Agropolitan Ciwidey - 2
Agropolitan Ciwidey - 2
Agropolitan Ciwidey - 2
PENYUSUNAN MASTERPLAN
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
(KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY)
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.3. Sasaran
Soreang
Ciwidey
Rancabali
Pasir Jambu
Lokasi Studi
BAB 2
KERANGKA PEMIKIRAN
BAB 3
TINJAUAN KEBIJAKAN
Penyusunan Masterplan Kawasan Agropolitan Ciwidey diarahkan pada:
(1) keberimbangan pembangunan per kawasan; dan (2) pembangunan
perdesaan berbasis pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut, penyusunan
masterplan ini mengacu pada: (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang); (2) Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RJPMD) Kabupaten Bandung 2005-2010;
(3) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung 2007-2026;
Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTR) Kota Ciwidey 2004-2014; dan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Bandung 2004-
2009.
WP SOREANG-KATAPANG
SOREANG (Katapang, Ciwidey,
Pasirjambu, Rancabali)
WP CICALENGKA
Pemerintahan, Jasa & Perdagangan,
Permukiman, Pertanian, Pariwisata dan CICALENGKA (Nagreg, Cikancung)
Industri Non Polutif
Industri Non Polutif, Jasa &
Perdagangan, Pertanian dan
Permukiman
WP BANJARAN
BANJARAN (Pangalengan, Cangkuang,
Cimaung, Arjasari, Pameungpeuk)
Industri Non Polutif, Jasa & Perdagangan,
Permukiman, Pertanian, dan Pariwisata WP MAJALAYA
MAJALAYA (Ciparay,
Solokanjeruk, Pacet, Kertasari,
Paseh dan Ibun)
WP BALEENDAH Industri Non Polutif, Permukiman,
BALEENDAH (Dayeuhkolot, Bojongsoang) Pertanian, Jasa & Perdagangan
Jasa & Perdagangan, Pertanian, Industri Non
Polutif, Permukiman dan Pendidikan
3.3.4. Pengendalian
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan faktor kunci agar
alokasi pemanfaatan ruang tidak melanggar dari alokasi pemanfaatan
ruang yang sudah ditetapkan. Derajat perangkat pengendalian untuk
masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) tertera pada Tabel 3.1.
Wilayah Pengembangan
PERANGKAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN WP WP WP WP
No. WP WP
RUANG
Baleendah Cileunyi- Cicalengka
Soreang Majalaya Banjaran
Rancaekek
1. PERIJINAN
1.1 Pendayagunaan perijinan yang terkait dengan
pemanfaatan ruang
Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Ciwidey dibagi 3 (tiga) bagian menjadi:
o Bagian Utara (sub BWK Pasir Jambu)
o Bagian Tengah (Pusat BWK Ciwidey)
o Bagian Selatan (sub BWK Panundaan)
Pusat BWK Ciwidey melayani 2 sub BWK dan seluruh unit lingkungan di
kawasan perencanaan. Untuk pelayanan skala unit lingkungan dikembangkan
pusat-pusat lingkungan pada masing-masing desa sebagai unit lingkungan
terkecil.
Fungsi utama Pusat BWK Ciwidey adalah sebagai pusat kota. Adapun
fungsi penunjangnya adalah:
o Komersial (perdagangan dan jasa)
o Perkantoran
o Fasilitas sosial dan pemerintahan
Fungsi utama Sub BWK Pasirjambu adalah pertanian berbasis agribisnis.
Adapun fungsi penunjangnya adalah:
o Komersial (perdagangan dan jasa)
o Perumahan
o Fasilitas sosial dan pemerintahan
Fungsi utama Sub BWK Panundaan adalah jasa pendukung kegiatan
pariwisata. Adapun fungsi penunjangnya adalah:
o Fasilitas pemerintahan
o Pertanian berbasis agribisnis
o Perumahan
o Fasilitas sosial
Arahan komponen-komponen utama kegiatan Kota Ciwidey adalah
sebagai berikut:
1. Pusat kota dengan kegiatan utama perdagangan dan jasa, diarahkan pada
bagian central wilayah perencanaan, yaitu Desa Ciwidey.
2. Perumahan, akan dikembangkan di Sub BWK Pasirjambu dan Sub BWK
Panundaan dengan mengikuti jaringan jalan utama dan pada daerah kosong
yang potensial.
3. Komersial (perdagangan dan jasa), dikonsentrasikan pada kawasan pusat
kota termasuk Pasar Ciwidey dan juga pada koridor jalan utama kota, dengan
struktur sebagai berikut:
• Koridor primer/utama: sepanjang jalan Ciwidey
• Koridor sekunder: sepanjang jalan Lebak Muncang, jalan Panyocokan,
dan jalan baru Terminal-Panyocokan
4. Pengembangan fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya di Desa
Panyocokan
d. Rute pelayanan bagi penduduk yang berada di bagian timur dan selatan
pusat kota, yaitu diantaranya jalan Desa Tenjolaya, jalan Desa Marga
Mulya, bahkan bisa juga jalan Desa Sugih Mukti
e. Intinya arahan rute angkutan delman ini melayani penduduk yang tidak
terlayani angkutan kota
• Mengaktifkan kembali jalur kereta api Ciwidey-Kota Bandung.
A. Fisik
Tanah dikawasan wisata agro Ciwidey cukup subur dan memiliki banyak
sumber air disekelilingnya serta iklim yang cukup nyaman. Adapun keluasan
lahan pertanian yang pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai wisata agro di
daerah Bandung Selatan khususnya di Kecamatan Ciwidey. Secara fisik
kawasan wisata agro Ciwidey memiliki keanekaragaman hasil pertanian
perkebunan dan kehutanan.
B. Tipologis
Kawasan wisata agro Ciwidey memiliki tipologis yang sangat bervariasi
oleh karena didukung keanekaragaman hasil pertanian seperti sayur mayur,
kebun strawberry, kebun buah, dan hasil perkebunan teh.
D. Tata Ruang
Tata ruang kawasan wisata Ciwidey termasuk kedalam kawasan pangan
basah, kawasan pangan lahan kering, kawasan hutan produksi, kawasan
tanaman tahunan perkebunan sebagaimana diatur dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung.
BAB 4
METODOLOGI
d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production
and agricultural diversification).
3. Terdapatnya Sektor Unggulan yang merupakan:
a Sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya;
b Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang
paling besar (sesuai dengan kearifan lokal);
c Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan
dengan orientasi ekspor.
4. Memiliki Sistim Kelembagaan yang mendukung berkembangnya kawasan
agropolitan seperti adanya organisasi petani, organisasi produsen agribisnis, dan
lain-lain.
5. Memiliki Sarana Prasarana dan Infrastruktur yang memadai untuk mendukung
pengembangan sistem dan usaha agribisnis seperti jalan, sarana irigasi, air
bersih, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, listrik, pusat informasi
pengembangan agribisnis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
Adapun data non-peta yang digunakan sebagai input awal adalah sebagai
berikut:
Evaluasi Peta
Peta
Kemampuan Kemampuan dan
Dasar Disain Sistem/ Hirarki/Lokasi
dan Kesesuaian Kesesuaian
(Lapang) Pusat-pusat Pelayanan/pemukiman
Lahan Lahan Analisis Tata
Survei & Cek
Ruang Kawasan
Lapang
Partisipatif
Luas
Penggunaan
Lahan/ Luas
Tanam & Tingkat RRA, PRA, FGD
Produksi Program-program Pengembangan
sarana dan prasarana produksi,
transportasi dan permukiman
Statistik
Analisis LQ &
Produksi
SSA
Pertanian
Program-program Pengembangan
Analisis Pertanian Sektor/komoditas
Marjin Unggulan (Primer, olahan & jasa)
Pemasaran
Statistik/Data
Analisis Analisis Potensi
Perdagangan Komoditas- Komoditas
Survei sistem Analisis Identifikasi pengembangan
Pertanian Lokal, komoditas Olahan
Tata Niaga Potensi Komoditas Agroindustri dan
Regional, Primer Unggulan
dan Pasar Pasar Primer Analisis Nilai
Nasional & Unggulan Prospektif
Unggulan Tambah Disain Program Pengembangan
Internasional
Partisipatif Masyarakat, Capacity Building dan
Analisis Pendampingan
Kelayakan
Finansial dan
Ekonomi
Disain Program-program
Analisis Sistem
Pengembangan institusi Penunjang
Data Survei Kelembagaan Petani/
(permodalan, koperasi, swasta,
Kependudukan Ketenagakerjaan, Masyarakat Petani,
perdagang, lembaga pendidikan/
dan sosial dan Pengolah Pedagang
pelatihan, dll)
Ketenagakerjaan kelembagaan dan Jasa Sektor/
Komoditas Unggulan
Struktur Sosial
Masyarakat, Survei RRA, PRA, FGD, Disain Pengembangan
Organisasi Analisis Kelembagaan Kelembagaan Pengelola Kawasan
Lembaga Pengelolaan Kawasan Agropolitan
Pemerintahan Agropolitan
Terkait
1. Order S (Sesuai) :
Lahan yang termasuk order ini adalah lahan yang dapat digunakan dalam
jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah
dipertimbangkan
4. Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas yang lebih besar, tapi masih
memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan
tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan
pembatas sedemikian besarnya sehingga mencegah
penggunaan dalam jangka panjang.
A. Persiapan
Rancangan riset
Rancangan riset dilakukan untuk melakukan kajian data, baik primer maupun
sekunder dan memberikan pemahaman yang utuh bagi setiap permasalahan.
Rancangan riset telah disusun dengan memperhatikan butir-butir penting yang harus
dilakukan secara tahap per tahap (Gambar 4.2).
P4W dan seorang tenaga ahli P4W., termasuk lima orang dari Bapeda Kabupaten
Bandung (Tabel 4.1).
Dari hasil kajian data sekunder yang diberikan oleh PPL yang menjadi
dirujukan awal dalam melakukan kajian primer di masyarakat, maka dapat diperoleh
sebaran komoditas di masing-masing desa.
Penyusunan form isian disesuaikan dengan hasil dari kajian data sekunder,
yang bertujuan untuk memudahkan PPL sebagai enumerator dan masyarakat
sebagai responden dalam pengisian form. Beberapa form yang dibuat yaitu:
Tanaman pangan
Sayuran
Perkebunan
Peternakan
Kawasan
Industri rumahan
Budidaya ikan air tawar
Perdagangan
Wilayah Surveyor
Kecamatan Desa Nama Asal Instasi
Cipelah H. Muhtar Efendi PPL Pertanian
Sukaresmi H. Muhtar Efendi
Rancabali Indragiri Dudi Taryono PPL Disnakkan
Patengan Dudi Taryono
Alam Endah Tim Pelatihan
Panundaan Asep Supriatna PPL Pertanian
Ciwidey Asep Supriatna
Lebak Muncang Asep Supriatna
Ciwidey Rawabogo Elli Hernawan PPL Pertanian
Panyocokan Elli Hernawan
Nengkelan Elli Hernawan
Sukawening Elli Hernawan
Sugihmukti Oban Sobana PPL Pertanian
Margamulya Wawan Kusnadi
Tenjolaya Oban Sobana
Pasirjambu Oban Sobana
Cisondari Tim Pelatihan
Pasir Jambu
Cibodas Wawan Kusnadi PPL Disnakkan
Mekarsari Wawan Kusnadi
Cukanggenteng Wawan Kusnadi
Cikoneng Oban Sobana
Mekarmaju Oban Sobana
B. Pelaksanaan Lapang
Kajian Cepat
Melakukan kajian singkat dan cepat dalam waktu sehari sebelum dilakukan
kelompok diskusi terfokus tentang sumber daya alam, sumber daya manusia, modal
sosial, ketersediaan infrastruktur, akses keuangan, dan permasalahan yang ada di
desa.
Hasil dari lapangan (potensi dan permasalahan) kemudian diuji silang oleh
tim untuk mengetahui keakuratan data, yang kemudian dilakukan analisa bersama
dengan masyarakat lainnya yang akhirnya memiliki legitimasi dalam pengambilan
kesimpulan.
September Oktober
Desa 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9-19 20 21 22 23 24 25 26 27-31
Kec Cipelah 1
Rancaba
Sukaresmi 1
Indragiri 1
Patengan 1
li
Alam Endah 1
Panundaan 1
Ciwidey 1
Lebak Muncang 1
Rawabogo 1
Ciwidey
Panyocokan 1
Nengkelan 1
Sukawening 1
Sugihmukti 1
Margamulya 1
Tenjolaya 1
Pasirjambu 1
Cisondari 1
Pasir Jambu
Cibodas 1
Mekarsari 1
Cukanggenteng 1
Cikoneng 1
Mekarmaju 1
Pelatihan Libur Idul Fitri Cleaning Data
A. Teknik Analisis LQ
Location Quotient merupakan metode analisis yang umum digunakan di
bidang ekonomi geografi. Namun demikian, LQ ini sering juga digunakan di bidang
ilmu yang lain. Blakely (1994) menyatakan bahwa LQ ini merupakan suatu teknik
analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu shift share analysis.
Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi
pemusatan/basis (aktifitas). Disamping itu, LQ juga bisa digunakan untuk
mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan
barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.
LQ = X /X
IJ I.
IJ
X /X
.J ..
Dimana:
Xij : derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i
Xi. : total aktifitas di wilayah ke-I
X.j : total aktifitas ke-j di semua wilayah
X.. : derajat aktifitas total wilayah
Data yang biasa digunakan untuk analisis ini antara lain : data tenaga kerja,
data luas atau total suatu komoditas, data PDRB atau data lain. Data tersebut harus
mempunyai beberapa unit sampel dan dapat diketahui jumlah total populasinya yang
lengkap. Sebagai contoh adalah data produksi yang ada dalam unit-unit kecamatan,
oleh karenanya harus diketahui jumlah total produksi tersebut dalam tingkat
kabupaten secara keseluruhan. Semua data yang bisa digunakan sebagai
penerapan analisis shift share menggunakan data dalam minimal dua titik waktu
sedangkan LQ bisa dilakukan untuk data satu titik waktu.
Interprestasi hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut :
• Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas
di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi
pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i.
• Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-I tersebut mempunyai pangsa aktifitas
setara dengan pangsa total atau konsentrasai aktifitas di wilayah ke-I sama
dengan rata-rata total wilayah.
• Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-I tersebut mempunyai pangsa relatif lebih
kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh
wilayah.
sebab dari dinamika aktifitas/sektor (total wilayah) dan sebab dari dinamika wilayah
secara umum. Contohnya hasil analisis shift-share bisa digunakan untuk
membandingkan tingkat pertumbuhan aktifitas pertanian di Kawasan Agropolitan
Ciwidey atau kabupaten lain di Jawa Barat dibandingkan secara relatif dengan
tingkat pertumbuhan aktifitas pertanian di Propinsi Jawa Barat diantara dua titik
tahun 1980 dan 1990. Dari hasil analisis ini akan diketahui dinamika cakupan yang
mana yang menjadi penyebab utama pergeseran (peningkatan/penurunan) tersebut.
Kemungkinan penyebabnya adalah dinamika yang terjadi di dalam Kawasan
Agropolitan Ciwidey sendiri, dinamika sektor tertentu di Jawa Barat, atau dinamika di
Propinsi Jawa Barat.
Persamaan
Sebagaimana dijelaskan dalam pendahuluan di atas, dari hasil analisis shift
share diperoleh gambaran kinerja aktifitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini
dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu :
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan
dinamika total wilayah.
2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proportional shift). Komponen
ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan
dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan
dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah.
3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen differential shift). Ukuran ini
menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas
tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam
wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketakunggulan)
suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di
sub wilayah lain.
X .. X X .. X X
= − 1 + − + −
( t1) i ( t 1) ( t1) ij ( t 1) i ( t 1)
SSA
X ..
(t 0) X i (t 0) X ..
(t 0) X ij ( t 0 ) X i (t 0 )
a b c
dimana : a = komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift, dan
X.. = Nilai total aktifitas dalam total wilayah
X.i = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah
Xij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
Tinggi)
4. Nilai rata-rata jumlah penduduk setiap kelompok (I, II, III) dibagi dengan 1000.
Selanjutnya dari tabel fasilitas pelayanan yang tersusun, batasi wilayah yang
berisi fasilitas untuk tiap kelompoknya. Batas tersebut digunakan sebagai acuan
untuk menuliskan indeks setiap kelompok. Fasilitas yang berada di kolom paling
kiri otomatis akan diisi dengan indeks terkecil (nilai rata-rata populasi/1000 Kel.
III), sedangkan fasilitas yang berada di paling kanan akan diisi dengan indeks
paling besar (nilai rata-rata populasi/1000 Kel. I).
5. Selanjutnya seluruh indeks dari kolom fasilitas yang telah terisi dijumlahkan.
Indeks ini bisa digunakan untuk membandingkan dukungan fasilitas terhadap
jumlah penduduk di setiap wilayah.
dikatakan layak diterima, sedangkan B/C < 0 maka proyek dikatakan tidak layak
diterima. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
Bi = benefit (manfaat)
Ci = cost (biaya)
Land Rent
Land rent merupakan pendapatan bersih per meter persegi lahan per tahun
untuk penggunaan tertentu. Semakin tinggi nilai land rent semakin menguntungkan
nilai lahan tersebut. Secara matematis, rumus land rent adalah:
Satuan produksi, harga, dan biaya berdasarkan satuan luas dalam hektar
(Ha). Oleh karena itu perlu dibagi dengan 10.000 m2 untuk mendapatkan satuan
Rp/m2/tahun.
Analisis tata ruang digunakan untuk mengidentifikasi daerah dan lokasi mana
serta seberapa luas yang dapat diidentifikasi sebagai kawasan sentra produksi.
Analisis ini pada tahap awal akan menentukan mana sebagai wilayah pemukiman,
lahan pertanian, kawasan pertambangan dengan kawasan hutan lindung dan lain
sebagainya. Analisis awal ini akan mengacu kepada alokasi ruang yang telah
ditentukan di dalam RTRW. Penataan dan alokasi ruang ini dapat ditempuh dengan
menetapkan pembagian ruang berdasar fungsi dan kegiatan, yang mana dalam
pembagian ini kawasan dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Tabel 4.4. Jenis dan Kriteria Penetapan Kawasan Budidaya Berdasarkan Undang-
Undang No. 47 Tahun 1997
alternatif pilihan. Selain kondisi fisik, karena ada aturan-aturan dalam pengalokasian
ruang suatu wilayah, maka dalam mengindentifikasi ketersediaan lahan tersebut
perlu juga dipertimbangkan aturan penataan ruang yang berlaku. Faktor-faktor lain
yang berpengaruh seperti kondisi fisik tanah, kesuburan, kelerengan dan lain-lain
juga perlu dipertimbangkan. Pada bagian ini yang akan dibahas adalah faktor
penggunaan lahan dan tata ruang wilayah, sedangkan mengenai kondisi fisik tanah
dan lain-lain akan dibahas pada bab terpisah.
Pemanfaatan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografi) dalam melakukan
analisis-analisis spasial seperti di atas akan sangat membantu. Proses-proses
seperti overlay, penghitungan luas dan lain-lain sangat mudah dilakukan dengan
SIG. Adanya lapisan-lapisan data yang berjumlah banyak memerlukan
pengorganisasian yang terstruktur secara baik, sehingga memudahkan dalam
proses pemanggilan, pembaharuan, dan penyajian. Dalam konteks identifikasi
ketersediaan lahan untuk pengembangan wilayah agropolitan, secara spasial perlu
ditetapkan terlebih dahulu unit-unit spasial baru yang didalamnya berisi semua
informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi ketersediaan lahan tersebut. Tidak
semua jenis penggunaan lahan dan alokasi ruangnya sesuai untuk pengembangan
kawasan ini. Tabel 4.5 menguraikan jenis penggunaan lahan dan status
kesesuaiannya.
Status
No Penggunaan Lahan
Sesuai Tidak Sesuai
1 Hutan/Vegetasi Lebat √
2 Kebun Campuran √
3 Pemukiman √
4 Perkebunan √
5 Sawah Irigasi √
6 Sawah Tadah Hujan √
7 Semak/Belukar √
8 Tanah Kosong √
9 Badan Air √
Sumber : Hasil Analisis
Kawasan Permukiman
Kawasan Perkebunan
Kawasan Perdesaan
Perkotaan
Perkotaan
Waduk
Danau
Galian
Kering
Basah
Badan Air
Hutan/Vegetasi
Lebat
PENGGUNAAN LAHAN
Kebun Campuran √ √ √ √
Pemukiman
Perkebunan √ √ √ √
Sawah Irigasi √ √ √ √
Sawah Tadah Hujan √ √ √ √
Semak/Belukar √ √ √ √
Tanah Kosong √ √ √ √
Sumber : Hasil Analisis
Evaluasi lahan adalah suatu proses untuk menilai lahan untuk tujuan
penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan adalah informasi kesesuaian penggunaan
lahan berdasarkan potensi atau daya dukungnya, sehingga kerusakan lahan dapat
ditekan seminimal mungkin. Evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan dengan cara
mencocokkan (matching) lahan yang terdiri dari tanah dan iklim dengan persyaratan
tumbuh tanaman. Karakteristik lahan diwakili dengan satuan-satuan lahan hasil
analisis dari Peta Rupa Bumi Indonesia, kompilasi data-data terdahulu dan hasil
pengamatan lapang. Sedangkan tanaman-tanaman yang dinilai merupakan calon
komoditas unggulan hasil analisis data statistik dan survey di lapangan. Tanaman-
tanaman yang dinilai meliputi jenis tanaman palawija ubi jalar dan ubikayu; tanaman
buah-buahan berupa pisang, manggis, rambutan dan pepaya; serta tanaman keras
berupa cengkeh.
BAB 5
GAMBARAN UMUM
4. Desa Patengan
5. Desa Alamendah
Dari Tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa Desa Sugihmukti memiliki luas
wilayah yang paling besar yaitu 14725,8 Ha, sedangkan untuk luas wilayah yang
paling kecil adalah Desa Mekarmaju yaitu sebesar 180,0 Ha.
Bulan Banjaran Ciwidey Psr Jambu Pangalengan Bandung Cimeta Psr Angin Psr Kuntul
Januari 252 223 260 338 172 259 267 285
Februari 256 246 182 315 154 208 194 224
Maret 295 250 240 304 297 275 202 240
April 182 226 208 220 209 213 181 282
Mei 149 172 151 206 145 170 89 111
Juni 99 82 74 117 71 101 71 86
Juli 63 71 60 86 43 82 41 82
Agustus 85 47 35 59 60 66 64 43
September 139 105 104 106 82 88 84 48
Oktober 155 216 194 187 150 177 138 122
Nopember 218 288 223 325 258 164 266 173
Desember 258 236 246 338 216 210 297 161
Jumlah 2.152 2.163 1.977 2.603 1.857 2.12 2188 1718
Zone B1 B1 B2 B1 B3 B1 B1 B3
Agroklimat
Temperatur udara
5.2.1. Hidrologi
Keadaan hidrologi dari suatu wilayah mencerminkan kondisi tata air dari
wilayah tersebut yang terlihat dari keadaan sungai-sungai yang mengalir,
disamping faktor iklim terutama curah hujan. Daerah penelitian merupakan
daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Di daerah ini terdapat situ yang bisa
digunakan pembangkit tenaga listrik, yaitu situ Patengang, sungai dari daerah
penelitian adalah S. Ciwidey.
Jaringan sungai/anak sungai yang terbentuk secara alami sangat
ditentukan oleh kondisi strata batuan, dan topografi. Jaringan sungai/anak
sungai tersebut dikenal dengan nama pola drainase. Pola drainase di daerah
penelitian dikelompokkan kedalam 2 pola utama, yakni drainase radial dan
subparalel. Pola drainase radial merupakan pola drainase yang terdapat pada
daerah-daerah volkan yang mempunyai bentuk kerucut. Pola ini ini terdapat di
bagian hulu dari sungai-sungai daerah penelitian. Bagian hulu dari semua sungai
yang ada di daerah poenelitian berasal dari G. Malabar, G. Tilu, G. Puntang dan
G. Tanjaknangsi Pola aliran sub-paralel merupakan pola drainase dari sungai-
sungai yang berada di bagian hilir anak-anak sungai Citarum yang mengalir di
wilayah utara dan bermuara di Sungai Citarum.
Tabel 5.3. Temperatur Rata-Rata, Maksimum dan Minimum Daerah Cirata dan
pada Ketinggian 1000 Meter Di Atas Permukaan
o
Temperatur ( C)
Bulan Ketinggian
Rata-rata Maksimum Minimum
1.000 m
Januari 25,0 28.5 21,6 20,5
Februari 25,1 29,1 21,0 20,6
Maret 26,5 30,9 22,0 22,0
April 25,5 29,7 22,1 21,0
Mei 26,0 30,6 21,8 21,5
Juni 25,4 29,9 20,9 20,9
Juli 26,1 30,6 21,6 21,6
Agustus 26,9 31,9 21,8 22,4
September 27,2 32,7 21,9 22,7
Oktober 26,3 31,1 21,6 21,8
Nopember 26,1 30,5 21,8 21,6
Desember 25,7 29,8 21,8 21,2
Rata-rata 26,0 30,4 21,7 21,5
5.2.3. Topografi
5.2.4. Tanah
Andisols
Ultisols
Tanah ini dikenal dengan nama Podsolik penyebarannya tidak terlalu luas
di daerah penelitian dijumpai pada landform lereng bawah dan kaki volkan,
secara morfologis tanah ini dicirikan oleh adanya horison bawah argilik atau telah
adanya peningkatan liat. Pada tingkat grup Ultisols diklasifikasikan sebagai
Hapludults. Tanah ini dicirikan oleh kedalaman tanah yang agak dalam dan
dalam, adanya peningkatan liat pada hoprison dibawahnya, warna tanah lapisan
atas coklat gelap ( 10 YR 4/3, 7.5 YR3/4 dan 7.5 YR 4/4 ) dan coklat gelap
kekuningan ( 10 YR 3/4,10 YR 4/4, 10 YR 4/6, 5/6 ); tekstur liat; struktur cukup
kuat gumpat agak bersudut; konsistensi teguh, lekat dan plastis; reaksi tanah
masam.
Alfisol
Tanah ini dikenal dengan nama Mediteran, penyebarannya tidak terlalu
luas di daerah penelitian dijumpai pada landform lereng bawah dan kaki volkan.
Secara morfologis tanah ini dicirikan oleh adanya horison bawah argilik atau
telah ada peningkatan liat dan kejenuhan basa > 35 %.
Inceptisols
baik pada lahan basah yang sudah disawahkan berdrainase jelek, dicirikan oleh
sifat hidromorfik yang dominan (rejim kelembaban aquik) maupun pada lahan
kering yang berdrainase baik . Relief bervariasi dari datar sampai bergunung,
kedalaman tanah bervariasi dari dangkal sampai dalam, reaksi tanah bervariasi
dari masam, agak masam sampai netral.
Klasifikasi tanah pada tingkat Sub Group, tanah di kawasan Agropolitan
Ciwidey dapat dikelompokkan kedalam 20 Sub Group (Tabel 5.7 dan Gambar
5.4).
Tabel 5.7. Legenda Peta Tanah Kawasan Agropolitan Ciwidey
No. Klasifikasi tanah Bentuk wilayah/
Proporsi Land form Bahan Induk Profil Pewakil
SPT (USDA) Lereng
Tanah Pada Ketinggian 400 - 700 m DPL
2 Aquic Eutrudepts 70 Jalur Berombak Aluvium AR 55,56
Typic Endoaquepts 30 aliran JH66
9 Typic Hapludults 50 Kaki volkan Bergelombang Andesit/ B JH53
Andic Eutrudepts 25 8 – 15 JH63
Typic Kandiudalfs 25 JH 56
10 Typic Hapludults 50 Kaki volkan Berbukit Andesit/Basalt KM60
Andic Eutrudepts 30 15 – 45 KM64
Typic Kandiudalfs 20 JH63
Ketinggian Tempat 1000-1500 mdpl
11 Typic Endoaquands 50 Lereng bawah Bergelombang Koluvium AR 2
volkan
Typic Epiaquands 30 8 – 15 JH 48
Aquic Hapludands 20 KAR 12
Lereng bawah
12 Typic Epiaquands 50 Berbukit Koluvium JH30
volkan
Aquic Hapludandns 30 15 – 30 KAR 12
Typic Endoaquands 20 JH 48
Lereng bawah
13 Ultic Hapludands 50 Bergelombang Andesit dan tuf JH50
volkan
Andic Dystrudepts 25 8 – 15 KM57
Typic Hapludands 25 AR5,
Lereng bawah
14 Ultic Hapludands 50 Berbukit Andesit dan tuf KM41, AR41
volkan
Andic Dystrudepts 30 15 - 45 KMA 9
Typic Hapludands 20 KAK 1
Lereng bawah
15 Typic Kandiudalfs 50 Bergunung Andesit dan tuf KM59
volkan
Andic Eutrudepts 25 > 45 JH50
Ultic Hapludands 25 AR 47
16 Ultic Hapludands 70 Aliran lava/ lahar Melandai Andesit/basalt AR12
dan
Typic Melanudands 30 1–5 tuf KM16
17 Typic Hapludands 60 Aliran lava/ lahar Bergelombang Andesit/basalt AR 6, 21
dan
Ultic Hapludands 40 tuf KM13
18 Ultic Hapludands 50 Aliran lava/ lahar Berbukit Andesit/ basalt KM5, 11,17
dan
Lithic Hapludands 30 15 – 45 tuf KM57
Andic Dystrudepts 20 AR 9
Aliran lava/ lahar Bergunung Andesit/ basalt
19 Typic Hapludands 60 KM 1, 15,19
dan
Lithic Hapludands 40 >45 tuf KPT 31
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Pasirjambu 12 ha, dijumpai pada
landform kaki volkan dengan bentuk wilayah bergelombang. Penggunaan lahan
Penyusunan Masterplan Perencanaan Ekonomi Daerah V - 14
Laporan Akhir
sebagian besar terdiri dari kebun campuran, tegalan, sawah irigasi teknis, sawah
irigasi sederhana dan semak belukar.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Hapludults (dominan), Andic
Eutrudepts,dan Typic Kandiudalfs, SPT ini merupakan kaki volkan , bentuk
wilayah bergelombang (lereng 8 - 15 %), bahan induk basalt dan andesit;
kedalaman tanah dalam dan dangkal, drainase baik . Faktor penghambat pada
SPT ini adalah lereng yang terjal dan sebagian tanah dangkal.
Satuan Peta Tanah 10. Typic Hapludults, Andic Eutrudepts dan Typic
Kandiudalfs, pada landform kaki volkan, dengan bentuk wilayah
berbukit, terbentuk dari bahan induk andesit/ basalt, ketinggian
tempat antara 700 – 1000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu ( 17 ha), dijumpai
pada landform kaki volkan, dengan bentuk wilayah berbukit. Penggunaan lahan
sebagian besar terdiri dari kebun campuran, semak belukar, tegalan, sawah
irigasi teknis, sawah irigasi sederhana dan kebun teh.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Hapludults (dominan), Andic
Eutrudepts dan Typic Kandiudalfs, SPT ini merupakan landform kaki volkan,
bentuk wilayah berbukit (lereng 15 – 25 %), bahan induk basalt dan andesit;
kedalaman tanah dalam dan dangkal, drainase baik. Pada SPT ini terdapat tanah
lain yang penyebarannya sempit < 10 % yaitu Typic Eutrudepts. Faktor
penghambat pada SPT ini adalah lereng yang agak terjal dan sebagian tanah
ada yang kedalamannya dangkal.
Satuan Peta Tanah 11. Typic Endoaquands, Typic Epiaquands dan Aquic
Hapludands, pada landform lereng bawah volkan, dengan bentuk
wilayah bergelombang, terbentuk dari bahan induk koluvium,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah ini penyebarannya tersebar di Kecamatan Ciwidey (45 ha)
dan Kecamatan Pasirjambu 959 ha, dijumpai pada landform lereng bawah volkan
dengan bentuk wilayah bergelombang. Penggunaan lahan sebagian besar terdiri
dari sawah irigasi sederhana, kebun campuran, tegalan, hutan Eucalyptus,
semak belukar dan hutan primer.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Endoaquands (dominan), Typic
Epiaquands dan Aquic Hapludands, SPT ini merupakan lereng bawah volkan,
bentuk wilayah bergelombang (lereng 8 – 15 %), bahan induk koluvium volkan;
kedalaman tanah dalam, drainase terhambat. Pada SPT ini terdapat tanah lain
yang penyebarannya sempit < 10 % mirip dengan Typic Endoaquands yaitu
Aeric Endoaquands. Factor penghambat drainase terhambat untuk tanaman
tahunan dan untuk tanaman semusim.
Satuan Peta Tanah 12. Typic Epiaquands, Aquic Hapludands dan Typic
Endoaquads, pada landform lereng bawah volkan, dengan bentuk
wilayah berbukit, terbentuk dari bahan induk koluvium volkan,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 787 ha, Kecamatan
Pasirjambu 272 ha dan Kecamatan Rancabali 298 ha, dijumpai pada landform
lereng bawah volkan dengan bentuk wilayah berbukit. Penggunaan lahan
sebagian besar terdiri dari sawah irigasi sederhana, sawah irigasi teknis, semak
belukar, kebun campuran, tegalan, kebun teh, hutan primer dan hutan
eucalyptus.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Epiaquands (dominan), Aquic
Hapludands dan Typic Endoaquands, SPT ini merupakan lereng bawah volkan ,
bentuk wilayah berbukit (lereng 15 – 30 %), bahan induk koluvium volkan;
kedalaman tanah dalam, drainase agak terhambat dan terhambat. Pada SPT ini
terdapat tanah lain penyebarannya sempit < 5 % yaitu Typic Hapludands. Factor
penghambat
Satuan Peta Tanah 13. Ultic Hapludands, Andic Dystrudepts dan Typic
Hapludands, pada landform lereng bawah volkan, dengan bentuk
wilayah bergelombang, terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey (108 ha), Kecamatan
Pasirjambu 230 ha, dan Kecamatan Rancabali 92 ha dijumpai pada landform
lereng bawah volkan dengan bentuk wilayah bergelombang. Penggunaan lahan
sebagian besar terdiri dari tegalan, kebun campuran, sawah irigasi, semak
belukar, hutan primer dan hutan eucalyptus.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludands (dominan),Andic
Dystrudepts dan Typic Hapludands. SPT ini merupakan lereng bawah volkan,
bentuk wilayah berombak (lereng 3 - 8 %), bahan induk andesit dan tuf;
kedalaman tanah dalam, drainase terhambat. Pada SPT ini terdapat tanah lain
yang penyebarannya sempit < 10 % mirip dengan Ultic Hapludands yaitu Typic
Melanudands. Faktor penghambat pada SPT ini adalah drainase yang buruk
untuk tanaman tahunan.
Satuan Peta Tanah 14. Ultic Hapludands, Andic Dystrudepts dan Typic
Hapludands, pada landform lereng bawah volkan, dengan bentuk
wilayah berbukit, terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 445 ha dan Kecamatan
Pasirjambu 1005 ha dijumpai pada landform lereng bawah volkan dengan bentuk
wilayah berbukit. Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari tegalan, kebun
campuran, semak belukar, hutan primer, sawah irigasi sederhana seluas, sawah
irigasi teknis seluas, kebun teh, hutan sekunder dan hutan eucalyptus.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludands (dominan), Andic
Dystrudepts dan Typic Hapludands, SPT ini merupakan dataran volkan, bentuk
wilayah berbukit (lereng 15 – 45 %), bahan induk koluvium volkan; kedalaman
tanah dalam, drainase agak terhambat dan terhambat. Pada SPT ini terdapat
tanah lain penyebarannya sempit < 10 % mirip dengan Oxyaquic Eutrudepts
yaitu Aquic Eutrudepts.
Satuan Peta Tanah 15. Typic Kandiudalfs, Andic Eutrudepts dan Ultic
Hapludands, pada landform lereng bawah volkan, dengan bentuk
wilayah bergunung, terbentuk dari bahan induk ndesit dan tuf,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 801 ha dan Kecamatan
Pasirjambu 2.688 ha, dijumpai pada landform lereng bawah volkan dengan
Satuan Peta Tanah 16. Ultic Hapludands dan Typic Melanudands, pada
landform aliran lava dan lahar, dengan bentuk wilayah melandai,
terbentuk dari bahan induk andesit/basalt dan tuf, ketinggian
tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu (311 ha) dan
Kecamatan Rancabali 752 ha, dijumpai pada landform aliran lava dan lahar
dengan bentuk wilayah melandai. Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari
kebun teh, semak belukar, hutan primer, tegalan.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludands (dominan) dan Typic
Melanudands. SPT ini merupakan daerah aliran lava dan lahar, bentuk wilayah
melandai (lereng 2 – 5 %), bahan induk basalt, andesit dan tuf volkan;
kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase agak terhambat dan
terhambat. Pada SPT ini terdapat tanah lain penyebarannya sempit < 10 % mirip
dengan Ultic Hapludands yaitu Typic Hapludands.
Satuan Peta Tanah 17. Typic Hapludands dan Ultic Hapludands, pada
landform aliran lava dan lahar, dengan bentuk wilayah
bergelombang, terbentuk dari bahan induk andesit/basalt dan tuf,
ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu (19 ha), dan Kecamatan
Rancabali 2.303 ha, dijumpai pada landform aliran lava dan lahar dengan bentuk
wilayah bergelombang. Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun teh,
semak belukar, dan hutan primer.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Hapludands (dominan) dan Ultic
Hapludands. SPT ini merupakan daerah aliran lava dan lahar, bentuk wilayah
bergelombang (lereng 8 – 15 %), bahan induk batuan andesit, basalt dan tuf
kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase baik. Pada SPT ini
terdapat tanah lain penyebarannya sempit < 10 % yaitu Andic Dystrudepts.
Satuan Peta Tanah 18. Ultic Hapludands, Lithic Hapludands dan Andic
Dystrudepts, pada landform aliran lava dan lahar, dengan bentuk
wilayah berbukit, terbentuk dari bahan induk andesit/basalt dan
tuf, ketinggian tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Rancabali (1.505 ha),
dijumpai pada landform aliran lava dan lahar dengan bentuk wilayah berbukit.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun teh, semak belukar, hutan
primer, hutan sekunder, tegalan dan kebun campuran masing-masing.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludands (dominan), Lithic
Hapludands dan Ultic Hapludands. SPT ini merupakan daerah aliran aliran
lava dan lahar, bentuk wilayah berbukit (lereng 15 – 45 %), bahan induk batuan
andesit; basalt dan tuf kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase
baik. Pada SPT ini terdapat tanah lain penyebarannya sempit < 10 % mirip
dengan Andic Dystrudepts yaitu Typic Hapludands.
Satuan Peta Tanah 19. Typic Hapludands dan Lithic Hapludands, pada
landform aliran lava dan lahar, dengan bentuk wilayah bergunung,
terbentuk dari bahan induk andesit/basalt dan tuf, ketinggian
tempat antara 1000 – 1500 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu (2.159 ha),
dijumpai pada landform aliran lava dan lahar dengan bentuk wilayah bergunung.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri kebun teh, semak belukar, hutan
primer, hutan sekunder, hutan damar, tegalan, kebun campuran dan sawah
irigasi sederhana.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Hapludands ( dominan ), Lithic
Hapludands. SPT ini merupakan daerah aliran lava dan lahar, bentuk wilayah
bergunung (lereng > 45 %), bahan induk batuan andesit, basalt dan tuf
kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase baik. Faktor
penghambat pada SPT ini adalah keadaan lereng yang terjal.
Satuan Peta Tanah 22. Typic Melanudands, Typic Hapludands dan Pachic
Melanudands, pada landform dataran volkan, dengan bentuk
wilayah bergelombang, terbentuk dari bahan induk tuf dan abu
volkan, ketinggian tempat antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu 718 ha, dijumpai
pada landform dataran volkan dengan bentuk wilayah bergelombang.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun teh, semak belukar, hutan
primer, hutan sekunder, tegalan dan padang rumput.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Melanudands (dominan), Typic
Hapludands dan Pachic Melanudands. SPT ini merupakan dataran volkan,
bentuk wilayah bergelombang (lereng 8 – 15 %), bahan induk tuf dan abu volkan;
kedalaman tanah sangat dalam, drainase baik. Pada SPT ini terdapat tanah lain
penyebarannya sempit < 10 % mirip dengan tanah Typic Hapludands yaitu Ultic
Hapludands.
Satuan Peta Tanah 23. Typic Epiaquands, Aquic Hapludands dan Typic
Endoaquands, pada landform lereng tengah volkan, dengan
bentuk wilayah bergelombang, terbentuk dari bahan induk
koluvium volkan, ketinggian tempat antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey (607 ha), Kecamatan
Pasirjambu 274 ha dan Kecamatan Rancabali 260 ha, dijumpai pada landform
lereng tengah volkan dengan bentuk wilayah bergelombang. Penggunaan lahan
sebagian terdiri dari tegalan, kebun teh, kebun campuran, hutan primer, semak
belukar, sawah irigasi, hutan eucalyptus dan hutan sekunder.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Epiaquands (dominan), Aquic
Hapludands dan Typic Endoaquands. SPT ini merupakan lereng tengah volkan,
bentuk wilayah bergelombang (lereng 8 - 15 %), bahan induk koluvium volkan;
kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase baik. Pada SPT ini
terdapat tanah lain penyebarannya sempit < 10 % mirip dengan Aquic
Hapludands yaitu Typic Hapludands.
