Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD
KATA P ENGANT AR
Pembuatan Dokumen Laporan Akhir (Buku Rencana) ini dikerjakan sehubungan dengan
pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Pasca Tsunami atas kerjasama antara pihak pemberi kerja Satuan Kerja
Pembinaan Keuangan dan Perencanaan dengan PT. SUMA PLAN A DICIPTA PERSADA.
Laporan Akhir (Buku Rencana) ini tersusun atas 9 (sembilan) bab, yang memberikan arahan
dan rencana tentang penataan dan pemanfaatan ruang w ilayah pesisir NAD yang dilaksanakan
dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami. Bab I
menjelaskan tujuan, visi- misi, dasar kebijakan dan batasan perencanaan tentang tata ruang
wilayah pesisir di Provinsi NAD. Bab 2 berisi rencana struktur ruang w ilayah pesisir dengan
rencana pengembangan w ilayah pesisir, konsep dan strategi penataan ruang. Bab 3 berisi
rencana pola pemanfaatan ruang w ilayah pesisir NAD untuk kaw asan lindung, kaw asan
budidaya, kaw asan strategis, rencana mitigasi dan pengembangan pulau-pulau kecil. Bab 4
rencana penetapan kaw asan strategis untuk pertumbuhan ekonomi pesisir, penanganan
kaw asan kritis lingkungan, pengembangan kaw asan tertinggal serta kaw asan pertahanan dan
keamanan. Bab 5 menjelaskan arahan pemanfaatan ruang melalui penyusunan indikasi
program pembangunan, program prioritas, sumber pendanaan daerah dan rencana investasi di
wilayah pesisir Provinsi NAD. Bab 6 dan Bab 7 memberikan arahan pengelolaan dan
pengendalian pada fungsi kaw asan lindung, kaw asan budidaya dan kaw asan strategis. Bab 8
tentang arahan pengembangan kelembagaan, keanggotaan, tugas dan kedudukan Badan
Koordinator Pengelolaan Kaw asan Pesisir. Bab 9 berisi rekomendasi dan catatan penutup.
Laporan Akhir (Buku Rencana) memberikan usulan draft kebijakan yang dilampirkan dalam
Draft Akademik Pointer Penyusunan Qanun tentang Penataan Ruang Wilayah Pesisir Provinsi
NAD.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pihak pemberi kerja yakni
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD- Nias, atas kepercayaan dan tanggung jaw ab
yang telah diberikan kepada kami, serta kepada pihak-pihak yang ikut membantu pelaksanaan
kegiatan ini, semoga bisa terlaksana dengan baik tanpa kurang suatu apapun.
DAFTAR ISI
BAB II. RENCANA ST RUKT UR RUANG WILAYAH PESISIR PROVINSI NAD ............. II-1
2.1. Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NA D............................................. II-1
2.2. Rencana Pengembangan Wilayah Pesisir (WPP) Provinsi NAD................................ II-2
2.3. Konsep dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD ....................... II-5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : - Draft Akademik Pointers Penyusunan Qanun Tata Ruang Pesisir Provinsi NA D
- Peta – Peta Rencana
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.4.1. Peta Wilayah Perencanaan RTRW Pesisir Provinsi NAD......................... I-8
Gambar 2.1.1. Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD.......................... II-2
Gambar 2.2.1. Rencana Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi NAD.......................... II-3
Gambar 3.1.1. Kaw asan Raw a Gambut............................................................................. III-4
Gambar 3.1.2. Kaw asan Sempadan Pantai ....................................................................... III-6
Gambar 3.1.3. Taman Wisata Laut Kep. Banyak (diusulkan menjadi Taman Nasional
Laut) ............................................................................................................ III-7
Gambar 3.1.4. TWA dan TWL Pulau Weh Kota Sabang ................................................... III-9
Gambar 3.1.5. KKLD Pulo Aceh......................................................................................... III-11
Gambar 3.1.6. KKLD Kabupaten Simeulue........................................................................ III-12
Gambar 3.1.7. KKLD Kota Sabang..................................................................................... III-12
Gambar 3.1.8. Daerah Perlidungan Laut............................................................................ III-13
Gambar 3.1.9. Kaw asan Suaka Perikanan ........................................................................ III-14
Gambar 3.2.1. Model Keramba Jaring Apung.................................................................... III-15
Gambar 3.2.2. Zona Pemanfaatan Ruang Untuk Budidaya Laut ...................................... III-16
Gambar 3.2.3. Model Tambak ............................................................................................ III-17
Gambar 3.2.4. Rencana Kaw asan Perikanan Tangkap..................................................... III-18
Gambar 3.2.5. Aliran Migrasi Ikan Tuna di perairan Laut Andaman (April – Oktober)...... III-18
Gambar 3.2.6. Rencana Pengembangan Pariw isata......................................................... III-19
Gambar 3.2.7. Konsep Teoritis Penataan Ruang Permukiman......................................... III-25
Gambar 3.2.8. Konsep Pengembangan Ruang Kota Pesisir............................................. III-25
Gambar 3.2.9. Konsep Penataan Ruang Pesisir ............................................................... III-26
Gambar 3.2.10. Konsep Detail Tata Ruang Pesisir di Masing- Masing Zona Peruntukan .. III-26
Gambar 3.2.11. Contoh Penataan Kaw asan Pesisir Dengan Mitigasi Bencana ( Tanpa
Tambak) ...................................................................................................... III-26
Gambar 3.2.12. Contoh Penataan Kaw asan Pesisir Dengan Mitigasi Bencana
(DenganTambak) ........................................................................................ III-27
Gambar 3.2.13. Contoh Penataan Kaw asan Pesisir dengan Mitigasi Bencana dengan
Tambak ....................................................................................................... III-27
Gambar 3.3.1. Rencana Jaringan Jalan............................................................................. III-33
Gambar 3.4.1. Zona Raw an Abrasi di Wilayah Pesisir Provinsi NAD ............................... III-39
Gambar 3.4.2. Zona Raw an Sedimentasi di Wilayah Pesisir Provinsi NAD...................... III-40
Gambar 3.4.3. Zona Raw an Gempa di Wilayah Pesisir Provinsi NAD.............................. III-41
Gambar 3.4.4. Zona Raw an Tsunami di Wilayah Pesisir Provinsi NAD............................ III-42
Gambar 3.4.5. Zona Raw an Banjir di Wilayah Pesisir Provinsi NAD ................................ III-43
Gambar 4.1.1. Zona Kaw asan Prioritas Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pesisir
Provinsi NAD............................................................................................... IV-3
Gambar 4.4.1. Kaw asan Strategis Pertahanan dan Keamanan ........................................ IV-6
Gambar 5.2.1. Diagram Alir Penyusunan Prioritas Program Pembangunan .................... V-9
Gambar 5.3.1. Sumber Pendanaan dan Penganggaran Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam................................................................................................. V-27
Gambar 5.3.2. Peluang Investasi Perikanan Tambak........................................................ V-33
Gambar 5.3.3. Peluang Investasi Budidaya Laut ............................................................... V-34
Gambar 5.3.4. Peluang Investasi Pariw isata Bahari.......................................................... V-37
Gambar 5.3.5. Peluang Investasi Industri Pengolahan Ikan.............................................. V-38
Gambar 5.3.6. Tahapan Bantuan Sarana dan Modal Investasi Masyarakat..................... V-40
Gambar 8.1.1. Struktur Organisasi Badan Koordinator Pengelola Kaw asan Pesisir
Terpadu....................................................................................................... VIII-3
DAFTAR BOKS
BAB 1
Tujuan, Kebijakan dan Strategi
Penataan Ruang
Bab ini memberikan penjelasan mengenai visi-misi, tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
pesisir Provinsi NAD yang mengacu pada kebijakan pokok, pendekatan dan prinsip dasar dalam penataan
ruang wilayah pesisir Provinsi NAD pasca tsunami. Rumusan kebijakan dan strategi penataan ruang
dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pemanfaatan ruang, rencana pengendalian pemanfaatan
ruang dan penyusunan indikasi program pembangunan di wilayah pesisir Provinsi NAD.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD) memiliki potensi bahari yang cukup prospektif
untuk dikembangkan sebagai kaw asan sentra industri perikanan dan kelautan di kaw asan
Indonesia Bagian Barat, terlebih dengan ditetapkannya Sabang sebagai Kaw asan
Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. Namun, potensi yang tersedia belum dimanfaatkan
dengan baik, dikarenakan belum tersedianya sebuah kerangka kebijakan yang mengatur
pemanfaatan di w ilayah pesisir dan laut. Wilayah Provinsi NAD yang berbatasan dengan
negara lain seperti Malaysia, India dan Thailand, menjadikan persoalan pengelolaan dan
pemanfaatan w ilayah lautnya tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan internal Provinsi
NAD, melainkan juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal. Bencana gempa disertai
tsunami pada 26 Desember 2004 semakin memperparah kerusakan lingkungan dan
infrastruktur terbangun baik secara ekologis, biogeofisik maupun sosial ekonomi. Bencana
gempa dan tsunami secara langsung maupun tidak langsung memunculkan beberapa isu dan
kepentingan khususnya dalam perencanaan w ilayah dan pembangunan kembali Provinsi NA D.
Beberapa isu ini antara lain adalah pemulihan fungsi lingkungan dan ekosistem pesisir,
rehabilitasi w ilayah pesisir dan infrastruktur dan lain-lain.
Beberapa isu s trategis pasca gempa dan tsunami 24 Des ember 2004 bagi per encanaan wilayah pesisir Provinsi NAD:
1. Pemulih an Fungsi Lingkung an dan Ekosistem Pesisir Pasca Gempa dan Tsun ami
Pemulihan fungsi lingkungan menjadi isu yang sangat mendas ar dan strategis, fungsi tersebut telah mengalami penurunan
secara signifikan, terutama pasca bencana gempa dan tsunami. Tanpa ada pemulihan fungsi lingkungan akan sulit menjamin
kel angsungan pembangunan di wilayah pesisir secara ber kel anjutan. pemulihkan fungsi kawas an dan ekosistem antara lain:
a. Terumbu karang dan padang lamun; bertujuan meni ngkatkan perlindungan terhadap pantai dan sekaligus sebagai nurs ery
ground, s pawni ng ground dan rearing ground bagi i kan-ikan dan biota l aut l ainnya.
b. Ekosistem hutan mangrove berper an sebagai tempat pemijahan, penyedia nutrient, tempat mencari makan, tempat
berlindung dan tempat pengas uhan bagi jenis biota, pelindung pantai dari erosi dan abrasi, angin dan badai serta
perang kap bagi sedi men yang di kirim lewat sungai. Kerusakan mangrove di pesisir Pantai Barat NAD lebi h dis ebabkan oleh
benc ana gempa dan tsunami, sedangkan di pesisir pantai timur lebih banyak terjadi karena ulah manusia dengan tindakan
penebangan hutan mangrove. Dampak hilangnya dan rus aknya hutan mangrove di pesisir Pantai Timur antara lain
menurunnya produksi tambak, abrasi pantai, pendangkalan muara s ungai, beberapa jenis biota yang telah menghilang.
c. Muara sungai/ estuari; penting dipulihkan fungsinya karena merupakan tempat pertemuan antara pros es fluvial dan proses
marine yang sangat potensial bagi nursery gr ound, s pawni ng ground dan rearing ground bagi biota laut dan darat.
d. Hutan dan wilayah upl and; Kerusakan hutan memberikan dampak s erius dengan terjadinya pendangkalan kuala/ muara
sungai di sepanjang wilayah pesisir Pantai Timur NAD tidak terlepas dari terganggunya sistem tata air akibat penebangan
liar dan penggundulan hutan di daer ah atas , pemulihan fungsi hutan dan penataan wilayah upland menjadi s angat vital.
2. Pemulihan Fungsi Lingkungan Buatan W ilayah Pesisir
a. Pemulihan kawas an pertambakan; pemulihan pertambakan sangat penting mengingat hasil budidaya tambak dapat
menggerakkan roda perekonomi an wilayah pesisir. Tambak-tambak yang hanc ur perlu dilakukan peninjauan kelayakan
(kualitas air, dll) sebelum direvitalisasi. Apabila tidak layak dapat di ubah fungsi untuk dijadi kan green belt.
b. Permukiman cender ung memberikan tekanan terhadap kelestarian wilayah pesisir. Hal ini menjadi isu penting tidak hanya
bagi keles tarian ekosistem pesisir, namun juga bagi kes elamatan mas yarakat itu sendiri, mengingat pesisir merupakan
daerah yang potensial.
3. Mempercepat Pengembangan Sab ang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Penetapan Sabang dan sekitarnya sebagai kawas an per dagangan bebas dan pelabuhan bebas mer upakan kebijakan
ekonomi yang strategis sebagai pintu keluar masuknya perdagangan regional dan i nternasional yang diharapkan
memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekonomi di Provinsi NAD.
4. Menghindari T erjadin ya D eplesi Sumb er Daya Per ikanan
Deplesi sumber daya peri kanan menjadi isu yang menonjol dan perlu segera ditangani karena beber apa alasan sebagai
berikut: (1) Deplesi meyebabkan penur unan ting kat produksi perikanan; (2) Penurunan ti ngkat produksi s elanjutnya sangat
berdampak pada penurunan pendapatan nel ayan dan mas yarakat pesisir; (3) berkurangnya juml ah tangkapan, rawan
menciptakan terjadinya konflik antar nel ayan; (4) dalam j angka panjang deplesi adalah pintu menuju kepunahan sumberdaya
perikanan.
5. Penangan an Abrasi dan T anah Timbul di W ilayah Pesisir
Pasca gempa dan ts unami terjadi perubahan garis pantai, abrasi pantai, pergeseran muara sungai, dan ber kurangya ting kat
kej ernihan air. Penanganan abrasi menjadi isu yang penti ng dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir karena abrasi
dapat menyebabkan hilangnya lahan-lahan produktif s eperti pertambakan, per muki man, dan fasilitas umum di s ekitar pantai.
6. Ketimpangan Perkembangan W ilayah antar a Pesisir Timur dan Barat Provinsi N AD
Kesenjangan per kembangan wilayah terlihat antara pesisir timur Aceh yang memiliki ting kat pertumbuhan lebi h maj u
dibanding kan pesisir barat Provinsi NAD.
7. Penatagunaan Tan ah dalam Penataan Ruang
Masalah umum pertanahan yang menonjol ber kaitan dengan mas alah penguas aan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Sebagian besar tanah di wilayah pesisir belum jelas s tatus kepemilikannya pasc a terjadinya bencana gempa dan tsunami
serta masih dijumpai pemberian izin pemanfaatan tanah yang tidak ses uai dengan peruntukannya s ehingga sering
menciptakan konflik dalam implementasi dan pengendalian per encanaan tata ruang. Konflik pemanfaatan ruang di wilayah
pesisir NAD selengkapnya terlihat pada:
a. Pemberian izin konsesi per kebunan yang melebi hi luas kawas an yang ada.
b. Pemanfaatan ruang yang seharusnya untuk kawas an green belt di beberapa daerah telah dimanfaatkan kembali oleh
mas yarakat nel ayan sebagai kawasan permukiman dengan jarak kurang dari 200 meter dari garis pantai.
c. Adanya pembukaan kawas an untuk budi daya perikanan tambak di kawasan green belt.
d. Kerusakan ekosistem mangrove yang merupakan kawasan lindung s empadan pantai oleh akti vitas penebangan liar
merupakan benturan kepentingan ekonomis dan ekologis.
e. Fenomena penambangan karang yang terjadi di beberapa kawas an
8. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Pengelol aan pulau- pulau kecil bertujuan mempertahankan eksistensi dan fungsi nilai pulau-pul au tersebut untuk menghindari
ker ugian secara politik maupun secara ekonomis tanpa mengesamping kan prinsip-prinsip pengelolaan terpadu dan
ber kelanjutan s erta berbasis mas yarakat di sekitarnya. Pengelolaan pulau-pul au kecil menjadi isu s trategis karena:
a. Beberapa pulau lokasinya sangat strategis karena berbatas an langsung dengan negara lain sehi ngga rawan terhadap
inter vensi dan okupasi negara lain.
b. Potensi di pulau-pul au kecil belum di manfaatkan sec ara opti mal.
c. Keter batasan pengawasan menyebabkan pulau-pul au kecil rawan terhadap aksi penyelundupan, kehadiran pendatang
ilegal, dan aksi pengrus akan lingkungan akibat eksploitasi sumberdaya pesisir.
d. Belum mendapat perhati an yang maksimal dari pemerintah.
e. Kesenjangan pembangunan antara wilayah daratan utama dengan pulau- pulau kecil
9. Peningkatan Sumber Daya Manusia Pesisir
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan s umber daya manusia (SDM) mas yarakat pesisir NAD; (1) ting kat
pendidi kan penduduk relatif masih rendah; (2) kesenjangan tingkat pendidi kan antar kelompok mas yarakat; (3) Fasilitas
pelayanan pendi dikan untuk jenjang menengah pertama dan di atas nya belum mer ata; (4) kualitas pendidi kan masih rendah
dan belum memnuhi kompetensi pes erta di dik, dan (5) pembangunan di bidang pendidi kan belum sepenuhnya mampu
menumbuhkan kemampuan kewiraus ahaan. T anpa diimbangi dengan SDM yang memadai, program pembangunan yang
dilaks anakan di wilayah tersebut tidak akan direspon dengan bai k oleh mas yarakat.
10. Pengentasan Kem iskinan dan Kesejahteraan Masyar akat Pesisir
Kemis kinan dan kesej ahteraan mas yarakat merupakan masalah yang kompl eks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan, antar a lain: ti ngkat pendapatan, kes ehatan pendidi kan, aks es terhadap barang dan jas a, lokasi geografis,
gender dan kondisi lingkungan. Per mas alahan kemis kinan di Provinsi NAD disebabkan oleh: (1) belum terpenuhinya
kebutuhan dasar mas yarakat; (2) terbatas nya kesempatan kerja dan berusaha; dan (3) memburuknya kondisi lingkungan
dan s osial pasc a bencana ts unami. Is u kemiski nan menjadi penting dalam perenc anaan tata ruang wilayah pesisir Provi nsi
NAD dikarenakan alas an kemis kinan mas yarakat pesisir cender ung mendorong mas yar akat bertindak s ecara ti dak arif,
mendor ong terjadinya eks ploitasi s umberadaya al am s ecara berlebih dan menci ptakan kerawanan sosi al di wilayah pesisir.
11. Eksploit asi L ingkungan untuk Pembangunan Infrastuktur
Infrastruktur wilayah mengal ami kerusakan yang sangat berat setelah terjadinya gempa dan ts unami. H al ini dapat dilihat dari
ker usakan kondisi jalan di s epanjang wilayah pantai barat, kerus akan kawas an- kawas an per muki man, serta kerus akan
berbagai fasilitas sosial penunj ang. Upaya rekonstruksi permukiman dan sistem pras arana wilayah yang saat ini dilakukan
telah meni mbul kan isu konflik pemanfaatan sumberdaya alam, seperti: penambangan batu-batu pada tebing-tebing di
sepanjang pantai bar at yang potensial mengalami longsor s erta penebangan hutan sec ara ti dak langsung akan berpengaruh
terhadap perubahan sistem tata air dan karakter wilayah pesisir.
12. Penang anan Kawasan Rawan Bencana
Kejadi an bencana al am gempa bumi dan tsunami merupakan pelajaran berharga yang tidak ternilai untuk mengarahkan visi
pembangunan pesisir pada mas a yang akan datang. Kebijakan-kebijakan yang tegas untuk mencegah pemanfaatan daerah-
daerah rawan bencana sebagai kawasan permukiman perlu dilakukan. Banyaknya kawasan rawan benc ana di Provinsi NAD
mengindikasi kan bahwa mitigasi bencana merupakan hal yang sangat penting untuk diper hati kan dal am pembangunan fisi k
di Provinsi NAD. Daerah rawan benc ana di wilayah pesisir tidak hanya berupa rawan gempa dan tsunami, melainkan ada
beberapa wilayah yang juga rawan banjir dan rawan gerakan tanah.
Dengan pertimbangan tersebut, perlu kiranya disusun suatu kerangka kebijakan pemerintah
untuk pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Pesisir
Provinsi NA D pasca tsunami, guna mengakomodasi aspirasi stakeholder dalam rehabilitasi dan
rekonstruksi w ilayah pesisir Provinsi NAD dan mengantisipasi perkembangan yang ter jadi di
masa mendatang dengan variabel utama aspek ekologis, biogeofisik dan sosial ekonomi.
Upaya mencapai visi dijabar kan dalam Misi Penataan Ruang Pesisir Provinsi NAD sebagai
berikut:
• Mew ujudkan har monisasi penataan ruang w ilayah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
• Mew ujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang berbasis daya dukung dan daya
tampung lingkungan pesisir.
• Mew ujudkan pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.
• Mew ujudkan pemerataan pertumbuhan ekonomi di w ilayah pesisir.
• Mew ujudkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan ruang dan
sumber daya pesisir secara lestari dan berkelanjutan.
• Menciptakan suatu sistem dan mekanis me penegakan hukum sebagai pengendalian
pemanfaatan ruang w ilayah pesisir yang berbasis masyarakat.
Sedangkan untuk tujuan penaatan ruang pesisir Provinsi NAD Dalam jangka pendek,
perencanaan w ilayah pesisir diharapkan dapat berkontribusi dalam memperjelas arah
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa dan tsunami di Provinsi NAD secara
spasial (keruangan) di w ilayah pesisir NAD. Dalam jangka panjang, perencanaan tata ruang
wilayah pesisir diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pembangunan daerah, sektoral, dan
lintas pelaku dan dasar pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan w ilayah pesisir dan
laut secara terintegrasi yang bertempat di w ilayah pesisir Provinsi NAD. Oleh karena itu dalam
buku rencana ini dirumuskan:
• Potensi, kendala, peluang dan tantangan pengembangan w ilayah pesisir Provinsi NA D;
• Struktur pengembangan dan pola pemanfaatan ruang w ilayah pesisir dan laut
• Kebijakan penataan ruang pesisir dan laut yang mencakup arahan pemanfaatan dan
arahan pengendalian pemanfaatan ruang pesisir, sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang; dan
• Kerangka integrasi RUTRW Pesisir dan RTRW Provinsi/ Kabupaten/ Kota, baik secara
substansial maupun legal-institusional.
1.2. Kebijakan
Penataan ruang w ilayah pesisir Provinsi NA D didasari dengan kebijakan- kebijakan yang
menjadi landasan dan acuan dalam perencanaan fungsi kaw asan.
Pendekatan dalam upaya mencapai kondisi yang lebih baik dalam masa rehabilitasi dan
rekonstruksi w ilayah pesisir Provinsi NAD pasca tsunami salah satunya adalah dengan strategi
penataan ruang w ilayah pesisir.
2. Wilayah lautan yang mencakup w ilayah sepanjang 12 mil laut dari garis pantai,
sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004.
Wilayah perencanaan dalam penyusunan RTRW Wilayah Pesisir Provinsi NAD dapat dilihat
pada Tabel 1.4.1. dan Gambar 1.4.1.
BAB 2
Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir
Provinsi NAD
Bab ini menjelaskan Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD sebagai satu kerangka kebijakan
makro keruangan yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam arahan pengembangan pola keruangan dan
pola pengembangan aktivitas di wilayah pesisir. Struktur ruang yang direncanakan ini mempertimbangkan
berbagai aspek termasuk didalamnya adalah tujuan untuk mencapai visi pembangunan tahun 2027.
Penetapan struktur tata ruang w ilayah pesisir Provinsi NAD diarahkan untuk dapat merespon
isu-isu strategis perencanaan w ilayah pesisir Provinsi NAD khususnya pasca bencana gempa
dan tsunami tahun 2004. Disamping itu juga diantaranya untuk :
1. Menciptakan keseimbangan pertumbuhan (pemerataan) w ilayah, khususnya antara
wilayah pantai barat dan pantai timur, dan antara w ilayah pulau-pulau kecil dan daratan.
Wilayah pantai barat dan pulau-pulau kecil diharapkan dapat mengejar ketertinggalan
dari w ilayah-w ilayah di pantai timur melalui penataan struktur ruang w ilayah pesisir ini.
2. Mengoptimalkan potensi riil dari sektor perikanan dan kelautan. Optimalisasi ini
diharapkan terw ujud melalui pengembangan pusat-pusat w ilayah pesisir dan beberapa
wilayah hinterland dengan prioritas fungsi pengembangan yang berbeda-beda antar
wilayah pengembangan sesuai dengan potensi yang dimiliki ditinjau dari aspek sumber
daya alam, ekonomi, sosial, letak kaw asan dan aspek pertahanan dan keamanan.
3. Memperjelas dan menegaskan penetapan-penetapan PKN (pusat kegiatan nasional),
PKW (pusat kegiatan w ilayah), dan PKL (pusat kegiatan lokal) yang telah ditetapkan
dalam RTRW Provinsi. Dengan demikian akan tercipta struktur ruang yang terdiri dari
banyak pusat (polisentris). Pola tersebut diharapkan juga dapat menciptakan stabilitas
wilayah terhadap potensi bencana yang akan melumpuhkan pusat-pusat kegiatan
perkotaan.
Berdasarkan perhitungan kriteria hirarki perkotaan bagi pengembangan w ilayah pesisir Provinsi
NAD dapat dirumuskan sebagai berikut:
• Kota Hirarki I :
Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Idi Rayeuk, Labuhan Haji, dan Singkil.
• Kota Hirarki II :
Sigli, Bireuen, Lhokseumaw e, Langsa, Calang, Blangpidie, Meulaboh, Tapak Tuan, dan
Sinabang.
• Kota Hirarki III :
Kota-kota kecil lainnya di sepanjang Pantai Barat dan Timur Provinsi NAD.
Secara ekologis, pembagian kedalam empat w ilayah pengembangan ini juga telah
mempertimbangkan karakteristik sedimen sel (sediment cell) yang ada.
Keterangan :
Berdasarkan penentuan tersebut, maka perw ilayahan pesisir dan laut Pr ovinsi NAD dibagi ke
dalam 4 (empat) Wilayah Pengembangan Pesisir, yaitu:
c. WPP-A berfungsi sebagai daerah perbatasan negara dan sistem hankam. Oleh karena
itu standar dan upaya pertahanan dan keamanan nasional perlu dikembangkan baik di
Kota Sabang maupun di Pulau Rondo sebagai titik terluar w ilayah Republik Indonesia.
2. Wilayah Pengembangan Pesisir B (WPP- B). Dengan pusat pengembangan di Idi Rayeuk,
wilayah pengembangan ini meliputi perbatasan w ilayah perairan pantai timur Kabupaten
Bireun hingga perbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara. Dari analisis dan kondisi
empirik dapat ditetapkan bahw a fungsi dominan WPP- B adalah pusat pengembangan
kegiatan budidaya perikanan tambak yang ditunjang dengan keberadaan kegiatan industri.
Dengan demikian pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara di Idi Rayeuk menjadi
sangat vital bagi pengembangan w ilayah pesisir NAD. Idi Rayeuk sebagai pusat WPP- B
perlu dilengkapi dengan sarana-prasarana penunjang perdagangan dan industri pengolahan
hasil perikanan. Ketersediaan energi untuk pengembangan industri pengolahan hasil
perikanan menjadi prasayarat yang harus dipenuhi dalam pengembangan WPP- B.
