LP Bayi Asfiksia - Perin-1
LP Bayi Asfiksia - Perin-1
LP Bayi Asfiksia - Perin-1
Disusun Oleh:
Restri Wahyuningtyas
NIM. 2201031053
c. Asfiksia Berat
1) Nilai APGAR 0-3
2) Frekuensi jantung kecil ( <40x/ menit )
3) Tidak ada usaha nafas
4) Tonus otot lemah, bahkan hampir tidak ada
5) Bayi tidak memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
6) Bayi tampak pucat hingga berwarna kelabu
7) Kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
4. Manifestasi klinik
Menurut Sunarti (2017) salah satu tanda dan gejala klinis asfiksia pada janin atau
bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
c. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
d. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
e. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap.
f. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
j. Pernapasan terganggu
5. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
1) Langkah awal dalam stabilisasi
a) Memberikan kehangatan
bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas atau radiant warmer
dalam keadaan telanjang supaya panas yang dipancarkan dapat
mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
b) Memeposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
bayi diletakkan dalam posisi menghidu dengan leher sedikit
menghadap ke atas supaya faring,laring, dan trakea dalam satu garis
lurus sehingga udara mudah untuk masuk. Posisi ini baik untuk
melakukan ventilasi dengan menggunakan balon dan sungkup atau
pemasangan pipa endotrakeal.
c) Membersihkan jalan napassesuai kebutuhan
Cara yang tepat membersihkan jalan nafas bergantung kepada
keaktifan bayi. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan
kondisi bayi tidak bugar ( bayi mengalami depresi pernafasan, tonus
otot kurang, frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera lakukan
tindakan penghisapan trakea yang langkah-langkahnya meliputi
pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea lalu
lakukan pembersihan daerah mulut, faring, laring, trakea sampai glotis
dengan kateter penghisap.
d) Mengeringkan bayi, merangsang pernafasan dan meletakkan pada
posisi yang benar
Bila posisi bayi sudah benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi
belum bernafas dengan adekuat maka hal yang dapat dilakukan yaitu
perangsangan taktil yaitu dengan cara menepuk atau menyentil telapak
kaki bisa juga dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas
bayi.
Sebelum menerima resusitasi lanjutan yaitu dengan mengecek tanda-tanda
vital bayi yaitu:
a) Pernafasan
Resusitasi berhasil apabila gerakan dada bayi adekuat, frekuensi dan
dalam pernafasan bertambah setelah diberikan rangsangan taktil. Jika
pernafasan bayi masih terengah-engah maka tidak efektif untuk
melakukan intervensi lanjutan.
b) Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Perhitungan bunyi jantung
dapat dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan
10 maka akan didapatkan hasil frekuensi jantung permenit.
c) Warna kulit
Bayi seharusnya berwarna merah pada bibir dan seluruh tubuh. Warna
kulit bayi dari biru menjadi kemerahan paling cepat untuk mengetahui
bahwa pernafasan dan sirkulasi yang adekuat.
2) Pemberian oksigen
Jika bayi terlihat sianosis sentral, maka dapat diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksige aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan
sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendirinya,
selang atau pipa oksigen, dan T-piece resuscitator. Pada bayi cukup bulan
dapat diberikan oksigen 100%, dan sebaliknya apabila bayi tidak cukup
bulan maka pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan karena dapat
merusak jaringan. Pemberian oksigen dapat dihentikan secara bertahap
apabila bayi tetap merah dan saturasi oksigen tetap baik.
3) Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Ventilasi Tekanan Positif atau VTP merupakan tahapan resusitasi
untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru-paru dengan
tekanan positif. Tindakan tersebut dilakukan dengan memasang sungkup
dengan ukuran yang sesuai di wajah bayi sampai menutup dagu, mulut,
dan hidung (Sarninta, 2017)
Ventilasi Tekanan Positif atau VTP dapat dilakukan apabila semua
tindakan diatas tidak dapat membuat bayi bernafas atau frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit. Bayi dengan kelainan congenital seperti hernia
diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP.
