Endapan Mineral (AA)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 61

Panduan Kuliah dan Praktikum

ENDAPAN MINERAL

SutartoHartosuwarno
LaboratoriumPetrologidanBahanGalianTeknikGeologi
0
FakultasTeknologiMineralUniversitasPembangunanNasionalVeteran
YOGYAKARTA

BAB 1 TERMINOLOGI ENDAPAN MINERAL

1.1. Bahan Galian


Menurut UU No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan pasal 2, yang disebut bahan galian adalah bahwa unsur-unsur kimia,
mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk mulia yang merupakan
endapan-endapan alam. Termasuk sebagai bahan galian adalah batubara, gambut,
minyak bumi, gas alam, panas bumi, bahan galian logam, bahan galian industri, serta
batu mulia. Bahan galian yang ada di bumi ini pada dasarnya adalah unsur atau
senyawa, yang dapat berupa materi padat, cair, atau gas. Terdapat beberapa klasifikasi
tentang bahan galian, yang mencerminkan tujuan yang berbeda.
Pada pasal 3 ayat 1 UU No.11 Tahun 1967, bahan galian dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Golongan bahan galian yang strategis,
b. Golongan bahan galian yang vital, dan
c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a dan b.
Pengelompokan jenis bahan galian dalam tiga golongan di atas, kemudian diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1980. Strategis artinya strategis untuk
pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara. Vital artinya dapat menjamin
hajat hidup orang banyak. Tidak strategis dan vital artinya tidak langsung memerlukan
pasar yang bersifat internasional. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, dasar
penggolongan bahan galian meliputi:

Nilai strategis/ekonomis bahan galian terhadap Negara

Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam (genesa)

Penggunaan bahan galian bagi industry

Pengaruhnya terhadap kehidupan rakyat banyak

Pemberian kesempatan pengembangan pengusahaan

Penyebaran pembangunan di daerah

a. Gologan bahan galian yang strategis adalah:

Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam

Bitumen padat, aspal

Antrasit, batubara, batu bara muda

Uranium, radium, thorium, dan bahan galian radioaktif lainnya

Nikel. Kobalt

Timah

b. Golongan bahan galian yang vital adalah:

Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan

Bauksit, tembaga, timbal, seng

Emas, platina, perak, air raksa , intan

Arsin, antimon, bismut

Yttrium, thutenium, cerium, dan logam langka lainnya

Berillium, korundum, zirkon, kristal kuarsa

Kriolit, flourspar, barit

Yodium, brom, khlor, belereng

c.Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b adalah:

nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halit)

asbes, talk, mika, grafit, magnesit

yarosit, leusit, tawas, oker

batu permata, batu setengah permata

pasir kuarsa, kaolin, feldfar, gipsum, bentonit

batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah, tanah serap (fuller earth)

marmer, batutulis

batukapur, dolomit, kalsit

granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, dan pasir, sepanjang tidak
mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah


serta UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Peraturan
Pemerintah tersebut mungkin menjadi tidak relefan lagi. Prakteknya, Bahan Galian

Golongan A dan bahan Galian Golongan B, dikelola langsung oleh Pemerintah Pusat,
sedangkan bahan Galian Golongan C dikelola oleh Pemerintah daerah. Setelah Otonomi
Daerah, Pemerintah daerah punya peranan yang lebih besar dalam mengelola bahan
Galian, termasuk Bahan Galian Golongan A dan Golongan B. Bahan Galian Logam seperti
Emas atau Tembaga, sebelum otonomi daerah, untuk mendapatkan hak Kuasa
Penambangan harus mendapatkan izin persetujuan dari pusat, sekarang Pemerintah
Kabupaten dapat memberi izin penambangan. Oleh karena itu penggolongan tersebut di
atas tidak sesuai lagi. Kalaupun masih digunakan, penggunaan istilah Golongan A,
Golongan B, atau Golongan C sebaiknya terbatas pada penggolongan secara diskriftif.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun
internasional, UU No.11 Tahun 1966, tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang
terjadi, maka kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara. Undang-undang ini hanya mengatur tentang
pertambangan mineral dan batubara diluar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air
tanah. Selanjutnya pertambangan mineral dan batubara dibagi dan diatur menjadi:

Pertambangan Mineral Radioaktif

Pertambangan Mineral Logam

Pertambangan Mineral Bukan Logam

Pertambangan Batuan

Pertambangan Batubara

Berdasarkan jenis komoditinya, para ahli membagi bahan galian secara umum
menjadi lima golongan, yaitu :
1. Batubara dan gambut
2. Bahan galian logam
3. Bahan galian Industri
4. Minyak, gas, dan panas bumi
5. Mineral berharga dan batu mulia
Dalam buku petunjuk ini hanya terbatas membahas bahan galian logam, bahan
galian industri, dan batumulia. Ketiga golongan bahan galian tersebut disusun atau
dibentuk oleh unsur atau senyawa padat yang dikenal sebagai mineral, oleh karena itu
ketiganya dikelompokkan sebagai endapan mineral.

1.2. Endapan Mineral


Seperti disebutkan di atas, yang dikelompokkan kedalam endapan mineral adalah
bahan galian logam, bahan galian industry, mineral berharga dan batumulia.
Istilah endapan (deposit) mempunyai definisi yang lebih luas dalam ilmu geologi.
Istilah tersebut dapat berarti turunnya material di dalam air (karena gravitasi), atau
presipitasi dari larutan karena perubahan kondisi kimia. Beberapa ahli menyebut istilah
cebakan, karena menganggap istilah endapan lebih berkonotasi pada sedimentasi.
Dalam konteks endapan mineral, endapan diartikan sebagai konsentrasi mineral oleh
proses-proses magmatik atau hidrotermal. Kata endapan juga mempunyai arti materi
menjadi padat, oleh karena itu minyak, gas, dan panas bumi tidak termasuk ke dalam
endapan mineral. Walaupun batubara juga bersifat padat, umumnya

tidak dibahas

sebagai endapan mineral, tetapi termasuk ke dalam sumberdaya energi.


Skinner (1979) menyebut endapan mineral (mineral deposits) merupakan
konsentrasi suatu mineral pada kerak bumi, terbentuk secara alami serta pada daerah
yang terbatas (lokal). Jadi apapun macam mineralnya, dan bagaimana proses
terkonsentrasinya, semuanya disebut endapan mineral. Jika mineral-mineral yang
terkonsentrasi mengandung bahan atau material yang bernilai bagi manusia serta layak
untuk ditambang, maka endapan tersebut secara kusus disebut endapan bijih/ore

deposits

(Edwards

dan

Atkinson

1986,

Guilbert

dan

Park

1986),

endapan

ekonomi/economic deposits (Hutchison 1983), atau endapan mineral ekonomi (Jensen


dan Bateman 1981).
Secara umum definisi bijih (ore) adalah suatu batuan atau kumpulan mineral,
yang mengandung mineral-mineral yang bernilai ekonomis, dan dapat diekstrak. Bijih
terdiri dari mineral-mineral yang bernilai ekonomis (biasanya mengandung logam) yang
disebut sebagai mineral bijih (ore mineral, mengandung logam) serta termasuk mineral
industri (industrial mineral, non-logam) dan mineral yang tidak bernilai ekonomis yang
disebut sebagai mineral penyerta (gangue mineral). Definisi oleh kebanyakan penulis
lebih ditekankan pada kandungan logamnya yang dapat diekstrak serta memiliki nilai
ekonomis. Bijih yang tidak menguntungkan apabila ditambang disebut sebagai Protore
(Park dan macDiarmid 1970, Hutchison 1983).
Sebagian besar bijih hadir berasosiasi dengan urat atau urat halus, terutama urat
kuarsa. Walaupun demikian tidak semua urat akan mengandung bijih, tetapi hanya

terkonsentrasi pada bagian-bagian yang terbatas dari urat, yang disebut sebagai ore

shoots (Park dan MacDiarmid, 1970). Urat-urat atau bagian-bagian urat yang tidak
mengandung bijih disebut barren atau lean. Suatu tubuh batuan yang mengandung
bijih atau ore shoots yang tersebar disebut sebagai tubuh bijih (orebody). Kumpulan
urat-urat halus yang mengandung bijih sering membentuk zona yang panjang dan
tabular; yang dikenal sebagai lead, lode, vein zone atau fissure zone. Kapan disebut

Ore shoot maupun lode sangat dipengaruhi oleh cut-off grade, yaitu grade
(konsentrasi/kadar) logam terendah apabila ditambang menguntungkan
1.2.1 Bahan galian logam
Bahan galian logam adalah

batuan atau mineral-mineral yang di dalamnya

terdapat unsur logam, yang dapat diambil untuk kepentingan manusia. Logam dapat
diartikan sebagai unsur yang mempunyai kemampuan melepas elektron membentuk ion
positip,

umumnya

mempunyai

permukaan

cenderung

mengkilat,

baik

untuk

penghantar(konduktor) panas dan listrik, dapat dilebur, serta dapat dibentuk maupun
dipipihkan. Secara umum logam dapat dibagi menjadi lima golongan (Evans, 1993),
yaitu:
1. Precious metals (logam mulia): emas (Au), perak (Ag), platina (Pt)
2. Non-ferrous metals (logam non-ferrous): tembaga (Cu), timbal (Pb/lead),
seng (Zn/zinc), timah (Sn/tin), dan aluminium (Al). Empat pertama dikenal
sebagai logam dasar (base metals).
3. Iron and ferroalloy metals (logam ferroalloy dan besi): besi (Fe), Mangan
(Mn), nikel (Ni), krom (Cr), molibdenum (Mo), wolfram (W/tungsten), vanadium
(V), kobal (Co).
4. Minor metals and related non-metals: antimon (Sb/antimony), arsen (As),
berilium (Be/beryllium), bismut (Bi), kadmium (Cd), magnesium (Mg), air raksa
(Hg/mercury), REE, selenium (Se), tantalium (Ta), telurium (Te), titanium (Ti),
Zirkonium (Zr), dsb.
5. Fissionable metals: uranium (U), torium (Th), radium(Ra).
Komponen bijih pada bahan galian logam umumnya dibedakan menjadi tiga jenis
mineral pembentuknya, yaitu:

mineral bijih (ore mineral, mengandung logam),

mineral industri (industrial mineral, non-logam), jika hadir dalam jumlah


banyak dapat dimanfaatkan sebagai bahan galian industry,

mineral yang tidak bernilai ekonomis yang disebut sebagai mineral penyerta
(gangue mineral).

Mineral Bijih (Mineral Logam)


Mineral Bijih adalah mineral-mineral yang bernilai ekonomis, mengandung
unsure logam dan dapat diekstrak untuk kepentingan umat manusia. Mineral industri
adalah semua batuan, mineral atau substansi yang terbentuk secara alami yang bernilai
ekonomis, tidak termasuk di dalamnya adalah bijih logam, mineral fuels, dan batumulia
(Noetstaller, 1988 dalam Evans, 1993).
Batasan mineral bijih dengan mineral opak, maupun mineral penyerta sering
membingungkan. Pada kenyataannya sebagaian besar mineral bijih tidak tembus cahaya
(opak), sedangkan mineral penyerta merupakan mineral-mineral yang tembus cahaya
(transparan). Craig (1989) menyebut bahwa mineral bijih harus dapat diekstrak
logamnya, misalnya kalkopirit dapat diekstrak tembaganya. Walaupun suatu mineral
mengandung unsur logam, tetapi kalau tidak dapat diekstrak, maka tidak dikategorikan
sebagai mineral bijih. Beberapa pengarang menggunakan istilah mineral bijih sebagai
sinonim mineral opak, karena istilah tersebut bisa mencakup mineral-mineral seperti pirit
maupun pirhotit yang tidak bermanfaat tetapi hampir selalu ada pada endapan bijih
(Evans, 1993). Penamaan mineral bijih terkait dengan keekonomian mineral, sedangkan
penamaan mineral opaque terkait dengan sifat mineral terhadap ketembusan cahaya.
Untuk memudahkan pembahasan tentang mineral bijih, beberapa pengarang
telah membuat klasifikasi mineral bijih, umumnya didasarkan persenyawaan yang
dibentuk oleh oleh unsur logam. Sebagian besar mineral bijih terbentuk sebagai sulfida,
garam sulfo, oksida, hidroksida, maupun unsur tunggal. Sedangkan mineral penyerta
pada bijih umumnya hadir sebagai silikat dan karbonat.
Mineral bijih menurut Stanton (1972), dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Native metals and semimetals: emas, tembaga, perak dll

2. Sulfides and sulfosalts, umumnya merupakan mineral-mineral bijih dari logam


nonferrous : sfalerit, galena kalkosit dll.
3. Oxides, umumnya mineral bijih dari logam ferrous: magnetite, kromit
Sedangkan menurut Ramdohr (1980), mineral bijih dapat dibagi menjadi lima
golongan, yaitu:
1. Elements and intermetallic compounds
2. Alloy-like compounds and Tellurides
3. Common sulphides and sulphosalts
4. Oxidic ore minerals
5. Non-opaque oxide ore minerals

Tabel 1.1 Daftar beberapa logam penting, mineral bijihnya, serta kadar dalam kerak
bumi
Logam

Mineral bijih

Komposisi

Au/Emas (gold)

Native gold
Electrum
Calaverite
Sylvanite
Petzite
Native silver
Argentite
Pyrargirite
Proustite
Cerargyrite
Magnetite
Hematite
Siderite
Goethite
Native copper
Chalcopyrite
Bornite
Chalcosite
Covellite
Enargite
Tenantite
Azurite
Malachite
Cuprite
Chrysocolla
Brochanthite

Au
(Ag,Au)
AuTe2
(Au,Ag)Te2
Ag3AuTe2
Ag
AgS2
Ag3SbS3
Ag3AsS3
AgCl
Fe3O4
Fe2O3
FeCo3
Fe2O3.H2O
Cu
CuFeS2
Cu5FeS4
Cu2S
CuS
Cu3AsS4
Cu3(Sb,As)S3
Cu3(CO3)2(OH)2
Cu2(CO3)(OH)2
Cu2O
CuSiO3.nH2O
Cu4(SO4)(OH)6

Ag/Perak (silver)

Fe/Besi

Cu/Tembaga
(copper)

%
logam
75-98
50-80
39
24
25
100
87
60
65
75
72
70
48
63
100
35
69
80
66
49
50
55
57
89
40
56

Kadar Dlm
Kerak(%)
0.000 000 4

Mining
Grade(%)
0.000 10.0020

CF

0.007

0,01-0,1

20

25-60

0.005

0.4-1

80

250

Pb/Timbal (lead)

Zn/Seng (zinc)

Sn/Timah (tin)
Ni/Nikel (nickel)

Cr/Krom
(chromium)
Mn/Mangan
(manganese)

Al/
Aluminium

Co/Kobal

Sb/Antimon
(antimony)

Bi/Bismut
(bismuth)
Hg/ Raksa
(mercury)
Mo/
Molibdenum
W/wolfram
(tunsten)
Pt/Platina
(platinum)

Galena
Cerussite
Anglesite
Pyromorphite
Sphalerite
Smithsonite
Hemimorphite
Zincite
Cassiterite
Stannite
Pendlandite
Niccolite
Garnierite

PbS
Pb(CO3)
Pb(SO4)
Pb5(PO4)3Cl
ZnS
Zn(CO3)
Zn4(Si2O7)(OH)2.H20

86
77
68
76
67
52
54

0.001

4-25

4000

0.007

4-25

571

79
28
10-40
44

0.000 2

0.5-2.5

2500

0.007

0.5-3

71

Chromite

SnO2
CuFeSnS4
(Fe,Ni)9S8
NiAs
(Ni,Mg)6(Si4O10)
(OH)4.4H2O
(Fe,Mg)Cr2O4

0.01

MnO2
n.MnO.MnO2.mH2O
3Mn2O3.MnSiO3
MnO(OH)
MnCO3
Mn3O4

20-50
Cr2O3
15-45

3000

Pyrolusite
Psilomelan
Braunite
Manganite
Rhodochrosite
Hausmanite

33-58%
Cr2O3
55-63
35-60

Diaspore
Boehmite
Gibbsite
Kaolinite
Nepheline
Sillimanite
Carrolite
Siegenite
Smaltite
Cobaltite
Cobalt pyrite
Native antimony
Antimonite
Tetrahedrite
Jamesonite
Antimon Oksida
Stibnite
Native bismuth
Bismuthinite
Bismutite
Native mercury
Cinnabar
Molibdenite
Powellite
Wulfenite
Wolframite
Scheelite
Huebnerite

HalO2
AlOOH
Al(OH)3
Al4(Si4O10)(OH)8
NaAlSiO4
Al2SiO5
CuCo2S4
(Co,Ni)3S4
CoAs3-2
(Co,Fe)AsS
(Co,Ni)3S4
Sb
Sb2S3
Cu12Sb4S13
Pb4FeSb6S14
Sb2O3

Ferroplatinum
Sperrylite
Braggite

Pt
PtAs2
(Pt,Pd,Ni)S

60-69
50-62
40-45
65-72
47
47
36
22
18
35
35
11-53
28
35
58
100
71
29
35
75

Bi
Bi2S3
Bi2(CO3)O2
Hg
HgS
MoS2
CaMoO4

100
81
87

(Fe,Mn)WO4
CaWO4
Mn(WO4)

60-75%
80%
60
(WO3)
75-84
56
59

86
60
48

0.09

30-50
Al2O3
Max SiO2
15

389

3.75

0,06-0,35

5-25

Min 0,3
0.000 008

0,2-8

25000

0.000 15

0,01-0,6

67

0.000 15

0,3-6
WO3

2000

0.000 001

0,00030,0015

300

Sn/Arsen
(arsenic)

Ti/Titanium
V/Vanadium
U/Uranium

Arsenopyrite
Loellingite
Realgar
Orpiment
Tenantite
Ilmenit
Rutil
Titanit
Patronit

FeAsS
FeAs2
AsS
As2S3
Cu12As4S13
FeTiO2
TiO2
CaTiSiO2
V2O5VS4

46
72
70
61
20
53
92-98
41
28-39

Uraninit
Coflinite
Brannerite
Uranothorite

UO2
USiO4
(U,Th)Ti2O6
(Th,U,Fe)SiO2H2

47-88
60
26-44
5-15

0.000 2

10-50
TiO2
0,3-5
V2O5
0,03-1
U3O8

Mineral penyerta (gangue minerals)


Mineral penyerta adalah mineral-mineral yang hadir pada tubuh bijih, tetapi tidak
bernilai ekonomis. Mineral penyerta umumnya merupakan mineral dari kelompok silika,
silikat, oksida,karbonat, maupun fosfat.
Tabel 1.2 Daftar sebagian mineral penyerta (gangue minerals)
Kelompok
Silika
Oksida

Silikat

Karbonat
Fosfat

Nama mineral
Kuarsa
Kalsedon
Magnetite
Hematite
Goetite
Bauxite
Olivin
Diopsit
Wollastonit
Tremolit-aktinolit
Klorit
Epidote
Andradit-grosularit
Kalium felspar
Albit
Kaolinit
Illit
Serisit
Tourmalin
Topas
Kalsit
Siderit
Rodokrosit
Barit
gypsum

Komposisi
SiO2
SiO2
Fe3O4
Fe2O3
Fe(OH)
Al2O3
MgSiO4
Ca(Mg,Fe)(SiO2)2
CaSiO3
Ca2(Mg,Fe)2(OH)2(Si4O11)2
Mg5(Al,Fe)(OH)8(Al,Si)4O10
Ca(Al,Fe)2(OH)2(SiO4)3
Ca2(Al-Fe)2(SiO4)3
KAlSi3O8
NaAlSi3O8
Al2O3.2SiO2.2H2O
KAl2(OH)2(AlSi3O)10(O,OH)10
KAl2(OH)2(AlSi3O10)
Na(Fe,Mg)3B3All3(OH)4(Al3Si6O27)
Al2(F,OH)2SiO4
CaCO3
FeCO3
MnCO3
BaSO4
CaSO4

1.2.2 Bahan galian industri (mineral industri)


Bahan galian industri adalah batuan atau mineral-mineral yang bermanfaat untuk
kepentingan manusia dan tidak termasuk kedalam bahan galian logam, batubara, batu
mulia, maupun migas dan panas bumi. Menurut Madiadipoera, dkk. (1990), bahan
galian industri dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Bahan Galian Industri (BGI) yang berkaitan dengan batuan sedimen

Terkait dengan batuan karbonat

Batugamping

Dolomit

Kalsit

Batukeprus

Fosfat

Oniks

Gips

Rijang

Tidak terkait dengan batuan karbonat

Bentonit

Fireclay

Ballclay

Zeolit

Felspar

Yodium

Doatomea

Mangan?

b. BGI yang terkait dengan batuan vulkanik

Perlit

Obsidian

Batuapung

Belerang

Opal kalsedon

10

Kayu terkersikan

Tras

Pasir vulkanik

Batuan trakit, andesit, dan basalt

c. BGI yang terkait dengan batuan plutonik

Granit dan granodiorit

Gabro dan peridotit

Alkali felspar

Mika

Asbes

d. BGI yang terkait dengan endapan residual dan placer

Lempung

Kaolin

Pasir kuarsa

Sirtu

e. BGI yang terkait dengan proses hidrotermal

Gypsum

Talk

Magnesit

Barit

Firofilit

Toseki

Kaolin

f. BGI yang terkait dengan batuan metamorf

Marmer

Batusabak

Kuarsi

grafit

11

1.2.3 Batumulia dan mineral berharga


Mineral berharga dan Batumulia, adalah mineral atau batuan yang dipergunakan
untuk perhiasan dan bernilai tinggi. Batumulia (menurut Pouw Kioe An, 1977) dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

a. Batumulia tulen

Kelas-satu : nilai kekerasan 8-10


1. intan
2. korundum (ruby, safir, mirah )
3. chrysoberyl
4. spinel

Kelas-dua : nilai kekerasan 7-8


1. zirkon
2. beryl (aquamarin)
3. topas
4. tourmalin
5. garnet
6. opal-mulia
Kelas-tiga : nilai kekerasan sekitar 7
1. kordierit
2. visuvian
3. chrysolite
4. axiniete
5. cyanite
6. staourolit
7. andalusit
8. chiastolite
9. pistazite
10. turqooise (pirus)

b. Batu semi mulia

Kelas-empat : nilai kekerasan 4-7


1. ametis (kecubung), agat, korneal, citrine, jasper, tigers eye,kuarsa pink,
opal

12

2. felspar (adular, amazone)


3. labradorit
4. obsidian
5. lazuri
6. hipersten
7. diopsit

1.3. Mineral
Mineral adalah merupakan unsure atau senyawa hablur/ kristalin yang ada dalam
kerak bumi, bersifat homogen, mempunyai sifat fisik dan kimia tertentu, merupakan
persenyawaan anorganik dan mempunyai susunan kimia yang tetap, dan terbentuk
secara alami.Terdapat beberapa metode atau cara melakukan pemerian mineral yang
selama ini telah banyak digunakan, antara lain:

Pengamatan sifat fisik (megaskopis)

Pengamatan sifat optik (Mikroskopik)

SEM (Scaning Electron Microscope)

XRD (X-Ray Defraction)

Microprobe

Kimia Mineral (Atomic Absorbtion Spectophotometry, X-Ray Fluorescen)

Untuk pelaksanaan praktikum, pemerian dilakukan berdasarkan sifat-sifat

fisik

mineral melalui pengmatan megaskopis dengan bantuan kaca pembesar (loupe),


diantaranya meliputi:
Warna / color, Bentuk / form, Belahan / cleavage, Pecahan / fracture, Cerat /

streak, Kilap / luster, Kekerasan / hardness, Densitas / Density , dan Sifat


magnetic
1.3.1. Warna
Beberapa mineral dapat dikenal karena mempunyai karakter warna tertentu,
mineral yang lain mempunyai kenampakan variasi warna yang lengkap mulai dari hitam
hingga putih transparan, sehingga hanya dapat ditentukan oleh sifat fisik lainnya.
Beberapa kenampakan warna mineral, diantaranya:

PUTIH

: gypsum, kuarsa, kalsit

13

KUNING EMAS

: pirit, kalkopirit, arsenopirit, markasit, pirrhotit, emas

HIJAU

: klorit, epidot, tremolit, diopsit

ABU-ABU

: galena, sfalerit, grafit, hematit

BIRU

: beril, korundum (saphir), azurit

KUNING

: belerang

HITAM

: magnetit, augit, sfalerit

MERAH

: hematit, korundum (rubi), garnet

COKLAT

: biotit, limonit, garnet, k.feldspar

TIDAK BERWARNA : kuarsa, kalsit, diamond

1.3.2. Bentuk Mineral


Bentuk mineral di alam (kerak bumi) dikontrol oleh sistem kristal dan perawakan
kristal (crystal habits).
Sistem Kristal
Sistem Kristal dibagi menjadi enam kelompok, yaitu :
1. Isometric = Kubus : galena(PbS), halit (Na Cl), pirit (FeS)
2. Tetragonal = Balok : zircon (Zr SiO4), idokras
3. Hexagonal : Quartz (SiO2), Calcite (CaCO3), beril
4. Orthorombic : Topas (Al2 SiO4 (F OH)2), barit (BaSO4)
5. Monoklin : Augit, gypsum (CaSO4)
6. Triklin : Albite ( Na (Al Si3 O8)), Anorthite (Ca (Al2 Si2 O8)), axinit

ISOMETRIK
Pirit

ORTOROMBIK
barit

TETRAGONAL
idokras

MONOKLIN
gipsum

HEKSAGONAL
beril

TRIKLIN
axinit

Gambar 1.1. Beberapa kenampakan system kristal

14

Perawakan (morfologi) Kristal


Perawakan Kristal merupakan kenampakan bentuk eksternal dari suatu Kristal secara
menyeluruh. Perawakan Kristal dapat dilihat dari individu permukaan kkristal (crystal
faces) seperti bentuk pyramid, bipiramid, kubik, prismatik, berlembar, octahedral,
dodecahedral.
Di alam, mineral tertentu sering hadir membentuk agregat dengan kenampakan
morfologi tertentu, seperti fibrous, globular, radiating, konsentrik, denritik, denritik,
botrioidal, bladed, acicular, lamellar, oolitik, geode, dll.

Gambar 1.2. Beberapa kenampakan perawakan mineral

15

1.3.3. Belahan
Adalah kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu arah atau lebih
a. Belahan satu-arah (mika)
b. Belahan dua-arah yg berpot dg sdt 900 (feldspar)
c. Belahan dua-arah tdk berpot tegak lurus (amfibol)
d. Belahan tiga-arah berpot tegak lurus (halit)
e. Belahan tiga-arah tdk berpot tegak lurus (kalsit)
f.

Belahan empat arah (intan)

g. Belahan enam arah(sfalerit)

Gambar 1.3. Beberapa kenampakan belahan dari mineral

1.3.4. Pecahan
Adalah kecenderungan mineral untuk membelah secara tidak teratur, karena tidak
hadirnya bidang belahan

16

Contoh :
> Concoidal : pecahan botol (mineral kuarsa)
> Splintery / fibrous : pecahan seperti serat (Augit, Hypersten,
Serpentin, Piroksen
> Uneven / Irregular : pecahannya kasar dg permukaan tidak teratur
(garnet, hematit)

Gambar 1.4. Contoh kenampakan pevahan concoidal


dan kuarsa

1.3.5. Gores / Cerat / streak


Gores/streak adalah warna dari serbuk mineral, ini akan terlihat dengan menggoreskan
mineral pada lempeng kasar (porselen) dan mengamati warna goresan yg tertinggal.
Contoh :
- Hematit (Fe2O3) berwarna merah coklat
- Limonit (Fe2O3, OH) berwarna kuning
-

Magnetit (Fe3O4) berwarna abu-abu

Augit berwarna abu-abu hijau

Biotit ceratnya tidak berwarna

Ortoklas ceratnya putih

1.3.6. Kilap/Luster
Adalah kualitas dan intensitas cahaya yang dipantulkan dari permukaan suatu mineral.
Kilap dibagi menjadi dua :
1. Kilap Logam (Metallic Luster) : galena, pyrit, magnetit, chalcopyrite, hematit.

17

2. Kilap Non Logam (Non Metallic Luster):


a. Kilap Intan : Admantine : intan
b. Kilap kaca : Vitreous : kuarsa, kalsit
c. Kilap sutera : Silky : asbes, gypsum.
d. Kilap damar : Resineous : sphalerite
e. Kilap mutiara : Pearly : dolomit, brukit.
f. Kilap lemak : Greasy : talk, serpentin, nefelin
g. Kilap tanah : Earthy : mineral lempung, oker
1.3.7. Kekerasan
SKALA KEKERASAN MOHS :
1. Talc
2. Gypsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Feldspar
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond

Gambar 1.5. Gambar yang menunjukkan skala


kekerasan Mohs

18

Tabel 1.3. Memperlihatkan harga kekerasan beberapa


unsure dan mineral (skala kekerasan Mohs)

MINERAL

KEKERASAN

MINERAL

KEKERASAN

Au

2.5-3

Galena

2.5-2.8

Cu

2.5-3

Kalkopirit

4.2-4.3

Ag

2.5-3

Magnetit

5.5-6.5

Fe

4-5

Pirit

6-6.5

Pt

4-4.5

Andradit

6.5-7.5

As

3.5

Diopsid

5-6

C grafit

1-2

Flogopit

2.5-3

1.5-2.5

Sfalerit

3.5-4

1.3.8. Densitas
Densitas adalah berat atau masa suatu benda pada volume tertentu, yang
diekpresikan dengan satuan kg/m3 atau ton/m3 . masa atau berat

benda adalah

perkalian volume dengan densitas, sementara volume merupakan masa dibagi dengan
densitas.
Spesific Gravity (SG) adalah rasio densitas suatu benda terhadap benda yang
dianggap ssebagai standart. Standart pembanding benda padat dan cait adalah air pada
suhu 4 C (39.2 F), yang mempunyai densitas 1 kg/liter. Sedangkan substansi yang
berbentuk gas dibandingkan dengan udara kering yang mempunyai densitas 1,29 g/liter
pada kondisi standart (0 C dan 1 atm). Sehingga Hg cair yang mempunyai densitas
13,6 Kg/lt akan mempunyai SG 13,6 atau magnetit padat yang mempunyai densitas 5,2
ton/m3 akan mempunyai SG 5,2. Sedangkan gas CO2 yang mempunyai densitas 1,976
akan mempunyai SG 1,53. Karena perbandingan kedua benda mempunyai dimensi atau
satuan yang sama (masa/volume), maka SG tidak mempunyai dimensi.
densitas

= berat/volume ( g/cm3 atau ton/m3)

Mineral-mineral dengan densitas lebih besar daripada densitas kuarsa (2,65 ton/m3)
atau feldspar (2,54 ton/m3 2,76 ton/m3), atau lebih besar dari 2,8 ton /m3 dikenal
sebagai mineral berat.
Mineral-mineral berat dapat bersifat opak maupun transparan (non opak).
Mineral-mineral yang tidak opak diantaranya adalah apatit, epidot, garnet, rutil,

19

staurolit, turmalin dan zircon sedangkan yang opak yang paling sering dijumpai adalah
ilmenit dan magnetit.

Tabel 1.4. Contoh densitas beberapa Mineral Berat

NAMA
Augite
Biotite
Diopside
Epidot
Hematite
Hornblende

(Ca, Mg, Fe,Al)2


(Al, Si)2 O6
K(Mg,Fe)3
(AlSi3)O10
(OH,F)2
Ca(Mg,Fe)
Si2O6
Ca2FeAl2O.
Si2O7.
SiO4(OH)
Fe2O3
NaCa2
(Mg,Fe)4 (Al, Fe)
(Si,Al)8 O22(OH,F)2

Ilmenit

FeTiO3

Magnetit

Fe3O4

Rutil
Pirit

KAl2(AlSi3O10)
(OH,F)2
TiO2
FeS2

Zirkon

ZrSiO4

Muskovit

SISTEM KRISTAL dan


BENTUK KRISTAL

KOMPOSISI

densitas

Monoklin; Prismatik pendek,


lammellar
Monoklin; Tabular dengan 6
sisi kristal
Monoklin; Prismatik
Monoklin;
Memanjang, , berbutir
Trigonal, melembar, ,
menyerat, berbutir

WARNA

3.2 - 3.6

Abu-abu gelap, Hitam, Coklat,


hijau -hitam

2.7 3.7

Hitam, hijau gelap

3.3
3.4
5.2

Putih, hijau
Hijau
Merah sampai hitam; abu-abu

2.9 - 3.4
Monoklin; prismatic panjang
Trigonal;
tabular tebal, prismatik,
Cubic; Oktahedral, kadang
dodecahedral
Monoklin; tabular
Triklin; prismatic, accicular
Kubic
Tetragonal; prismatik

Hitam, hijau sampai hitam


4.7
5.2
2.85
4.2
5
4.3

Besi-hitam
Besi Hitam, kenampakan
metalik.
Hampir tidak berwarna-atau
coklat, hijau
Merah-coklat, kuning, black
Tembaga-kuning
Kuning emas, merah,
coklat/hijau.

1.3.9. Klasifikasi Mineral


Secara umum mineral dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Diantara
kelompok yang penting adalah:
1. Native Elements, mineral atau kristal yang terdiri dari unsure tunggal.
Contoh native Au, intan (C), native Cu
2. Sulfides (termasuk sulfosalt), suatu senyawa yang mengandung unsure
sulfur (S), contoh pirit (Fe2S), kalkopirit (CuFeS2), galena (PbS)
3. Oxides dan hydroxides, senyawa yang mengandung unsure oksige (O)
seperti magnetit (Fe3O4), atau OH seperti Gibbsite (Bauxite) Al(OH)3

20

4. Silicates, senyawa yang mengandung unsure silicon (Si) dan oksigen


(O), seperti garnierite (Ni,Mg)6(Si4O10) (OH)4.4H2O, olivine
(Mg,Fe)2Si2O4
5. Halides
Halite (NaCl), Fluorit (CaF2)
6. Carbonates
Kalsit (CaCO3), Magnesite (MgCO3) ,Dolomite (CaMg (CO3)2)
7. Sulfates
Barit (BaSO4), Gipsum (CaSO4)
8. Phosphates
Apatit Ca5(PO4)3(OH,F,Cl), Monazite (Ce,La,Th)PO4

21

BAB 2
STRUKTUR INTERNAL BUMI DAN TEKTONIK LEMPENG

2.1. Struktur Internal Bumi


Pembagian lapisan struktur internal bumi dapat berdasarkan sifat kimia (atau
komposisinya) ataupun berdasarkan sifat fisiknya (Gambar 2.1).
2.1.1. Pembagian Lapisan bumi berdasar komposisi kimia

Kerak Benua (Continental Crust), 0,374% masa bumi, pada kedalaman


0-75 Km. Mengandung 0,554% masa Mantel-kerak, merupakan bagian paling
luar dari bumi yang tersusun oleh berbagai batuan. Merupakan lapisan
dengan densitas rendah (2,7 g/cm3) yang didominasi mineral-mineral kuarsa
(SiO2) dan feldspar, membentuk batuan berkomposisi granitik.

Kerak

Samodera

(Oceanic Crust), 0,099% masa bumi, dengan

kedalaman 0-10 km. Lapisan ini mengandung 0,147% masa mantel-kerak.


Mayoritas kerak ini terbentuk karena aktifitas magmatisme-volkanisme pada
zona pemekaran. Sistem Punggungan Tengah Samodera, sebagai jaringan
gunungapi sepanjang 40.000 km, menghasilkan kerak samodera baru dengan
kecepatan 17 Km3 /tahun, menutup lantai samodera membentuk batuan
berkomposisi basaltik (densitas 3,0g/cm3).

Mantel Atas (Upper Mantle), 10,3% masa bumi, kedalaman 10-400 km,
mmengandung 15,3% masa mantel-kerak. Berdasarkan observasi fragmen
yang berasal dari erupsi ngunungapi atau jalur pegunungan yang tererosi,
mineral utama pada mantel atas adalah Olivin (Mg,Fe)2SiO4 dan Piroksen
(Mg,Fe)SiO3, membentuk batuan ultra mafik (Peridotit).

Zona Transisi Mantel Bawah-Mantel Atas, 7,5% masa bumi, kedalaman


400-650 km. Zona transisi atau Mantel Tengah atau secara fisik dikenal
sebagai Mesosfer mengandung 11,1% masa mantel-kerak, merupakan
sumber magma basaltic. Juga mengandung kalsium (ca), Aluminium (Al), dan
garnet, merupakan kompleks silikat mengandung Aluminium. Lapisan ini
relative mempunyai densitas tinggi jika dingan, disebabkan kandungan
granetnya. Tetapi akan mudah mengapung atau ringan jika panas, karena

23

mineral yang lebur akan membentuk basalt, menerobos naik melewati mantel
atas membentuk magma.

Gambar 2.1 Penampang interior bumi

Mantel Bawah (Lower Mantle), 49.2% masa bumi, kedalaman 650-2.890


km, 72,9% disusun oleh masa mantel-kerak dengan komposisi terdiri dari
silicon (Si), magnesium (Mg), dan oksigen (O). Sebagian kemungkinan
disusun oleh besi (Fe), kalsium (ca), dan aluminium (Al). Para ahli membuat
deduksi ini berdasarkan asumsi bahwa proporsi dan jenis unsus pada bumi
relative sama dengan meteorit primitive.

Inti Bumi, 32,5% masa bumi, kedalaman 2.890-6370 km. Lapisan ini
didominasi oleh besi (Fe), juga mengandung sekitar 10% sulfur (S) dan atau

24

oksigen (O). Sulfur dan Oksigen menyebabkan lapisan ini densitasnya sedikit
lebih ringan dari leburan besi murni

Komposisi Kerak Bumi


Seperti di sebutkan di atas,kerak bumi dibedakan menjadi kerak samudera
yang berkomposisi basaltic dan kerak benua yang berkomposisi granitic. Disamping
adanya perbedaan komposisi batuan, kedua tipe kerak tersebut juga mempunyai
perbedan kadar unsur-unsur yang yang terdapat di dalamnya, walupun demikian
terdapat beberapa unsure yang mempunyai proporsi relative sama pada kedua kerak
tersebut.
Tabel 2.1 Daftar kadsar beberapa logam penting di kerak bumi
Logam
Au/Emas
Ag/Perak
Fe/Besi
Cu/Tembaga
Pb/Timbal

Granit (kerak
benua)
0.000 000 4
0.000 0055
1.37
0.0013
0.0048

Diabas (kerak
samodera)
0.000 000 4
0.000 008
7.76
0.0110
0.00078

Kadar Dlm
Kerak(%)
0.000 000 4
0.000 007
5
0.005
0.0013

Mining
Grade(%)
0.000 1
0.008
25-55
1
4-20

Zn/Seng
Ni/Nikel
Cr/Krom
Mn/Mangan
Al/Aluminium
Sn/Timah
Hg/ Raksa
Mo/Molibdenum
W/wolfram
Pt/Platina

0.0045
0.0001
0.002
0.0195
7.43
0.00035
0.000 01
0.000 65
0.000 04
0.000 00019

0.0086
0.0076
0.0114
0.128
7.94
0.00032
0.000 02
0.000 057
0.000 05
0.000 00012

0.007
0.0075
0.01
0.09
8.13
0.000 2
0.000 008
0.000 15
0.000 15
0.000 001

4-10
1.5-2,5
30
35
30
0.5-2
0,2-8
0,01-0,6
0,3-6 WO3
0,0003-0,0015

Si/Silikon
O/Oksigen

33.96
48.5

24.6
44.9

27.7
46.6

2.1.2. Pembagian Lapisan Bumi Secara Fisik


Pembagian lapisan bumi berdasarkan komposisi merupakan satu-satunya
pembagian sebelum berkembangnya teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonics),
sebuah ide yang menyatakan bahwa permukaan bumi disusun oleh lempenglempeng yang bergerak. Sekitar tahun 1970-an para ahli geologi menyadari bahwa
lempeng-lempeng tersebut lebih tebal dari pada kerak, dan kemudian diketahui

25

bahwa lempeng lempeng tersebut terdiri dari kerak dan bagian paling atas dari
mantel, membentuk lapisan yang kaku dan keras yang dikenal sebagai litosfer

(lithosphere), mempunyai ketebalan antara 10-200 Km.


Lempeng litosfer tersebut mengambang pada lapisan yang plastis yang
sebagian membentuk leburan, dengan ketebalan 250-350 Km, yang dikenal sebagai
Astenosfer (Asthenosphere). Walaupun Astenosfer dapat bergerak, tetapi bukan
lapisan cair,oleh karenanya dapat dilalui baik Gelombang-P (Compressional (P)Waves) maupun Gelombang-S (Shear (S)-Waves).
Pada kedalaman sekitar 660 Km, tekanan menjadi lebih besar dan mantel
tidak lagi dapat bergerak. Lapisan mantel yang tidak lagi plastis ini dikenal sebgai
lapisan Mesosfer (Mesosphere).
Inti bumi secara fisik dibagi mmenjadi dua bagian, yang dikenal sebagai Inti
Luar (Outer Core) dan Inti Dalam (Inner Core). Lapiasan Inti Luar berada pada
kedalaman 2.890-5150 km, sangat panas, membentuk fase

cair. Sedangkan Inti

Dalam, berada pada kedalaman 5.150-6370 km, merupakan fase padatan, seolah
mengambang dalam leburan inti luar.

2.2. Tektonik Lempeng dan Mineralisasi

Continental rifting dan Mid Oceanic Spreading dibentuk pada retakan


lempeng, ketika magma bergerak naik dari mantel menuju permukaan lantai
samodra membentuk sekuen batuan ofiolit penampang tengah samodera, sebagai
lempeng baru. Lempeng baru yang terbentuk bergerak menjauhi sumbu pemekaran,
makin lama semakin dingin dan semakin tebal, hingga densitasnya semakin besar
dan kemudian tenggelam membentuk penunjaman (Subduction Zone), sehingga
lempeng akan panas, hancur, menyebabkan terbentuknya leburan sebagian pada
mantel membentuk magma, dengan densitas rendah bergerak kembali ke
permukaan menbentuk rangkaian gunungapi. Pergerakan lempeng seringkali juga
menimbulkan pergeseran membentuk sesar mendatar besar (Transform faults),
juga diikuti oleh pembentukan magma.
Litosfer bumi dibagi menjadi delapan lempeng besar serta sekitar 24 lempeng
kecil, yang bergerak di atas lapisasn Astenosfer dengan kecepatan sekitar 5-10
cm/tahun. Kedelapan lempeng besar tersebut terdiri dari:

Lempeng Afrika (African Plate)

Lempeng Antartik (Antarctic Plate)

Lempeng Hindia-Australia (Indian-Australian Plate)

26

Lempeng Pasifik (Pasific Plate)

Lempeng Amerika Utara (North American Plate)

Lempeng Amerika Selatan (South American Plate )

Lempeng Nazca (Nazca Plate)

Batas-batas lempeng tektonik tersebut di atas, membentuk lingkungan tektonik


yang beragam, secara umum dikenal sebagai
1. Mid-oceanic ridge dan back arc rifting dan transform faults, yang membentuk
batas lempeng konstruktif
2. Subduction zone, yang merupakan batas lempeng destruktif, menghasilkan
island arcs dan active continental margins
3. Oceanic intra-plate, menghasilkan oceanic island (hot spots)
4. Continental intra-plate, yang menghasilkan continental flood basalt dan
continental rift zone

Gambar 2.2. Penampang tektonik interior bumi

27

LEMPENG AMERIKA
UTARA

LEMPENG EURASIA

LEMPENG PASIFIK
LEMPENG PASIPIK

LEMPENG
NAZCA
LEMPENG AFRIKA

LEMPENG HINDIAAUSTRALIA

LEMPENG
AMERIKA SELATAN

LEMPENG NAZCA

LEMPENG ANTYARTIK
LEMPENG
ANTARTIK

Gambar 2.3 Batas lempeng-lempeng besar pada litosfer bumi

28

Tektonik Lempeng berperan besar dalam mengontrol terjadinya magmatisme,


hidrotermal, dan volkanisme pada lapisan kerak bumi. Sebagian besar proses
pembentukan mineralisasi sangat terkait dengan proses magmatisme dan hidrotermal
atau pembentukan batuan. Oleh karena itu sangat penting memahami lempeng
tektonik, sebagai dasar untuk memahami adanya mineralisasi.
Pada kenyataannya tektonik lempeng sangat baik dalam menjelaskan karakteristik
batuan beku dan asosiasi endapan mineral. Lebih dari 90% aktivitas batuan beku yang
sekarang ada terletak di dekat batas lempeng tektonik. Sehingga batas lempeng
merupakan tempat yang paling penting bagi penyebaran endapan mineral.
Keberadaan endapan bijih di dunia sebagian besar tersebar pada wilayah batas
lempeng, terutama pada jalur magmatisme-vulkanisme yang disebabkan subduksi
lempeng. Sebagai contoh adalah batas wilayah lempeng pasifik, yang membentuk busur
kepulauan di bagian barat mulai dari Selandia Baru-Papua Nuegini-Indonesia-PilipinaJepang dan busur magmatic kontinen di bagian timur mulai dari Chili-Amerika Serikat
hingga Kanada, yang dikenal sebagai ring of fire, merupakan jalur mineralisasi yang
sangat potensial.
Keberadaan endapan mineral yang signifikan di Indonesia, sebagian besar
berasosianya atau berada pada jalur busur magmatic, seperti

endapan porfir Cu-Au

kompleks Grasberg-Ertzberg yang berada pada busur irian Jaya Tengah, Endapan Cu-Au
Batuhijau Sumbawa dan Endapan Au-Ag Epitermal Pongkor yang berada pada busur
Sunda-banda, Endapan Au Epitermal Kelian pada busur Kalimantan Tengah, Endapan Au
Sedimen Hosted Messel di busur Sulawesi Mindanau, Endapan Au epitermal Gosowong
yang berada pada busur Halmmahera, dan lain sebagainya.
Jenis logam yang terknsentrasi, pada wilayah tertentu, sangat dikontrol oleh
lingkungan tektoniknya. Sn, W,Mo, F, Nb umumnya dikontrol oleh oleh keberadaan
kerak kontinen, baik pada intra-continental hotspot, intra-continental rift zone, maupun
pada continental magmatic arcs. Cr, Ni,Pt, Cu dikontrol oleh kehadiran kerak samodera,
diantaranya pada pemekaran tengah samudera. Au, Ag,Cu paling sering hadir pada
lingkungan tektonik busur kepulauan (gambar 2.4)

29

Gambar 2.4 Penampang pada batas lempeng-lempeng tektonik dan asosiasi unsure
logam yang terbentuk (Mitchell dan Garson, 1981)

30

Gambar 2.5 Penyebaran busur magmatic di Indonnesia, yang berperan terhadap keberadaan bijih (sumber : Carlile dan Michell, 1994)

31

BAB 3
STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL

3.1. Bentuk Endapan Bijih


Terkait dengan waktu pembentukan bijih dihubungkan dengan host rock-nya,
dikenal istilah singenetik dan epigenetic. Singenetik diartikan bahwa bijih terbentuk
relative bersamaan dengan pembentukan batuan, sering merupakan bagian rangkaian
stratigrafi batuan, seperti endapan bijih besi pada batuan sediment. Epigenetik,
kebalikan dengan singenetik, merupakan bijih yang terbentuk setelah host rock-nya
terbentuk. Contoh endapan epigenetic adalah endapan yang berbentuk urat (vein).
Seperti dalam terminology batuan beku, juga dikenal istilah tubuh bijih diskordan
dan konkordan. Tubuh bijih diskordan, jika memotong perlapisan batuan, sedangkan
tubuh bijih konkordan jika relaqtif sejajar dengan lapisan batuan.
3.1.1.Tubuh bijih diskordan
3.1.1.1. Bentuk beraturan
a. Tubuh Bijih Tabular
Tubuh bijih tabulat mempunyai ukuran pada dua sisi yang memanjang, tetapi sisi
ketiga relative pendek. Bentuk tubuh bijih tabular, umumnya membentuk vein (urat)
atau fissure -veins. Vein pada umumnya mempunyai kedudukan miring, seperti pada
sesar, pada bagian bawah dikenal sebagai footwall, sedangkan bagian atasnya dikenal
sebagai hangingwall (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Kiri, memperlihatkan urat yang terbentuk pada sesar normal, dengan struktur
pinch-and-swell. Kanan, memperlihakan stadia pembentukan urat yang relative vertical dan
horizontal. Struktur berperan sebelum dan sesudah mineralisasi (dari Evans, 1993).
32

Gambar tersebut memberikan gambaran tentang struktur pinch and swell yang
membentuk urat. Ketiga pada rekahan tersebut membentuk sesar normal, maka akan
terbentuk ruang terbuka (dilatant zones), yang memungkinkan fluida pembawa bijih
masuk ke rongga tersebut dan membentuk urat. Vein pada umumnya terbentuk pada
system rekahan yang memperlihatkan keteraturan pada arah maupun kemiringan.
b. Tubuh bijih Tubular
Tubuh bijih ini, relative pendek pada dua dimensi , tetapi panjang pada sisi
ketiganya. Pada posisi vertical atau sub vertical tubuh ini dikenal sebagai pipa (pipes)
atau chimneys, sedangkan pada posisi horizontal sering digunakan istilah mantos.
Terbentuknya tubuh bijih yang tubular, umumnya disebabkan oleh pelarutan batuan
induknya (host rocks), serta bijih yang berupa breksiasi. Beberapa tubuh bijih
seringkali tidak menerus, sehingga membentuk tubuh bijih yang disebut pod (pod-

shaped orebodies).

Gambar 3.2. Memperlihatkan kenampakan breksi hidrotermal. Foto kiri, kenampakan breksi
hidrotermal pada endapan skarn Big Gossan. Foto kanan, tekstur pengisian diantara
fragmen breksi yang membentuk tekstur cockade pada endapan epitermal Ciemas.

Gambar 3.3. Foto kiri memperlihatkan masif kalkopirit pirit-magnetit yang terebntuk pada
fase mineralisasi awal yang meng-overprint klinopiroksen. Foto kanan urat epidot-gipsumpirit-kalkopirit-sfalerit. Lokasi Big Gossan, Tembaga Pura.
33

3.1.1.1. Bentuk tidak beratura


a. Endapan sebaran (disseminated deposits)
Pada endapan sebaran (diseminasi), bijih tersebar pada tubuh batuan, seperti
pada pembentukan mineral asesori pada batuan beku. Pada kenyataannya bijih ini
sering sebagai mieral asesori pada batuan beku.
Endapan

bijih diseminasi juga

banyak terbentuk

pada sebagian besar

perpotongan jaringan urat-urat halus (veinlets), yang dikenal sebagai stockwork,


juga di sepanjang urat halus atau pada pori batuan. Stockwork sebagian besar
terbentuk pada tubuh intrusi berkomposisi intermediet sampai asam, tetapi juga dapat
menerus hingga pada batuan sampingnya.

Gambar 3.4. Kiri, kenampakan magnetite veinlets pada endapan skarn Big Gossan. Kanan
Kenampakan tekstur stockwork pada endapan Cu-porfiri Grasberg, Tembaga Pura.

b. Endapan replacement (penggantian)


Beberapa endapan bijih terbentuk oleh proses replacement (penggantian) pada
mineral atau batuan yang telah ada, berlangsung pada temperature rendah hingga
sedang. Replacement yang berlangsung pada temperature tinggi, umum terbentuk
terutaman pada contak dengan intrusi yang

berukuran besar hingga menengah.

Endapan ini sering dikenal atau popular sebagai endapan skarn. Tubuh bijih dicirikan
oleh pembentukan mineral-mineral calc-silicate seperti diopsit, wolastonit, andradidgrosularit garnet, maupun tremolit-aktinolit.

34

5.1.2.Tubuh bijih Korkordan


Tubuh bijih konkordan

dapat terbentuk secara singenetik , membentuk satu

kesatuan stratigrafi dengan host rock-nya, tetapi juga dapat terbentuk secara
epigenetic, setelah batuan ada. Endapan konkordan umumnya terbentuk pada batas
batuan yang berbeda ,juga dapat terbentu dalam satu tubuh batuan; dapat batupasir,
batugamping, batuan lempungan, atau pada endapan vulkanik, kadang juga pada
batuan plutonik atau metamorf. Pada tubuh bijih konkordan, sebagian besar tubuh bijih
relative parallel dengan bidang perlapisan, beberapa bagian sering miring atau bahkan
tegak lurus dengan bidang perlapisan.

Gambar 3.5. Memperlihatkan tubuh bijih diskordan, yang dikontrol


oleh stratigrafi dan struktur geologi (dari Evans, 1993).