Disamping itu, akses dari Idi Rayeuk menuju Lhokseumaw e, dimana transportasi udara
tersedia, perlu untuk diperbaiki dalam rangka memperlancar distribusi produk perikanan
lokal yang dihasilkan. Dengan demikian upaya untuk menangkap peluang pasar domestik
dan eksport dapat diw ujudkan.
4. Wilayah Pengem bangan Pesisir D (WPP- D). Dengan pusat pengembangan di Singkil,
wilayah pengembangan ini meliputi w ilayah perairan pantai barat dari perbatasan Aceh
Selatan - Provinsi Sumatra Utara. Wilayah ini juga meliputi w ilayah perairan di Pulau
Banyak. Secara singkat dapat ditetapkan bahw a fungsi dominan WPP- D adalah sebagai
pusat pengembangan konservasi terumbu karang, habitat penyu dan pariw isata untuk
menangkap peluang pasar w isatawan menuju Kepulauan Banyak yang memiliki keindahan
alam pantai dan panorama baw ah laut yang alami serta unik. Oleh karena itu, Singkil perlu
ditetapkan sebagai gerbang pariw isata bagi Kepulauan Banyak dan beberapa objek
andalan seperti raw a gambut (Suaka Margasatw a Raw a Singkil). Disamping sebagai
pelabuhan perikanan, pengembangan jasa-jasa penunjang pariw isata seperti hotel berskala
lokal dan/ nasional, restauran, jasa transportasi penyeberangan, jasa hiburan dan
perdagangan di Singkil menjadi sangat vital.
Boks 2.3. Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi NAD dan Sedimen Sel
Kons ep “sedi men s el” mengidentifi kasi bahwa sistem pantai terdiri dari s ejuml ah unit yang berhubungan dan terkait dengan
banyak pr oses perpindahan sedimen yang bekerja dal am s kala ruang dan waktu yang berbeda. Pembagian Wilayah
Pengembangan Pesisir ini memperhitungkan kons ep i ni
W PP A, terdiri atas 4 sedimen sel seb agai yaitu: Sub-sel 2-2 (Kuala Arakundo – Kuala Thok)
Sedi men Sel 5 (Tanjung Laweueng – Ujung Batee) Sedi men Sel 3 (Kuala Thok – Kuala Gandapura)
Sub-sel 5-1 (Tanjung Laweueng – Ujung Dayeung) Sub-sel 3-1 (Kuala T hok – Kr ueng Mampl am)
Sub-sel 5-2 (Ujung Dayeung – Ujung Batee) Sub-sel 3-2 (Krueng Mamplam – Krueng Gandapura)
Sedi men Sel 6 (Ujung Batee – Pantai Calang) Sedi men Sel 4 (Kuala Gandapura – Tanj ung Laweueng)
Sub-sel 6-1 (Ujung Batee – Pantai Lamno) Sub-sel 4-1 (Kuala Gandapur a – Ujung Raja)
Sub-sel 6-2 (Pantai Lamno – Lhok Kruet) Sub-sel 4-2 (Ujung Raja – T anjung Laweueng)
Sub-sel 6-3 (Lhok Kruet – C alang)
Sedi men Sel 7 (Pantai Calang – Muara Krueng Seumayem WPP C, terdiri atas 1 sedimen sel yaitu:
Kuala Batee) Sedi men Sel 10 (Pulau Si meulue)
Sub-sel 7-1 (Pantai Calang-Pantai Meulaboh Kec.J ohan Sub-sel 10-1 ( Ujung Sinarung – Ujung Sibau)
Pahlawan) Sub-sel 10-2 (Ujung Sibau – Ujung Amus aseum)
Sub-sel 7-2 (Meulaboh–Muar a Krueng Seumayem Kuala Sub-sel 10-3 (Ujung Amusas eum - Ujung Kr ueng)
Batee) Sub-sel 10-4 (Ujung Krueng – Ujung Sinarung)
Sedi men Sel 11 (Kota Sabang)
Sub-sel 11-1 (Ujung Bau - Kota Sabang) WPP D, terdiri atas 2 sedimen sel seb agai berikut:
Sub-sel 11-2 (Kota Sabang – Ujung Seuke) Sedi men Sel 8 (Muara Krueng Seumayem Kuala Batee-
Sub s el 11-3 (Ujung Seuke – Ujung Maduru) Pantai Trumon)
Sub-sel 11.4 (Ujung Maduru – Ujung Bau) Sub-sel 8-1 (Muara Kr. Seumayem Batee – P.T apak
Tuan)
WPP B, terdiri atas 4 sedimen sel seb agai berikut: Sub-sel 8-2 ( Pantai Tapak T uan – Pantai Trumon )
Sedi men Sel 1 (Tanjung Seruway - Peureulak) Sedi men Sel 9 (Pantai Trumon – Pantai Singkil Baru)
Sub-sel 1-1 (Tanjung Seruway – Tel uk Langsa) Sub-sel 9-1 (Pantai Trumon – Pulo Sarok)
Sub-sel 1-2 (Teluk Langsa – Peureulak) Sub-sel 9-2 (Pulo Sarok – Pulau Biranan)
Sedi men Sel 2 (Peureulak – Kuala Thok)
Sub-sel 2-1 (Peureulak – Kuala Arakundo)
Sumber : Hasil Surv ei dan Analisis Ti m Penyus un RUTRW Pesisir Provinsi NAD, 2007
2.3. Konsep dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Melalui analisis SWOT dengan masukan yang bersumber dari temuan-temuan di setiap aspek
yang telah dilakukan pada sebelumnya (lihat Buku Analisa), dapat dirumuskan beberapa
konsep dan startegi penataan ruang w ilayah pesisir yang dirinci berdasarkan 4 (empat) Wilayah
Pengembangan Pesisir (WPP) yang direncanakan.
11. Meningkatkan pemanfaatan potensi ikan tangkap di perairan pantai barat dengan
pengembangan teknologi penangkapan ikan dan kelengkapan sarana dan prasarana.
12. Penguatan sistem data base produksi sumberdaya alam (lobster) untuk penangkaran dan
restocking (konservasi).
13. Pengembangan potensi perkebunan di Kabupaten Simeulue (cengkeh, pala, pinang,
pisang, dan kelapa).
14. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan membangun infrastruktur untuk
mendukung pertumbuhan dan aktivitas ekonomi w ilayah.
15. Penyebaran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk mendorong pengembangan w ilayah
dan aktivitas sosial ekonomi dalam meningkatkan indeks pembangunan ekonomi.
16. Peningkatan sumber daya manusia dan fasilitas dasar terutama pada pulau-pulau kecil.
17. Mengoptimalkan peran dan fungsi kaw asan-kaw asan lindung, terutama di Pulau Simelue
dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
18. Konservasi terumbu karang di sekitar pulau-pulau kecil.
19. Konservasi sand dune di P.Salaut Besar.
20. Rehabilitasi vegetasi pantai sebagai pelindung alam dari ancaman abrasi pantai dan
bencana alam (tsunami).
21. Rehabilitasi ekosistem dan konservasi hutan mangrove (Raw a Tripa) dan terumbu karang
yang telah rusak di Kabupaten Simeulue.
22. Meningkatkan keamanan dan pengaw asan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan
dan kelautan serta pulau-pulau kecil.
23. Meningkatkan pengaw asan laut dan pulau-pulau kecil dari ancaman keamanan dan
pencurian ikan.
24. Pelibatan dan partisipasi masyarakat nelayan dan publik dalam kegiatan rehabilitasi
vegetasi pantai.
25. Pengolahan air bersih untuk kebutuhan masyarakat pesisir yang memenuhi standar baku
kesehatan.
13. Pengembangan ekosistem raw a kluet sebagai kaw asan khusus yakni kaw asan budidaya
dan konservasi
14. Konservasi terumbu karang di Kepulauan Banyak.
15. Konservasi sand-dune (habitat vital nesting penyu) di P.Bangkaru (Kep.Banyak).
16. Rehabilitasi ekosistem dan kondervasi hutan mangrove (Raw a Kluet dan Raw a Singkil).
17. Sosialisasi zona konservasi, budidaya dan fishing ground bagi penduduk pesisir untuk
mencegah benturan fungsi kaw asan dan eksploitasi berlebihan.
18. Pembatasan perkembangan fisik secara ekspansif pada zona perlindungan dengan tetap
menghargai hak-hak dasar masyarakat.
19. Peningkatan pengaw asan laut dan pulau-pulau kecil dari ancaman keamanan dan
pencurian ikan dengan patroli rutin.
20. Pelibatan dan partisipasi masyarakat nelayan dan publik dalam kegiatan rehabilitasi dan
konservasi terumbu karang dan mangrove.
21. Pengolahan air bersih untuk kebutuhan masyarakat pesisir yang memenuhi standar baku
kesehatan.
Bab 3
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang
Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Bab ini menjelaskan rencana pola pemanfaatan ruang yang terdiri dari: rencana kawasan lindung, rencana
kawasan budidaya, rencana pengembangan prasarana wilayah, rencana kawasan mitigasi bencana, dan
rencana pengembangan pulau-pulau kecil. Materi dalam bab ini merupakan produk tata ruang wilayah pesisir
yang akan dijadikan sebagai acuan spasial dalam pemanfaatan ruang dan pengembangan aktivitas di wilayah
pesisir Provinsi NAD.
Selanjutnya kaw asan lindung tersebut direncanakan dan diusulkan kembali sesuai dengan
kriteria penetapan Kaw asan Lindung.
Pengelolaan kaw asan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi
lingkungan hidup di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sasaran pengelolaan kaw asan
lindung untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah air, iklim, tumbuhan dan satw a serta
nilai sejarah dan budaya bangsa dan mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satw a, tipe
ekosistem, dan keunikan alam. Kerusakan sumberdaya dan ekosistem pesisir pasca tsunami di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memerlukan pemulihan. Sumberdaya dan ekosistem
pesisir yang rusak perlu dilindungi dan diperbaiki (rehabilitasi) sedangkan sumberdaya dan
ekosistem pesisir yang masih baik per lu dilakukan perlindungan dan pengaw etan (preservasi).
Kaw asan Lindung meliputi kaw asan yang memberikan perlindungan kaw asan baw ahannya,
kaw asan perlindungan setempat, kaw asan suaka alam dan cagar budaya dan kaw asan rawan
bencana. Rencana kaw asan lindung di w ilayah pesisir hasil analisis penentuan kaw asan
lindung telah dilakukan dan tersebar di berbagai Wilayah Perkembangan Pesisir (WPP) Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam ( Tabel 3.1.1).
Kaw asan hutan lindung di w ilayah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat di
pulau-pulau kecil di pantai barat yaitu di P. Rondo (Kota Sabang), P. Simeulue (Kab.
Simeulue), P. Tuangku Kep. Banyak (Kab. Aceh Singkil).
1 Ditetapkan
berdas ar kan SK
KAB.ACEH Menteri Kehutanan
SELATAN No. 166/KPTS-
11/1998
3 KAB.ACEH
SINGKIL
2 Singkil
2 3
Kab. Nagan Raya
Susoh
T rumon
T rumon T imur
Hutan raw a gambut di pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berada di kaw asan Pantai
Barat Aceh ini terdiri dari suatu ekosistem yang unik yang menyediakan pelayanan jasa
lingkungan yang penting, baik itu bagi daerah tersebut maupun bagi dunia. Hutan tersebut
meliputi daerah seluas sekitar 170.000 hektar, meliputi Raw a Kluet seluas 18.000 ha (Aceh
Selatan), Raw a Singkil seluas 100.000 ha (Kab. Aceh Selatan, Kab. Aceh Singkil) dan Raw a
Tripa seluas 50.000 ha (di Kab. Nagan Raya dan Kab. Aceh Barat Daya).
Green belt
Green belt
Green belt
Sempadan sungai di w ilayah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tersebar di seluruh
wilayah pengembangan (WPP). Sempadan sungai di WPP-A adalah sungai-sungai di pesisir
dan pulau-pulau kecil Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kab.Aceh Besar, Kab.Aceh Jaya, Kab.
Pidie, Sebagian Kab.Aceh Barat. Sempadan sungai di WPP- B yaitu sungai-sungai di pesisir
dan pulau-pulau kecil Kab.Bireuen, Kota Lhokseumaw e, Kab.Aceh Utara, Kab.Aceh Timur,
Kota Langsa, Kab.Aceh Tamiang. Sempadan sungai di WPP- C : Sungai di Kab.Aceh Barat,
Kab.Nagan Raya, Kab.Aceh Barat Daya, Kab.Aceh Selatan dan Kab.Simeulue. Sedangkan
sempadan sungai di WPP- D adalah sungai-sungai di w ilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di
Kab.Aceh Singkil, Trumon dan Bakongan (Kab. Aceh Selatan), Kepulauan Banyak.
Kaw asan lindung suaka margasatw a di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berupa raw a
gambut yaitu Suaka Margasatw a Raw a Singkil. Kaw asan seluas 110.000 ha ini ditetapkan
berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 166/Kpts-II/1998 tanggal 28 Februari 1998.
Boks 3.1. Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Banyak
Penetapan kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Banyak berdasar kan pada:
a. Keter wakilan
Kawasan Kep. Banyak memiliki luas 227.500 ha dan c ukup memadai untuk menjamin kel angsungan pros es ekologis
secara alami. Didukung oleh keberadaan ekosistem pesisir penting lainnya yaitu padang lamun di P. Rago-rago dan P.
Baleh serta ekosistem bakau di P. Tuang ku maka Kawas an Kep. Banyak dapat mewakili dalam pelestarian alam. Sehingga
dalam as pek keterwakilan maka Kep. Banyak mempunyai nilai sangat mewakili (skor=5), ekosistem terumbu karang di P.
Weh bernilai sangat mewakili (skor=5) sedang kan Gosong Karang di Blang Pidie dal am kategori mewakili (s kor=4).
b. Keaslian (Originality)
Keaslian dapat diukur melalui persentas e campur tangan manusia terhadap ekosistem terumbu karang. Dari semua c alon
lokasi yang dius ulkan maka Kep. Banyak bernilai sangat asli (skor=5), Gos ong Karang di Blang Pidi e mempunyai nilai l ebih
dari asli (skor=4) sedang kan P. Weh bernilai asli (skor=3).
c. Keunikan (Uniquiness)
Penilaian dituj ukan terhadap kekayaan habitat khusus dalam suatu ekosistem. Pantai Pel anggaran dan Amandangan di P.
Bang karu, Kep. Banyak terdapat habitat peneluran Penyu Sisi k (Eretmochelys i mbricata) yang ter mas uk kategori hewan
dilindungi (Appendi x I, R ed Book CITES) dan Penyu Hijau (Chel onia my das) yang termas uk kategori hewan yang teranc am
(Appendi x II, Red Book CITES) yang telah diadopsi oleh Pemerintah RI ke dalam UU Nomor 5 tahun 1990 dan PP No. 7
tahun 1999 tentang pengawetan j enis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Wilayah ini merupakan bagian dari kawas an
peneluran secara regional di pantai barat Sumatra (National Geographic Indonesi a, 2007). Sehingga Kep. Banyak memiliki
nilai lebih dari uni k (s kor=5) sedangkan Gosong Karang di Blang Pidie dan P. Weh dalam kategori uni k (s kor=3).
d. Kelang kaan (Rarity)
Penilaian terhadap pemili kan jenis-jenis biota lang ka dalam ekosistem terumbu, seperti jenis karang dan i kan-i kan karang.
Terdapatnya jenis endemi k seperti karang Acropora torresiana dan Pocillopora danae mer upakan salah satu poi n lebih bagi
Kep. Banyak sehingga dari aspek kelang kaan Kep. Banyak memili ki nilai lebi h dari lang ka (skor=4) sedang kan Gosong
Karang di Blang Pi die dan P. Weh bernilai langka (s kor=3).
e. Laju Kepunahan (Rate of exhaustion)
Penilaian i ni dilakukan untuk menghitung kec epatan ber kurangnya jenis biota dalam ekosistem terumbu karang. Karena
kur angnya data ber kala pros es kepunahan maka dalam hal ini digunakan penilaian l aju rekruitmen karang. Kep. Banyak
mempunyai kerapatan anakan karang paling tinggi daripada terumbu kar ang di wilayah lainnya (Fos ter et al., 2006).
Sehingga Kep. Banyak berpotensi sebagai penyupl ai larva karang bagi pemulihan al ami ekosistem terumbu karang pasca
Tsunami. Penilai an aspek potensi rekruitmen maka Kep. Banyak memili ki nilai tertinggi (skor=4) sedangkan Gosong Karang
di Blang Pi die dan P. Weh bernilai s edang (skor=3).
f. Aks esibilitas
Keterc apai an suatu kawasan di nilai dari ketersediaan jalan masuk (akses) atau transportasi dari kota- kota terdekat menuju
kawasan. Dalam kemudahan mencapai kawas an, P. Weh mudah dicapai (skor=4) karena Kota Sabang dinilai cukup dekat
dengan Kota Banda Aceh. Car a mencapai dapat dilakukan baik dengan Kapal Ferry dari Pelabuhan Ulee lheu maupun
pesawat terbang dari Bandar Udara Sultan Is kandar Muda Banda Aceh. Sedang kan Kep. Banyak dapat dic apai dengan
terlebih dulu singgah di Kota Tapak Tuan sekitar 445 km dari Banda Ac eh atau 350 km dari Medan dengan pes awat
terbang dan dilanjutkan dengan kapal selama 6 jam, sehingga termas uk kategori dapat dicapai (s kor=3). Gosong Karang di
Blang Pidie termasuk dalam kategori sulit dicapai (s kor=2), hal ini karena dalam pencapaian tidak ter dapat kapal
penyeberangan sec ara reguler.
g. Keberadaan atau Keutuhan Ekosistem
Aspek ini merupakan parameter yang menilai keutuhan komunitas karang keras s ebagai penghuni ekosistem terumbu
kar ang. Kompleksitas suatu struktur komunitas karang keras akan berimpli kasi terhadap dinami ka hubungan antar dan inter
populasi. Hasil penghitungan Indeks Nilai Konser vasi (Conservati on Value Index= CVI) menunjukkan bahwa Kep. Banyak
Kab. Aceh Sing kil memiliki s kor tertinggi, yaitu A (sangat lengkap, s kor=5), sedang kan P. Weh memiliki s kor B (lebih dari
lengkap, s kor=4) serta Gos ong Karang di Blang Pi die bers kor C (s kor=3) atau l eng kap.
Hasil penghitungan total s kor kriteria penetapan Kawas an Lindung Nasional menunjukkan bahwa Kawasan T erumbu
Karang Kep. Banyak paling layak ditetapkan s ebagai Taman Nasional dengan total skor tertinggi 31 sedang kan Kawas an
P. Weh masuk dalam kategori cukup layak (total s kor=25) dan Gos ong Karang di Blang Pi die kur ang layak (total s kor=20).
Taman w isata alam dan taman w isata laut ini terletak di Pulau Weh Kota Sabang. Kaw asan ini
telah ditetapkan berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 928/ Kpts/ Um/ 2/ 1982 dengan luas
Taman Wisata Alam (TWA) 1.300 ha dan Taman Wisata Laut (TWL) 2.600 ha ter masuk Pulau
Seulako dan Pulau Rubiah.
TW L P.W eh
TW A P.W eh
Kaw asan pantai berhutan bakau ( mangrove) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
direncanakan untuk dilindungi terdapat di w ilayah pengembangan pesisir B dan C. Kaw asan
pantai berhutan bakaudi WPP-B terdapat di pesisir Aceh Tamiang sampai ujung Peureulak
(Kab. Aceh Timur), Sungai Raya – Julok, sebagian pesisir Lhokseumaw e, Bireun sampai
Samalanga. Sedangkan kaw asan pantai berhutan bakau di WPP-C yaitu di pesisir Teluk
Dalam, Sefoyan, Linggi (Kab. Simeulue).
Kaw asan cagar budaya yang direncanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi
peninggalan kerajaan-kerajaan yang tersebar di pantai barat dan timur.
Peninggalan kerajaan-kerajaan yang berada di pantai barat adalah Kerajaan Bakongan (Kab.
Aceh Selatan) dan Kerajaan Teunom (Kab. Aceh Barat). Sedangkan peninggalan kerajaan-
kerajaan yang berada di pantai timur yaitu Kerajaan Aceh Darussalam (Kota Banda Aceh),
Kerajaan Pasai (Kab. Aceh Utara), Kerajaan Tamiang (Kab. Tamiang), Monumen Islam Asia
Tenggara yaitu Kerajaan Peureulak (Kab. Aceh Timur) dan Kerajaan Samudra Pasai ( Makam
Malikul Saleh) di Kab. Aceh Utara.
pantai barat terdapat di w ilayah pengembangan pesisir A (WPP-A) yaitu di daerah Pantai
Lhoknga, Leupung dan Lhoong dan WPP- C yaitu dari Tapaktuan hingga Meulaboh. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya zona patahan yang terlihat jelas dari batuan-batuan di tebing
pantainya.
Suaka Perikanan
Suaka Perikanan adalah kaw asan perairan tertentu baik taw ar, payau maupun laut dengan
kondisi, ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumberdaya tertentu
yang berfugsi sebagai daerah perlindungan.
a. Kaw asan Suaka Perikanan Peuruelak (Aceh Timur) dan Seruw ay (Aceh Tam iang)
b. Suaka Perikanan Penyu di Pulau Bangkaru, Kepulauan Banyak (Kab. Aceh Singkil)
dan di Pulau Salaut Besar (Kab. Simeulue)
Penetapan kaw asan lindung ini dimaksudkan untuk melindungi terhadap habitat khusus
peneluran Penyu. Pantai Pelanggaran dan Amandangan di P. Bangkaru, Kep. Banyak dan
di P. Salaut Besar (Kab. Simeulue) terdapat habitat peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys
imbricata) yang termasuk kategori hew an dilindungi (Appendix I, Red Book CITES) dan
Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang termasuk kategori hew an yang terancam (Appendix II,
Red Book CITES) yang telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam UU Nomor 5 tahun
1990 dan PP no 7 tahun 1999 tentang pengaw etan jenis tumbuhan dan satw a yang
dilindungi. Wilayah ini merupakan bagian dari kaw asan peneluran secara regional di pantai
barat Sumatra (National Geographic Indonesia, 2007). Untuk itu kaw asan ini ditetapkan
sebagai Suaka Perikanan Penyu.
Rencana kaw asan budidaya laut : Boks 3.2. Kriteria Kawasan Perikanan
a. Langsa (Kuala Langsa) : Kerapu
Pengertian : Kawas an yang fungsi utamanya di peruntukkan bagi
b. Aceh Timur (Simpang Ulim, Desa kegiatan peri kanan dan s egala kegiatan penunjangnya
Naleung) : Kerapu
c. Aceh Jaya (Rigah) : Kerapu Tujuan Pemanfaatan : Memanfaatkan potensi lahan yang sesuai
untuk kegiatan peri kanan dalam mening katkan produksi perikanan,
d. Lhokseumaw e (Cunda) : Kerapu dengan tetap memperhati kan kelestarian ling kungan untuk
e. Bireuen (Samalanga) : Kerapu mewuj udkan pembangunan yang ber kelanjutan.
f. Pidie (Sigli) : Kerapu Kriteria Penetapan :
g. Sabang ( Pulau Klah) : Kerapu/ 1. Kawasan yang sec ara teknis dapat digunakan untuk kegiatan
Lobster perikanan.
2. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan perikanan
h. Aceh Besar (Pulau Aceh, secara ruang dapat memberikan manfaat:
Lhokseudu) : Rumput Laut, Lobster a. Meningkatkan pr oduksi peri kanan dan mendayagunakan
(Peukan Bada) investasi yang telah ada
b. Mendor ong kegiatan s ektor dan kegiatan ekonomi sekitarnya
i. Aceh Singkil ( Pulau Banyak) : c. Meningkatkan fungsi lindung
Lobster/Rumput Laut d. Upaya peles tarian sumberdaya al am
j. Simeulue (Tl. Sinabang, Tl. Dalam, e. Meningkatkan pendapatan mas yarakat
f. Meningkatkan pendapatan nasi onal dan daer ah
Tl. Lew ak, Tl. Sibigo, Tl Alafan.) : g. Menciptakan kesempatan kerja
Kerapu/Lobster/Kepiting/ Rumput h. Meningkatkan eks por
i. Mendor ong perkembangan mas yarakat
Laut
k. Simeulue (Simeulue Cut) : Lobster Sumber : PP No. 47 T ahun 1997, Tentang RTRWN
Keterangan :
I = Tampak atas
II = Tampak samping
III = KJA Kerapu
A= Jalan Kontrol
I II D= Pemberat
B= Pelampung
E= Jangkar
C= Jaring
III
Lamno
2 3
P.RAYA
Budidaya Kerapu Sampoinet
6 Simeulu e
Kep.Ban yak Budidaya
Kerapu
7
Budidaya 4 Budidaya 5
Kerapu/Lobster Kerapu
(P.Klah)
Simpang Tiga
Trieng Jangka
Kab Pidie gading Buya
Budidaya
Lobster Ulim
Kab Bireuen
Budidaya
Rumput Laut
Kab . Sim eulue 6
Kab Aceh Besar
Budidaya Kerapu/
7 Lobster/ Kepiting/
Rumput Laut
Budidaya Rumput
Laut/ Lobster
P.TUANGKU Budidaya
Lobster
Budidaya
Kep. Ban yak-Kab . Aceh Singkil Rumput Laut
Luas Luas
Kabupaten/Kota Jenis Kultiv an
(Ha) (Ha)
Aceh Selatan 25 - Bandeng
Aceh Singkil - - -
Aceh Barat 289 - Bandeng
Simeulue - - -
Aceh Besar 427 809,29 Bandeng
Aceh Jaya 150,2 21,19 Bandeng
Nagan Raya 53,3 - Bandeng
Aceh Barat Daya 57 - Bandeng
Banda Aceh 289,7 824,05 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Sabang 47 - Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Pidie 5.056 5.735,52 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Bireuen 4.945,70 4.574,54 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Lhokseumawe 1.209 1.122,32 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Aceh Utara 10.063,70 19.825,19 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Aceh Timur 13.480 24.719,51 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Langsa 2.203 3.202,89 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Aceh Tamiang 3.858 5.813,84 Bandeng, Udang Windu, Udang Kelong
Jumlah Total 42.153.60* 66.648,38**
Su mber : * DKP tahun 2006, ** Citra Satelit Aster 2006
Jalur IA
Sabang
Jalur IA Kws.Penang kapan a. Penangkapan Ikan skala kecil dengan
Pantai Timur :
10.549,96 km²
daerah tangkapan antara 0-3 mil dari
Jalur IB
garis pantai.