Satuan Peta Tanah 24. Ultic Hapludands dan Typic Melanudands, pada
landform lereng tengah volkan, dengan bentuk wilayah berbukit,
terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf, ketinggian tempat
antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu 1.058 ha,
dijumpai pada landform lereng tengah volkan dengan bentuk wilayah berbukit.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun teh, tegalan, hutan primer,
semak belukar, rumput dan kebun campuran.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludandss (dominan) dan Typic
Melanudands. SPT ini merupakan lereng tengah volkan, bentuk wilayah berbukit
(lereng 15 – 45 %), bahan induk andesit dan tuf; kedalaman tanah dalam,
drainase terhambat. Pada SPT ini terdapat tanah lain yang penyebarannya
sempit < 5 % mirip Ultic Hapludands yaitu Typic Hapludands.
Satuan Peta Tanah 25. Ultic Hapludands dan Lithic Hapludands, pada
landform lereng tengah volkan, dengan bentuk wilayah berbukit,
terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf, ketinggian tempat
antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 34 ha, Kecamatan
Pasirjambu 372 ha dan Kecamatan Rancabali 858 ha, dijumpai pada landform
lereng tengah volkan dengan bentuk wilayah berbukit. Penggunaan lahan
sebagian besar terdiri dari kebun teh, hutan eucalyptus, semak belukar, hutan
primer, hutan sekunder, kebun campuran, tegalan dan hutan pinus.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ultic Hapludands (dominan), dan Lithic
Hapludands. SPT ini merupakan lereng tengah volkan, bentuk wilayah berbukit
(lereng 15 – 45 %), bahan induk andesit dan tuf, kedalaman tanah dalam sampai
sangat dalam, drainase baik.
Satuan Peta Tanah 26. Typic Hapludands dan Lithic Hapludands, pada
landform lereng tengah volkan, dengan bentuk wilayah bergunung,
terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf, ketinggian tempat
antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Kecamatan Pasirjambu 5.996
ha dan Kecamatan Rancabali 1.233 ha, dijumpai pada landform lereng tengah
volkan dengan bentuk wilayah bergunung. Penggunaan lahan sebagian besar
terdiri dari kebun teh, hutan primer, semak belukar, hutan eucalyptus, tegalan,
hutan sekunder dan sawah irigasi.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Typic Hapludands (dominan) dan Lithic
Hapludands. SPT ini merupakan lereng tengah volkan, bentuk wilayah
bergunung (lereng > 45 %), bahan induk andesit dan tuf; kedalaman tanah dalam
sampai sangat dalam, drainase baik.
Satuan Peta Tanah 27. Ultic Hapludands, Lithic Hapludands dan Typic
Hapludands, pada landform lereng tengah volkan, dengan bentuk
wilayah bergunung, terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf,
ketinggian tempat antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah ini terdapat di Kecamatan Pasirjambu 3.424 ha, dijumpai pada
landform lereng tengah volkan dengan bentuk wilayah bergunung. Penggunaan
lahan sebahagian besar terdiri dari hutan primer, semak belukar, kebun teh,
hutan sekunder, hutan pinus dan tegalan.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ulthic Hapludands (dominan), Lithic
Hapludands dan Typic Hapludands. SPT ini merupakan lereng tengah tengah
volkan, bentuk wilayah bergunung (lereng > 45 %), bahan induk andesit dan tuf;
kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, drainase baik Factor
penghambat
Satuan Peta Tanah 28. Ultic Hapludands, Andic Dystrudepts dan Lithic
Hapludands, pada landform lereng atas volkan, dengan bentuk
wilayah bergunung, terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf,
ketinggian tempat antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 987 ha, Kecamatan
Pasirjambu 2.633 ha dan Kecamatan Rancabali 3.407 ha, dijumpai pada
landform lereng atas volkan dengan bentuk wilayah bergunung. Penggunaan
lahan sebahagian besar terdiri dari hutan primer 7.954 ha, kebun teh, semak
belukar, hutan sekunder, kebun campuran, hutan pinus, tegalan, hutan
eucalyptus dan sawah irigasi seluas.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Ulthic Hapludands (dominan), Andic
Dystrudepts dan Lithic Hapludands. SPT ini merupakan lereng atas volkan,
bentuk wilayah bergunung (lereng > 45 %), bahan induk andesit dan tuf;
kedalaman tanah dalam dan dangkal, drainase baik. Faktor penghambat pada
SPT ini adalah keadaan lereng yang terjal dan sebagian kedalaman tanah
dangkal.
Satuan Peta Tanah 29. Lithic Hapludands dan Ultic Hapludands, pada
landform kerucut volkan, dengan bentuk wilayah bergunung,
terbentuk dari bahan induk andesit dan tuf, ketinggian tempat
antara 1500 – 2000 m dpl.
Satuan peta tanah (SPT) ini terdapat di Kecamatan Ciwidey 79 ha, Kecamatan
Pasirjambu 1.294 ha dan Kecamatan Rancabali 469 ha, dijumpai pada landform
krucut volkan dengan bentuk wilayah bergunung. Penggunaan lahan sebahagian
besar terdiri dari hutan primer, kebun teh, semak belukar, hutan sekunder dan
hutan eucalyptus.
Komposisi tanah pada SPT ini adalah Lithic Hapludans (dominan) dan Ulthic
Hapludands. SPT ini merupakan krucut volkan, bentuk wilayah bergunung
(lereng > 45 %), bahan induk andesit dan tuf, kedalaman tanah dangkal dan
sedang, drainase baik. Pada SPT ini terdapat tanah lain penyebarannya sempit <
10 % yaitu Typic Hapludands kedalaman tanahnya dalam.
5.3. Kependudukan
Dari Tabel 5.12 dan Tabel 5.13 terlihat bahwa sebagian besar penduduk
ketiga kecamatan tersebut adalah bekerja, dimana kelompok umur 25–34 tahun
adalah kelompok yang paling banyak seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.14.
tahun relatif meningkat, dimana diketahui dari tahun 2005 sampai tahun 2006
terlihat perubahan yang sangat mencolok dari ketiga kecamatan.
Berdasarkan PDRB dilihat dari kontribusinya per kecamatan, maka dapat
diketahui kecamatan yang memberikan kontribusi yang paling besar adalah
Kecamatan Pasirjambu sebesar Rp. 351.976,- juta pada tahun 2005 dan Rp.
372.576,- juta pada tahun 2006. Sedangkan kecamatan yang memberikan
kontribusi yang paling kecil yaitu terdapat pada Kecamatan Ciwidey, yaitu
sebesar Rp. 280.099,- pada tahun 2005 dan mengalami kenaikan pada tahun
2006 menjadi Rp. 297.046,- juta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
5.19 dan Gambar 5.6.
PDRB Kabupaten Bandung juga mengalami kenaikan, dimana diketahui
PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2005 sebesar Rp. 20.878.293,-
mengalami kenaikan yang relatif tinggi yaitu sebesar Rp. 22.058.759,- pada
tahun 2006. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.19. PDRB Kecamatan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2006
(Juta Rupiah)
PDRB
NO KECAMATAN
2005 2006
30%
38%
Ciwidey
Rancabali
Pasirjambu
32%
Tabel 5.20. PDRB Kab. Bandung Atas Harga Konstan (Juta Rupiah) Tahun
2005 – 2006
1. 2005 20.878.293,-
2. 2006 22.058.759,-
Sumber : PDRB Kabupaten Bandung 2005 -2006
Tabel 5.21. PDRB Kecamatan Sektor Kegiatan Atas Dasar Harga Konstan
(Juta Rp)Tahun 2005 – 2006
0%
14%
31%
4% 2%
Gambar 5.7. Kontribusi PDRB per Sektor di Kecamatan Ciwidey Tahun 2006
4% 2% 3% 18%
13% 0%
2%
1%
57%
Sumber: Hasil Analisis, 2007
Gambar 5.8. Kontribusi PDRB per Sektor di Kecamatan Rancabali Tahun 2006
Tabel 5.23. Laju Pertumbuhan PDRB Kecamatan Ciwidey Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2006 (% Persen)
NO SEKTOR KEGIATAN CIWIDEY RANCABALI PASIRJAMBU
1. Pertanian : 12.96 13.64 5.83
Tanaman Bahan Makanan 12.61 12.91 6.38
Perekebunan 13.99 14.15 4,96
Peternakan 13.17 14.75 5.07
Kehutanan 14.05 13.88 6.53
Perikanan 12.79 13.67 5.07
2. Pertambangan dan Penggalian : 13.57 15.09 6.71
Minyak dan gas bumi 0.00 0.00 0.00
Pertambangan tanpa gas 0.00 0.00 0.00
Penggalian 13.57 15.09 6.71
3. Industri Pengolahan : 15.56 15.70 5.46
Industri migas 0.00 0.00 0.00
Industri tanpa gas 15.56 15.70 5.46
4. Listrik Gas Dan Air : 14.65 14.77 5.57
Listrik 14.70 14.84 5.51
Gas 0.00 0.00 0.00
Air bersih 13.18 13,18 6.91
5. Bangunan / Konstruksi 15.78 15.91 6.76
6. Perdagangan, Hotel, dan 14.07 16.76 6.17
Restoran: 13.95 16.91 5.71
Perdagangan besar dan 15.51 16.99 8.45
eceran 15.71 15.36 8.07
Hotel
Restoran
7. Pengangkutan Dan komunikasi : 15.17 14.74 6.23
1. Pengangkutan 15.36 14.86 6.07
Angkutan rel 0.00 0.00 0.00
Angkutan jalan raya 15.53 14.98 6.10
Angkutan laut 0.00 0.00 0.00
Angkutan sungai 0.00 0.00 0.00
Angkutan udara 0.00 0.00 0.00
Jasa penunjang 11.44 12.18 5.25
kegiatan 11.51 12,51 7.95
2. Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan, Dan 14.02 13.93 4.94
Jasa Perusahaan : 15.78 0.00 8.36
Bank 15.81 16.47 1.95
Lembaga keuangan bukan 13.66 14.02 4.86
bank 12.12 10.08 4.82
Sewa bangunan
Jasa perusahaan
9. Jasa – Jasa : 14.89 16.18 6.83
e. Pemerintahan Umum 10.98 13.98 4.48
f. Swasta 16.85 17.18 8.12
Sosial kemasyarakatan 16.83 17.91 10.20
Hiburan dan rekreasi 13.22 13.75 6.45
Perorangan dan rumah 16.90 17.89 6.23
tangga
PDRB 14.25 15.42 5.85
Sumber : Kecamatan dalam Angka Kabupaten Bandung Tahun 2006
20%
0%
3%1%
30%
Sumber: Hasil Analisis, 2007
A. Pertanian
Tabel 5.25. Jumlah Sekolah (unit) Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006
Kecamatan Desa TK SD SLTP SMU SMK Akademi/PT SLB Madrasah
Ciwidey Panundaan 0 5 1 0 0 0 0 4
Ciwidey 4 10 3 2 1 0 0 3
Panyocokan 0 5 1 2 0 0 0 4
Lebakmuncang 1 5 0 0 0 0 0 2
Rawabogo 0 6 1 0 0 0 0 2
Nengkelan 1 5 1 1 0 0 0 3
Sukawening 1 6 1 1 0 0 0 2
Ranca Bali Cipelah 3 7 1 0 0 0 0 1
Sukaresmi 3 9 1 1 0 0 0 2
Indragiri 2 5 1 1 0 0 0 1
Patengan 2 6 1 0 0 0 0 0
Alamendah 1 10 2 0 0 0 0 1
Pasirjambu Sugihmukti 2 6 2 0 0 0 0 0
Margamulya 0 5 0 0 0 0 0 0
Tenjolaya 1 9 0 0 0 0 0 0
Cisondari 2 9 1 0 0 0 0 0
Mekarsari 1 2 0 0 0 0 0 0
Cibodas 1 5 1 0 0 0 0 0
Cukanggenteng 2 30 0 0 0 0 0 0
Pasirjambu 1 3 3 2 0 0 0 0
Mekarmaju 0 3 0 0 0 0 0 2
Cikoneng 0 8 0 0 0 0 0 3
Sumber: BPS 2006
Tabel 5.27. Jumlah Sarana Kesehatan (unit) Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Toko
Jumlah Tempat Tempat Jumlah Jumlah Jumlah
Kecamatan Desa Rumah Sakit Poliklinik/Balai Puskesmas Khusus
Puskesmas Praktek Praktek Posyandu Polindes Apotik
Bersalin Pengobatan Pembantu Obat/Jamu
Dokter Bidan
Ciwidey Panundaan 0 0 0 1 0 2 18 1 0 1
Ciwidey 1 0 1 0 4 3 29 0 3 1
Panyocokan 0 1 0 0 0 1 21 1 0 0
Lebakmuncang 0 0 0 1 0 1 25 1 0 1
Rawabogo 0 2 1 0 0 0 11 0 0 1
Nengkelan 0 1 0 0 0 1 9 1 0 0
Sukawening 0 2 0 1 0 1 21 1 0 0
Ranca Bali Cipelah 0 0 0 1 0 1 6 1 0 1
Sukaresmi 0 1 0 1 0 1 9 0 0 0
Indragiri 0 2 0 0 0 1 7 0 0 0
Patengan 0 2 1 0 0 0 8 1 0 0
Alamendah 0 0 0 1 1 1 30 1 0 1
Pasirjambu Sugihmukti 0 1 1 0 0 1 12 0 0 0
Margamulya 0 1 0 1 1 2 15 0 1 0
Tenjolaya 0 1 0 1 1 1 18 0 0 0
Cisondari 0 1 0 1 1 1 20 1 0 0
Mekarsari 0 1 0 1 0 0 10 1 0 0
Cibodas 0 0 0 1 0 0 10 0 0 0
Cukanggenteng 0 1 0 1 0 0 10 0 0 0
Pasirjambu 0 5 1 0 2 3 10 0 1 2
Mekarmaju 0 0 0 0 1 3 8 0 0 0
Cikoneng 0 0 0 1 0 0 11 0 0 0
Sumber: BPS 2006
Tabel 5.28. Sumber Air Bersih untuk Minum Kawasan Agropolitan Ciwidey
Tahun 2006
Telepon Wartel/
Kantor Pos Sinyal
Kecamatan Desa Kabel Kiospon Warnet (unit)
Pos Keliling HP
(Keluarga) (unit)
Ciwidey Panundaan 525 4 0 0 Ada Kuat
Ciwidey 319 19 0 Ada 0 Kuat
Panyocokan 22 2 0 0 Ada Kuat
Lebakmuncang 18 3 0 0 Ada Kuat
Rawabogo 9 2 0 0 0 Kuat
Nengkelan 10 3 0 0 Ada Kuat
Sukawening 11 3 0 0 Ada Kuat
Tabel 5.31. Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa (unit) Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006
Lanjutan Tabel 5.31. Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa (unit) Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006
Tempat
Bengkel Bengkel Biro/Agen Persewaan
Usaha Foto Pangkas Bengkel
Kecamatan Desa ATM Mobil/ Motor Elektronik Perjalanan Salon (unit) Alat Pesta
Kopi (unit) Rambut Las (unit)
(unit) (unit) Wisata (unit) (unit)
(unit)
Ciwidey Panundaan 0 6 4 0 0 0 2 2 1
Ciwidey 0 15 7 7 0 12 8 5 7
Panyocokan 0 5 3 1 0 1 1 7 3
Lebakmuncang 0 3 1 0 0 2 1 0 1
Rawabogo 0 2 2 0 0 2 3 0 0
Nengkelan 0 2 0 0 0 0 1 2 0
Sukawening 0 2 3 1 0 1 6 3 2
Ranca Bali Cipelah 0 4 1 1 0 2 1 3 0
Sukaresmi 0 0 0 0 0 1 0 0 2
Indragiri 0 2 0 1 0 1 0 0 0
Patengan 0 2 0 0 0 0 0 2 1
Alamendah 0 7 5 0 0 2 0 1 1
Pasirjambu Sugihmukti 0 0 0 0 0 0 0 2 0
Margamulya 0 3 2 0 0 0 2 1 1
Tenjolaya 0 2 2 0 0 1 1 0 0
Cisondari 0 1 0 1 0 0 1 0 1
Mekarsari 0 1 0 1 0 0 0 0 0
Cibodas 0 1 0 0 0 0 1 0 2
Cukanggenteng 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Pasirjambu 0 4 1 2 1 0 1 0 0
Mekarmaju 0 1 0 0 0 0 1 2 1
Cikoneng 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Sumber: BPS 2006
5.5.7 Koperasi
Tabel 5.32. Jumlah Koperasi (unit) Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006
Koperasi
Koperasi
Koperasi KUD Kopinkra Simpan
Kecamatan Desa Non KUD
(unit) (unit) (unit) Pinjam
(unit)
(unit)
Ciwidey Panundaan 2 0 0 2 0 2
Ciwidey 6 1 0 5 0 2
Panyocokan 7 0 0 1 6 2
Lebakmuncang 3 0 0 3 0 2
Rawabogo 0 0 0 0 0 2
Nengkelan 2 0 0 2 0 2
Sukawening 2 0 0 1 1 2
Ranca Bali Cipelah 2 0 0 2 0 2
Sukaresmi 1 0 0 1 0 2
Indragiri 2 0 0 0 2 2
Patengan 2 0 0 2 0 2
Alamendah 5 0 0 5 0 2
Pasirjambu Sugihmukti 2 0 0 1 1 1
Margamulya 0 0 0 0 0 2
Tenjolaya 1 0 0 1 0 1
Cisondari 3 0 1 2 0 2
Mekarsari 0 0 0 0 0 2
Cibodas 1 0 0 1 0 1
Cukanggenteng 1 0 0 1 0 2
Pasirjambu 3 1 0 1 1 1
Mekarmaju 3 0 3 0 0 1
Cikoneng 2 0 0 1 1 1
Sumber: BPS 2006
5.5.8. Transportasi
A. Jarak dan Waktu Tempuh
Tabel di bawah menunjukkan seberapa jauh dan seberapa lama sebuah
desa dapat mengakses ibukota kecamatan masing-masing. Untuk Kecamatan
Ciwidey, Desa Sukawening dan Panyocokan adalah desa terjauh dari ibukota
Kecamatan Ciwidey; adapun Desa Lebakmuncang adalah desa terdekat. Untuk
Kecamatan Rancabali, Desa Cipelah adalah desa terjauh; adapun Desa
Patengan adalah desa terdekat. Untuk Kecamatan Pasirjambu, Desa Mekarsari
adalah desa terjauh; adapun Desa Pasirjambu adalah desa terdekat.
