Dogmatika II
Dogmatika II
Dogmatika II
Nama
M. Kuliah
: Dogmatika II
Pendahuluan
Pada sajian sebelumnya kita telah membahas bagaiamana Konttraversi teologi
anugrah didalam aliran-aliran Reformasi, pada kali ini kita akan membahas bagaimana
teologi anugerah/ajaran keselamatan diberbagai aliran yang berada diluar tubuh Gereja
Katolik Roma dan aliran-aliran Reformasi. Dan pada pembahasan kali ini penyaji akan
membahas/menulis sejarah ringkas munculnya aliran-aliran dan teologi anugerah/ajaran
keselamatan Methodisme, Pentakostalisme, Kharismatikisme, Adventisme dan Anglikanisme.
Semoga sajian kita kali ini menambah wawasan kita dan memberi informasi baru mengenai
teologi anugerah/ajaran keselamatan diluar GKR dan aliran Reformasi (Lutheran/Calvinis)
II.
2.1.
Pembahasan
Pengertian Anugerah/Keselamatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Anugerah adalah pemberian atau ganjaran dari
pihak atas pada pihak bawah atau juga bisa pemberian dari pihak orang besar kepada pihak
yang kecil. Dan arti keselamatan adalah kata yang dipakai untukmenunjuk kepada suatu
keadaan dimana kita menemukan adanya kesejahteraan dan kebahagiaan. Kata ini
menggambarkan keadaan selamat seperti terhindar dari bahaya, bencana, aman sentosa, tidak
mendapat gangguan atau kerusakan, tidak kekurangan sesuatu apapun dan tidak ada
kegagalan.[1]
Dalam Perjanjian Lama, Anugerah diterjemahkan dengan kata Hased, menunjuk
kepada focus apa yang YHWH lakukan bagi Isarel dan penyembahan kepada Allah yang
bersiffat Individual.[2]
Dalam Perjanjian Baru kata Anugerah berasal dari kata kharis yang pada hakekatnya
merupakan pemberian yang yidak harus dibalas. Kata kharis berarti thanks (Rm. 16:17,
7:25) dan thanks offering (I Kor. 16:3, II Kor. 8:16). Secara khusus Paulus menggunakan
kata ini dalam peristiwa keselamatan secara linguistik menunjuk kepada pemberian Allah.
Dalam kebebasan-Nya memberi anugerah yang harus diterima dengan sukacita.[3]
Sedangkan mengenai kata keselamatan dalam PL berasal dari kata Yasha, yang
artinya ialah lebar atau luas, lawan dari kesempitan attau tindasan. Dengan demikian
keselamatan berarti bebas dari seuatu yang mengikat atau membatasi, yang kemudian
menjadi pembebasan, pelepasan atau memberikan keleluasaan dan kelanpangan kepada
sesuatu. Didalam PL keselamatan tidak hanya pemnbebasan dari sesuatu kesukaran tertentu,
tetapi pembebasan bagi Tuhan untuk melaksanakan rencana-Nya yang khusus (Yes. 43:11-12;
49:6). Dan dalam PB keselamatan berasal dari kata soter dan soteria yang artinya perawatan,
kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan.[4]
2.2. Teologi Anugerah dalam pandangan berbagai Aliran
2.2.1. Methodisme
2.2.1.1.Sejarah Singkat[5]
Aliran Methodist muncul pada abad ke-18 dan menandai bangkitnya semangat
kebangunan Rohani (Revival), mula-mula di Inggris kemudian menyebar keseluruh dunia.
Tokoh utamanya adalah dua bersaudara Wesley: John dan Charles. Methodisme pada
mulanya merupakan nama ejekan terhadap sebuah wadah keagamaan di Oxford yang dikenal
juga dengan nema Perhimpunan Kudus. Munculnya gerakan Methodisme sebenarnya
bermula dari pertobatan yang dialami oleh John Wesley pada 24 Mei 1738. Dia merasakan
hatinya dibakar dan merasa dibenarkan dalam Kristus. Hanya didalam Kristus ada
Keselamatan
dan
keselamatan
itu
telah
dikaruniakan
kepadanya.
John
Wesley
mengkhotbahkan tentang pertobatannya sehingga banyak orang yang bertobat dan menjadi
pengikutnya. Mereka inilah yang dikenal dengan Methodis. Orang-orang Methodis kemudian
keluar dari Gereja Anglikan serta mengorganisir gereja sendiri pada tahun 1795 yang
bernama Gereja Methodis.
2.2.1.2.Teologi Anugerah
Menurut John Wesley, manusia mengetahui bahwa Allah telah membenarkannya,
bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan bahwa Allah telah menciptakannya
menjadi manusia baru. Kepastian keselamatan ialah kesaksian Roh Kudus kepada Roh kita
yang meyakinkan bahwa kita adalah anak Allah (Rm 8:16), bahwa kita dikasihi Yesus
Kristus, bahwa Yesus Kristus telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita, bahwa semua dosa
kita telah diampuni dan diperdamaikan dengan Allah.
