Portofolio2 Asfiksia Neonatorum
Portofolio2 Asfiksia Neonatorum
Portofolio2 Asfiksia Neonatorum
M.Kes
Tempat presentasi: Puskesmas Panaikang Sinjai
Obyek presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Seorang bayi baru lahir pukul 10.15 berjenis kelamin perempuan tidak segera
bernafas , tonus otot lunglai, kaki dan tangan kebiruan. Riw.kehamilan ibu cukup bulan.
Riw.persalinan ibu dengan Kala II lama. Cairan ketuban ibu bercampur mekonium. Apgar Score
pada 5 menit pertama 2/5, pada 5 menit kedua 6/8.
Tujuan: Mendiagnosis Asfiksia Neonatorum dan memberikan penanganan pertama pada pasien
dengan Asfiksia Neonatorum.
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
bahasan:
Cara
Presentasi dan
Pos
pustaka
Diskusi
membahas:
diskusi
Data Pasien: Nama: By.M
No.Registrasi:
Nama klinik
Puskesmas Panaikang Sinjai
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis: Seorang bayi baru lahir pukul 10.15 WITA berjenis kelamin
perempuan tidak segera bernafas, tonus otot lunglai, kaki dan tangan kebiruan.
Riw.kehamilan ibu cukup bulan. Riw.persalinan ibu dengan Kala II lama. Cairan ketuban
ibu bercampur dengan mekonium. Trauma lahir (-), lilitan tali pusat saat lahir (-).
2. Riwayat kehamilan ibu: demam (-), trauma(-), perdarahan(-), konsumsi obat-obatan (-)
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan ibu: tiap bulan di bidan dan diberi vitamin
4. Riwayat persalinan ibu: -
Daftar Pustaka:
1. Suradi, Rulina. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2008
2. Utomo, Martono. Asfiksia Neonatorum. [online] 2006. Cited 3 August, 2012. Available
from: http://www.pediatrik.com
3. Anonimus. Asfiksia Neonatorum. [online] Cited 3 August, 2012. Available from:
http://www.novyanasblogspot.com
4. Rauf, Syarifuddin. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. 2009. Makassar: Bagian
IKA FK UNHAS RS.Wahidin Sudirohusodo
1
Hasil pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis asfiksia neonatorum
2. Memberikan penanganan pada asfiksia neonatorum
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Seorang bayi perempuan baru lahir tidak segera bernafas / menangis.
2. Obyektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, BBL: 2900 gram, PBL: 48 cm
Apgar Score:
Klinis
Detak jantung
Tidak ada
>100x/menit
Pernapasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Warna kulit
Biru pucat
Fleksi
Fleksi kuat gerak
ekstremitas
aktif
(lemah)
Tubuh merah
Merah seluruh
ekstremitas biru
tubuh
3. Assesment
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini
disertai dengan hipoksia, hiperkapneu dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang
terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc,
1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru
lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa
skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi
sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta
komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering
berlanjut menjadi sindrom gangguan pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir
(James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan
Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi
yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele
neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat
menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk
menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan
istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi
pada penderita asfiksia.
B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan
bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu
disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi
intra
cranial,
kelainan
kongenital
pada
bayi
misalnya
hernia
Gejala klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti,
denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara
barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan
cepat, pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
kebutuhan
ventilasi
paru-paru.
Kondisi
ini
menyebabkan
kurangnya
pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini
mencakup :
1. Asfiksia intra uterin
2. Bayi kurang bulan
3. Obat-obat yang diberikan/diminum oleh ibu
4. Penyakit neuromuskular bawaan
5. Cacat bawaan
6. Hipoksia intra partum
Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO 2 dan asidosis. Bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak/kematian. Asfiksia
juga mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen
akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia
berlanjut gerakan pernapasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun,
sedangkan tonus neuromuskular berkurang
memasuki periode apnue yang dikenal dengan nama apnue primer. Perlu diketahui
bahwa pernapasan yang megap-megap dan tonus otot yang juga turun terjadi akibat
obat-obat yang diberikan pada ibunya. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen
7
Kejang
Panurunan kesadaran
Nilai Apgar
Klinis
Detak jantung
Tidak ada
>100x/menit
Pernapasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Warna kulit
Biru pucat
Fleksi
Fleksi kuat gerak
ekstremitas
aktif
(lemah)
Tubuh merah
Merah seluruh
ekstremitas biru
tubuh
Jika bayi tidak mendapat oksigen izinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi mendapat
oksigen atau sebaliknya, tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan metode
pemberian makan alternatif.
10
11
Ventilasi
positif
kemerahan
* Intubasi endotrakeal
dapat dipertimbangkan
pada beberapa
langkah
mendapat VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau
pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi
penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma. Terdapat beberapa jenis
alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi pada bayi baru lahir, masingmasing memiliki cara kerja yang berbeda dengan keuntungan dan kerugian yang
berbeda.
Kompresi dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan
ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage)
terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah
tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah
ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi
oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif, satu
orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan
positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian.
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan
menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah:
(1) Posisi bayi
Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah.
(2) Kompresi
lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu.
Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya
pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari
(tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan.
Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu
14
ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90
kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi.
Penghentian kompresi:
Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi dihentikan selama
6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi dihentikan.
Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi
jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan
dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit,
maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian
epinefrin harus dilakukan.
Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir
bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama
di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan
keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
(1) Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
(2) Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari
beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
(3) Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi
dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif.
(4) Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
(5) Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.
Pemberian obat-obatan
15
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru
lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau
hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi
yang adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang
adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan.Obat
yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan
pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya.
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena
epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang
diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB)
intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara
intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika
pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang
dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi
tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 510 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang
diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau
tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir
yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan
adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya
terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak
melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi
16
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4
jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan
stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu
obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi.
Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat
diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB,
perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan
1 mg/ml.
Pasien didiagnosis dengan asfiksia neonatorum karena bayi lahir tidak segera
bernafas atau menangis disertai tonus otot lunglai, kaki dan tangan kebiruan.
Bayi baru lahir cukup bulan, air ketuban bercampur mekonium, tidak segera
bernafas,
tonus
otot
lunglai
Hangatkan,
posisikan
(sedikit
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit
dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kontrol:
KEGIATAN
Pemantauan terhadap
tanda vital dan keadaan
umum
PERIODE
Selama masa perawatan
18
HASIL YANG
DIHARAPKAN
Keadaan umum dan tanda
vital membaik