Sigli
Jalur II b. Daerah Tangkapan
Banda Aceh
Lhokseumawe • Pantai Barat : 10.449,69 km²
Bireuen Idi Rayeuk
• Pantai Timur : 2.637,49 km²
Jalur IB
Calang a. Merupakan kaw asan penangkapan
Langsa ikan skala menengah dengan daerah
Meulabo h
tangkapan antara 3-6 mil
Jeuram b. Daerah Tangkapan
• Pantai Barat : 10.449,69 km²
Kws.Penang kapan
Pantai Barat :
Blang Pidie • Pantai Timur : 2.637,49 km²
41.798,76 km² Labuhan Haj i Jalur II
a. Merupakan kaw asan penangkapan
Zona Fishing Ground
Tapak Tuan ikan skala besar/industri dengan
daerah tangkapan 6-12 mil dari garis
pantai.
b. Daerah Tangkapan
Sinabang
• Pantai Barat : 20.899,38 km²
• Pantai Timur : 10.549,96 km²
Singkil Zona Fishing Ground
a. Zona fishing ground tidak boleh terlalu
dekat dengan zona spaw ning &
Su mber : Analisis Tim, 2007
nursery ground (mangrove), sekurang-
Gambar 3.2.4. Rencana Kawasan Perikanan Tangkap
kurangnya berjarak 500 meter.
b. Optimalisasi produksi tangkapan ikan
perlu didukung dengan peningkatan
sarana dan PPI.
d 1 2
Sabang
1 m
p
Tapak Tu an
s Kab Aceh Keterangan:
4 p Selat an
p Wisata Pantai
Banda Aceh Mesjid Raya
Seulimeum
S Wisata Surfi ng
LhokNga Bakongan d
p p Wisata di ving
5 Sigli T rumon m Wisata Mangrove/
Leupung Rawa
p
INDEKS GAMB AR ZONASI P ARIWISATA Lhoong
W Wisata
Pemandangan
p Kab Aceh
Paus/ Lumba-
Lamno Singkil lumba
Kuala Baru
3 2 d
Sampoinet
m
Singkil
Calang P.Tuan gku
p P.Bangkaru
Keterangan
3 4 Sungai Raya 5
Rantau Selamat
Kab. Aceh Timur
w Lhokseumawe
Alafan Seunudon
d Muara Biren Bayeum
T l.Dalamt Dua p p
Banda Baktiya BArat
Sakti Manya k Payed
Sinabang
P.Simeulue Cut Langsa
d s
s Kab. Aceh Utar a Bendahara
T eupah m
Selatan
Seruway
Kab. Aceh T amiang
Wisatawan yang berkunjung ke Provi nsi NAD dapat dogolongkan menjadi: Wisatawan Nusantara (Winus) dan Wisatawan
Manca N egara (Wis man). Pada tahun 2005 wisatawan nus antara tercatat 299.555 or ang sedangkan wisatawan mancanegara
tercatat 5.002.101 orang. Wis atawan mancanegara didomi nasi oleh wis atawan asal Asia Pasific dan Asean. Kemudian disusul
oleh wisatawan as al Eropa, Ameri ka, Timur T engah dan Afrika. Maks ud utama kunjungan wisatawan manc anegara adal ah
56% mempunyai maksud berlibur; 38,35% melakukan kunj ungan bisnis; 0,45% mel aksanakan kunjungan untuk maks ud
pendidi kan dan untuk tujuan l ain-lain s ebes ar 1,10-2,08%.
(Dinas Pariwis ata Provinsi NAD, 2005).
Pengertian kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi
kebutuhan pariwis ata (ses uai dengan UU No 9/1990). Tujuan penetapannya adalah untuk memanfaatkan potensi keindahan
alam dan budaya guna mendor ong per kembangan pariwisata dengan memperhati kan kel estarian nilai-nilai budaya, adat
istiadat, mutu dan keindahan alam untuk mewujudkan pembangunan yang ber kelanjutan. Kriteria kawasan pariwisata
Kriteria :
1. Kawasan yang secara teknis dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pari wisata, serta ti dak mengganggu kelestarian budaya,
kei ndahan alam dan ling kungan.
2. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatanpariwisatai sec ara ruang dapat memberikan manfaat:
a. Meningkatkan devisa dari pariwisata dan mendayagunakan investasi yang ada di sekitar nya.
b. Mendor ong kegiatan lai n yang ada di s ekitarnya.
c. Tidak mengganggu fungsi lindung
d. Tidak mengganggu upaya pelestarian s umberdaya alam
e. Meningkatkan pendapatan mas yarakat
f. Meningkatkan pendapatan nasi onal dan daer ah
g. Meningktakan kes empatan kerja
h. Meningkatkan eks por
i. Meningktakan per kembangan mas yarakat
Adapun jenis kegiatan w isata bahari yang akan dikembangkan di Provinsi NA D terdiri atas:
a. Wisata Pantai : Hampir semua Kabupaten/ Kota pesisir di Provinsi NAD mempunyai
potensi mengembangkan w isata ini, dengan catatan harus
dikembangkan faktor pendukung kegiatan pariw isata.
b. Wisata Selam : Direncanakan di Pulau Weh (Kota Sabang), Pulau Simeulue Cut
(Kabupaten Simeulue) dan Kepulauan Banyak (Kabupaten Aceh
Singkil) dengan daya tarik utama terumbu karang.
c. Surfing : Direncanakan di Kepulauan Banyak dan Simeulue, tetapi masih
memerlukan perbaikan infrastruktur dan akomodasi pendukung
pariw isata
Berdasarkan potensi sumberdaya serta mengingat fungsi dari pelabuhan per ikanan yaitu ;
sebagai pusat informasi teknologi perikanan tangkap, sarana pengaw asan kapal
penangakapan ikan dan sarana pemasaran hasil perikanan, maka perlu kiranya peningkatan
status pelabuhan perikanan dimasing- masing kobupaten/ kota di Provinsi NAD guna
optimalisasi fungsi pelabuhan. Pada setiap kabupaten/kota perlu ada 1 (satu) unit PPP
(Pelabuhan Perikanan Pantai) dan bisa lebih dari 1 (satu) unit PPI ( Pangkalan Pendaratan Ikan)
tergantung dari produksi hasil tangkapan serta jumlah dan ukuran armada tangkap yang ada.
Prediksi jumlah pelabuhan perikanan dapat dilihat pada Tabel 3.2.2.
Tabel 3.2.2. Prakiraan Jumlah PPI Tahun 2012 – 2022 di Provinsi NAD
Prakiraan j umlah PPI (unit)
No Kabupaten/Kota
2012 2017 2022
Pantai Barat 33 40 52
1 Kabupaten Aceh Selatan 4 4 4
2 Kabupaten Aceh Singkil 1 3 4
3 Kabupaten Aceh Barat 4 5 6
4 Kabupaten Simeulue 1 4 6
5 Kabupaten Aceh Besar 5 5 6
6 Kabupaten Aceh Jaya 4 5 6
7 Kabupaten Nagan Raya 2 4 6
8 Kabupaten Aceh Barat Daya 2 4 6
9 Kota Banda Aceh 5 3 4
10 Kota Sabang 5 3 4
Sedangkan untuk mendukung revitalisasi perikanan tangkap dalam rangka peningkatan ekspor
hasil perikanan tangkap maka di Provinsi NAD perlu dikembangkan 2 (dua) unit PPN
(Pelabuhan Per ikanan Nusantara) di Perairan Pantai Timur dan Pantai Barat Provinsi NA D,
serta 1 (satu) unit PPS ( Pelabuhan Perikanan Samudera).
Hampir semua Kabupaten/Kota diw ilayah pesisir sudah mempunyai fasilitas PPI untuk
mendukung kegiatan perikanan tangkap, namun hasil evaluasi saat ini masih ada pelabuhan
perikanan yang belum dapat berfungsi dengan baik karena bencana tsunami ataupun belum
dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan. Disisi lain beberapa pelabuhan perikanan telah
menerima kunjungan kapal nelayan yang berlebih, sehingga patut dipertimbangkan
peningkatan fasilitasnya agar dapat melayani kunjungan kapal nelayan lebih efisien. Untuk itu
di PPP Kuala Idi dan PPI Labuhan Haji per lu dikembangkan menjadi PPN, sedangkan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo dioptimalkan untuk memasarkan hasil perikanan
Provinsi NA D baik ke pasar domestik maupun ke pasar international. Alternatif pengembangan
yang lain yaitu dengan menyediakan Kapal pengumpul/pengolah baik di Pantai Barat maupun
di Pantai Timur yang akan membaw anya ke Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo sebagai
pelabuhan yang berorientasi ekspor.
Rencana zonasi pemanfaatan ruang untuk pelabuhan meliputi zona pemanfaatan ruang untuk
pengembangan dan peningkatan pelabuhan termasuk sarana dan prasarana pendukungnya:
1. Pelabuhan Internasional : Pelabuhan Sabang, Pelabuhan Kr.Geukuh ( Dew antara – Aceh
Utara), dan Pelabuhan Malahayati.
2. Pelabuhan Nasional : Pelabuhan Meulaboh.
3. Pelabuhan Pengumpan Regional: Pelabuhan Kuala Langsa, Pelabuhan Labuhan Haji dan
Pelabuhan Singkil.
4. Pelabuhan Lokal : Pelabuhan Tapaktuan, Pelabuhan Sinabang dan Pelabuhan Idi Rayeuk.
Alur pelayaran bagi kapal perikanan merupakan salah satu fasilitas dasar yang harus
memenuhi standar bagi kapal yang akan melaut dari fishing base (pelabuhan perikanan)
menuju ke fishing ground (daerah penangkapan) kemudian beroperasi dan membaw a hasil
tangkapan dari fishing ground menuju fishing base untuk melakukan penjualan hasil
tangkapan.
a. Alur pelayaran I a (0 – 3 mil dari garis pantai)
b. Alur pelayaran I b (3 – 6 mil dari garis pantai)
c. Alur pelayaran II (6 – 12 mil dari garis pantai)
Pengertian kawas an permuki man adalah: (1) Kawasan di luar kawasan lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan huni an yang berada di daerah per kotaan atau per desaan, (2) Kawas an yang didominasi ol eh lingkungan
huni an dengan fungsi utama sebagai tempat ti nggal. Tujuan pengembangan kawas an per mukiman adalah untuk menyediakan
tempat permukiman yang sehat dan aman dari bencana alam serta memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan
mas yarakat, dengan tetap memper hati kan kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanj utan.
Model- model pengembangan kaw asan perumahan dan per mukiman di w ilayah pesisir dapat
dilihat pada gambar berikut ini (Departeman Kelautan dan Per ikanan , 2005) :
Gambar 3.2.10. Konsep Detail Tata Ruang Pesisir di Masing-Masing Zona Peruntukan
Green Belt
Shelter
Gambar 3.2.11. Contoh Penataan Kawasan Pesisir Dengan Mitigasi Bencana (Tanpa Tambak)
Gambar 3.2.12. Contoh Penataan Kawasan Pesisir Dengan Mitigasi Bencana (Dengan Tambak)
GREEN BELT
Gambar 3.2.13. Contoh Penataan Kawasan Pesisir Dengan Mitigasi Bencana dengan Tambak
Rencana pembangunan fasilitas per mukiman di w ilayah pesisir adalah meliputi fasilitas
pendidikan dan kesehatan. Rencana indikasi pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan
di w ilayah pesisir dilakukan berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan dan mempertimbangkan
ketersediaan fasilitas yang telah ada di w ilayah pesisir saat ini. Selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.2.3. Rencana Pembangunan Fasilitas Pendidikan di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Rencana Penambahan
Jenis Fasilitas Eksisting
(Unit)
Pendidikan (unit)
2012 2017 2022 2027
TK 635 1596 128 128 128
SD 3.240 - - - -
SMP 729 - - - -
SMU 404 61 27 27 27
Akademi/Universitas 83 - - - -
Rencana Penambahan
Jenis Fasilitas Eksisting
(Unit)
Pendidikan (unit)
2012 2017 2022 2027
Puske samas 225 - - - -
Praktek Dokter *) 444 29 25 25
Apotik *) 223 13 13 13
RS 32 - - - -
*) Tidak tersedia data
b. Pasir besi : terdapat di Pantai Lampanah (Aceh Besar), Ano Hitam (Sabang) dan
Kecamatan Samudera (Kabupaten Aceh Selatan).
c. Mangan, terdapat di Krueng Igeuh (Pidie), Krueng Ligan Calang, Lhok Kruet (Aceh
Jaya).
d. Molibdenum : terdapat di Krueng Geuntuet, Krueng Lhoong (Aceh Besar).
e. Tembaga : terdapat di Krueng Batee, Babahrot, Krueng Beureng, Krueng Panton Raba,
Krueng Sabee, Krueng Meureubo (Aceh Barat), Alur Raya/Pulau Breuh, Krueng
Geunteut, Krueng Kala dan Krueng Lhoong (Aceh Besar), Krueng Sikoleh ( Pidie),
Sungai Lahan (Aceh Timur).
f. Seng : terdapat disekitar Krueng Sabee (Aceh Jaya), Beudo Maria (Aceh Selatan).
g. Emas : terindikasi di Babahrot, Krueng Tr ipa, Beutong, Krueng Seunagan (Nagan
Raya), Krueng Teunom (Kabupaten Aceh Jaya), Labuhan Haji (Kabupaten Aceh
Selatan).
h. Belerang : terdapat di Gunung Seulaw ah (Aceh Besar), Gunung Leumo Mate dan Jaboi
(Kota Sabang), Magnetit, terdapat di daerah Lhok Kruet (Aceh Jaya).
i. Yodium : terdapat Canong (Kota Langsa).
Beberapa hal yang menjadi titik fokus pengembangan industri agromarine di w ilayah pesisir
Provinsi NAD antara lain:
1. Meningkatkan produktifitas industri kecil dan menengah salah satunya adalah dengan
meningkatkan per modalan industri kecil dan menengah yang lemah.
2. Peningkatan usaha-usaha baru yang potensial melalui promosi produk unggulan diarahkan
untuk mengatasi kurangnya informasi dan peluang usaha.
3. Peningkatan produktivitas untuk mengembangkan produk khas kaw asan pesisir serta
meningkatkan kesadaran pengusaha untuk menggali produk-produk baru sangat diperlukan
mengingat rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengembangkan produk industri khas
dan unggulan pesisir.
4. Meningkatkan kualitas industri yang dimulai dari pemilihan bahan, proses produksi,
pengemasan, promosi dan pemasaran.
5. Peningkatan kemampuan manajemen dan kew irausahaan.
6. Meningkatkan kemampuan SDM pengusaha dan aparatur pemerintah yang terlibat dalam
pembinaan industri guna meningkatkan kinerja pembangunan industri.
7. Industri lebih banyak berorientasi pada industri kecil yang mendukung sektor perikanan
serta sektor pariw isata.
8. Memberlakukan prosedur operasi baku yang ketat untuk meminimalisasi pencemaran air
dan udara.
Kawasan pertani an lahan basah adalah kawasan yang fungsi utamanya diperuntukkan bagi kegiatan pertanian lahan
basah kar ena didukung oleh kondisi topografi tanah yang ses uai.
Kawasan pertanian lahan kering adalah kawas an yang fungsi utamanya diperuntukkan bagi kegiatan pertanian lahan
kering kar ena didukung oleh kondisi dan topografi tanah yang memadai. Tuj uan penetapannya adalah untuk
memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk lahan kering dal am menghasil kan produksi pangan, dengan tetap
memperhati kan kelestarian ling kungan untuk mewuj udkan pembangunan yang ber kelanjutan.
c. Per kebunan
Per kebunan di w ilayah pesisir Provinsi NAD terdapat di kabupaten/kota yang berada di
sepanjang pantai barat Provinsi NAD dan pantai timur Provinsi NAD dengan jenis
tanaman yang dikembangkan berupa kelapa saw it. Rencana pengembangan kaw asan
perkebunan di w ilayah pesisir Provinsi NAD meliputi Kabupaten Aceh Timur, Aceh
Utara, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya.
Pengertian : Kawas an yang fungsi utamanya di peruntukkan bagi kegiatan per kebunan karena didukung oleh kondisi
dan topografi tanah yang ses uai.
Tujuan : Memanfaatkan potensi l ahan yang ses uai untuk kegiatan per kebunan dalam meni ngkatkan produksi
per kebunan, dengan tetap memperhati kan kel estarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang
ber kelanjutan.
Kriteria Penetapan :
1. Kawasan yang sec ara teknis dapat digunakan untuk kegiatan perkebunan
2. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan per kebunan sec ara ruang dapat memberi kan manfaat:
a. Pening katan produksi per kebunan dan mendayagunakan investasi yang telah ada
b. Meningkatkan per kembangan sektor dan kegiatan ekonomi s ekitarnya
c. Upaya peles tarian sumberdaya al am
d. Meningkatkan pendapatan mas yarakat
e. Meningkatkan pendapatan nasi onal dan daer ah
f. Menciptakan kesempatan kerja
g. Meningkatkan eks por
3) Rencana penambahan supply energi listrik oleh PLN adalah sebagai berikut:
Pembangunan PLTU di Kabupaten Aceh Barat = 400 MW
Peningkatan Kapasitas Pembangkit Listrik (Lhokseumaw e) = 20 MW
Pengoperasian kembali PLTA ( Peusangan) = 80 MW
Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (Julok-Aceh = 200 – 300 MW
Timur)
Total Rencana Supply = 700 – 800 MW
b. Rencana pengelolaan
1) Pengembangan saluran drainase memperhatikan aspek efisiensi pembangunan dan
peraw atannya.
2) Penanggungjaw ab dalam pengelolaan, pengembangan dan pemeliharaan saluran
primer dan sekunder adalah pemerintah kabupaten, sedangkan untuk saluran
tersier, kecuali yang berada di tepi jalan menjadi tanggung jaw ab masyarakat dan
sw asta.
3) Pembangunan sumur resapan merupakan tanggung jaw ab masyarakat dan sw asta
melalui dukungan peraturan persyaratan mendirikan bengunan.
4) Pemerintah bertanggung jaw ab terhadap biaya investasi dan pemeliharaan rutin
saluran primer dan sekunder sedang masyarakat dan sw asta berkontribusi terhadap
biaya yang berkaitan dengan keberadaan saluran tersier.
8. Rencana pengem bangan sistem persam pahan di w ilayah pesisir Provinsi NAD
meliputi :
a. Pengelompokan sampah.
Pengelompokan sampah organik dan anorganik dilakukan pada tingkatan rumah
tangga. Melalui kegiatan pembakaran, penimbunan, maupun pemisahan sampah pada
tempat yang berbeda agar memudahkan dalam pengolahan sampah pada tahap
selanjutnya. Untuk mendukung upaya ini perlu dilakukan sosialisasi kepada mastarakat
pesisir dan peningkatan keadaran tentang pentingnya kebersihan lingkungan.
b. Pengangkutan.
Proses pengangkutan dilakukan dari tingkat rumah tangga, fasum dan fasos, serta
sampah perkotaan. Dalam proses pengangkutan ini perlu direncanakan jumlah sarana
penunjang sesuai dengan kebutuhan di lapangan berdasarkan indikasi kapasitas
sampah yang dihasilkan oleh tiap-tiap sektor kegiatan, yaitu :
1) Pengadaan tempat sampah berupa tong sampah ataupun bak sampah pada
tingkatan rumah tangga maupun pada kegiatan perkotaan.
2) Pengadaan ar mada pengangkutan sampah, meliputi : gerobak sampah, kontainer
dan truk pengangkut sampah serta tenaga kerja kebersihan. Jumlah yang
dibutuhkan disesuaikan berdasarkan kapasitas sampah yang harus diangkut dan
kemampuan trip pengangkutan sampah tiap harinya.
3) Pembangunan TPS (tempat pembuangan sampah sementara) dan TPA (tempat
pembuangan sampah akhir).
c. Pemrosesan/Daur Ulang.
1) Proses pengolahan sampah dilakukan untuk memanfaatkan sampah yang memiliki
nilai ekonomis untuk dimanfaatkan kembali dalam bentuk lain yang dapat
memberikan manfaat dalam pengembangan kegiatan perkotaan dan dunia usaha.
2) Pengembangan industri daur ulang menjadi tanggung jaw ab pemerintah dan sw asta
dalam pengembangan investasi untuk pengolahan sampah.
1. Rencana m itigasi dan pengelolaan pada kaw asan raw an abrasi adalah:
a. Zonasi kaw asan rawan terhadap abrasi di pesisir Provinsi NAD meliputi :
1) Pantai Barat Provinsi NAD : Pantai Leupueng, Lhoknga, Lamno, Meulaboh, Teunom,
Blang Pidie, Blang Dalam sampai Tapak Tuan dan Indra Dalam sampai Trumon di
Aceh Selatan.
2) Pantai Timur Provinsi NA D : Leuw eung sampai Panteraja, Lhokseumaw e, dan
Kuala Idi
b. Rencana mitigasi kaw asan rawan abrasi adalah :
1) Pembatasan per kembangan pembangunan fisik pada kaw asan rawan abrasi,
terutama per mukiman dan infrastruktur w ilayah.
2) Penanaman vegetasi pantai dan mangrove pada kaw asan pantai sesuai dengan
karakterstik kesesuaian jenis tanaman pantai dan/atau mangrove yang dapat hidup
di lokasi tersebut.
3) Menjaga kelestarian terumbu karang dan melakukan rehabilitasi terumbu karang
untuk mencegah terjadinya abrasi pantai.
4) Pembangunan sea w all dan break w ater untuk mencegah dan meminimalkan
kerusakan pantai akibat abrasi.
5) Penerapan AMDAL untuk pengembangan kegiatan usaha yang berada dan/atau
berdampak pada peningkatan degradasi kaw asan rawan abrasi.
6) Pengaw asan dan penertiban pemanfaatan ruang pada kaw asan rawan abrasi serta
pemberdayaan mekanis me perijinan pembangunan.
Lhhokn ga 2
Leupun g
Zona Rawan Abr asi
1 Pantai Timur
2 Llamno
Sampoinet
3
Meulaboh
Lanuhan Haj i
Tapak Tu an
: Daerah
Laweung -Panteraj a 1
Rawan
Lhokseumawe Abrasi
Bakongan
Kuala Idie
Sigli
Tru moni
Bireun
Lhokseumawe
Idi Rayeuk
2 Kab. Aceh
Jaya
Pesisir Pantai Barat N AD:
Muara Kr Leupueng, Lhoknga,
dan Muar a Kr Tunong dan Kr
Lambes o, Lamno dengan
material sedi men berupa lumpur
dan pasir. 2
Rantau
Selamat
Birem
Bayeun
Langsa Kota
Langsa
Barat
3. Rencana Mitigasi kaw asan raw an dan berpotensi tinggi terhadap gempa.
Zonasi daerah raw an gempa di pesisir Provinsi NAD adalah :
a. Zona raw an gempa I :
Kaw asan ini meliputi lingkaran pertama, terletak di sekitar pesisir Meulaboh, Calang,
dan Siemelue.
b. Zona raw an gempa II :
Kaw asan ini meliputi w ilayah pesisir dari Tapak Tuan sampai Meulaboh dan dari Lhoong
sampai Banda Aceh.
Kr.Sab ACEH
Calang
JAYA
Panga
T eunom
Arongan
ZONA I Lambalek
Sam
Meula
KAB.SIMEULUE
ZONA I
Jeuram
NAGAN
RAYA ACEH BA RAT
Blangpidie
ZONA II
ACEH SELATAN
T apak
T uan
SAB ANG
NAGAN RAYA
ZONA II
ZONA II
Calang – Banda Aceh
ACEH JAYA
Calang
NAGAN RAYA
Tapak Tu an
ZONA I ZONA II
Calang - Meulaboh Meulaboh
ZONA I
Keterangan:
Daerah Rawan Tsunami
Peudawa 1
2 Peurlak
Sungai Raya
1
Rantau
Selamat
Birem
Bayeun
Langsa
Barat Bendahara
Langsa
T imur Manya k
Payed
Seruway
2
Jangka Dewantara
Muaradua
Seunudon Madat
Gandapura Banda Banda
Sakti
SaktiBaktiya Simpang
B t Ulim
Blangmangat
Syamtalira
bayu
KAB ACEH
UTARAi
h. Pembangunan shelter yang berfungsi sebagai tempat berlindung pada saat terjadi
bencana serta dapat difungsikan untuk kegiatan publik.
i. Pembangunan shelter yang dilengkapi dengan pengembangan rute-rute penyelamatan
beserta penunjuk arah menuju fasilitas tersebut pada setiap kaw asan permukiman.
j. Pengembangan sistem peringatan dini.
k. Pengaw asan dan penertiban pemanfaatan ruang pada kaw asan rawan tsunami serta
pemberdayaan mekanis me perijinan pembangunan.
6. Rencana m itigasi kawasan raw an dan berpotensi tinggi terhadap gerakan tanah.
Zonasi daerah raw an gerakan tanah di w ilayah pesisir Provinsi NAD yaitu :
a. Wilayah Kabupaten Aceh Besar : Lhoknga.
b. Wilayah Kabupaten Aceh Jaya : Geumaprong dan Lhok Kruet.
c. Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya : Labuhan Haji, Tanjung Bungo, dan Susoh.
d. Wilayah Kabupaten Aceh Selatan : Indra Dama, Tapak Tuan, Blang Dalam.
7. Rencana m itigasi kawasan raw an dan berpotensi tinggi terhadap pencem aran air.
Daerah raw an pencemaran di w ilayah pesisir Provinsi NAD adalah : Nagan Raya dan
Bireuen, dimana unsur yang paling mempengaruhi tingkat pencemaran adalah Timbal ( Pb)
dan Kromium ( Cr) serta E.Coli.
Pengelol aan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan dengan tuj uan :
1. Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republi k Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta
menciptakan stabilitas kawasan.
2. Memanfaatkan s umber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
3. Memberdayakan mas yarakat dal am r angka peni ngkatan kes ejahteraan.
Rencana tata ruang pulau-pulau kecil ter luar di w ilayah pesisir Provinsi NAD telah tertuang pula
dalam Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Pulau- Pulau Kecil Terluar di Provinsi
NAD (Bappeda, 2006), adalah sebagai berikut :
1. Pulau Rondo
a. Mengarahkan Pulau Rondo dan kaw asan sekitar sebagai area konservasi.
b. Meningkatkan sarana-prasarana dasar bagi petugas keamanan laut.
c. Meningkatkan interaksi dangan sabang melalui pengembangan ekow isata.
d. Inventarisasi sumberdaya laut sekitar pulau.
e. Mengembankan fishing ground di luar kaw asan berterumbu karang.
f. Peningkatan fasilitas keamanan laut.
g. Membangun sistem peringatan dini untuk keamanan.
h. Meningkatkan legitimasi keberadaan pulau.
2. Pulau Benggala
a. Meningkatkan aktivitas nelayan di sekitar Pulau Benggala.
b. Inventarisasi sumberdaya laut sekitar pulau.
c. Pengadaan sarana yang bersifat monumental.
d. Meningkatkan legitimasi keberadaan Pulau Benggala.
3. Pulau Rusa
a. Peningkatan hasil tangkapan nelayan melalui penerapan teknologi perikanan tangkap.
b. Pengembangan ekow isata.
c. Menyediakan sarana dan prasarana bagi nelayan w ilayah terdekat.
d. Rehabilitasi terumbu karang.
e. Meningkatkan keamanan di Pulau Rusa terhadap ancaman eksploitasi berlebih potensi
yang dimiliki.
f. Meningkatkan legitimasi keberadaan pulau.
4. Pulau Raya
a. Mendorong penduduk untuk kembali tinggal di Pulau Raya.
b. Rehabilitasi aktivitas perekonomian yang sebelumnya ada.
c. Inventarisasi status kepemilikan dan penataan lahan.
d. Pembangunan kembali infrastruktur yang hancur karena bencana.
e. Pembuatan sistem peringatan dini terhadap bencana alam.
f. Mengembangkan fishing ground di luar kaw asan berterumbu karang.
g. Mengatur zonasi Pulau Raya.
h. Meningkatkan legitimasi keberadaan pulau.
