LP Selulitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS
DI RUANG 14 RSSA MALANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan klinik Departemen Surgical

Disusun Oleh :
TEGUH FITRIYANTO
140070300011111
PSIK A Kelompok
PROGRAM PROFESI NERS
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2015

1. Pengertian Selulitis
Selulitis berasal dari kata cellule yaitu susunan tingkat sel, dan kata itis yaitu
peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata pada suatu tingkatan sel.
Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah

subkutan dengan tanda tanda radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan
subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah
bakteri S.aureus dan atau Streptococcus (Muttaqin,2011). Selulitis adalah infeksi bakteri
yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000).
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan
subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,
meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah (Tucker, 2008).
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada
semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada
muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang
sempurna
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang disebabkan oleh
bakteri Stapilokokus

aureus, Strepkokus

grup

A danStreptokokus

karakteristik sebagai berikut :


a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
b. Mengenai pembuluh limfe permukaan
c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas
Perbedaan abses dan selulitis

2. Klasifikasi Selulitis
Selulitis dapat digolongkan menjadi:

piogenes.

Dengan

a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut


Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang
tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak
dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan
spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh
bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi.
c. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

Ludwigs Angina

Selulitis yang berasal dari inframylohyoid,

Selulitis Senators Difus Peripharingeal

Selulitis Fasialis Difus

Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.

Selulitis Difus yang Sering Dijumpai


Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwigs.
Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia

sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai


mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali
bilateral,

tetapi

bila

hanya

mengenai

satu

sisi/

unilateral

disebut

Pseudophlegmon.

3.Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus
dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah
Haemophilus

influenzatipe

(Hib),

Streptokokus

beta

hemolitikusgrup

A,

dan

Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikusgroup B adalah penyebab yang


jarang pada selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan
ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif
dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal
maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan
pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset timbulnya
penyakit ini pada semua usia

3. Faktor Resiko Selulitis


Terdapat beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara
lain :
a) Usia. Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami
infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency). Dengan sistem immune yang
melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita

leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi
orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga
mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes
mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka
pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf. Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat
menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema). Pembengkakan
jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
f)

Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi masuk

g) Penggunaan steroid kronik. Contohnya penggunaan kortikosteroid.


h) Gigitan & sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia.
i)

Penyalahgunaan

obat

dan

alkohol.

Mengurangi

sistem

immun

sehingga

mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.


j)

Malnutrisi. Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,


mempermudah timbulnya penyakit ini

4. Patofisiologi
Bakteri patogenyang menembus lapisan epidermis kulit menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Selulitis biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada luka, luka bakar, atau infeksi kulit lainnya, terutama oleh Streptococcus grup A
dan Staphylococcus aureus, tetapi dapat pula timbul pada pejamu (host) dengan tanggap
imun yang lemah (immunodeficiency) atau menyertai erisipelas. Penyakit ini cenderung
menyebar ke rongga jaringan dan dataran cekung karena pelepasan sejumlah besar
hialuronidase yang memecahkan zat dasar polisakarida. Selain itu juga terjadi fibrinolitik
yang mencernakan barier fibrin dan lesitinase yang menghancurkan membran sel oleh
bakteri.
Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan
pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Selulitis yang
tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain
atau Stafilokokus aureus

Meningkatnya
Sirkulasi darah
menurun
Abrasi kulit

Immunodeficiency
Infeksi jamur kulit
Membuka celah

Diabetes Mellitus

Cacar, ruam kulit

Pembengkakan

Peningkatan
kadar gula darah

Luka Terbuka

Lymphedema
Kulit terluka

Sirkulasi darah
pada ekstremitas
Risiko terluka
POE bakteri

Infeksi Streptococus grup A,


Defisiensi
pengetahuan

Kurangnya
paparan informasi

Selulitis

Interitas jaringan
tidak utuh

Kerusakan
Interitas jaringan

Mekanisme
Kalor

Dolor

Rubor

Tumor

Fungsiolesa

Proses fagositosis

Akselerasi/
Deakselerasi saraf
jaringan sekitar
luka

Hipotermi

Hiperplasia
jaringan ikat

Intoleransi
jaringan/ organ

Odem jaringan

Intoleransi

Hipertermi
Gangguan rasa
nyaman

Nyeri akut

Eritema lokal
Gangguan Citra
Penekanan

Gangguan rasa
nyaman

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas
tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya
ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia;

demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum

menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi


walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang
terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama
ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma
di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi
jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain
nefritogenik

streptococcus,

limfadenitis,

endokarditis

bakterial

subakut).

Kerusakan

pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.


6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level, Kreatinin level
c. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
d. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
e. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak

adatanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan


tidak ada faktor resiko.
Pemeriksaan Imaging
a. Plain-filmRadiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Selulitis adalah Erisipelas, Flegmon, Dermatitis Kontak, Mikosis
Profunda dan Pioderma Kronik.
1) Erisipelas
Merupakan suatu infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh bakteri Streptokokkus.
Gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas, dan
disertai gejala konstitusi, namun lokalisasinya lebih superfisial dibandingkan selulitis.
2) Flegmon
Merupakan selulitis yang telah mengalami supurasi, dan diberikan terapi yang sama
dengan selulitis dan ditambahkan dengan insisi.
3) Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan oleh bahan /
substansi asing yang menempel pada kulit Dermatitis ini memberikan gambaran
klinis berupa lesi yang berbatas tidak tegas dan bersifat kronik yang ditandai dengan
adanya skuama dan likenifikasi.
4) Mikosis Profunda
Biasanya kronik dan tidak menimbulkan gejala konstitusi.
5) Pioderma Kronik
Infeksi bakteri bersifat kronik dan memberikan gambaran lesi yang berwarna
kehitaman.

7. Penatalaksanaan Medis

7.1Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan harus
diperhatikan.
7.2 Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
7.2.1 Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan
obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr perlu
dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena
tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok
anafilaktik.
b. Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c. Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat
absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih
tinggi.
d. Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin.
Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anakanak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
7.2.2 Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-60
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai
20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma
disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di
kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar
tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar,
efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung.

7.2.3 Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tak

enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis.
7.2.4 Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman
positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.Contohya sefadroksil dari generasi I dengan
dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan
dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
7.3 Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat
topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi
resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin.
Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat
dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut
digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini
lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol
mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta memiliki
gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi pengangkatan pada
jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan,
dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang
terkena harus diamputasi.
7.4 Penatalaksanaan Keperawatan
a. Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk elevasi / meninggikan
dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami keluhan.
b. Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan pemberian antibiotik
intravena pada kasus yang berat, pada bayi, pasien usia lanjut, dan pasien dengan
imunokompromis.
c. Pada kondisi yang sangat parah dengan nekrosis luas disertai supurasi, perlu
dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan drainase secara bedah.
d. Memberikan edukasi kepada penderita yaitu diberikan informasi mengenai
perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya mandi teratur, minimal 2 kali
sehari, jika terdapat luka hindari kontaminasi dengan kotoran.

8. Komplikasi
Bakteremia
Nanah atau local Abscess
Superinfeksi oleh bakteri gram negative
Lymphangitis
Trombophlebitis

Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%.

Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan
amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
9. Asuhan Keperawatan
9.1. Pengkajian

Identitas
Menyerang sering pada lingkungan yang kurang bersih
Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam, menggigil
dan malaise
b. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap
penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat pemakaian obat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna merah,
terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis atau

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

penyekit kulit lainnya


Keadaan emosi psikologi : Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
Keadaan social ekonomi : Biasanya menyerang pada social ekonomi yang
sederhana
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
TD
: Hipotensi/Hipertensi
Nadi
: Bradikardi
Suhu
: Hipertermi
RR
: Normal/Meningkat
Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
Mata
: Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
Mulut
: Kebersihan, tidak pucat
Telinga : Tidak ada serumen
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar
Jantung : Denyut jantung meningkat

h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas


i. Integumen :
Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang
kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti
kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa
ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan
(bula), yang bisa pecah.
9.2 Diagnosa yangmungkin muncul
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
c. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit
d. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
e. Hipertermi
9.3 Rencana Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria

hasil

:pasien

menampakkan

ketenangan,

ekspresi

muka

rileks

ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.


Intervensi:
a. Kaji intensitas nyeri menggunakan skala / peringkat nyeri
b. Pertahankan ekstrimitas yang dipengaruhi

dalam posisi yang ditemukan

c. Jelaskan kebutuhan akan imobilisasi 49 72 jam


d. Berikan anal gesik jika diperlukan, kaji keefektifan
e. Ubah

posisi

sesering

mungkin,

pertahankan

garis

tubuh

untuk

menccegah penekanan dan kelelahan.


f.

Bantuan dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan imajinasi,


relaksasi dan lainnya.

g. Tingkatkan aktivitas distraksi.


2) Kerusakan ingritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi
Tujuan : menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit bersih, kering
dan area sekitar bebas dari edema, suhu normal.
Intervensi:
a. Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman warna cairan
b. Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peningkatan ekstremitas dan
mobilitasasi.

c. Pertahankan teknik aseptic


d. Gunakan kompres dan balutan
e. Pantau suhu laporan, laoran dokter jika ada peningkatan.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : pasien mengerti tentang perawatan dirumah
Kriteria hasil : melaksanakan perawatan luka dengan benar menggunakan tindakan
kewaspadaan aseptic yang tepat. Mengekspresikan

pemahaman

perkembangan

yang diharapkan tanpa infeksi dan jadwal obat.


Intervensi:
a. Demonstasikan perawatan luka dan balutan, ubah prosedur, tekankan pentingnya
teknik aseptic.
b. Diskusikan tentang mempertahankan peninggian dan imobilisasi ekstrimitas
yang ditentukan
c. Dorong melakukan aktivitas untuk mentoleransi penggunaan alat penyokong.
d. Jelaskan tanda-tanda dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
e. Diskusikan jadwal pengobatan
f.

Tekankan pentingnya diet nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.2008. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges.2000.

Rencana

asuhan

keperawatan;

pedoman

untuk

perencanaan

danpendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC


Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians.
Fitzpatrick, Thomas B.2008.Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia,
hal: 146-149

McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis:
apopulationbased stud inOlmstedcounty,Minnesota. 82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Muttaqin

Ariff.

2008. Asuhan

Keperawatan

Klien

Dengan

Gangguan

Sistem

Persarafan.Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien


Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC : Jakarta
Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks.2008. color atlas and synopsis of clinically dermatology.
New York: McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai