Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari
Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari
Penanganan Tata Letak Bahan Pada Industri Gula Merah Tebu Di Kecamatan Kebonsari
Disusun Oleh :
Agung Utomo (F34070012)
Shinta Permatasari (F34070042)
Anisa Rahmi Utami (F34070043)
Nasrun Hakim (F34070044)
Riztiara Nurfitri (F34070064)
Fakhri Maulana (F34070072)
Anza Julia W. P (F34070080)
M. Arifyandi S. (F34070126)
A. Latar Belakang
Agroindustri merupakan salah satu uapya dalam meningkatkan nilai
tambah produk menuju perdagangan global. Peningkatan perdagangan dapat
berasal dari pertanian, perkebunan, kelautan, dan kehutanan. Pertanian merupakan
sektor sektor utama bagi Indonesiadalam upaya mengembangkan perekonomian
bangsa untuk menghadapi persaingan ekonomi dan perdagangan bebas yang
semakin ketat. Indonesia sebagai negara agraeis yang didukung potensi sumber
daya dan kondisi iklim yang baik, harus dapat memberikan nilai tambah pada
produk hasil pertanian khususnya di sektor industri.
Upaya penembangan perekonomian Indonesia mengalami berbagai
hambatan yang cukup berat. Keadaan tersebut mengakibatkan sektor agroindustri
kembali dilirik oleh pemerintah dan masyarakat dengan harapan sektor tersebut
dapat mengatasi masalah yang muncul.
Sejalan dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan akan lapangan
kerja juga semakin meningkat sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya
lapangan kerja di daerah tersebut. Industri gula merah tebu secara langsung dapat
membuka lapangan pekerjaan, namun keberadaannya belum mampu mengatasi
tingginya pengangguran yang terjadi di Kecamatan Kebonsari.
Penentuan plant layout atau tata letak fasilitas produksi yang baik haruslah
ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti tahapan proses
produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis keluaran produksi, jenis
perlengkapan yang digunakan serta berdasarkan sifat produksi dari produk yang
diproduksi tersebut. Dengan demikian, fasilitas tersebut dapat menghasilkan aliran
barang yang efisien.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatanmakalah ini adalah untuk menetahui tata letak dan
penanganan bahan, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan luas ruangan, layout
perusahaan, dan menganalisis layout inndustri gula merah tebu sesuai tata letak
penanganan bahan.
II. PEMBAHASAN
2. Tukang giling
Sebuah mesin penggiling tebu dikerjakan oleh 2 orang tukang
giling. Pekerjaan yang dilakukan tukang giling adalah
menggiling tebu, mengangkut ampas tebu (bagase) ke ruang
bahan bakar, dan menjemur ampas tebu (bagase). Penggilingan
tebu biasanya hanya dilakukan seorang tukang giling,
sementara seorang lagi mengumpulkan dan mengangkut ampas
tebu (bagase) ke ruang bahan bakar.
3. Tukang masak
Sebuah tungku pemasakan biasanya dikerjakan oleh 2 – 3
orang tukang masak. Pekerjaan yang dilakukan tukang masak
antara lain memindahkan nira dari bak penampungan ke wajan
pemasakan, membersihkan nira dari kotoran untuk,
menurunkan larutan gula (gulali) ke wajan pengentalan untuk
diaduk, mencuci cetakan lemper, dan mencetak gula merah.
Koordinasi antara tukang masak dan tukang obor sangat
diperlukan untuk mencegah larutan gula (gulali) tidak gosong.
4. Tukang obor
Tukang obor adalah pekerja yang bertanggung jawab terhadap
pengaturan suhu api. Ampas tebu (bagase) dan sekam yang
dimasukkan sebagai bahan bakar harus diatur sehingga suhu
api dapat konstan. Seorang tukang obor harus selalu siap
memantau wajan pemasakan. Pemasakan bahan bakar ampas
tebu (bagase) dab sekam ketika pemasakan dilakukan secara
kontinu, tetapi ketika sudah ada larutan gula (gulali) yang
hampir masak pemasakannya dihentikan sampai larutan gula
(gulali) diturunkan ke wajan pengentalan.
Dalam pelaksanaannya kelompok pekerja terutama yang bekerja di pabrik
tidak hanya mengerjakan pekerjaan tertentu. Sebagai sebuah kelompok, setiap
pekerja saling membantu satu sama lain.
Rancang ulang menunjukkan tata letak bangunan pabrik gula merah tebu
lebih baik dan rapih, mapu mengurangi kotoran yang berasal dari debu, daun-
daunan, ranting, dan ampas tebu pada ruang produksi sehingga ruangan menjadi
lebih bersih, membuata aliran proses menjadi lebih baik, dan mengurangi
pergerakan pekerja. Rancangan yang dipilih belum ideal karena bahan baku tebu
belum disimpan pada tempat yang terlindungi matahari yang dapat mengurangi
pengucapan, dan adanya kegiatan transportasi (perpindahan) akibat gudang
produk terletak agak jauh dari ruang produksi, ruang bahan bakar ampas tebu
terletak agak ajuh dari ruang penggilingan, serta tempat umpan bahan bakar
ampas tebu terletak agak jauh dari ruang penjemuran.
Pada saat implementasi terjadinya kerusakan pada tungku pemasakan
menyebabkan dilakukan perbaikan. Tungku pemasakan awal memiliki kelemahan
terutama pada cara pembuangan limbah untuk yang dihasilkan pada proses
pemasakan, sehingga dalam perbaikan dilakukan modifikasi tungku pemasakan.
Selain membuat saluran pembuangan limbah untuk modifikasi terhadap tungku
pemasakan membuat kapasitas wajan dari 12 kg gula/wajan menjadi 13 kg
gula/wajan. Pada tingkat produksi 26 wajan/hari, modifikasi tungku pemasakan
dapat meningkatkan kemampuan produksi gula merah dari 286 kg gula/hari
menjadi 338 kg gula/hari.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, pengurangan resiko
sumber-sumber kontaminasi kotoran melalui rancang ulang industry gula merah
tebu mampu meningkatkan presentase mutu gula merah tebu yang dihasilkan.
Penetapan mutu ini tidak berdasarkan standar SNI melainkan dilakukan secara
subjektif oleh pengusaha berdasarkan kriteria warna, rasa, dan kekerasan.
Klasifikasi gula merah tabu dengan mutu baik adalah warna cerah (kuning), rasa
manis dan tekstur yang keras. Mutu sedang adalah warna kemerahan, rasa manis,
dan tekstur agak luak. Mutu jelek dalah wana gelap (hitam), rasa manis sedikit
pahit, dan tekstur yang lebih lunak. Sebelum dilakukan rancang ulang rata-rata
produksi adalah 286 kg gula/hari dengan mutu baik 48 kg gula (17%), mutu
sedang 136 kg gula (48%), dan mutu jelek 102 kg gula (36%), namun setelah
dilakukan rancang ulang mengalami perubahan dangan rata-rata produksi sebesar
338 kg gula/hari dengan mutu baik 98 kg gula (29%), mutu sedang 144 kg gula
(42%), dan mutu jelek97 kg gula (29%).
III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perencanaan tata letak merupakan suatu perencanaan untuk
menentukan dan mengatur mesin dan peralatan pada suatu tempat atau
lokasi yang paling baik, untuk memberikan aliran bahan yang tercepat
dengan tingkat penanganan yang paling rendah dalam memproses suatu
produk, sejak dari penerimaan bahan baku sampai pengiriman produk
akhir. Perancangan dan perencanaan tata letak suatu fasilitas dirancang
dengan baik akan mempengaruhi efisiensi perusahaan, pembentukan laba
perusahaan, member kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses
operasi perusahaan, menjaga keberlanjutan dan kelangsungan serta
keberhasilan perusahaan. Perancangan tata letak harus dilakukan seefektif
mungkin agar dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Material
handling berpengaruh besar terhadap proses operasi perusahaan.
Tata letak dan penanganan bahan pada industri gula merah tebu di
Kecamatan Kebonsari, sebelum dilakukan kegiatan rancang ulang, luas
awal untuk kegiatan bongkar muat tebu, penyimpanan tebu sebelum
giling, tempat memasukan ampas tebu (bagase), dan tempat pembuangan
tidak diketahui secara pasti. Penyimpanan dan penjemuran tebu dilakukan
dengan memanfaatkan tempat yang tersedia, limbah untuk hanya dibuang
ke selokan, dan limbah abu digunakan untuk menimbun tanah yang
rendah. Rancang ulang menunjukkan tata letak bangunan pabrik gula
merah tebu lebih baik dan rapih, mampu mengurangi kotoran yang berasal
dari debu, daun-daunan, ranting, dan ampas tebu pada ruang produksi
sehingga ruangan menjadi lebih bersih, membuat aliran proses menjadi
lebih baik, dan mengurangi pergerakan pekerja.
Sebelum dilakukan rancang ulang rata-rata produksi adalah 286 kg
gula/hari dengan mutu baik 48 kg gula (17%), mutu sedang 136 kg gula
(48%), dan mutu jelek 102 kg gula (36%), namun setelah dilakukan
rancang ulang mengalami perubahan dangan rata-rata produksi sebesar
338 kg gula/hari dengan mutu baik 98 kg gula (29%), mutu sedang 144 kg
gula (42%), dan mutu jelek 97 kg gula (29%).
B. SARAN
Merancang awal maupun merancang ulang tata letak dan
pananganan bahan maupun sebuah industri tidak hanya ditujukan untuk
penggunaan ruang agar maksimal, tidak berlebihan, dan efisien tetapi juga
harus diperhitungkan faktor kenyamanannya juga karena ini sangat
berpengaruh juga terhadap produksivitas pekerja dan juga
dipertimbangkan akan adanya pengembangan jangka panjang. Dengan
kata lain, jangan terlalu hemat agar penggunaan ruang bisa seoptimal
mungkin dalam segala aspek faktor yang mempengaruhi baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan. ITB
Press. Bandung.