BAB 4
Penetapan Kawasan Strategis
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Bab ini menjelaskan penetapan-penetapan kawasan strategis di wilayah pesisir Provinsi NAD dan
perencanaan kawasan tersebut. Penetapan dan perencanaan kawasan stategis berperan untuk mendorong
pertumbuhan kegiatan ekonomi pesisir, penanganan kawasan kritis lingkungan dan pengembangan kawasan
tertinggal serta penetapan fung si khusus dalam hal ini kawasan pertahanan dan keamanan. Penetapan
kawasan strategis ini juga memberikan panduan bagi perencanaan yang lebih detail bagi pengembangan
wilayah pesisir Provinsi NAD.
Kaw asan strategis adalah kaw asan yang mempunyai nilai penting dan dalam penataan
ruangnya perlu diprioritaskan. Kaw asan strategis dapat dilihat sebagai kaw asan-kaw asan di
ruang w ilayah yang bersif at spesifik karena berpengaruh penting terhadap aspek-aspek
poleksosbudhankamneg (politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara).
Di w ilayah pesisir kaw asan-kaw asan tersebut dapat mempunyai fungsi tertentu, seperti untuk
kegiatan perlindungan, pariw isata, industri-perdagangan, budidaya perikanan, dan sejenisnya.
Disamping itu, kaw asan strategis juga bisa memiliki sifat khusus, seperti misalnya karena
merupakan daerah raw an bencana seperti banjir, abrasi, sedimentasi, gempa, dan tsunami.
Atau juga bisa merupakan daerah dengan kondisi lingkungan yang rusak sehingga perlu
direhabilitasi, kaw asan pertahanan keamanan (hankam), kaw asan perbatasan, dan lain-lain.
Penataan kaw asan strategis diselenggarakan untuk mengembangkan kaw asan penting dan
diprioritaskan dalam rangka penataan w ilayah pesisir Provinsi NAD dengan tujuan pengelolaan
untuk memanfaatkan ruang kaw asan yang bersif at strategis secara serasi, selaras, dan
seimbang serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Dalam kaitan ini tujuan utama
pengembangan kaw asan prioritas di w ilayah pesisir Provinsi NA D adalah dalam rangka :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi w ilayah pesisir.
2. Mempercepat pertumbuhan kaw asan yang sangat tertinggal.
3. Menjamin upaya pertahanan keamanan negara.
4. Meningkatkan daya dukung lingkungan.
5. Memberikan jaminan perlindungan sumber daya alam.
1. Memiliki pusat kawasan ekonomi pesisir, keberadaan s arana pras arana pelabuhan dan peri kanan, dukungan kebijakan.
2. Kawasan memiliki lebih dari 3 (tiga) aglomerasi kota didalamnya.
3. Persentase penduduknya > 3% penduduk regional.
4. Memiliki dukungan prasar ana dasar jaringan jalan, pr asarana listrik, telekomuni kasi dan air.
5. Memiliki atau relatif dekat dengan bandar udara.
6. Kawasan yang dapat mempercepat terwujudnya s truktur tata ruang nasi onal
7. Potensi untuk mengembang kan perekonomian wilayah dengan memanfaatkan sumberdaya al am yang strategis.
Kaw asan strategis bagi pertumbuhan ekonomi pesisir adalah kaw asan-kawasan yang dapat
berperan mendorong pertumbuhan ekonomi w ilayah secara makro dengan memanfaatkan
potensi w ilayah pesisir. Rencana pengembangan kaw asan prioritas bagi pertumbuhan ekonomi
pesisir adalah sebagai berikut :
KAWASAN
1 SABANG –
BANDA ACEH
KAWASAN IDIE
RAYEUK DAN
SEKITARNYA
KAWASAN
SINGKIL DAN
4
SEKITARNYA
Gambar 4.1.1. Kawasan Prioritas Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Pengertian : Kawas an yang s ering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam
Tujuan : Melindungi manusia dan kegiatannya dari benc ana yang disebabkan oleh al am maupun oleh sec ara ti dak l angsung
oleh perbuatan manusia.
1. Kaw asan Raw an Bencana Tsunami, Banjir, Tanah Longsor dan Gempa Bumi.
a. Lokasi kaw asan rawan bencana meliputi :
1) Kaw asan pantai barat seperti: Meulaboh, Calang, Sinabang (Simeulue), Banda
Aceh.
2) Kaw asan pantai timur seperti: Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Utara,
Kabupaten Bireuen, dan Kabupaten Aceh Timur.
b. Rencana kaw asan rawan bencana terdiri dari :
1) Pembatasan perkembangan pembangunan fisik pada kaw asan rawan gempa,
terutama per mukiman dan infrastruktur w ilayah.
2) Pengembangan sabuk hijau pengaman (green belt) dari bencana tsunami
3) Pengembangan kaw asan permukiman berada pada zona aman tsunami.
4) Pengembangan jalur untuk melakukan penyelamatan dan evakuasi terhadap
bencana
5) Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi DAS yang telah rusak untuk mengembalikan
keseimbangan sistem hidrologi dan mencegah terjadinya banjir pada daerah hilir.
2. Kaw asan Strategis Untuk Kelestarian Lingkungan dan Per lindungan Alam.
a. Lokasi kaw asan strategis meliputi :
1) Taman Wisata Laut Pulau Weh.
2) Rencana Taman Nasional Laut Kepulauan Banyak.
3) Kaw asan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Weh (Kota Sabang).
4) Kaw asan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulo Aceh (Kabupaten Aceh Besar).
5) Kaw asan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Simeulue.
6) DPL ( Daerah Perlindungan Laut) terumbu karang Lhoknga (Banda Aceh).
7) DPL terumbu karang Perairan Lhoong (Aceh Besar).
8) DPL terumbu karang Pulau Kluang (Aceh Besar).
9) DPL terumbu karang Pulau Rusa (Aceh Jaya).
10) DPL terumbu karang Gosong Karang di Blang Pidie (Aceh Barat Daya).
11) DPL terumbu karang perairan Masjid Raya (Aceh Besar).
4.3. Rencana Kaw asan Strategis Pengem bangan Kaw asan Tertinggal
Kaw asan tertinggal adalah kaw asan yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat yang
umumnya disebabkan oleh adanya isolasi daerah sebagai akibat kurang lancarnya
perhubungan, baik darat, laut, maupun udara. Kaw asan tertinggal di w ilayah pesisir Provinsi
NAD sebagian besar terdapat di w ilayah pantai barat.
1. Kriteria Kaasan tertinggal adalah :
a. Terisolasi/ tidak mempunyai akses ke pasar (kota maupun outlet).
b. Tingkat kesejahteraan fisik dan sosial-ekonomi masyarakat rendah.
c. Tingkat produktivitas w ilayah pesisir yang rendah.
d. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung di bidang soaial-budaya, ekonomi, dan
perhubungan.
e. Berada pada gugus pulau kecil.
2. Untuk mengejar ketertinggalan dar i daerah lain, rencana pengembangan kaw asan tertinggal
yang ada di w ilayah pesisir Provinsi NAD diarahkan sebagai berikut :
a. Lokasi kaw asan tertentu pengembangan kaw asan tertinggal meliputi: Pulo Aceh,
Tamiang (perbatasan), Kaw asan Singkil dan sekitarnya (Bakongan, Trumon, Pulau
Banyak) dan Kaw asan Pulau Simeulue dan gugus kepulauan disekitarnya.
b. Rencana pengembangan kaw asan tertinggal dilakukan upaya dengan:
1) Memper mudah akses menunju kaw asan tertinggal.
2) Pengembangan sarana dan prasarana perhubungan yang paling tidak dapat
menghubungkan per kotaan terdekat sebagai pasar bagi produksi yang dihasilkan
daerah tertinggal.
3) Peningkatan promosi daerah, terutama ter kait dengan pariw isata.
4) Peningkatan produksi perkebunan, pertanian, dan perikanan.
5) Peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat di daerah tertinggal.
6) Pengembangan ekonomi lokal melalui pemberdayaan di sektor-sektor primer dan
peningkatan akses pasar bagi produksi yang dihasilkan.
BAB 5
Arahan Pemanfaatan Ruang
Bab ini memberikan arahan pemanfaatan ruang dengan konsep dan strategi pembangunan yang memunculkan
program-program pembangunan dan program prioritas dalam pengembangan wilayah pesisir Provinsi NAD.
Pengembangan program pembangunan dan prioritas dijabarkan dalam tahapan perancanaan dengan arahan
kebijakan pembiayaan pembangunan dan pengembangan investasi di wilayah pesisir Provinsi NAD.
Pengembangan w ilayah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan dengan rencana
pemanfaatan ruang. Hal ini dijabarkan dalam program-program pembangunan di w ilayah pesisir
baik pelestarian pada kaw asan lindung, pengembangan kaw asan budidaya dan strategis serta
program-program penunjang. Pr ogam pembangunan perlu disusun prioritas pelaksanaan atau
implementasinya berdasarkan urutan tahun perencanaan untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal. Pembiayaan dan investasi menjadi kesatuan dalam program pembangunan sehingga
diperlukan arahan dan pengembangannya.
14. Pelindungan pantai antara Banda Aceh- • Rehabilitasi vegetasi pantai dari Kota Bd. Aceh sampai Aceh
Calang dengan cara penanaman Jay a
v egetasi pantai.
7. Mengembangkan kawasan wisata bahari • Peningkatan kualitas dan pemeliharaan obyek wisata
dan mengintegrasikan dengan rangkaian bahari dan buday a
wisata buday a untuk mendorong • Pengembangan atraksi (ev ent) wisata dan buday a
pertumbuhan ekonomi. • Peny usunan alternatif paket wisata buday a dan bahari
• Promosi investasi pembangunan sarana dan jasa
penunjang wisata bahari di Kota Lhokseumawe, Kota
Langsa dan Idi Ray euk
8. Peningkatan kualitas pelay anan pelabuhan • Peningkatan f ungsi dan status Bandar Udara Malikussaleh
laut dan bandar udara untuk menangkap (Lhok Sukon)
peluang aktivitas industri dan bisnis. • Pengembangan dan peningkatan kualitas pelabuhan laut
(niaga dan penumpang) Kota Lhokseumawe
9. Perbaikan dan memf ungsikan kembali PPI • Pembangunan dan rehabilitasi PPI di Seunoddon (Aceh
y ang rusak (Seunoddon – Aceh Utara, Utara), Pusong (Lhokseumawe) dan Kuala Langsa (Aceh
Pusong – Lhokseumawe, Kuala Langsa – Timur)
Aceh Timur). • Pembangunan dan peningkatan sarana penunjang PPI
(jetty, cold storage, pendalaman alur pelay aran)
10. Pemanf aatan jalan KA untuk • Rev italisasi jalur kereta api Bireuen-Langsa
pendistribusian bahan baku bagi industri
pengolahan perikanan di Bireuen dan
Langsa.
11. Mendorong percepatan pembangunan • Pembangunan Kawasan Terpadu Pelabuhan Perikanan
inf rastruktur untuk mendukung Nusantara (PPN) di Kuala Idi (Aceh Timur)
pengembangan f ungsi aktivitas perikanan • Pembangunan sarana pendidikan (SUPM) di Kuala Idi
12. Pembangunan inf rastruktur untuk • Pembangunan industri pengolahan hasil perikanan di Kuala
memenuhi sarana dan prasarana bagi Idi
upay a pengembangan wilay ah pesisir.
13. Konserv asi terhadap potensi jenis • Konserv asi habitat khusus induk udang windu di Peureulak
komoditas unggulan (spawning ground (Aceh Timur) dan Seruway (Aceh Tamiang)
untuk udang windu di Peurlak).
14. Konserv asi hutan mangrove untuk • Konserv asi mangrove di pesisir Kabupaten Aceh Tamiang
mengembalikan keseimbangan ekosistem hingga ujung Peureulak (Aceh Timur)
pesisir. • Konserv asi mangrove Sungai Raya – Julok
• Konserv asi mangrove sebagian pesisir Lhokseumawe,
pesisir Kabupaten Bireuen hingga Samalanga
• Pengusulan ekosistem mangrov e di Aceh Taminag hingga
Ujung Peureulak sebagai Kawasan Lindung Daerah (KLD)
15. Rehabilitasi DAS untuk mengurangi tingkat • Rehabilitasi DAS Peusangan di wilay ah Kabupaten Bireuen
sedimentasi pantai timur NAD y ang • Rehabilitasi DAS Pase di wilay ah Kota Lhokseumawe
berpotensi untuk budiday a tambak dan • Rehabilitasi DAS Jambu Ay e di wilay ah Kabupaten Aceh
perikanan. Utara
• Rehabilitasi DAS Peureulak di wilay ah Kabupaten Aceh
Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang
16. Meningkatkan keamanan dan pengawasan • Peningkatan patroli dan pengawasan laut di jalur pelayaran
terhadap pemanfaatan sumberday a dan penangkapan ikan perairan Bireuen hingga Aceh
perikanan dan kelautan. Tamiang
• Sosialisasi pemberday aan masy arakat nelayan dalam
17. Peningkatan pengawasan pemanf aatan pengawasan pemanf aatan sumberdaya perikanan
sumber day a perikanan dan laut serta (Siswasmas)
16. Mengoptimalkan peran dan f ungsi kawasan- • Peningkatan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
kawasan lindung, terutama di Pulau Simelue Daerah (KKLD) di wilay ah Kabupaten Simeulue dan
dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. perairan di sekitarnya
• Penetapan zona pemanfaatan wisata bahari dalam
wilay ah KKLD Simeulue
17. Konserv asi dan rehabilitasi terumbu karang di • Konserv asi dan rehabilitasi terumbu karang di sekitar
sekitar pulau-pulau kecil. pulau-pulau kecil Kabupaten Simeulue
18. Rehabilitasi v egetasi pantai sebagai • Rehabilitasi v egetasi pantai di pesisir Kabupaten Aceh
pelindung alam dari ancaman abrasi pantai Barat
dan bencana alam (tsunami). • Rehabilitasi v egetasi pantai di pesisir Kabupaten Aceh
Barat Daya
19. Rehabilitasi ekosistem dan konservasi hutan • Rehabilitasi hutan rawa gambut Rawa Tripa di Nagan
rawa gambut (Rawa Tripa) y ang telah rusak Ray a
• Pengusulan ekosistem hutan rawa gambut Rawa Tripa
sebagai Kawasan Lindung Daerah (KLD)
1. Pengembangan Singkil sebagai pintu • Peny ediaan dan peningkatan prasarana penunjang
gerbang pariwista di Kepulauan Banyak. pariwisata di Singkil
• Promosi inv estasi sarana dan jasa penunjang pariwisata
(hotel, cottage, biro perjalanan, persewaan alat div ing
dan speedboat) di Singkil
• Promosi wisata bahari Kepulauan Banyak
2. Konserv asi Kepulauan Bany ak sebagai • Pengusulan Kepulauan Bany ak sebagai Taman Nasional
Taman Nasional Laut dengan pengembangan Laut
konserv asi ekologi dan aktivitas pariwisata • Perencanaan Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan
(diperlukan zonasi yang lebih implementatif ). Bany ak
• Konserv asi terumbu karang di Kepulauan Banyak
3. Perlindungan terhadap taman nasional,untuk • Pengembangan kegiatan ekowisata dan pendidikan
pengembangan pendidikan, rekreasi dan lingkungan di Kepulauan Bany ak
pariwisata, serta peningkatan kualitas • Sosialisasi Rencana Zonasi Tata Ruang Taman Nasional
lingkungan sekitarny a dan perlindungan dari
pencemaran.
4. Pengembangan dan peny ediaan f asilitas
wisata bahari (snorkling, div ing dan surf ing) di
Kepulauan Bany ak.
5. Konserv asi terumbu karang di Kepulauan
Bany ak.
6. Sosialisasi zona konserv asi, budidaya dan
f ishing ground bagi penduduk pesisir untuk
mencegah benturan f ungsi kawasan dan
eksploitasi berlebihan.
7. Pembatasan perkembangan fisik secara
ekspansif pada zona perlindungan dengan
tetap menghargai hak-hak dasar masy arakat.
8. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia • Peny ediaan sarana-prasarana pendidikan dasar dan
dengan peny ediaan f asilitas dasar seperti menengah di pulau-pulu kecil Kabupaten Aceh Singkil
pendidikan, kesehatan. dan Kepulauan Bany ak
• Peny ediaan sarana-prasarana kesehatan di Kabupaten
Aceh Singkil dan Kepulauan Bany ak
9. Pemerataan pembangunan khususny a Kep. • Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di
Bany ak dan Singkil yang masih tertinggal di Singkil
bandingkan dengan daerah lain dalam • Rehabilitasi PPI di Kabupaten Aceh Singkil
wilay ah pengembangan melalui • Pembangunan jalan Kutacane-Tamiang
pengembangan inf rastruktur. • Peningkatan kualitas jalan Bakongan-Subulussalam
10. Peningkatan dan pengembangan jaringan • Peningkatan kualitas jalan Singkil-Subulussalam-
transportasi sebagai penghubung antar Kutacane
wilay ah dan antar pusat kegiatan. • Pembangunan pelabuhan peny ebrangan di Kabupaten
11. Pembangunan jaringan transportasi baik Aceh Singkil
darat dan laut untuk meningkatkan • Pembangunan jalan di Pulau-Pulau Utama Kepulauan
aksesbilitas wilay ah. Bany ak
12. Meningkatkan ekses dan jalur pelay aran • Pembangunan jalur ev akuasi di permukiman penduduk
pulau-pulau kecil untuk mendorong aktiv itas di pesisir Aceh Singkil dan Kepulauan Bany ak.
pariwisata (Kepulauan Banyak). • Pembangunan dermaga sandar bagi kapal-kapal nelay an
13. Pembangunan inf rastruktur untuk mendukung
pertumbuhan kegiatan wilay ah Singkil dan
sekitarnya y ang masih tertinggal dari wilay ah
lain khususy a pantai timur NAD.
14. Pengembangan budiday a untuk rumput laut • Penguatan kelompok nelayan di Kabupaten Singkil dan
dan keramba jaring apung di perairan Kepulauan Bany ak
Kepulauan Bany ak dan Singkil. • Bantuan teknis dan modal budiday a rumput laut dan
keramba jaring apung bagi kelompok nelay an di Singkil
dan Kepulauan Bany ak
• Pengembangan jejaring pemasaran dan promosi produk
rumput laut
15. Rehabilitasi ekosistem dan konserv asi hutan • Rehabilitasi ekosistem dan konserv asi hutan rawa
rawa gambut (Rawa Kluet dan Rawa Singkil). gambut Rawa Kluet
• Pengusulan ekosistem hutan rawa gambut Rawa Kluet
sebagai perluasan Suaka Margasatawa Rawa Singkil
• Peningkatan pengelolaan Suaka Margasatwa Rawa
Singkil
16. Peningkatan pengawasan laut dan pulau- • Peningkatan patroli dan pengawasan laut di jalur
pulau kecil dari ancaman keamanan dan pelay aran dan penangkapan ikan
pencurian ikan dengan patroli rutin. • Sosialisasi pemberday aan peran masyarakat dalam
pengawasan pemanf aatan sumberdaya perikanan
• Sosialisasi pemberdayaan masy arakat nelayan dalam
pengawasan pemanf aatan sumberdaya perikanan
(Siswasmas)
• Bantuan sarana prasarana pendukung operasionalisasi
patroli laut dari pemerintah Prov insi/kabupaten-kota
• Penguatan kearifan lokal dalam pengawasan
pemanf aatan sumberday a perikanan
17. Pelibatan dan partisipasi masy arakat nelay an • Pembentukan kelembagaan lokal (KSM) untuk
dan publik dalam kegiatan rehabilitasi dan pembangunan partisipatif di Singkil
konserv asi terumbu karang dan mangrov e. • Pembentukan kelembagaan lokal (KSM) untuk
pembangunan partisipatif di Kepulauan Banyak
• Penguatan kapasitas kelembagaan dan pengetahuan
masy arakat pesisir di Singkil dalam rawa gambut dan
terumbu karang
• Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat pesisir di
Kepulauan Bany ak dalam rehabilitasi mangrov e, rawa
gambut, dan terumbu karang
• Pelibatan dan partisipasi masyarakat nelay an dan publik
dalam kegiatan rehabilitasi mangrove dan terumbu
karang di Singkil dan Kepulauan Banyak
18. Pengolahan air bersih untuk kebutuhan • Pembangunan jaringan air bersih di wilay ah pesisir
masy arakat pesisir y ang memenuhi standar • Konserv asi sumber air (perlindungan daerah sempadan
baku kesehatan. sungai dan mata air)
• Pengawasan dan pengetatan perijinan pemanfaatan
sumberday a air
Su mber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007
A Perdagangan
Bebas
Peningkat an dan
Pembangunan Infras truktur
Promosi
Budidaya Konserv as i
Penguatan/ Pemberday aan Revitalisasi
TATA
G reenbelt
Perikanan Mas yarakat/ Petani Tambak Tambak
B
Sempadan,DAS
RUANG
Industri Rehabilitasi, Pembangunan Pengembangan
Sarana Prasarana Perikanan Infras truktur
Promosi
PESISIR
Pengembangan Pengembangan
Pengembangan Pemberdayaan Promosi
DAN
Infras truktur Masyarakat
Ikan Tangkap Alat Tangkap Investasi
C
Dasar
LAUT
Pengembangan
Budidaya Pengembangan Penguatan Pengembangan
Manajemen NAD
Industri
Keramba Infras truktur Masy arakat Alat
dan UKM
Jaring Apung
D Budidaya Konservasi
Pengembangan
Perikanan Kegiat an Budidaya
Penyusunan RUTRW Pesisir Provinsi NAD bertuj uan mening katkan kes ejahteraan mas yarakat melalui pr ogram-program
pembangunan dan pengembangan di wilayah pesisir dengan renc ana penataan dan pemanfaatan ruang. Pel aksanaan program
pembangunan perlu disus un s esuai dengan prioritas yang dicapai terlebih dahul u dalam rangka meni ngkatkan kes ejahteraan
mas yarakat. Metode AHP (Anal ytic al Hierarchy Proc ess) atau dikenal dengan Proses Hirarki Analisis digunakan sebagai
instrument untuk menyederhanakan per masal ahan yang dihadapi. Pemetaan upaya meningkatkan kesejahter aan mas yar akat
pesisir Provi nsi NAD dengan parameter, lokasi, dan program-program pembangunan di wilayah pesisir disusun secar a hirarkis
sebagai mana terlihat pada diagram berikut ini:
Level 1
Keterangan :
Fo cu s Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Provinsi NAD
P-1 : Pengembangan
infrastruktur
Level 2 perikanan
Parameter Bio Fisik P-2 : Revitalisasi tambak
Ekonomi Sosial Budaya
P-3 : Pengembangan
kegiatan budidaya
P-4 : Pengembangan
Level 3 infrastruktur das ar
P-5 : Promosi investasi
Lokasi WPP A WPP B WPP C WPP D P-6 : Pengembangan
infrastruktur
pariwisata
P-7 : Program-program
konser vasi dan
rehabilitasi
Level 4 P-8 : Pengawasan dan
monitoring
Program P- 1 P-2 P-3 P- 4 P- 5 P- 6 P- 7 P-8 P-9 P- 10 P-9 : Manaj emen i ndustri
dan usaha
mas yarakat
P-10 : Penguatan dan
pember dayaan
mas yarakat
Wilayah pengembangan pesisir memiliki heterogenitas potensi dan kendala. Pengembangan wilayah pesisir secara
komprehensif ( multi sektor), memerlukan penelus uran prioritas berdasar kan masing-masi ng parameter yang ditetapkan.
a. Param eter ekonomi, WPP-A tingkat kepentingan 56,35%, WPP-B 26,32%, WPP-C 11,73% dan WPP-D 5,49%. Nilai
seleng kapnya pada matriks berikut ini:
W PP A W PP B W PP C W PP D VE VP
WPP A 1.00 3.00 5.00 7.00 3.201086 0.563571
WPP B 0.33 1.00 3.00 5.00 1.495349 0.263266
WPP C 0.20 0.33 1.00 3.00 0.66874 0.117736
WPP D 0.14 0.20 0.33 1.00 0.312394 0.054999
1.68 4.53 9.33 16.00 5.68 1.00
b. Par ameter sosial bud aya, WPP-B ti ngkat kepentingan 56,35%, WPP-C 26,32% , WPP-D 11,77% dan WPP-A dan 5,49%.
Nilai selengkapnya pada matriks beri kut:
W PP A W PP B W PP C W PP D VE VP
WPP A 1.00 0.14 0.20 0.33 0.312394 0.054999
WPP B 7.00 1.00 3.00 5.00 3.201086 0.563571
WPP C 5.00 0.33 1.00 3.00 1.495349 0.263266
WPP D 3.00 0.20 0.33 1.00 0.66874 0.117736
16.00 1.68 4.53 9.33 5.68 1.00
c. Par ameter biofisik, WPP-D tingkat kepentingan 53,28%, WPP-A 22,17%, WPP-B 15,93% dan WPP-C 8,56%. Nilai lengkap
pada matri ks:
W PP A W PP B W PP C W PP D VE VP
WPP A 1.00 1.00 3.00 0.50 1.106682 0.22178
WPP B 1.00 1.00 2.00 0.20 0.795271 0.159373
WPP C 0.33 0.50 1.00 0.20 0.427287 0.085629
WPP D 2.00 5.00 5.00 1.00 2.659148 0.532895
4.33 7.50 11.00 1.90 4.99 1.00
Berdas arkan masing-masi ng par ameter yang digunakan, prioritas lokasi pngembangan wilayah pesisir Provi nsi NAD s ebagai
berikut:
Urutan Prioritas Param eter
Lokasi Ekonomi Sosial Budaya Biofisik
Prioritas 1 WPP-A WPP-B WPP-D
Prioritas 2 WPP-B WPP-C WPP-A
Prioritas 3 WPP-C WPP-D WPP-B
Prioritas 4 WPP-D WPP-A WPP-C
Sken ario Pr ioritas Peng embangan Program Bagi Kesejahter aan Masyarakat Pesisir Provinsi N AD
Secara umum berdas arkan hasil perhitungan, prioritas program pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir berdas arkan
tingkat kepentingannya adalah sebagai berikut :
Prioritas 1 : Pengembangan infrastruktur perikanan (22,07%)
Prioritas 2 : Pengembangan infrastruktur dasar (16,46%)
Prioritas 3 : Pengembangan kegiatan budidaya (13,97%)
Prioritas 4 : Revitalisasi tambak (13,10%)
Prioritas 5 : Promosi investasi (8,21%)
Prioritas 6 : Pengembangan infrastruktur pariwisata (6,92%)
Prioritas 7 : Penguatan dan pember dayaan mas yarakat (6,64%)
Prioritas 8 : Manaj emen i ndustri dan usaha mas yarakat (5,11%)
Prioritas 9 : Program kons ervasi dan rehabilitasi (4,08%)
Prioritas 10 : Pengawasan dan monitoring (3,43%)
Kesepuluh program utama di atas tidak bisa diterapkan s ecara gener al di setiap wilayah pengembangan pesisir, diperlukan
penelusur an prioritas masing-masing program pembangunan berdas arkan perbedaan dan karakteristik khus us dari setiap lokasi.
a. W PP-A, program prioritas: (1) pengembangan infrastruktur das ar, (2) peni ngkatan infrastr uktur perikanan, (3) revitalisasi
tambak, (4) penguatan dan pemberdayaan mas yarakat, dan (5) pengembangan infrastruktur dengan tingkat kepentingan dari
24,63% hingga 8,34%. Program lainnya sebagai pr ogram pelengkap dan program lanjutan; program pengembangan kegiatan
budi daya (5,76%); manajemen indus tri dan us aha mas yarakat (4,71%); promosi i nvestasi (3,65%); pengawasan dan
monitoring (3,51%); dan program kons ervasi dan rehabilitasi (2,69%). Tingkat prioritas dari masing-masing program pada
tabel beri kut.
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 VE VP
P1 1.00 1.00 4.00 1.00 8.00 3.00 6.00 5.00 5.00 2.00 2.792153 0.202771
P2 1.00 1.00 3.00 0.50 6.00 2.00 6.00 4.00 3.00 1.00 2.047673 0.148705
P3 0.25 0.33 1.00 0.20 3.00 1.00 2.00 2.00 1.00 0.50 0.794328 0.057685
P4 1.00 2.00 5.00 1.00 8.00 4.00 7.00 6.00 5.00 3.00 3.391947 0.246329
P5 0.13 0.17 0.33 18.00 1.00 0.25 1.00 0.50 0.33 0.20 0.503237 0.036546
P6 0.33 0.50 1.00 0.25 4.00 1.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1.148698 0.08342
P7 0.17 0.17 0.50 0.14 1.00 0.25 1.00 1.00 0.50 0.20 0.371151 0.026954
P8 0.20 0.25 0.50 0.17 2.00 0.33 1.00 1.00 1.00 0.25 0.483241 0.035094
P9 0.20 0.33 1.00 0.20 3.00 0.50 2.00 1.00 1.00 0.33 0.649372 0.047158
P10 0.50 1.00 2.00 0.33 5.00 1.00 5.00 4.00 3.00 1.00 1.584893 0.115098
4.78 6.75 18.33 21.79 41.00 13.33 35.00 27.50 21.83 9.48 13.77 1.00
b. W PP-B, program prioritas: (1) pengembangan infrastr uktur peri kanan, (2) pengembangan kegiatan budi daya, (3) promosi
investasi, (4) pengembangan i nfrastruktur tambak, dan (5) kons ervasi dan rehabilitasi dengan ting kat kepentingan dari 25,84%
hingga 7,75%. Program pendukung; pengembangan i nfrastruktur pariwisata ( 6,11%), manajemen i ndus tri dan usaha
mas yarakat (4,45%), pengawas an dan monitoring (3,28%), penguatan dan pemberdayaan mas yarakat (2,48%), dan
revitalisasi tambak (1,99%). Ti ngkat prioritas program pada tabel beri kut:
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 VE VP
P1 1.00 9.00 1.00 3.00 2.00 5.00 4.00 7.00 6.00 8.00 3.597297 0.258427
P2 0.11 1.00 0.13 0.17 0.14 0.25 0.20 0.50 0.33 1.00 0.277986 0.01997
P3 1.00 8.00 1.00 2.00 1.00 4.00 3.00 6.00 5.00 7.00 2.8877 0.20745
P4 0.33 6.00 0.50 1.00 1.00 2.00 1.00 4.00 3.00 5.00 1.614054 0.115952
P5 0.50 7.00 1.00 1.00 1.00 3.00 2.00 5.00 4.00 6.00 2.188467 0.157217
P6 0.20 4.00 0.25 0.50 0.33 1.00 1.00 2.00 1.00 3.00 0.85134 0.061159
P7 0.25 5.00 0.14 1.00 0.50 1.00 1.00 3.00 2.00 4.00 1.079194 0.077528
P8 0.14 2.00 0.17 0.25 0.20 0.50 0.33 1.00 1.00 1.00 0.456941 0.032826
P9 0.17 3.00 0.20 0.33 0.25 1.00 0.50 1.00 1.00 2.00 0.619558 0.044508
P10 0.13 1.00 0.14 0.20 0.17 0.33 0.25 1.00 0.50 1.00 0.346296 0.024878
3.83 46.00 4.53 9.45 6.59 18.08 13.28 30.50 23.83 38.00 13.92 1.00
c. W PP-C, program prioritas: (1) pengembangan kegiatan budidaya, (2) revitalisasi tambak, (3) pengembangan infr astruktur
perikanan, (4) pening katan i nfrastruktur das ar, dan (5) promosi investasi dengan tingkat kepentingan 25,67% hingga 8,38%.
Program peleng kap dan lanjutan adal ah; pengembangan infras trukur pariwisata (6,07%), pengawasan dan monitoring
(4,42%), manajemen industri dan usaha mas yarakat (3,26%), penguatan dan pemberdayaan mas yarakat (2,47%), dan
konser vasi dan rehabilitasi ( 1,98%). Berikut table ting kat prioritas program:
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 VE VP
P1 1.00 1.00 0.50 1.00 2.00 3.00 7.00 4.00 5.00 6.00 2.188467 0.156208
P2 1.00 1.00 1.00 2.00 3.00 4.00 8.00 5.00 6.00 7.00 2.8877 0.206117
P3 2.00 1.00 1.00 3.00 4.00 5.00 9.00 6.00 7.00 8.00 3.597297 0.256766
P4 1.00 0.50 0.33 1.00 1.00 2.00 6.00 3.00 4.00 5.00 1.614054 0.115207
P5 0.50 0.33 0.25 1.00 1.00 1.00 5.00 2.00 3.00 4.00 1.174619 0.083841
P6 0.33 0.25 0.20 0.50 1.00 1.00 4.00 1.00 2.00 3.00 0.85134 0.060767
P7 0.14 0.13 0.11 0.17 0.20 0.25 1.00 0.33 0.50 1.00 0.277986 0.019842
P8 0.25 0.20 0.17 0.33 0.50 1.00 3.00 1.00 1.00 2.00 0.619558 0.044223
P9 0.20 0.17 0.14 0.25 0.33 0.50 2.00 1.00 1.00 1.00 0.456941 0.032615
P10 0.17 0.14 0.13 0.20 0.25 0.33 1.00 0.50 1.00 1.00 0.346296 0.024718
6.59 4.72 3.83 9.45 13.28 18.08 46.00 23.83 30.50 38.00 14.01 1.00
d. W PP-D, program prioritas: (1) pengembangan i nfrastruktur perikanan, (2) revitalisasi tambak, (3) pengembangan kegiatan
budi daya, (4) promosi investasi, dan (5) manaj emen industri dan us aha mas yarakat dengan ti ngkat kepentingan 26,12%
hingga 6,77% . Program pendukung pengembangan infrastruktur das ar (6,18%), pengembangan infrastruktur pariwis ata
(4,49%), penguatan dan pember dayaan mas yarakat (3,31%), pengawasan dan monitoring (2,51%), dan program konser vasi
dan rehabilitasi (2,01%). Ti ngkat prioritas program pada tabel beri kut:
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 VE VP
P1 1.00 1.00 2.00 5.00 3.00 6.00 9.00 8.00 4.00 7.00 3.597297 0.261242
P2 1.00 1.00 1.00 4.00 2.00 5.00 8.00 7.00 3.00 6.00 2.8877 0.20971
P3 0.50 1.00 1.00 3.00 1.00 4.00 7.00 6.00 2.00 5.00 2.188467 0.15893
P4 0.20 0.25 0.33 1.00 0.50 1.00 4.00 3.00 1.00 2.00 0.85134 0.061826
P5 0.33 0.50 1.00 2.00 1.00 3.00 6.00 5.00 1.00 4.00 1.614054 0.117215
P6 0.17 0.20 0.25 1.00 0.33 1.00 3.00 2.00 0.50 1.00 0.619558 0.044993
P7 0.11 0.13 0.14 0.25 0.17 0.33 1.00 1.00 0.20 0.50 0.277986 0.020188
P8 0.13 0.14 0.17 0.33 0.20 0.50 1.00 1.00 0.25 1.00 0.346296 0.025149
P9 0.25 0.33 0.50 1.00 1.00 0.20 5.00 4.00 1.00 3.00 0.933033 0.067758
P10 0.14 0.17 0.20 0.50 0.25 1.00 2.00 1.00 0.33 1.00 0.456941 0.033184
3.83 4.72 6.59 18.08 9.45 22.03 46.00 38.00 13.28 30.50 13.77 1.00
Oleh karena itu s ecara kes eluruhan berdas arkan masing-masi ng wilayah pengembangan yang direnc anakan, diper oleh prioritas
program pembangunan wilayah pesisir Provinsi NAD s ebagai berikut:
Berdasarkan diagram prioritasi program pembangunan, skenario pelaksanaan tahun rencana indikasi program WPP A dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.2.1. Indikasi Program : WPP A (Pusat Pengembangan di Banda Aceh-Sabang)
Skenario pelaksanaan tahun rencana indikasi program WPP B dilihat pada tabel berikut:
Skenario pelaksanaan tahun rencana indikasi program WPP C dilihat pada tabel berikut:
Skenario pelaksanaan tahun rencana indikasi program WPP D dilihat pada tabel berikut:
Strategi untuk mendukung arahan pengelolaan dan pembiayaan pembangunan sebagai ber ikut:
1. Peningkatan kerjasama antara pemerintah, sw asta dan masyarakat dalam pembiayaan.
Bentuk konkrit dari kerjasama multi-aktor dalam penyediaan bersama dana pembangunan
dapat berbentuk sebuah kerjasama dalam penyediaan prasarana.
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kinerja aparat untuk melaksanakan pembangunan
berbasiskan masyarakat di Provinsi NAD.
3. Optimalisasi pos-pos PAD dalam kerangka meningkatkan kemandirian daerah. PAD yang
mampu menjadi sumber utama dalam pembiayaan pembangunan, maka pembangunan di
Provinsi NAD akan dapat berjalan dengan baik.
4. Manajemen keuangan yang baik. Pengaturan pos-pos penerimaan, pengeluaran dan
penyalurannya harus diatur dalam manajemen keuangan daerah yang baik. Alternatif
bentuk-bentuk kebijakan yang dapat dilakukan dalam mendukung manajemen pembiayaan
pembangunan, antara lain adalah :
a. Kebijakan pembangunan sarana prasarana di Provinsi NA D untuk, memperbaiki basis
produksi, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperbaiki daya tarik pusat
perekonomian dalam upaya untuk memperbaiki dunia usaha setempat.
b. Kebijakan pembangunan Usaha Kecil Menengah ( UKM) sebagai salah satu pelaku
Local Economic Development (LED) yang memiliki peranan yang cukup penting.
c. Kebijakan pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan keahlian dan
keterampilan bagi para pelaku ekonomi berupa pelatihan, bimbingan, pendampingan,
magang ataupun studi banding.
d. Kebijakan pembentukan distrik industri perikanan dengan pengelompokan bagi industri
kecil dan menengah yang secara geografis saling berdekatan dan meningkatkan
kerjasama antar perusahaan untuk memperbesar investasi lokal.
e. Promosi investasi lokal dan stimulasi pengusaha lokal. Peran aktif pemerintah
mempromosikan potensi daerah untuk mengundang dan menstimulasi pengusaha lokal
agar berinvestasi di sektor yang diharapkan.
Pembiayaan pembangunan daerah untuk pelaksanaan program-program pemanfaatan ruang dialokasikan dari sumber dana anggaran
yang ditampilkan dalam skema berikut :
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Dana Otonomi Khusus Pendapatan Sah Lainnya
Gambar 5.3.1. Sumber Pendanaan dan Penganggaran Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Jenis-jenis investasi pembangunan di w ilayah pesisir Provinsi NAD yang memungkinkan untuk
dibiayai dari pendapatan daerah di atas adalah :
1. Penyediaan barang publik.
Barang publik seperti : pasar, rumah sakit, jaringan infrastruktur, etalase perikanan,
laboratorium uji, pelabuhan, terminal bongkar muat peti kemas. Dalam hal ini Pemerintah
Provinsi NA D dapat ber mitra dengan pihak sw asta dan masyarakat dengan mekanis me
BOT (Build Operate Transfer).
2. Barang dan pelayanan private.
Barang dan pelayanan privat dapat disediakan secara penuh oleh sw asta, seperti : sekolah,
jasa keuangan dan jasa pelayanan (biro perjalanan w isata, restoran, hotel, cottage), sarana
perdagangan, perkantoran.
3. Pemerintah Provinsi NAD dapat mengenakan ongkos atas penyediaan barang publik, yang
mencakup prasarana transportasi, prasarana pengairan, prasarana, energi dan
telekomunikasi, prasarana pengelolaan lingkungan dan prasarana w ilayah lainnya yang
dibiayai oleh pemerintah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Pembangunan prasarana harus cost recovery dengan mengenakan biaya kepada pemakai
demi menjamin kelangsungan penyediaan pelayanan kepada masyarakat.
1. Rencana Insentif dan Disinsentif terkait Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
Pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami
Rencana insentif dan disinsentif terkait Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
Pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah :
a. Pengembangan pusat w ilayah pesisir di Banda Aceh – Sabang, Ide Rayeuk, Labuhan
Haji dan Singkil diberikan insentif, yaitu: peningkatan aksesbilitas menuju bandara dan
pelabuhan, kemudahan perijinan bagi pengembang, promosi untuk menarik investor,
seperti meningkatkan status dan fungsi bandara Sultan Iskandar Muda menjadi Bandara
Internasional dan Pelabuhan Malahayati sebagai Pelabuhan Internasional.
b. Pengembangan kota-kota pesisir di Provinsi NA D dilakukan dengan insentif kemudahan
perijinan, meningkatkan aksesbilitas, peningkatan pelayanan jaringan utilitas (air, energi
dan telekomunikasi) dan pembangunan serta rehabilitasi sarana perikanan.
c. Pengendalian perkembangan kaw asan lindung dilakukan dengan disinsentif: tidak
mengeluarkan ijin lokasi baru, tidak membangun akses jalan baru melalui kaw asan
lindung, dan tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana utama Provinsi
NAD yang meliputi sistem jaringan listrik, telepon, cek dam, tandon air atau bendungan,
pemancar elektronik, dan pengembangan eko-pariw isata.
d. Pengendalian perkembangan di pusat kota, disinsentif diarahkan pada pengenaan pajak
kegiatan yang relatif lebih besar daripada di bagian w ilayah lain dan pengenaan denda
terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif bagi publik seperti gangguan
keamanan, kenyamanan dan keselamatan.
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaks anaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa :
1. Keringanan pajak, pemberian kompens asi, subsidi silang, i mbalan, sewa ruang, dan urun s aham.
2. Pembangunan s erta pengadaan infrastruktur.
3. Kemudahan prosedur perizinan.
4. Pemberian penghargaan kepada mas yarakat, swasta dan atau pemerintah daerah.
Sedang kan disins entif adalah perang kat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan r enc ana tata ruang, berupa :
1. Pengenaan pajak yang tinggi yang dises uai kan dengan besar nya biaya yang di butuhkan untuk mengatasi dampak yang
ditimbul kan akibat pemanfaatan ruang.
2. Pembatasan penyedi aan infras truktur, pengenaan kompens asi, dan penalti
Jenis perang kat atau mekanisme insentif dan disins entif di kelompokkan menjadi:
a. Pengaturan/regulasi/kebijaksanaan dikelompokkan atas: perangkat yang berkaitan dengan elemen guna l ahan s eperti
pengaturan hukum pemilikan lahan oleh s was ta dan pengaturan perijinan; perang kat yang berkaitan dengan pelayanan
umum seperti kekuatan hukum untuk mengembalikan gangguan/pencemar an dan pengaturan penyediaan pelayanan
umum oleh s wasta; s erta perangkat yang ber kaitan dengan penyediaan prasarana s eperti Amdal.
b. Ekonomi/keuangan yang di kelompokkan atas : perang kat yang ber kaitan dengan elemen guna l ahan s eperti Paj ak Bumi
dan Bangunan (PBB) dan retribusi perubahan pemanfaatan lahan; perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum
seperti paj ak kemacetan, pajak pencemaran, dan retribusi perijinan, pembangunan, bi aya dampak pembangunan; s erta
perang kat yang ber kaitan dengan penyediaan pr asarana.
c. Pemili kan/ pengadaan l angsung oleh pemerintah yang dikelompokkan atas: perangkat yang berkaitan dengan el emen guna
lahan seperti penguas aan l ahan ol eh pemerintah; perang kat yang berkaitan dengan pelayanan umum s eperti pengadaan
pelayanan umum ol eh pemerintah (air bersih, air limbah, listrik, telepon, tr ans portasi), serta per angkat yang ber kaitan
dengan penyediaan pras arana seperti pengadaan infrastruktur dan pembangunan fasilitas umum ol eh pemerintah.
Sumber : UU No. 32 T ahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Pengembangan jaringan dan pr omosi daerah dilakukan dengan beberapa kebijakan atau lang kah berikut:
1. Rencana dan kebijakan pembangunan daerah yang akan dilakukan merupakan kesepakatan bersama dan hasil dari suatu
proses negosiasi antar stakeholders. Melalui proses partisipatif, renc ana yang dihasil kan diharapkan ses uai dengan
kebutuhan mas yarakat, mendapat dukungan sebagian bes ar mas yarakat, serta memperkecil konflik antar berbagai pi hak.
Pemerintah daerah menjadi inisiator dan fasilitator bagi terbentuknya for um stakeholders yang terdiri dari perwakilan
komponen sosial, ekonomi dan politi k s eperti swasta, LSM, pengusaha, nelayan, petani tambak dan lai nnya.
2. Pelayanan dan inter vensi dilakukan birokrasi sec ara bertahap agar mekanisme pasar dapat berfungsi secara lebi h optimal
dengan menetapkan s ejumlah i nstrumen kebijakan melalui i nsentif dan disinsentif.
3. Promosi lebih luas terhadap potensi yang dimiliki daerah serta menjembatani berbagai kemung kinan bentuk-bentuk
kerjas ama dengan pihak luar (nasi onal dan inter nasional) bai k antar pemerintah maupun antar pengusaha lokal, nasi onal
dan inter nasional.
4. Mengamati sec ara aktif i nfor masi berbagai kemungkinan potensi pasar di luar N AD dan kerjas ama dengan pemerintah
daerah lain s erta as osiasi pengusaha daer ah untuk memperoleh gambaran potensi dan per mintaan yang berasal dari
berbagai daerah. Sistem i nfor masi peluang bisnis perlu di kembangkan dan disemi nasi kan kepada pengusaha lokal yang
diper kirakan cukup potensi al merespon per mintaan tersebut.
5. Strategis prioritas skala us aha dan penyederhanaan pros es perijinan (deregulasi dan debirokratisasi) untuk mendorong
sebanyak mungkin mas yarakat dal am proses produksi, terutama para pengusaha kecil dan menengah. Pendirian Unit
Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) perlu lakukan agar pros es perijinan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat dan lebih murah.
Sumber : Hasil Analisis Ti m Peny usus un RUTRW Pesisir Provinsi NAD, 2007
Secara terinci peluang investasi di w ilayah pesisir Provinsi NAD pada sektor perikanan dapat
dilihat pada Tabel 5.3.1.
Tabel 5.3.1. Jenis Investasi Sektor Perikanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Sektor dan Komoditas Pemasaran
Peluang Investasi
Sub Sektor (produk/jasa) Orientasi Pemasaran Peluang Pasar
Perikanan
a. Perikanan • Ikan Pelagis • Penangkapan Ikan (Armada • Domestik (Nasional, • Sedang
Tangkap Besar Penangkapan Ikan) Regional, Lokal) • Tinggi
• Ikan Pelagis • Industri Pengolahan Ikan • Eksport (Asia, Eropa)
Kecil Modern (Pembekuan,
• Ikan Demersal Pengalengan)
• Udang dan • Industri Pengolahan Ikan
Crustaceae Tradisional (Penggaraman,
Pengasapan, Pemindangan,
Pengeringan, Ikan kay u)
• Pembangunan etalase
perikanan
b. Budiday a • Rumput Laut • Industri Pengolahan Rumput • Eksport (Asia, Eropa, • Sedang
Laut • Ikan Kerapu Laut Amerika) • Tinggi
• Lobster • Pengembangan Keramba • Domestik (Nasional,
Jaring Apung dengan pola Regional, Lokal)
kemitraan
c. Budiday a • Udang Windu • Budiday a Tambak Udang • Eksport (Asia, Eropa, • Sedang
Tambak • Ikan Bandeng Windu (Intensif, Semi Intensif) Amerika) • Tinggi
• Budiday a Tambak Ikan • Domestik (Nasional,
Bandeng (Intensif, Semi Regional, Lokal)
Intensif)
• Industri Pengolahan Udang
Windu (Pembekuan,
Pengalengan)
• Peny ediaan Benih Udang dan
Ikan
Sumber: Analisis Ti m Peny usun RUTRW Pesisir NAD, 2007
Pertimbangan dalam melakukan investasi di sektor perikanan dan budidaya laut dilihat pada Boks
berikut:
Sumber daya perikanan laut tersebut terdiri atas 6 kelompok besar yakni kel ompok sumber daya ikan pelagis besar, i kan
pelagis kecil, i kan demersal, i kan karang, udang-udangan (Crustacea) dan kerang-ker angan (Mollusca). Pr oduksi peri kanan
laut di Provinsi NAD yang mempunyai kontribusi terbes ar adalah dari jenis i kan T ong kol (Euthy nnus sp), C akalang (Katsuw onus
pelamis), Teri (Stol ephorus s pp), i kan Biji Nangka, Selar dan Kembung (Rastrelliger s pp) dengan produksi rata-rata tahunan
masing-masing sebesar (8.750 ton, 6.370 ton, 5.750 ton, 5.132 ton, 4.923 ton dan 4.691 ton). Analisa MSY (Maxi mum
Sustai nable Yield) menunj ukkan bahwa tingkat pemanfaatan tersebut masih di bawah laju pemanfaatan yang
direkomendasi kan sebesar 80% , yaitu di pantai barat Provinsi NAD dari MSY sebes ar 40% sedang kan di Pantai Timur adalah
sebes ar 73% (under fishing ), sehingga masi h ada peluang untuk memanfaatkan sumberdaya di Povinsi NAD. Peluang untuk
pemanfaatan sumberdaya laut i ni juga di dukung dari hasil analisis ekonomi masi ng-masing jenis alat tangkap s ebagai beri kut:
• Alat tang kap Purs e seine diperol eh nilai NPV ( 12 %) s ekitar Rp. 70 Juta; IRR: 54,14 % dan Net BC ratio 4,90.
• Alat tang kap Rawai (long-line) di peroleh nilai NPV (12 %) sekitar Rp. 44,8 J uta; IRR: 39,08 % dan Net BC ratio 3,67.
• Alat tang kap cantrang diperol eh nilai NPV (12 %) s ekitar Rp. 16,9 J uta; IRR: 18,5 % dan Net BC ratio 1,41
• Alat tang kap Gill Net diperol eh nilai NPV ( 12 %) s ekitar Rp. 15,6 J uta; IRR: 26,30 % dan N et BC r atio 2,55.
Maka dapat disimpul kan bahwa sec ara ekonomis al at tangkap yang beroperasi di perairan Provinsi N AD baik Pantai Barat dan
Pantai Timur masih menguntung kan. Hasil perhitungan MSY dan analisa ekonomi maka direkomendasi kan bahwa untuk
Perairan Laut Pantai Barat NAD layak dilakukan i nves atasi Peri kanan Tangkap bagi alat tang kap Purse Seine dan Rawai (long-
line) untuk peri kanan s amudera. Sedangkan alat tang kap gill-net dan cantrang direkomendasi kan bagi usaha penang kapan di
Perairan Pantai Ti mur NAD, akan tetapi khusus bagi Wilayah Perairan Pantai Timur NAD sebai knya ti dak ada penambahan
jumlah alat tangkap. Penambahan alat tangkap disarankan untuk Wilayah Perairan Pantai Bar at NAD.
Berdasarkan analisis potensi dan daya dukung, peluang investasi tambak dan budidaya laut
dilihat pada tabel ber ikut :
Tabel 5.3.2. Matriks Peluang Investasi di Sektor Perikanan Kabupaten/ Kota di Provinsi NAD
Peluang Investasi
No Kabupaten/Kota ICOR*
Perikanan Tambak Budidaya Laut
1 Kota Sabang tidak prospektif prospektif 5,03
2 Banda Aceh Prospektif tidak prospektif 5,09
3 Aceh Besar prospektif tidak prospektif 5,37
4 Pidie prospektif prospektif 5,7
5 Bireuen cukup prospektif cukup prospektif 5,12
6 Lhokseumawe cukup prospektif cukup prospektif 4,6
7 Aceh Utara prospektif tidak prospektif 5,73
8 Aceh Timur prospektif cukup prospektif 5,01
9 Kota Langsa cukup prospektif cukup prospektif 5,4
10 Aceh Tamiang cukup prospektif tidak prospektif 5,38
11 Aceh Singkil tidak prospektif prospektif 5,34
12 Aceh Selatan tidak prospektif tidak prospektif 5,48
13 Aceh Barat Daya tidak prospektif tidak prospektif 5,82
14 Nagan Raya tidak prospektif tidak prospektif 5,26
15 Aceh Barat tidak prospektif tidak prospektif 5,48
16 Aceh Jaya tidak prospektif cukup prospektif 5,74
17 Simeulue tidak prospektif prospektif 6,01
Keter angan: * Nilai ICOR Kabupaten
Sumber: Analisis Ti m Penyus un RUTRW Pesisir NAD, 2007
Boks 5.5. Dasar Penetapan Peluang Investasi Tambak dan Budidaya Laut Provinsi NAD
Dasar p enetap an pelu ang investasi pert ambakan: Dasar p enetap an pelu ang investasi budidaya laut:
• Indeks daya dukung lingkungan • Indeks daya dukung lingkungan
• LQ sektor perikanan tambak • Indeks tetersediaan tenaga kerja (RTP)
• Indeks tetersediaan tenaga kerja (RTP) • Indeks dukungan politi k
• Indeks dukungan politi k
Catatan : Indeks dukungan politi k direpres entasi kan dengan kes esuaiannya terhadap Renc ana U mum Tata Ruang Wilayah
Pesisir ini. Beber apa wilayah yang memili ki indeks daya dukung tinggi belum tentu menjadi tempat tujuan yang prospektif, jika
diduga akan mempengar uhi kepentingan pembangunan yang lebih luas atau menyebabkan terjadinya opportunity costs
(hilangnya biaya pel uang lain yang lebih bes ar).
Sabang
Banda Aceh
Lhoks eumawe
Aceh Bes ar
Pidie
Bireuen
Aceh Utara
Aceh Timur
Aceh J aya
Langsa
Nagan Raya
Aceh Selatan
Simeulue
Aceh Singkil
Keterangan
: Prospektif
: Cukup prospektif
: Tidak prospektif
Sabang
Banda Aceh
Lhoks eumawe
Aceh Bes ar
Pidie
Bireuen
Aceh Utara
Aceh Barat
Aceh Ti mur
Aceh J aya
Langsa
Aceh Barat
Nagan Raya
Aceh Selatan
Simeulue
Aceh Singkil
Keterangan
: Prospektif
: Cukup prospektif
: Tidak prospektif
Jenis peluang investasi pada sektor industri maritime, pariw isata dan perhubungan ditampilkan
dalam Tabel 5.3.3. ber ikut
Tabel 5.3.3. Jenis-Jenis Investasi Pada Sektor Industri Maritim, Pariwisata dan Perhubungan
Peluang investasi untuk pengembangan sektor pariw isata dan industri pengolahan ikan di
wilayah kabupaten/ kota pesisir Provinsi NAD dapat dilihat pada Tabel 5.3.4 berikut:
Tabel 5.3.4. Matriks Peluang Investasi Sektor Pariwisata dan Industri Pengolahan Perikanan
Berdasarkan Kabupaten/ Kota.
