Makalah Kimia Kuantum Kelompok 4

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Suatu operator adalah sebuah aturan perubahan suatu fungsi menjadi
fungsi
yang lain. Contoh operator antara lain: d=dx, 5_, dll. Operator dalam kimia
kuantum harus bersifat linier. Misalkan operator tersebut adalah ^D, maka syarat
sifat operator linier adalah ^D (f(x) + g(x)) = ^Df(x) + ^Dg(x), dan ^D
(af(x)) = a(^D f(x)).
Kita de_nisikan jumlah dan selisih dua operator, yaitu: ( ^ A + ^B)f(x) =
^ Af(x) + ^B f(x). Sedangkan perkalian operator dide_nisikan sebagai berikut:
( ^ A^B)f(x) = ^ A(^Bf(x)). Pada umumnya, operator tidak bersifat komutatif
terhadap perkalian, artinya ^ A^B 6= ^BA^. Untuk sifat ini, dide_nisikan
operator
komutator, yaitu h
^ A; ^B
i
= ^ A^B ^B A^ (3.1)
Jika komutator bernilai nol, maka ^ A dan ^B dikatakan "komut" (commute).
Suatu operator adalah sebuah aturan perubahan suatu fungsi menjadi fungsi
yang lain. Contoh operator antara lain: d=dx, 5_, dll. Operator dalam kimia
kuantum harus bersifat linier. Misalkan operator tersebut adalah ^D, maka
syarat sifat operator linier adalah ^D (f(x) + g(x)) = ^Df(x) + ^Dg(x), dan
^D
(af(x)) = a(^D f(x)).
Kita de_nisikan jumlah dan selisih dua operator, yaitu: ( ^ A + ^B)f(x) =
^ Af(x) + ^B f(x). Sedangkan perkalian operator dide_nisikan sebagai berikut:
( ^ A^B)f(x) = ^ A(^Bf(x)). Pada umumnya, operator tidak bersifat komutatif
terhadap perkalian, artinya ^ A^B 6= ^BA^. Untuk sifat ini, dide_nisikan
operator
komutator, yaitu h
^ A; ^B
i
= ^ A^B ^B A^ (3.1)
Jika komutator bernilai nol, maka ^ A dan ^B dikatakan "komut"
(commute).Persamaan Schrdinger untuk atom yang hanya mempunyai satu elektron dapat

kita selesaikan secara pasti, tetapi tidak demikian halnya untuk atom yang berelektron banyak
dan juga molekul, karena dalam kedua sistem yang terakhir terjadi repulsi antara satu elektron
dengan elektron lain. Untuk itu, kita butuh metode lain untuk menyelesaikan persamaan
Schrodinger untuk atom berelektron banyak dan molekul. Ada dua metode yang akan kita
bicarakan, yaitu metode variasi dan teori perturbasi. Untuk dapat memahami kedua metode
tersebut kita harus mengembangkan lebih lanjut pemahaman kita terhadap mekanika kuantum,
yang secara garis besar telah kita pelajari. Jadi target bab ini adalah membahas secara lebih
mendalam mengenai teorema mekanika kuantum.

Sebelum mulai, marilah kita mengenal beberapa notasi integral yang akan
dipergunakan. Definit integral seluruh ruang atas operator sembarang yang terletak di antara
dua buah fungsi yaitu fm dan fn biasanya ditulis:

*
fm
A fn

d =

fm A

fn

f m A

fn

mA

(1-1)

Notasi (1-1) di atas diperkenalkan oleh Dirac, dan disebut notasi kurung. Bentuk integral di
atas juga sering ditulis:

*
fm
A fn

d = Am n

(1-2)

Notasi untuk integral seluruh ruang atas dua buah fungsi fm dan fn ditulis:
*

fm

Karena

d =

fn

*
fm
f nd
n *

= fm fn =

fm

fn

*
fm
fn

(1-3)

d, maka:
(1-4)

dan dalam kasus khusus yaitu fm = fn maka (1-4) dapat ditulis :

m *=

Hal-hal lain yang perlu diingat adalah:


1)

*
fm
fn
*

fm

fn

d = 1 jika fm = fn dan fungsinya disebut ternormalisasi.

(1-5)

d = 0 jika fm fn dan fungsinya disebut ortogonal

(1-6)

Catatan:
*

fm

fn

d juga boleh ditulis m n (Kronikle Delta) yang harganya = 0 jika fm fn dan

berharga 1 jika fm = fn

2) Jika : A = a dengan a bilangan konstan, maka disebut fungsi eigen sedang a

disebut nilai eigen atau: jika adalah fungsi eigen terhadap operator A , maka berlaku

hubungan: A = a dengan a adalah nilai eigen.

(1-7)

1.2. Tujuan :

Untuk memahami apa itu operator serta macam-macam nya dan persamaan nya.

Untuk mengetahui penggunaan operator.

1.3. Manfaat :

Mampu memahami apa itu operator serta macam-macam nya dan persamaan nya.

Mampu mengetahui penggunaan operator.

1.4. Rumusan Masalah :

Apa itu operator?

Bagaimana penggunaan persamaan operator?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Operator Hermit


Untuk memahami operator ini, kita harus mengingat kembali pengertian operator linear
dan pengertian nilai rata-rata. Operator linear adalah operator yang mewakili besaran fisik,
misal operator energi, operator energi kinetik, operator momentum angular dan lain-lain.

Selanjutnya telah kita ketahui pula bahwa jika A adalah operator linear yang mewakili
besaran fisik A, maka nilai rata-rata A dinyatakan dengan:
A

= * A d

dengan adalah fungsi keadaan sistem. Karena nilai rata-rata selalu merupakan bilangan real,
maka:

atau:

d= A * d

Persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap fungsi yang mewakili keadaan tertentu suatu
sistem atau persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap fungsi berkelakuan baik (well behaved
3

function). Operator linear yang memenuhi persamaan (1-9) itulah yang disebut operator
Hermit.
Beberapa buku teks menulis operator Hermit sebagai operator yang mengikuti persamaan:

f * Ag

d = g (A

f )*

untuk fungsi f dan g yang berkelakuan baik. Perlu dicatat secara khusus bahwa pada ruas kiri

persamaan (1-10), operator A bekerja pada fungsi g sedang di ruas kanan, operator bekerja
pada fungsi f. Dalam kasus khusus yaitu jika f = g maka bentuk (1-10) akan tereduksi menjadi
bentuk (1-9).

Teorema yang berhubungan dengan Operator Hermit


Ada beberapa teorema penting sehubungan dengan operator Hermit, yaitu:
Teorema 1: Nilai eigen untuk operator Hermit pasti merupakan bilangan real.

Teorema 2: Dua buah fungsi 1 dan 2 berhubungan dengan operator Hermit A dan baik 1

maupun 2 adalah fungsi eigen terhadap operator A dengan nilai eigen yang
berbeda, maka 1 dan 2 adalah ortogonal. Jika kedua fungsi tersebut mempunyai
nilai eigen yang sama atau degenerate (jadi tidak ortogonal), maka selalu ada cara
agar dijadikan ortogonal.

Apakah Degenerate itu ?


Telah disinggung di atas bahwa jika dua atau lebih fungsi eigen yang independen

mempunyai nilai eigen sama, maka kasus seperti itu disebut degenerate. Untuk lebih
memahami masalah degenerate ini, marilah kita ingat kembali fungsi gelombang partikel dalam
kotak yang telah kita pelajari. Fungsi gelombang partikel dalam kotak 3 dimensi dinyatakan
sebagai:
= x y z dengan :
2
x =

Lx

1/ 2

sin

2nx
2
x ; y =

Ly
Lx

1/ 2

sin

2ny
Ly

Ly

dan y =

1/ 2

sin

2ny
Ly

jadi:
=

Lx
.
Ly
.
Lz

1/ 2

sin

2n y
2n y
2nx
y sin
y
x sin
Ly
Ly
Lx

Jika operator Hermit, misal operator Hamilton dikenakan pada fungsi gelombang tersebut
maka nilai eigennya adalah energi yang besarnya:
E = E x + Ey + Ez
dengan :
2 2
h ny
h nx
2
2 ; Ey =
8mL y
8mLx

2 2

2 2

Ex =

dan

Ez =

sehingga:
E=

2
2
2
2
ny
h nx
nz
+
+
2
2
8m L2
Ly
Lz
x

Jika kotaknya kubus dengan rusuk L:


5

h nz
2
8mLz

E=

2
2
2
2
h nx + n y + n z
2

8m
L

Jika kotaknya berbentuk kubus, maka menurut (1-19) harga nilai eigen E 1-1-2 = E1-2-1 = E2-1-1 =
2

h 6
8m L2

meskipun eigen function-nya 1-1-2 1-2-1 2-1-1

Contoh: Jika fungsi adalah kombinasi linear dari 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1
dinyatakan dalam bentuk:

yang

= c1 1-1-2 + c2 1-2-1 + 2-1-1

Karena 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1 adalah degenerate, maka pasti merupakan fungsi eigen yang
nilai eigennya sama dengan nilai eigen fungsi-fungsi penyusunnya.
Yang harus diingat adalah bahwa jika adalah kombinasi linear dari 1-1-2 dan 1-3-1
sehingga dapat ditulis:

= c1 1-1-2 + c2 1-3-1

maka bukan fungsi eigen karena nilai eigen 1-1-2 dan c2 1-3-1 pasti tidak sama.
Relasi (1-20) disebut degenerasi karena fungsi eigen penyusunnya degenerate sedang bukan
degenerasi. Jika kepada kita ditanyakan berapa energi pada (1-20) maka jawabnya adalah E =
2
h 6
8m L2

Ortogonalisasi
Misal kita mempunyai dua buah fungsi eigen yang degenerate, jadi nilai eigennya sama

maka menurut teorema 2 kedua fungsi tersebut tidak ortogonal. Pertanyaannya adalah
dapatkah kita membuatnya menjadi ortogonal? Jawabnya adalah, dapat.
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa dalam kasus degenerasi (yang fungsi-fungsinya
tidak ortogonal), dapat kita buat menjadi ortogonal. Kita misalkan kita mempunyai operator

Hermit A dan dua buah fungsi eigen independen yaitu fungsi f dan fungsi G yang mempunyai
nilai eigen yang sama yaitu s, maka berarti:

Af

=sf;

AG

=sG

Karena nilai eigen keduanya sama, maka f dan G pasti tidak ortogonal. Agar diperoleh dua
fungsi baru yang ortogonal, ditempuh langkah sebagai berikut:
Kita buat fungsi eigen baru yaitu g1 dan g2 yang merupakan kombinasi linear f dan G
sehingga membentuk misalnya:

g1 = f

dan

g2 = G + c f dengan c adalah konstanta.

Kita harus menentukan harga c tertentu agar g1 dan g2 ortogonal. Agar ortogonal harus
dipenuhi syarat:
*

g1

g2

d = 0 atau:

f * (G + c f ) d=

f*G

d +

f*G

d + c

0 atau :

c f* f

d = 0 atau :

f* f

d = 0

Jadi agar g1 dan g2 ortogonal, maka harga c harus:


*

f Gd
c=
*
f f d
Sekarang kita telah mempunyai dua fungsi ortogonal yaitu g1 dan g2 yaitu:
f Gd

g2 = G + c f dengan c =
*
f fd
*

g1 = f

dan

Prosedur yang telah kita tempuh ini disebut Ortogonalisasi Schmidt.


2.2 Ekspansi Sembarang Fungsi Menjadi Kombinasi Linear Fungsi Eigen
Jika kombinasi linear fungsi eigen itu adalah a11 + a22 + a33..... + ann, atau agar
~

lebih singkat kita tulis saja dengan bentuk a n n , maka ekspansi fungsi yang dimaksud
1

adalah:
~

F(x) = a n n
1

*
dengan : an = n F( x ) dx
all x

Contoh:
Diketahui:

F(x) = x

untuk

0 < x < a/2

F(x) = 1 x untuk

a/2 < x < a

Ekspansilah F(x) ke dalam fungsi eigen untuk partikel dalam kotak satu dimensi yang panjang
kotaknya = a.
Jawab:

Fungsi gelombang partikel dalam kotak satu dimensi dengan panjang kotak = a adalah:
1/ 2

2
n =
a

sin

n
x
a

Jadi bentuk ekspansinya menurut :


~

1/ 2 ~


F(x) = a n n =
a
1
2

a n sin
1

n
x
a

*
an = n F( x ) dx
all x

1/ 2

2

a

2
=
a

1/ 2

1/ 2

sin

n
x F( x ) dx
a

sin

n
x F( x ) dx
a

a/2

= a
=

x . sin

n
x dx
a

1/ 2

+ a

(1 x ) . sin

a/2

n
x dx
a

2 a 3/ 2 sin n
2

Jadi:
a1 =

2 a 3/ 2

F(x) =
a
=

2

a

=
a
=

; a2 = 0 ; a 3 =

4a

1/ 2 ~

a n sin
1

1/ 2

2a 3'2

1/ 2

2a 3'2

; a4 = 0 ; a5 =

2 a 3/ 2
2

; a6 = 0

n
x
a

sin

2 a 3/ 2

x
a

sin

2a 3'2

3
sin
x
2 2
a
3

sin
x

.
.
.
.
2 2

a
5

2a 3'2

1
3
1
5
x 2 sin
x 2 sin
x . . . .
a
a
a

3
5

1
3
1
5
sin
x

sin
x

sin
x

.
.
.
.

2
2
2
a
a
a

1
3
5

2.3. Pengertian Complete Set


Pada contoh ekspansi fungsi diatas, fungsi F(x) dapat diekspansi ke dalam bentuk
kombinasi linear fungsi gelombang partikel dalam kotak n dan dalam hal ini himpunan fungsi
disebut himpunan lengkap atau Complete Set. Apakah semua n dapat digunakan untuk
mengekspansi fungsi F? Jawabnya ternyata tidak, hanya himpunan fungsi yang merupakan

himpunan lengkap saja yang dapat digunakan untuk mengekspansi fungsi F. Selanjutnya
mengenai himpunan lengkap, dibuat definisi sebagai berikut:
Himpunan fungsi dapat disebut sebagai Himpunan Lengkap jika
himpunan fungsi tersebut dapat digunakan untuk mengekspansi sembarang
fungsi F menjadi kombinasi linear dengan mengikuti persamaan F(x) =
~

a n n dengan an adalah tetapan sembarang.


1

Contoh himpunan fungsi gelombang yang bukan himpunan lengkap adalah himpunan fungsi
gelombang elektron atom hidrogen yang sudah pernah kita pelajari. Meskipun kita tahu bahwa
fungsi gelombang elektron atom hidrogen yaitu (n,

l, m )

adalah fungsi r,,, namun jika

seandainya kita mempunyai sembarang fungsi F(r,,) maka fungsi tersebut tidak dapat
diekspansi menjadi kombinasi linear , karena seperti kita ketahui bahwa hidrogen hanya
berhubungan dengan energi diskrit saja padahal energi elektron bisa saja kontinum, yaitu ketika
elektron dalam proses lepas dari sistem atom menjelang terjadinya ionisasi. Jadi n atom
hidrogen bukan merupakan himpunan lengkap sehingga tidak mungkin kita mengekspansi
F(r,,) menjadi himpunan linear (n, l, m). Fungsi gelombang hidrogen baru disebut himpunan
fungsi lengkap jika menyertakan himpunan fungsi gelombang yang berkorelasi dengan energi
kontinum yang biasanya ditulis (E,

l, m)

. Jika fungsi gelombang hidrogen sudah dinyatakan

secara lengkap seperti itu maka fungsi F(r,,) dapat diekspansi, yaitu menjadi kombinasi linear
fungsi diskrit dan kombinasi linear fungsi kontinum.
Teorema 3:

Jika g1, g2... adalah himpunan lengkap fungsi eigen dari operator A dan jika fungsi F

juga fungsi eigen dari operator A dengan nilai eigen k (jadi A F = k F) sedang F diekspansi
a g
dalam bentuk F = i i , maka gi yang a i nya tidak nol mempunyai nilai eigen k juga. Jadi
i

ekspansi terhadap F, hanya melibatkan fungsi-fungsi eigen yang mempunyai nilai eigen yang
sama dengan nilai eigen F. Selanjutnya sebagai rangkuman dari sub-bab 1.2 dan 1.3 dapat
dinyatakan bahwa Fungsi-fungsi eigen dari operator Hermite, membentuk himpunan
lengkap ortonormal dan nilai eigennya adalah real.
2.4. Eigen Fungsi Dari Operator Commute

Jika fungsi secara simultan adalah fungsi eigen dari dua buah operator A dan B
dengan nilai eigen aj dan bj, maka pengukuran properti A menghasilkan aj dan pengukuran B
menghasilkan bj. Jadi kedua properti A dan B mempunyai nilai definit jika merupakan fungsi

eigen baik terhadap A maupun B .


Pada bab V sub bab 5.1 kita telah menyatakan bahwa suatu fungsi adalah eigen

terhadap A dan B jika kedua operator tersebut commute atau:

= ai

B = bi

dan

Jika :

[ A,B]=0
Sekarang pernyataan pada bab V tersebut akan kita buktikan. Yang harus kita buktikan adalah:

[ A,B]=0

[ A,B]= A B B A

Kita tahu:

Jika dioperasikan pada i :

[ A , B ]i = A B i B A i

= A ( B i ) B ( A i )

= A bi B ai i

= bi A ai B i
= bi ai ai bi i

[ A , B ] = bi ai ai bi = 0

(terbukti)

Pembuktian di atas adalah pembuktian untuk teorema 4 yang bunyinya:

Teorema 4: Jika Operator linear A dan B mempunyai himpunan fungsi eigen yang sama

maka A dan B adalah commute.

Perlu diingat A dan B yang dimaksud oleh teorema 4 hanya A dan B yang

masing-masing merupakan operator linear. Jika A dan B bukan operator linear maka
keduanya bisa tidak commute meskipun seandainya keduanya mempunyai fungsi eigen yang

sama. Sebagai contoh (,) yang kita bahas di bab V, adalah fungsi eigen dari operator L x
dan operator

Ly

tetapi kedua operator tersebut non commute.

Teorema 5 : Jika operator Hermite A dan B adalah commute, maka kita dapat memilih
himpunan lengkap fungsi eigen untuk kedua operator itu.
Pembuktiannya adalah sebagai berikut:

10

Anggap saja fungsi g i adalah fungsi eigen dari operator A dengan nilai eigen a i maka
kita dapat menulis:

A gi

= a i gi

Jika operator B dioperasikan pada kedua ruas (1-36) di atas, maka:


B ( A gi ) = B (ai gi )

Karena A dan B commute dan karena B linear maka:

A ( B g i ) = ai ( B g i )

Persamaan (1-38) di atas menyatakan bahwa fungsi B g i adalah fungsi eigen terhadap

operator A dengan nilai eigen a i , persis sama dengan fungsi g i yang juga fungsi eigen

terhadap operator A dengan nilai eigen a i . Marilah kita untuk sementara menganggap bahwa

nilai eigen dari operator A tersebut non degenerate, hingga untuk sembarang harga nilai eigen
a i yang diberikan berasal dari satu dan hanya satu fungsi eigen yang linearly independent. Jika

ini benar, maka kedua fungsi eigen g i dan B g i yang mempunyai nilai eigen sama yaitu a i
harus linearly dependent, yaitu, fungsi yang satu harus merupakan kelipatan sederhana dari
yang lain,

B gi

ki gi

dengan k i adalah konstan. Persamaan (1-39) itu menyatakan bahwa fungsi g i merupakan

fungsi eigen dari operator B sebagaimana yang hendak kita buktikan.

Jadi, jika A dan B commute dan fungsi g i adalah fungsi eigen terhadap A maka g i

juga merupakan fungsi eigen dari B (Jadi Teorema 5 adalah kebalikan dari Teorema 4)

Teorema 6: Jika g i dan g j adalah fungsi eigen dari operator Hermite A dengan nilai eigen

berbeda (misal A g i = a i g i dan A g j = a j g j dengan a i a j ), dan jika B adalah

operator linear yang commute terhadap A , maka:

g B gi
< g j B g i > = 0 atau j
d = 0
sr

dengan s-r adalah seluruh ruang. Pembuktiannya adalah sebagai berikut:

Karena A dan B commute, maka fungsi eigen terhadap A adalah juga fungsi eigen

terhadap B , meski dengan nilai eigen berbeda. Jadi gi juga fungsi eigen terhadap B , yang jika
nilai eigennya dimisalkan ki maka:

B gi = ki gi

dengan demikian (1-40) boleh ditulis:

g j ki

sr

gi

d = k i g j g i = k i . 0 = 0 (terbukti)
sr

11

2.5. Paritas
Ada operator mekanika kuantum yang tidak dikenal dalam mekanika klasik, contohnya
adalah operator paritas. Marilah kita ingat kembali bahwa dalam osilator harmonis, kita
mengenal adanya fungsi genap dan ganjil. Akan kita lihat bagaimana sifat ini dikaitkan dengan
operator paritas.

Operator paritas,

dapat dilihat dari efeknya apabila ia bekerja pada sembarang

fungsi. Operator ini akan mengubah tanda semua koordinat Cartessius, sehingga kita boleh
mendefinisikan:
Contohnya:

f ( x, y, z ) = f (x, y, z)

( x2 2 x. e2y + 3 z3 ) = { (x)2 2 (-x). e2y + 3 (z)3 }


= x 2 + 2 x e2y 3z3

fungsi eigen dari operator paritas adalah


semua fungsi well behaved yang mungkin
baik genap maupun ganjil.

Teorema 7: Jika fungsi V adalah fungsi genap, maka H dan

adalah commute, sehingga

kita dapat memilih sembarang fungsi gelombang stasioner baik genap maupun
ganjil sebagai fungsi eigen dari kedua operator tersebut.
Fungsi genap atau ganjil yang merupakan fungsi eigen bagi kedua operator Hamilton
dan paritas itu disebut fungsi definit paritas.
Jika semua energi levelnya adalah nondegenerate (umumnya memang benar untuk
sistem partikel tunggal) berarti hanya ada satu fungsi gelombang independen yang berhubungan
dengan masing-masing energi level. Jadi untuk kasus nondegenerate, maka fungsi gelombang
stasioner yang fungsi energi potensialnya fungsi genap adalah definit paritas. Sebagai contoh
fungsi gelombang osilator harmonis adalah definit paritas karena fungsi energi potensialnya
kx2 (fungsi energi potensial genap).

12

Jika energi level degenerate, berarti tidak cuma satu fungsi gelombang independen yang
memiliki nilai eigen tersebut. Dengan demikian kita memiliki banyak sekali pilihan fungsi
gelombang sebagai akibat dari kombinasi linear dari fungsi-fungsi degenerasi itu.
Teorema 8: Jika a i adalah nilai eigen non degenerate dari operator dan g i adalah fungsi
eigen ternormalisasi ( g i = a i g i ) maka, manakala besaran A diukur dalam
sistem mekanika kuantum yang fungsi statenya pada waktu diadakan pengukuran
adalah , probabilitas mendapatkan hasil a i adalah c i 2, dengan ci adalah
koefisien g i pada ekspansi = i c i g i . Jika nilai eigen a i degenerate,
probabilitas mendapatkan a i pada saat A diukur adalah jumlah dari c i

fungsi-

fungsi eigen yang nilai eigennya a i .


Teorema 9: Jika besaran B diukur dalam sistem mekanika kuantum yang fungsi statenya pada
saat pengukuran adalah , maka probabilitas dari pengamatan nilai eigen a j dari
operator adalah <g j , dengan g j adalah fungsi eigen ternormalisasi yang
mempunyai nilai eigen a j .
Integral <g j g*jd

akan mempunyai nilai absolut substansial jika fungsi

ternormalisasi g j dan berada pada daerah yang saling berdekatan dan dengan demikian
harganya di daerah tertentu dalam ruangan hampir sama. Jika tidak demikian maka bisa terjadi
g j terlalu besar sedang terlalu kecil (atau sebaliknya) sehingga hasil kali g j .selalu terlalu
kecil. Akibatnya absolut kuadratnya juga terlalu kecil sehingga probabilitas untuk mendapatkan
nilai eigen a i juga sangat kecil.
Contoh: Dilakukan pengukuran terhadap Lz elektron atom hidrogen yang fungsinya pada saat
diadakan pengukuran adalah fungsi 2px. Tentukan hasil-hasil pengukuran yang
mungkin dan tentukan pula probabilitas masing-masing hasil pengukuran.
Jawab: a) 2px adalah kombinasi linear dari 2p(+1) dan 2p(1). Jadi harga Lz yang mungkin
adalah dan karena Lz adalah m .
b) Untuk menentukan probabilitas masing-masing, kita ekspansi 2px atas fungsi-fungsi
penyusunnya:2px = 21/2 2p(+1) + 21/2 2p(1).

