Makalah HPT Analisis PTUN

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

Makalah Hukum Tata Pemerintahan

Analisis Perkara PTUN DKI


Jakarta
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Pemerintahan

Disusun Oleh :
Erza Pralistya

170410140010

Nurul Andyani

170410140017

Ahmad Syaeful H

170410140005

Alika Fatimah Z

170410140041

Guntur Sugira

170410140060

Rahatevan W A

170410140054

Lazuardi

170410140024

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikanNya sehingga tugas Makalah yang berjudul Analisis Perkara PTUN DKI Jakarta ini dapat
saya selesaikan. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas tetapi lebih
dari itu makalah ini diharapkan juga dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Peradilan
Tinggi Tata Usaha Negara.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang dalam kepada semua
pihak (terutama PTUN DKI Jakarta) yang telah membantu memberikan salinan resmi Putusan
PTUN sera teman teman yang telha menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya
makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan
kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.

Penulis

ii

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang . 1
Rumusan Masalah .... 2
Tujuan .. 2
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis Perkara Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta .. 3
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan . 13

DAFTAR PUSTAKA . 14
Lampiran . 15

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 (UUPTUN), bahwa


sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara , baik
di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan demikian, Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), merupakan dasar lahirnya
sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 1 angka 3 UUPTUN merumuskan Keputusan Tata Usaha
Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 UUPTUN, pengadilan tata usaha negara terdiri atas
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Struktur ini sama dengan struktur peradilan umum.
Namun, yang membedakannya adalah alur perkara. Dinama alur perkara dalam peradilan
umum berbeda dengan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Perbedaan itu disebabkan
dalam jalur PTUN terdapat saluran upaya administratif.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk berdasarkan keputusan Presiden (Pasal 9
UUPTUN). Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undangundang (Pasal 10 UUPTUN).

Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan di atas, adapun rumusan masalahnya, yaitu:
1. Analisis Perkara PTUN DKI Jakarta

Tujuan
Tujuan yang diinginkan sesuai dengan permasalahan yang ada antara lain mengenai:
1.

Untuk memahami Perkara PTUN

2.

Untuk mendalami Perkara PTUN di DKI Jakarta

BAB II
PEMBAHASAN

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau
badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur
dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.
Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka
hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat:
a.

Kepala putusan harus berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa .

b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.


c.

Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.

d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa.
e.

Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.

f.
g.

Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.


Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang
hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut hemat Penulis, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jakarta Nomor:
07/B/2008/ PT.TUN.JKT secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu
putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Untuk mempermudah pemahaman Pembaca

mengenai analisis terhadap Putusan

sengketa tata usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera
Jakarta Nomor: 07/B/2008/ PT.TUN.JKT di atas, maka Penulis akan mencoba menjelaskan
atau menguraikannya satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui.
Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur
sebelumnya sudah terpenuhi, yaitu seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan
terutama syarat formil, yang jika dalam kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta di atas adalah diajukan oleh Tjoe Kim Joeng
(Penggugat. Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan
diputus di PTUN jika tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan
PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata
Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara lengkap terlebih dahulu, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986. Beberapa hal
lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis
sengketa tersebut adalah sengketa PTUN, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51

ayat(3) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 gugatan tersebut dapat di ajukan ke Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.

B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa
yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses
Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:

1. Penggugat
Nama

: Tjoe Kim Joeng

Kewarganegaraan

: Indonesia

: Gg. Mangga Petak 8 no. 1 RT. 011 / RW. 004, Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan
Kemayoran, Jakarta Pusat
Pekerjaan

: Buruh

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.
2. Tergugat
Nama Jabatan

: Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta

Tempat Kedudukan : Komplek Dinas-Dinas Teknis Jatibaru, Jalan Jatibaru no. 1 Jakarta Pusat
10150
Dalam perkara ini memberikan kuasa kepada:
1. Drs. H. Nadal Munadi;
2. Elveri, S.H.;

3. Zainal A. Saragih, S.H.;


4. Tb. Ediyanto, S.H.;
5. Rustiadi Hendi, S.H.;
6. Managar H. Panjaitan, S.H.;
7. Dessy Wahyu, S.H.;
Masing-masing adalah Pegawai Pemerintah pada Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
berkedudukan di Komplek Dinas-Dinas Teknis Jatibaru, Jalan Jatibaru no. 1 Jakarta Pusat
10150, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No: 1566/-1.796.6 tanggal 14 agustus 2007.

