ISI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia

merupakan

negara

dengan

kondisi

masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih


300 suku bangsa (etnik). Heteroginitas masyarakat yang
sangat besar ini memiliki sistem nilai dan norma budaya
masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang kebudayaan
itu

biasanya

menjadi

acuan

berpikir

dan

pegangan

bertindak, sangat berpengaruh pada sikap hidup dan pola


perilaku dalam masyarakat. Kebudayaan memiliki arti yang
sangat luas dan pemaknaannya sangat beragam, serta
merupakan sistem simbol yang dipakai manusia untuk
memaknai kehidupan. Sistem simbol berisi orientasi nilai,
sudut

pandangan

tentang

dunia,

maupun

sistem

pengetahuan dan pengalaman kehidupan. Sistem simbol


terekam dalam pikiran yang dapat teraktualisasikan ke
dalam bahasa tutur, tulisan, lukisan, sikap, gerak, dan
tingkah laku manusia.
Pemahaman

kebudayaan

yang

sangat

beragam

tersebut terjadi karena adanya varian budaya yang disebut


dengan kebudayaan lokal. Kebudayaan local yg dibahas
dalam penulisan ini adalah kebudayaan Sunda, Jawa dan
Bali, yang merupakan suatu tata nilai yang secara ekslusif

dimiliki oleh masyarakat etnik Bali itu sendiri, bahkan


sampai

pada

tingkat

subetnik.

Adanya

variasi

dan

keanekaragaman budaya akan mewarnai variasi pola


perilaku masyarakat tersebut berlaku. Dalam konteks
tersebut, perilaku individu dalam organisasi juga tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh varian lokalitas budaya
yang

berkembang.

Birokrasi,

sebagaimana

organisasi

lainnya yang tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan


budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif
melalui pola-pola interaksi yang terbentuk di dalamnya
dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi
yang

berkembang di suatu daerah tertentu, misalnya,

tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial


yang melingkupinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola perilaku masyarakat sunda, jawa dan
bali?
2. Bagaimana

Karakteristik

Kebudayaan

masyarakat

sunda, jawa dan bali?


3. Bagaimana stratifikasi sosial masyarakat sunda, jawa
dan bali?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pola perilaku masyarakat sunda, jawa dan
bal
2. Mengetahui

Karakteristik

sunda, jawa dan bali

Kebudayaan

masyarakat

3. Mengetahui stratifikasi sosial masyarakat sunda, jawa


dan bali

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

POLA PERILAKU MASYARAKAT SUNDA


2.1.1. Pengertian Budaya Sunda
Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan
hidup dalam masyarakat Sunda. Masyarakat Sunda
dikenal dengan masyarakat yang sangat menjunjung
tinggi

sopan

santun.

Pada

umumnya

karakter

masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah


(someah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat
menghormati

orangtua.

Itulah

cermin

budaya

masyarakat Sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan


bagaimana

menggunakan

bahasa

halus

untuk

berbicara dengan orang yang lebih tua.


2.1.2. Kebudayaan Sunda
Kebudayaan

Sunda

merupakan

salah

satu

kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi


bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya
perlu dilestarikan.

Berikut ini kebudayaan-kebudayaannya


1. Sistem Kepercayaan
Hampir semua masyarakat sunda beragama
Islam namun ada beberapa yang bukan beragama
islam. Namu pada proses perkembangan agama
Islam, tidak seluruh wilayah tatar Sunda menerima
sepenuhnya, contoh nya di baduy.
Dasar religi masyarakat Baduy dalam ajaran
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat
monoteis,

penghormatan

kepada

roh

nenek

moyang, dan kepercayaan kepada satu kekuasaan


yakni Sanghyang Keresa (Yang Maha Kuasa) yang
disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa),
Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda
Niskala (Yang Maha Gaib) yang bersemayam di
Buana Nyungcung (Buana Atas). Orientasi, konsep,
dan pengamalan keagamaan ditujukan kepada
pikukuh untuk menyejahterakan kehidupan di
jagat mahpar (dunia ramai). Pada dimensi sebagai
manusia sakti, Batara Tunggal memiliki keturunan
tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia
melalui Kabuyutan; titik awal bumi Sasaka Pusaka
Buana. Konsep buana bagi orang Baduy berkaitan
dengan titik awal perjalanan dan tempat akhir
kehidupan.
2. Sistem kekerabatan

Sistem

kekerabatan

orang

Sunda

bersifat

parental atau bilateral yaitu hak dan kedudukan


anggota keluarga dari pihak ayah maupun dari
pihak ibu sama. Dilihat dari ego, orang Sunda
mengenal istilah :
-

Tujuh generasi ke atas : bapaindung (ayah


ibu), akinini (kakeknenek), buyut (cicit), bao,
janggawareng, udeg-udeg dan gantung siwur.

Tujuh generasi ke bawah:

anak, incu/putu

(cucu), buyut (cicit), bao, janggawaeng, udegudeg dan gantung siwur.


3. Sistem Kesenian
Kesenian

Suku

Sunda

banyak

ragamnya.

Nyanyian Sunda dibagi dalam jenis tembang dan


kawih, tembang dibentuk melalui ikatan puisi
berbentuk pupuh dan guguratan. Kawih adalah
nyanyian yang bentuknya bebas, kecapi, reog,
suling, angklung dan degung adalah alat musik
tradisional

yang

masih

banyak

dipergunakan.

Tarian berupa pencak silat, ketuk tilu, longser,


tayuban, tari merak, serimpi, tari kejang, tari
topeng dan jaipongan yang sangat populer baik
dikalangan masyarakat sunda sendiri maupun
nasional
Wayang golek yang dibuat seperti boneka,
dimainkan oleh dalang dan banyak digemari oleh
masyarakat. Sekarang ini, wayang dimodifikasi

menjadi

wayang

modern,

seperti

bisa

mengeluarkan darah, muntah dan sebagainya.