13

Persamaan diatas adalah bentuk ekspansi 2px atas 2p(+1) dan 2p(1) dengan koefisien c1 = c2
= 21/2. Menurut teorema 8, probabilitasnya adalah: P 1 = 21/2

= = P2. P1 adalah

probabilitas mendapatkan Lz = sedang P2 adalah probabilitas mendapatkan Lz =


Contoh: Akan dilakukan pengukuran terhadap energi (E) bagi partikel dalam box yang
panjangnya a dan pada saat pengukuran dilakukan partikel berada pada keadaan non
stasioner = 301/2a5/2x (ax) untuk 0 < x < a. Tentukan hasil-hasil pengukuran yang
mungkin dan tentukan pula probabilitas masing-masing hasil pengukuran
Jawab: Untuk partikel dalam box:
E = n2h2 /(8ma2)dengan n = 1, 2, 3,..... dan non degenerate (karena 1 dimensi) sedang
fungsi eigennya adalah n = (2/a)1/2 sin (n/a) x. Untuk menghitung probabilitasnya maka kita
ekspansi saat itu atas n, jadi:
= n cn n
2.6. Postulat-Postulat Mekanika Kuantum
Sepanjang perjalanan kita dalam mempelajari mekanika kuantum, kita telah mengenal
postulat-postulat mekanika kuantum. Sekarang ini, kita akan merangkumnya:
Postulat I. Keadaan (state) sistem dideskripsi oleh fungsi yang merupakan fungsi
koordinat dan waktu. Fungsi ini disebut fungsi keadaan atau fungsi gelombang
yang

memuat

semua

informasi

mengenai

sistem.

Selanjutnya

juga

dipostulatkan bahwa harus bernilai tunggal, continous, ternormalisasi dan


quadratically integrable.
Postulat II. Setiap besaran fisik teramati, berhubungan dengan operator Hermite linear.
Untuk menurunkan operator ini, tulislah ekspresinya secara mekanika klasik
dalam koordinat Cartessius, dan hubungkanlah dengan komponen momentum
linearnya, kemudian gantilah setiap koordinat x dengan
komponen px dengan

dan setiap

Postulat III. Nilai yang mungkin, yang dapat diperoleh dari besaran fisik A hanyalah nilai
eigen a i dalam persamaan g i = a i g i

dengan adalah operator yang

berhubungan besaran fisik A dan g i adalah fungsi eigen yang well behaved.
14

Postulat IV. Jika adalah operator Hermite linear yang mewakili besaran fisik teramati
tertentu, maka fungsi g i dari operator membentuk himpunan lengkap.

Catatan:
Postulat IV di atas lebih bersifat sebagai postulat matematik artinya kurang bersifat
postulat fisik, karena tidak ada pembuktian matematik sama sekali terhadap postulat ini.
Karena tidak ada pembuktian matematik terhadap kelengkapan himpunan, maka kita harus
berasumsi terhadap kelengkapannya. Postulat IV mengijinkan kita untuk mengekspansi fungsi
gelombang untuk sembarang keadaan sebagai superposisi dari fungsi-fungsi eigen ortonormal
dari sembarang operator mekanika kuantum. Ekspansinya adalah dalam bentuk:
= i c i g i

(1-70)

Postulat V. Jika (q,t) adalah fungsi ternormalisasi yang mewakili suatu sistem pada saat
t, maka nilai rata-rata besaran fisik A pada saat t, adalah:
< A > = * d

(1-71)

Postulat VI. Keadaan bergantung waktu dalam sistem mekanika kuantum dinyatakan
dengan menggunakan persamaan Schrodinger bergantung waktu:


= H
i t

(1-72)

dengan H adalah operator Hamilton (Energi) sistem itu

2.7. Pengukuran dan Interpretasi Mekanika Kuantum


Dalam mekanika kuantum perubahan suatu sistem terjadi melalui dua macam cara.
Yang pertama perubahan yang terjadi secara berangsur-angsur dari waktu ke waktu
(reversibel). Perubahan jenis ini ditunjukkan oleh persamaan Schrodinger bergantung waktu (172). Cara kedua adalah perubahan yang terjadi secara spontan (irreversibel), diskontinyu (tidak
terus menerus) dan probabilitas kejadiannya sangat fluktuatif dan ditentukan oleh sistem itu
sendiri. Jenis perubahan spontan ini tidak dapat diprediksi secara pasti karena hasil
pengukurannya juga tidak dapat diprediksi secara pasti; hanya probabilitas kejadiannya saja
15

yang dapat diprediksi. Perubahan spontan dalam disebabkan oleh pengukuran yang disebut
reduksi fungsi gelombang.
"Bagi sebagian besar fisikawan, problema untuk mendapatkan teori mekanika kuantum
yang berhubungan dengan pengukuran masih merupakan suatu persoalan yang belum ada
penyelesaiannya. Adanya perbedaan pendapat.... ketidakpastian dalam pengukuran kuantum...
dan lain-lain.... semua itu merefleksikan adanya ketaksepahaman dalam menginterpretasi
mekanika kuantum secara global" (M. Jammer, 2003)
Sifat probabilistik dalam mekanika kuantum telah membuat para fisikawan bingung,
termasuk di antaranya Einstein, de Broglie dan Schrodinger. Sampai-sampai mereka
menyatakan bahwa mekanika kuantum belum memberikan deskripsi yang memuaskan bagi
realitas fisik. Selanjutnya, hukum probabilistik mekanika kuantum, secara sederhana dapat
dipandang sebagai refleksi dari hukum deterministik yang beroperasi pada level sub mekanika
kuantum dan yang melibatkan variabel tersembunyi (hidden variables). Sebuah analogi bagi
kasus ini diberikan oleh fisikawan Bohm, yaitu kasus gerak Brown partikel debu di udara.
Partikel-partikel bergerak di bawah kondisi fluktuasi random, sehingga posisi dan geraknya
tidak dapat ditentukan secara pasti oleh posisi dan kecepatannya. Secara analogis pula, gerak
elektron dapat ditentukan oleh variabel tersembunyi yang ada dalam level sub mekanika
kuantum. Interpretasi ortodok (sering disebut interpretasi Copenhagen) yang dikembangkan
oleh Heissenberg dan Bohr, menafikan adanya variabel tersembunyi dan menyatakan bahwa
hukum mekanika kuantum memberikan deskripsi lengkap bagi realitas fisik.
Pada tahun 1964 J.S. Bell membuktikan bahwa dalam eksperimen tertentu yang
melibatkan dua partikel yang terpisah jauh, yang pada awalnya berada pada daerah yang sama
dalam ruangan, orang harus membuat beberapa kemungkinan teori variabel tersembunyi untuk
memprediksi adanya perbedaan dengan yang dilakukan oleh mekanika kuantum. Dalam teori
lokal, dua partikel yang sangat berjauhan akan saling independen. Hasil beberapa eksperimen
sesuai dengan prediksi mekanika kuantum, dan hal ini memperkuat keyakinan mekanika
kuantum untuk melawan teori variabel tersembunyi lokal.

2.8. Matrik dan Mekanika Kuantum


Aljabar Matrik merupakan peralatan yang sangat penting dalam kalkulasi mekanika
kuantum modern. Matrik juga menjadi salah satu cara dalam memformulasikan beberapa teori

16

mekanika kuantum. Sub bab ini akan mereview ingatan kita tentang matrik dan hubungannya
dengan mekanika kuantum.
Matrik adalah penataan bilangan-bilangan dalam baris dan kolom. Bilangan-bilangan
yang menyusun matrik disebut elemen matrik. Seandainya matrik A terdiri atas m baris dan n
kolom, dan seandainya aij ( i = 1, 2, 3,...... m sedang j = 1, 2, 3,.....n) adalah pernyataan untuk
elemen baris i kolom j, maka:

a11 a12 ..... a1n


a a ..... a
2n
A = 21 22
.....
.....
.....
.....

a m1 a m 2 ..... a mv
A disebut matrik m x n. Jangan bingung antara matrik dengan determinan, Matrik tidak harus
bujur sangkar dan tidak sama dengan sebuah bilangan tunggal. Jika sebuah matrik hanya terdiri
atas sebuah baris saja, maka matrik itu disebut matrik baris atau matrik vektor. Sedang jika
sebuah matrik hanya terdiri atas sebuah kolom saja, maka matrik itu disebut matrik kolom.
Dua buah matrik A dan B adalah sama jika jumlah baris dan kolomnya sama serta
elemen-elemen yang seletak nilainya sama.
Dua buah matrik dapat dijumlahkan jika kedua matrik itu berdimensi sama.
Penjumlahan dilakukan dengan menggabungkan elemen yang seletak. Jika matrik C = A + B
maka elemen cij = aij+bij dengan i = 1, 2, 3.... m dan j = 1, 2, 3,.... n atau:
Jika C = A + B maka cij = aij + bij

(1-73)

Jika sebuah matrik dikalikan dengan sebuah bilangan k yang konstan maka dihasilkan matrik
baru yang elemen-elemen adalah k kali elemen matrik semula, jadi:
C = kA

maka cij = kaij

Jika Am x n sedang Bn x p, maka perkalian matrik C = A x B adalah matrik berdimensi m x


p
Sebagai contoh:

1
A = 0

3
4

1/ 2
1

1 0
2 5
8 3

B=

Jika C = A x B, maka dimensi matrik C adalah 2 x 3, yaitu:

16

25
2

23

34

C=

17

2
6
10

Perkalian antar matrik bersifat non commutatif, artinya AB dan BA tidak harus sama. bahkan
untuk contoh kita di atas BA tak terdefinisi.
Matrik yang jumlah baris dan kolomnya sama disebut matrik square atau matrik bujur
sangkar. Matrik bujur sangkar disebut matrik diagonal jika selain elemen diagonal utama, nilai
elemen lain adalah nol. Dan matrik diagonal yang elemen diagonal utamanya 1, disebut matrik
satuan. Contoh matrik satuan orde 3:

1 0 0
0 1 0
0 0 1

Hubungan matrik dengan Mekanika kuantum


Pada sub bab 1.1, kita telah menjumpai bentuk fi* fj d yang juga boleh ditulis <
fi* fj>. Bentuk integral tersebut dalam bahasa matrik adalah elemen ij dari matrik A, oleh
karena itu ia juga boleh ditulis Aij. Jadi jika kita mempunyai matrik A berikut:

A11 A12 .....


