Pengawetan - Pengalengan Buah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

B.

TINJAUAN PUSTAKA
Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A,
vitamin C, dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut
sayuran juga merupakan sumber serat yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi
warna dan teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila
selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak. Kerusakan ini
terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. Kerusakan
hortikultura dapat dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah
panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut mengalami luka memar,
tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain seperti adanya
pertumbuhan mikroba (Samad, 2006).
Pengalengan merupakan metode yang penting dan aman dalam usaha
pengawetan makanan jika dilakukan dengan benar. Proses pengalengan
melibatkan penempatan makanan dalam jar atau toples dan memanaskannya
pada suhu yang dapat menghancurkan mikroorganisme yang membahayakan
bagi kesehatan atau menyebabkan kerusakan makanan. Pemanasan ini juga
berperan menghancurkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan yang
tidak diinginkan pada rasa, warna, dan tekstur sayuran. Ada dua metode yang
aman dalam pengalengan: water-bath (boiling-water) dan pressure canning.
Manakah metode yang akan digunakan tergantung pada jenis makanan yang
akan dikalengkan. Makanan berkadar asam tinggi seperti kebanyakan buahbuahan, tomat, dan sayuran acar, serta selai, jeli, dan bahan pangan awetan
lainnya, dapat dengan aman diolah menggunakan water bath canner. Garam
ditambahkan untuk perasa dan terkadang dapat membantu mempertahankan
tekstur. Dalam pengalengan ini, dianjurkan penggunaan jar atau toples yang
didesain untuk industri rumah tangga. Jar mayones dan jar serupa tidak
dianjurkan untuk digunakan di industri pengalengan rumah tangga karena
mereka tidak diproduksi untuk pemanasan berulang dan memiliki tingkat
kerusakan yang lebih tinggi, terutama pada pressure canners. Ada dua metode
pengisian toples. Pada metode raw pack, sayuran segar dan mentah dikemas

ke dalam jar (dengan menyisakan ruang sebagai headspace). Sedangkan pada


metode hot pack, sayuran segar direbus setengah matang (2-5 menit), dan
kemudian segera dikemas ke dalam jar panas. Metode hot pack membantu
mengeluarkan udara dalam jaringan sayuran, membantu mencegah sayuran
agar tidak mengapung, meningkatkan vakum dalam toples selama proses, dan
meningkatkan umur simpan. Metode hot pack sering disukai karena
memungkinkan lebih banyak sayuran untuk masuk ke dalam jar. Indikasi
pembusukan makanan yang mungkin terjadi antara lain, segel rusak,
kebocoran kaleng, pertumbuhan jamur, pembentukan gas, adanya cairan yang
menyembur ketika jar dibuka, keruh, dan bau tidak sedap (Harris, 2002).
Makanan dapat dikalengkan dalam jar (toples kaca) maupun kemasan
logam. Kemasan logam hanya dapat digunakan satu kali. Jenis wadah ini
membutuhkan

peralatan

penyegelan

khusus

dan

jauh

lebih

mahal

dibandingkan jar. Tipe Mason reguler dan mulut lebar, ulir, jar pengalengan
rumah tangga dengan lapisan penutup adalah pilihan terbaik. Wadah jenis ini
tersedia dalam ukuran 0,5 liter, 1-1,5 liter, dan 0,5 ukuran galon. Standar lebar
mulut jar adalah sekitar 2-3 / 8 inchi. Jar mulut lebar memiliki bukaan sekitar
3 inchi, membuatnya lebih mudah diisi dan dikosongkan. Jar ukuran setengah
galon dapat digunakan untuk pengalengan jus yang sangat asam. Penggunaan
dan penangaan yang tepat membuat jar Mason dapat digunakan kembali
berkali-kali, dan hanya membutuhkan tutup baru setiap kali digunakan. Ketika
jar dan tutup digunakan dengan benar, segel jar dan kondisi vakum akan tetap
terjaga dengan baik dan kerusakan jar akan jarang terjadi. Boiling-water
canners terbuat dari aluminium atau baja porselen yang tertutup. Alat ini
memiliki rak berlubang yang dapat dilepas dan penutup yang rapat. Tinggi
permukaan air selama proses perendaman kaleng setidaknya harus 1 inchi
diatas permukaan tutup kaleng (USDA, 2009).
Proses blansing bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang
menyebabkan perubahan kualitas bahan pangan. Proses ini diterapkan
terutama pada bahan pangan segar yang mudah mengalami kerusakan akibat
aktivitas enzim yang tinggi, seperti buah-buahan dan sayuran. Proses blansing

