LP Bayi Asfiksia - Perin-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN ASFIKSIA DI RUANG PERINOTOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
(PERIODE 6 – 11 FEBRUARI 2023)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas


Di Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

Restri Wahyuningtyas
NIM. 2201031053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat bayi dilahirkan atau
beberapa saat setelah bayi lahir. Asfiksia neonatorum merupakan kondisi gawat
darurat dimana bayi mengalami kegagalan dalam bernafas secara spontan
sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin meningkatkan karbondioksida,
jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian. Asfiksia berarti hipoksia
yang progresif, apabila proses tersebut terus berlangsung dapat mengakibatkan
kerusakan otak, denyut jantung akan mengalami penurunan sedangkan tonus
neuromuscular berkurang secara berangsur-angsur hingga terjadi apnea (henti
nafas). Selain itu juga mempengaruhi fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru,
lambung, dan lainnya (Legawati, 2018).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.
2. Etiologi
Menurut Dwienda, dkk (2014) Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu :
a. Gangguan pada lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang
memungkinkan terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya,
apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dapat diperkirakan dengan
makin masuknya kepala janin ke dasar panggul maka makin erat pula lilitan
pada leher janin yang mengakibatkan makin terganggunya aliran darah ibu ke
janin.
b. Ketuban bercampur dengan mekonium
Jika janin mengalami kekurangan O2 dan C02 bertambah akan
menimbulkan rangsangan pada nervus vagus sehingga denyut jantung janin
menjadi lambat. Jika terus berlanjut maka rangsangan dari nervus simpatikus
akan timbul dimana denyut jantung janin menjadi lebih cepat yang akhirnya
janin akan mengadakan pernafasan intrauterine sehingga mekonium banyak
dikeluarkan dalam air ketuban pada paru paru. Hal ini menyebabkan denyut
jantung bayi menurun dan tidak menunjukan pernafasan secara spontan.

c. Faktor Umur Kehamilan


Persalinan preterm merupakan persalinan dengan masa gestasi kurang
dari 259 hari atau kurang dari 37 minggu. Kesulitan utama dalam persalinan
preterm adalah perawatan bayinya. Semakin muda usia kehamilan maka
semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Persalinan preterm akan
menghasilkan bayi premature dengan kondisi paru yang belum siap dan
sebagai organ pertukaran gas yang efektif, hal ini merupakan faktor dapat
terjadinya asfiksia. (Fajarriyanti, 2017)
d. Pengaruh tindakan ketika proses persalinan
Persalinan dengan tindakan yaitu penggunaan alat pada tindakan
vakum ekstraksi dan adanya penggunaan obat bius dalam tindakan seksio
sesarea. Hal ini dapat menimbulkan pengurangan cairan paru dan penekanan
pada thoraks sehingga mengalami paru paru basah yang lebih persisten.
Sehingga mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru lahir. persalinan
dengan tindakan mempunyai risiko 5,471 kali lebih besar terhadap kejadian
asfiksia neonatorum dibandingkan dengan persalinan normal (Syaiful dkk,
2016)
e. Faktor Ibu
1) Gangguan His : Tetania uteri-hipertoni
2) Turunnya tekanan darah secara mendadak
Perdarahan pada plasenta previa dan salutio plasenta, sehingga
menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam
arang. Setelah itu, menurunnya tekanan secara mendadak lalu bayi akan
mengalami sulit dalam bernafas.
3) Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak
menempel, dan perdarahan plasenta.
4) Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
dan lain-lain.
5) Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun
karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra
kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain
6) Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan berarti wanita telah menderita hipertensi
sebelum hamil yang biasa disebut juga dengan preeklamsia tidak murni.
Prognosis bagi janin kurang baik karena adanya insufisiensi plasenta.
7) Gangguan pertukaran nutrisi/O2 : solution plasenta
8) Melahirkan di umur kehamilan masih muda.
Semakin muda umur kehamilan fungsi organ tubuh semakin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk karena masih belum sempurna
seperti sistem pernafasan. ( Syaiful dkk, 2016)
3. Klasifikasi
Menurut Dwienda, dkk (2014) Jenis jenis asfiksia tebagi menjadi tiga tingkatan
yaitu :
a. Asfiksia Ringan
1) Nilai APGAR 7 – 10
2) Takipnea dengan nafas >60x/menit
3) Bayi tampak sianosis
4) Adanya retraksi sela iga
5) Bayi merintih ( grunting )
6) Adanya pernafasan cuping hidung
7) Bayi kurang aktifitas
8) Dalam pemeriksaan auskultasi terdapat wheezing
b. Asfiksia Sedang
1) Nilai APGAR 4-6
2) Frekuensi jantung menurun ( 60-80x/ menit )
3) Usaha nafas lambat
4) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
5) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
6) Bayi tampak sianosis
7) Tidak terjadi kekurangan O2 yang berlanjut selama proses persalinan