Gereja Methodis meyakini bahwa kehidupan orang Kristen merupakan kehidupan
yang berdasarkan hubungan pribadi dengan Kristus. Hubungan itu diibaratkan seperti
hubungan suami-istri. Pada mulanya hubungan itu baru dalam tahap saling mengenal dan
terbatas, tetapi hubungan itu makin lama semakin dekat, sehingga lahirlah keyakinan dan
kepastian bahwa mereka saling mengasihi.[6]
Bagi ajaran Methodis mengenai keselamatan, aliran ini berpendapat bahwa
meskipun penebusan dan keselamatan disediakan bagi semua orang, bisa saja bahwa pada
akhitnya ia kehilangan kasih-karunia Allah itu. Sebab bisa saja pada akhir hidupnya ia
murtad. Hal ini sekaligus menolak pandangan Calvin.[7]
Menurut John Wesley, ada tiga tahap proses Anugerah Allah terhadap manusia,
anugerah tersebut adalah: [8]
A. Anugerah Pendahuluan (Previent Grace)
Anugerah pendahuluan adalah anugerah yang telah diberikan Allah kepada manusia
sebelum manusia bertobat dan menerima Allah. Menurut john Wesley, semua manusia tanpa
terkecuali sudah menerima anugerah pendahuluan ini, baik kafir, Yahudi, Islam dan
sebagainya. Anugerah pendahuluan ini dilukiskan oleh John Wesley bagaikan teras sebuah
rumah. Semua orang sudah ada pada teras keselamatan. Oleh karena itu, bagi John Wesley
tidak adil mengatakan bahwa orang yang bukan Kristen itu semua dihukum oleh Tuhan Allah.
B.
disebarluaskan oleh Charles Fox Parham, direktur sekolah Alkitab Bethel di Topeka.
Sebelumnya Charles Fox adalah pendeta Episcopal Methodis Church. Disinilah ia
mempelajari ajaran kesuciansebgai berkat atau karunia kedua. Tetapi kemudian ia
meningggalkan gereja ini karena menurutnya ajaran dan prakteknya sudah kurang
menekankan kesucian hidup dan peranan Roh Kudus.
Awal Kemunculan Versi Kedua:
Peristiwa Pentakosta berikutnya yang lebih menggemparkan dan lebih menentukan
bagi perkembangan dan masa depan gerakan Pentakostal terjadi di Los Angeles, California,
pada tgl 9 April 1906. Beberapa hari sebelumnya William J. Seymour berkotbah di sebuah
jemaat kecil dari gereja Baptis. Setelah mendengar kotbahnya tentang Baptisan Roh, jemaat
itu menolak mendengar kotbahnya lebih lanjut, akan tetapi beberapa warganya
mengundangnya berkotbah di rumah mereka. Setelah berkotbah 3 hari berturut-turut, Roh
Kudus turun dan terdengarlah bahasa lidah di kawasan pantai barat negeri itu. Peristiwa itu
segera tersiar ke seluruh penjuru kota, bahkan ke seluruh negeri. Jumlah peserta perkumpulan
ini semakin besar sehingga mereka menyewa sebuah gedung bekas gereja Methodis di Azusa
Street. Selama bertahun-tahun hampir setiap hari di Azusa street diadakan kebaktian
kebangunan rohani. Dengan berbagai cara mereka berteriak, menangis, menari, kesurupan
dan sebagainya untuk membuktikan bahwa mereka telah menerima baptisan Roh dan karunia
berbahasa lidah, di samping karunia-karunia lain ( seperti penyembuhan Ilahi ). Setelah
yakin telah menerimanya mereka pulang dan menyebarkan berita itu. Dalam waktu singkat
berdirilah sejumlah pusat Pentakostal di kota-kota besar AS maupun di berbagai negeri di
dunia ini.
Hingga tahun 1914 kaum Pentakostal pada umumnya masih berada di lingkungan
gerakan kesucian. Sementara gerakan Pentakostal semakin meluas, semakin banyak pula dari
antara gereja-gereja kesucian itu yang ikut memahami baptisan Roh dan bahasa lidah
sebagai pengalaman ketiga dan jaminan akhir dari kesucian yang lebih meyakinkan dari
berkat kedua. Dengan demikian bagi mereka ada tiga tahap atau jenis berkat: pembenaran,
penyucian dan Baptisan Roh. Gereja-gereja yang menganut paham ini selanjutnya menjadi
pusat penginjilan Pentakostal. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah perbedaan paham
tentang ajaran berkat kedua. Hal ini diatasi dengan pertemuan raya tahun 1914 di Hots
Spring, negara bagian Arkansas. Di sini pulalah lahir organisasi gereja Pentakostal yang
pertama: The Assemblies of God. ( hasil penginjilan organisasi ini di Indonesia menggunakan
nama Sidang Jemaat ALLAH ). The Assemblies of God kemudian mengklaim diri sebagai
gereja Pentakostal terbesar di Amerika Serikat, menjadi salah satu dari gereja-gereja
Pentakostal yang menempatkan diri di luar jalur Methodis.
2.2.2.2.Teologi Anugerah
Dalam ajaran Gerakan Pentakosta mengenai Keselamatan menjadi salah satu pokok
ajaran pentakosta, menurut gerakan ini Keselamatan diyakini sebagai buah-buah Karunia
Allah, yang ditawarkan kepada manusia melalui pemberitaan dan ajakan menyatakan
penyesalan dan mohon pengampunan kepada Allah, dan Iman kepada Yesus Kristus. Manusia
diselamatkan melalui permandian kelahiran-kembali dan pembaruan oleh Roh Kudus. Setelah
dibenarkan oleh oleh kasih karunia-karunia melalui iman, ia menjadi anak-anak Allah, sesuai
dengan pengharapan akan kehidupan kekal. Bukti batiniah bagi orang percaya tentang
keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus, sedangkan bukti lahiriah adalah
kehidupan di dalam kebenaran dan kesucian yang sejati.[10]
Jadi menurut gereja Pentakosta keselamatan itu diperoleh melalui baptisan yang
terbagi menjadi dua yaitu baptisan air dan baptisan Roh [dan Api] dan hal itu dinyatakan pada
karunia bahasa Lidah (glossolalia). Dan baptisan dalam gerakan Pentakosta pada umumnya
adalah baptisan orang-orang dewasa dengan cara selam yang mengutamakan peranan Kristus
dan membaptis dalam nama Yesus.[11]
2.2.3. Kharismatikisme
2.2.3.1.Sejarah Singkat[12]
Gerakan/aliran Kharismatik dikenal juga dengan nama Gerakan Pentakostal Baru.
Dengan demikian jelaslah bahwa gerakan Kharismatik berpangkal pada gerakan Pentakostal.
Ciri utama yang menunjukkan bahwa gerakan Kharismatik berpangkal dan mirip dengan
gerakan Pentakostal ialah, keduanya memberi tekanan pada Baptisan Roh dan
Penyembuhan
Ilahi).
Cikal bakal Gerakan Kharismatik ini adalah sebuah organisasi para pengusaha Kristen yang
bernama The Full Gospel Business Mens Fellowship (FGBMF), yang dibentuk oleh Demos
Shakarian, seorang milyuner di kota California, Amerika Serikat. Sejak semula kalangan
FGBMF sudah menggunakan nama Persekutuan Kharismatik untuk pertemuan-pertemuan
mereka.
Suatu peristiwa yang sering/lazim diacu sebagai penanda awal kemunculan gerakan
Kharismatik ini ialah peristiwa yang terjadi di lingkungan Gereja Episkopal di sekitar kota
Los Angeles-California, pada tahun 1959. Dalam peristiwa tersebut sepasang suami-istri yang
masih muda, John dan Joan Baker, menerima Baptisan Roh disertai tanda berbahasa lidah,
setelah bersentuhan dengan kalangan Pentakostal. Segera menyusul 10 orang lagi, lalu
mereka berhimpun mengadakan kebaktian sendiri. Peristiwa ini (Baptisan Roh) kemudian
dialami pula oleh jemaat-jemaat Episkopal di sekitarnya, dan mengakibatkan api kharismatik
menyulut kobaran di mana-mana.
2.2.3.2.Teologi Anugerah[13]
Menurut kaum Kharismatik keselamatan mereka berpumpun pada Yesus. Kesaksian
tentang Baptisan Roh secara konstan mengacu pada perjumpaan dengan Yesus, penyerahan
yang lebih mendalam kepada Yesus, dan penerimaan yang lebih penuh akan Yesus sebagai
Tuhan. Pumpunan kepada Yesus ini diungkapkan dalam keyakinan bersama bahwa Yesus
adalah Pemberi Baptisan Roh kudus.
Kemudian Baptisan, penekanan kaum kharismatik mengenai baptisan sama dengan
aliran Pentakosta. Dimana kedua aliran ini mengakui baptisan itu ada dua yaitu Baptisan air
dan Baptisan Roh. Tetapi Baptisan Roh dalam aliran ini tidak masuk sebagai sakramen.
Mengenai Baptisan Roh dikalangan Pentakosta tidak bisa tidak harus disertai oleh
karunia berbahasa lidah, sedangkan bagi kaum Kharismatik, kendati Baptisan Roh juga
merupakan pengalaman rohani yang mutlak, namun tidak mesti disertai oleh glossolalia itu.
Sebab bagi kaum Kharismatik bukan hanya glossolalia yang merupakan karunia utama (Lih.
I Kor. 12: 8-10). Meskipun yang dibicarakan lebih banyak mengenai bahasa lidah.
Yang terakhir ialah Kuasa Rohani. Menurut aliran Kharismatik Kuasa Rohani yang
mendampingi Baptisan Roh, bagi mereka sebagai orang yang diselamatkan harus diwujudnyatakan dalam kemampuan memuji Allah, menginjili, mengusir dan mengalahkan siijahat,
serta mempraktikkan karunia-karunia Roh. Kuasa rohani ini dialami sebagai karuia dari
Tuhan Yesus yang banngkit, mengalir dari kepatuhan pada Firman Allah dan mewujud dalam
setiap bentuk pelayanan kristiani, termasuk di dalam pemberitaan Firman dan pelayanan
sakramen.
2.2.4. Adventisme
2.2.4.1.Sejarah Singkat[14]
Adventis lahir di USA pada tahun 1830. Pada abad ke-19 gereja-gereja utama
(Episkopal, Methodis, Baptis, Presbiterian dan Kongregasional) secara umum sedang lemah,
sedangkan kemajemukan dan kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang negara turut
melahirkan gerakan-gerakan baru dari gereja-gereja Protestan, salah satu di antaranya adalah
Adventis.
Salah satu tokoh Adventis adalah William Miller 1782-1849 dari Massachusetts.
Pokok perhatian Miller adalah ajaran Eskatologi/tentang hal-hal zaman akhir, peristiwa di
sekitar kedatangan kembali Yesus Kristus untuk mendirikan kerajaan seribu tahun di bumi.
Miller menentukan kedatangan Yesus berdasarkan nubuat kitab Daniel 8:14, 22 Oktober 1843
dan 1844. Ternyata Miller mengakui bahwa ia salah menetapkan tanggal, namun ia tetap
berpegang pada ajaran bahwa Kristus akan segera datang.
Salah satu murid Miller adalah Ellen G. White. Gereja Advent hari ke-Tujuh percaya
bahwa perhitungan kedatangan Tuhan tanggal 22 Oktober 1844 tidaklah keliru. Di tanggal itu
nubuat dari Kitab Daniel bukanlah tentang pengudusan dunia, melainkan menunjuk kepada
perubahan yang terjadi di sorga. Pada hari itu Tuhan Yesus tidak turun ke dunia, melainkan
memulai tahap karya penebusan yang baru, yaitu Tuhan Yesus memasuki ruang mahakudus di
sorga untuk melihat perbuatan-perbuatan orang Kristen dan menetapkan nama-nama mereka
apakah dimasukkan ke dalam kitab kehidupan atau tidak.
Desember 1844 Ellen bersekutu dalam doa dengan empat wanita lainnya. Lalu ia
mengaku menerima penglihatan yang pertama bahwa 144.000 umat Advent berjalan menuju
gerbang sorgawi dan Yesus membukakan pintu gerbang sorgawi bagi mereka. Setelah diberi
kecapi emas 144.000 orang itu berhimpun dekat pohon kehidupan di singgasana Allah. Ada
malaikat yang berkata kepada Ellen, Engkau harus kembali ke bumi, memberitahukan
kepada orang lain apa yang diwahyukan kepadamu.
Setelah memberitahukan penglihatan ini kepada sekelompok kecil orang Adven di
Portland, mereka bersepakat mendukung Ellen bahwa itu adalah terang dari Allah. Tak lama
kemudian Ellen mengaku menerima sejumlah penglihatan lain. Demikianlah selanjutnya pada
tahun-tahun berikutnya ia menyatakan diri sebagai alat di tangan Allah. Dan dalam
kenyataannya setiap penetapan ajaran gereja Advent harus terlebih dulu didahului dan
disahkan oleh penglihatan yang diterima Ellen G. White.
Hiram Edson, Joseph Bates dan Ny. Ellen Gould-White menekankan bahwa hari
perhentian dan peribadahan adalah hari Sabat (Sabtu) sesuai dengan titah ke-4 dalam Dasa
Titah. Ny. Ellen Gould-White mengklaim bahwa ia mendapat penglihatan yang menyatakan
bahwa Tuhan Allah tidak pernah mengubah hari Sabat ke hari Minggu. Penggantian ini
hanyalah ciptaan paus dan kaisar Roma. Gereja yang benar adalah gereja yang menguduskan
hari Sabat. Miller mengatakan bahwa perayaan hari Minggu adalah dosa gereja yang terberat.
Gereja Advent hari ke-Tujuh berpusat di Battle Creek, Michigan, USA. Dalam Adventisme
terdapat dua aliran yang besar: Gereja Kristen Advent dan Gereja Advent hari ke-Tujuh yang
terbentuk sesudah kegagalan tahun 1844.
2.2.4.2.Teologi Anugerah[15]
Gereja Advent menganut pandangan yang sama dengan kebanyakan Kristen
Protestan, dosa mengakibatkan manusia mewarisi kodrat yang rusak dan terpisah secara
rohani dari Allah. Dosa dengan demikian dipahami sebagai keadaan semua manusia dan
manusia tidak dapat melepaskan diri dari keadaan ini tanpa anugerah Allah. Mayoritas
Advent percaya bahwa semua manusia mewarisi kodrat kemanusiaan yang telah rusak dari
Adam. Bukan saja mewarisi kodrat kemanusiaan yang sudah rusak, tetapi juga turut
menanggung akibat pelanggaran Adam.
Doktrin Keselamatan dalam Gereja Advent banyak dipengaruhi oleh tradisi Wesleyan,
yang merupakan ekspresi Arminianisme. Hal ini terlihat dalam dua hal. Pertama, adanya
penekanan dalam ajaran Gereja Advent pada penyucian sebagai konsekuensi yang diperlukan
dan tak terelakkan dari keselamatan dalam Kristus. Penekanan pada ketaatan ini tidak
dianggap mengurangi prinsip reformasi sola fide ("iman saja"), melainkan untuk memberikan
keseimbangan yang penting bagi doktrin pembenaran oleh iman, dan untuk menghindari
pengaruh antinomianisme. Sementara menegaskan bahwa orang Kristen diselamatkan
sepenuhnya oleh kasih karunia Allah, Gereja Advent juga menekankan ketaatan kepada
hukum Allah sebagai respon yang tepat untuk keselamatan.
Kedua, Gereja Advent menekankan ajaran Kehendak Bebas, setiap individu bebas
untuk menerima atau menolak tawaran keselamatan Tuhan. Karena itu Gereja Advent
menolak pandangan doktrin Calvinis , yakni: takdir (atau pemilihan tanpa syarat), penebusan
terbatas, dan ketekunan orang-orang kudus ("sekali diselamatkan tetap selamat"). Seventhday Adventists Answer Questions on Doctrine menyatakan bahwa Gereja Advent percaya:
"Setiap individu bebas untuk memilih atau menolak tawaran keselamatan melalui Kristus;
kami tidak percaya bahwa Allah telah menakdirkan sebagian orang akan diselamatkan dan
sebagian lainnya akan dihukum." Kebebasan memilih untuk menerima atau menolak Allah
merupakan bagian integral dari tema Kontroversi Besar:
"Tuhan dapat mencegah dosa dengan menciptakan alam semesta yang seperti robot, yang
akan melakukan apa yang telah ditentukan supaya mereka melakukan. Tetapi Allah dalam
kasihNya menciptakan makhluk yang bisa dengan bebas berkehendak untuk mengasihiNya dan tanggapan itu hanyalah mungkin dari makhluk yang memiliki kebebasan memilih."
Keyakinan bahwa telah diselamatkan adalah bagian dari Keyakinan Resmi Gereja.
Tetapi menurut survei tahun 2002 di seluruh dunia pada para pemimpin gereja lokal,
diperkirakan hanya 69% dari orang Advent yang merasa yakin telah diselamatkan.
Pertanyaan tentang apakah manusia dapat mencapai keadaan sempurna tanpa dosa
telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam Gereja Advent. Dalam bukunya The
Sanctuary Service (1947), M.L Andreasen mengajarkan bahwa kesempurnaan tanpa dosa
dapat dicapai, ajaran ini tetap dipegang sebagian anggota Gereja Advent khususnya yang
berpandangan konservatif. Ajaran ini menyatakan bahwa orang percaya pada akhir zaman
harus dan akan mencapai keadaan tanpa dosa yang sama dengan sifat alami Adam dan Hawa
sebelum berdosa. Kelompok konservatif percaya bahwa ajaran ini adalah ajaran resmi Gereja
Advent yang asli, dan mereka juga menuduh bahwa para pemimpin Gereja telah keliru dan
menyimpang dari ajaran asli itu.
Tetapi, beberapa teolog Gereja Advent seperti Edward Heppenstall mengemukakan
pandangan bahwa Kesempurnaan tanpa Dosa tidak mungkin dicapai dalam hidup ini,
sehingga setiap orang percaya akan selalu bergantung pada pengampunan Tuhan selama
hidup di dunia ini. Happenstall mengungkapkan bahwa konsep "kesempurnaan" dalam
Alkitab mengacu pada kedewasaan rohani, bukan ketidakberdosaan mutlak. Dalam
pengertian teologis, penyucian adalah proses seumur hidup yang akan dialami tiap-tiap orang
percaya hingga Kedatangan Kedua Yesus Kristus, dimana orang percaya kemudian akan
dimuliakan pada saat kebangkitan.
2.2.5. Anglikan
2.2.5.1.Latar Belakang
Pada masa pemerintahan Raja Hendrik VIII (1509-1549) yang ingin memutuskan
nikahnya dengan Catharina dari aragon, supaya boleh kawin dengan seorang wanita di
istananya, yakni Anna Boleyn. Tatkala paus tak mau mengizinkan perceraian itu, raja
mengambil keputusan untuk meisahkan Gereja Inggris dari Gereja Roma. Gereja Inggris
sudah lama mempunyai ikatan yang erat dengan pemerintah Negara; sekarang raja sendiri
yang menjadi kepala Gereja. Mulai waktu itu paus tidak berkuasa lagi atas Grerja Inggris; ia
hanya diakui selaku uskup Roma saja. Segala perlawanan diInggeris terhadap tindakan
Hendrik VIII itu ditindas dengan kekerasan oleh raja. Demikianlah terbentuknya Gerejanegara Anglikan pada tahun 1531. Sebenarnya Gereja Anglikan tidak hidup dari
pengakuannya, melainkan dari Kitab Doa Umum[16]nya, dan hal itu berarti bahwa ia
melayang-layang diantara Gereja Reformasi dan Gereja Katolik.[17]
2.2.5.2.Teologi Anugerah/Ajaran Keselamatan
Bagi Gereja Anglikan ajaran mereka terkandung dalam Tiga Puluh Sembilan Pasal
tentang agama, dan ajaran mereka itu dibagi menjadi 8 bagian besar yaitu Tentang Allah
(Pasal 1-5), Tentang Alkitab dan Pengakuan Iman (6-8), Tentang Keselamatan (9-18),
Tentang Gereja (pasal 19-22), Tentang Pelayanan (pasal 23-24), Tentang Sakramen-sakramen
(pasal 25-31), Tentang Disiplin Gereja (pasal 32-36), Tentang Gereja dan Negera (Pasal 37-
39). Mengenai ajaran keselamatan didalam 39 pasal tersebut dimulai dari pasal 8 sampai
dengan pasal 18, pasal-pasal tersebut, antara lain:[18]
9. Tentang dosa asali atau dosa turunan
Dosa asali bukanlah tentang hal mengikuti teladan Adam (sebagaimana omong
kosong para penganut Pelagius). Dosa asali adalah kesalahan dan kerusakan tabiat setiap
orang, yang dihasilkan di dalam tabiat keturunan Adam. Akibatnya, manusia sudah
menyeleweng jauh sekali dari kebenaran asali, dan oleh tabiatnya sendiri cenderung untuk
kejahatan, sehingga daging selalu menginginkan hal-hal yang berlawanan dengan roh. Oleh
karena itu, di dalam diri setiap orang yang dilahirkan ke dalam dunia ini, dosa asali ini patut
menerima murka dan hukuman Allah.
Ajaran Anglikan berbeda dengan ajaran Pelagius, yang mengatakan bahwa kehendak
manusia dapat melakukan yang Allah perlukan, dan bahwa dosa hanya perbuatan salah yang
dibuat orang-orang. Para Reformis mengikuti Augustinus dan menyatakan bahwa dosa Adam
mempengaruhi hakikat manusia. Hakikat manusia menjadi rusak dan lebih berat kepada dosa.
Oleh karena itu hakikat manusia layak mendapat hukuman Allah. Kerusakan hakikat manusia
itu juga berarti bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat yang salah dalam
kehidupannya, yaitu perbuatan salah yang timbul dari hakikat dosa.
Ajaran Anglikan juga berbeda dengan Konsili Trente, yang mengadopsi Pelagianisme.
Konsili Trent menyatakan bahwa kebenaran asal bukan bagian dari hakikat manusia yang
pertama, tetapi sesuatu yang ditambahkan oleh Allah. Itu dihilangkan ketika Adam berdosa,
tetapi tidak menjadikan kerusakan hakikat. Konsili Trent menyatakan bahwa pembaptisan
menghapuskan semua dosa. Pasal itu mengakui bahwa untuk orang percaya yang dibaptis,
hakikat dosa masih bekerja.
10. Tentang Kehendak Bebas
Kondisi manusia sesudah kejatuhan Adam adalah sedemikian rupa sehingga kita tidak
dapat berbalik dan menyiapkan diri sendiri, dengan kekuatan alamiah sendiri dan perbuatan
baik, untuk beriman dan berseru kepada Allah. Ini berarti bahwa kita tidak memiliki kekuatan
untuk melakukan perbuatan baik yang berkenan dan dapat diterima oleh Allah, kecuali jika
kasih karunia Allah dalam Kristus memimpin kita sehingga kita dapat memiliki kehendak
baik, dan kecuali jika kasih karunia itu bekerja bersama kita ketika kita memiliki kehendak
baik itu.
Sebenarnya, pasal ini tidak mengatakan tentang kehendak bebas. Pasal ini
menggambarkan implikasi Pasal 9. Ajaran Katolik Roma tentang dosa asal menyatakan
bahwa ketika Adam berdosa dia kehilangan pemberian kebenaran, tetapi hakikatnya tidak
rusak. Itu berarti bahwa manusia masih dapat memilih melakukan yang Allah perlukan
supaya memperoleh kasih karunia Allah untuk membantu mereka. Pasal ini menegaskan
bahwa manusia mempunyai kehendak, tetapi menyatakan bahwa kehendak ini tidak
mempunyai kekuasaan untuk melakukan yang Allah perlukan. Hanya kasih karunia Allah
yang diterima melalui Kristus dapat memberikan kita kehendak untuk mentaati Allah. Pasal
ini mencerminkan ide-ide Filipi 2:13.
11. Tentang Pembenaran Manusia
Kita dianggap benar di hadapan Allah, hanya karena perbuatan baik Tuhan dan
Juruselamat kita Yesus Kristus, oleh iman, dan bukan oleh karena perbuatan atau kebaikan
kita. Jadi doktrin yang mengatakan bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman adalah doktrin
yang sangat sehat dan penuh penghiburan, sebagaimana dinyatakan lebih lengkap di dalam
Khotbah (Homili) Pembenaran.
Ajaran Reformasi tentang pembenaran menggambarkan bagaimana Allah menyatakan
bahwa kita benar. Konsili Trent menggambarkan pembenaran tidak hanya sebagai
pengampunan dosa tapi juga sebagai pembaruan dan pengudusan batin orang dengan
menerima kasih karunia dan karunia-karunia Allah. Jadi, pembenaran berarti menjadi kudus
dalam kenyataan. (Ajaran ini mencampur-adukkan pembenaran - pernyataan Allah bahwa
kita benar, dan pengudusan - proses menjadi kudus dalam kenyataan.)
Pembenaran itu tidak didasarkan atas kebaikan kita, atau atas perbuatan kita. Cara
kita menerima pembenaran adalah melalui iman pada pekerjaan Kristus.
Ajaran ini adalah ajaran yang utuh, yaitu membawa kesehatan rohani. Ajaran ini
menjamin kita bahwa kita mempunyai damai sejahtera dengan Allah dan menyelamatkan kita
dari melakukan perbuatan baik untuk kebaikan kita sendiri. Ajaran ini penuh penghiburan
karena mendasari hidup kudus. Ajaran itu mendorong kita menjadi kudus demi menjadi
seperti Allah, tidak supaya direstuiNya.
12. Tentang Perbuatan Baik
Perbuatan baik, yang merupakan buah iman, dan mengikuti pembenaran, tidak dapat
menghapuskan dosa-dosa kita atau menanggung kekerasan penghakiman Allah. Akan tetapi
perbuatan baik ini berkenan dan dapat diterima oleh Allah dalam Kristus. Perbuatan baik ini
tumbuh dari iman yang sejati dan hidup. Sebenarnya melalui perbuatan baik iman yang hidup
dapat diketahui dengan jelas seperti sebuah pohon yang dapat dikenali dari buahnya.
Perbuatan baik adalah hasil atau buah dari iman. Perbuatan baik tidak menghasilkan
pembenaran, sebaliknya mereka menuruti dari pembenaran. Perbuatan baik tidak dapat
digunakan untuk menghapus dosa kita. Perbuatan baik adalah bukti bahwa kita mempunyai
jenis iman yang menghasilkan pembenaran, yaitu iman yang menghasilkan pembenaran dan
perbuatan baik (lihat juga Efesus 2:10). Oleh karena kita dianggap sebagai benar oleh Allah,
kita sekarang bebas untuk melakukan perbuatan baik demi Dia dan bukan demi kita.
13. Tentang Perbuatan sebelum Pembenaran
Perbuatan yang dilakukan sebelum kasih karunia Kristus dan pengilhaman dari RohNya, tidak berkenan kepada Allah karena perbuatan itu tidak lahir dari iman dalam Yesus
Kristus. Dan perbuatan tersebut juga tidak membuat orang pantas menerima kasih karunia,
atau (seperti dikatakan penulis skolastik) untuk berhak mendapat kasih karunia Allah karena
perbuatan itu.
Pasal ini menyatakan bahwa perbuatan ini tidak berkenan bagi Allah dan bersifat
dosa. Alasan untuk ini adalah bahwa perbuatan tersebut tidak tumbuh dari iman pada Kristus.
Cara lain untuk mengatakan ini adalah perbuatan tersebut tidak dilakukan sesuai tuntutan
Allah. Allah ingin perbuatan kita dilakukan melalui iman.
