Pajak Penghasilan Transaksi Khusus
Pajak Penghasilan Transaksi Khusus
Pajak Penghasilan Transaksi Khusus
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
Pemerintah.
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan harta
berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya merupakan
pajak atas pengahasilan yang berasal dari tabungan masyarakat tersebut perlu
terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah
dan atau bangunan serta jenis jenis penghasilan tertentu lainnya. Oleh karena
itu, pengenaan pajak penghasilan termasuk sifat, besarnya dan tata cara
pengenaan serta tidak akan menambah beban bagi Wajib Pajak (WP) maupun
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang
Undang Pajak Penghasilan menjadi Wajib Pajak adalah semua subjek pajak
lainnya penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
berupa:
a. Bunga deposito dan tabungan tabungan lainnya
B. Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
dari bunga deposito, tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
tabungan serta diskonto SBI adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak
penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asig (valuta asing) yang
dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar
negri melalui Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di
Indonesia.
2. Tarif Pajak penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Besarnya tarif PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta SBI
a. Untuk WP dalam negri dan BUT adalah 20% dari jumlah bruto, dan bersifat
final
b. Untuk WP luar negri adalah 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), bersifat final
penghasilan adalah :
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia
c. Bunga deposito dan tabungan seta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana pensiun yag pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1992 tentang dana Pensiun, dan
d. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana. Kaveling siap bangun untuk rumah sederhana
dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
a) Objek Pemotongan
2. Perusahaan efek atau bank selaku pedagang perantara atas bungan dan
diskonto pada saat transaksi
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dipotong pajak Penghasilan tidak bersifat
Final
Atas bungan dan diskonto yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi
dalam negri, yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan
diskonto obligasi dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah PTK, dipotong
PPh yang tidak bersfat final.
Jadi, apabila bunga dan diskonto yang diterimanya lebih kecil dari PTKP dalam
satu tahun pajak, maka WP yang bersangkutan dapat mengajukan restitusi atas
PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
a. 0,1% x Nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham pada 30 Desember 1996,
dalam hal saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum
tanggal 31 Desember 1996
b. 0,1% x nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham saat IPO (Initial Public
Offering), dalam hal saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada
atau setelah tanggal 1 Januari 1997
Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftar
pemegang saham atau tercantum dalam anggaran dasar sebelum pernyataan
pendaftaran yang diajukan oleh BAPEPAM dalam rangka penawaran umum
perdana.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh para pendiri saat perusahaan
mengajukan pernytaan pendaftran kepada BAPEPAM dalam rangka IPO
termasuk:
a. Saham dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan dan dibagikan setelah IPO
kepada pendirinya.
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri yang masih dimiliki
pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah saham yang diperoleh
pendiri:
b. Dari hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, dan
efek konversi lainnya setlah IPO
c. Perusahaan reksadana
d. Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yng telah
dilunasi tambahan PPh sebesar 0,5 atas saham pendirinya oleh
pemegang saham pendiri.
2. Subjek dan Objek Pajak Panghasilan atas Persewaan Tanah dan atau Bangunan
Besarnya tarif persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan batau bangunan yang diterima oleh WP
orang pribadi dan atau badan
4. Tata Cara Pelunasan PPh Atas Sewa Tanah dan Atau Bangunan
a. Melaui pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah daban pemerintah,
subjek pajak dalam negri, penyelenggara kegiatan, BUT, kerja sama operasi (KSO),
perwakilan perusahaan luar negri lainnya, dan orang pribadi yag ditetapkan oleh
direktur jendral pajak, dan
b. Melalui penyetoran sendiri oleh yang menyewakan, dalam hal penyewa adalah
orang pribadi atau bukan subjek pajak, selain yang disebutkan pada huruf a.
F. Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
1. Pengertian Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak Atas Tanah
dan atau Bangunan
Pajak penghasilan atas penghalihan hak atas tanah dan atau bangunan
adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah pasal 4
Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
566/KMK.04/1999dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-
55/PJ.42/1999.
a. Beberapa Pengertian
d. Nilai pengalihan adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta
dengan nilai menurut nilai jual objek pajak (NJOP) untuk
perhitungan pajak bumi dan bangunan atas tanah dan atau bangunan
yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pegalihan, kecuali :
b. Pengalihan kurang dari Rp. 6,000,000,00 dan tidak pecah pecah oleh WP
orang pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi PTKP
3. Tata Cara Pelunasan PPH atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau
Bangunan
Tata cara pelunasan pajak atas penghasilan atas Pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan adalah sebagai berikut:
a. Orang Pribadi atau badan yang menrima atau memperoleh penghasilan dari
pemngalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari pihak selain
pemerintah wajib membayar sendiri PPh-nya
Mengenai pengertian penghasilan sebagai objek pajak PPh, sudah dijelaskan bahwa
bagi WP Dalam negeri dan WP BUT UU PPh menganut prinsip worldwide income.
Artinya, WP Dalam Negeri dan WP BUT dikenai PPh atas penghasilan dari manapun
asalnya, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Konsekuensi dari prinsip ini
adalah jika atas penghasilan dari luar Indonesia itu telah dikenai pajak di Negara sumber
penghasilan tersebut, maka pajak yang telah dibayar/terutang diluar Indonesia atas
penghasilan dari luar negeri tersebut jug abisa menjadi uang muka PPh yang dapat
dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia, sepserti uang muka PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23, supaya tidak terjadi pemajakan berganda (double
taxation).
Tetapi, mengingat tarif pajak di luar negeri bermacam-macam dan berbeda dari
tarif pasal 17 di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayarkan/terutang di luar negeri
atas pengahasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di
Indonesia dibatasi. Pembatasan mengenai besarnya pajak yang telah dibayar/terutang di
luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diatur di
Pasal 24 UU PPh, maka ia dinamakan PPh Pasal 24. PPh pasal 24 tersebut dikenal juga
dengan sebutan kredit pajak luar negeri, sedangkan PPh Pasal 22, PPh pasal 23 dikenal
dengan sebutan kredit pajak dalam negeri.
Berdasarkan wewenang yang diterima dari Pasal 24 ayat (6) UU PPh tersebut,
Menteri Keuangan telah mengeluarkan KMK tentang Kredit Pajak Luar Negeri tersebut.
KMK yang berlaku saat ini adalah KMK No. 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002
(Lihat LAMPIRAN untuk lebih lengkapnya). Isi ringkas dari KMK tersebut adalah sebagai
berikut.
Pajak yang terutang/dibayar di luar negeri bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan di
dalam negeri (Indonesia) pada tahun penghasilan dariluar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri. Dan saat penggabungan penghasilan dari luar negeri adalah
sebagai berikut.
1. Penghasilan usaha yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan penghasilan
dari dalam negeri pada tahun diperolehnya penghasialan luar negeri tersebut (lihat
paragraph E tentang Penghasilan tentang apa yang dimaksud dengan istilah
‘diperolehnya’).
2. Penghasilan berupa dividen yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri pada bulan keempat atau bulan ketujuh setelah akhir
tahun pajak.
3. Penghasilan dari sumber lainnya yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri pada tahun diterimanya penghasilan dari luar negeri
tersebut (lihat paragraph E tentang Penghasilan, untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan istilah ‘diterimanya’).
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang/dibayar di luar negeri yang bisa
dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diperlukan data mengenai
besarnya PKP atas penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri, serta besarnya PPh
Tahunan Terutang atas pengahsilan dari dalam negeri dan luar negeri.
pesangon, uang tebusan pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
Pasal 21 atas uang tebusan pensiun dan tunjangan/jaminan hari tua (THT/JHT)
yang dibayar sekaligus, dan atas uang pesangon jika memenuhi semua syarat
berikut/
dari pekerjaan, khusus jenis uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua (THT/JHT) yang dibayar sekaligus, serta uang pesangon.
ii. Yang menerima penghasilan tersebut adalah WP orang pribadi dalam negeri.
iii. Yang membayarkan penghasilan tersebut adalah pemotong PPh Pasal 21.
Pasangan Usaha
1995.
1. Definisi
usaha lain (sebagai pasangan usahanya) dalam bentuk penyertaan modal untuk
atau penerimaan brutonya (untuk usaha jasa) pada tahun pajak sebelumnya
Usaha
berikut.
Jika tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat tersebut maka
timbulnya utang PPh Final, besarnya tariff PPh Final atas penghasilan dari
sebelumnya.
b) Jika saham perusahaan modal ventura dijual di luar bursa efek Indonesia,
0,1% (satu permil) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau
perusahaan modal ventura ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor
ventura tersebut.
menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dilakukan paling
2000.
1. Definisi
c) Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
e) Imbalan bruto adalah nilai yang diterima atau diperoleh pengguna jasa yang
bergerak di bidang usaha usaha jasa kostruksi dengan nama dan dalam
f) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha
pengawas konstruksi.
konstruksi.
terintegrasi.
o) Izin usaha untuk badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa
prasarana wilayah).
bentuk fisik lainnya yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi,
pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut, serta pekerjaan jasa
konstruksi.
pemotong PPh final atau untuk dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh WP
yang bersangkutan bila tidak ada pemotongan PPh Final) fotokopi sertifikat
jumlah nilai kontrak per proyek yang dikerjakan olehnya tidak lebih dari
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar) sesuai ketentuan dalam KEPPRES
usaha jasa konstruksi jika ia memenuhi semua tiga syarat berikut ini:
ii. Nilai pengadaan per proyek Rp 1 milyar (satu milyar) atau kurang.
iii. Yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi itu
adalah WP dalam negeri atauWP BUT yang bergerak dio bidang usaha jasa
Catatan:
dan’atau nilai pengadaan per proyek melebihi 1 milyar, maka pengahsilan dari
usaha jasa konstruksi itu tidak dikenai PPh Final, tetapi dikenai
i. Pemotongan PPh Pasal 23, jika pengguna jasa adalah pemotong PPh Pasal 23,
atau
ii. WP sendiri (penyedia jasa) mengangsur PPh Pasal 25 jika pengguna jasa itu
bukan pemotong PPh Pasal 23 atau jika pengguna jasa itu adalah Pemotong
PPh Pasal 23 tetapi dia tidak/lupa memotong PPh Pasal 23 waktu membayar
3. Pengecualian
pemasok utama, tidak dikenai pemotongan PPh apa pun karena PPh tersebut
tersebut di atas.
PPh sebagaimana tersebut di atas karena PPh tersebut tidak lagi ditanggung
4. Penghitungan dan Tata Cara pemajakan PPh Final PPh Final Usaha jasa
Konstruksi
Pemajakan PPh final atas usaha jasa konstruksi dilaksanakan dengan dua
sistem berikut.
a) Dengan sistem pemotongan jika pengguna jasa berstatus sebagai pemotong
PPh Final (badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, subjek
pajak BUT, subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai
Utang PPh final atas usaha jasa konstruksi timbul pada saaat pembayaran
atau paling lambat pada akhir bulan timbulnya kewajiban membayar uang
Pada saat timbulnya utang PPh final tersebut pemotong PPh (pengguna jasa)
i. 4% dari jumlah bruto yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri atau
ii. 4% dari jumlah bruto yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri atau
iii.2% dari jumlah bruto yang diterima atau diperoleh WP Dalam negeri atau
pemotong PPh final, atau pengguna jasa berstatus sebagai pemotong PPh
Utang PPh final atas usaha jasa konstruksi timbul pada saat menerima
pembayaran atau paling lambat pada akhir bulan timbulnya hak untuk
menerima pembayaran uang muka dan termin, berdasarkan mana yang
Pada saat timbulnya utang PPh final tersebut penyedia jasa konstruksi
Konstruksi (Final)
dalam negeri
1. Definisi
negeri) atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia (WP Badan
didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak
lain.
pengangkutan orang dan/atau barang dari mana pun yang diterima atau
negeri timbul pada saat pembayaran atau pada saat timbulnya kewajiban pihak
Pada saat timbulnya utang PPh Final, Pemotong PPh Final (pihak
(peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
Negeri (Final) dalam rangkap tigas, dan lembar pertama diserahkan kepada
sebagai bukti bahwa dia telah membayar PPh Final melalui sistem
pemotongan, lembar kedua untuk dilaporkan ke KKP, dan lembar ketiga untuk
arsipnya.
bank persepsi atau kantor pos persepsi dilakukan oleh pemotong PPh Final
tempat pemotong PPh Final terdaftar dengan menggunakan SPT Masa PPh
negeri timbul pada saat diterimanya atau pada saat timbulnya hak dari pihak
Pada saat timbulnya utang PPh Final atau paling lambat pada saat jatuhtempo
penyetoran PPh Final tersebut (tanggal 15 bulan setelah timbulnya utang PPh
Penyetoran PPh Final tersebut ke Kas Negara melalui bank persepsi atau
sendiri dengan menggunakan SSP paling lambat pada tanggal tanggal 15 bulan
SPT Masa PPh Final Pasal 15 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan setelah
1. Definisi
memperoleh penghasilan dari Indonesia (WP BUT atau WP Luar Negeri selain
Negeri
penerbangan luar negeri timbul pada saat pembayaran atau pada saat timbulnya
Pada saat timbulnya utang PPh Final, pemotong PPh Final (pihak
2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto
(peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang termasuk fee agennya (tanpa PPN) yang diperoleh WP Perusahaan
Penerbangan Luar Negeri (Final) dalam rangkap tiga, dan lembar pertama
digunakan sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPh Final melalui sistem
pemotongan, lembar kedua untuk dilaporkan ke KPP dan lembar ketiga untuk
arsipnya.
bank persepsi atau kantor poas persepsi dilakukan olej pemotong PPh Final
pemotongan)
ke KPP tempat Pemotong PPh Final terdaftar dengan menggunakan SPT Masa
PPh Final Pasal 15 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan setelah bulan
penerbangan luar negeri timbul pada saat diterimanya atau pada saat timbulnya
hak dari pihak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri untuk
di luar negeri
Pada saat timbulnya utang PPh Final atau paling lambat pada saat jatuh tempo
penyetoran PPh Final tersebut (tanggal 15 bulan setelah timbulnya utang PPh
Final tersebut) WP Perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
dengan menggunakan SPT Masa PPh Final Pasak 15 dilakukan paling lambat