Mai 1

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

I.

Tujuan Percobaan
1. Dapat melakukan analisis kualitatif bahan baku parasetamol dengan metode
spektrofotometri UV-sinar tampak.
2. Dapat melakukan analisis kuantitatif bahan baku parasetamol dengan metode
spektrofotometri UV-sinar tampak.
3. Menyimpulkan mutu bahan baku parasetamol dengan data spektrum UV-sinar
tampak dan hasil penetapan kadar.

II.

Teori Dasar
Spektrofotometri UV-Sinar Tampak
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang di transmisikan atau yang di absorpsi. Pada umumnya ada beberapa
jenis spektrofotometri yang sering digunakan dalam analisis secara kimiawi,
antara lain: spektrofotometri vis, spektrofotometri UV, sepektrofotometri UvVis. Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah
cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang
dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380
sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih,
merah, biru, hijau, apapun. Selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut
termasuk ke dalam sinar tampak (Khopkar, 1990).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektrovisible adalah
lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan
unsur kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih
yang tertinggi (3422 C) dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka ia
digunakan sebagai sumber lampu. Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini
hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari
metode spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sample yang tidak
memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent
spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan
harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan dianalisa.

Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil
(Day & Underwood, 1999).
Spektrofotometer UV berbeda dengan spektrofotometri visible, pada
spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV
memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan
lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop
hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom
deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya
memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari
bahasa Yunani, deuteros, yang berarti dua, mengacu pada intinya yang memiliki
dua pertikel. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa
yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki
warna. Bening dan transparan. Spektrofotometri UV memang lebih simple dan
mudah dibanding spektrofotometri visible, terutama pada bagian preparasi sample.
Namun harus hati-hati juga, karena banyak kemungkinan terjadi interferensi dari
senyawa lain selain analat yang juga menyerap pada panjang gelombang UV. Hal
ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa (Khopkar, 1990).
Spektrofotometer UV-VIS Spektrofotometri ini merupakan gabungan
antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya
berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahayavisible. Meskipun untuk alat yang
lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV
dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan.
Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga
untuk sample tak berwarna (Khopkar, 1990).
Penentuan konsentrasi komponen dengan matriks kalibrasi bukanlah suatu
matriks bujur sangkar, sehingga tidak akan terdapat matriks kebalikan dari K.
Akibatnya persamaan tidak dapat diterapkan. Penyelesaian terhadap matriks
kalibrasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis regresi linier seperti
halnya pada pembentukan kurva kalibrasi biasa (Constantinides, 1988).

Analisis

sejumlah

komponen

didalam

larutan

dengan

metode

spektrofotometri, dimungkinkan dengan adanya sifat aditif dari absorbansi


masing-masing komponen. Ketelitian kemampian cara ini tergantung pada
ketepatan pemilihan panjang gelombang yang akan memberikan perbedaan
kontras pada masing-masing absorbansi dan pemilihan faktor koreksi terhadap
konsentrasi komponen asing yang tidak terukur (Surawidjaja, 1994).
Analisis kuantitafif dapat diketahui dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Penentuan panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam
pengukuran absorbansi larutan standar maupun larutan sampel ditentukan dengan
mengukur nilai absorbansi maksimum konsentrasi larutan standar. Untuk
memperoleh panjang gelombang maksimum pengukuran absorbansi dilakukan
pada rentang panjang gelombang 265-280 nm. Hasil pengamatan untuk absorbansi
maksimum adalah pada panjang gelombang 280 nm kemudian dilakukan
penentuan nilai absorbansi pada delapan larutan standar (Sumarauw, dkk, 2013).
Parasetamol
Tinjauan Umum
Rumus bangun :

Rumus molekul : C8H9NO2


Nama kimia

: 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]

Berat molekul

: 151,16

Kandungan

: Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%


C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian

: Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan

: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida


1 N; mudah larutan dalam etanol

Farmakologi
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal
dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).
Efek analgetik Paracetamol dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Paracetamol menghilangkan nyeri, baik secara sentral
maupun secara perifer. Secara sentral diduga Paracetamol bekerja pada
hipotalamus sedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin di
tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang
mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada
keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan
lebih tinggi (Zubaidi, 1980).
Senyawa Paracetamol memiliki waktu paruh 1 3 jam, dan tidak
menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atau gangguan asam basa seperti asam
asetilsalisilat, tetapi mempunyai bentuk toksisitas hepatik sedang sampai berat.
(Andrianto.P., 1985).
III. Alat dan Bahan
Pereaksi
Baku pembanding parasetamol
Bahan baku parasetamol
Metanol
Air destilasi
HCl 0,1N dalam metanol