C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5
Tahun 1986, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara yaitu berupa Keputusan Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI
Jakarta Nomor: 66/2007, Tentang Perintah Pengosongan Rumah/ Bangunan yang terletak di Jl.
Mangga Petak 8 no. 1 RT 011 / RW 004, Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran,
Jakarta Pusat, tanggal 16 April 2007.
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kasasi yang dapat diperiksa di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat
individual, konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. Posita Dan Petitum


Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada penulisan ini Penulis sedang
menganalisis sebuah Putusan Tata Usaha Negara. Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara akan berisikan rangkuman secara keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang
telah dilakukan selama persidangan sesuai isi/sistematika putusan yang telah ditentukan
undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita dan Petitum gugatan berawal dari suatu surat
gugatan, namun hal itu tidak menghalangi kita untuk dapat mengetahui apa yang menjadi
Posita maupun Petitum dari gugatan Penggugat, karena hal tersebut tetap dicantumkan pada
suatu Putusan Tata Usaha.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan
yang diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu
sengketa dan berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat.
Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh
Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera
Jakarta Nomor: 07/B/2008/ PT.TUN.JKT di atas, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:
1. Posita
Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait duduk
perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara dapat dilihat dan
dicermati pada halaman ke-2 dari Putusan TUN tersebut.
Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa alasan-alasan Penggugat untuk
menggugat adalah:

a.

Bahwa Keputusan Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta nomor: 66/2007 tanggal 16
April 2007, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 Undang-Undang no.5 tahun 1986 sebagaimana telah
dirubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang no.9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.

2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan
dalam sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a.

Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya

b. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat yaitu:


Keputusan Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta Nomor: 66/2007, Tentang Perintah
Pengosongan Rumah/ Bangunan yang terletak di Jl. Mangga Petak 8 no. 1 RT 011 / RW 004,
Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, tanggal 16 April 2007.
c. Memerintahkan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan yang isinya mencabut Surat Keputusan
Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta Nomor: 66/2007, Tentang Perintah
Pengosongan Rumah/ Bangunan yang terletak di Jl. Mangga Petak 8 no. 1 RT 011 / RW 004,
Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, tanggal 16 April 2007.
d. Menghukum Tergugat membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini.

E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh
undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya
dengan cara mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu gugatan dapat diajukan hanya dalam

tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara . Artinya adalah bahwasanya gugatan
tersebut harus diajukan paling lambat 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan
Tata Usaha Negara.
F. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa
fakta hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung
dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian
atau keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007:
148). Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam
menentukan putusan akhir.
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menyebutkan Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat
bukti berdasarkan keyakinan Hakim. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan
sendiri siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada
fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a.

Surat atau tulisan

b. Keterangan ahli
c.

Keterangan saksi

d. Pengakuan para pihak


e.

Pengetahuan Hakim.

Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh
kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a.

Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup
atau dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di
Pengadilan.

b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim
tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c.

Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.

d.

Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata
usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan
pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai
Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena
berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan
publik yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak
pertimbangan Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas
penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa
permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan
apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya
keputusan tersebut.

10

Dari penjelasan di atas,maka menurut Penulis dengan alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang ditetapkan
atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.

G. Diktum / Amar Putusan


Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan gugatan
oleh Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengjuan alat-alat bukti,
kesimpulan), diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai sengketa Tata
Usaha Negara itu adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang
dikeluarkan oleh Tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan
kesimpulan bahwa KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).
Kini tibalah saatnya kita pada tahap pembahasan penjatuhan putusan akhir. Diktum atau
Amar Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan dan merupakan titik
akhir yang terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain Diktum atau amar
putusan juga dapat dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan
sengketa Tata Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan
tertentu. Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa:
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera
Jakarta Nomor: 07/B/2008/ PT.TUN.JKT di atas yang menjadi Diktum atau Amar putusan,
yaitu mengadili:

11

1. Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding;


2. Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jakarta Nomor: 07/B/2008/
PT.TUN.JKT tanggal 6 November 2007 yang dimohonkan banding
3. Menghukum Penggugat/Pembanding membayar biaya sengketa dikedua tingkat
Pengadilan, yang ditingkat banding sebesar Rp. 119.000,- (Seratus Sembilan belas ribu
rupiah);
Demikinlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari
Senin, tanggal 12 Mei 2008 oleh YULIUS RIVAI, S.H., Hakim Tinggi yang ditetapkan oleh
ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, NY. HJ. RACHMANIAH MADJID, S.H.,
dan SULISTYO, S.H. M.Hum., Hakim-Hakim Tinggi masing-masing sebagai Hakim Anggota,
Putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua
Majelis Hakim tersebut di atas dan didampingi Hakim-Hakim Anggota, dengan dibantu oleh
SUKAYAT, S.H., Panitera Pengganti tanpa dihadiri oleh para pihak maupun kuasanya.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera
Jakarta Nomor: 07/B/2008/ PT.TUN.JKT terkait sengketa Tata Usaha Negara antara Tjoe Kim
Joeng (Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI
Jakarta Nomor: 66/2007, Tentang Perintah Pengosongan Rumah/ Bangunan yang terletak di Jl.
Mangga Petak 8 no. 1 RT 011 / RW 004, Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran,
Jakarta Pusat, tanggal 16 April 2007 secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan,
begitu juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah
tepat. Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.

13

DAFTAR PUSTAKA

Alamsah, Nandang S.H.,M.Hum. 2009. Modul Hukum Tata Pemerintahan. Bandung: P4H
Salinan resmi Putusan/Penetapan Perkara Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai