Perbandingan Metode Analisis Serat Pangan
Perbandingan Metode Analisis Serat Pangan
Perbandingan Metode Analisis Serat Pangan
Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
14/365095/PN/13671
14/365096/PN/13672
14/365146/PN/13702
14/367219/PN/13822
14/369620/PN/13934
14/369622/PN/13936
14/369623/PN/13937
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Serat
Pangan ini tepat pada waktunya. Makalah ini ditujukan untuk melengkapi tugas
dari mata kuliah Analisis Pangan di Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak
yang telah membantu, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. R.A.
Siti Ari Budhiyanti, S.TP, M.P. dan Wahdan Fitriya, S.Pi., M.Sc. selaku dosen
Analisis Pangan, Tim Asisten Analisis Pangan serta teman-teman yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena
itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Kecukupan pangan manusia
dapat didefinisikan sebagai kebutuhan harian yang paling sedikit di dalam
pemenuhan kebutuhan gizi, yaitu sumber kalori atau energi yang dapat berasal
dari semua bahan pangan, biasanya dinyatakan berdasarkan kandungan
karbohidrat dan lemak. Unsur unsur gizi yang perlu ada dalam makanan,
tercermin pada komposisi tubuh yaitu air, zat putih telur (protein), lemak, zat
hidrat arang (karbohidrat), mineral dan berbagai komponen komponen minor
lainnya (Buckle,1987).
Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang
sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui mempunyai
banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai penyakit,
meskipun komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi (Piliang dan
Djojosoebagio, 1996). Serat makanan (dietary fiber) adalah serat yang tetap ada
dalam kolon atau usus besar setelah proses pencernaan, baik yang berbentuk serat
yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Serat secara alami
merupakan komponen yang terdapat dalam tanaman. Serat makanan tidak tercerna
secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan
sehingga tidak menghasilkan energi atau kalori, tetapi baik untuk kesehatan.
Walaupun serat makanan tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi
bakteri flora saluran pencernaan terutama dalam kolon, dapat merombak zat non
gizi tersebut. Serat makanan merupakan polisakarida nonpati. Serat makanan
tidak dapat diserap dalam usus halus dan tidak dapat masuk dalam sirkulasi darah,
serat ini akan dibawa oleh usus halus masuk ke dalam usus besar dengan gerakan
peristaltik usus. Definisi terbaru serat makanan yang disampaikan oleh The
American Assosiation of Ceral Chemist adalah merupakan bagian yang dapat
dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan
dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus
besar (Joseph, 2002).
Penelitian epidemiologis telah membuktikan peranan fisiologis serat
pangan terhadap sistem pencernaan manusia. Departemen Kesehatan dan
Serat pangan merupakan bagian dari makanan yang diperoleh dari dinding
sel tumbuhan. Berdasarkan aspek fisiologi dan nutrisi, serat pangan meliputi
semua jenis polisakarida dan lignin, serta beberapa jenis oligosakarida, yang
tahan terhadap enzim pencernaan di jalur gastrointestinal atas (Cummings &
Englyst, 1991). Serat pangan dapat didefinisikan sebagai ingredient pangan
fungsional karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia dan
mampu mempengaruhi satu atau lebih fungsi tubuh sehingga dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan (Diplock, 1999).
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu
asam sulfat (H2SO4 1,25 %) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25 %); sedangkan
serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihirolisis oleh
enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah
dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asam sulfat dan natrium
hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis
komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim perncernaan
(Muchtadi, 2001).
Serat pangan berperan dalam mengatur motilitas saluran gastrointestinal,
mempengaruhi metabolisme glukosa dan lemak, memperlancar buang air besar,
menstimulasi aktivitas metabolisme bakteri, detoksifikasi terhadap zat-zat yang
berada dalam kolon, serta berkontribusi dalam menjaga kestabilan ekosistem di
kolon dan integritas mukosa intestinal (Guillon, 2000).
Serat pangan berdasarkan kelarutannya terhadap air terbagi menjadi dua
jenis. Pertama serat pangan larut (SDF) yang terdiri dari pektin dan turunannya,
gum, serta mucilage. Sementara serat tidak larut (IDF) terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, lignin dan selulosa termodifikasi. Sumber makanan yang kaya
akan SDF ialah buah-buahan, polong-polongan, oat, dan beberapa jenis sayursayuran. Disamping itu, IDF banyak terdapat di dalam sereal, biji-bijian,
polong-polongan serta sayur-sayuran (Wildman & Medeiros, 2000).
Serat larut menarik air dan membentuk gel yang memperlambat
pencernaan. Serat larut menunda pengosongan lambung sehingga menimbulkan
rasa kenyang dan membantu pengendalian berat badan. Serat pangan seperti
dalam waktu yang lebih lama. Konsumsi serat pangan tingga maka akan
mengurangi waktu transit makanan dalam usus menjadi lebih singkat. Serat
pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak
terbentuk.
III. METODOLOGI
Metode
yang
digunakan
dalam
membuat
makalah
ini
adalah
Filtrat
[IDF]
Filtrasi
Residu [SDF]
Gambar 1. Bagan Alir Prosedur Analisis Serat Pangan
Metode yang digunakan untuk analisis serat pangan pada jurnal pertama
yang berjudul Penggunaan Mixture Response Surface Methodology pada
Optimasi Formula Brownies Berbasis Tepung Talas Banten (Xanthosoma undipes
K. Koch) sebagai Alternatif Pangan Sumber Serat yaitu AOAC. Metode yang
digunakan untuk analisis serat pangan pada jurnal kedua yang berjudul
Penggunaan Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Pembuatan Beras Analog dari
Tepung Modified Cassava Flour (Mocaf) yaitu ASP.
Sebelum sampel dianalisis kadar seratnya, sampel terlebih dahulu diberi
perlakuan pendahuluan yaitu pengurangan kadar air dengan pengeringan di dalam
oven dan pengurangan kadar lemak. Menurut BeMiller (2009) menyatakan bahwa
persyaratan sampel yang digunakan dalam analisis serat pangan ialah kadar lemak
kurang dari 10%, kadar air kurang dari 5%, serta ukuran mesh sample berkisar
antara 40-50 mesh. Kadar air yang rendah pada sampel yang digunakan dapat
menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan sampel.
Ukuran sampel yang lebih kecil meningkatkan luas area kontak sehingga
hidrolisis pati dan protein oleh enzim dapat berjalan secara efisien dan efektif
(Naz, 2002).
Persamaan antara metode AOAC dan ASP terletak pada prosedur hidrolisis
pati menggunakan enzim -amilase tahan panas (Termamyl). Sampel terlebih
dahulu dipanaskan (95-100C selama 30-35 menit) agar granula pati
tergelatinisasi sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh enzim. Suspensi pati yang
dipanaskan akan mengembang hingga volume tertentu sertamenyerap air. Hal
tersebut berakibat pada rentannya pati terhadap zat kimia atau enzim yang ada di
sekelilingnya (Uhlig 1998). Enzim yang tahan panas dibutuhkan agar enzim tidak
terdenaturasi selama proses gelatinisasi sampel. Selama proses ini, terjadi
pemotongan terhadap molekul pati pada ikatan (1-4). Pemotongan oleh enzim
Termamyl menghasilkan glukosa, maltosa dan oligosakarida (Ceirwyn, 1999).
Prosedur Analisis
Hidrolisis Protein
Hidrolisis Pati
AOAC
Enzim protease; inkubasi
ASP
Enzim pepsin, inkubasi
pH 7,5 0,1
Enzim amyloglukosidase;
pH 1,5
Enzim pankreatin;
Tabel 1. Perbedaan prosedur analisis serat pangan metode AOAC dan ASP
Perbedaan prosedur analisis serat pangan pada metode AOAC dengan ASP
terletak pada enzim yang digunakan saat menghidrolisis protein. Metode AOAC
Perbedaan antara analisis SDF dan IDF terletak pada proses presipitasi.
Komponen IDF terlebih dahulu dipisahkan dari larutan analisis melalui
penyaringan, sehingga filtrat yang diperoleh hanya terdiri atas komponen SDF
terlarut yang selanjutnya dipresipitasi. ASP (2001) menyatakan bahwa presipitasi
menggunakan ethanol akan mengendapkan polisakarida yang memiliki derajat
polimerisasi lebh dari 10. Presipitasi SDF dilakukan dengan menambahkan
ethanol 95% ke dalam larutan analisis yang terdiri atas IDF, SDF terlarut, hasil
hidrolisis enzim, mineral, serta komponen kontaminan lainnya. Tingkat kelarutan
polisakarida, dalam hal ini SDF, di dalam larutan menurun akibat penambahan
larutan tertentu seperti alkohol, iodin, tembaga, dan garam amonium kuartener.
Penurunan tingkat kelarutan polisakarida di dalam air menyebabkan polisakarida
mengalami presipitasi atau pengendapan (Aman & Westerlund 2006).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Analisis serat pangan pada bahan makanan dengan prinsip enzimatik-gravimetri
terdapat dua macam metode untuk dilakukan yaitu metode AOAC dan metode
ASP.
2. Kedua metode memiliki persamaan pada tahap persiapan sampel, sementara
perbedaannya terletak pada enzim yang digunakan untuk menghidrolisis pati dan
protein. Metode AOAC menggunakan enzim protease sedangkan metode ASP
menggunakan enzim pepsin untuk menghidrolisis protein. Kemudian untuk
menghidrolisis pati, metode AOAC menggunakan enzim amyloglukosidase
sementara metode ASP menggunakan enzim pankreatin. Waktu yang dibutuhkan
oleh metode ASP dalam menganalisis serat pangan lebih lama dibandingkan
dengan metode AOAC.
B. Saran
Perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai aspek kualitas dari serat
pangan yang dihasilkan oleh metode AOAC dan metode ASP serta faktor-faktor
kesalahan pada saat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Aman P dan Westerlund. 2006. Cell Wall Polysaccharide: Structural, Chemical, and
Analytical ASPect. Di dalam Eliasson A (ed.). Carbohydrates In Food. 2nd
Ed. Sweden: marcel Dekker, Inc.
ASP NG. 2001. Enzymatic Gravimetric Methods. Di dalam Spiller GA (editor).
Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition 3rd ed. California: CRC
Press
Astawan, M., Koswara, S., & Herdiani, F. 2004. Kadar Iodium dan Serat Pangan
Pada Selai dan Dodol [The Utilization of Seaweed (Eucheuma cottonii) to
Increase Iodine and Dietary Fiber Contents of Jam and Dodol ]. XV:
BeMiller, JN. 2010. Carbohydrate analysis. Di dalam Nielsen SS (editor.) Food
Analysis 4th ed. USA : Springer.