Seni sastra yang tertua adalah pantun carita. Isi
ceritanya antara lain dongeng kepahlawanan,
seperti Lutung Kasarung, Ciubg Wanara, Munding
Laya, Nyi Pohaci Sang Hyang Sri, Babad Siliwangi
dansebagainya.
Seni sastra lainnya yaitu cerita rakyat Sunda
yaitu Si Kabayan, suatu contoh sastra yang
dilukiskan sebagai seorang yang malas dan bodoh
akan tetapi sering tampak kecerdikannya.
Dalam bidang seni banunan, rumah adat joglo
seperti keratin kasepuhan Cirebon yang memiliki 4
ruangan yaitu : Jinem atau pendopo adalah
tempat

untuk

para

punggawa

atau

penjaga

keselamaan sultan, pringgondani adalah tempat


sultan member perintah kepada adipati, prabaya
adalah tempat sultan menerima tamu istimewa,
panembahan adalah ruang kerja dan istirahat
sultan.
4. Sistem Politik
Istilah kepala desa di beberapa tempat di
sunda ini sangat berbeda-beda, namun paling
dikenal disebut dengan kuwu. Kuwu dipilih oleh
rakyat. Dalam pemilihannya kuwu dipilih oleh
rakyat itu sendiri. Tugas kuwu tersebut adalah
mengurus warga desa. Dalam mengerjakan tugas
nya itu, kuwu di bantu oleh :

1. Seorang juru tulis, bertugas mengurus pajak


dan memelihara arsip,
2. Tiga

orang

kokolot,

bertugas

perintah/menyampaikan

menjalankan

pengaduan

rakyat

kepada pamong desa,


3. Seorang kulisi, bertugas menjaga keamanan
desa,
4. Seorang ulu-ulu, bertugas mengatur pembagian
air irigasi,
5. Seorang amil, bertugas mengurausi kematian,
kelahiran, rujuk, dan nikah,
6. Tiga pembina desa yang terdiri atas satu orang
kepolisian dan dua orang angakatan darat.
7. Mata pencaharian
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda
adalah
-

Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh,


kelapa sawit, karet, dan kina.

Bidang pertanian, seperti padi, palawija,


dan sayur-sayuran.

Bidang perikanan, seperti tambak udang,


dan perikanan ikan payau.

Selain

bertani,

berkebun

dan

mengelola

perikanan, ada juga yang bermata pencaharian


sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.
Tergantung dengan keadaan ekonominya.
2.1.3. Stratifikasi Suku Sunda
Masyarakat Jawa Barat, yaitu masyarakat Sunda,
mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat. Nilai
individu

sangat

tergantung

pada

penilaian

masyarakat. Dengan demikian, dalam pengambilan


keputusan, seperti terhadap perkawinan, pekerjaan,
dll., seseorang tidak dapat lepas dari keputusan yang
ditentukan

oleh

kaum

keluarganya.

Dalam

masyarakat yang lebih luas, misalnya dalam suatu


desa,

kehidupan

masyarakatnya

sangat

banyak

dikontrol oleh pamong desa. Pak Lurah dalam suatu


desa

merupakan

pemerintahan

top

leader

setempat,

berikut

yang

mengelola

perkara-perkara

adat dan keagamaan. Selain pamong desa ini, masih


ada golongan lain yang dapat dikatakan sebagai
kelompok elite, yaitu tokoh-tokoh agama. Mereka ini
turut selalu di dalam proses pengambilan keputusankeputusan

bagi

kepentingan

kehidupan

dan

perkembangan desa yang bersangkutan. Paul Hiebert


dan

Eugene

Nida,

menggambarkan

struktur

masyarakat yang demikian sebagai masyarakat suku


atau agraris.
Perbedaan

status

di

antara

kelompok

elite

dengan masyarakat umum dapat terjadi berdasarkan

status kedudukan, pendidikan, ekonomi, prestige


sosial dan kuasa. Robert Wessing, yang telah meneliti
masyarakat Jawa Barat mengatakan bahwa ada
kelompok in group dan out group dalam struktur
masyarakat. Kaum memandang sesamanya sebagai
in group sedang di luar status mereka dipandang
sebagai out group.
W.M.F. Hofsteede, dalam disertasinya Decisionmaking Process in Four West Java Villages (1971)
juga

menyimpulkan

bahwa

ada

stratifikasi

masyarakat ke dalam kelompok elite dan massa. Elite


setempat terdiri dari lurah, pegawai-pegawai daerah
dan pusat, guru, tokoh-tokoh politik, agama dan
petani-petani kaya. Selanjutnya, petani menengah,
buruh tani, serta pedagang kecil termasuk pada
kelompok massa. Informal leaders, yaitu mereka
yang tidak mempunyai jabatan resmi di desanya
sangat berpengaruh di desa tersebut, dan diakui
sebagai pemimpin kelompok khusus atau seluruh
desa.
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam
lingkungan kerabat atau keluarga dalam masyarakat
Sunda menempati kedudukan yang sangat penting.
Hal itu bukan hanya tercermin dari adanya istilah
atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan itu yang
langsung dan vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak,
incu) maupun yang tidak langsung dan horisontal
(dulur,

dulur

berdampak

misan,
kepada

10

besan),

melainkan

juga

masalah

ketertiban

dan

kerukunan sosial. Bapa/indung, aki/nini, buyut, bao


menempati kedudukan lebih tinggi dalam struktur
hubungan kekerabatan (pancakaki) daripada anak,
incu, alo, suan. Begitu pula lanceuk (kakak) lebih
tinggi dari adi (adik), ua lebih tinggi dari paman/bibi.
Soalnya, hubungan kekerabatan seseorang dengan
orang lain akan menentukan kedudukan seseorang
dalam

struktur

kekerabatan

keluarga

besarnya,

menentukan bentuk hormat menghormati, harga


menghargai, kerjasama, dan saling menolong di
antara sesamanya, serta menentukan kemungkinan
terjadi-tidaknya

pernikahan

di

antara

anggota-

anggotanya guna membentuk keluarga inti baru.


Pancakaki dapat pula digunakan sebagai media
pendekatan

oleh

seseorang

untuk

mengatasi

kesulitan yang sedang dihadapinya. Dalam hubungan


ini

yang

hendaknya

lebih

tinggi

dihormati

derajat

oleh

yang

pancakaki-nya
lebih

rendah,

melebihi dari yang sama dan lebih rendah derajat


pancakaki-nya.
2.2.

POLA PERILAKU MASYARAKAT JAWA


2.2.1. Pengertian Budaya Jawa
Budaya Jawa merupakan budaya dari jawa yang
di jalankan oleh orang jawa khususnya di Jawa
Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Dilihat dari
luas wilayah dan banyaknya populasi suku jawa
sehingga memepengaruhi budaya yang dianutnya,
dengan kata lain budaya jawa ini di bedakan denga 3

11

garis besar, yakni budaya jawa timur, Jawa tengah


DI Yogyakarta dan Banyumasan.
Kebudayaan jawa ini tidak hanya menampilkan
nilai-nilai

estetika,

namun

mengedepankan

nilai-nilai

keserasian

keseimbangan

dan

budaya

toleransi,

ini

keselarasan,

dalam

kehidupan

sehari-hari, tidak hanya itu budaya jawa mengankat


tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan. Dari
sekian banyak budaya yang ada di Indonesia, budaya
jawa merupkan salah satu budaya yang digemari
oleh orang luar negeri. Budaya tersebut diantanya
Tari-tarian, Wayang Kulit, gamelan, sastra, Batik dan
Keris,

bahkan

gamelan

jawa

dimasukan

dalam

kurikulum pembelajaran Singapura, Selandia Baru


dan Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Eropa
secara rutin mengadakan pergelaran gamelan jawa
serta satu satunya sastra indonesia yang mendapat
pengakuan dari UNESCO sebagai memori dunia yaitu
sastra jawa Negara Kretagama. Tidak hanya di pulau
jawa atau di 3 propinsi di jawa saja, budaya jawa
terus berkembang dan di lestarikan oleh suku jawa
yang berada di luar pulau jawa. Semoga budaya Jawa
tetap lestari dan dapat dinikmati oleh anak cucu di
masa yang aka datang.
2.2.2. Kebudayaan Jawa
Kebudayaan jawa tidak hanya menampilkan nilainilai estetika, namun budaya ini mengedepankan
nilai-nilai

toleransi,

12

keselarasan,

keserasian

dan

keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak


hanya

itu

budaya

kesederhanaan

jawa

dan

mengankat

kesopanan.

tinggi

nilai

Berikut

ini

kebudayaan-kebudayaannya
1. Sistem Kepercayaan
Agama mayoritas dalam suku bangsa Jawa
adalah Islam. Selain itu juga terdapat penganut
agama

Kristen,

Katolik,

Hindu,

dan

Buddha.

Masyarakat Jawa percaya bahwa hidup diatur oleh


alam,

maka

ia

bersikap

nrimo

(pasrah).

Masyarakat Jawa percaya keberadaan arwah/ roh


leluhur dan makhluk halus seperti lelembut, tuyul,
demit, dan jin.
Selamatan adalah upacara makan bersama
yang telah diberi doa sebelumnya. Ada empat
selamatan di Jawa sebagai berikut.
-

Selamatan lingkaran hidup manusia, meliputi:


hamil tujuh bulan, potong rambut pertama,
kematian, dan kelahiran.

Selamatan bersih desa, upacara sebelum, dan


sesudah panen.

Selamatan yang berhubungan dengan harihari/bulan-bulan besar Islam.

Selamatan yang berhubungan dengan peristiwa


khusus,

perjalanan

menempati

rumah

13

jauh,
baru.

ngruwat,
Jenis

dan

selamatan

kematian, meliputi: nelung dina (tiga hari),


mitung dina (tujuh hari), matang puluh dina
(empat puluh hari), nyatus (seratus hari), dan
nyewu (seribu hari).
2. Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan suku bangsa Jawa adalah
bilateral (garis keturunan ayah dan ibu). Dalam
sistem kekerabatan masyarakat Jawa, digunakan
istilah-istilah sebagai berikut.
-

Ego

menyebut

orang

tua

laki-laki

adalah

bapak/rama.
-

Ego menyebut orang tua perempuan adalah


simbok/ biyung.

Ego menyebut kakak laki-laki adalah kang mas,


kakang mas.

Ego

menyebut

kakak

perempuan

adalah

mbakyu.
-

Ego

menyebut

adik

laki-laki

adalah

adhi,

dhimas, dik, atau le.


-

Ego menyebut adik perempuan adalah ndhuk,


denok, atau di.

Dalam masyarakat Jawa, istilah-istilah di atas


merupakan tata cara sopan santun pergaulan
yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-

14

hari. Apabila melanggar nasihat orang tua akan


sengsara atau disebut kuwalat.
3. Sistem Kesenian
A. Seni Bangunan
Rumah adat di Jawa Timur disebut rumah
Situbondo, sedangkan rumah adat di Jawa
Tengah disebut Istana Mangkunegaran. Istana
Mangkunegaran merupakan rumah adat Jawa
asli.
B. Seni Tari
Tarian-tarian

di

Jawa

beraneka

ragam

di

antaranya sebagai berikut.


- Tari tayuban adalah tari untuk meramaikan
suasana

acara,

seperti:

khitanan

dan

perkawinan. Penari tayuban terdiri atas


-

beberapa perempuan.
Tari reog dari Ponorogo. Penari utamanya

menggunakan topeng.
Tari serimpi adalah tari yang bersifat sakral

dengan irama lembut.


- Tari gambyong.
- Tari bedoyo.
C. Seni Musik
Gamelan merupakan seni musik Jawa yang
terkenal.

Gamelan

bonang,

gender,

terdiri
saron,

atas
rebab,

gambang,
seruling,

kenong, dan kempul.


D. Seni Pertunjukan
Seni pertunjukan yang terkenal adalah wayang,
selain itu juga kethoprak, ludruk, dan kentrung.

15

8. Sistem Politik
Desa di Jawa disebut kelurahan yang dikepalai
oleh

lurah.

Dalam

pekerjaannya

lurah

dan

pembantu-pembantunya mempunyai tugas pokok


memelihara keamanan desa.
Pembantu-pembantu lurah, meliputi:
-

carik: pembantu umum/sekretaris desa,

sosial: memelihara kesejahteraan penduduk,

kaum: mengurusi soal nikah, rujuk, talak, dan


kematian.

9. Mata pencaharian
Sistem perekonomian masyarakat Jawa mencakup
-

Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas
pesawahan

dan

perladangan

(tegalan),

tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya


jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau
dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di
tegalan.

Sawah

perdagangan,

seperti

rosella.
-

juga

Perikanan

16

ditanami
tembakau,

tanaman
tebu

dan

Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak


baik

perikanan

darat

dan

perikanan

laut.

Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut


jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala
dan jarring
-

Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing,
ayam dan itik dan lain-lain.

Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan
batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan
peralatan pertanian.

Adapun mata pencaharian dalam suku Jawa atau


masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian
bertani, baik bertani di sawah maupun tegalan,
juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan,
selain

itu

juga

masyarakat

Jawa

bermata

pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan


masyarakat pantai.
.
2.2.3. Stratifikasi Suku Jawa
Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan
kepemilikan tanah sebagai berikut.

17

1. Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orangorang keturunan

para

Mereka mempunyai

hak

pendiri
pakai

desa.

atas

tanah

pertanian dan berkewajiban memikul beban anak


keturunan paracikal bakal tersebut. Kewajiban
seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2. Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang
yang mempunyai rumah sendiri, tetapi tidak
mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3. Golongan

mondok

yang mempunyai

emplok,
rumah

yaitu

sendiri

orang-orang
pada

tanah

pekarangan orang lain.


4. Golongan

rangkepan,

yang sudah

yaitu

berumah

tangga,

orang-orang
tetapi

belum

mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.


5. Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang
belum menikah dan masih tinggal bersama-sama
dengan orang tuanya.
Selain

itu,

stratifikasi

Jawa didasarkan pula


yaitu golongan

atas

priayi

sosial

pada

masyarakat

pekerjaan atau keturunan,

dan

golongan

wong

cilik.

Golongan priayi adalah orang-orang keturunan bangsawan


dan para pegawai pemerintah serta kaum cendekiawan
yang menempati

lapisan

atas.

Sedangkan

golongan

wong cilik antara lain para petani, tukang, pedagang


kecil, dan
bawah. Pada

buruh
tahun

yang

menempati

1960-an,

18

Clifford

lapisan
Geertz

kelas
seorang

pakar antropolog
menjadi tiga

Amerika

kelompok,

membagi
yaitu

masyarakat

santri,

Jawa

abangan,

dan

priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama


Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam
secara nominal

atau

menganut

Kejawen,

sedangkan

kaum priayi adalah kaum bangsawan.


2.3.

POLA PERILAKU MASYARAKAT BALI


2.3.1. Pengertian Budaya Bali
Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh
nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu.
Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa
bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang
( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan
(patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan
kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam
menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan
luar.

Pengalaman

sejarah

menunjukkan

bahwa

komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan


budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat
khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan
kreatifitas

baru

dalam

seni

rupa

maupun

seni

pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa


dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh
budaya India. Demikian pula budaya Cina dan
Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni
di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan
bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif

19

khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu


bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Kebudayaan
tinggi

Bali

nilai-nilai

mengenai

sesungguhnya

keseimbangan

hubungan

( parhyangan ),
(pawongan ),

dan

dan

manusia

hubungan

menjunjung
harmonisasi

dengan

sesama

hubungan

Tuhan
manusia

manusia

dengan

lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam


ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan).
Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang
seimbang

dan

harmonis

dengan

ketiga

aspek

tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.


Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi,
dalam

kebudayaan

Bali

juga

dikenal

adanya

konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap


waktu. Menurut orang Bali masa lalu (athita ), masa
kini

( anaghata )

dan

masa

yang

akan

datang

( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu


yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya.
Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh
hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini
juga menentukan kehidupan di masa yang akan
datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan
tentang

sebab-akibat

dari

suatu

perbuatan,

perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang


baik. Demikian pula seBaliknya, perbuatan yang
buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang
bersangkutan.

20

2.3.2. Kebudayaan Bali


Kebudayaan
tinggi

Bali

nilai-nilai

mengenai

sesungguhnya

keseimbangan

hubungan

( parhyangan ),
(pawongan ),

dan

dan

manusia

hubungan

menjunjung
harmonisasi

dengan

sesama

hubungan

Tuhan
manusia

manusia

dengan

lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam


ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan).
Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang
seimbang

dan

harmonis

dengan

ketiga

aspek

tersebut maka kesejahteraan akan terwujud. Berikut


ini kebudayaan-kebudayaannya
1. Sistem Kepercayaan
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali
adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah
penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah
penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha,
dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah
untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian
hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya
1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu
wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu
(sang pelindung dan pemelihara), serta wujud
Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali
disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur
disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah
weda yang berasal dari India.

21

Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu


diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat
penting untuk membebaskan arwah orang yang
telah

meninggal

dunia

dari

ikatan-ikatan

duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri


adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya
umat

agama

hindu

adalah

Nyepi

yang

pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka


pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu
ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati,
tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.
Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni :
(1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila),
(3).Upacara
upacara

(yadnya).

(panca

Dibali

yadnya),

ada

yaitu

(1).

macam
Manusia

Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai


masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara
yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa
Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil
keluarga.(4).Rsi

yadnya

yaituupacara

dalam

rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta


yadnya

yaitu

upacara

untuk

roh-roh

halus

disekitar manusia yang mengganggu manusia.


2. Sistem kekerabatan
Adat

menetap

mempengaruhi

di

Bali

pergaulan

sesudah
kekerabatan

menikah
dalam

suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap


yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal

22

adalah adat yang membenarkan pengantin baru


menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat
suami,dan
menentukan

adat

neolokal

pengantin

adalah

baru

adat

tinggal

yang
sendiri

ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3


kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana
sebagai

pemimpin

upacara,

Ksatria

yaitu

kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan


dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
Dulu perkawinan di Bali ditentukan oleh kasta.
Wanita dari kasta tinggi tidak boleh kawin dengan
laki-laki kasta rendah, tetapi sekarang hal itu tidak
berlaku lagi. Perkawinan yang dianggap pantang
adalah perkawinan saudara perempuan suami
dengan saudara laki-laki istri (mak dengan ngad).
Hal itu akan menimbulkan bencana (panes). Cara
memperoleh istri berdasarkan adat ada dua,
yaitu :
1. memadik, ngindih: dengan cara meminang
keluarga gadis;
2. mrangkat, ngrorod: dengan cara melarikan
seorang gadis.
3. Sistem Kesenian
A. Seni Tari
Sesungguhnya seni taridapat digolongkan ke
dalam seni teater. Teater mengandung tiga
unsur, yakni penonton, tempat, pemain. Karena

23

itu, teater meliputi seluruh seni pertunjukan


yang terdiri dari seni pentas (drama), seni tari,
seni music (karawitan) dan seni gerak lainnya.
Salah satu definisi tari adalah tari adalah
ekspresi

jiwa

manusia

dengan

gerak-gerak

yang

ritmis

diungkapkan
yang

indah

(Soedarsono, tanpa tahun :17).


Terdapat beberapa jenis tari yang mempunyai
fungsi tertentu, yaitu sebagai berikut ;
1. Pendet
:
berfungsi
sebagai
penyambutan
kepada

yang

tari

ditunjukan

bhatara-bhatari yang

turun

ke mrcapada (dunia) dalam suatu upacara


atau

manyembrama

kedatangan-Nya

(menerima)

dari Melasti (menyucikan

pralingga).
2. Rejang : berfungsi sebagai symbol bidadari
yang turun ke dunia menuntun bhatara
waktu melasti atau tedun ke peselang
(turun ke temapat upacara), oleh karena itu
maka penari-penari-nya terdiri dari gadisgadis

yang

belum

kawin

(Putra,

tanpa

tahun : 9 ). Di Bali Utara desa Bungkulan,


rejang-renteng
benang)

(bergandengan

berfungsi

sebagai

dengan
tari

penyambutan terhadap dewi Cri sebagai


pernyataan bersyukur karena berhasilnya
panen padi.
B. Seni Karawitan
Di
Bali

terdapat

berbagai

jenis

perangkat/ansambel gamelan yang bila ditilik


dari segi umurnya ada yang sudah berusia

24

ratusan tahun yang merupakan peninggalan


dari zaman kerajaan Bali dan ada pula buatan
akhir-akhir ini pada abad ke-20.
Ada gambelan yang hanya

mengiringi

upacara sajaa, tentu ada ansambel-ansambel


yang berfungsi sebagai pengiring tarian-tarian,
baik tari lepas, tari lakon, maupun sendratari.
Sampai sekarang secara tradisi dapat diikuti
bahwa beberapa jenis gambelan mempunyai
fungsi sebagai berikut.
1. Gong
Gede disamping
instrumental

sebagai

ditabuh

secara

pengiring

suatu

upacara agama, berfungsi pula sebagao


pengirinh berbagai jenis ari baris gede yang
digolongkan tari wali (dewayadnya),
2. Angklung untuk
pengiring
upacara
pitrayadnya

(orang

meninggal,

ngaben,

mukur, dan sebagainya),


3. Gambang pada umumnya untuk mengiringi
Upacara

ngaben,

kecuali

di

daerah

Karangasem yang berfungsi pula di dalam


Dewayadnya,
4. Gender
Wayang
Pegulingan pada

dan

Semara

umumnya

berfungsi

mengiringi upacara Manusiayadnya (ualang


tahun, Potong gigi, perkawinan),
5. Balaganjur/Paleganjur di samping berfungsi
sebagai

pengiring

upacara

mecaru

(buthayadnya) juga untuk Dewayadnya.


Melihat fungsi-fungsi diatas, karena adanya
desa,

kala,

patra

belum

dapat

diambil

kesimpulan yang mana sesungguhnya yang

25

dianggap

fungsi

paling

tepat.

Mengingat

banyaknya jenis ansambel yang ada yang


hingga kini tercatat sampai 26, maka secara
hipotesis kiranya pada zaman lampau masingmasing ansambel itu mempunyai tugas atau
fungsi

tertentu.

Tetapi

perkembangannya

didalam

sejarah

mengalami

berbagai

perubahan, mungkin disebabkan oleh langka


atau punahnya suatu jenis gambelan di suatu
daerah, ehingga perlu dialih-fungsikan kepada
gambelan yang ada pada kurun waktu itu.
C. Tempat Pemujaan dan Fungsi-fungsi Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan lahir dari fungsi
yang diembanya dari bentuk penampilannya
jelas

diketahui

fungsi

bangunannya.

Meru

untuk tempat pemujaan, bale mten untuk


tempat

tinggal,

pertemuan.

wantilan

Demikian

untuk

pula

tempat

bangunan-

bangunan yang lain, masing-masing identitas


yang

disandangnya

fungsinya.

menginformasikan

Bangunan-bangunan

dikelompokan

dalam

tradisional

fungsi-fungsi

sebagai

tempat pemujaan, tempat tinggal, dan tempat


umum.
Unit
keluarga,
disebut

terkecil
di

adalah

tempat

masing-masing

sanggah

atau

pemujaan

rumah

tangga

pamerajan.

Bangunannya kemulan dan taksu dilengkapi


dengan beberapa bangunan yang dipandang
perlu.

26

Untuk tempat pemujaan keluarga besar


disebut dadia (satu keturunan) dan kawitan
(satu

warga)

dengan

bangunan

pokok

pajenengan dan paibon dilengkapi dengan


bangunan-bangungan pelinggih lainnya sesuai
dengan

pemujaan

yang

dilakukan

dan

beberapa bangunan pelengkap yan diperlukan.


Untuk unit-unit banjar ada tugu banjar dan
untuk tingkat desa adat ada kahyangan tiga
(pura desa, puseh, dan dalem) yang disiwi oleh
seluruh

warga

desanya.

Pura

penunggu,

dibangun di tempat-tempat yang dipandang


angker, ada penunggunya seperti goa, sungai,
mata air, dan tempat-tempat yang sering
terjadi

kecelakaan.

Pura

pengulu,

untuk

tempat-tempat pemujaan kelompok seprofesi


pura Ulun Subak (petani), pura Ulun Segara
(nelayan) pura Ulun Pasar (pedagang, dan pura
untuk kelompok-kelompok kerja lainnya).
Pura Siwi, sebagai tempat pemujaan di
tempat-tempat tertentu sehubungan dengan
pembinaan dan perjalanan suci para tokoh
agama pada awal penyebarannya. Pura Siwi
merupakan tempat pemujaan umum, diemong
masyarakat sekitarnya dan diempon penguasa
wilayah

(raja

pada

masa

kerajaan)

dan

umumnya memiliki tanah untuk sumber biaya.


Pura Khayangan Jagat, tempat pemujaan
yang bersifat umum bagi semua desa, semua
warga,

semua

pemujaan

di

profesi

pura

27

dapat

khayangan

melakukan
jagat

yang

upacara pemujaann umumnya sekali dalam


setahun. Pengempon pura, desa terdekat dan
pengempongnya raja atau penguasa wilayah
dengan dana punia dapat dari tanah pelaba
milik pura atau umat penyiwi.
Bangunan-bangunan
tempat

pemujaan

dibangun dengan tipe-tipe tugu (kecil) dan


candi (besar) dari susunan pasangan batu,
batur-badan dan kepala atau atap dengan
proporsi tertentu. Padmasana dari tipe terkecil
(padmacapah), tipe sedang (padmasari), tipe
besar

(padmasana)

yang

lengkap

dengan

bedawangnala, juga dibangun dengan susunan


pasangan batu, batur, badan dan kepala tanpa
atap hanya dalam bentuk stana di bagian atas.
Gedong dengan berbagai tipe, jumlah tiang
dan susunan ruang tergantung pada fungsi
pemujaan dibangun dari kerangka kayu dan
bebaturan pasangan batu. Meru dengan atap
tumpang ganjil dari tumpang tiga sampai
tumpang

sebelas

dibangun

dari

sesuai

rangka

fungsi

batang

pemujaan,
kayu

untuk

parhyangan dan bebaturan pasangan batu.


Untuk bahngunan tempat pemujaan atapnya
dari ijuk atau alang-alang.
4. Sistem Politik
Desa-desa di Bali dibuat berdasarkan kesatuan
tempat.

Desa-desa

di

daerah

pegunungan

mempunyai pola perkampungan memusat (banjar)


yang dikepalai oleh khan boncor (khong). Selain itu

28

di

Bali

juga

dikenal

kuil

desa

yang

disebut

kayangan tiga. Kesatuan organisasi lain yaitu


subak dan seka. Subak merupakan organisasi
irigasi

yang

mempunyai

kepala

sendiri.

Seka

merupakan suatu organisasi yang bergerak dalam


lapangan

kehidupan

khusus.

Seka

berfungsi

menyelenggarakan upacara-upacara desa seperti:


seka baris, seka truna, dan seka gong.
5. Mata pencaharian
Sebagian besar masyarakat Bali memiliki mata
pencaharian sebagai petani. Selain padi, pertanian
yang

lain

yaitu

palawija,

kopi,

dan

kelapa.

Peternakan di Bali juga maju, yaitu ternak babi dan


sapi. Selain itu juga dikembangkan peternakan
kambing, kerbau, dan kuda.
1. Perikanan: dikembangkan perikanan darat dan
laut, perikanan laut terdapat di pinggir pantai.
Para nelayan menggunakan jangkung (perahu
penangkap ikan) untuk mencari ikan tongkol,
udang, dan cumi-cumi.
2. Di Bali juga banyak terdapat industri kerajinan,
kerajinan yang dibuat meliputi: benda-benda
anyaman, kain tenun, pabrik rokok, dan tekstil.
Selain

itu

juga

banyak

perusahaan

yang

menjual jasa, seperti biro perjalanan, hotel,


rumah makan, taksi, dan toko kesenian. Tempat
usaha terbesar terdapat di Gianyar, Denpasar,
dan Tabanan.

29

2.3.3. Stratifikasi Suku Bali


Riwayat Kasta dibali dimulai ketika Bali dipenuhi
dengan kerajaan-kerajaan kecil dan Belanda datang
mempraktekkan politik pemecah belah, kasta dibuat
dengan nama yang diambilkan dari ajaran Hindu,
Catur Warna. Lama-lama orang Bali pun bingung,
yang mana kasta dan yang mana ajaran Catur Warna.
Kesalah-pahaman

itu

terus

berkembang

karena

memang sengaja dibuat rancu oleh mereka yang


terlanjur berkasta tinggi.
Pada masyarakat Hindu di Bali, terjadi kesalahan
pahaman

kasta

dibali dan

kekaburan

dalam

pemahaman dan pemaknaan warna, kasta, dan


wangsa yang berkepanjangan. Dalam agama Hindu
tidak dikenal istilah Kasta. Istilah yang termuat dalam
kitab suci Veda adalah Warna. Apabila kita mengacu
pada Kitab Bhagavadgita, maka yang dimaksud
dengan Warna adalahCatur Warna, yakni pembagian
masyarakat menurut Swadharma (profesi) masingmasing orang. Sementara itu, yang muncul dalam
kehidupan masyarakat Bali adalah Wangsa, yaitu
sistem kekeluargaan yang diatur menurut garis
keturunan. Wangsa tidak menunjukkan stratifikasi
sosial yang sifatnya vertikal (dalam arti ada satu
Wangsa yang lebih tinggi dari Wangsa yang lain).
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masih
ada warga masyarakat yang memiliki pandangan
bahwa ada suatu Wangsa yang dianggap lebih tinggi
daripada

Wangsa

yang

30

lain.

Untuk

merubah

pandangan seperti ini memang perlu sosialisasi dan


penyamaan persepsi. Oleh karena itu, lebih baik tidak
diperdebatkan lagi.
Yang jadi persoalan, ketika kasta diperkenalkan di
Bali di masa penjajahan itu, nama-nama yang dipakai
adalah nama Catur Warna: Brahmana, Kesatria,
Wesya, Sudra. Jadi, pada saat itu semua fungsi Catur
Warna diambil alih oleh kasta, termasuk gelarnya.
Celakanya kemudian, gelar-gelar itu diwariskan
turun temurun, diberikan kepada anak-anaknya tak
peduli apakah anak itu menjalankan fungsi sosial
yang sesuai dengan ajaran Catur Warna atau tidak.
Contohnya, kalau orang tuanya bergelar Cokorde,
jabatan raja untuk di daerah tertentu, anaknya
kemudian otomatis diberi gelar Cokorde pada saat
lahir. Kalau orangtuanya Anak Agung, juga jabatan
raja untuk daerah tertentu, anaknya yang baru lahir
pun disebut Anak Agung. Demikianlah bertahuntahun, bahkan berganti abad, sehingga antara kasta
dan ajaran Catur Warna ini menjadi kacau.
Dalam pergaulan sehari-hari pun masyarakat
yang berkasta sudra (Jaba) berkedudukan sangat
rendah. Seperti misalnya seorang yang berasal dari
kasta sudra harus menggunakan Sor Singgih Basa,
untuk menghormati kasta-kasta yang lebih tinggi.
Kasta itu dibuat dan dikemas sesuai dengan garis
keturunan Patrinial, diantaranya:

31

1.

Sudra (Sanskerta: dra) adalah sebuah


golongan

profesi

(golongan

karya)

atau warna dalam agama Hindu di India. Warna ini


merupakan warna yang paling rendah. Warna
lainnya

adalahbrahmana, ksatria,

dan waisya.

Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila


hendak

melaksanakan

mengandalkan

profesinya

kekuatan

sepenuhnya

jasmaniah,

ketaatan,

kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya.


Tugas

utamanya

adalah

berkaitan

langsung

dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat


negara dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk
golongan karya di atasnya, seperti menjadi buruh,
tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan,
penjaga, dll. mereka hanya dberi nama menurut
urutan kelahiran seperti; Wayan (anak pertama),
Made

(kedua),

Nyoman

(ketiga)

dan

Ketut

(keempat). Jika ada yg mempunyai lebih dari 4


orang anak namanya akan kembali lagi keurutan
pertama (wayan), begitupun seterusnya.
2.

Waisya adalah
atau warna dalam

tata

golongan

karya

masyarakat

menurut

agama Hindu. Bersama-sama dengan Brahmana


dan Ksatria, mereka disebut Tri Wangsa, tiga
kelompok golongan keraya

atau profesi yang

menjadi pilar penciptaan kemakmuran masyarakat.


Bakat

dasar

golongan

Waisya

perhitungan,

tekun,

trampil,

kemampuan

pengelolaan

adalah
hemat,

asset

penuh
cermat,

(kepemilikan)

sehingga kaum Wasya hampir identik dengan

32

kaum

pedagang

atau

pebisnis.

Kaum

Waisya

adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab


untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan
bisnis agar terjadi proses distribusi dan redistribusi
pendapatan

dan

kemakmuran

penghasilan,

masyarakat,

sehingga

negara

dan

kemanusiaan tercapai. Mereka diberi gelar Gusti


Bagus (laki-laki) dan Gusti Ayu (perempuan).
3.

Kesatria atau ksatria,

adalah

kasta

atau warna dalam agama Hindu. Kasta ksatria ini


merupakan

bangsawan

dan

merupakan

tokoh

masyarakat bertugas sebagai penegak keamanan,


penegak keadilan, pemimpin masyarakat, pembela
kaum tertindas atau lemah karena ketidak-adilan
dan ketidak-benaran. Tugas utama seorang ksatria
adalah
jawab,

menegakkan
lugas,

kebenaran,

cekatan,

bertanggung

prilaku

pelopor,

memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil,


dan

selalu

siap

berkorban

untuk

tegaknya

kebenaran dan keadilan. Di zaman dahulu ksatria


merujuk pada klas masyarakat kasta bangsawan
atau tentara, hingga raja.
Zaman sekarang, ksatria merujuk pada profesi
seorang yang mengabdi pada penegakan hukum,
kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti
perwira

yang

gagah

berani

atau

pemberani.

Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan


lembaga atau tokoh masyarakat karena tugasnya
untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan,

33

keadilan dan keamanan di masyarakat, bangsa dan


negara. yg diberi gelar Anak Agung.
4.

Brahmana adalah salah satu golongan


karya

atau warna dalam agama

adalah

golongan

menguasai

Hindu.

Mereka

yang

mampu

cendekiawan

ajaran,

pengetahuan,

adat,

adab

hingga keagamaan. Di zaman dahulu, golongan ini


umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau
brahmin.

Mereka

juga

disebut

golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak


suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak
memakan

dari

makluk

Sehingga

seorang

berdarah

Brahmana

(bernyawa).

sering

menjadi

seorang Vegetarian. Brahmana adalah golongan


karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan

baik

pengetahuan

suci

maupun

pengetahuan ilmiah secara umum. Dahulu kita


bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala
alam kepada para brahmana. Bakat kelahiran
adalah mampu mengendalikan pikiran dan prilaku,
menulis dan berbicara yang benar, baik, indah,
menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu
menjadi

landasan

untuk

mensejahterakan

masyarakat, negara dan umat manusia dengan


jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi
manggala (yang dituakan dan diposisikan secara
terhormat),

atau

dalam

keagamaan

pemimpin upacara keagamaan. Dimana

menjadi
sampai

sekarang mereka diberi gelar/title Ida Bagus (lakilaki) dan Ida Ayu (perempuan).

34

Pada zaman dahulu masyarakat di Bali tidak


boleh menikah dengan kasta yg berbeda. Seiring
perkembangan zaman, aturan itu tidak berlaku lagi
untuk saat ini. Mereka boleh menikah dengan kasta
yg berbeda dengan syarat kasta yg perempuan
harus mengikuti yg laki-laki. Jika kasta perempuan
dari kasta yg tinggi, menikah dng kasta yg lebih
rendah, maka kasta si perempuan akan turun
mengikuti

suaminya.

Begitu

juga

sebaliknya,

Karena di Bali laki-lakilah yg menjadi ahli waris dari


generasi sebelumnya.

BAB III
PENUTUP

35

3.1.

KESIMPULAN
1.

Budaya Sunda adalah budaya yang


tumbuh

dan

hidup

dalam

masyarakat

Sunda.

Masyarakat Sunda dikenal dengan masyarakat yang


sangat

menjunjung

tinggi

sopan

santun.

Pada

umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang,


ramah-tamah (someah), murah senyum, lemah-lembut,
dan

sangat

menghormati

orangtua.

Itulah

cermin

budaya masyarakat Sunda. Di dalam bahasa Sunda


diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk
berbicara dengan orang yang lebih tua.
2.

Budaya Jawa merupakan budaya


dari jawa yang di jalankan oleh orang jawa khususnya
di Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Dilihat
dari luas wilayah dan banyaknya populasi suku jawa
sehingga memepengaruhi budaya yang dianutnya,
dengan kata lain budaya jawa ini di bedakan denga 3
garis besar, yakni budaya jawa timur, Jawa tengah DI
Yogyakarta dan Banyumasan.
Kebudayaan jawa ini tidak hanya menampilkan nilainilai estetika, namun budaya ini mengedepankan nilainilai

toleransi,

keseimbangan
hanya

itu

keselarasan,

dalam

budaya

kehidupan
jawa

keserasian

dan

sehari-hari,

tidak

mengankat

tinggi

nilai

kesederhanaan dan kesopanan. Dari sekian banyak


budaya yang ada di Indonesia, budaya jawa merupkan
salah satu budaya yang digemari oleh orang luar
negeri. Budaya tersebut diantanya Tari-tarian, Wayang

36

Kulit, gamelan, sastra, Batik dan Keris, bahkan gamelan


jawa

dimasukan

dalam

kurikulum

pembelajaran

Singapura, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Amerika


Serikat dan Eropa secara rutin mengadakan pergelaran
gamelan jawa serta satu satunya sastra indonesia yang
mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai memori
dunia yaitu sastra jawa Negara Kretagama. Tidak hanya
di pulau jawa atau di 3 propinsi di jawa saja, budaya
jawa terus berkembang dan di lestarikan oleh suku jawa
yang berada di luar pulau jawa. Semoga budaya Jawa
tetap lestari dan dapat dinikmati oleh anak cucu di
masa yang aka datang.
3.

Kebudayaan Bali pada hakikatnya


dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran
agama

Hindu.

Masyarakat

Bali

mengakui

adanya

perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan


oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil
di

lapangan

(patra ).

Konsep desa,

kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat


fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi
pengaruh

kebudayaan

luar.

Pengalaman

sejarah

menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara


kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu),
Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah
menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun
seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni
rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh
budaya

India.

Demikian

pula

budaya

Cina

dan

Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di


Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa

37

kebudayaan

Bali

bersifat

fleksibel

dan

adaptif

khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu


bertahan dan tidak kehilangan jati diri

38

Anda mungkin juga menyukai