Unsur transisi memiliki ciri berwarna, termasuk dalam blok d, titik leleh dan didih tinggi, densitas besar, dan sebagian besar berwujud padat kecuali raksa. Sifatnya adalah paramagnetik, membentuk senyawa kompleks, dapat berfungsi sebagai katalis, memiliki bilangan oksidasi lebih dari satu, dan bersifat logam.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
383 tayangan3 halaman
Unsur transisi memiliki ciri berwarna, termasuk dalam blok d, titik leleh dan didih tinggi, densitas besar, dan sebagian besar berwujud padat kecuali raksa. Sifatnya adalah paramagnetik, membentuk senyawa kompleks, dapat berfungsi sebagai katalis, memiliki bilangan oksidasi lebih dari satu, dan bersifat logam.
Unsur transisi memiliki ciri berwarna, termasuk dalam blok d, titik leleh dan didih tinggi, densitas besar, dan sebagian besar berwujud padat kecuali raksa. Sifatnya adalah paramagnetik, membentuk senyawa kompleks, dapat berfungsi sebagai katalis, memiliki bilangan oksidasi lebih dari satu, dan bersifat logam.
Unsur transisi memiliki ciri berwarna, termasuk dalam blok d, titik leleh dan didih tinggi, densitas besar, dan sebagian besar berwujud padat kecuali raksa. Sifatnya adalah paramagnetik, membentuk senyawa kompleks, dapat berfungsi sebagai katalis, memiliki bilangan oksidasi lebih dari satu, dan bersifat logam.
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3
NAMA : SHENY GRACIA
NIM : 06101381722056
Ciri dan Sifat Unsur Transisi
A. Ciri unsur Transisi 1. Senyawa unsur transisi umumnya berwarna Hal ini disebabkan karena konfigurasi elektron unsur transisi menempati sub kulit d,elektron-elektron pada sub kulit d yang tidak penuh memungkinkan untuk berpindah tempat. Elektron dengan energi rendah akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi (tereksitasi) dengan menyerap warna misalnya energi cahaya dengan panjang gelombang tertentu karena energi yang diserap besarnya pun tertentu. Struktur elektron pada sub kulit d yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda pula. 2. Unsur transisi termasuk ke dalam blok d Jika dilihat dari konfigurasi elektron, konfigurasi elektron unsur transisi berakhir pada subkulit d, d1 untuk golongan IIIB, d2 untuk golongan IVB dan seterusnya yang diakhiri pada d10 yaitu golongan IIB. 3. Titik leleh dan titik didih umumnya relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kisi logam (kerapatan) transisi jauh lebih sulit untuk dirusak dibandingkan kisi kisi pada logam alkali atau alkali tanah yang disebabkan karena adanya ikatan logam dan ikatan kovalen antar atom. Ikatan kovalen dapat terbentuk antara elektron-elektron yang terdapat pada orbital d, dimana ada orbital yang kosong atau terisi tidak penuh yang memungkinkan membentuk ikatan kovalen disamping ikatan logam. 4. Densitas unsur-unsur logam transisi cukup besar Dua unsur yang memiliki massa jenis yang paling besar adalah osminum 22,6 g/cm3 dan iridium 22,5 g/cm3. Besarnya massa jenis unsur ini dipengaruhi oleh massa atom, kecilnya volume atom, dan kerapatan kristalnya. 5. Semua unsur transisi berwujud padat, kecuali Hg karena unsur transisi merupakan logam yang umumnya berwujud padat dan memiliki ikatan logam yang dimana ikatan antar atom-atom dalam logam sangat kuat dan sukar diputuskan. Sedangkan untuk Hg, pada keadaan dasar konfigurasi elektron Hg: (Xe) 4f14 5d10 6s2 karena ada efek relatifitas maka dua elektron pada orbital 6s akan tertarik kuat oleh inti atomnya sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan ikatan logam antara atom-atom raksa. Dengan kata lain dua orbital pada 6s pada atom Hg dianggap sulit untuk membentuk awan dan lautan elektron. akibatnya daya hantar raksa cenderung kecil.
B. Sifat unsur Transisi
1. Bersifat paramagnetik Hal ini dikarenakan adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan pada sub kulit d yang mengakibatkan unsur-unsur transisi bersifat paramagnetik. Paramagnetik adalah sifat dari suatu unsur yang dapat ditarik oleh medan magnet. Semakin banyak jumlah elektron yang tidak berpasangan, semakin kuat sifat paramagnetik unsur tersebut. 2. Unsur transisi dapat membentuk senyawa kompleks Hal ini dikarenakan Pada permulaannya, senyawa kompleks umumnya mengandung ion logam sebagai ion pusat yang menyediakan orbital d,s dan p-nya yang kosong untuk elektron-elektron yang berasal dari ion atau molekul yang diikatnya yang disebut dengan ligan. Pembentukan senyawa kompleks dilakukan dengan ikatan kovalen koordinasi dimana pasangan elektron disumbangkan oleh suatu ligan kepada atom pusat dari senyawa kompleks. Atom pusat harus menyediakan orbital-orbital kosong yang siap ditempati oleh pasangan-pasangan elektron. 3. Bisa berfungsi sebagai katalis Logam transisi dan senyawa-senyawanya dapat bergungsi sebagai katalis karena memiliki kemampuan mengubah tingkat oksidasi dan kemampuan membentuk senyawa kompleks atau pada kasus logam, dapat mengadsorp substansi yang lain pada permukaan logam dan mengaktivasi substansi tersebut selama proses berlangsung. 4. Unsur transisi biasanya memiliki bilangan oksidasi lebih dari satu. Hal ini disebabkan energi elektron dalam orbital 3d dan 4s yang hampir sama yang berarti bahwa agar mencapai kestabilan, unsur-unsur ini membentuk ion dengan cara melepaskan elektron dalam jumlah yang berbeda. Saat unsur transisi melepaskan elektron pada subkulit 4s membentuk ion positif (kation), sejumlah elektron pada subkulit 3d akan ikut dilepaskan. Oleh karena itu unsur-unsur ini mempunyai dua macam bilangan oksidasi atau lebih, dalam senyawanya. 5. Semua unsur transisi bersifat logam Logam umumnya mempunyai energi ionisasi yang rendah sehingga elektron valensi dalam atom logam tidak secara kuat ditarik oleh inti atom, elektron valensi dapat bergerak dengan bebas diluar pengaruh inti. Dengan demikian, logam mempunyai elektron yang bebas bergerak. Telah diamati bahwa dalam logam, sejumlah orbital valensi tetap kosong atau tidak berisi elektron karena jumlah elektron valensi yang cenderung lebih sedikit dari jumlah orbital yang ada. Dengan adanya orbital kosong ini memungkinkan terjadinya perpindahan elektron antar orbital secara bebas. Tingkat energi dari orbital terluar atom logam (orbital s dan p) dapat mengalami tumpang tindih pada tiap logam. Pada kondisi tersebut, setidaknya ada satu elektron valensi yang akan berpartisipasi dalam ikatan logam. Namun elektron tersebut tidak akan digunakan bersama dengan atom tetangga, juga tidak akan hilang untuk membentuk ion. Melainkan, elektron akan membentuk sesuatu yang disebut dengan lautan elektron dimana pada kondisi tersebut elektron valensi bebas bergerak dari satu bagian atom ke atom lainnya dalam satu kristal. Interaksi yang terjadi dalam ikatan logam yaitu ikatan atau tarikan antara atom logam yang bermuatan positif dengan elektron yang tersebar pada seluruh bagian kisi logam yang dimodelkan sebagai lautan elektron.