Peralatan
Spektrofotometer Thermogeneysis 10 UV
Labu ukur 100 mL
Labu ukur 10 mL
Pipet ukur

IV. Data Fisik dan Kimia


Paracetamol
Bm
: 151,17
Sifat fisik
: padat
Titik leleh
: 170 oC
Pemerian
: hablur atau serbuk hablur putih ; tidak berbau ; rasa pahit
Kelarutan
: larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95 %) p dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9

bagian propilenglikol P larut dalam larutan alkali hidroksida


Metanol
Bm
Sifat fisik

: 32,04
: cair

Warna
Titik leleh
Titik didih
Pemerian
HCl
Sifat fisik
Rasa
Warna
Titik didih
Titik leleh
Aquadest
Bm
Sifak fisik
Warna
Bau
Kelarutan
V.

: tidak berwarna
: - 97,8 oC
: 64,5 oC
: cairan tidak berwarna , jernih, bau khas
: cair
: tidak berasa
: kuning
: 108,58 oC
: -62,25 oC
: 18,02
: cair
: tidak berwarna , jernih
: tidak berbau
: larut dalam semua jenis larutan

Prosedur
Analisis Kualitatif
Larutan standar
50 mg baku pembanding paracetamol ditimbang kedalam labu takar 100
mL, kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100).
Larutan dikocok hingga homogen. Dipipet 1 mL larutan tersebut kedalam labu
takar 10 mL dan diencerkan dengan HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100).
Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut dan diencerkan hingga 10 mL dalam
labu takar 10 mL.
Larutan uji
50 mg bahan baku paracetamol ditimbang kedalam labu takar 100 mL.
kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100). Larutan
dikocok hingga homogen. Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut kedalam labu
takar 10 mL dan diencerkan dengan HCl 0,1 N dalam methanol (1 dalam 100).
Dipipet 1,0 mL larutan hasil pengenceran dan diencerkan hingga 10 mL.
Dibandingkan spectrum UV larutan standar dan larutan uji. Spektrum UV
larutan standar dan larutan uji harus menunjukan panjang gelombang absorbansi
maksimum dengan nilai yang sama.
Analisis Kuantitatif
Larutan standar
Ditimbang 30 mg baku pembanding paracetamol kedalam labu takar 100
mL. kemudian ditambahkan 10 mL methanol kedalam labu takar dan diencerkan

dengan aquadest

hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga homogen.

Kemudian dipipet masing-masing larutan 1 ;1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 ; 3,5 dan 4 mL larutan


baku pembanding kedalam labu takar 100 mL dan diiencerkan dengan aquadest
hingga tanda batas.
Larutan uji
Ditimbang 75 mg bahan baku paracetamol dan dimasukan kedalam labu
takar 100 mL. kemudian ditambahkan 10 mL metanol dan diencerkan dengan
aquadest hingga tanda batas. Setelah itu larutan dikocok homogen dan dipipet 1,0
mL larutan kemudian diencerkan hingga 100 mL.
Cara kurva kalibrasi
Pada panjang gelombang absorban maksimumnya, diukur absorbansi
setiap larutan pembanding dan juga larutan sampel. Kemudian dihitung kadar
larutan sampel dengan menggunakan kurva kalibrasi atau persamaan garis.
Cara one point
Diambil absorban salah satu pembanding kemudian digunakan untuk
menghitung kadar larutan sampel dengan menggunkan metode one point.
VI. Data Pengamatan
Berat baku pembanding paracetamol (larutan standar)
: 0,0338 gram
Berat bahan baku paracetamol (larutan uji)
: 0,0751 gram
Perhitungan ppm uji:

Perhitungan ppm standar :

Perhitungan pengenceran uji :


V1 . N1 = V2. N2
1 mL . 750 ppm = 100 mL . x
x = 7,5 ppm
Perhitungan pengenceran standar
V1 . N1 = V2. N2

V1 . N1 = V2. N2

1 mL . 300 ppm = 100 mL . x

3 mL . 300 ppm = 100 mL . x

x = 3 ppm
V1 . N1 = V2. N2

x = 9 ppm
V1 . N1 = V2. N2

1,5 mL . 300 ppm = 100 mL . x

3,5 mL . 300 ppm = 100 mL . x

x = 4,5 ppm
V1 . N1 = V2. N2

x = 10,5 ppm
V1 . N1 = V2. N2

2 mL . 300 ppm = 100 mL . x

4 mL . 300 ppm = 100 mL . x

x = 6 ppm
V1 . N1 = V2. N2

x = 12 ppm

2,5 mL . 300 ppm = 100 mL . x


x = 7,5 ppm

Analisis Kualitatif
Larutan standar

Panjang gelombang maksimum : 242 nm


Absorbansi

: 0,474 Abs

Larutan uji
Panjang gelombang maksimum : 242 nm
Absorbansi

: 0,434 Abs

Analisis Kuantitatif
Larutan Standar
Konsentrasi (ppm)
3
4,5
6
7,5
9
10,5

Absorbansi (Abs)
0,161
0,305
0,405
0,522
0,596
0,763

12
Larutan uji
Absorbansi

0,804
: 0,485 Abs

Perhitungan Kadar
1. Cara Kurva Kalibrasi
y = 0,072285714x 0,034142857
Dengan mensubstitusikan besarnya absorbansi larutan uji ke dalam persamaan
regresi linier diatas sebagai nilai y, maka dapat diketahui besarnya konsentrasi
larutan uji (nilai x) dalam perhitungan berikut :
y = 0,072285714x 0,034142857
0,485 = 0,072285714x 0,034142857
0,072285714x = 0,485 + 0,034142857
x = 7,18 ppm
Faktor Pengenceran

Kadar (dalam persen)

2. Cara One Point

Kadar (dalam persen)

VII. Pembahasan
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada
absorpsi radiasi elektromagnetik yang bereaksi dengan elektron pada suatu bahan.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Keuntungan alat ini yaitu mempunyai
sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang
dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif bahan baku
parasetamol. Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar, dengan gugus
kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV.
Uji kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan membandingkan baku
pembanding parasetamol dengan bahan baku parasetamol. Baku pembanding dan
bahan baku parasetamol ditimbang dan dilarutkan menggunakan metanol dan
ditambahkan aquadest sampai 100 mL. Metanol digunakan sebagai pelarut
parasetamol yang lebih mudah larut dalam etanol. Etanol dan metanol merupakan
golongan alkohol dan sifat kepolarannya mirip sehingga parasetamol pun dapat
larut dalam metanol. Dioptimalkan dengan penggunaan aquadest sebagai pelarut
pembawa. 100 mL larutan baku pembanding dan larutan bahan baku parasetamol
ini merupakan larutan stok yang akan digunakan sebagai induk untuk membuat
larutan dengan konsentrasi yang telah ditentukan yang akan diukur absorbansinya.
Pembuatan larutan untuk diukur absorbansinya dengan menggunakan
larutan stok dengan mengambil beberapa mL dari larutan stok dan diencerkan
dengan aquadest. Digunakan aquadest karena parasetamol telah larut sebelumnya
dan tidak diperlukan penggunaan metanol. Selain itu aquadest diharapkan sebagai
pelarut pembawa parasetamol dalam pengukuran menggunakan spektrofotometri
UV-sinar tampak.
Pada pengujian kualitatif dan kuantitatif parasetamol menggunakan
spektrofotometri UV-sinar tampak, dilakukan penentuan panjang gelombang

maksimum agar pengukuran absorbansi lebih optimal. Panjang gelombang


maksimal sudah ada dalam literatur, tetapi kembali dilakukan penetapan
gelombang maksimal karena setiap pengujian dalam praktikum yang berbeda akan
memiliki panjang gelombang maksimal yang berbeda pula sehingga harus dicari
kembali

panjang

gelombang

maksimalnya.

Namun

biasanya

panjang

gelombangnya tidak jauh berbeda dengan yang ada pada literatur. Penentuan
panjang gelombang dilakukan menggunakan larutan baku pembanding pada
konsentrasi 7.5 ppm dan dibandingkan dengan larutan bahan baku parasetamol.
Pada larutan baku pembanding didapat absorbansi maksimum 0.474 Abs pada
panjang gelombang maksimum 242 nm, dan untuk larutan bahan baku
parasetamol didapat absorbansi maksimum 0.434 Abs pada panjang gelombang
maksimum 242 nm. Dari hasil ini, maka dapat dilakukan pengujian kualitatif dan
kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometri UV-sinar tampak dengan
panjang gelombang 242 nm.
Lalu dilakukan pengukuran absorbansi untuk semua konsentrasi larutan
baku pembanding dan larutan bahan baku parasetamol. Dilakukan pengukuran
blangko menggunakan aquadest terlebih dahulu. Dalam penentuan panjang
gelombang maksimum sebelunya juga dilakukan pengukuran blangko terlebih
dahulu sebelum penentuan panjang gelombang maksimum. Hal ini diharapkan
agar saat pengukuran absorbansi larutan baku pembanding dan larutan bahan baku
parasetamol yang terukur hanya bahan uji saja, dan pelarut yang digunakan tidak
terukur absorbansinya. Lalu satu persatu larutan baku pembanding dengan
konsentrasi 3; 4.5; 6; 7.5; 9; 10.5; 12 ppm dan larutan bahan baku dimasukkan ke
dalam kuvet dan diukur absorbansinya. Sebelum diukur, kuvet dibilas dengan
larutan yang akan diukurnya agar tidak tercampur dengan larutan sebelumnya
yang ada di dalam kuvet yang akan menganggu pengukuran absorbansi dan
hasilnya tidak akurat.
Hasil pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-sinar
tampak untuk baku pembanding dari konsentrasi terkecil hingga terbesar adalah
0.161; 0.305; 0.405; 0.522; 0.596; 0.763; 0.804 Abs dan untuk bahan baku

parasetamol adalah 0.485 Abs. Hasil absorbansi keduanya kemudian digunakan


untuk analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku parasetamol yang digunakan.
Analisis

kualitatif

yang

dilakukan

dengan membandingkan

hasil

absorbansi baku pembanding dengan bahan baku parasetamol. Absorbansi bahan


baku parasetamol adalah 0.485 Abs. Secara teoritis, konsentrasi larutan bahan
baku parasetamol adalah 7.5 ppm. Untuk larutan baku pembanding yang
konsentrasinya sama dengan bahan baku parasetamol yaitu 7.5 ppm memiliki nilai
absorbansi 0.522 Abs. Nilai absorbansi keduanya berbeda 0.1. Namun pada
pengukuran panjang gelombang maksimum, nilai absorbansi hamper sama untuk
keduanya. Nilai absorbansi bahan baku parasetamol adalah 0.434 Abs dan baku
pembandingnya 0.474 Abs. Nilai yang hamper sama atau mendekati untuk kedua
larutan ini dapat disebut bahwa bahan uji yang digunakan merupakan bahan baku
parasetamol.
Dalam prosedur, analisis kualitatif dilakukan dengan metode yang berbeda
karena pembuatan larutan untuk analisis kualitatif bukan dari stok yang telah
disebutkan sebelumnya. Pembuatan larutan untuk analisis kualitatif dilakukan
dengan mengencerkan baku pembanding dan bahan baku parasetamol dengan HCl
dalam metanol hingga 100 mL. Dari larutan 100 mL ini diencerkan sebanyak dua
kali dengan menngambil 1 mL larutan lalu diencerkan dengan aquadest hingga
100 mL. Prosedur ini tidak dilakukan karena keterbatasan bahan dan waktu untuk
pengerjaannya. Penggunaan HCl untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif
ini sebagai pereaksi geser karena diharapkan dapat meningkatkan pengukuran
panjang gelombang maksimumnya. Selain itu untuk memperjelas gugus kromofor
yang ada pada parasetamol sehingga dapat terukur abbsorbansinya untuk analisis
kualitatif menggunakan spektrofotometri UV-sinar tampak.
Untuk analisa kuantitatif, hasil absorbansi baku pembanding untuk seluruh
konsentrasi dibuat dalam bentuk kurva kalibrasi dan didapat persamaan regresi
linier. Dari persamaan regresi linier yang didapat kemudian dilakukan perhitungan
kadar bahan baku parasetamol dengan memanfaatkan nilai absorbansi bahan baku
parasetamol tersebut. Hasil perhitungan kadar dari persamaan regresi linier,

konsentrasi bahan baku parasetamol adalah 7.18 ppm. Kadar bahan baku
parasetamol yang diperoleh adalah 95.73%.
Analisa kuantitatif juga dilakukan menggunakan perhitungan dengan
metode one point. Pada perhitungan ini, didapat konsentrasi bahan baku
parasetamol adalah 6.96 ppm. Kadar bahan baku parasetamol yang diperoleh
adalah 92.93%. Perolehan kadar bahan baku parasetamol dengan kedua cara ini
memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, hal ini menandakan bahwa kedua
metoda ini dapat digunakan untuk penentuan kadar.
Dari kadar bahan baku parasetamol yang diperoleh, menunjukkan mutu
bahan yang digunakan pada percobaan ini. Pada Farmakope Indonesia edisi IV
menyebutkan bahwa parasetamol mengandung tidak kurang dari 98.0% dan tidak
lebih dari 101.0% C8H9NO2. Jika dibandingkan dengan hasil pengujian
menggunakan metode spektrofotometri UV-sinar tampak yang hasilnya kurang
dari 98%, maka dapat disebut bahwa mutu bahan baku parasetamol yang
digunakan sebagai sampel pada pengujian ini tidak baik. Bahan baku parasetamol
ini tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan obat untuk dibuat
menjadi sedian parasetamol karena kadarnya dibawah kadar parasetamol yang
telah tertera sebagai syarat dalam Farmakope Indonesia edisi IV.
VIII. Kesimpulan
1. Analisis kualitatif bahan baku parasetamol dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
2. Hasil analisis kualitatif bahan baku parasetamol dilakukan

dengan

membandingkan nilai absorbansi dengan baku pembanding yaitu 0.434 Abs


dan 0.474 Abs.
3. Analisis kuantitatif bahan baku parasetamol dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
4. Hasil analisis kuantitatif bahan baku parasetamol menggunakan persamaan
regresi linier didapat persen kadarnya 95.73%.
5. Hasil analisis kuantitatif bahan baku parasetamol menggunakan metode one
point didapat persen kadarnya 92.93%.
6. Mutu bahan baku parasetamol yang digunakan pada percobaan ini adalah tidak
baik untuk digunakan sebagai bahan obat.

IX. Daftar Pustaka


Andrianto P., Rakel. 1985. Terapi Mutakhir Conn. Jakarta: EGC
Constantinides. 1988. Applied numerical methods with personal computers. MC
graw hill book company. New York.
Day, R.A & A.L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kantitatif. Erlangga. Jakarta.
Depkes RI. 1989. Farmakope Indonesia ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia ed. IV. Jakarta: Depkes RI.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Summarauw, W., Fatimawali, & A. Yudistira. 2013.Identifikasi Dan Penetapan
Kadar Asam Benzoat Pada Kecap Asin Yang Beredar Di Kota Manado.
Jurnal Ilmiah Farmasi UNSART. Vol.2, No.01, ISSN 2302-2493.
Surawidjaja. 1994. Matriks kalibrasi untuk penentuan konsentrasi komponen
dalam larutan campuran. FMIPA yogyakarta. Yogyakarta.
Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik,AnalgesikAnti-Inflamasi Non Steroid
dan Obat Pirai : Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4. Jakarta. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Zubaidi, Jusuf. 1980. Analgesik, Antipiretik, Antirumatik dan Obat Pirai. Dalam:
Sulistia Gan, Bambang Suharto, Udin Sjamsudin, Rianto Setiabudy, Arini
Setiawati, Vincent H S Gan eds. Farmakologi dan Terapi. Edisi 2. Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://www.emdchemicals.com/analytics/doc/msds/MSDSU_MX0475.html.
diakses tgl 8/12 2015 jam 7.21 pm
http://www.sciencelab.com/analytics/pdf/msds. Diakses tgl 8/12 2015 jam 9.11
pm

Anda mungkin juga menyukai