Peluang Investasi
No Kabupaten/Kota Pariwisata Bahari Industri ICOR*
Pengolahan Ikan
1 Kota Sabang prospektif tidak prospektif 5,03
2 Banda Aceh cukup prospektif prospektif 5,09
3 Aceh Besar tidak prospektif cukup prospektif 5,37
4 Pidie tidak prospektif tidak prospektif 5,7
5 Bireuen tidak prospektif tidak prospektif 5,12
6 Lhokseumawe cukup prospektif cukup prospektif 4,6
7 Aceh Utara tidak prospektif tidak prospektif 5,73
8 Aceh Timur tidak prospektif prospektif 5,01
9 Kota Langsa tidak prospektif cukup prospektif 5,4
10 Aceh Tamiang tidak prospektif tidak prospektif 5,38
11 Aceh Singkil prospektif tidak prospektif 5,34
12 Aceh Selatan tidak prospektif prospektif 5,48
13 Aceh Barat Daya tidak prospektif tidak prospektif 5,82
14 Nagan Raya cukup prospektif tidak prospektif 5,26
15 Aceh Barat tidak prospektif cukup prospektif 5,48
16 Aceh Jaya tidak prospektif tidak prospektif 5,74
17 Simeulue prospektif tidak prospektif 6,01
Keterangan: * Nilai ICOR Kabupaten
Sumber: Analisis Ti m Penyus un RUTRW Pesisir NAD, 2007
Dasar p enetap an pelu ang investasi par iwisata b ahari: Catatan : Indeks dukungan politi k direpres entasi kan dengan
• Indeks sarana dan pr asarana kes esuaiannya terhadap Rencana U mum Tata Ruang
• Indeks ketersedi aan atr aksi wis ata Wilayah Pesisir ini. Beberapa wilayah yang memili ki
• Indeks dukungan politi k indeks daya dukung tinggi belum tentu menj adi tempat
Dasar p enetap an pelu ang investasi pengolahan ikan: tujuan yang pros pektif, jika diduga akan
• Indeks ketersedi aan bahan baku untuk industri mempengaruhi kepentingan pembangunan yang lebi h
luas atau menyebabkan terjadinya opportunity cos ts
• Indeks ketersedi aan tenaga kerja (RTP)
• Indeks jarak terhadap pelabuhan niaga (hilangnya biaya pel uang lain yang lebih bes ar)
• Indeks jarak terhadap pelabuhan udara
• Indeks dukungan politi k
Sumber: Analisis Ti m Penyus un RUTRW Pesisir NAD, 2007
Sabang
Banda Aceh
Lhoks eumawe
Aceh Bes ar
Pidie
Bireuen
Aceh Utara
Aceh Ti mur
Aceh J aya
Langsa
Nagan Raya
Aceh Selatan
Simeulue
Aceh Singkil
Keterangan
: Prospektif
: Cukup prospektif
: Tidak prospektif
Sabang
Banda Aceh
Lhoks eumawe
Aceh Bes ar
Pidie Bireuen
Aceh Utara
Aceh Ti mur
Aceh J aya
Langsa
Nagan Raya
Aceh Selatan
Simeulue
Aceh Singkil
Keterangan
: Prospektif
: Cukup prospektif
: Tidak prospektif
Strategi peningkatan investasi dilakukan dengan pola kerjasama dalam rangka pengembangan
ekonomi di w ilayah pesisir Provinsi NAD. Pola kerjasama berdasarkan indikasi kegiatan dilihat
pada tabel di baw ah:
Pariwisata Pengembangan • Hotel dan Restoran • Pembangunan hotel dan • Priv atisasi sektor
atraksi wisata • Kerajinan khas restoran swasta
daerah • Pembangunan souvenir • Bantuan modal,
• Selancar, diving. shop/souvenir center kemitraan antar
• Jasa pendukung • Peny ediaan alat wisata selam, pengusaha, faslitas
pemasaran dan snorkling, pemancingan promosi dari
Inf ormasi • Pembangunan TIC dan Tour pemerintah.
5.4. Rencana Um um Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Target Kesejahteraan Masyarakat
5.4.1. Im plikasi Tata Ruang Pesisir Bagi Ekonom i Wilayah NAD
Implikasi dari pelaksanaan RUTRW Pesisir NAD secara keseluruhan dapat dikuantifikasi
melalui perkiraan/ estimasi nilai tambah dari pemanfaatan ruang pada zona-zona pemanfaatan
yang direncanakan. RUTRW Pesisir Provinsi NA D bisa memiliki implikasi yang berbeda-beda,
tergantung pada skenario yang terjadi. Perencanaan skenario pada dasarnya berasumsi bahw a
selalu ada peluang ketidakpastian di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain bahw a
masa depan tidak selalu secara sederhana dapat diproyeksikan. Berlandaskan pada asumsi
yang sama, masa depan Provinsi NAD akan mungkin mengikuti skenario yang optimistis,
moderat, atau pesimistik. Pencapaian rencana tersebut diatas tergantung pada variabel-
variabel yang mempengaruhinya, sebagaimana disajikan melalui Tabel berikut ini:
Boks 5.7. Nilai Tambah Ekonomi Bagi Kesejahteraan Masyarakat Provinsi NAD
Tabel : Es timasi Nilai T ambah Ekonomi Bagi Kes ejahteraan Mas yarakat Pesisir Provi nsi NAD Berdas arkan Skenario Opti mistis
Berdas arkan esti masi perhitungan diatas di ketahui bahwa sektor ekonomi perikanan dan kelautan akan s emakin penting
peranannya dalam mening katkan kes ejahteraan mas yarakat di Pesisir NAD. Jika perencanaan tata ruang wilayah pesisir NAD
bisa diterapkan dengan baik akan memfasilitasi penc apaian pembangunan ekonomi wilayah dan kesej ahteraan mas yarakat.
Penc apaian yang akan terjadi mel alui pener apan renc ana tata ruang dipredi ksi kan sangat signifikan, dimana pada lima tahun
pertama (2007- 2012) diharapkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB diharapkan menc apai Rp. 10,3 Trilyun/ tahun. Ini
berarti bahwa kontribusi s ektor perikanan dan kel autan terhadap PDRB dan kes ejahteraan mas yar akat meningkat dras tis dari
tahun 2005 hingga 20,27%. Adapun pada tahun kedua (2013-2017), ketiga (2018-2022), dan keempat (2023-2027) dapat
dipredi ksi kan bahwa kontribusi s ektor perikanan dan kel autan terhadap PDRB terus mening kat, sec ara bertur ut kur ang lebi h
dari 32,8% dengan nilai Rp 15,7 Trilyun/tahun hinggga dan 47,12% dengan nilai sebesar Rp. 24 Trilyun/tahun di akhir tahun
perenc anaan.
Berdas arkan s kenario pesimisti k diatas, berikut ini adalah esti masi nilai tambah dari impl ementasi RUTRW Pesisir Provinsi
NAD.
Tabel : Es timasi Nilai T ambah Ekonomi Bagi Kes ejahteraan Mas yarakat Pesisir Provi nsi NAD Berdas arkan Skenario Pesimisti k
Berdas arkan estimasi perhitungan diatas di ketahui bahwa sektor ekonomi peri kanan dan kelautan tetap akan memberi kan
kontribusi terhadap PDRB sehingga tetap akan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan mas yar akat di Pesisir NAD walaupun
tergolong kecil. Ji ka perenc anaan tata ruang wilayah pesisir NAD tidak diimplementasi kan dengan bai k dan konsisten maka
penc apaian kesejahteraan mas yarakat di predi ksi kan tidak signifi kan, di mana pada lima tahun pertama (2008-2013) kontribusi
sektor peri kanan ter hadap PDRB hanya menc apai Rp. 4,1 Trilyun/ tahun. Ini berarti bahwa kontribusi s ektor perikanan dan
kel autan terhadap PDRB dan kesejahteraan mas yarakat mengalami peni ngkatan s ekitar 8% dari tahun 2005. Adapun pada
lima tahun kedua (2013-2017), ketiga (2018- 2022), dan keempat (2023-2027) dapat dipr edi ksi kan bahwa kontribusi sektor
perikanan dan kelautan terhadap PDRB akan mening kat s ecara lemah, mencapai 10,94% dengan nilai Rp 5,59 Trilyun/tahun
pada akhir tahun perenc anaan.
Tabel 5.4.1. Variabel Skenario Optimisti dan Pesimistik bagi Implementasi Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Tabel 5.4.2 Prediksi dan Target IPM dengan Implementasi Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Pesisir
Provinsi NAD Berdasarkan Skenario Optimistik dan Pesimistik
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahw a baik pada skenario optimistis maupun
pesimistis angka IPM Provinsi NA D diper kirakan akan tetap meningkat melalui implementasi
RUTRW Pesisir ini. Bahkan jika terjadi kenaikan rata-rata IPM secara nasional, reduksi shortfall
IPM Provinsi NAD masih tetap positif. Hal ini menunjukan secara komparatif terhadap w ilayah
lain di Indonesia, kesejahteraan masyarakat Provinsi NAD akan meningkat dimasa yang akan
datang.
BAB 6
Arahan Pengelolaan Ruang Pesisir
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Arahan pengelolaan kawasan bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai dengan daya
dukung sumberdaya alam di suatu wilayah. Bab ini memberikan arahan pengelolaan penataan ruang wilayah
pesisir Provinsi NAD untuk kawasan lindung, budidaya dan strategis. Arahan ini bertujuan untuk menjaga
fung si dan peruntukan lahan dan perairan pesisir NAD yang sesuai dengan daya dukung dan sumberdaya
yang ada.
Prinsip pengelolaan kaw asan lindung meliputi aspek kew enangan pengelolaan antara
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Prinsip pengelolaan
kaw asan lindung selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6.1.1. Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Jenis Kawasan Prinsip Pengelolaan dan Kewenang an
Lindung
I Kawasan Yang Member ikan Per lindungan Kawasan Bawahn ya
1. Kawasan Pemer intah Provinsi NAD:
bergambut • Menetapkan kawas an konser vasi tanah bergambut, pengendalian, dan pelestarian fungsi
Rawa Sing kil lingkungan tanah bergambut.
(Aceh Si ngkil), • Menetapkan Pedoman penyelenggaraan pengurus an produktifitas lahan bergambut pada daer ah
Rawa Kluet (Ac eh aliran sungai lintas kabupaten/kota.
Selatan) dan • Menetapkan s tandar pengelolaan sumber daya air permukaan lintas kabupaten/kota pada l ahan
Rawa Tripa (Ac eh bergambut untuk pengaturan pengamanan dan pel estarian sumberdaya air lintas kabupaten/kota.
Barat D aya dan Pemer intah Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Selatan:
Nagan Raya) • Menyelenggarakan pengelolaan kawasan bergambut yang dilindungi berdas arkan standar dan
pedoman yang ditetapkan oleh Provinsi dan pemerintah.
Su mber: Kepres 32/ 1990; Kepmen Kelautan dan Perikanan 34/ Men/ 2002; Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir
NAD, 2007
Prinsip pengelolaan kaw asan budidaya di w ilayah pesisir meliputi pembagian kew enangan
pengelolaan kaw asan budidaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 6.2.1. berikut ini :
Tabel 6.2.1. Prinsip Pengelolaan Kawasan Budidaya di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Jenis Kawasan Prinsip Pengelolaan dan Kewenang an
Budidaya
I Kawasan Pertanian
1. Kawasan Perikanan Pemer intah Provinsi:
• Melakukan penyediaan dukungan pengembangan perekayasaan teknologi perikanan s erta
sumber daya perairan.
• Melakukan pengendalian terhadap pelaks anaan pembrantasan penyakit i kan di darat.
• Melakukan pengendalian eradi kasi penyakit i kan di darat.
• Melakukan ekspl orasi, ekploitasi, konser vasi, dan pengelol aan kekayaan laut sebatas wilayah
laut kewenangan provi nsi.
• Melakukan pelayanan izin us aha pembudidayaan dan penangkapan i kan pada perairan laut di
wilayah laut kewenangan provinsi.
• Melakukan pengawas an pemanfaatan s umber daya ikan di wilayah laut kewenangan provinsi.
Pemer intah Kabupaten/Kota:
• Berwenang penetapan berada di Kabupaten/kota dengan di das arkan pada kriteria penetapan
yang telah disusun ol eh pemerintah pus at dan provi nsi.
3. Kawasan Pertanian Pembagian kewen angan antar tingkat p emer intahan: sama seperti pertani an l ahan basah
Lahan Kering • Pengelol aan kawasan pertanian lahan kering dilakukan untuk memanfaatkan potensi lahan
yang sesuai untuk kegiatan pertanian lahan kering dalam meningkatkan pr oduksi pangan,
dengan tetap memperhati kan kelestarian ling kungan untuk mewujudkan pembangunan yang
ber kelanjutan.
V Kawasan Permukiman
8. Kawasan Pemer intah Pusat:
Permukiman • Menetapkan pedoman perencanaan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman.
• Menetapkan pedoman kos ervasi arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan banguan
bersejarah.
• Menetapkan pedoman pengawas an dan pengendalian pembangunan perumahan dan
permukiman
• Menetapkan pedoman teknis pengelol aan fisi k gedung dan rumah negara.
Pemer intah Provinsi NAD:
• Menyedi akan bantuan/ dukungan penerapan hasil penelitian dan pengembangan teknol ogi,
arsitektur bangunan, dan jati diri kawasan.
Pemer intah Kabupaten/Kota:
Kewenangan penetapan berada di Kabupaten/kota dengan didas arkan pada kriteria penetapan
yang telah disusun ol eh pemerintah pus at dan Provi nsi.
Su mber: Kepres 32/ 1990; Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007
Arahan pengelolaan untuk kaw asan lindung, kaw asan budidaya, kaw asan prioritas dan mitigasi
bencana di w ilayah pesisir Provinsi NAD adalah untuk memanfaatkan potensi sumberdaya
dengan tetap melestarikan lingkungan ekosistem pesisir dan upaya mitigasi bencana dengan
perencanaan pola pengembangan kaw asan yang terarah, aman terstruktur. Arahan
pengelolaan merekomendasikan lembaga-lembaga yang berw enang dalam pelaksanaan
pengelolaan kaw asan di w ilayah pesisir Provinsi NAD.
BAB 7
Arahan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang
Bab ini memberikan arahan pada pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung, kawasan budidaya
dan kawasan strategis. Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk tetap menjaga fungsi
pengembangan kawasan sesuai dengan daya dukung dan kelestarian alam sehingga penataan dan
pemanfaatan ruang serta pengembangan wilayah pesisir Provinsi NAD tetap menjaga keseimbangan ekologi
dan berkelanjutan.
Kelestarian dan peningkatan fungsi-fungsi Boks 7.1. Definisi Pengendalian Tata Ruang
sumberdaya alam dan lingkungan kaw asan
• Pengendalian tata ruang mencakup kegiatan-
pesisir Provinsi NAD sangat penting dalam kegiatan yang bersifat pengawasan dan
rangka menunjang kegiatan pembangunan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang. Kegiatan
kesejahteraan. Sesuai dengan undang-undang pengawas an meliputi pemantauan; pelaporan
dan evaluasi terhadap pemanfaatan lahan.
pemerintahan Provinsi NAD, propinsi dan Kemudi an penertiban lebih pada upaya repr esif
kabupaten atau kota mempunyai kew enangan yaitu dengan memberi kan sanksi hukum atas
mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, pelanggaran hukum.
• Kegiatan pengendalian dapat juga dilakukan
termasuk dalam hal pengendaliannya. dengan pendekatan yang l ebih humanis, yaitu
Pengendalian pemanfaatan kaw asan perlu dengan melibatkan peran serta mas yarakat
secara aktif dalam kegiatan pengawasan
dilakukan sehubungan dengan kemungkinan sehingga pengendalian ti dak selalu dengan
adanya permasalahan konflik pemanfaatan pendekatan atur dan awasi.
ruang antara kaw asan lindung dengan kaw asan
Sumber : Per aturan Pemerintah Nomor 69 tahun
budidaya. 1996
f. Sosialisasi dan pembentukan Pamsw akarsa masyarakat sekitar kaw asan konservasi.
Alternatif langkah-langkah pengendalian kaw asan lindung di w ilayah pesisir Provinsi NAD
secara dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.1.1. Langkah-Langkah Pengendalian Kawasan Lindung di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Lindung
1 Kawasan • Mencegah terjadinya pembukaan kawas an bergambut yang akan potensial menyebabkan
Bergambut pelepasan karbon dan mempercepat terjadinya global war ming (pemanasan global).
(SM. Rawa Sing kil, • Menjaga dan mempertahankan keberadaan kawasan rawa bergambut s ehi ngga kontribusinya
Rawa Kluet) terhadap sikulus air tanah, air per mukaan, dan pemelihara keragaman hayati (sebagai spawining
dan nurs ery ground) s elalu dapat terjamin.
• Mengendalikan hidr ologi wilayah, mencegah erosi, dan banjir, serta melindungi ekosistem yang
khas di kawas an bergambut.
• Pemerintah Kabupaten menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan kawasan bergambut yang
ada diwilayahnya melalui: (1) penetapan larangan pemanfaatan kawas an, dan pers yaratan teknis
ekologis budidaya yang diijinkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku; (2) pemantauan,
pengawas an, dan penertiban pemanfatan kawasan yang berdampak pada penurunan fungsi
lindung
• Kabupaten/kota mengumumkan lokasi yang menjadi kawas an bergambut kepada mas yarakat dan
pelaku pembangunan ter kait.
• Kabupaten/kota menyelenggarakan s osialisasi upaya peles tarian dan pengendalian pemanfaatan
kawasan bergambut kepada mas yarakat s ekitarnya dan seluruh pelaku pembangunan ter kait.
2 Kawasan • Mempertahankan vegetasi-vegetasi al ami yang ada di kawasan- kawasan resapan air
Resapan Air • Melakukan rehabilitasi pada l okasi-lokasi yang vegetasinya tel ah mengalami kerus akan/ gundul
• Mengendalikan dan mengatur pemanfaatan sumberdaya air tanah di kawasan resapan air
• Pemerintah kabupaten/ kota menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan kawas an resapan air
yang ada di wilayahnya melal ui: (1) penetapan larangan pemanfaatan kawas an, dan pers yaratan
teknis ekologis budidaya yang diijinkan ses uai peraturan perundangan yang berlaku; (2)
pemantauan, pengawasan, dan penertiban pemanfatan kawasan yang berdampak penurunan
fungsi resapan air.
• Pemerintah kabupaten/ kota menyelenggarakan sosialisasi upaya pelestarian dan pengendalian
pemanfaatan kawas an res apan air kepada s eluruh pel aku pembangunan ter kait, khus usnya
mas yarakat disekitar kawas an.
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Lindung
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi terhadap
pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan kawas an resapan air.
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan i nsentif pada upaya pel estarian kawas an- kawasan
resapan air pada lahan-lahan yang di kuasai s ecara pri vat.
3 Kawasan Lindung • Mencegah terjadinya pembukaan kawas an bergambut yang akan potensial menyebabkan
Daerah pelepasan karbon dan mempercepat terjadinya global war ming (pemanasan global).
Rawa Tripa • Menjaga dan mempertahankan keberadaan kawasan rawa bergambut s ehi ngga kontribusinya
terhadap sikulus air tanah, air per mukaan, dan pemelihara keragaman hayati (sebagai spawining
dan nurs ery ground) s elalu dapat terjamin.
• Mengendalikan hidr ologi wilayah, mencegah erosi, dan banjir, serta melindungi ekosistem yang
khas di kawas an bergambut.
• Pemerintah Kabupaten menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan kawasan bergambut yang
ada diwilayahnya melalui: (1) penetapan larangan pemanfaatan kawas an, dan pers yaratan teknis
ekologis budidaya yang diijinkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku; (2) pemantauan,
pengawas an, dan penertiban pemanfatan kawasan yang berdampak pada penurunan fungsi
lindung .
• Kabupaten/kota mengumumkan lokasi yang menjadi kawas an bergambut kepada mas yarakat dan
pelaku pembangunan ter kait.
• Kabupaten/kota menyelenggarakan s osialisasi upaya peles tarian dan pengendalian pemanfaatan
kawasan bergambut kepada mas yarakat s ekitarnya dan seluruh pelaku pembangunan ter kait.
4 Kawasan • Menyedi akan greenbelt/ s abuk hijau pantai dengan berbagai alternatif s ebagai berikut: (1) minimal
Sempad an Pantai 100 meter ber dasar kan Kepres 32/ 1990; (2) minimal 200 meter ber dasar kan kriteria SKB Mentan-
Menhut Tahun 1984; (3) mini mal 130 kali s elisih antara pasang tertinggi dan surut terendah
berdas ar kan kriteria ekologis.
• Mempertahankan vegetasi-vegetasi al ami yang ada di sempadan pantai
• Melakukan rehabilitasi pada sempadan pantai yang vegetasi nya tel ah mengalami kerus akan/
gundul
• Menjaga sempadan pantai dengan melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
kel estarian fungsi pantai dan ekosistem pesisir.
• Mengendalikan dan mengatur pemanfaatan sumberdaya air tanah di kawasan semapadan pantai
• Melibatkan mas yarakat di sekitar sempadan pantai dalam upaya pemeliharaan vegetasi dan
rehabilitasi pantai
• Pemerintah kabupaten/ kota menyelenggarakan sosialisasi upaya pel estarian sempadan pantai
kepada s eluruh pelaku pembangunan terkait, khus usnya mas yarakat disekitar kawas an.
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi terhadap
pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi sempadan.
5 Kawasan • Menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
sempad an sungai mengganggu dan merus ak kualitas air sungai, kondisi fisi k pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
• Menyedi akan greenbelt/ sabuk hijau sungai dengan ber bagai alternatif sebagai beri kut: (1) minimal
50 meter di kanan- kiri sungai berdas arkan SE Dephut Tahun 1980; (2) minimal 100 meter di
kanan-kiri sungai besar dan 50 meter di kanan- kiri sungai yang berada diluar per muki man
berdas ar kan Kepres 32/ 1990.
• Mempertahankan vegetasi-vegetasi al ami yang ada di sempadan s ungai
• Melakukan rehabilitasi pada s empadan sungai yang vegetasinya telah mengal ami kerus akan/
gundul
• Melibatkan mas yarakat di sekitar sempadan s ungai dal am upaya pemelihar aan vegetasi dan
rehabilitasi s empadan sungai
• Rencana pemanfaatan kawas an sempadan sungai disosialisasi kan kepada mas yar akat yang
bermukim di kiri kanan s ungai dan pelaku pembangunan terkait.
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi terhadap
pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan kawas an sempadan s ungai.
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan i nsentif pada upaya pel estarian kawas an- kawasan
sempadan sungai pada l ahan-lahan yang di kuas ai secar a pri vat.
• Kabupaten/kota melibatkan s ecara aktif mas yarakat s etempat dalam pengendalian pemanfaatan
berupa; pemantauan, pengawasan, dan penerti ban kawas an s empadan s ungai.
6 Kawasan sekit ar • Menjaga kawasan s ekitar danau untuk melindungi sumber air dari berbagai us aha dan atau
Danau kegiatan yang dapat mer usak kualitas air dan kondisi fisik kawasan s ekitarnya.
• Mempertahankan vegetasi-vegetasi al ami yang ada di kawasan sekitar danau
• Melakukan rehabilitasi pada kawas an s ekitar danau yang vegetasi nya telah mengal ami kerusakan/
gundul
• Melibatkan mas yar akat di sekitar danau dalam upaya pemeliharaan dan r ehabilitasi vegetasi
• Pemerintah kabupaten/ kota menyelenggarakan sosialisasi upaya pelestarian dan pengendalian
pemanfaatan kawasan danau kepada sel uruh pelaku pembangunan ter kait, khus usnya
mas yarakat disekitar kawas an.
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi terhadap
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Lindung
pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan kawas an danau.
Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan ins entif pada upaya peles tarian kawasan danau pada
lahan-lahan yang di kuasai s ecara privat.
7 Suaka • Mengusul kan kawasan bergambut Rawa Kluet sebagai perluasan kawasan Suaka Margasatwa
Margasat wa Rawa Sing kil
Rawa Sing kil • Mencegah terjadinya pembukaan SM. Rawa Sing kil yang akan potensi al menyebabkan pel epasan
kar bon dan mempercepat terjadi nya global warmi ng (pemanasan global).
• Menjaga dan mempertahankan keber adaan SM. Rawa Sing kil sehingga kontribusinya terhadap
sikulus air tanah, air permukaan, dan pemelihara keragaman hayati (sebagai spawining dan
nurser y ground) selal u dapat terjami n.
• Mengendalikan hidr ologi wilayah, mencegah erosi, dan banjir, serta melindungi ekosistem yang
khas di kawas an bergambut.
8 Daerah R awan • Membangun jal ur-jalur evakuasi pada daer ah-daerah permukiman yang tergolong rawan dari
Bencana ancaman benc ana alam
• Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi terhadap
pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan pada kawasan rawan bencana.
9 Kawasan Pantai • Kabupaten/kota menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan daerah perlindungan mangrove
Berhutan Bakau dengan melarang kegiatan budi daya yang dapat merusak atau terganggunya ekosistem hutan
Aceh T ami ang bakau, dan mengatur pengelol aan kawas an pantai berhutan bakau.
dan Aceh Timur • Kabupaten/kota mengumumkan kepada seluruh pelaku pembangunan lokasi dan luas kawasan
pantai berhutan bakau.
10 Daerah • Kabupaten/kota menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan Kawasan Kons ervasi Laut Daerah
Perlindungan (KKLD)/DPL yang ada di wilayahnya melal ui penetapan larangan pemanfaatan kawas an, dan
Laut (DPL) pers yaratan teknis ekologis budidaya yang diijinkan sesuai per aturan perundangan yang berlaku;
Terumbu Karang: pemantauan, pengawasan, dan penertiban pemanfatan kawasan yang berdampak penurunan
1. Lhok Nga fungsi lindung.
2. Perairan Lhoong • Kabupaten/kota mengumumkan lokasi yang menjadi Kawas an Kons ervasi Laut Daerah (KKLD)
3. Pulau Kluang kepada mas yarakat dan pelaku pembangunan ter kait.
4. Pulau Rusa • Kabupaten/kota menyelenggarakan s osialisasi upaya peles tarian dan pengendalian pemanfaatan
5. Gosong Karang
Kawasan Konser vasi Laut Daerah (KKLD)/DPL kepada mas yarakat s ekitarnya dan s eluruh pelaku
Blang Pidie
pembangunan ter kait.
6. Perairan Masjid
Raya • Lang kah-langkah s elanj utnya dapat dilihat pada Panduan Pembentukan dan Pengelolaan DPL
7. Perairan Muara Berbasis Mas yarakat (Coastal Res ources C enter dan DKP Tahun 2002)
Batu
11 Kawasan • Kabupaten/kota menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan Kawasan Kons ervasi Laut Daerah
Konservasi L aut (KKLD)/DPL yang ada di wilayahnya melal ui penetapan larangan pemanfaatan kawas an, dan
Daerah (KKLD) pers yaratan teknis ekologis budidaya yang diijinkan sesuai per aturan perundangan yang berlaku;
1. KKLD Kab. pemantauan, pengawasan, dan penertiban pemanfatan kawasan yang berdampak penurunan
Simeulue fungsi lindung.
2. KKLD Pulau • Kabupaten/kota mengumumkan lokasi yang menjadi Kawas an Kons ervasi Laut Daerah (KKLD)
Weh, Kota kepada mas yarakat dan pelaku pembangunan ter kait.
Sabang • Kabupaten/kota menyelenggarakan s osialisasi upaya peles tarian dan pengendalian pemanfaatan
3. KKLD Pulo
Kawasan Konser vasi Laut Daerah (KKLD)/DPL kepada mas yarakat s ekitarnya dan s eluruh pelaku
Aceh. Aceh pembangunan ter kait.
Besar
12 Taman W isata Lang kah awal yang perlu dilakukan dalam pengel olaan kawasan lindung adalah perumus an renc ana
Laut pengelol aan kawasan lindung, mengintegrasikan setiap kepenti ngan dal am kes eimbangan antar
Kepulauan Banyak dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektor, disiplin ilmu dan segenap pel aku pembangunan
(diusulkan (stakeholder). Dalam rang ka menci ptakan pengelol aan kawasan lindung yang bertanggung jawab
menjadi Taman dan dapat diterima oleh semua pihak terkait maka terdapat beberapa rang kaian kegiatan yang harus
Nasional Laut) dilakukan, yaitu:
• Inventarisasi dan sistem informasi sumber daya alam laut dalam Kawasan Li ndung
• Penyusunan profil s umber daya laut dalam Kawasan lindung
• Penyusunan renc ana strategis pengelolaan s umber daya laut Kawasan lindung
• Penyusunan zonasi Kawas an lindung
• Penyusunan renc ana pengelol aan spesifik kegiatan atau kawas an
• Penyusunan Rencana kegiatan (master plan dan action plan) sebagai penj abaran dari rencana
pengelol aan
• Menjaga kawasan taman nasional l aut dari berbagai us aha dan atau kegiatan yang dapat merusak
kualitas dan kondisi fisi knya.
• Mengembang kan pendidi kan, rekreasi dan pariwisata, s erta pening katan kualitas lingkungan
sekitamya.
13 Taman W isata • Pemantapan fungsi lindung bagi kawas an lindung yang masih dapat dipertahankan
Laut • Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang-tindih dengan
Pulau Weh kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindungnya
(Sabang) • Pelarangan atau pencegahan dilakukan kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang telah
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Lindung
ditetapkan
• Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak ada pengembangan lebih l anjut ;
• Pemi ndahan kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung, s ebagai
tindakan penertiban.
• Mengembang kan pendidi kan, rekreasi dan pariwisata, serta pening katan kualitas lingkungan
sekitamya dan perlindungan dari penc emaran.
14 Taman W isata • Pemantapan fungsi lindung bagi kawas an lindung yang masih dapat dipertahankan
Alam Laut • Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang-tindih dengan
Anak Laut (Ac eh kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindungnya
Singkil) • Pelarangan atau pencegahan dilakukan kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang telah
Pulau Weh
ditetapkan
(Sabang)
• Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak ada pengembangan lebih l anjut ;
• Pemi ndahan kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung, s ebagai
tindakan penertiban.
• Mengembang kan pendidi kan, rekreasi dan pariwisata, serta pening katan kualitas lingkungan
sekitamya dan perlindungan dari penc emaran.
15 Suaka Perikanan • Pengaturan jenis alat tangkap, kekuatan mesin (pk), dan ukur an mata j aring dari akti vitas
(Induk U dang penang kapan ikan di s ekitar suaka peri kanan
Windu di • Mencegah terjadinya pencemar an di sekitar lokasi s uaka perikanan
Peureulak dan • Mempertahankan ekosistem mangrove dan mengupayakan rehabilitasi ekosistem mangrove yang
Seruway s erta rusak
penyu di Salaut • Pengaturan penangkapan udang jika sudah beratnya > 300 gr (siap dijadikan induk)
Besar dan Pul au • Monitoring dan pengawasan suaka peri kanan
Bang karu)
Su mber : Kepres 32/ 1990; Kepmen Kelautan dan Perikanan 34/ Men/ 2002; Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir
NAD, 2007
Dalam rangka pengaw asan pemanfaatan ruang di w ilayah pesisir Provinsi NAD, bentuk-
bentuk pengaw asan yang perlu dilakukan adalah sebagai ber ikut :
Tabel 7.2.1 Langkah-Langkah Pengendalian Kawasan Budidaya di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Budidaya
I Kawasan Pemanfaatan Ruang Laut
1 Daerah T ang kapan • Mengamankan z ona-z ona spawning dan nurser y ground dari berbagai bentuk anc aman
Ikan • Pengenaan sanksi hukum atau s anksi adat bagi pihak-pihak yang mengancam zona-zona
tersebut di atas
• Mengatur z ona fishing ground ( daer ah penangkapan i kan) agar ti dak tumpang-tindih
dengan zona spawning- ground (daerah pemijahan i kan) dan nursery gound (daerah asuhan
anakan i kan)
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Budidaya
2 Budidaya Laut • Penetapan zona untuk keramba jaring apung (KJA) berada pada wilayah yang sebagian
besar ber kaitan dengan z ona 1A untuk penangkapan.
• Peletakan KJA pada zona produktif yang tidak terlalu kompetitif dan ting kat produksi les tari.
• Melakukan pemberdayaan kepada kel ompok nel ayan/petani tambak,
• Melakukan pendampingan pada kelompok nel ayan untuk bisa mengorganisasi kan diri
3 Budidaya Tambak • Mempertahankan kualitas pasokan sistem pengairan s umber air tawar dari sistem DAS
• Saluran pas ok di pisahkan dengan sal uran buang. Sal uran tambak dipisahkan dari saluran
air buangan dari permukiman/i ndus tri dan atau saluran irigasi pertanian (sawah).
• Saluran pas ok hanya berfungsi untuk mengalirkan air yang akan dimasukkan ke petak-
petak tambak (petak tandon dan petak pemeliharaan), sedang kan saluran buang hanya
berfungsi untuk mengalir kan air yang dibuang dari tambak.
• Setiap petak tambak dapat langsung mengambil air dari sal uran pas ok, dari bai k s aluran
pasok primer, dari saluran sekunder, maupun dari salur an pas ok tersier.
• Setiap petak tambak dapat membuang air langsung ke s aluran buang, bai k ke s aluran
buang primer, ke s aluran buang sekunder, atau ke sal uran buang tersier.
• Mengintegrasikan sistem pengairan dengan sempadan pantai dan sabuk hijau (green belt)
di muara dan pinggir sungai untuk mencegah dan mengurangi sedi mentasi, serta
memberikan kesempatan sebagai s pawning (tempat pemijahan), nursery (penetas an) dan
rearing (pembes aran l arva) ground.
• Melakukan pember dayaan kepada kelompok Kel ompok Petani T ambak (KPT) dan Badan
Musyawarah Petani T ambak (BMPT).
• Melakukan pendampingan pada kelompok nel ayan untuk bisa mengorganisasi kan diri
• Pengenaan sanksi hukum atau sanksi adat bagi pihak-pihak yang melanggar penerapan
sistem tersebut di atas.
• Lang kah-langkah rehabilitasi tambak (yang telah diujicobakan oleh kerjasama DKP, FAO
dan ACIAR) secara terinci terlampir. (Lihat Lampiran 6.5.1: Lang kah Rehabilitasi Lahan
Budidaya Peri kanan di Aceh)
4 Alur Pelayaran • Alur pelayar an har us diarahkan pada jalur bebas dari kegiatan perikanan budidaya
sehingga tidak terjadi tumpang tindi h kepenti ngan dan berorientasi pada kes elamatan
pelayaran
• Alur pelayaran perikanan tangkap harus memperhati kan alur tertentu (seperti pipa gas dan
kabel bawah laut)
II Kawasan Pertanian
5 Kawasan Pertanian • Memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pangan
Lahan Bas ah lahan basah di kawasan peruntukkan pertanian, dengan tetap memperhati kan keles tarian
fungsi lingkungan hidup
• Mencegah konversi lahan pertani an bas ah yang pr oduktif dan beririgasi menjadi fungsi non-
pertanian melalui penerapan mekanisme ins entif- disinsentif (pengenaan paj ak perubahan
status lahan pertanian menjadi non pertani an)
• Pengenaan sanksi hukum atau sanksi adat bagi pihak- pihak yang melakukan konversi atas
lahan basah produktif pertani an.
• Mengarahkan per kembangan l ahan terbangun per kotaan dan perdesaan menj auhi
kawasan lahan bas ah yang produktif
• Penguatan peran kelompok tani agar memili ki daya tawar yang tinggi
• Menerapkan i ntensifikasi pertanian agar nilai produktif lahan bisa bersaing dengan jenis
aktivitas pemanfaatan lahan lainnya
6 Kawasan Pertanian • Memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pangan
Lahan Kering pertanian lahan kering di kawasan peruntukkan pertani an, dengan tetap memperhatikan
kel estarian fungsi lingkungan hidup
• Mengarahkan per kembangan l ahan terbangun per kotaan dan perdesaan menj auhi
kawasan lahan kering yang produktif
• Penguatan peran kelompok tani agar memili ki daya tawar yang tinggi
7 Kawasan • Memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peni ngkatan kegiatan produksi per kebunan
Perkebunan dengan memperhati kan kelestarian fungsi lingkungan hidup
• Mengarahkan per kembangan l ahan terbangun per kotaan dan perdesaan menj auhi
kawasan perkebunan yang produktif
8 Kawasan • Memanfaatkan sumber daya mineral, energi dan bahan galian lainnya di kawas an
Pertambangan pertambangan untuk sebesar-bes ar kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber
daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap
memperhati kan kaidah- kaidah pel estarian fungsi lingkungan hidup
• Pengawas an terhadap pelaks anaan kegiatan penelitian eks plorasi bahan tambang
• Menerapkan pengetatan mekanisme perijinan
• Pengenaan sanksi hukum atau sanksi adat bagi pihak-pihak yang melakukan eks ploitasi
dan ekspl orasi kawas an pertambangan dengan tidak r amah ling kungan
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah Pengendalian
Budidaya
9 Kawasan • Memanfaatkan potensi kawas an peruntukan i ndus tri untuk mening katkan nilai tambah
Peruntukan Industri pemanfaatan ruang dal am memenuhi kebutuhan r uang bagi pengembangan kegiatan
industri, dengan tetap mempertahankan keles tarian fungsi lingkungan hidup.
• Melakukan peng kajian dampak renc ana pembangunan industri terhadap wilayah pesisir
• Monitoring kegiatan oper asional industri terhadap wilayah pesisir
• Pengenaan sanksi hukum bagi indus tri yang melakukan operasi nya dengan tidak ramah
lingkungan dan menimbul kan pencemaran.
10 Kawasan Pariwisata • Memanfaatkan potensi keindahan alam dan budaya di kawasan pariwisata guna
mendor ong perkembangan pari wisata dengan memperhati kan kelestarian nilai-nilai budaya,
adat istiadat, mutu dan keindahan ling kungan alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
• Mengatur aktivitas wisata ses uai dengan daya tampung/ kapasitas anya
• Mengatur perkembangan fisi k pada permukiman pantai agar berorientasi pada view pantai
dan mempertahankan ruang publi k pantai untuk kegiatan pariwisata.
• Mengendalikan alih fungsi lahan kegiatan pariwisata menjadi pemanfaatan non-pariwis ata
yang cenderung memperburuk kualitas lingkungan dan kei ndahan objek wis ata.
• Menertibkan dan menata (dengan mekanisme ins entif- disinsentif) berbagai akti vitas sekitar
objek wisata yang tidak mendukung per kembangan obj ek wisata
• Pengenaan sanksi hukum atau sanksi adat bagi pihak-pihak yang mel akukan pelanggaran
atas sistem tersebut di atas .
11 Kawasan • Mengendalikan pertumbuhan fisik permukiman menjauhi daerah rawan benc ana alam dan
Permukiman kawasan lindung dengan mekanisme ins entif-disins entif
• Mengatur intensitas kepadatan dan kerapatan bangunan permukiman per kotaan s esuai
dengan standar kes ehatan lingkungan permukiman
• Mengendalikan alih fungsi lahan per muki man menj adi lahan non-permuki man yang
cenderung memperburuk kualitas lingkungan permukiman
• Mengupayakan perbai kan ling kungan hidup yang sesuai bagi pengembangan mas yarakat
Su mber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007
Sedangkan kegiatan penertiban pemanfaatan ruang untuk kaw asan strategis dilakukan
melalui:
1. Penegakan prosedur perizinan dalam mendirikan bangunan untuk menjamin pelaksanaan
kegiatan telah sesuai peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
2. Pemberian izin mendirikan bangunan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan.
2. Kebijakan disinsentif
a. Tidak dikeluarkan ijin lokasi baru pada kaw asan rawan bencana dalam rangka
membatasi perkembangan fisik kaw asan dan kegiatan budidaya
b. Pengenaan sanksi kegiatan yang memberikan dampak negatif dan mengakibatkan
terjadinya kerusakan lingkungan di kaw asan perlindungan ekosistem pesisir.
c. Pengenaan sanksi terhadap kegiatan yang menyebabkan rusaknya garis pantai, tatanan
ekosistem, degradasi lingkungan dan hilangnya keseimbangan lingkungan di kaw asan
perlindungan ekosistem pesisir.
d. Pengenaan sanksi terhadap kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan di
perairan dan kerusakan ekologi pantai di kaw asan perlindungan ekosistem pesisir.
e. Pengenaan sanksi pada kegiatan penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan dan/ atau mengakibatkan/ mengancam kelestarian
lingkungan kaw asan perlindungan ekosistem pesisir.
Tabel 7.3.1. Langkah-Langkah Pengendalian Kawasan Strategis di Wilayah Pesisir Provinsi NAD
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah dan Pengend alian
strategis
I Kawasan Strat egis b agi Pertumbuhan Ekonomi Pesisir
1 Kawasan Bahari • Memberikan kemudahan perijinan, prosedur pengembangan kegiatan usaha dan kemudahan
Terpadu Banda berinvestasi pada kawasan bahari terpadu Banda Ac eh-Sabang.
Aceh-Sabang • Membangun kel engkapan pras arana penunj ang kegiatan us aha dan inves tasi pada pus at-pusat
pertumbuhan Banda Ac eh - Sabang.
• Mengembang kan infras truktur das ar, kemudahan akses trans portasi, pelayanan admi nistrasi
dan lalu lintas keuangan.
• Memfasilitasi promosi wilayah dan investasi pembangunan sarana penunj ang kegiatan
pariwisata dan Pelabuhan Bebas Sabang.
2 Kawasan Pusat • Memberikan kemudahan perijinan, prosedur pengembangan kegiatan usaha dan kemudahan
Pertumbuhan Idi berinvestasi pada kawasan pusat pertumbuhan Idi Rayeuk.
Rayeuk dan • Membangun kel engkapan pras arana penunj ang kegiatan us aha dan inves tasi pada pus at-pusat
sekitarnya pertumbuhan Idi Rayeuk.
• Mengembang kan infras truktur das ar, kemudahan akses trans portasi, pelayanan admi nistrasi
dan lalu lintas keuangan.
• Memfasilitasi promosi wilayah dan investasi pembangunan sarana penunj ang Pelabuhan
Perikanan dan sektor industri.
3 Kawasan Pusat • Memberikan kemudahan perijinan, prosedur pengembangan kegiatan usaha dan kemudahan
Pertumbuhan berinvestasi pada kawasan pusat pertumbuhan Labuhan Haji.
Labuhan H aji dan • Membangun kel engkapan pras arana penunj ang kegiatan us aha dan inves tasi pada pus at-pusat
Sekitarnya pertumbuhan Labuhan Haji.
• Mengembang kan infras truktur das ar, kemudahan akses trans portasi, pelayanan admi nistrasi
dan lalu lintas keuangan.
• Memfasilitasi promosi wilayah dan investasi pembangunan sarana penunj ang Pelabuhan
Perikanan Nus antara, pelabuhan Niaga, dan Sektor Pariwis ata.
4 Kawasan Pusat • Memberikan kemudahan perijinan, prosedur pengembangan kegiatan usaha dan kemudahan
Pertumbuhan berinvestasi pada kawasan-kawasan pusat pertumbuhan Si ngkil.
Singkil dan • Membangun kel engkapan pras arana penunj ang kegiatan us aha dan inves tasi pada pus at-pusat
sekitarnya pertumbuhan Singkil.
• Mengembang kan infras truktur das ar, kemudahan akses trans portasi, pelayanan admi nistrasi
dan lalulintas keuangan.
• Memfasilitasi promosi wilayah dan investasi pembangunan s arana penunjang pariwis ata dan
pelabuhan dunia usaha pada pus at Singkil.
II Kawasan Strat egis Penang anan Kondisi Kritis Ling kungan
5 Kawasan Rawan • Membangun jal ur-jalur evakuasi pada daer ah-daerah permukiman yang tergolong rawan dari
Benc ana (tsunami, ancaman benc ana alam
banjir, tanah • Pemerintah kabupaten/ kota menerapkan disins entif melalui penetapan pajak yang tinggi
longsor, dan gempa terhadap pihak ketiga yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan pada kawasan rawan
bumi) benc ana.
Jenis Kawasan
No Langkah-langkah dan Pengend alian
strategis
6 Kawasan Strategis • Refer kembali mengenai Lang kah-Langkan Pengendalian Kawasan Lindung di Wilayah Pesisir
Kelestarian NAD (Tabel 6.1.1).
Lingkungan dan
Perlindungan Alam
III Kawasan Strat egis Pengemb angan Kawasan Tertinggal
7 Kawasan Tertentu • Memberikan kemudahan perijinan, prosedur pengembangan kegiatan usaha dan kemudahan
Pengembang an berinvestasi pada kawasan-kawasan tertinggal.
Kawasan • Memfasilitasi promosi wilayah dan potensi pengembangan wilayah untuk menarik minat
Tertinggal investasi dan pengembangan dunia usaha pada.
(Kabupaten Ac eh • Membangun keleng kapan s arana dan prasarana penunjang kegiatan usaha dan investasi pada
Singkil, Simeulue,
pusat-pus at pertumbuhan wilayah pesisir.
dan Aceh Jaya)
• Mengembang kan infras truktur das ar, kemudahan akses trans portasi, pelayanan admi nistrasi
dan lalulintas keuangan pada wilayah pus at pertumbuhan pesisir.
IV Kawasan Strat egis b agi Pertahan an dan Keam anan
8 Kawasan str ategis • Mengendalikan dampak negatif dari pembuangan amunisi militer terhadap ekosistem perairan
bagi Pertahanan
dan Keam anan
BAB 8
ARAHAN KELEMBAGAAN PENATAAN
RUANG
Salah satu masalah pasca penyusunan penataan ruang adalah mengaplikasikan arahan kebijakan pengelolaan
melalui program-program yang nyata. Seringkali program-program tidak dapat dijalankan sesuai dengan
tujuan dan arahan karena beberapa kendala, seperti pendanaan, tidak adanya partisipasi masyarakat dan
dunia usaha, tidak konsistennya pengambil kebijakan di daerah, belum adanya aturan hukum yang tegas
mengatur serta tumpang tindihnya kewenangan lembaga-lembaga terkait. Dengan memperhatikan rencana,
mekanisme pengelolaan, dan pengendalian yang telah ditetapkan, bab ini akan memberikan arahan tindak
lanjut dari sisi kelembagaan sehingga permasalahan di atas dapat ditekan.
Dalam pemantauan dan pengendalian ini perlu ada indikator sosial ekonomi dan lingkungan
sebagai dasar penilaian. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan data dan informasi aw al
sebelum pelaksanaan suatu program kegiatan dimulai dengan menyusun indikator pencapaian
hasil. Evaluasi dari pemantauan dan pengendalian adalah laporan periodik yang dapat
disampaikan pada Gubernur sebagai koordinator Badan Koordinator Pengelolaan Pesisir.
Laporan ini yang kemudian dijadikan eveluasi terhadap hasil kinerja dan selanjutnya menjadi
bahan untuk merevisi rencana, menyesuaikan dan menyempurnakan kegiatan dalam
peninjauan rencana tata ruang setiap 5 tahunnya, serta digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan lembaga yang menangani program serta hasil yang dicapainya. Kelembagaan dan
kew enangan dari masing- masing instansi terkait dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 8.1.1. Kelembagaan Tata Ruang Pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Perencanaan TTR Pemanfaatan Ruang Pengendalian
No Kegiatan Penyusun Perizinan
Wilayah Sektoral WAS DAL
Program Prinsip IMB/ Lokasi
A. Kawasan Lindu ng
1 Penyusunan RUT RW Stakeholders Stakeholders Stakeholders Pemerintah Dinas-Dinas Mas yarakat Aparat
Pesisir tingkat di tingkat tingkat Propinsi atau Kabupaten dan Dinas penegak
Propinsi Kabupaten Kabupaten Dinas-Dinas (berdasar hukum;
(BKPKP) Pem.Prop. TUPOKSI) Dinas-Dinas
2 Kawasan Bergambut Dinas Dinas Dinas Dinas Dinas
Kehutanan Kehutanan Kehutanan Kehutanan Kehutanan
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Berkaitan dengan persoalan kelembagaan dalam aplikasi tata ruang, per masalahan biasanya
terkait dengan kurangnya koordinasi, ego sektoral masing- masing instansi pelaksana teknis,
keterbatasan pendanaan, tidak ada dukungan dari masyarakat atau kelompok dunia usaha
sebagai salah lembaga atau pemangku kepentingan dan keterbatasan kemampuan
sumberdaya aparat. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang, berikut diusulkan struktur kelembagaan
pengelola pesisir terpadu seperti gambar berikut:
Badan
Koordinator Penasehat Ilmiah &
Pengelola Penasehat Teknis :
Kawasan Pesisir
- Departemen T eknis
- Perguruan T inggi
Management
Gugus Tugas
Gambar 8.1.1. Struktur Organisasi Badan Koordinator Pengelola Kawasan Pesisir Terpadu
Bupati/w alikota memilih satu perw akilan dari masing- masing pemangku kepentingan
termasuk lembaga adat baik formal maupun non formal yang masih aktif dari daerahnya,
perw akilan dari akademisi terkait, badan pengelola dari instansi terkait lain yang sudah ada
sebelum terbentuknya badan koordinator untuk menjadi anggota. Tugas dari badan ini
adalah membuat kebijakan dan melakukan koordinasi dalam penyelenggaraan program-
program kegiatan pengelolaan terpadu tata ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
mendorong kabupaten/kota untuk membuat rencana tata ruang yang terpadu dengan tata
ruang provinsi, memantau pelaksanaan program-program tata ruang kabupaten/kota dan
mengkoordinir pelaksanaan program-program yang melampaui lintas kabupaten.
2. Manajemen
Anggota dari managemen badan koordinator pengelolaan pesisir diangkat dari orang yang
mempunyai kualifikasi dan kapasitas dalam menjalankan organisasi. Sekretaris
kabupaten/kota secara ex officio menjadi anggota dari managemen dibantu oleh staff/orang
yang berkompeten untuk membantu fungsi-fungsi seperti tercantum dalam tugas dan
tanggung jaw ab managemen. Gaji dan pengeluaran managemen lainnya dibebankan pada
kabupaten/kota melalui anggaran A PBD masing-masing. Adapun tugas dari managemen
yaitu memberikan dukungan dan mengkoordinasikan semua aspek usaha pengelolaan,
termasuk melibatkan para pemangku kepentingan w ilayah pesisir ditiap-tiap
kabupaten/kota. Secara insidentiil, managemen dapat diberikan tugas untuk mendukung
pengorganisasian kegiatan yang sifatnya lintas kabupaten/ kota. Dengan tugasnya yang
demikian itu, managemen mempunyai tanggung jaw ab yaitu :
a. Memberikan dukungan pada badan koordinasi, gugus tugas, penasehat ilmiah dan
teknis maupun kelompok kerja yang mencakup antara lain mempersiapkan agenda
pertemuan, mempublikasikan dan memfasilitasi pertemuan.
b. Memfasilitasi persiapan pr ioritas anggaran tahunan dan program kegiatan pengelolaan
pesisir, pencarian anggaran dana dari luar untuk kegiatan program khusus, menyiapkan
proposal penggalangan dana.
c. Mengumpulkan informasi mengenai hasil pengelolaan pesisir.
d. Membuat laporan tahunan mengenai kemajuan kegiatan pada Badan Koordinator
Pengelola Pesisir.
e. Memfasilitasi keter libatan masyarakat mengenai kegiatan pengelolaan pesisir.
f. Memfasilitasi program khusus seperti penelitian atau pemantauan.
dan lain-lain. Tugas dari tim ini adalah memberikan pedoman dan arahan serta memberikan
saran, masukan ilmiah dan teknis pada Badan Pengelola Kaw asan Pesisir dalam membuat
kebijakan pengelolaan pesisir agar rencana program pengelolaan kaw asan pesesir sesuai
dengan pertimbangan teknis maupun ilmiah. Tim ini dapat juga dimintai saran dan
pertimbangan pada gugus tugas dan w ajib diminta saran terhadap kegiatan diluar program
yang sudah ditetapkan, yang dilakukan oleh kelompok kerja terpadu. Oleh karenanya, tim
teknis dan ilmiah mempunyai tanggung jaw ab sebagai berikut :
a. Memberikan saran mengenai pengembangan, implementasi program, serta
pengaw asan jangka panjang.
b. Memberikan informasi ilmiah dan teknis mengenai w ilayah penelitian, sumber daya alam
dan penggunaannya bagi manusia.
c. Memberikan saran mengenai penelitian yang diperlukan untuk membuat dan
menyempurnakan program pengelolaan dan menjalankan tugas rencana kerja tahunan.
d. Memberikan masukan evaluasi dan teknis lainnya yang diperlukan.
e. Mengintegrasikan kajian-kajian ilmiah dengan pengalaman praktis di lapangan yang
berkaitan dengan pengelolaan yang berkelanjutan.
4. Gugus Tugas
Gugus tugas disini ada 2 yaitu gugus tugas provinsi dan gugus tugas kabupaten/kota.
Gugus tugas provinsi bertugas mengkoordinasikan dan memberi dukungan kepada upaya-
upaya yang akan dilakukan oleh kabupaten dan kota, serta mengembangkan strategi
pengelolaan kaw asan pesisir dan laut di seluruh provinsi sesuai dengan arahan dari
rencana tata ruang. Sedangkan gugus tugas kabupaten/kota bertugas mengaw asi
pelaksanaan program dan menjadi penghubung antara pemerintah daerah dan menjadi
penghubung antara pemerintah daerah dan desa. Anggota gugus tugas provinsi adalah
Kepala Bappeda provinsi, instansi atau badan pengelola ditingkat provinsi yang terkait, yang
dikoordinir oleh Kepala Bappeda. Sedangkan anggota gugus tugas kabupaten/kota adalah
Kepala Bappeda kabupaten/kota dan dinas atau instansi lain yang ada di kabupaten.
5. Pelaksana Teknis
Anggota dari pelaksana teknis adalah lembaga pemerintah yang langsung terkait program-
program pengelolaan dan pemanfaatan ruang sesuai dengan arahan dari rencana tata
ruang provinsi atau kabupaten/kota. Secara umum tim teknis mempunyai tanggung jaw ab
untuk menjalankan program-program aksi pengelolaan dan pemanfaatan ruang kaw asan
pesisir yang telah disetujui dan disahkan oleh badan koordinator. Dalam hal ini leading
sektor diserahkan pada dinas atau instansi yang langsung berkepentingan dibaw ah
koordinasi dari gugus tugas masing- masing kabupaten/kota. Dengan demikian tanggung
jaw ab dari tim ini adalah :
a. Membantu gugus tugas dalam pelaksnaan program dan kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan kaw asan pesisir.
b. Membantu pelaksanaan kegiatan yang diusulkan oleh kelompok kerja (berdasarkan
temuan pengelolaan isu di lapangan melalui gugus tugas).
program atau kegiatan dari dinas atau lembaga lain yang menyangkut tata ruang yang menjadi
kew enangan provinsi. Oleh karenanya badan ini diberikan kew enangan yang luas untuk
mengklarifikasikan, mengkoordinir usulan program-program serta memfasilitasi kepentingan
antar dinas yang mempunyai kew enangan dalam satu ruang yang sama untuk disampaikan
pada gubernur selaku pengambil kebijakan. Ter masuk kew enangan disini adalah mengkaji
bersama beberapa dinas terkait dan tim ahli dari perguruan tinggi serta tokoh masyarakat
sehubungan dengan rencana investasi dari calon investor, untuk kemudian memberikan
rekomendasi keuntungan dan kerugian rencana investasi bagi Masyarakat Aceh agar gubernur
selaku pengambil kebijakan dapat menolak atau mener ima calon investor.
mengamankan kaw asan perlindungan dan kaw asan penyangga dari segala jenis
kegiatan yang ter lalu cepat berkembang, antara lain penetapan peraturan yang ketat
dalam pemberian ijin di kaw asan yang direncanakan sebagai kaw asan lindung dan
penyangga.
Berdas arkan ketentuan Pas al 167 jo Pas al 170 jo Pasal 172 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006,
Pemerintah Provinsi NAD dan kabupaten/ kota mempunyai kewenangan untuk membangun atau mengelola
pelabuhan bebas. Kewenangan mengelola pelabuhan bebas Sabang menguntung kan secara ekonomi dan
dalam implementasinya terdapat koordinasi pengelol aan termasuk peruntukan lahan dan ruang. Berdas ar kan
Pasal 149 jo Pasal 156 U ndang-Undang Pemerintahan Aceh, kekayaan sumberdaya laut di bawah
kewenangan Pemerintahan Provinsi yang dapat dikelola untuk mewujudkan kesejahteraan mas yar akat.
Wilayah pesisir dan laut Provinsi NAD memili ki arti strategis dengan potensi sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan yang kaya.
BAB 9
Rekomendasi dan Catatan Penutup
Bab ini merupakan penutup dari Buku Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Pesisir Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Dalam bagian ini merumuskan beberapa butir rekomendasi penting bagi pengelolaan wilayah
pesisir Provinsi NAD serta dilengkapi dengan draft akademik tentang rencana umum tata ruang wilayah
pesisir Provinsi NAD yang nantinya berguna untuk dikontribusikan sebagai salah satu masukan dalam
penyusunan produk hukum (Perda/Qanun) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
9.1. Rekomendasi
Sesuai yang diamanatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 dan berdasarkan harapan agar RUTRW
Pesisir Provinsi NAD ini dapat operasional, maka RUTRW Pesisir Provisi Nanggroe Aceh
Darussalam perlu:
1. Diperkuat dengan payung hukum yang jelas. Adapun alternatif payung hukum tersebut
dapat berbentuk :
• Peraturan daerah (perda) atau Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dimana rencana umum tata ruang w ilayah pesisir masuk
menjadi salah satu bagian di dalamnya.
• Peraturan Gubernur tentang rencana umum tata ruang w ilayah pesisir Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Diperkuat dengan penyusunan rencana rinci kaw asan strategis w ilayah pesisir Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang telah diidentifikasi pada dokumen ini. Adapun kaw asan
strategis dalam rencana umum tata ruang w ilayah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang perlu ditindaklanjuti dalam rencana rinci adalah sebagai berikut:
• Rencana Rinci Kaw asan Bahari Terpadu Banda Aceh-Sabang
• Rencana Rinci Pertumbuhan Ekonomi Pesisir WPP-A, WPP- B, WPP- C, dan WPP- D
• Rencana Rinci Kaw asan Tertinggal Wilayah Pesisir (Aceh Singkil dan Simeulue)
• Rencana Rinci Kaw asan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
• Rencana Rinci Kaw asan Suaka Perikanan di Seruw ay dan Peureulak ( Induk Udang),
Simeulue, dan Pulau Bangkaru Kep. Banyak ( Habitat Penyu)
• Rencana Rinci Daerah Perlindungan Terumbu Karang
3. Melakukan inisiatif pengusulan agar Taman Wisata Laut (TWL) Kepulauan Banyak dapat
ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional Laut (TNL).
Tim penyusun berharap dokumen ini dapat ber manfaat bagi semua pemangku kepentingan di
bidang pengembangan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Tim penyusun mengucapkan ter ima
kasih atas semua bantuan dan kontribusi dari Tim Teknis dan Satker Pembinaan Keuangan dan
Perencanaan – Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD- Nias.
TIM PENYUSUN
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, Laode M. 1998. Budi Daya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 97 hal.
Allen, G. 2000.Marine Fishes of South – East Asia. PT. Java Books Indonesia. Jakarta. 292 p.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2006.
Kajian Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pantai Timur dan Pantai Barat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Lhokseumawe Tahun 2004-2014. Lhokseumaw e.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Aceh Barat Daya. Kabupaten Aceh Barat Daya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Besar. Kabupaten Aceh Besar.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
Kawasan Kota Blang Pidie (Ibukota Kabupaten Aceh Barat Daya). Kabupaten Aceh
Barat Daya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Nagan Raya. Kabupaten Nagan Raya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Aceh Tamiang 2004-2013. Kabupaten Aceh Tamiang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. Draft Awal Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Provinsi NAD Tahun 2004-2009. Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Gambaran Umum dan Data Pokok
Pembangunan. Kabupaten Pidie. Pidie.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Rencana Umum Tata Ruang Daerah.
Kabupaten Aceh Barat Daya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bireuen dan Kawasan Permukiman Utama. Kabupaten Bireuen.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Langsa. Kota Langsa.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Aceh Besar dan Kawasan Permukiman Utama Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Kabupaten Aceh Besar.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Aceh Timur dan Kawasan Permukiman Utama. Kabupaten Aceh Timur.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Singkil. Kabupaten Singkil.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten Aceh Utara.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Simeulue. Kabupaten Simeulue.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kerja sama Direktorat Penataan Ruang dan
Lingkungan BRR. 2007. Prosiding Diskusi Terbatas Kebijakan Pemanfaatan dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi NAD Menuju Pembangunan Berkelanjutan.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NAD
2000-2005. 2006. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sabang
2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kota Sabang.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banda Aceh
2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kota Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Besar 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Besar.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pidie
2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Pidie.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Bireuen 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Bireuen.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Utara 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Utara.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota
Lhokseumawe 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan
Perencanaan Pembangunan (BA PPEDA). Kota Lhokseumaw e.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Timur 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Timur.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Langsa
2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kota Langsa.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Tamiang 2000-2004. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Tamiang.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Jaya 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Jaya.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Barat 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Nagan
Raya 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Nagan Raya.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Barat Daya 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan
Perencanaan Pembangunan (BA PPEDA). Kabupaten Aceh Barat Daya.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Selatan 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Selatan.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh
Singkil 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Aceh Singkil.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Simeulue 2000-2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan (BAPPEDA). Kabupaten Simeulue.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Aceh Dalam Angka 2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik
dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe Aceh Darussalam.
Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kota Banda Aceh Dalam Angka 2005. Kerjasama Badan
Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Bireuen Dalam Angka 2005. Kerjasama Badan
Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kota Lhokseumawe Dalam Angka 2005. Kerjasama Badan
Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kota Langsa Dalam Angka 2005. Kerjasama Badan Pusat
Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Timur Dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Jaya Dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Barat Dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Nagan Raya dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Barat Daya Dalam Angka 2005.
Kerjasama Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov.
Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Kabupaten Aceh Singkil Dalam Angka 2005. Kerjasama
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Indeks Pembangunan Manusia. Direktorat Analisis Statistik.
Prov. Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD- NIAS. 2006. Studi Integrasi Pengembangan Banda
Aceh-Sabang dan Sekitarnya. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NA D-NIAS. 2006. Studi Pengembangan Tata Ruang Kota
Balohan Sabang. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sabang.
Badan Standar Nasional (BSN). 2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan
Sederhana Tidak Bersusun di Daerah Perkotaan. Standar Nasional Indonesia. Jakarta.
Barbier, E.B, Acreman, M. and Know ler, D. 1997. Economic Valuation of Wetlands : A Guide for
Policy Makers and Planners. Ramsar Convention Bureau, Gland, Sw itzerland.
Boney. 1989. Phytoplankton. Edw ard Co. 245p.
Bougis, P. 1979. Marine Plankton Ecology. Elsevier Pub. Co. 186p.
CERC. 1984. Shore Protection Manual, US Army Coastal Engineering Research Center,
Washington (SPM, 1984).
Cintron, G, dan Y. S Novelli. 1984. Methods of Studying Mangrove Structure dalam Editor
Snedaker, S. C. dan Snedaker. J. S. The Mangrove Ecosystem: Research Metods.
UNESCO Paris, France. pp 91-113.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2005. Perikanan dalam Angka Provinsi NAD Tahun 2004.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Dinas Per ikanan dan Kelautan Provinsi NAD. 2006. Survey Potensi Sumberdaya Induk Udang
Windu Pasca Tsunami.
Dirjen Perikanan Tangkap, DKP. 2005. Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Kelautan
dan Perikanan di Tepi Barat Sumatera.
Dinas Perkotaan dan Per mukiman. 2006. Penyusunan Indikator Makro Perencanaan Dan
Pengembangan Ekonomi-Sosial-Budaya (EKOSOB). Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Banda Aceh.
Dinas Perkotaan dan Per mukiman. 2006. Penyelesaian RTRW Kabupaten Aceh Selatan dan
Kawasan Permukiman Utama Kota Tapak Tuan (Buku II RDTR Kota Tapak Tuan).
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh.
Dinas Perkotaan dan Per mukiman. 2006. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Pidie dan Kawasan Permukiman Utama . Kabupaten Pidie
Dinas Per kotaan dan Per mukiman. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Aceh Jaya dan Kawasan Permukiman Utama. Pr ovinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Banda Aceh
Dinas Perkotaan dan Per mukiman. 2006. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Banda Aceh. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh
DKP. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi dan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan
Per ikanan.
DKP Pr ovinsi NA D. 2003. Studi Perencanaan Pengembangan Pembangunan Kawasan Pesisir
(Budidaya dan Penangkapan) Provinsi NAD.
English, S., C. Wilkinsons and V. Baker. 1997. Mangrove, Bioethics and The Environment.
Prociding of International Bioethics Workshops in Madras ; Biomanagement of
Biogeoresources. Department of Zoology, University of Madras, Guindy Campus,
Chenai.
Emery, W.J. and R.E Thomson. 1998. Data Analysis Methods in Physical Oceanography.
Elsevier Science Publishers, UK. Pergamon. 634 pp.
Foster, R., A. Hagan, N. Pirera, C.A. Gunaw an, I. Silaban, Y. Yaha, Y. Manuputty, I. Hazam and
G. Hodgson. 2006. Tsunami and earthquake damage to coral reefs of Aceh, Indonesia.
Reef Check Foundation, Pacific Palisades, California USA 33pp.
Gloerfelt-Tarp, T & P.K. Kailola, 1991. Traw eld Fishes of Southern Indonesia and Northwestern
Australia. ADAB-DGFI-GATC. 406p.
Gunder mann, N & D.M. Popper, 1984. Notes on the Indo Pasific Mangal Fisheries and on
Mangrove Related Fisheries. W. Junk Pub. 320p.
Hodgson G, L Mohajerani, J Liebeler, D Ochavillo, CS Shuman. 2003. MAQTRA C: Mar ine
Aquarium Trade Coral Reef Monitoring Protocol. Reef Check, Institute of the
Environment, University of California, Los Angeles, Los Angeles, CA. 55 p.
Jonsson dkk., 1990. dalam Tutorial Surface Water Modelling System 8.1. Enginer and
Researchment. USA.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 034 Tahun 2002 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Laut.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-42/ MENLH/10/1996 tentang Baku
Mutu Air Laut.
Kitamura, S., Anw ar, C., Chaniago, A. dan Baba, S. 1997. Handbook of Mangrove in Indonesia ;
Bali dan Lombok. International Society for Mangrove Ecosystem. Denpasar. 119 pp.
Krebs, C. J. 1989. Ecologica ; Methodology. Harper and Row Publisher. New York. 654 pp.
Lakhan, V.C. and A.S Trenhaile. 1989. Applications in Coastal Modelling. Elsevier Science
Publishers, Netherlands, 387 pp.
Latief, H. 2002. Oseanografi Pantai Volume 1. Departemen Geofisika dan Meteorologi. ITB,
Bandung. 162 hlm.
Low e-McConnell, R.H., 1991. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. Cambridge
Press. 392p.
Martoyo, dkk. 2006. Budidaya Teripang. Penebar Sw adaya. Depok. 75 hal.
Mueller – Dombois, D and Ellenberg, H. 1974. Aims and Methodes of Vegetation Ecology. John
Willey. London.
Mulyadi, 1985. Zooplankton di Beberapa Perairan Mangrove Indonesia. Majalah Oseana. Vol
10. LON-LIPI. Hal 21-23.
New ell, G.E.,and New ell, R.C. 1977. Marine Plankton.A Practical Guide .5th Ed.,Hutchinson &
Co Publisher Ltd., London.
Nirnama. 1988. Ensiklopedia Indonesia. Seri Fauna Ikan. Ichtiar Baru. 216 hal.
Noor, Y. R., Khazali, M. dan I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. PKA/WI- IP, Bogor, 220 hlm.
Odum, P. E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 630 hlm.
Omori, T dan T. Ikeda, 1984. Methods in Marine Zooplankton Ecology. John Willey and Sons,
Inc, NewYork.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Daftar Kaw asan
Lindung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Pratikto, W.A. 2005. Integrated Estuary Management Policy. Dirgen. Marine, Coastal, and Small
Island Affairs, Jakarta.
Ramsar Convention Secretariat, 2004. Ramsar handbook for the w ise use of wetlands:
Managing w etland. 2nd Edition Ramsar Convention Secretariat, Gland, Sw itzerland.
Ramsar Convention Secretariat, 2004. Ramsar handbook for the w ise use of w etlands: Wetland
inventory. 2nd Edition Ramsar Convention Secretariat, Gland, Sw itzerland.
Ramsar Convention Secretariat, 2004. Ramsar handbook for the wise use of w etlands: Coastal
management. 2nd Edition Ramsar Convention Secretariat, Gland, Sw itzerland.
Ramsar Convention Secretariat, 2004. Ramsar handbook for the w ise use of wetlands:
Peatlands. 2nd Edition Ramsar Convention Secretariat, Gland, Sw itzerland.
Romimohtarto, K. dan Sri Juw ana, 1998. Plankton Larva Hewan Laut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi – LIPI. 527 hal.
Romimohtarto, K. dan Sri Juw ana, 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI. 526 hal.
Rudi, E. 2005. Kondisi terumbu karang di Perairan Sabang Nanggroe Aceh Darussalam setelah
Tsunami. Majalah Ilmu Kelautan. Vol 10(1):50-60
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta Bogor. 508 hal.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Corespondence Cource Center. Jakarta. 103 hal.
Setiaw an, A. 2001. Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Pulau Ajkwa dan Kamora,
Kab. Mimika, Papua. FPIK Undip (Laporan Skripsi ).
Soemitro, Ronny Hanitio. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta Prenada Media. Jakarta.
Sparre, P dan Venema S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Organisasi Pangan
dan Pertanian Dunia (FAO)- Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Terj.), Jakarta. Indonesia.
Sumich, J.L., 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life. Wm. C. Brow n Publisher, New
York. 449p.
Syahid, M. dkk. 2006. Budidaya Udang Organik secara Polikultur. Penebar Sw adaya. 2006. 75
hal.
Sze, P., 1993. A Biology of the Algae. WC. Brow n Pub. 259p.
Tarigan,R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Tomlinson, P. B. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press, New -York. 419
pp.
Triatmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 397 hlm.
48. Keputusan Menteri Kelautan dan Per ikanan Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Sistem
Pengaw asan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya
Per ikanan dan Kelautan
49. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 60 Tahun 2001 Tentang Penataan
Penggunaan Kapal Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
50. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengaw asan Penangkapan Ikan
51. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu
52. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil
53. Keputusan Menteri Kelautan dan Per ikanan Nomor 46 Tahun 2002 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan Pantai
54. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Umum Pengaw as Penataan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengaw as
55. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002 Tentang Tata Kerja
Pejabat Lingkungan Hidup di Propinsi / Kabupaten Kota
56. Keputusan Menteri Per mukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang.
57. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 40 Tahun 2003 Tentang Kriteria
Perusahaan Perikanan Skala Kecil dan Skala Besar di Bidang Usaha Penangkapan
Ikan
58. Keputusan Menter i Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Penentuan
Status Mutu Air.
59. Keputusan Bersama Menteri Lingkungan Hidup, Kejaksaan, Kepolisian Nomor
Kep.04/MENLH/04/2004, Kep.208/A/J.A/04/2004, Kep.19/IV/2004 Tentang Penegakan
Hukum Lingkungan Terpadu (SATU ATA P) antara Menteri Lingkungan Hidup,
Kejaksaan dan Kepolisian
60. Keputusan Menteri Kelautan dan Per ikanan Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pelabuhan Perikanan
61. Keputusan Menteri Kelautan dan Per ikanan Nomor 11 Tahun 2004 Tentang
Pelabuhan Pangkal bagi Kapal Ikan
62. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2004 tentang Pedoman
Umum Investasi Pulau- Pulau Kecil.
63. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut.
64. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Izin
Usaha Penangkapan Ikan
65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Kaw asan Perkotaan
66. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimew a Aceh Nomor 2 Tahun 1990 Tentang
Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-Kebiasaan Masyarakat
Beserta Lembaga Adat di Propinsi Istimew a Aceh
67. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimew a Aceh Nomor 3 Tahun 2000 Tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Permusyaw aratan Ulama ( MPU)
Propinsi Daerah Istimew a Aceh
68. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimew a Aceh Nomor 7 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat
69. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
70. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 15 Tahun 2002 tentang Per izinan
Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
71. Peraturan Daerah / Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 16 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
72. Peraturan Daerah / Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 17 Tahun
2002 tentang Izin Usaha Perikanan
73. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
74. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
75. Qanun Pr ovinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 2 Tahun 2003 tentang Susunan
Kedudukan dan Kew enangan Kabupaten/Kota Dalam Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
76. Qanun Pr ovinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003 tentang Susunan
Kedudukan dan Kew enangan Pemerintahan Kecamatan dalam Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam
77. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Mukim dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
78. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Gampong dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
c. Ketentuan Umum
Ketentuan umum berisikan beberapa pengertian-pengertian dasar yang diatur dalam
Qanun. Pengertian-pengertian dasar yang perlu dimasukkan dalam Qanun yang mengatur
masalah tata ruang w ilayah pesisir antara lain:
1. Provinsi adalah daerah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimew a dan diberi kew enangan khusus
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/kota adalah bagian dari daerah provinsi Aceh sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kew enangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang bupati/w alikota.
3. Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemer intahan Aceh yang terdiri atas
Gubernur dan perangkat daerah Aceh.
4. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/ kota di Provinsi Aceh yang terdiri atas bupati/w alikota dan perangkat
daerah kabupaten/kota.
6. Bupati/w alikota adalah kepala pemerintah daerah kabupaten/kota di Propinsi Aceh
yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
7. Ruang adalah w adah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan w ilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Aceh selanjutnya disebut dengan RTRW
Propinsi adalah arahan kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang yang menjadi
pedoman bagi penataan ruang w ilayah propinsi yang merupakan dasar dalam
penyusunan program.
29. Kaw asan strategis provinsi adalah w ilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
30. Kaw asan strategis Kabupaten/Kota adalah w ilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten/Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
33. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang ter masuk masyarakat hukum
adat dan/atau badan hukum.
34. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta pengumpulan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya;
35. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegaw ai
negeri Sipil tertentu yang diberi w ewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan
4) Arahan Model dan lokasi untuk kaw asan pemukiman sebagaimana dimaksud
tercantum dalam RTRW propinsi sebagai bagian tidak terpisahkan dari qonun.
10. Kaw asan pemanfaatan ruang untuk Pertambangan
1) Pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota mendorong dilakukan
eksplorasi dan pengelolaan potensi sumber daya alam mineral, energi dan bahan
galian di kaw asan pesisir dengan tetap memelihara keberlanjutan cadangan sumber
daya alam serta memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup.
2) Pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam sebagaimana dimaksud dengan
melibatkan masyarakat setempat
3) Lokasi prioritas pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana dimaksud terdapat
pada RTRW Propinsi sebagai bagian tidak terpisahkan dar i Qanun.
11. Kaw asan pemanfaatan ruang untuk Perindustrian
Pemerintah kabupaten/kota membina peningkatan ketrampilan, managemen w irausaha
perikanan masyarakat pesisir menuju industri perikanan dan sarana prasarana
pendukungnya.
12. Kaw asan pemanfaatan ruang untuk pertanian,
1) Pemerintah kabupaten/Kota memfasilitasi peningkatan pengetahuan masyarakat
petani di w ilayah pesisir untuk peningkatan produktifitas dan keseimbangan lahan.
2) Pemanfaatan lahan di kaw asan ruang dilakukan untuk pertanian lahan basah, lahan
kering dan perkebunan dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan.
13. Kaw asan pemanfaatan ruang untuk mitigasi Bencana
1) Pemerintah propinsi dan atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kew enangannya
bersama dengan masyarakat w ajib melakukan tindakan antispasi pada kaw asan-
kaw asan raw an bencana. akibat abrasi, akresi, gempa bumi, gelombang pasang
tinggi, banjir, dan longsor.
2) Kaw asan rawan bencana sebagaimana dimaksud meliputi akibat abrasi, akresi,
gempa bumi, gelombang pasang tinggi, banjir, dan gerakan tanah yang terdapat di
Kaw asan:
a) Kaw asan rawan bencana akibat Abrasi di pantai leupung, lhok nga, Lamno,
Maulaboh, Teunom, Blang Pidie, Blang dalam sampai Tapak tuan, Indra dalam
sampai Trunom (Aceh Selatan), Leuw eng sampai Panteraja, Lhoksemauw e
dan kuala idi.
b) Kaw asan rawan bencana akibat Akresi terdapat di Muara Krueng leupueng,
Lhok Nga dan Muara krueng Tunong dan Krueng Lambeso dan Lamno, Muara
krueng Brimotong dan krueng Bayeun (teluk langsa), Muara krueng Raya
sampai Krueng Jungku.
c) Kaw asan rawan bencana akibat Gempa terdapat di sekitar pesisir tapak tuan
sampai Meulaboh, Lhoong sampai Banda Aceh, Calang dan Simeulue.
d) Kaw asan rawan bencana akibat Gelombang Pasang Tinggi/ Tsunami terdapat
di sepanjang pantai Banda Aceh, Calang, Meulaboh, Tapak Tuan dan
Simeulue.
e) Kaw asan raw an bencana akibat banjir terdapat di hampir seluruh w ilayah
Kabupaten Aceh Tamiang, w ilayah kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa,
Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen.
f) Kaw asan rawan bencana akibat longsor terdapat di Kabupaten Aceh Besar
(Lhok Nga), Kabupaten Aceh Jaya (Geumaprong, Lhok Kruet), Kabupaten
Aceh Barat Daya (Labuhan Haji, Tanjung Bungo Susoh) dan kabupaten Aceh
Selatan ( Indra drama, Tapak tuan, Blang Dalam)
3) Lokasi-lokasi dalam kaw asan raw an bencana sebagaimana tersebut terdapat dalam
lampiran peta RTRW propinsi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari qonun.
14. Pengembangan kaw asan budidaya dan jenis peruntukannya sebagaimana dimaksud
harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam RTRW w ilayah propinsi
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari qonun.
2. Badan koordinator melakukan pengaw asan tata ruang yang terkait dengan program,
kegiatan pembangunan, pemberian dan penggunaan izin pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang
3. Pengaw asan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dengan melibatkan peran serta masyarakat lokal
4. Peran serta masyarakat dalam pengaw asan dapat dilakukan secara mandiri dengan
menyampaikan laporan atau pengaduan kepada pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota atau Badan Koordinator sesuai dengan kew enangannya
5. Apabila berdasarkan pengaw asan sebagaimana dimaksud ter jadi penyimpangan
administrasi pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten/kota harus segera
melakukan langkah penyelesaian sesuai dengan kew enangannya
6. Dalam hal terbukti terdapat penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang,
pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Untuk menjamin tujuan pemanfaatan ruang, pengaw asan sebagaimana dimaksud juga
dilakukan terhadap kinerja, fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang dan
kinerja standar minimal bidang penataan ruang yang ditujukan pada pengaturan,
pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang.
n. Penyelesaian Sengketa
1. Penyelesaian sengketa pemanfaatan ruang untuk pertama kali diupayakan melalui
prinsip musyaw arah mufakat
2. Apabila musyaw arah mufakat sebagaimana dimaksud tidak tercapai, para pihak dapat
menempuh jalur pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o. Penyidikan
(1) Pegaw ai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah propinsi atau pemerintah
kabupaten/kota yang lingkup tugas dan tanggung jaw abnya di bidang penataan ruang
diberi w ewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penyidik pegaw ai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berw enang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiw a
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam per kara tindak pidana
dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegaw ai negeri sipil sebagaimana dimaksud memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kew enangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan
tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegaw ai negeri sipil melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Penyidik pegaw ai negeri sipil sebagaimana dimaksud menyampaikan hasil penyidikan
kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana
yang berlaku.
p. Ketentuan Pidana
1. Setiap orang atau korporasi yang melanggar ketentuan pemanfaatan ruang yang telah
ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota diancam
dengan pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007
tentang penataan ruang.
2. Selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, korporasi dapat dijatuhi
pidana denda tambahan berupa:
a) Pencabutan izin usaha dan/atau
b) Pencabutan status badan hukum
q. Ketentuan Peralihan
1. Pada saat berlakunya qonun ini, semua peraturan daerah provinsi aceh yang berkaitan
dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diganti berdasarkan qonun ini.
2. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui
kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
3. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberikan masa
transisi selama 2 (dua) tahun untuk penyesuaian.
r. Ketentuan Penutup
1. RTRW Pesisir Wilayah Propinsi yang telah ditetapkan berlaku untuk jangka w aktu 20
tahun sejak ditetapkan
2. Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dilakukan 1 (satu) tahun sekali dalam 5
(lima) tahun
3. RTRW Pesisir sebagaimana dimaksud dapat diubah untuk disesuaikan dengan
perkembangan keadaan berdasarkan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud
diatas.
4. Hal yang belum diatur dalam qonun ini sepanjang mengenai pelaksanaanya diatur lebih
lanjut dengan keputusan Gubernur
5. Qanun mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Gubernur