c. Asfiksia Berat
1) Nilai APGAR 0-3
2) Frekuensi jantung kecil ( <40x/ menit )
3) Tidak ada usaha nafas
4) Tonus otot lemah, bahkan hampir tidak ada
5) Bayi tidak memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
6) Bayi tampak pucat hingga berwarna kelabu
7) Kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

4. Manifestasi klinik
Menurut Sunarti (2017) salah satu tanda dan gejala klinis asfiksia pada janin atau
bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
c. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
d. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
e. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap.
f. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.

g. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)


h. Penurunan terhadap spinkters.
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

j. Pernapasan terganggu

k. Detik jantung berkurang

l. Reflek / respon bayi melemah


m. Tonus otot menurun
n. Bayi pucat dan kebiru-biruan
o. Perubahan fungsi jantung
p. Kegagalan sistem multiorgan
q. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
r. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.
1) Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
neuromuscular menurun
2) Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan
pernafasan megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus,
bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah.

TANDA- STADIUM I STADIUM II STADIUM III


TANDA
Tingkat Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
kesadaran koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
tendo/klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, refleks
cahaya jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal aktifitasèVoltase Supresi ledakan
rendah kejang- sampai isoelektrik
kejang
Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai Beberapa hari sampai
kemajuan 14 hari beberapa minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit
berat

5. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
1) Langkah awal dalam stabilisasi
a) Memberikan kehangatan
bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas atau radiant warmer
dalam keadaan telanjang supaya panas yang dipancarkan dapat
mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
b) Memeposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
bayi diletakkan dalam posisi menghidu dengan leher sedikit
menghadap ke atas supaya faring,laring, dan trakea dalam satu garis
lurus sehingga udara mudah untuk masuk. Posisi ini baik untuk
melakukan ventilasi dengan menggunakan balon dan sungkup atau
pemasangan pipa endotrakeal.
c) Membersihkan jalan napassesuai kebutuhan
Cara yang tepat membersihkan jalan nafas bergantung kepada
keaktifan bayi. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan
kondisi bayi tidak bugar ( bayi mengalami depresi pernafasan, tonus
otot kurang, frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera lakukan
tindakan penghisapan trakea yang langkah-langkahnya meliputi
pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea lalu
lakukan pembersihan daerah mulut, faring, laring, trakea sampai glotis
dengan kateter penghisap.
d) Mengeringkan bayi, merangsang pernafasan dan meletakkan pada
posisi yang benar
Bila posisi bayi sudah benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi
belum bernafas dengan adekuat maka hal yang dapat dilakukan yaitu
perangsangan taktil yaitu dengan cara menepuk atau menyentil telapak
kaki bisa juga dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas
bayi.
Sebelum menerima resusitasi lanjutan yaitu dengan mengecek tanda-tanda
vital bayi yaitu:
a) Pernafasan
Resusitasi berhasil apabila gerakan dada bayi adekuat, frekuensi dan
dalam pernafasan bertambah setelah diberikan rangsangan taktil. Jika
pernafasan bayi masih terengah-engah maka tidak efektif untuk
melakukan intervensi lanjutan.
b) Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Perhitungan bunyi jantung
dapat dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan
10 maka akan didapatkan hasil frekuensi jantung permenit.
c) Warna kulit
Bayi seharusnya berwarna merah pada bibir dan seluruh tubuh. Warna
kulit bayi dari biru menjadi kemerahan paling cepat untuk mengetahui
bahwa pernafasan dan sirkulasi yang adekuat.
2) Pemberian oksigen
Jika bayi terlihat sianosis sentral, maka dapat diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksige aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan
sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendirinya,
selang atau pipa oksigen, dan T-piece resuscitator. Pada bayi cukup bulan
dapat diberikan oksigen 100%, dan sebaliknya apabila bayi tidak cukup
bulan maka pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan karena dapat
merusak jaringan. Pemberian oksigen dapat dihentikan secara bertahap
apabila bayi tetap merah dan saturasi oksigen tetap baik.
3) Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Ventilasi Tekanan Positif atau VTP merupakan tahapan resusitasi
untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru-paru dengan
tekanan positif. Tindakan tersebut dilakukan dengan memasang sungkup
dengan ukuran yang sesuai di wajah bayi sampai menutup dagu, mulut,
dan hidung (Sarninta, 2017)
Ventilasi Tekanan Positif atau VTP dapat dilakukan apabila semua
tindakan diatas tidak dapat membuat bayi bernafas atau frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit. Bayi dengan kelainan congenital seperti hernia
diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP.
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan
ventilasi kepada bayi baru lahir. Beberapa alat ini memiliki cara kerja,
keuntungan, dan kerugian masing-masing.
a) Alat-alat VTP
i. Tekno tube and mask

Dari segi harga, tekno tube and mask adalah alat yang paling
terjangkau. Kelemahan dari alat ini yaitu desain katupnya perlu
dimodifikasi, sulit utuk dibersihkan, dan jika sudah dipakai
selama 5 kali prosedur (high level desinfectans) tidak bisa
digunakan kembali.

ii. Balon mengembang sendiri ( self inflating bag)

Setelah alat ini dilepaskan dari remasan maka akan terisi


langsung dengan gas ( oksigen atau udara campuran keduanya)
ke dalam balon.
iii. Balon tidak mengembang sendiri ( flow inflating bag)

Balon ini disebut juga balon anastesi, terisi hanya bila gas
berasal dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon
iv. T-piece resuscitator
Alat ini dapat bekerja hanya apabila dialiri oleh gas yang
berasal dari sumber bertekanan ke dalamnya. Dengan cara
menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu
jari maka gas akan mengalir langsung ke lingkungan sekitar
maupun ke bayi.

b) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan VTP yaitu:


i. Atur posisi bayi dengan benar
Posisi bayi telentang dengan kepala bayi dekat penolong dan posisi
kepala sedikit ekstensi menggunakan pengganjal bahu (kain)

ii. Cek alat VTP ada kebocoran udara atau tidak


iii.Pilih ukuran sungkup sesuai dengan ukuran anatomis bayi. Ukuran 1
untuk bayi berat normal, ukuran 0 untuk bayi berat lebih rendah
(BBLR)
iv. Perhatikan pemasangan dan perlekatan sungkup pada bayi dengan
benar. Sungkup harus menutupi dan menempel pada hidung, mulut
dan dagu tidak menekan pada mata serta tidak menggantung pada
dagu. (Kemenkes RI,2010)

c) Cara melakukan VTP


i. Pasang sungkup sesuai ukuran anatomis bayi dan posisikan sungkup
dengan benar hingga menutupi dagu, mulut dan hidung
ii. Melakukan ventilasi dengan tekanan 30 cm H2O air sebanyak 2 kali
untuk membuka alveoli paru agar bayi mulai bernafas
iii.Melihat respon dada bayi jika tidak mengembang :
 Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
 Periksa posisi kepala dan pastikan posisi sudah menghidung
 Periksa cairan atau lendir di mulut, bila ada lakukan penghisapan.
 Lakukan ventilasi 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap
selanjutnya.
iv. Remas balon resusitasi sebanyak 20 kali selama 30 detik dengan
tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan atau
menangis
v. Pastikan dada mengembang pada saat dilakukan tiupan atau
remasan. Setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas
vi. Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap atau
menangis, maka hentikan ventilasi secara bertahap. Apabila bayi
masih megap-megap, lanjutkan ventilasi. (Sarninta, 2017)

4) Kompresi dada
Hal ini dilakukan apabila frekuensi jantung kurang dari 60 x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik.Tindakan ini terdiri dari
kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu dengan menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan
memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Dalam
melakukan tindakan kompresi dada diperlukan 2 orang untuk
melakukannya agar efektif, satu orang menekan dada dan yang lain
melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga dapat melakukan pemantauan
frekuensi jantung, suara nafas selama melakukan ventilasi tekanan positif.
Ventilasi tekanan positif dan kompresi dilakukan secara bergantian.
Prinsip dasar kompresi dada:
a) Posisi bayi
Posisi bayi yang baik yaitu dengan topangan keras pada bagian
belakang bayi dengan leher sedikit mengarah ke atas.
b) Kompresi
i. Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi yang baru lahir tekanan
yang diberikan yaitu di 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara
processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua puting susu.

Lokasi kompresi dada


ii. Kedalaman : dengan memberikan tekanan yang cukup yaitu
dengan menekan tulang dada sedalam kurang lebid 1/3 diameter
anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan agar jantung
dapat terisi. Satu kompresi terdiri atas satu tekanan ke bawah dan
satu pelepasan. Lama tekanan ke bawah harus lebih cepat daripada
lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung secara maksimal.
Jari yang digunakan dalam metode harus tetap menyentuh dada
selama proses penekanan dan pelepasan.
iii. Frekuensi : satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi,
frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi per menit. Satu siklus yaitu
2 detik terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi.
iv. Penghentian kompresi : setelah dilakukan selama 30 detik,
menghitung frekueni jantung ventilasi diberhentikan selama 6
detik. Jika frekuensi jantung diatas 60x/menit, kompresi dada
dihentikan. Namun, diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit.
Jika frekuensi jantung lebih dari 100x/menit dan bayi dapat
bernafas dengan spontan, maka bayi masih diberikan oksigen alir
bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan.
5) Intubasi endotrakeal
Langkah ini dapat dilakukan dalam setiap tahapan resusitasi dalam
beberapa keadaan yaitu:
a) Jika pada bayi terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi
pernafasan, maka langkah pertama sebelum melakukan resusitasi yang
lain dilakukannya inkubasi terlebih dahulu untuk membersihkan
mekoneum dari jalan nafas.
b) Jika dilakukan ventilasi tekanan positif tidak berhasil, maka dapat
dilakukan intubasi.
c) Jika kompresi dada diperlukan, intubasi dapat dilakukan untuk
membantu koordinasi antara kompresi dada dan ventilasi.
d) Jika diperlukan pemberian epinefrin untuk menstimulasi frekuensi
jantung, maka pemberian epinefrin langsung ke trakea melalui pipa
endotrakeal.
e) Pemasangan selang endotrakeal harus dilakukan apabila bayi dicurigai
adanya hernia diafragmatik.

b. Obat-obatan
1) Epinefrin
Epinefrin digunakan apabila frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan ventilasi tekanan positif dan kompres dada secara
terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum
melakukan ventilasi karena dapat meningkatkan beban dan penampungan
oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan yaitu 0,1 sampai 0,3 ml/kgBB
larutan 1:10.000 dengan cara intravena atau selang endotrakeal. Jika
frekuensi jantung tidak meningkat maka dosis dapat diulang 3 sampai 5
menit secara intravena. Dosis maksimal digunakan jika melalui selang
endotrakeal.

2) Volume ekspander
Indikasi diberikan volume ekspander yaitu bayi yang baru lahir dilakukan
resusitasi dan mengalami hipovolemia dan tidak ada respon mengenai
resusitasi. Kondisi klinis ditandai dengan pucat, perfusi buruk, nadi kecil
atau lemah. Dosis awal yang diberikan yaitu 10 ml/kg BB selama 5
sampai 10 menit. Jenis cairan yang dapat diberikan yaitu larutan kristaloid
isotonis ( NaCl 0,9% Ringer Laktat).
3) Bikarbonat
Indikasi penggunaannya yaitu asidosis metabolik pada bayi baru lahir
yang mendapat resusitasi dan diberikan jika ventilasi dan sirkulasi
pernafasan sudah baik. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4
ml/kg BB BicNat dengan konsentrasi 4,2 %. Bila hanya ada BicNat 7,4%
maka dapat diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak.
Pemberian secara intravena tidak boleh melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

4) Nalokson
Nalokson hidroklorida merupakan antagonis narkotik yang diberikan
dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik saat 4 jam sebelum melahirkan. Cara
pemberiannya yaitu dengan intravena atau selang endotrakeal, bila perfusi
baik maka dapat melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang
diberikan 0,1 mg/kg BB, obat ini tersedia dalam dua konsentrasi yaitu 0,4
mg/kg BB dan 1 mg/ml.

6. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi yang baru lahir tergantung pada kondisi janin di masa
kehamilan dan proses persalinan. Ketika persalinan bayi akan mengalami asfiksia
ringan yang sementara sehingga perlu merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan. Bayi setelah dilahirkan akan segera menarik nafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada di dalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Maka timbul rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
dan akhirnya irreguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan
bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang
tidak dapat berekasi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya
pernafasan secara spontan (Sunarti, 2017)
7. Pathway

Persalinan lama, lilitan tali Trauma (Tindakan Forceps, Konsumsi obat-obatan narkotik
pusat,presensi janin abnormal anastesi, dll))

Janin Hipoksia

Spingter Ani Asfiksia Neonatus Perubahan suhu


relaksasi
Ruang perawatan
bayi tertelan air Peningkatan asam berbeda dengan ibu Mempengaruhi
meconium Keluar ketuban lambung O2 menurun sel-sel
CO2 hipotalamus
Mekonium masuk meningkat D. 0029 Menyusui
Fungsi cerna menurun tidak efektif
pada jalan nafas
PH meningkat Mempengaruhi
D.0001 Bersihan Jalan
kerja serat
nafas tidak efektif Mual dan Muntah Pemenuhan Nutrisi
Aspirasi Mekonium kolikogenik
dengan sufor
Paru-paru terisi
cairan Asidosis Respiratorik Vasodilatasi
Imunitas Menurun Tidak cocok sufor
pembuluh darah
D.0036 Risiko Ikterik
Neonatus Asidosis Metabolik Peristaltik usus
Kadar O2 darah D.0142 Risiko menurun Panas tubuh
menurun Infeksi hilang
D. 0003 Gangguan
Pertukaran Gas D.00349
Suhu tubuh
Konstipasi
Usaha nafas D.0005 Pola Nafas menurun
(Gasping) Takipnea Tidak Efektif

D.0031
Hipotermia
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian
Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai
dari pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang
klien. Pada fase pengkajian ini terdapat langkah yaitu pengumpulan
data dari klien (sumber primer) dan keluarga, tenaga kesehatan
(sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa keperawatan.
a. Identitas
Identitas mengenai seluruhnya tentang pasien dapat berupa nama,
alamat, tempat tanggal lahir, alamat dan lainnya. Sehingga petugas
medis dapat mengetahui lebih jauh dari identitas pasien
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat pemeriksaan.
Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi jantung 110 kali/menit,
tonus otot lemah, sianosis/pucat
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat yang saat ini dialami pasien. Bayi lahir secara
spontan, berat badan bayi 2700 gram, di usia kehamilan 37 minggu,
ketuban pecah ± 5 jam, warna hijau keruh kental, bau (+).
Kemudian bayi langsung di antar oleh bidan ke ruang bayi, tiba di
ruang bayi keadaan umum lemah, menangis lemah (+), cyanosis
(+), hipersalivasi (+). Pada saat pengkajian bayi tampak lemah,
CRT 3 detik
2) Riwayat penyakit dahulu
a) Prenatal care
Melakukan pemeriksaan kehamilan 3 kali, selama hamil
mengalami pusing dan malaise.
b) Natal
Meahirkan dengan normal di rumah sakit, ibu mengalami
kesulitan untuk mengedan sehingga ibu cepat lelah
c) Post natal
Bayi lahir dengan normal dengan berat 2700 gram dengan
panjang badan 39 cm, bayi mengalami nafas lambat, denyut
jantung menurun dan gerakannya tampak melemah dan bayi
menunjukkan keadaan pucat atau sianosis
3) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat penyakit penyerta kehamilan misalnya DM, TB, Paru,
Tumor Kandungan, Kista, Hipertensi
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Kesadaran : Apatis E2 V4 M4
3) Tanda Vital : HR = 145x/menit, RR = 50x/menit, suhu =
36 derajat celcius
4) Antropometri : BBL = 3800 gram, Lila = 11 cm, LD = 32
cm, PB = 50 cm, LP = 34 cm, LK = 31,5 cm
5) Refleks : morro (+), menggenggam (+), isap (+),
reflek lemah
6) Aktivitas/tonus : aktif, menangis lemah
7) Kepala/leher : frontal anterior lunak, sutura sagitalis tepat,
wajah tampak simetris.
8) Mata : bersih, terdapat reflek cahaya (+), sclera
berwarna putih
9) THT : Telinga normal, palatum normal, hidung
bilateral
10) Abdomen : lunak, tali pusat segar, lingkar perut 33
cm , liver teraba
11) Thorax : simetris, klavikula normal
12) Paru-paru : suara nafas ronchi, adanya mucus, tampak
sesak, RR 60x/menit, terpasang alat bantu O2 Incubator
13) Jantung : tidak terdapat suara murmur, denyut
jantung 110x/ menit
14) Extremitas : extremitas bergerak semua dan simetris
tidak ada kelainan
15) Genetalia : perempuan normal tidak ada kelainan
16) Kulit : tampak pucat, sianosis, akral dingin, tidak
terdapat edema

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon
pasien, keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses
kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Berikut adalah diagnosa keperawatan pada bayi asfiksia menurut SDKI
(2018) :

a. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (Peningkatan CO2 dan
Penurunan O2) d.d Apnea, Takipnea (D.0005)

b. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas
(cairan mekonium) d.d Meconium di jalan nafas

c. Gangguan pertukaran gas b.d Dispnea d.d Takikardi

d. Risiko Infeksi b.d efek prosedur infasive d.d neonatus terpasang infuse
dan terdapat bekas tusukan jarum suntik

e. Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah d.d suhu tubuh < 36.5 C

f. Risiko Ikterik Neonatus b.d kesulitan transisi ke kehidupan ekstra


uterin d.d mual muntah

g. Konstipasi b.d kelemahan abdomen d.d peristaltik usus menurun

h. Menyusui tidak efektif b.d tidak rawat gabung d.d intake bayi
tidak adekuat
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantauan Respirasi (I.01014)

benda asing dalam jalan nafas (cairan keperawatan selama Observasi

mekonium) d.d Meconium di jalan .. x 24 jam diharapkan Bersihan jalan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,

nafas nafas neonatus meningkat dengan dan upaya napas


kriteria hasil: 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
1. Sekret / benda asing dalam pernafasan takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
tidak ada Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
2. RR normal 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. suara nafas tambahan (-) 4. Auskultasi bunyi napas
4. Sarurasi O2 normal 5. Monitor saturasi oksigen
5. AGD Normal 6. Monitor nilai AGD
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)

upaya nafas (Peningkatan CO2 dan keperawatan selama Observasi

Penurunan O2) d.d Apnea, Takipnea .. x 24 jam diharapkan Pola nafas 1. Monitor pola napas (frekuensi,

(D.0005) membaik dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)


1. Frekuensi nafas dalam rentang normal 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
2. Tidak ada pengguanaan otot bantu Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
pernafasan 3. Monitor spO2
3. Pasien tidak menunjukkan tanda
dipsnea Terapeutik
1. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
2. Ganti selang naso/oro faringeal secara
tepat
3. Fiksasi selang naso/oro faringeal secara
tepat
4. Auskultasi setelah intubasi
Edukasi
1. Informasikan hasil pemantauan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi yang tepat
dengan advis dokter

3. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantaun Respirasi (1.01014)

Dispnea d.d Takikardi keperawatan selama Observasi


.. x 24 jam diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
meningkat dengan kriteria hasil : upaya nafas
1. Dispnea menurun 2. Monitor pola nafas monitor adanya
2. Bunyi nafas tambahan menurun produksi sputum
3. Sianosis membaik 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Pola nafas membaik 4. Auskultasi bunyi nafas
5. Warna kulit membaik 5. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantaun respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. Informasikan hasil pemantauan
4. Risiko Infeksi b.d ketuban pecah Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Imunisasi/ Vaksin (I. 14508)

sebelum waktunya d.d neonatus keperawatan selama Observasi

BBLR .. x 24 jam diharapkan risiko infeksi 1. Identifikasi riwayat kesehatan dan


menurun dengan kriteria hasil : riwayat alergi
2. Identifikasi kontraindikasi pemberian
(Pencegahan Infeksi I.14539) imunisasi
1. Tingkat Infeksi Menurun
Terapeutik
2. Leukosit Menurun

1. Berikan suntikan pada pada bayi


dibagian paha anterolateral
2. Dokumentasikan informasi vaksinasi
3. Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat

Edukasi

1. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang


terjadi, jadwal dan efek samping
2. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah

5. Hiportermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Menejemen Hipotermia (I. 14507)
Suhu lingkungan rendah ditandai keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
dengan bayi tampak pucat, dasar Termogulasi Neonatus membaik dengan 1. Monitor suhu tubuh
kuku sianosia, dan hipoksia. kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab hipotermia
1. Menggigil menurun
2. Suhu tubuh meningkat Terapeutik
3. Suhu kulit meningkat 1. Sediakan Lingkungan yang hangat
(Inkubator dan atur suhu ruangan)
2. Lakukan penghangatan pasif (pakai
selimut dan topi)
3. Lakukam penghangatan Eksternal
(pakaikan minyak telon)
Edukasi
Ajarkan ibu cara merawat bayi dirumah agar
tetap hangat
6. Risiko Ikterik Neonatus b.d kesulitan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Neonatus (1.03132)
transisi ke kehidupan ekstra uterin keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
d.d mual muntah Adaptasi Neonatus membaik dengan 1. Identifiksi kondisi awal bayi setelah lahir
kriteria hasil : (menangis spontan, tonus otot, ketuban
1. Berat badan meningkat jernih atau bercampur mekonium,
2. Membran mukosa kuning kecukupan bulan)
3. Aktivitas ekstermitas membaik 2. Monitor tanda vital bayi terutama suhu
4. Respon terhadap stimulus sensorik Terapeutik
membaik 1. IMD segera setelah bayi lahir
2. Berikan Vitamin K 1mg intramuskular
3. Kenaikan pakaian dari bahan katun
4. Bersihkan tali pusat dengan air steril atau
matang (hangat)
5. Rawat tali pusat secara terbuka (tidak
dibungkus)
6. Mandikan dengan air hangat selama 5-
10mnt
Edukasi
1. Anjurkan ibu meyusui bayi setiap 2jam
2. Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum
menyentuh bayi
3. Anjurkan ibu tidak membubuhi apapun
pada tali pusat
4. Anjurkan menyendawakan bayi setelah
disusui
7. Konstipasi b.d kelemahan abdomen Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen eliminasi fekal (1.04151)
d.d peristaltik usus menurun keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
Eliminasi Fekal membaik dengan 1. monitor buang air besar (warna, frekuensi,
kriteria hasil : konsistensi)
1. Peristaltik usus membaik Terapeutik
2. Frekeunsi defekasi membaik 1. jadwalkan waktu defekasi
3. Konsistenasi feses membaik Edukasi
1. anjurkan meningkatkan asupan cairan
8. Menyusui tidak efektif b.d tidak Setelah dilakukan tindakan asuhan Edukasi Menyusui (1.12393)
rawat gabung d.d intake bayi tidak keperawatan .. x 24 jam, diharapkan Observasi
adekuat menyusui membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Perlekatan bayi pada payudara ibu menerima informasi
meningkat 2. Identifikasi keinginan menyusui
2. Kemampuan ibu memposisikan Terapeutik
bayi dengan benar meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan
3. Berat badan bayi meningkat kesehatan
4. Suplai ASI adekuat meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
5. Kepercayaan diri ibu meningkat kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
diri dalam menyusui
Edukasi
1. Berikan konselin menyusui
2. Jelaskan manfaat menyusi bagi ibu dan
bayi
3. Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas yang
telah diberikan minyak kelapa/zaitun/baby
oil
4. Ajarkan perawatan payudara post partum
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2016 Rencana Perawatan


Maternal/Bayi.
EGC. Jakarta
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Maryunani, anik dan Sari, Eka Puspita. 2013. Asuhan Keperawatan Maternal dan
Neonatal.
Jakarta : Trans Info Media.
Hermand, T.Heather. 2016. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. EGC;Jakarta.
Docterman dan Bullechek. 2017. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 6,
United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2017. Nursing Out Comes (NOC),Edition 6.
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai