tidak kaku).
2. Spesimen dibedah dari uropegial sampai dada, darah yang ada disekitar
daerah pembedahan dibersihkan menggunakan maizena.
3. Organ dalam, daging dan rangka dari spesimen hewan dikeluarkan semua.
4. Agian dalam tubuh hewan dilumuri dengan boraks, untuk menghilangkan sisa
daging dan lemak yang masih menempel serta untuk mengawetkan.
5. Kapas dimasukkan dalam tubuh hewan untuk menggantikan daging dan organ
didalamnya, sedangkan kawat digunakan untuk menggantikan rangka,
matanya dicongkel dan diganti dengan mata palsu.
6. Bagian yang dibedah dijahit dengan pola X, bagian mulut, selain mulut
mamalia dijahit karena mulut mamalia yaitu bagian gigi termasuk karakter
idetifikasi.
7. Diangin-anginkan, jangan sampai terkena sinar matahari secara langsung atau
dioven dengan suhu rendah.
8. Spesimen disimpan pada box atau lemari penyimpanan yang dilengkapi
dengan kapur barus atau silika gel agar tidak menjamur.
9. Diberi label.
B. 4. Pengawetan Basah
B. 4.1. Pengawetan Basah Secara Umum
1. Spesimen dimatikan atau dinarcose dengan alkohol atau kloroform, hewan
kecil dengan dimasukkan dalam killing bottle, hewan besar disuntik secara
langsung.
2. Spesimen difiksasi dalam, dilakukan dengan menyuntikkan formalin,
terutama pada bagian yang terdapat organ-organ yang dapat memusuk.
3. Tubuhnya diposisikan sesuai dengan posisi alami.
4. Spesimen difiksasi luar, dengan bantuan kotak fiksasi, caranya tissue ditetesi
dengan alkohol, spesimen dimasukkan dalam kotak fiksasi, kemudian
disemprot alkohol dan ditutup menggunakan tissue. Tujuan dari fiksasi adalah
menghentikan proses metabolisme dan mengawetkan komponen sel dan
jaringan.
5. Spesimen yang telah dibuat awetan, dimasukkan kedalam botol kaca yang
diisi dengan alkohol 70%.
6. Diberi label, yaitu pemerian keterangan seperti nama spesies, lokasi
penemuan spesies, tanggal koleksi dan data laiinya.
7. Dilakukan perawatan.
B. 4.2. Pengawetan Basah Hewan Laut
1. Spesimen dipindahkan dari air laut ke air tawar.
2. Spesimen direndam dengan alkohol yang memiliki konsentrasi bertingkat
yaitu 20%, 30%, 40%, 50%, 60% bertujuan agar kematian hewan tidak
berefek terkejut terhadap hewan itu sendiri dan agar tubuh spesimen tidak
kaku.
3. Spesimen difiksasi luar dan dalam.
4. Spesimen dibilas dengan air biasa.
5. Langkah selanjutnya sampai akhir sama seperti cara kerja secara umum dari
langkah 5 sampai 7.
DAFTAR REFERENSI

Demirci, B., Gultiken M.E., Karayigit, M.O. & Atalar, K., 2012. Is Frozen Taxidermy
an Alternative Method for Demonstration of Dermatopaties. Eurasian Journal of
Veterinary Sciences, 28(3), pp.172-176.

Dey, L. S. & Husemann, M., 2018. An annotated catalogue of the types of bush-crickets
and crickets (Orthoptera, Ensifera) housed in the Zoological Museum Hamburg
(ZMH). Evolutionary Systematics, 2(1), pp. 115-124.

Jasin, M., 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.

Rae, A., 2014. Exploring The Common Ground Between Organic Artifacts and Natural
History Specimens: We Share Problems – Can We Share Solutions?. Journal of
Paleontological Techniques. Vol (13), pp. 101-110.

Sofyan, M. R., 2010. Pemaknaan Koleksi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Suhardjono, Y. R., 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.


Bogor: LIPI Press.

Susilo, M. J., 2015. Analisis Kualitas Media Pembelajaran Insektarium dan Herbarium
untuk Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah. Jurnal BIOEDUKATIKA, Vol.
3 (1), pp. 10-15.

Tjakrawidjaya, F., 1999. Arsenic In Taxidermy Collections. Bogor: Puslitbang Biologi.

Yayuk, S., Hartini, U. & Sartiami, E., 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi dan
Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta.

Anda mungkin juga menyukai