A

21 A 22 .....
A=
. . . . . ..... .....

.....
.
.
.
.
.
.....

maka elemen-elemen:
A11 = < f1* f 1> ;

A12 = < f1* f2>

A21 = < f2* f 1> ; A22 = < f2* f 2>

dan seterusnya

Matrik tersebut di atas disebut matrik representatif dari operator linear dengan basis {f i }.
Karena pada umumnya { fi } terdiri atas fungsi-fungsi yang banyaknya tak terhingga maka
matrik order A adalah tak terhingga.

Satu hal yang sangat mendasar dari hubungan antara matrik dengan operator mekanika
kuantum adalah jika kita memahami matrik representatif A berarti kita juga mengenal
operator
2.9. Fungsi Eigen Untuk Operator Posisi
Kita telah menurunkan fungsi eigen untuk operator momentum linear dan momentum
angular. Pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana fungsi eigen untuk operator posisi ?

Operator posisi ditulis x yang operasinya adalah x kali atau

x = x.
18

Jika fungsi eigen posisi kita misalkan g(x) dan nilai eigennya a, maka:

x g(x) = a g(x) atau:


x g(x) = a g(x)

atau

(x a) g(x) = 0
Dari (1-87) dapat disimpulkan bahwa :

untuk x = a g(x)
untuk x

a g(x) = 0

Kesimpulan di atas membawa kita kepada pemikiran mengenai sifat g (x), yaitu bahwa
seandainya fungsi state = g(x), dan jika dilakukan pengukuran terhadap x, maka kemungkinan
hasilnya adalah a, dan itu hanya benar jika probabilitas nya

adalah nol untuk x

a.

Soal-soal Bab 1
1. Apakah <fm fn> sama dengan <fm fn> ?
2. Apakah suatu operator Hermite dapat ditunjukkan oleh persamaan <m n> = <n m>* ?
3. Diketahui operator dan

adalah Hermitian dan c adalah bilangan konstan real.

a) buktikan bahwa c adalah Hermitian


b) Buktikan

bahwa + G adalah Hermitian


4. Dengan menggunakan fi = A sin nx dan fj = A' sin mx, buktikan bahwa operator d2/dx2 adalah
operator Hermitian.
5. Mana di antara operator-operator berikut yang dapat menjadi operator mekanika kuantum?
a) (

)1/2

b) d/dx

c) d2/dx2

d) i(d/dx)

6. Tentukan nilai integral-integral dari sistem atom hidrogen berikut:


a) < 2 b) < 3
adalah operator Lz,

c) < 3

adalah operator momentum angular L2 dan

adalah operator

Hamilton.
7. Jika F(x) = x (a x ) untuk 0 < x < adalah fungsi gelombang partikel dalam box dan
n = (2/a)1/2sin(n/a) x adalah himpunan lengkap fungsi gelombang dalam box, tentukan:
a) ekspansi F(x) = n an n
b) E1, E2 dan E3

19

c) probabilitas mendapatkan E1, E2 dan E3


8. Jika

adalah operator paritas, tentukan

jika n bilangan ganjil positif ?

Bagaimana pula jika n genap positif ? (Note: Terapkan

9. Diketahui

adalah operator paritas dan i(x) adalah fungsi gelombang osilator

harmonik ternormalisasi. Didefinisikan bahwa elemen matrik

ij

pada sembarang f(x, y, z)

ij

adalah:

= *
i i d

buktikan bahwa elemen matrik

ij

= 0 untuk i

j dan

ij = + 1

10. Jika adalah operator linear dimana n = 1. Tentukan nilai eigen dari .
11. Buktikan bahwa operator paritas adalah linear. Buktikan pula bahwa operator paritas
adalah hermitian. (Pembuktian cukup dalam satu dimensi)

12. Karena operator

adalah Hermitian, maka dua fungsi eigen terhadap

yang

mempunyai nilai eigen berbeda pasti ortogonal. Buktikan !


13. Dengan menggunakan operator L2, sebuah fungsi gelombang mempunyai nilai eigen

. Jika diadakan pengukuran terhadap Lz, tentukan harga-harga yang mungkin dan
probabilitasnya masing-masing.
14. Tentukan:
a)

~
(x) dx
~

b)

c) (x) dx

(x) dx

15. ) Tentukan:

~
a) f(x)(x-5) dx
~

Jika f(x) = x

b)

16. Untuk matrik:


2

A=

B=

1
4

20

f(x)(x-6) dx jika f(x) = x2 + 5

Tentukan:
a) AB

b) BA

c) A + B

d) 3A

e) A + 4B

===000===

21

Anda mungkin juga menyukai