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan
ventilasi kepada bayi baru lahir. Beberapa alat ini memiliki cara kerja,
keuntungan, dan kerugian masing-masing.
a) Alat-alat VTP
i. Tekno tube and mask
Dari segi harga, tekno tube and mask adalah alat yang paling
terjangkau. Kelemahan dari alat ini yaitu desain katupnya perlu
dimodifikasi, sulit utuk dibersihkan, dan jika sudah dipakai
selama 5 kali prosedur (high level desinfectans) tidak bisa
digunakan kembali.
Balon ini disebut juga balon anastesi, terisi hanya bila gas
berasal dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon
iv. T-piece resuscitator
Alat ini dapat bekerja hanya apabila dialiri oleh gas yang
berasal dari sumber bertekanan ke dalamnya. Dengan cara
menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu
jari maka gas akan mengalir langsung ke lingkungan sekitar
maupun ke bayi.
4) Kompresi dada
Hal ini dilakukan apabila frekuensi jantung kurang dari 60 x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik.Tindakan ini terdiri dari
kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu dengan menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan
memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Dalam
melakukan tindakan kompresi dada diperlukan 2 orang untuk
melakukannya agar efektif, satu orang menekan dada dan yang lain
melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga dapat melakukan pemantauan
frekuensi jantung, suara nafas selama melakukan ventilasi tekanan positif.
Ventilasi tekanan positif dan kompresi dilakukan secara bergantian.
Prinsip dasar kompresi dada:
a) Posisi bayi
Posisi bayi yang baik yaitu dengan topangan keras pada bagian
belakang bayi dengan leher sedikit mengarah ke atas.
b) Kompresi
i. Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi yang baru lahir tekanan
yang diberikan yaitu di 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara
processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua puting susu.
b. Obat-obatan
1) Epinefrin
Epinefrin digunakan apabila frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan ventilasi tekanan positif dan kompres dada secara
terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum
melakukan ventilasi karena dapat meningkatkan beban dan penampungan
oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan yaitu 0,1 sampai 0,3 ml/kgBB
larutan 1:10.000 dengan cara intravena atau selang endotrakeal. Jika
frekuensi jantung tidak meningkat maka dosis dapat diulang 3 sampai 5
menit secara intravena. Dosis maksimal digunakan jika melalui selang
endotrakeal.
2) Volume ekspander
Indikasi diberikan volume ekspander yaitu bayi yang baru lahir dilakukan
resusitasi dan mengalami hipovolemia dan tidak ada respon mengenai
resusitasi. Kondisi klinis ditandai dengan pucat, perfusi buruk, nadi kecil
atau lemah. Dosis awal yang diberikan yaitu 10 ml/kg BB selama 5
sampai 10 menit. Jenis cairan yang dapat diberikan yaitu larutan kristaloid
isotonis ( NaCl 0,9% Ringer Laktat).
3) Bikarbonat
Indikasi penggunaannya yaitu asidosis metabolik pada bayi baru lahir
yang mendapat resusitasi dan diberikan jika ventilasi dan sirkulasi
pernafasan sudah baik. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4
ml/kg BB BicNat dengan konsentrasi 4,2 %. Bila hanya ada BicNat 7,4%
maka dapat diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak.
Pemberian secara intravena tidak boleh melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
4) Nalokson
Nalokson hidroklorida merupakan antagonis narkotik yang diberikan
dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik saat 4 jam sebelum melahirkan. Cara
pemberiannya yaitu dengan intravena atau selang endotrakeal, bila perfusi
baik maka dapat melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang
diberikan 0,1 mg/kg BB, obat ini tersedia dalam dua konsentrasi yaitu 0,4
mg/kg BB dan 1 mg/ml.
6. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi yang baru lahir tergantung pada kondisi janin di masa
kehamilan dan proses persalinan. Ketika persalinan bayi akan mengalami asfiksia
ringan yang sementara sehingga perlu merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan. Bayi setelah dilahirkan akan segera menarik nafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada di dalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Maka timbul rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
dan akhirnya irreguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan
bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang
tidak dapat berekasi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya
pernafasan secara spontan (Sunarti, 2017)
7. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali Trauma (Tindakan Forceps, Konsumsi obat-obatan narkotik
pusat,presensi janin abnormal anastesi, dll))
Janin Hipoksia
D.0031
Hipotermia
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian
Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai
dari pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang
klien. Pada fase pengkajian ini terdapat langkah yaitu pengumpulan
data dari klien (sumber primer) dan keluarga, tenaga kesehatan
(sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa keperawatan.
a. Identitas
Identitas mengenai seluruhnya tentang pasien dapat berupa nama,
alamat, tempat tanggal lahir, alamat dan lainnya. Sehingga petugas
medis dapat mengetahui lebih jauh dari identitas pasien
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat pemeriksaan.
Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi jantung 110 kali/menit,
tonus otot lemah, sianosis/pucat
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat yang saat ini dialami pasien. Bayi lahir secara
spontan, berat badan bayi 2700 gram, di usia kehamilan 37 minggu,
ketuban pecah ± 5 jam, warna hijau keruh kental, bau (+).
Kemudian bayi langsung di antar oleh bidan ke ruang bayi, tiba di
ruang bayi keadaan umum lemah, menangis lemah (+), cyanosis
(+), hipersalivasi (+). Pada saat pengkajian bayi tampak lemah,
CRT 3 detik
2) Riwayat penyakit dahulu
a) Prenatal care
Melakukan pemeriksaan kehamilan 3 kali, selama hamil
mengalami pusing dan malaise.
b) Natal
Meahirkan dengan normal di rumah sakit, ibu mengalami
kesulitan untuk mengedan sehingga ibu cepat lelah
c) Post natal
Bayi lahir dengan normal dengan berat 2700 gram dengan
panjang badan 39 cm, bayi mengalami nafas lambat, denyut
jantung menurun dan gerakannya tampak melemah dan bayi
menunjukkan keadaan pucat atau sianosis
3) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat penyakit penyerta kehamilan misalnya DM, TB, Paru,
Tumor Kandungan, Kista, Hipertensi
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Kesadaran : Apatis E2 V4 M4
3) Tanda Vital : HR = 145x/menit, RR = 50x/menit, suhu =
36 derajat celcius
4) Antropometri : BBL = 3800 gram, Lila = 11 cm, LD = 32
cm, PB = 50 cm, LP = 34 cm, LK = 31,5 cm
5) Refleks : morro (+), menggenggam (+), isap (+),
reflek lemah
6) Aktivitas/tonus : aktif, menangis lemah
7) Kepala/leher : frontal anterior lunak, sutura sagitalis tepat,
wajah tampak simetris.
8) Mata : bersih, terdapat reflek cahaya (+), sclera
berwarna putih
9) THT : Telinga normal, palatum normal, hidung
bilateral
10) Abdomen : lunak, tali pusat segar, lingkar perut 33
cm , liver teraba
11) Thorax : simetris, klavikula normal
12) Paru-paru : suara nafas ronchi, adanya mucus, tampak
sesak, RR 60x/menit, terpasang alat bantu O2 Incubator
13) Jantung : tidak terdapat suara murmur, denyut
jantung 110x/ menit
14) Extremitas : extremitas bergerak semua dan simetris
tidak ada kelainan
15) Genetalia : perempuan normal tidak ada kelainan
16) Kulit : tampak pucat, sianosis, akral dingin, tidak
terdapat edema
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon
pasien, keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses
kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Berikut adalah diagnosa keperawatan pada bayi asfiksia menurut SDKI
(2018) :
a. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (Peningkatan CO2 dan
Penurunan O2) d.d Apnea, Takipnea (D.0005)
b. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas
(cairan mekonium) d.d Meconium di jalan nafas
d. Risiko Infeksi b.d efek prosedur infasive d.d neonatus terpasang infuse
dan terdapat bekas tusukan jarum suntik
e. Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah d.d suhu tubuh < 36.5 C
h. Menyusui tidak efektif b.d tidak rawat gabung d.d intake bayi
tidak adekuat
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantauan Respirasi (I.01014)
mekonium) d.d Meconium di jalan .. x 24 jam diharapkan Bersihan jalan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
Penurunan O2) d.d Apnea, Takipnea .. x 24 jam diharapkan Pola nafas 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi yang tepat
dengan advis dokter
3. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantaun Respirasi (1.01014)
Edukasi
5. Hiportermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Menejemen Hipotermia (I. 14507)
Suhu lingkungan rendah ditandai keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
dengan bayi tampak pucat, dasar Termogulasi Neonatus membaik dengan 1. Monitor suhu tubuh
kuku sianosia, dan hipoksia. kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab hipotermia
1. Menggigil menurun
2. Suhu tubuh meningkat Terapeutik
3. Suhu kulit meningkat 1. Sediakan Lingkungan yang hangat
(Inkubator dan atur suhu ruangan)
2. Lakukan penghangatan pasif (pakai
selimut dan topi)
3. Lakukam penghangatan Eksternal
(pakaikan minyak telon)
Edukasi
Ajarkan ibu cara merawat bayi dirumah agar
tetap hangat
6. Risiko Ikterik Neonatus b.d kesulitan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Neonatus (1.03132)
transisi ke kehidupan ekstra uterin keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
d.d mual muntah Adaptasi Neonatus membaik dengan 1. Identifiksi kondisi awal bayi setelah lahir
kriteria hasil : (menangis spontan, tonus otot, ketuban
1. Berat badan meningkat jernih atau bercampur mekonium,
2. Membran mukosa kuning kecukupan bulan)
3. Aktivitas ekstermitas membaik 2. Monitor tanda vital bayi terutama suhu
4. Respon terhadap stimulus sensorik Terapeutik
membaik 1. IMD segera setelah bayi lahir
2. Berikan Vitamin K 1mg intramuskular
3. Kenaikan pakaian dari bahan katun
4. Bersihkan tali pusat dengan air steril atau
matang (hangat)
5. Rawat tali pusat secara terbuka (tidak
dibungkus)
6. Mandikan dengan air hangat selama 5-
10mnt
Edukasi
1. Anjurkan ibu meyusui bayi setiap 2jam
2. Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum
menyentuh bayi
3. Anjurkan ibu tidak membubuhi apapun
pada tali pusat
4. Anjurkan menyendawakan bayi setelah
disusui
7. Konstipasi b.d kelemahan abdomen Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen eliminasi fekal (1.04151)
d.d peristaltik usus menurun keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
Eliminasi Fekal membaik dengan 1. monitor buang air besar (warna, frekuensi,
kriteria hasil : konsistensi)
1. Peristaltik usus membaik Terapeutik
2. Frekeunsi defekasi membaik 1. jadwalkan waktu defekasi
3. Konsistenasi feses membaik Edukasi
1. anjurkan meningkatkan asupan cairan
8. Menyusui tidak efektif b.d tidak Setelah dilakukan tindakan asuhan Edukasi Menyusui (1.12393)
rawat gabung d.d intake bayi tidak keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
adekuat menyusui membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Perlekatan bayi pada payudara ibu menerima informasi
meningkat 2. Identifikasi keinginan menyusui
2. Kemampuan ibu memposisikan Terapeutik
bayi dengan benar meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan
3. Berat badan bayi meningkat kesehatan
4. Suplai ASI adekuat meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
5. Kepercayaan diri ibu meningkat kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
diri dalam menyusui
Edukasi
1. Berikan konselin menyusui
2. Jelaskan manfaat menyusi bagi ibu dan
bayi
3. Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas yang
telah diberikan minyak kelapa/zaitun/baby
oil
4. Ajarkan perawatan payudara post partum
DAFTAR PUSTAKA