Pada batuan vulkanik, endapan dapat terbentuk mengisi vesikuler pada tubuh
lava basat yang umumnya membentuk outobreccia dan pada endapan volcanogenic
massive sulphide. Endapan massive sulphide merupakan endapan yang penting dan
lebih signifikan. Pada tubuh intrusi plutonik, juga sering membentuk lapisan-lapisan
mineral ekonomik seperti magnetit-ilmenit

atau kromit. Pembentukan ini disebabkan

oleh gravitational settling atau liquid immicibility.

5.2.Tekstur Bijih
Tekstur bijih dapat bercerita banyak tentang genesa atau sejarah pembentukan
bijih. Interpretasi genesa mineral dari tekstur sangat sulit dan haruslah hati-hati. Ada
tiga tekstur yang dikenal, yaitu tekstur open space filling (infilling), tekstur replacement,
serta exolution.

35

5.2. 1 Tekstur infilling (pengisian)


Proses pengisian umumnya terbentuk pada batuan yang getas, pada daerah
dimana tekanan pada umumnya relatif rendah, sehingga rekahan atau kekar cenderung
bertahan. Tekstur pengisian dapat mencerminkan bentuk asli dari pori serta daerah
tempat pergerakan fluida, serta dapat memberikan informasi struktur geologi yang
mengontrolnya. Mineral-mineral yang terbentuk dapat memberikan informasi tentang
komposisi fluida hidrotermal, maupun temperatur pembentukannya.
Pengisian dapat terbentuk dari presipitasi leburan silikat (magma) juga dapat
terbentuk dari presipitasi fluida hidrotermal. Kriteria tekstur pengisian dapat dikenali dari
kenampakan:

Adanya vug atau cavities, sebagi rongga sisa karena pengisian yang tidak selesai

Kristal-kristal yang terbentuk pada pori terbuka pada umumnya cenderung


euhedral seperti kuarsa, fluorit, feldspar, galena,sfalerit, pirit, arsenopirit, dan
karbonat. Walupun demikian, mineral pirit, arsenopirit, dan karbonat juda dapat
terbentuk euhedral, walaupun pada tekstur penggantian.

Gambar 3.6 Foto kiri memperlihatkan kenampakan vuggy quartz,sedangkan foto kanan
memperlihatkan tekstur crustiform-colloform, sebagai penciri tekstur pengisian.

Adanya struktur zoning pada mineral, sebagai indikasi adanya proses pengisia,
seperti mineral andradit-grosularit. Struktur zoning pada mineral sulit dikenali
dengan pengamatan megaskopis.

Tekstur berlapis. Fuida akan sering akan membentuk kristal-kristal halus, mulai
dari dinding rongga, secara berulang-ulang, yang dikenal sebagai crustiform
atau colloform. Lapisan crustiform yang menyelimuti fragmen dikenal sebagai
tekstur cockade. Apabila terjadi pengintian kristal yang besar maka akan
36

terbentuk comb structure. Pada umumnya perlapisan yang dibentuk oleh


pengisian akan membentuk perlapisan yang simetri.

a)

b)

c)

e)

f)

h)

i)

Gambar 3.7. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur pengisian. A) Vuggy
atau rongga sisa pengisian, b). Kristal euhedral, c). Kristal zoning, d). Gradasi ukuran Kristal,
e).Tekstur crutiform, f). Tekstur cockade, g).Tekstur triangular, h).Comb structure,
i).Pelapisan simetris

Kenampakan tekstur berlapis juga dapat terbentuk karena proses penggantian


(oolitik, konkresi, pisolitik pada karbonat) atau proses evaporasi (banded

37

ironstone), tetapi sebagain besar tekstur berlapis terbentuk karena proses


pengisian.
Tekstur triangular terbentuk apabila fluida mengenap pada pori diantara fragmen
batuan yang terbreksikan. Kalau pengisian tidak penuh, akan mudah untuk
mengenalinya. Pada banyak kasus, fluida hidrotermal juga mengubah fragmen
batuan secarara menyeluruh. Problemnya apabila mineral hasil pengisian antar
fragmen sama dengan mineral hasil ubahan pada fragmen (contoh paling banyak
adalah silika pengisian dibarengi silika penggantian). Walau demikian, pada
tekstur pengisian umumnya memperlihatkan kenampakan berlapis (tekstur
cockade).
Untuk mengenali tekstur pengendapan, dibutuhkan pemahaman geologi terkait
dengan ditempat mana fokus kita diarahkan. Hal yang utama adalah memperkirakan
akses fluida dalam suatu batuan dinding yang terubah. Fluida akan bergerak melalui
daerah yang mempunyai permeabilitas yang besar yang biasanya sebagai ruang
terbuka. Dalam konteks ini dapat diartikan bahwa perhatian pada tekstur pengisian
sebaiknya difokuskan pada daerah yang mempunyai ubahan maksimum.
Daerah yang membentuk tekstur pengisian, pada umumnya cendrung membentuk
struktur urat (vein), urat halus (veinlets), stockwork, dan breksiasi.
3. 2.2 Tekstur replacement (penggantian)
Proses ubahan dibentuk oleh penggantian sebagian atau seluruhnya tubuh
mineral menjadi mineral baru. Karena pergerakan larutan selalu melewati pori, rekahan
atau rongga, maka tekstur penggantian selalu perpasangan dengan tekstur pengisian.
Oleh karena itu mineralogy pada tekstur penggantian relative sama dengan mineralogi
pada tekstur pengisian, akan tetapi mineralogy pengisian cenderung berukuran lebih
besar. Berikut beberapa contoh kenampakan tekstur ubahan.

Pseudomorf, walaupun secara komposisi sudah tergantikan menjadi mineral


baru, seringkali bentuk mineral asal masih belum terubah

Rim mineral pada bagian tepi mineral yang digantikan

Melebarnya urat dengan batas yang tidak tegas

Tidak adanya pergeseran urat yang saling berpotongan

38

Mineral pada kedua dinding rekahan tidak sama

Adanya mineral yang tumbuh secara tidak teratur pada batas mineral lain

Gambar 3.8 Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian


(Guilbert dan Park, 1986). Berturut-turut dari kiri:
Pseudomorf, bementit mengganti sebagian Kristal karbonat
Bornit mengganti pada bagian tepid an rekahan kalkopirit
Digenit yang mengganti kovelit dan kalkopirit, memperlihatkan lebar yang berbeda

ekahan

Gambar 3.9. Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian


(Guilbert dan Park, 1986). Berturut-turut dari arah kiri:
a) Urat kalkopirit yang saling memotong, tidak memperlihatkan pergesaran
b) Komposisi mineral yang tidak simetris pada dinding rekahan
c) Kenampakan tumbuh bersama yang tidak teratur pada bagian tepi mineral

3.2.3. Tekstur exolution (eksolusi)


Mineral-mineral yang terbentuk sebagai homogenous solid-solution, pada saat
temperatur mengalami penurunan, komponen terlarut akan memisahkan diri dari
komponen pelarut, membentuk tekstur exolution. Kenampakan komponen(mineral)

39

terlaut akan membentuk inklusi-inklusi halus pada mineral pelarutnya. Inklusi-inklusi ini
kadang teratur dan sejajar, kadang brlembar, kadang tidak teratur.

Gambar 3.10. Kanan: Memperlihatkan kenampakan foto mikroskopis tekstur penggantian


mineral kovelit pada bagian tepi mineral kalkopirit. Kiri: memperlihatkan kenampakan foto
mikroskopis tekstur exolution mineral kalkopirit pada tubuh sfalerit (perbesaran 40x. Lok.
Ciemas).

Gambar 3.11. Beberapa kenampakan khas tekstur exolution pada


mineral sulfide dan okksida (Evans, 1993).
a) Pemilahan mineral hematite dalam ilmenit
b) Exolution lembaran ilmenit dalam magnetit
c) Exolution butiran kalkopirit dalam sfalerit
d) Rim exolution pendlandit dari pirhotit

40

Adanya tekstur exolution menunjukkan adanya temperatur pembentukannya


yang relatit tinggi, sekitar 300-600C.
Tabel 5.1 Beberapa contoh tekstur exolution mineral kalkopirit-stannit-sfalerit
temperatur pembentukannya (Evans, 1993)
No.

Mineral

Temperatur (C)

Kalkopirit dan stannit dalam sfalerit

550

Sfalerit dalam kalkopirit

400

Stannit dalam kalkopirit

475

Sfalerit bdalam stannit

325

Kalkopirit dalam stannit

400-475

3.2.4. Paragenesa Mineral


Definisi dan batasan paragenesa mineral, antara ahli yang satu dengan
lainnya seringkali berbeda. Guilbert dan Park (1986) mengartikan paragenesa sebagai
himpunan mineral bijih, yang terbentuk pada kesetimbangan tertentu, yang melibatkan
komponen tertentu. Sedangkan beberapa penulis lain mengartikan paragenesa sebagai
urutan waktu relatif pengendapan mineral; berapa kali suatu pengendapan mineral telah
terbentuk (Park dan MacDiarmid, 1970; Taylor dkk., 1996). Kronologi pengendapan
mineral tersebut, oleh Guilbert dan Park (1986) disebut sebagai sikuen paragenesa.

Penulis mengartikan Paragenesa mineral sebagai kronologi pembentukan


mineral, yang dibagi menjadi beberapa stadia pembentukan.
Batasan stadia sendiri juga sering menghasilkan banyak tafsiran. Secara umum
dapat diartikan sebagai kumpulan mineral yang terbentuk atau diendapkan selama
aliran fluida berjalan menerus (Taylor, 1998). Jika suatu aliran fluida berhenti dan
kemudian terjadi aliran lain, maka dapat diartikan terdapat dua stadia. Secara ilmiah
tidak mungkin mengetahui atau membuktikan secara pasti adanya ketidak-menerusan
aliran fluida hidrotermal yang melewati suatu tempat. Dalam prakteknya pembagian
stadia dihitung dari berapa kali suatu batuan mengalami tektonik. Dengan anggapan

41

setiap rekahan hasil tektonik yang mengandung mineralisasi merupakan satu sikuen
waktu relatif.
Untuk dapat menyusun paragenesa mineral (bijih) pada suatu tempat, perlu
dilakukan

observasi

overprinting

pada

sejumlah

contoh

batuan.

Pengertian

overprinting dapat diartikan sebagai observasi tekstur pada sampel bijih untuk
mengetahui bahwa satu mineral terbentuk lebih awal atau lebih akhir dibanding mineral
lain. Observasi overprinting merupakan bagian dari proses untuk menyusun paragenesa
mineral yang merupakan dasar untuk mengetahui apa yang terjadi pada suatu sistem
hidrotermal.
3.2.5. Kriteria Overprinting
Secara teori kriteria overprinting cukup sederhana, akan tetapi relatif cukup
rumit dalam prakteknya. Pemahaman tekstur penggantian dan pengisian lebih dulu
harus dipahami. Secara umum ada beberapa kriteria, kriteria pertama adalah kriteria
yang paling mudah dipahami dan meyakinkan.
3.2.5.1 Kriteria Pertama (Confidence building)

Mineral Superimposition
Fluida

hidrotermal

mengendapkan

yang

mineral,

melewati
dimana

satu

rekahan
mineral

yang

terbuka,

menutup

yang

akan
lain,

membentuk sikuen pengisian (sequentian infill).


Tekstur pengisian memberikan informasi yang sangat berharga terkait
dengan sikuen pengendapan mineral. Dalam satu stadia pengendapan,
secara ideal mineral yang terbentuk paling awal akan ditumpangi atau
dilingkupi oleh pembentukan mineral berikutnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan observasi
overprinting dengan kriteria sikuen pengisian, diantaranya:
a) Pada rongga (cavity) yang tidak terisi seluruhnya, akan mudah untuk
mengetahui urutan sikuen pengendapannya. Tetapi apabila seluruh

42

rongga terisi penuh, kadang sedikit sulit untuk mengetahui mineral


mana yang terbentuk lebih dulu.
b) Pada urat yang membentuk perlapisan bagus, kadang terlihat suatu
kristal yang terisolasi yang tidak mengikuti perlapisan. Untuk kasus
tersebut, penyelesaian dengan hanya satu sampel akan ada banyak
kemungkinan yang bisa disimpulkan. Oleh karena itu harus dilakukan
pengamatan pada beberapa contoh lain, untuk mengetahui sikuen
yang sebenarnya dari kristal tersebut.
c) Rekahan atau rongga pada breksi akan diendapi mineral dalam
jangka waktu yang panjang. Tidak ada jaminan bahwa yang terlihat
sebagai satu ikuen lapisan mewakili satu stadia pengendapan. Pada
prinsispnya sangat sulit untuk menyusun overprinting dari suatu
lapisan/pengendapan yang menerus. Makin besar rongga makin
terbuka kesempatan untuk pengendapan berikutnya membentuk
lapisan yang menerus. Walaupun perekahan mungkin dapat terjadi
dan

memungkinkan

hadir

stadia

baru,

tetapi

kenyataannya

overprinting tidak mudah teramati (rongga lebih sulit untuk pecah)


d) Untuk kasus seperti poin c), perbedaan tekstur dan besar butir yang
mencolok, bisa digunakan untuk menduga adanya overprinting.
Bagian paling dalam dari suatu rongga (sikuen terakhir pengendapan)
biasanya sebagai kristal yang paling kasar. Sehingga jika terjadi
perubahan

ukuran

kristal

dari

kasar

ke

halus,

kemungkinan

merupakan stadia pengendapan yang berbeda.


e) Perbedaan temperatur pembentukan dari sangat tinggi ke rendah,
juga bisa mengindikasinkan adanya stadia yang berbeda.

Structural Superimposition

Urat-stockwork yang saling memotong

Breksiasi, fragmen yang termineralisasi awal di dalam komponen yang


mengalami mineralisasi baru

43

Cross-cutting veins-stockworks merupakan kriteria overprinting yang


paling jelas dan mudah menafsirkannya. Pada umumnya proses
perekahan akan mendukung terjadinya proses pengendapan mineral.
Pengendapan stadia kedua akan mengikuti perekahan stadia kedua, yang
terlihat memotong rekahan pertama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) Pada sistem yang didominasi oleh silika, urat-urat halus silika
yang tidak beraturan sering saling memotong. Apabila tidak
terlihat adanya pergeseran urat yang dipotong, akan sulit
untuk menentukan urat mana yang terbentuk lebih dulu.
b) Pada saat terjadi aliran fluida (sebelumnya sudah terbentuk
lapisan), bisa terjadi perekahan baru yang memotong dan
menggeser lapisan yang telah ada. Jadi dalam kenyataan yang
kita lihat (dari tekstur cross-cutting) terdapat dua stadia,
walaupun dua-duanya dibentuk dari fluida yang mengalir
kontinyu.
3.2.5.2 Kriteria Kedua (Suspicion arousing)
Struktur apapun yang telah mengalami mineralisasi, cenderung mengalami
reaktivasi selama batuan kembali mengalami perekahan. Sesar, urat, zona breksiasi
cenderung membentuk bagian yang relatif lemah, mudah rekah, sehingga fluida akan
mudah melewatinya. Sehingga sangat umum bahwa rangkaian mineralisasi berikutnya
akan berada pada bagian yang sama dari mineralisasi berikutnya, membentuk
multistadia overprinting. Situasi seperti ini akan dicirikan oleh:

Ketidaksinkronan antara alterasi dan mineralisasi (proporsinya tidak umum)


a) Suatu urat halus yang memotong zona ubahan yang luas
b) Urat di dalam suatu batuan yang membentuk zona ubahan yang tidak
simetri
c) Sikuen pengisian pada urat yang tidak simetri. Walaupun lapisan pada
proses pengisian tidak harus simetri, tetapi adanya perbedaan lapisan
pada satu sisi perlu dicurigai

44

Konfigurasi alterasi yang tidak konsisten


Sangat umum terjadi, bahwa suatu zona alterasi meng-overprint alterasi
yang telah ada sebelumnya. Jika pada suatu tempat, alterasi kedua
mengubah seluruh hasil alterasi pertama, sedang ditempat lain alterasi kedua
hanya mengubah sebagian alterasi pertama, maka akan terlihat adanya
perbedaan zona alterasi. Sehingga, kalau berjalan dari host rock ke arah
zona urat, akan dijumpai perbedaan zona alterasi di beberapa bagian.

Alterasi pada batuan yang telah teralterasi


Sangat umum terjadi bahwa hasil alterasi masih memperlihatkan tekstur
batuan yang telah teralterasi sebelumnya. Mineral alterasi awal sering diganti
sebagian oleh mineral alterasi berikutnya.

3.2.5.3 Kriteria Ketiga (Indirect Overprinting)


Pada banyak contoh inti bor, atau contoh batuan yang di-slab, sering
memperlihatkan

urat-urat

halus

yang

terpisah

dengan

himpunan

mineral

ubahan/pengisian yang satu sama lain sangat berbeda. Kehadiran dua atau lebih
himpunan mineral pada tempat yang berbeda, menunjukkan adanya dua atau lebih
stadia mineralisasi, tetapi sulit mengetahui mana yang lebih dulu terbentuk.
Perbedaan kristal yang mencolok pada sikuen pengisian juga dapat dijadikan
indikasi adanya stadia yang berbeda, setidaknya ada perbedaan atau perubahan kondisi
kimia dan fisik.
3.2.5.4 Kriteria ke-empat (Indirect overprinting-temperature inference)
Sebagian besar sikuen paragenetik memperlihatkan kecenderungan adanya
penurunan temperatur. Stadia awal umumnya terbentuk pada temperatur yang relatif
lebih tinggi. Himpunan mineral yang mengandung biotit secara normal terbentuk pada
temperatur lebih tinggi dengan himpunan yang mengandung mineral lempung. Bukan
berarti apabila didapati asosiasi biotit dengan mineral lempung dapat diartikan bahwa
biotit terbentuk lebih dulu dibanding mineral lempung. Tetapi paling tidak kriteria

45

temperatur dapat digunakan untuk membantu memilahkan stadia satu dengan lainnya
(lihat tabel kisaran temperatur).
Tabel 5.2. Contoh tabel paragenesa mineral
PENGAMATAN

STADIA 1

STADIA 2

STADIA 3

breksiasi,

urat

STADIA 4

Mineral ubahan
epidot
serisit
kalsit
Mineralisasi
(sulfida,oksida)
magnetit
pirit
kalkopirit
Tipe struktur

urat

.
.

Indikasi temperatur

..

..

Lain-lain

..

46

Tabel 5.3 Kisaran temperatur mineral-mineral ubahan hidrotermal yang penting (sebagian besar
berdasarkan kisaran yang dibuat oleh Kingston Morrison, 1995; (*) oleh Edwards, 1965 ).

Kisaran temperatur ( C )
0
Alterasi
(mineral sekunder)
Kuarsa
Serisit/Muskovit
Mineral lempung
Klorit
Epidot
Kalsit/Karbonat
Pirofilit
Sfen
Aktinolit
Anhidrit
Albit
Biotit
Adularia
Mineralisasi
(sulfida dan oksida)
Pirit
Kalkopirit (kp)
Magnetit
Spalerit (sp)
Galena
Bornit (bo)
Kovelit (ko)
Digenit
Arsenopirit
Kalkosit (ks)
Hematit
Emas
Elektrum
Perak
Kp dalam Sp
Ko dalam Ks (*)
Bo eksolusi (*)
Ko eksolusi

100

200

300

47

BAB 4
KLASIFIKASI ENDAPAN MINERAL

4.1 Perkembangan konsep dan klasifikasi endapan mineral


Pada kenyataannya tidak mudah membuat pengelompokan atau klasifikasi
endapan mineral. Terdapat klasifikasi yang didasarkan pada genesanya, ada juga
klasifikasi secara diskriptif, misal berdasarkan komoditi logamnya, atau berdasarkan
batuan yang ditempatinya (host rocks-nya). Sebenarnya klasifikasi secara diskriptif
berdasarkan komoditi logamnya relatif mudah untuk dipahami. Tetapi pada para ahli
geologi tidak menggunakan klasifikasi tersebut, karena berbagai alasan, diantaranya
tersebarnya banyak unsure logam pada beragam tatanan geologinya dan pembagian
ini mungkin dirasa kurang ilmiah.
Pengelompokan yang sering digunakan oleh para ahli geologi, umumnya
berdasarkan pada bentuk endapannya, wall rocknya, atau control strukturnya.
Sebagai contoh Bateman (1950) dalam bukunya Economic Mineral Deposit
mengelompokkan bijih berdasarkan control strukturnya, diantaranya bijih yang
terbentuk pada sesar, pada lipatan, pada kontak batuan beku, diseminasi dan lain
sebagainya. Masalahnya terdapat juga bijih yang terbentuk pada lipatan yang
tersesarkan, atau diseminasi sepanjang kontak batuan beku. Sehubungan dengan
munculnya teori tektonik lempeng yang dapat menjelaskan proses magmatisme dan
keberadaan endapan bijih, maka klasifikasi secara genetic makin sering digunakan.
Tokoh penting yang memulai membangun konsep dan klasifikasi endapan
mineral adalah Waldemar Lindgren (1860-1939). Lindgren (1911) secara garis besar
membagi endapan mineral menjadi dua macam yaitu
a). endapan oleh proses mekanik dan
b). endapan oleh proses kimiawi (Tabel 3.1).
Endapan yang disebabkan oleh proses kimiawi, karena naiknya air magmatik,
dibagi menjadi 3, berturut-turut dari bagian yang paling dalam adalah: Endapan
hipotermal, Endapan Mesotermal, dan Endapan epitermal (Tabel 1).
Endapan hipotermal terbentuk pada wilayah yang cukup dalam pada
temperature yang relative panas, endapan epitermal merupakan endapan yang
terbentuk di dekat permukaan, dengan kondisi temperature yang rendah. Sedangkan
endapan Mesotermal terbentuk pada kedalaman dan temperature diantara endapan
49

Mesitermal dan hipotermal. Dalam klasifikasi ini belum muncul istilah hidrotermal,
tetapi hanya disebut dengan istilah karena naiknya air, berhubungan dengan
aktivitas batuan beku.
Tabel 4.1. Klasifikasi Lindgren (1911)
I. ENDAPAN OLEH PROSES MEKANIK
I. ENDAPAN OLEH PROSES KIMIAWI
0-70 C

Oleh reaksi
A

P menengah-tinggi

Evaporasi
1. KONSENTRASI KOMPONEN YANG BERASAL DARI TUBUH BATUAN SENDIRI
a. Oleh pelapukan

0-100 C

P menengah

b. Oleh air tanah

0-100 C

P menengah

c. Oleh metamorfosa

0-400 C

P tinggi

0-100 C

p menengah

2. PENAMBAHAN KOMPONEN DARI LUAR


a. TANPA AKTIVITAS BATUAN BEKU
B

b. BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS BATUAN BEKU


1) KARENA NAIKNYA AIR
Hypothermal

500-600 C

P tinggi

Mesothermal

150-300 C

P tinggi

Epitermal

50-150 C

P menengah

2). OLEH EMANASI LANGSUNG BATUAN BEKU

Pyrometasomatic

500-800 C

P tinggi

Sublimates

100-600 C

P rendah-menengah

Endapan magmatik

700-1500 C

P tinggi

Pegmatik

575 C

P tinggi

A. Di dalam tubuh air

B. Di dalam tubuh batuan

C. Endapan magmatik

Tabel 4.2 Ciri-ciri umum endapan Hipotermal (Lingren 1933)


Kedalaman
Temperatur
Pembentukan

Zona bijih

Logam bijih
Mineral bijih
Mineral
penyerta
(gangue)
Ubahan batu samping
Tekstur dan struktur
Zonasi

3000- 15000 m
300-600
Pada atau dekat batuan plutonik asam.Pada umumnya pada
batuan prakambrium, jarang pada batuan muda.Sering ditemukan
pada sesar naik
Fracture-filling dan replacement, tubuh bijih umumnya tidak
beraturan, kadang tabular. Kadang terdapat ore disseminated
pada batuan samping
Au, Sn, Mo,W,Cu,Pb,Zn,As
Magnetit, spekularit, pirhotit, kasiterit, arsenopirit, molibdenit,
bornit, kalkopirit, wolframit, scheelite, pirit,galena, sfalerit-Fe.
Garnet, plagioklas,biotit, muskovit, topas, tormalin, epidot, kuarsa,
kloorit-fe, karbonat
Albitisasi, tourmalinisasi, kloritisasi, seritisasi pada batuan silikaan
Kristal kasar, kadang berlapis, inklusi fluida hadir pada kuarsa
Tekstur dan mineralogy makin kedalam berubah secara gradual,
Au telurida kadang hadir sebagai bonanza.
50

Tabel 4.3 Ciri-ciri umum endapan Mesotermal (Lingren 1933)


Kedalaman
Temperatur
Pembentukan

Zona bijih

Logam bijih
Mineral bijih

Mineral
penyerta
(gangue)
Ubahan batu samping
Tekstur dan struktur
Zonasi

1200-4500 m
200-300
Umumnya pada atau di dekat batuan beku intrusive. Mungkin
berasosiasi dengan rekahan tektonik regional. Umum pada sesar
normal maupun sesar naik
Sebagai endapan replacement yang luas dan fracture-infilling.
Batas tubuh bijih bergradasi dari massif ke diseminasi.Seing
membentuk bijih tabular, stockwork, pipa, saddle-reefs, beddingsurface. Strike dan dip Fissure agak teratur.
Au,Ag,Cu,As,Pb,Zn,Ni,Co,W,Mo,U, dll
Native Au, Ag, kalkopirit, bornit, pirit, sfalerit, galena enargit,
kalkosit, bournonite, argentite, pitchblende, niccolite,cobaltite,
tetrahedritesulphosalt,
Mineral temperature tinggi jarang (garnet, tourmaline, topas dll),
albit, kuarsa serisit, klorit, karbonat, siderite, epidot, monmorilonit.
Kloritisasi intens, karbonisasi atau seritisasi.
Kristal lebih halus dibamding hipotermal, pirit jika hadir sangat
halus, lensa yang besar bisanya massif.
Gradual, secara pasti terjadi perubahan mineralogy kearah
kedalaman

Tabel 4.4 Ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren 1933)


Kedalaman
Temperatur
Pembentukan

Zona bijih

Logam bijih
Mineral bijih

Mineral
(gangue)

penyerta

Ubahan batu samping


Tekstur dan struktur

Zonasi

Niggli

Permukaan hingga 1500 m


50-200
Pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang
berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau
ekstrusiv, biasanya disertai oleh sesar turun, kekar dsb.
urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, juga seringkali terdapat pada
pipa dan stockwork.
Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian)
Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi
Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite,
stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite, selenides,
tellurides
kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite,
zeolit
sering sedikit, chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi
Crustification (banding) sangat umum, sering sebagai fine banding,
cockade, vugs, urat terbreksikan. Ukuran butir(kristal) sangat
bervariasi
Makin ke dalam akin tidak beraturan, seringkali kisaran vertikalnya
sangat kecil.