Penulis skolastik mengacu pada skolastisisme dari Abad Pertengahan, yang
mendasarkan atas pekerjaan orang-orang seperti Thomas Aquinas dan Duns Scotus. Bagian
dari ajaran ini adalah bahwa ketika manusia menggunakan kehendak mereka dan berbuat
yang baik, mereka menunjukkan bahwa mereka berkehendak dan siap untuk menerima kasih
karunia dari Allah supaya, dengan bantuan kasih karunia itu, mereka dapat melakukan
perbuatan yang menghasilkan pembenaran. Mereka berhak mendapat bantuan Allah karena
mereka berbuat baik, menurut penulis skolastis.
14. Tentang Perbuatan yang melebihi Kewajiban
Perbuatan sukarela adalah perbuatan yang dilakukan sebaik dan melebihi yang
diperintahkan Allah. Perbuatan ini disebut perbuatan yang melebihi kewajiban (Works of
Supererogation). Mereka yang mengajarkan tentang perbuatan sukarela cenderung kepada
kesombongan dan ketidaksalehan. Akan tetapi Kristus menyatakan secara jelas bahwa:
Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu
berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna (Lukas 17:10).
Pasal ini tentang ide bahwa seseorang dapat melakukan lebih banyak daripada yang
Allah tuntut. Sejarah ide ini mulai sejak masa penganiyaan Decius pada abad ke-3. Beberapa
Pengaku menyatakan hak untuk dapat mengembalikan yang murtad kepada gereja. Hal ini
didasarkan atas kesetiaan mereka selama penganiayaan itu. Sekitar masa yang sama, ide
berkembang bahwa ada beberapa perbuatan yang tidak dituntut, tetapi tetap baik dilakukan.
Perbuatan ini dapat ditambahkan ke dalam perbekalan jasa baik seorang. Kemudian dianggap
bahwa beberapa orang Kristen, ketika mereka dihukum dengan penuh untuk semua dosa di
Api Penyucian, masih bersisa jasa baik. Perbekalan jasa baik yang belum digunakan itu
adalah dasar untuk surat penghapusan dosa yang diberikan Paus (atau membeli) kepada orang
supaya mereka dapat berada di Api Penyucian dalam waktu yang lebih singkat.
Pasal itu menolak semua ide ini, karena mereka bertentangan dengan kitab suci dan
tidak sesuai dengan ajaran pembenaran oleh iman.
15. Tentang Kristus saja yang tanpa Dosa
Kristus memiliki kodrat kita yang sejati dan menjadi sama seperti kita di dalam segala
sesuatu, hanya tanpa dosa. Dia tidak memiliki dosa, baik di dalam dagingnya maupun di
dalam rohnya. Dia datang sebagai Anak Domba yang tak bernoda, untuk menghapuskan dosa
dunia oleh pengorbanan-Nya sendiri sekali saja. Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes, tidak
ada dosa di dalam Yesus. Akan tetapi, kita semua, meskipun dibaptis dan dilahirkan kembali
dalam Kristus, masih melanggar dalam banyak hal; dan jika kita berkata bahwa kita tidak
berdosa, kita menipu diri kita sendiri, dan kebenaran tidak ada di dalam kita.
Pasal ini menegaskan bahwa Kristus adalah manusiawi sesungguhnya (lihat Pasal 2),
tetapi dia tidak mempunyai dosa. Salah satu maksud pasal ini adalah menjelaskan bahwa
tidak ada orang tanpa dosa, termasuk Maria dan orang percaya yang menerima Roh Kudus.
16. Tentang Dosa sesudah Baptisan
Tidak setiap dosa yang benar-benar disengaja sesudah baptisan (misalnya
kemurtadan) adalah dosa melawan Roh Kudus, dan tidak dapat diampuni. Setelah kita
menerima Roh Kudus, kita mungkin saja meninggalkan kasih karunia yang diberikan kepada
kita, dan jatuh ke dalam dosa, dan oleh kasih karunia Allah kita dapat bangkit kembali, dan
mengubah hidup kita. Oleh karena itu, mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat
berdosa lagi sepanjang hidup mereka, harus dihakimi, dan juga mereka yang menolak
pengampunan kepada orang-orang yang bertobat dengan sungguh-sungguh.
Pada masa Reformasi ada dua pendapat yang salah tentang dosa sesudah pembaptisan.
Satu pendapat menyatakan bahwa orang Kristen tidak dapat berdosa lagi ketika mereka
sudah menerima Roh Kudus dan dibaptis. Pendapat lain menyatakan bahwa dosa yang
dilakukan sesudah pembaptisan tidak dapat diampuni.
Di gereja kuno, orang yang berpendapat bahwa dosa yang dilakukan sesudah
pembaptisan tidak dapat diampuni, cenderung menunda pembaptisan sampai akhir hidup
seseorang. Pasal ini menolak kedua ide ini.
Ide tentang dosa yang layak dihukum mati adalah dosa berat yang dilakukan dengan
sengaja. Pasal ini tidak mendefenisikan dosa melawan Roh Kudus, tetapi menyatakan bahwa
orang Kristen yang berdosa sesudah pembaptisan, pengampunan tidak boleh ditolak, ketika
mereka bertobat.
17. Tentang Predestinasi dan Pemilihanan
Predestinasi kepada Kehidupan adalah maksud kekal Allah, yang oleh-Nya (sebelum
dasar bumi diletakkan). Dia telah menitahkan, dengan tegas, melalui pertimbangan rahasiaNya yang tersembunyi dari kita, untuk melepaskan dari kutukan dan hukuman mereka yang
sudah dipilih-Nya dalam Kristus dari antara manusia, dan membawa mereka melalui Kristus
kepada keselamatan kekal, sebagai sebuah bejana yang dibuat untuk kemuliaan-Nya. Jadi
mereka ini, yang diberi berkat luar biasa oleh Allah, dipanggil menurut maksud Allah oleh
Roh-Nya yang bekerja pada waktu yang tepat; mereka melalui kasih karunia menaati
panggilan itu; mereka dibenarkan secara cuma-cuma; kemudian mereka diangkat menjadi
anak-anak Allah; mereka dijadikan serupa dengan gambar Putra-Nya yang tunggal, yaitu
Yesus Kristus; mereka melakukan perbuatan baik dengan setia; dan pada akhirnya, oleh kasih
karunia Allah, mereka mencapai kebahagiaan kekal.Pertimbangan yang saleh tentang
predestinasi dan pemilihan kita di dalam Kristus merupakan penghiburan yang manis,
menyenangkan, dan tidak terperikan untuk orang yang saleh dan mereka yang merasakan di
dalam dirinya pekerjaan Roh Kristus. Mereka adalah orang-orang yang mematikan perbuatan
dagingnya dan bagian-bagian dari tubuhnya yang melayani dosa. Pertimbangan tentang
predestinasi mengangkat akal budi mereka kepada hal-hal yang agung dan surgawi, karena
pertimbangan itu membangun dan meneguhkan imannya akan keselamatan kekal yang akan
dinikmati melalui Kristus; dan juga menyalakan gairah kasih mereka kepada Allah. Namun
hal ini sangat berbahaya kalau orang-orang yang hanya ingin tahu dan penuh dosa, dan yang
tidak memiliki Roh Kristus, selalu memandang kepada keputusan predestinasi Allah, karena
Iblis akan mendorong mereka, baik kepada keputusasaan atau kepada kehidupan cemar, yang
tidak kurang berbahayanya dari keputusasaan. Selanjutnya kita harus menerima janji-janji
Allah sebagaimana yang umumnya dinyatakan kepada kita di dalam Kitab Suci, dan juga di
dalam apa yang kita lakukan, kita harus mengikuti kehendak Allah itu yang dinyatakan
dengan jelas kepada kita di dalam Firman Allah.
Dua istilah digunakan di judul Pasal ini. Predestinasi di Perjanjian Baru mengacu
khususnya pada keputusan yang dilakukan Allah dari semula, bahwa yang Dia selamatkan
akan menjadi anak-anakNya dan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya (Rom 8:29;
Efes 1:5). Pilihan mengacu pada pilihan Allah, orang yang Dia selamatkan. Biasanya istilah
ini berhubungan dengan Kristus, memilih di dalam Kristus (Efes 1:4). Di dalam pasal ini
predestinasi mengacu, pada umumnya, pada maksud Allah untuk memberi kaumNya berkat
keselamatan.
Pasal ini mengacu pada predestinasi ke hidup, dan oleh karena itu menolak ajaran
predestinasi rangkap (yaitu predestinasi kepada penjatuhan hukuman juga).
Pasal ini menjelaskan bahwa maksud Allah untuk menyelamatkan manusia, diputuskan
sebelum dunia dijadikan, dan tidak berhubungan dengan apakah orang berhak
mendapatkannya, melainkan dengan belas kasihan Allah yang Dia bawa kepada kita dalam
Kristus.
Cara itu digambarkan dalam tujuh langkah:
Menurut pasal ini, ajaran predestinasi dan pilihan adalah dorongan besar bagi orang Kristen,
karena mereka dijamin bahwa keselamatan mereka adalah akibat belas kasihan Allah, dan
bahwa keselamatan itu diakibatkan oleh maksud kekalNya. Ajaran itu juga menjamin mereka
akan berkat besar dari keselamatan.
Ajaran ini adalah bagian debat yang lebih besar tentang kemampuan manusia untuk
membantu dalam keselamatan mereka sendiri. Debat ini terjadi sebelumnya dalam debat
antara Pelagius dan Augustinus, dan pada masa Reformasi antara Arminius dan Calvin.
18. Tentang mendapatkan keselamatan kekal karena nama Kristus saja.
Mereka yang dengan berani mengatakan bahwa tiap orang akan diselamatkan oleh
agama atau sekte yang mereka percayai, asal mereka hati-hati membentuk hidup mereka
menurut agama itu dan terang alam, harus diangggap sebagai terkutuk.Oleh karena Kitab
Suci menyatakan kepada kita bahwa hanya melalui Nama Yesus Kristus orang harus
diselamatkan.
Ini adalah satu-satunya pasal yang memasukkan anatema (kutukan). Mungkin bahwa
pasal ini mengacu kepada orang Kristen yang percaya bahwa orang-orang dapat diselamatkan
tidak hanya dengan nama Yesus, tetapi juga dengan cara yang lain. Pasal ini menitikberatkan
bahwa hanya melalui Kristus dapat kita diselamatkan.
[1] W. J.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Gereja_Masehi_Advent_Hari_Ketujuh,
diakses tanggal 25 Oktober 2013
[16] Kitab Doa umum ialah kitab yang merupakan pengaruh Calvin terhadap kaum
Protestan di Inggris, dimana hal itu dikuatkan dengan korespondensi Calvin dengan raja dan
pembesar-pembesar di Inggris pada masa Raja Eduard VI (1547-1553) dan disadur lagi pada
masa Ratu Elisabeth (1558-1603) dan kitab ini bersifat campuran antara Lutheran-Calvinis.
H. berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta, BPK-GM, 2010), 190
[17] Ibid, 189-191
[15]