Referat Migraine
Referat Migraine
Referat Migraine
/07120060003
BAB I
PENDAHULUAN
Sakit kepala adalah salah satu keluhan yang sering dikemukakan dalam praktek ilmu
penyakit saraf. Menurut International Headache Society, sakit kepala dibagi menjadi dua
kategori utama, yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder.
Sakit kepala primer adalah sakit kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan
dengan penyakit lain. Contohnya adalah sakit kepala tipe tension, migraine, dan cluster.
Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
akibat infeksi virus, adanya massa tumor, cairan otak, darah, serta stroke.
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana
migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.1
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat
Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada
wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.2
Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai migraine dengan tujuan menambah
pengetahuan kita akan gejala yang ditimbulkan, kriteria diagnosis, dan juga penatalaksanaan
yang tepat. Bagian yang akan lebih difokuskan adalah penatalakasanaan migraine yang
mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif, baik secara medikamentosa dan non-
medikamentosa.
1
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
BAB II
Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus venosus contohnya
sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada basal tengkorak, trigeminal, nervus
vagus dan glosofaringeal, arteri carotid interna proksimal dan cabang-cabang dekat sirkulus
willisi, periaqueductal gray matter batang otak, nukleus sensori dari thalamus. Thalamus
bertindak sebagai pusat sensori yang primitif dimana individu dapat secara samar merasakan
nyari, tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat ditentukan tempatnya.
Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri.
Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari
arteri vertebralis.
• Arteria Karotis
Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri
karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri karotis
eksterna adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur dalam di
daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri karotis
interna masuk ke dalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
karotis interna juga mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke dalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral. Arteri ini
merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis dan post-sentralis. Korteks
audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini seperti juga
2
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi pada lobus
sentralis tersebut.
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus
kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus
kalosum, dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik.
• Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak
melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya akan bersatu
membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak tengah dan bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasiliaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-
organ vestibular.
Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri
serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri
hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis bergabung
membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri
karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus
Willisi.
3
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
BAB III
MIGRAINE
3.1 Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1
3.2 Epidemiologi
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya. Prevalensi
tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat Amerika
Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.2 Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai
dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling
sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun
pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari
serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami
migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3
3.3 Etiologi
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki anggota
keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat
pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. 1,3 Namun, dalam migraine tanpa
aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan
hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy,
4
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik
CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
3.4 Klasifikasi
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual,
dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya
tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
3.5 Patofisiologi3,4
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren dengan aura.
Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung.
Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf
nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi
orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti
ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan
memperburuk sakit kepala.
5
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di
dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin
Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang
tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan
amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun
CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular,
sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf,
CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi.
Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan
takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja
CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita
migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada
korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan
stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi
rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat
ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif
nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine. Mekanisme
migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental
pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian
akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada
pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD).
Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan
6
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama
sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia
CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai
terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin
merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang
teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa
neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan,
terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat,
terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral,
stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi
pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis
dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama 4-72
jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia
dan fonofobia.
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-
gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada
7
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah
tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita
yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar
dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan
tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai,
tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa
dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba
dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit
kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu
yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama 24
jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila
makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini
adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan
perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi lanjut
dan kerusakan responsivitas CO2.
8
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan
dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari
atau beberapa hari.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,
metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat
memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama kali
mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala,
pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi
yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang
dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif,
kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI
9
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan
intracranial.
3.8 Diagnosis
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang
secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian
menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa aura.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan
motorik:
10
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-
bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang
lainnya > 5 menit.
3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
3.9 Tatalaksana4,6,7
3.9.1 Medikamentosa
Terapi Abortif
1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6
mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per
24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists. Golongan obat ini ditemukan
dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan adanya suatu
atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang
berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh
subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta
dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun,
aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.
11
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Farmakologi: Sumatriptan merupakan triptan yang termasuk dalam grup sulfonamide yang
bekerja membantu menstabilkan kadar serotonin di otak. Sumatriptan dan serotonin memiliki
kesamaan struktur. Subtipe reseptor spesifik yang diaktifkannya ada dalam arteri kranial dan
basilar. Sumatriptan diberikan beberapa bentuk, tablet, injeksi subkutan, dan nasal spray. Ketika
diinjeksikan, sumatriptan bekerja lebih cepat, tapi efek berakhir juga lebih pendek. Sumatriptan
dimetabolisme oleh monoamine oxidase A dan metabolitnya dieksresi melalui urin dan empedu.
Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang
sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
Cara kerja:
- vasokonstriksi kranial
Ketiga mekanisme kerja tersebut menghambat efek yang ditimbulkan oleh teraktivasinya serabut
aferen nosiseptif trigeminal (activated nociceptive trigeminal afferents); melalui mekanisme
inilah triptan menghentikan serangan akut migraine.
Efek Samping: flushing, lemah, mengantuk, mual, muntah, peningkatan tekanan darah
sementara.
Kontraindikasi:
12
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Interaksi obat:
2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan berkurang
dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal
adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray.
Farmakologi: Zolmitriptan merupakan agonis selektif reseptor 5-HT1B/1D yang merupakan triptan
generasi kedua yang iabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan kadar puncak plasma
terjadi dalam 2 jam. Bioavailabilitas absolute sekitar 40%. Waktu paruh zolmitriptan dan
metabolit N-desmethyl adalah 3 jam. Karena potensi metabolit 5HT1B/1D sekitar 2-6 kali obat
induk, maka metabolit berkontribusi besar dalam efek keseluruhan setelah pemberian
zolmitriptan.
Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak
ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau basilar.
13
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Dosis & Cara Pemberian: Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi
serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat
dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien sebaiknya mulai
dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan
tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering,
dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark
miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
Interaksi obat:
- Ergot: penggunaan keduanya dalam 24 jam harus dihindarkan karena dapat memperpanjang
reaksi vasospastik.
3. Eletriptan
Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT 1B, 5-HT1D dan 5-
HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi
yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1
pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory
neuropeptida. Eletriptan dapat diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dengan waktu
tercapainya kadar puncak plasma (Tmax) sekitar 1,5 jam. Eletriptan dimetabolisme terutama
14
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
oleh CYP3A4 dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 4 jam. Namun metabolitnya, N-
demethylated eletriptan, butuh waktu sekitar 13 jam karena metabolit tersebut juga aktif dan
menyebabkan vasokontriksi seperti obat induk.
Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian
sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut kering,
dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.
Interaksi obat:
4. Rizatriptan dengan dosis 5-10 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang setiap 2
jam sebanyak 2 kali. Dosis maksimum 30 mg/24 jam.
5. Naratriptan dengan dosis 1-2,5 mg po saat serangan migraine akut, boleh diulang
setelah 4 jam. Dosis maksimum 5 mg/24 jam.
6. Almotriptan dengan dosis 6,25-12,5 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang
setelah 2 jam sebanyak sekali. Dosis maksimum 25 mg/24 jam.
7. Frovatriptan dengan dosis 2,5 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang setelah 2
jam. Waktu paruhnya lebih panjang dari eletriptan sehingga sangat membantu bagi
pasien dengan serangan migraine yang panjang. Dosis maksimum 7,5 mg/24 jam.
8. Analgesik seperti aspirin
9. Analgesik opioid seperti meperidin 100 mg IM atau butorphanol tartat dengan nasal
spray 1 mg untuk setiap lubang hidung. Bisa diulang setelah 3 atau 4 jam berikutnya.
15
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan,
meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi
preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif
dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan,
pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan,
efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk
mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap
pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:
a. Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara
gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
16
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migraine.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk
mencegah serangan migraine.
Terapi abortif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat
serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan
sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti kurang tidur,
setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan
suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan
lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya
serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk
memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan
relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola
justru dapat menyebabkan migraine.
3.10 Prognosis
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada akhirnya, terutama
karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas
17
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor
risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun.
Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine.
Migrain dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu,
migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa
50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi
perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.8
18
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
BAB IV
KESIMPULAN
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana
migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.1
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat
Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada
wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.3,9
Migraine biasanya disebabkan oleh faktor genetik dimana 70-80% penderita migraine
memiliki anggota keluarga inti dengan riwayat migraine.3 Migraine dapat dipicu oleh keadaan
kurang tidur, stress, perubahan pola makan, setelah makan makanan tertentu, akibat perubahan
suhu, dan sebagainya.
Penatalakasanaan migraine mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif, baik secara
medikamentosa dan non-medikamentosa. Tujuan dari tatalaksana migraine adalah untuk
meredakan serangan migraine serta mencegah serangan yang berikutnya atau menurunkan
frekuensi kekambuhan. Obat pilihan dalam terapi abortif untuk saat ini adalah golongan triptan,
seperti sumatriptan. Sedangkan untuk terapi profilaktif dapat digunakan golongan beta-blocker,
calcium channel blocker, antidepresan, dan antikonvulsan.4,7
19
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village
TATALAKSANA MIGRAINE NATHANIA NADIA B. /07120060003
DAFTAR PUSTAKA
2007. p 289
5. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2010 Jun 3
[cited 2010 Sept 15]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-
diagnosis
6. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
7. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept 15].
Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm
9. Blanda, M. Migraine headache. [Internet]; 2010 Jul 12 [cited 2010 Sept 16]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/792267-overview
10. Chawla J. Migraine headache: Follow-up. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept 16].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-followup
20
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 23 Agustus 2010 – 26 September 2010
Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village