harus menjamin bahwa enzim-enzim yang menyebakan perubahan kualitas


warna, bau, cita rasa, tekstur, dan gizi inaktif selama penyimpanan beku.
Fungsi blansing yang lain adalah mengurangi gas antarsel dengan maksud
untuk mengurangi perubahan oksidatif dan mendapatkan kondisi headspace
yang vakum pada proses pengalengan. Oleh karena blansing merupakan
proses pemanasan, blansing menyebabkan penurunan kadar mikroorganisme
dan perbaikan tekstur. Selain itu, blansing dapat mempermudah proses
pengisian pada pengalengan. Ada empat dasar metode blansing, yaitu blansing
dengan air panas, blansing dengan uap air, blansing dengan udara, dan
blansing dengan gelombang mikro atau konduksi elektrik. Sampai saat ini,
blansing dengan menggunakan air panas merupakan metode yang paling
banyak digunakan (Estiasih, 2009).
Perlakuan

pendahuluan

merupakan

usaha

untuk

mengurangi

terjadinya pencoklatan, memperbaiki tekstur atau meningkatkan palatabilitas


bahan. Perlakuan pendahuluan terhadap sayuran atau buah-buahan misalnya
blansir, perendaman dalam larutan sulfit, vitamin C, asam sitrat, garam,
hidrogen peroksida, air kapur, dan lain-lain. Perendaman dalam larutan sulfit,
vitamin C, asam sitrat, garam atau hidrogen peroksida terutama ditujukan
untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya pencoklatan. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penghambatan reaksi antara enzim polifenolase,
oksigen dan senyawa polifenol. Sedangkan reaksi pencoklatan enzimatis
sendiri memerlukan adanya enzim polifenolase, oksigen, dan senyawa
polifenol. Proses blansir dilakukan sebelum bahan dikalengkan, dibekukan,
atau dikeringkan untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan
mikroorganisme pada bahan. Lama proses blansir dipengaruhi oleh faktor
ukuran bahan, suhu, ketebalan tumpukan bahan serta medium blansir
(Muchtadi, 2011).
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan
wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan
atau

mengurangi

faktor-faktor

penyebab

kerusakan

makanan,

tanpa

menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya.

Waktu dan suhu yang diperlukan untuk proses sterilisasi biasanya tergantung
pada konsistensi atau ukuran partikel bahan, derajat keasaman isi kaleng,
ukuran headspace, besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang
digunakan, dan kecepatan perambatan panas. Mikroba mempunyai ketahanan
panas yang berbeda-beda. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel di bawah
memperlihatkan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk membunuh
mikroba. Sel vegetative khamir dan kapang dapat diinaktifkan pada suhu yang
lebih rendah (60-880C) , sedangkan bakteri termofilik dan mesofilik perlu
suhu yang lebih tinggi untuk membunuhnya (umumnya pada suhu standar
1210C ).
Tabel Kombinasi Suhu d Waktu yang Diperlukan untuk Menurunkan
Jumlah Mikroba pada Level yang Sama

(Ardian, 2012).
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan
pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan
berbagai macam makanan. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif
pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau
proteolitik dan juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh
walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%).

Mikroorganisme

patogenik,

termasuk

Clostridium

botulinum

dengan

pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi


garam sampai 10-12%. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari
bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu
metode yang bebas dari pengaruh racunnya. Gula terlibat dalam pengawetan
dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Walaupun gula sendiri
mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan
jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut
biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah
satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan (Buckle, 2010).
Sayur-sayuran yang umumnya diawetkan dengan menggunakan
konsentrasi garam tinggi adalah mentimun, kubis, bawang, bunga kol, dan
lain-lain. Prosesnya adalah material dibiarkan mengalami fermentasi dalam
larutan garam. Konsentrasi garam diatur sedemikian rupa sehingga mencegah
perkembangbiakan mikroorganisme perusak, akan tetapi cukup rendah untuk
memberi kesempatan berkembang biak bakteri pembentuk asam laktat.
Masalah yang sering muncul dalam pengawetan sayur di dalam kaleng
(pengalengan) antara lain, kemasan menjadi berkarat oleh asam dan timbulnya
warna lain oleh reaksi antara timah yang larut dengan bahan pangan
(Rahardi, 2004).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 4.1 Pengaruh Pengalengan Wortel dengan Metode Raw Packing dan
Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan
Mikrobia yang Tumbuh
Kel

Hari
ke-

Perlakuan

Kekeruhan

pH

Raw packing 15

5,52

Raw packing 30

5,47

Hot packing 15

5,51

10

Hot packing 30

Raw packing 15

+++

5,69

Raw packing 30

+++

5,42

Hot packing 15

+++

5,50

11

Hot packing 30

Raw packing 15

+++

4,83

Raw packing 30

+++

4,22

Hot packing 15

+++

5,13

12

Hot packing 30

+++

5,12

1
4

6
6

Warna
Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
keruh
Kuning
keruh
Kuning
keruh
Jingga agak
kecokelatan
Jingga agak
kecokelatan
Jingga agak
kecokelatan
Jingga agak
kecokelatan

Tekstur

Mikrobia
yang
tumbuh

++

++

++

+++

+++

+++

+++

+++

++++

++

Sumber: Laporan Sementara


Pengalengan merupakan metode yang penting dan aman dalam usaha
pengawetan makanan yang melibatkan penempatan makanan dalam jar atau
toples dan memanaskannya pada suhu yang dapat menghancurkan
mikroorganisme yang membahayakan bagi kesehatan atau menyebabkan
kerusakan makanan (Harris, 2002). Makanan dapat dikalengkan dalam jar
(toples kaca) maupun kemasan logam. Kemasan logam hanya dapat
digunakan satu kali dan membutuhkan peralatan penyegelan khusus dan jauh
lebih mahal dibandingkan jar. Sedangkan untuk kemasan jar terdapat tipe
Mason reguler dan mulut lebar, ulir, serta jar pengalengan rumah tangga.
Wadah jenis ini tersedia dalam ukuran 0,5 liter, 1-1,5 liter, dan 0,5 ukuran

galon. Wadah jenis jar ini memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan
wadah jenis logam. Jar mulut lebar memiliki bukaan sekitar 3 inchi,
membuatnya lebih mudah diisi dan dikosongkan. Sedangkan jar yang
berukuran setengah galon dapat digunakan untuk pengalengan jus yang
sangat asam. Penggunaan dan penangaan yang tepat membuat wadah tipe jar
Mason dapat digunakan kembali berkali-kali, dan hanya membutuhkan tutup
baru setiap kali digunakan. Selain itu juga mengurangi resiko pembentukan
karat, serta memberikan transparansi sehingga kenampakan produk dapat
terlihat dari luar kemasan (USDA, 2009).
Sayuran adalah hasil pertanian yang apabila selesai dipanen tidak
ditangani dengan baik akan beresiko rusak. Kerusakan ini terjadi akibat
pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. Kerusakan hortikultura
dapat dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang
baik. Sebagai contoh, komoditi seperti wortel dan nanas yang digunakan
dalam praktikum ini dapat mengalami kerusakan seperti luka memar,
tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain seperti adanya
pertumbuhan mikroba (Samad, 2006).

Tabel 4.2 Pengaruh Pengalengan Nanas dengan Metode Raw Packing dan
Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan
Mikrobia yang Tumbuh
Kel

Hari
ke-

13
16
22

Perlakuan

Kekeruhan

pH

Warna

Tekstur

Raw packing 15
Raw packing 30

+
++

4,14
4,02

++
++

Hot packing 15

++

4,28

Kuning
Kuning
Kuning
bening

Mikrobia
yang
tumbuh
-

++

+++

++

+++

++

+++

++

+++

19
14

Hot packing 30
Raw packing 15

17

Raw packing 30

4,20

23

Hot packing 15

4,20

20

Hot packing 30

15

18

24

Raw packing 15

4,25

Raw packing 30

4,16

Hot packing 15

++

4,3

++++

4,24

21
Hot packing 30
Sumber: Laporan Sementara

Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
terang agak
coklat
Kuning
terang agak
coklat
Kuning
terang agak
coklat

Keterangan Tingkat Kekeruhan:


Keterangan Mikrobia yang Tumbuh
+
: tidak keruh
: tidak ada mikrobia
++
: sedikit keruh
+
: sedikit mikrobia
+++ : keruh
++
: banyak mikrobia
++++ : sangat keruh
Keterangan Tekstur
+
: keras
++
: sedikit keras
+++ : lembek
++++ : sangat lembek
Pada praktikum kali ini digunakan bahan yaitu wortel dan buah nanas.
Sampel ini kemudian diberi 2 macam perlakuan, yaitu metode raw-packing
dan metode hot-packing dan masing-masing metode dilakukan dalam 2
variasi waktu yaitu 15 menit dan 30 menit. Selanjutnya, sampel akan

disimpan dan diamati pada hari ke 0, 3, dan 6. Harris (2002) menyampaikan


dalam jurnalnya, pada metode raw pack, sayuran segar dan mentah dikemas
ke dalam jar (dengan menyisakan ruang sebagai headspace). Sedangkan pada
metode hot pack, sayuran segar direbus setengah matang (2-5 menit), dan
kemudian segera dikemas ke dalam jar panas. Metode hot pack membantu
mengeluarkan udara dalam jaringan sayuran, membantu mencegah sayuran
agar tidak mengapung, meningkatkan vakum dalam toples selama proses, dan
meningkatkan umur simpan.
Pengamatan dilakukan terhadap parameter kekeruhan, pH, warna,
tekstur, dan mikroba yang tumbuh sebagai akibat dari perlakuan metode rawpacking dan hot-packing. Dari hasil pengamatan pada penyimpanan hari ke-6
diketahui bahwa, pada perlakuan pengisian sayuran wortel secara rawpacking yang dipanaskan selama 15 menit memiliki nilai pH 4,83 dan
teksturnya keras. Hal ini berbeda dengan pengisian sayuran wortel secara hotpacking selama 15 menit memiliki nilai pH 5,13 dan teksturnya lembek.
Sedangkan dari parameter kekeruhan, kedua metode ini menghasilkan
makanan kaleng yang sama-sama keruh dan berwarna jingga agak
kecokelatan. Dan dari kedua metode ini tidak ditemukan tanda adanya
mikrobia yang tumbuh. Hal ini berarti pengisian sayuran wortel dengan
metode raw-packing yang dipanaskan selama 15 menit jika dibandingkan
dengan metode hot-packing lebih dapat mengawetkan wortel karena bahan
pangan ini menjadi lebih asam (pH nya lebih rendah) dan teksturnya juga
masih keras.
Perlakuan pengisian sayuran wortel secara raw-packing yang
dipanaskan selama 30 menit memiliki nilai pH 4,22 dan bertekstur lembek
dengan disertai adanya tanda sedikit mikrobia yang tumbuh. Hal ini berbeda
dengan pengisian sayuran wortel secara hot-packing selama 30 menit
memiliki nilai pH 5,12 dan bertekstur sangat lembek serta ditambah adanya
tanda banyak mikrobia yang tumbuh. Untuk parameter kekeruhan dan warna
keduanya sama-sama keruh dan berwarna jingga agak kecokelatan. Ini
menandakan bahwa metode pemanasan selama 30 menit secara raw-packing

