LP Selulitis
LP Selulitis
LP Selulitis
SELULITIS
DI RUANG 14 RSSA MALANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan klinik Departemen Surgical
Disusun Oleh :
TEGUH FITRIYANTO
140070300011111
PSIK A Kelompok
PROGRAM PROFESI NERS
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. Pengertian Selulitis
Selulitis berasal dari kata cellule yaitu susunan tingkat sel, dan kata itis yaitu
peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata pada suatu tingkatan sel.
Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah
subkutan dengan tanda tanda radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan
subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah
bakteri S.aureus dan atau Streptococcus (Muttaqin,2011). Selulitis adalah infeksi bakteri
yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000).
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan
subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,
meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah (Tucker, 2008).
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada
semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada
muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang
sempurna
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang disebabkan oleh
bakteri Stapilokokus
aureus, Strepkokus
grup
A danStreptokokus
2. Klasifikasi Selulitis
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
piogenes.
Dengan
Ludwigs Angina
Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.
tetapi
bila
hanya
mengenai
satu
sisi/
unilateral
disebut
Pseudophlegmon.
3.Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus
dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah
Haemophilus
influenzatipe
(Hib),
Streptokokus
beta
hemolitikusgrup
A,
dan
leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi
orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga
mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes
mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka
pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf. Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat
menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema). Pembengkakan
jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
f)
Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
Penyalahgunaan
obat
dan
alkohol.
Mengurangi
sistem
immun
sehingga
4. Patofisiologi
Bakteri patogenyang menembus lapisan epidermis kulit menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Selulitis biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada luka, luka bakar, atau infeksi kulit lainnya, terutama oleh Streptococcus grup A
dan Staphylococcus aureus, tetapi dapat pula timbul pada pejamu (host) dengan tanggap
imun yang lemah (immunodeficiency) atau menyertai erisipelas. Penyakit ini cenderung
menyebar ke rongga jaringan dan dataran cekung karena pelepasan sejumlah besar
hialuronidase yang memecahkan zat dasar polisakarida. Selain itu juga terjadi fibrinolitik
yang mencernakan barier fibrin dan lesitinase yang menghancurkan membran sel oleh
bakteri.
Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan
pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Selulitis yang
tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain
atau Stafilokokus aureus
Meningkatnya
Sirkulasi darah
menurun
Abrasi kulit
Immunodeficiency
Infeksi jamur kulit
Membuka celah
Diabetes Mellitus
Pembengkakan
Peningkatan
kadar gula darah
Luka Terbuka
Lymphedema
Kulit terluka
Sirkulasi darah
pada ekstremitas
Risiko terluka
POE bakteri
Kurangnya
paparan informasi
Selulitis
Interitas jaringan
tidak utuh
Kerusakan
Interitas jaringan
Mekanisme
Kalor
Dolor
Rubor
Tumor
Fungsiolesa
Proses fagositosis
Akselerasi/
Deakselerasi saraf
jaringan sekitar
luka
Hipotermi
Hiperplasia
jaringan ikat
Intoleransi
jaringan/ organ
Odem jaringan
Intoleransi
Hipertermi
Gangguan rasa
nyaman
Nyeri akut
Eritema lokal
Gangguan Citra
Penekanan
Gangguan rasa
nyaman
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas
tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya
ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia;
streptococcus,
limfadenitis,
endokarditis
bakterial
subakut).
Kerusakan
7. Penatalaksanaan Medis
7.1Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan harus
diperhatikan.
7.2 Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
7.2.1 Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan
obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr perlu
dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena
tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok
anafilaktik.
b. Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c. Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat
absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih
tinggi.
d. Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin.
Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anakanak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
7.2.2 Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-60
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai
20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma
disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di
kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar
tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar,
efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung.
7.2.3 Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tak
enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis.
7.2.4 Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman
positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.Contohya sefadroksil dari generasi I dengan
dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan
dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
7.3 Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat
topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi
resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin.
Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat
dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut
digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini
lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol
mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta memiliki
gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi pengangkatan pada
jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan,
dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang
terkena harus diamputasi.
7.4 Penatalaksanaan Keperawatan
a. Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk elevasi / meninggikan
dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami keluhan.
b. Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan pemberian antibiotik
intravena pada kasus yang berat, pada bayi, pasien usia lanjut, dan pasien dengan
imunokompromis.
c. Pada kondisi yang sangat parah dengan nekrosis luas disertai supurasi, perlu
dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan drainase secara bedah.
d. Memberikan edukasi kepada penderita yaitu diberikan informasi mengenai
perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya mandi teratur, minimal 2 kali
sehari, jika terdapat luka hindari kontaminasi dengan kotoran.
8. Komplikasi
Bakteremia
Nanah atau local Abscess
Superinfeksi oleh bakteri gram negative
Lymphangitis
Trombophlebitis
Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%.
Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan
amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
9. Asuhan Keperawatan
9.1. Pengkajian
Identitas
Menyerang sering pada lingkungan yang kurang bersih
Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam, menggigil
dan malaise
b. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap
penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat pemakaian obat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna merah,
terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis atau
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
hasil
:pasien
menampakkan
ketenangan,
ekspresi
muka
rileks
posisi
sesering
mungkin,
pertahankan
garis
tubuh
untuk
pemahaman
perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.2008. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges.2000.
Rencana
asuhan
keperawatan;
pedoman
untuk
perencanaan
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis:
apopulationbased stud inOlmstedcounty,Minnesota. 82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Muttaqin
Ariff.
2008. Asuhan
Keperawatan
Klien
Dengan
Gangguan
Sistem