(1929)

menyampaikan

konsep

pengelompokan

mineral,

menggabungkan konsep stadia magmatisme dengan jenis-jenis komoditi logamnya.


Kelompok pertama adalah endapan endapan yang terkait dengan batuan plutonik,
51

yang

kemudian

dibagi

menjadi

Kelompok

Orthomagmatik,

Kelompok

Pneumatolitik-Pegmatik, dan kelompok Hidrotermal. Kelompok Othomagmatic


dibagia Kelompok Intan-Platinum-kromium dan Kelompok Titanium-besi-nikeltembaga. Kelompok Pneumatolitik dibagi menjadi Logam berat-alkanine earthsfosforus-titanium,

kelompok

Silikon-alkali-fluorin-boron-tin-molibdenum-tungsten,

dan Kelompok Tourmalin-kuarsa. Demikian halnya dengan Kelompok lain seperti


hidrotermal dan volkanik, akan dibagi lagi menjadi kelompok komoditi logam (Tabel
2). Setelah banyak dilakukan eksplorasi dan eksploitasi endapan mineral di banyak
tempat di dunia, diketahui ada banyak jenis komoditi logam seperti emas yang
didapatkan pada beberapa kelompok. Sehingga penggolongan ini menjadi kurang
relevan lagi.

Tabel 4.5. Klasifikasi endapan bijih Niggli (1929)


I. PLUTONIK ATAU INTRUSIV
A. Orthomagmatic
1. Intan, platinum-kromium
2. Titanium-besi-nikel-tembaga
B. Pneumatolytic sampai pegmatitic
1. Logam berat, alkaline earths, fosforus-titanium
2.Silikon-alkali-fluorin-boron-tin-molibdenum-tungsten
3Tormalin-asosiasi kuarsa
C. Hydrothermal
1. Besi-tembaga-emas-arsenik
2. Lead-Zinc-silver
3. Nikel-kobal-arsenik-perak
4. Karbonat-oksida-sulfat-fluorida
I. VOLKANIK ATAU EKSTRUSIV
A. Tin-perak-bismut
B. Logam-logam berat
C. Emas-peral
D. Antimoni-merkuri
E. Tembaga murni (native)
F. Endapan subaquatic-volcanic and biochemical

Pengertian Pneumatolitik yang disampaikan Niggli (1929) adalah stadia


magmatisme yang didominasi oleh fase gas, sedangkan hidrotermal didominasi oleh
fase cair. Pada klasifikasi ini telah muncul istilah hidrotermal, yang dibagi menjadi
empat golongan komoditi logam. Niggli (1929) tidak membagi hidrotemla menjadi
hipotermal, mesotermal, dan epitermal. Pada kenyataannya sulit dibedakan
kenampakan hasil ubahan atau endapan mineral yang disebabkan oleh proses
pneumatolitik

dengan

hidrotermal.

Belakangan,

para

ahli

geologi

banyak

menggunakan istilah fluida hidrotermal (hydrothermal fluid) untuk mewakili


baik fase gas pneumatolitik maupun fase cair hidrotermal.
52

Graton (1933) mengusulkan istilah teletermal, untuk endapan mineral pada


daerah dangkal, yang terbentuk jauh dari sumbernya (T dan P rendah). Sedangkan
Buddington (1935), mengenalkan istilah xenotermal, untuk endapan pada daerah
dangkal tetapi terbentuk pada temperatur tinggi (T tinggi P rendah). Hal ini
disebabkan oleh adanya intrusi pluton didekat permukaan.

Tabel 4.6. Klasifikasi Lindgren (1933) yang dimodifikasi oleh Graton (1933) dan Buddington
(1935)

I. ENDAPAN YANG DIHASILKAN OLEH PROSES KIMIAWI

700-1500 C

P sangat tinggi

T sedang-tinggi

P sangat tinggi

100-600 C

P atmosfer-menengah

100-600 C

P atmosfer

500-800 C

P sangat tinggi

Hypothermal, sangat dalam

300-500 C

P sangat tinggi

Mesothermal, kedalaman sedang

200-300 C

P tinggi

Epitermal, dangkal

50-200 C

P menengah

Telethermal, dekat permukaan, saluran

T rendah

P rendah

Xenothermal, dangkal

T tinggi-rendah

P sedang-atmosfer

Endapan magmatik (proper/komplit, segregasi ,


injeksi, )
Pegmatik
KOMPONEN EPIGENETIK
KARENA ERUPSI BATUAN BEKU

Volkanogenik subaerial asosiasi dengan


volcanic piles
Dari tubuh efusif, sublimasi, fumarola
Dari tubuh intrusi; endapan metamorfik batuan
beku
KARENA NAIKNYA AIR MAGMATIK

KARENA SIRKULASI AIR METEORIK DI ZONE DANGKAL-MENENGAH

T 100 C

P menengah

KOMPONEN TERKANDUNG DALAM BATUAN ITU SENDIRI, EPIGENETIK ATAU SINGENETIK

Metamorfosa regional dan dinamik

400 C

P tinggi

Sirkulasi air tanah bagian dalam

0-100 C

P menengah

Peluruhan batuan dan residu pelapukan dekat


permukaan
Volcanogenic berasoiasi volkanisme

0-100 C

P menengah-atmosfer

T tinggi

P rendah-menengah

Interaksi banyak larutan

0-70 C

P menengah

T rendah

P
rendah,
permukaan

a. Reaksi inorganik
b. Reaksi organik

Evaporasi zat terlarut

II. ENDAPAN YANG DIHASILKAN OLEH PROSES


MEKANIK
A. Di dalam magma, oleh proses diferensiasi
tubuh air

B. Di dalam tubuh batuan

di

C. Di dalam

53

Tabel 4.7 Ciri-ciri umum endapan teletermal (Graton, 1933 dari Evans , 1993)
Kedalaman
Temperatur
Pembentukan

Dekat permukaan
100
Pada batuan sedimen, lava. Sering terbentuk pada wilayah yang
tidak ditemukan batuan plutonik
Dalam rekahan terbuka, cavities, kekar, fissure. Tidak ditemukan
replacement.
Pb,Zn,Cd,Ge
Galena(miskin Ag), sfalerit (miskin Fe, mungkin kaya Cd),
markasit, pirit, Cinabar
Kalsir, dolomite miskin Fe, dll

Zona bijih
Logam bijih
Mineral bijih
Mineral
penyerta
(gangue)
Ubahan batu samping
Tekstur dan struktur
Zonasi

Dolomitisasi, chertification
Seperti epitermal
-

Stantan (1972) membuat klasifikasi endapan bijih didasrkan pada asosiasi


batuan sampingnya (host rock), baik pada batuan beku, sedimen hingga metamorf.
Pengelompokkan tersebut meliputi:
1. Bijih pada batuan beku

Bijih berasosiasi dengan mafik dan ultramafik

Bijih berasosiasi dengan felsik

2. Bijih yang berafiliasi batuan sedimen

Konsentrasi bijih besi

Konsentrasi bijih mangan

Strata-bound

3. Stratiform sulpide yang berasosiasi dengan volkanik laut


4. Bijih berasosiasi dengan urat
5. Bijih berasosiasi dengan batuan metamorf
Berapa ahli geologi melakukan pengelompokan endapan bijih didasarkan
pada lingkungan tektoniknya, diantaranya yang telah dilakukan Mitchell dan Garson
(1981), yang membagi endapan bijih menjadi:
1. Endapan di Continental Hot Spots, Rifts dan Aulacogens
2. Endapan pada Passive Continental Margins dan Interior Basins
3. Endapan pada lingkungan Oceanic
4. Endapan pada lingkungan subduksi
5. Endapan pada lingkungan yang terkait dengan collision
6. Endapan pada Transform Faults dan lineamentnya pada Continental

54

Tabel 4.8. Klasifikasi endapan bijih Lindgren, di modifikasi tahun 1985

I. ENDAPAN YANG DIHASILKAN OLEH PROSES KIMIAWI


Segregasi magmatik, injeksi, intrusi mafik berlapis
700-1500 C

P sangat tinggi

Endapan logam dasar porphyry in part

T sedang

P sedang

Pegmatik

T
sedangtinggi

P tinggi

100-1200 C

P atmosfer-menengah

100-600 C

P atmosfer

200-800 C

P menengah

Karbonatit, kimberlit
Anortosit, gabro

KOMPONEN EPIGENETIK
KARENA ERUPSI BATUAN BEKU

Volkanogenik subaerial asosiasi dengan


volcanic piles
Sublimasi, fumarola
KARENA NAIKNYA LARUTAN HIDROTERMAL

Logam dasar porfir


Urat Cordilleran

dangkal-menengah

Batuan metamorfik

300-800 C

P rendah-menengah

Epitermal

50-300 C

P rendah,
dangkal-menengah

KARENA REMOBILISASI LARUTAN, SIRKULASI AIR METEORIK

Mississipi Valley

25-200 C

P rendah

Western state uranium

25-75 C

P rendah

25-350 C

P rendah

KARENA SIRKULASI AIR LAUT

Endapan-endapan
samodra,smokers, red Sea
Volcanic exhalites in part

kerak

KOMPONEN TERKANDUNG DALAM BATUAN ITU SENDIRI, EPIGENETIK ATAU SINGENETIK

Metamorfosa regional dan dinamik


Sirkulasi air tanah bagian dalam; contoh:
Athabasca uranium
Peluruhan batuan dan residu pelapukan dekat
permukaan
Volcanogenic asoiasi volkanisme, endapan kerak
samodra. a. Massive sulfide-Cyprus
b. Manganese-nickel-copper nodules
Volcanogenic asosiasi sedimen
a. Black shale hosted?
Interaksi banyak larutan
a. Reaksi inorganik
b. Reaksi organik
Evaporasi
Sedimentasi kimiawi , a. Logam dasar
b. Fosfat

25-600 C

P tinggi

0-150 C

P menengah

25-50 C

P atmosfer

25-350 C

P hydrospheric

25-75 C

P hydrospheric

0-70 C

P menengah

25-75 C

P atmosfir

25-75 C

P rendah

II. ENDAPAN YANG DIHASILKAN OLEH PROSES T rendah


MEKANIK
III. ENDAPAN YANG DIHASILKAN OLEH PENGARUH METEORIT

P rendah, di permukaan

55

Sejalan dengan berkembangnya konsep tektonik lempeng pada dasa warsa


60-70an, beberapa istilah yang dikemukakan oleh Lindgren, Graton, dan Buddington,
Guilbert dan Pak, jarang digunakan. Variasi endapan magmatic makin bervariasi,.
Istilah epitermal, sampai sekarang ini masih digunakan, walaupun pengertiannya
sudah mengalami modifikasi dari konsep aslinya, yang disampaikan oleh Lindgren
(1911). Istilah mesotermal, kadang masih digunakan, terutama untuk kategori
endapan epitermal, tetapi menunjukkan temperature pembentukan yang tinggi,
sedangkan istilah hipotermal, teletermal, maupun xenotermal, jarang digunakan lagi.
stilah-istilah yang banyak digunakan dalam eksplorasi endapan mineral adalah
klasifikasi yang didasarkan pada pembentukan serta tatanan geologinya, seperti
endapan logam dasar porifir, urat Cordilleran, Mississipi Valey dan sebagainya.
Secara Genetik, endapan mineral dibagi menjadi endapan yang disebabkan
oleh proses magmatik, proses hidrotermal, proses metamorfisme, serta prosesproses dipermukaan. Endapan magmatik , dibagi menjadi endapan yang disebabkan
proses gravitational settling, liquid immisvibility, maupun pegmatik. Endapan
hidrotemal meliputi endapan porfir (porphyry deposit), endapan greisen, massive
sulphide deposit, skarn, epitermal (low sulphidation dan high sulphidation) dll.
Endapan skarn kadang juga digolongkan sebagai endapan metamorfik. Sedangkan
endapan-endapan permukaan meliputi endapan palcer, endapan evaporasi, endapan
residual laterit, endapan supergen, maupun endapan volkanik-exhalative. Proses
pembentukan bijih logam secara umum dapat di bagi menjadi empat kelompak, yaitu
proses magmatik, proses hidrotermal, proses metamorfik dan proses permukaasn
(disarikan dari Hutchison, 1983, Evans 1993)
a. Proses Magmatik
Mineral-mineral bijih seperti magnetit, ilmenit, kromit terbentuk pada fase
awal diferensiasi magma, bersamaan dengan pembentukan mineral olivine, piroksen,
Ca-Plagioklas. Semua mineral bijih yang terbentuk pada fase ini disebut sebagai
endapan magmatik. Beberapa proses pada fase magmatisme diantaranya
meliputi:
a. Proses kristalisasi (diseminasi), intan (C ) pada kimberlit
b. Proses segregasi (kumulat, gravity settling):

kromit (Cr), magnetit

(Fe), platinum (Pt)


c. Liquid immiscibility : : Cu-Ni sulfide, Fe-Ti Oksida
d. Pegmatik : Fe, Sn
56

Di Indonesia endapan-endapan bijih yang disebabkan oleh proses magmatik,


sampai sekarang belum menunjukksan nilai ekonomi yang signifikan. Konsentrasi
bijih besi (Fe) atau nikel (Ni) lebih disebabkasn oleh proses pelapukan, baik kimiawi
maupun fisik, membentuk endapan residusal atau placer.
b.Proses hidrotermal
Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50
sampai >500C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang
bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua
komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal
menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan
cenderung menyesuasikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan
mineral yang sesuasi dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi
(ubahan) hidrotermal. Endapan bijih hidrotermal terbentuk karena sirkulasi
fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan
mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik maupun
kimiawi (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang
dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral
primer menjadi mineral ubahan (alteration minerals.
Semua mineral bijih yang terbentuk sebagai mineral ubahan pada fase ini
disebut sebagai endapan hidrotermal. Endapan hidrotermal dapat dibagai menjadi
beberapa kelompak, yaitu:
a. Berhubungan dengan batuan beku
1.

Porfiri : Cu, Au, Mo . Contoh di Grasberg, Batuhijau

2.

Skarn : Cu,Au,Fe. Contoh Ertzberg complex

3.

Greisen : Sn, W. Contoh di P.Bangka

4.

Epitermal (low and high sulphidation type, Carlyn type) : Au,


Cu, Ag, Pb. Contoh di Pongkor, M.Muro

5.

Massive Sulphide Volcanogenic : Au, Pb, Zn. Contoh Wetar

b. Tidak berhubungan dengan batuan beku


5.

Lateral secretion (Missisippi valley type) : Au,Pb,Zn

57

Gambar 4.1. Diagram proses magmatisme-hidrotermal-vulkanisme, kaitannya dengan


mineralisasi bijih logam

Greisen didefinisikan agregat granoblasti dari kuarsa dan muskovit (atau


lipidolit) dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, tourmalin, dan fluorit
yang dibentuk oleh ubahan metasomatik post-magmatik granit (Best 1982, Stemprok
1987 dalam Evans 1993). Greisen adalah tipe endapan penghasil utama logam timah
dan tungsten, umumnya salah satu unsur hadir lebih dominan. Endapan tersebut
umumnya di bentuk pada kontak bagian atas dari intrusi granit, yang kadang disertai
oleh pembentukan stockwork. Mineraliasi umumnya sebagai tubuh besar yang tak
beraturan atau sebagai lembaran di bawah kontak bagian atas dengan lebar sekitar
10-100 m, yang bergradasi melalui zona ubahan felspatik (albitisasi dan
mikroklinisasi) ke arah granit segar (Pollard dkk., 1988 dalam Evans,1993).
Endapan bijih epitermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan
hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif
rendah, berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-aerial, sebagian
besar endapannya dijumpai di dalam batuan volkanik (beku dan klastik). Endapan
epitermal berdasarkan karakter fluidanya dibagai menjadi epitermal sulfidasi rendah
58

dan epitermal sulfidasi tinggi Pada kenyataannya tidak mudah untuk membatasi ciriciri endapan yang termasuk bahagian epitermal dari sistem hidrotermal lainnya.
Seringkali kita mendapati kenampakan endapan, baik mineralogi maupun teksturnya
merupakan gradasi dari endapan epitermal dengan endapan hidrotermal lain.
Endapan sulfida masif sering berasosiasi dengan batuan-batuan pelite sampai
semipelite atau berasosiasi dengan endapan volkanik bawah laut . Endapan yang
berasosiasi dengan volkanik sering dikenal sebagai endapan sulfida vulkanogenik,
yang terutama banyak mengandung tembaga dan timah maupun emas dan perak
sebagai

by-product.

Sawkind(l

976)

membagi

endapan

massive

sulphide

volcanogenic menjadi tipe Kuroko, tipe Cyprus, tipe Besshi, dan tipe Sullivan.
C. Proses metamorfisme-hidrotermal
Suatu tubuh batuan yang diterobos magma (batuan beku) umumnya akan
mengalami rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, penggantian (replacement), pada
bagian kontaknya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya panas dan fluida yang
berasal

dari

aktifitas

magma

tersebut.

Istilah

metamorfosa

kontak

dan

metasomatosa kontak sangat terkait dengan proses-proses di atas.


Metamorfosa dan metasomatosa kontak yang melibatkan batuan samping
terutama batuan karbonat seringkali menghasilkan skarn dan endapan skarn. Dalam
proses ini berbagai macam fluida seperti magmatik, metamorfik, serta meteorik ikut
terlibat. Fluida yang mengandung bijih ini sering tercebak dan terakumulasi antara
tubuh pluton dan sesar-sesar disekitar pluton dengan batuan

disekitarnya.

Walaupun sebagian besar skarn ditemukan pada batuan karbonat, tetapi juga dapat
terbentuk pada jenis batuan lainnya, seperti serpih, batupasir maupun batuan beku.
a. Kontak pirometasomatik (skarn): Cu, Au, Fe
b. Metamorfosa menyebabkan bijih terkonsentrasi : Au
Kata "skarn" pertama kali digunakan di pertambangan Swedia untuk sebuah
material gangue kalk-silikat yang kaya akan bijih-Fe dan endapan-endapan sulfida
terutama yang telah me-replace kalsit dan dolomit pada batuan karbonat.
Klasifikasi skarn pada umumnya banyak mempertimbangkan tipe batuan dan
asosiasi mineral dari batuan yang di-replace.. Pengertian endo-skarn dan exo-

skarn mengacu pada skarnifikasi batuan beku dan batugamping yang terkait. Endoskarn adalah proses skarnifikasi yang terjadi pada batuan beku, sedangkan exoskarn

adalah

skarnifikasi

pada

batugampiong

sekitar

batuan

beku.

Pada

kenyataannya sebagian besar bijih skarn hadir sebagai exo-skarn.


59

Tabel 4.9. Karakteristik berbagai tipe endapan bahan galian logam

Tipe ubahan

ENDAPAN
MAGMATIK
MAGMATIK
Basaltik-Ultra
basa
Basaltik-ultra
basa
-

Mineral ubahan

Topas, kuarsa,
muskovit,turmalin

Mineral bijih
utama

Kromit,
pendlandit,
magnetit
Cr, Ni, Pt
Diseminasi,
berlapis
Kristalisasi
langsung dari
magma

Kasiterit,wolframit,sc
heelite

Intrusi
Host rocks

Komoditi logam
Tekstur utama
Keterangan lain

ENDAPAN HIDROTERMAL
GREISEN
Pluton granitik
Pluton granitik
greisen

Sn,W
Diseminasi,
stockwork

PORFIRI
Sub vulkanik
granitik-andesitik
Garanitik-andesitik

SKARN
Sub vulkanik granitikandesitik
karbonat

EPITERMAL H.S.
Andesitik

EPITERMAL L.S
andesitik

M.S.V.
Dasitik/granitik

Vulkanik, sedimen

Vulkanik, sedimen

Vulkanik dasitik

Potasik, filik,
argillic,,profilitikan
vanced argillic
Biotit,
KF,kuarsa,serisit,pir
it,ilit,epidot,klorit,kal
sitkaolinit,alunit
Bornit, kalkosit
kalkopirit,
molibdenit
Cu, Mo, Au, Sn, W
Diseminasistockwork, urat
Zona ubahan
umumnya
konsentris, tonase
besar dg kadar
rendah

Potasik,skarn,profiliti
k

advanced argillic
,Profilitik, argillic

Silisik,internedietarg
illic

Garnet,diopsit,magne
tit,wolastonit,tremolit,
biotit, klorit

Kaolinit,alunit,
diaspor.pirofilit, ilit

Filik, argillic,
profilitik anvanced
argillic
Serisit,ilit,klorit,
epidot, kalsit,
adularia kaolinit

Bornit, kalkosit
kalkopirit, molibdenit

Enargir, luzonit,
tenantit

Sfalerit, galena,
kalkopirit

Sfalerit,galena,
kalkopirit

Cu, Mo, Au, Sn, W


Diseminasistockwork, urat
Zona ubahan
umumnya konsentris,
tonase besar dg
kadar rendah

Au, Cu,Ag
Diseminasireplacement masif
Equivalen dg sistem
gunung api aktif

Au, Ag
Urat, stockwork

Zn, Pb, Cu Au, As


Masif, berlapis

Equivalen dengan
geotermal aktif

Berasosiasi dengan
vulkanisme bawah
laut

Barit, gipsum,
anhidrit,ilit,kuarsa

60

d.Proses-proses di permukaan
Endapan permukaan merupakan endapan-endapan bijih yang terbentuk relatif di
permukaan, yang dipengaruhi oleh pelapukan dan pergerakan air tanah. Telah dikenal
secara luas, bahwa endapan (sedimen} permukaan dibagi menjadi endapan alohton
(allochthonous) dan endapan autohton (autochthonous). Endapan alohton merupakan
endapan yang ditransport dari tempat lain (dari luar lingkungan pengendapan),
sedangkan endapan autohton adalah endapan yang terbentuk secara insitu.
Endapan alohton yang terkait dengan bijih atau secara ekonomi sering disebut
sebagai endapan placer. Sedangkan endapan autohton yang terkait dengan bijih biasa
dikenal sebagai endapan residual dan endapan presipitasi kimia atau evaporasi.
Sedangkan

pengkayaan supergen (supergen enrichment) walaupun tidak

terbentuk di dekat permukaan, tetapi pembentukannnya terkait dengan proses-proses di


permukaan.
Endapan Placer
Endapan placer secara umum dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu endapan

placer eluvial, endapan placer colluvial, endapan placer aluvial, dan endapan
placer aeolian (Macdonald, 1983 dalam Evans ,1993). Secara tradisional juga sering
digunakan istilah endapan placer residual, untuk endapan yang terbentuk dan
berada di atas batuan sumbernya. Endapan ini umumnya terbentuk pada daerah yang
mempunyai morfologi yang relatif datar. Penggunaan istilah endapan placer colluvial
tidak begitu populer, beberapa penulis menyebut endapan ini terbentuk di dasar suatu
tebing (cliff) dan sering diartikan sama dengan endapan talus. Endapan placer eluvial
umumnya terbentuk pada daerah yang memiliki morfologi bergelombang. Mineralmineral berat akan terkonsentrasi di lereng-lereng dekat batuan sumber.Komoditi
penting yang terbentuk sebagai endapan placer adalah emas (Au), platina (Pt)

dan

Timah (Sn).
Endapan residual
Endapan-endapan placer, seperti yang telah dibahas di atas terbentuk dari material
yang terlepas dari batuan sumbernya baik secara mekanik maupun kimiawi. Seringkali
material atau unsur yang tertinggal oleh karena proses tersebut

mempunyai nilai

61

ekonomi yang tinggi. Endapan-endapan sisa tersebut dikenal sebagai endapan

residual. Untuk dapat terjadi endapan residual, pelapukan kimia yang intensif terutama
untuk daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sangat diperlukan. Dalam kondisi
tersebut sebagian besar batuan akan menghasilkan soil yang kehilangan materialmaterial yang mudah larut. Soil seperti ini dikenal sebagai laterit (laterites). Besi (Fe)
dan aluminium (Al) hidroksid adalah sebagaian dari material yang paling tidak mudah
larut, dan laterit umumnya mengandung material ini.
Laterit yang sebagian besar mengandung aluminium hidroksid disebut sebagai
bauxite dan merupakan bijih aluminium yang paling penting. Beberapa endapan bauxite
mengalami melapukan dan terendapkan kembali membentuk bauxite sedimen

(sedimentary bauxites).
Selama lateritisasi, nikel yang terkandung dalam batuan peridotit dan serpentinit
(0,25% Ni) pada awalnya terlarut, tetapi kemudian secara cepat mengalami presipitasi
kembali ke dalam mineral-mineral oksida besi pada zona laterit atau zona limonit (12% Ni) atau dalam garnierit pada zona saprolit (2-3%, zona lapuk di bawah zona
laterit)
Pengkayaan supergen
Selama berlangsung pengangkatan dan erosi, suatu endapan bijih terekspos di
dekat permukaan, kemudian mengalami proses pelapukan, pelindian (leaching), maupun
oksidasi pada mineral-mineral bijih. Proses tersebut menyebabkan banyak unsur logam
(Cu2+, Pb2+, Zn2+ dll.) akan terlarut (umumnya sebagai senyawa sulfat) dalam air yang
bergerak ke dalam air tanah atau bahkan sampai ke kedalaman dimana proses oksidasi
tidak berlangsung.
Daerah dimana terjadi proses oksidasi disebut sebagai zona oksidasi. Sebagian
larutan yang mengandung logam-logam yang terlarut bergerak terus hingga di bawah
muka air tanah, kemudian logam-logam tersebut mengendap kembali membentuk
sulfida sekunder. Zona ini dikenal sebagai zona pengkayaan supergen. Di bawah zona
pengkayaan supergen terdapat daerah dimana mineralisasi primer tidak terpengaruh
oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang disebut sebagai zona hipogen. Logam yang
paling banyak terbentuk karena proses ini adalah tembaga (Cu)

62

Anda mungkin juga menyukai