lebih efektif dibandingkan dengan hot-packing. Dan apabila dilihat dari


lamanya proses pemanasan, metode raw-packing selama 15 menit bisa
dikatakan lebih baik bagi kualitas makanan kaleng, terutama dalam percobaan
ini adalah wortel, jika dibandingkan dengan lama pemanasan selama 30
menit. Dapat dilihat, pada pemanasan selama 30 menit menghasilkan tekstur
yang lebih lembek dan menunjukkan tanda adanya mikrobia yang mulai
tumbuh.
Pengamatan selama 6 hari penyimpanan juga dilakukan pada sampel
buah nanas. Hasil perlakuan raw-packing selama 15 menit memiliki nilai pH
sebesar 4,25, tidak berwarna keruh, memiliki tekstur yang lembek serta
menunjukkan tanda adanya banyak mikrobia yang tumbuh. Sedangkan pada
perlakuan hot-packing selama 15 menit memiliki nilai pH sebesar 4,3,
berwarna sedikit keruh, memiliki tekstur yang sedikit keras serta
menunjukkan tanda adanya sedikit mikrobia yang tumbuh. Dari kedua
metode ini sama-sama menghasilkan produk pengalengan yang berwarna
kuning terang agak coklat.
Perlakuan pengisian buah nanas secara raw-packing yang dipanaskan
selama 30 menit memiliki nilai pH 4,16, tidak berwarna keruh, memiliki
tekstur yang lembek serta tidak menunjukkan adanya mikrobia yang tumbuh.
Sedangkan pada metode hot-packing membuat produk nanas kaleng memiliki
nilai pH 4,24, berwarna sangat keruh, dengan tekstur yang lembek dan tidak
menunjukkan adanya mikrobia yang tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa
metode raw-packing selama 30 menit menjadi metode yang paling efektif
bagi pengalengan buah nanas.
Ardian (2012) menyampaikan bahwa sterilisasi pada pengalengan
merupakan proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu
tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab
kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over
cooking) pada makanannya. Dalam praktikum ini digunakan metode Boilingwater canners untuk proses sterilisasinya. Alat ini terbuat dari aluminium
atau baja porselen yang tertutup. Alat ini memiliki rak berlubang yang dapat

dilepas dan penutup yang rapat. Hal yang harus dicermati dalam metode ini
adalah tinggi permukaan air selama proses perendaman kaleng setidaknya
harus 1 inchi diatas permukaan tutup kaleng (USDA, 2009).
Ardian (2012) menjelaskan bahwa waktu dan suhu yang diperlukan
untuk proses sterilisasi biasanya berbeda-beda tergantung pada konsistensi
atau ukuran partikel bahan, derajat keasaman isi kaleng, ukuran headspace,
besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan
kecepatan perambatan panas. Mikroba mempunyai ketahanan panas yang
berbeda-beda.

Seperti

yang

ditunjukkan

pada

Tabel

di

bawah

memperlihatkan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk


membunuh mikroba melalui proses sterilisasi.
Tabel Kombinasi Suhu d Waktu yang Diperlukan untuk Menurunkan
Jumlah Mikroba pada Level yang Sama

Lamanya sterilisasi akan mempengaruhi lamanya proses pemanasan. Proses


panas harus cukup untuk dapat menonaktifkan mikroba yang terdapat dalam
makanan kaleng atau untuk mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor
penyebab kerusakan makanan. Sterilisasi yang berlangsung cepat akan
menyebabkan pemanasan yang kurang sehingga dapat menimbulkan resiko
kesehatan, karena sejumlah mikroba yang tahan panas akan menyebabkan
kerusakan pada produk dan mengakibatkan kerugian. Di samping itu, jika

bakteri Clostridium botulinum tidak mati, akan menghasilkan toksin yang


dapat mengakibatkan kematian.
Rahardi (2004) menjelaskan, terdapat beberapa masalah yang sering
muncul dalam pengawetan sayur dan buah di dalam kaleng (pengalengan).
Kerusakan tersebut antara lain, kemasan menjadi berkarat oleh asam dan
timbulnya warna lain oleh reaksi antara timah yang larut dengan bahan
pangan.

Anda mungkin juga menyukai