B. Kondisi Jalan
Dari sisi kualitas jalan, terlihat bahwa kualitas jalan untuk semua kelas
jalan di Kecamatan Pasirjambu tidak mengalami kerusakan. Adapun kerusakan
jalan yang paling banyak terjadi di Kecamatan Ciwidey dan Rancabali adalah
pada jalan desa. Kondisi kelas jalan di kawasan Ciwidey dapat dilihat pada
Tabel 5.35.
Ciwidey
Jalan Kelas I (km) Rusak 0
Jalan Kelas II (km) Rusak 0
Jalan Kelas III (km) Rusak 16
Jalan Kelas IV (km) Rusak 0
Jalan Desa (km) Rusak 21
Jumlah (km) 37
Rancabali
Jalan Kelas I (km) Rusak 0
Jalan Kelas II (km) Rusak 14
Jalan Kelas III (km) Rusak 3
Jalan Kelas IV (km) Rusak 3
Jalan Desa (km) Rusak 20
Jumlah (km) 40
Penyusunan Masterplan Perencanaan Ekonomi Daerah V - 52
Laporan Akhir
Pasirjambu
Jalan Kelas I (km) Rusak 0
Jalan Kelas II (km) Rusak 0
Jalan Kelas III (km) Rusak 0
Jalan Kelas IV (km) Rusak 0
Jalan Desa (km) Rusak 0
Jumlah (km) 0
Sumber: Monografi Kecamatan, 2006
B. Moda Transportasi
Terminal Ciwidey
Terdapat satu terminal pusat di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang
bernama Terminal Ciwidey terletak di Desa Cibeureum (Kecamatan Ciwidey).
Terminal ini melayani rute internal dan eksternal kawasan, termasuk antar
kota/kabupaten lain. Letak terminal ini berdampingan dengan pasar terbesar di
kawasan ini (Pasar Ciwidey). Terminal Ciwidey melayani beberapa (8) rute moda
angkutan umum:
1. Rute Ciwidey-Rancabali
Jenis moda angkutan umum yang digunakan adalah angkot kuning dengan
jumlah 30-35 unit per hari. Angkot ini beroperasi antara jam 04.00-18.00
WIB
2. Rute Ciwidey-Kota Bandung
Jenis moda angkutan umum yang melayani rute ini ada dua jenis. Yang
pertama adalah bis. Ada 12 unit bis yang beroperasi di trayek ini. Jam
operasi bis antara jam 04.00-15.00 WIB. Khusus di hari ahad, bis ini
beroperasi antara jam 04.00-17 WIB. Jenis moda yang lainnya adalah colt.
Ada 45 unit colt yang beroperasi di trayek ini dengan jam operasi antara
jam 04.00-17.00 WIB.
3. Rute Ciwidey-Cipelah (Rancabali)
Jenis moda angkutan umum yang melayani rute ini adalah colt dengan
jumlah 5 unit. Sebenarnya jumlah colt ini adalah 15 unit. Moda ini
beroperasi antara jam 06.00-15.00 WIB.
B.2. Delman
Moda delman ini beroperasi di kawasan perkotaan Kecamatan
Pasirjambu-Ciwidey. Namun lebih banyak yang mangkal di kawasan perkotaan
Ciwidey. Rute angkutan ini adalah Terminal Ciwidey-Sukarane (Desa
Panyocokan-Kecamatan Ciwidey) dan Terminal Ciwidey-Desa Cisondari
(Kecamatan Pasirjambu). Keberadaan delman ini cukup memberikan dampak
terhadap arus lalu-lintas di Jalan Utama Pasirjambu-Ciwidey karena moda ini
relatif lambat.
Kepolisian Resort Kabupaten Bandung. Dulu ada sticker yang dipasang di motor,
namun sekarang sudah tidak lagi diterapkan.
Soreang-Pasirjambu
06.45 – 07.45 : 609,20
12.00 – 13.00 : 651,20
16.45 – 17.45 : 730,20
Ciwidey-Patenggang
07.00 – 08.00 : 354,40
12.45 – 13.45 : 273,10
16.15 – 17.15 : 455,80
tidak tidak
2 Pasirjambu-Ciwidey 1151,90 963,50 762,20
disurvey disurvey
No Ruas Sepeda Mobil Bus Angkot Truk Pick Sepeda Delman TOTAL
Motor Penumpang Up
1 Soreang-
70,86 11,21 0,54 3,99 2,77 5,38 0,92 4,33 100
Pasirjambu
3 Ciwidey-
78,58 7,08 1,03 5,35 2,50 5,45 0 0 100
Patenggang
Sumber: Dinas Perhubungan, 2006
5.6. Pertanian
54
53.5
53
2004
52.5
2005
52
51.5
51
Ciwidey Rancabali Pasirjambu
45
40
35
30
25 2004
20 2005
15
10
5
0
Ciwidey Rancabali Pasirjambu
180
160
140
120
100 2004
80 2005
60
40
20
0
Ciwidey Rancabali Pasirjambu
2000
1800
1600
1400
1200
2004
1000
2005
800
600
400
200
0
Ciwidey Rancabali Pasirjambu
A. Komoditas Hortikultura
Penyusunan Masterplan Perencanaan Ekonomi Daerah V - 60
Laporan Akhir
BANDUNG PASAR
SOREANG
B. Komoditas Strawberry
Untuk komoditas strawberry memiliki rantai tata niaga yang berbeda
dengan komoditas hortikultura lainnya karena ada beberapa tipe pola pemasaran
yang terjadi untuk komoditas ini. Pertama, untuk komoditas strawberry “petik
sendiri”, aliran barang langsung terjadi dari petani ke konsumen atau pembeli.
Para wisatawan yang ingin membeli strawberry bisa langsung mendatangi
kebun-kebun strawberry yang biasanya terletak di pinggir jalan. Untuk pola
pemasaran seperti ini memiliki nilai tambah yang tinggi, namun dalam
pemeliharaannya juga membutuhkan biaya yang tinggi. Kedua, pola pemasaran
langsung dari petani ke penjual strawberry. Pola pemasaran seperti ini biasanya
terjadi di dekat kawasan-kawasan wisata, karena biasanya para penjual
strawberry menjajakan strawberry segar kepada para wisatawan. Untuk
mencapai tempat wisata, strawberry harus dalam keadaan baik dan segar, oleh
karena itu perkebunan strawberry setempat menjadi referensi utama dalam
pemasok strawberry untuk dijajakan di kawasan wisata. Terakhir, pola
pemasaran dari petani ke industri rumah tangga olahan strawberry. Pola
pemasaran seperti ini biasanya untuk meningkatkan nilai tambah produk
strawberry yang memilki kualitas kurang baik. Adanya pola pemasaran seperti ini
dapat menyelamatkan produk-produk yang tidak terpakai untuk dijual secara
langsung dan dapat meningkatkan nilai jual dari produk strawberry tersebut
(Gambar 5.15)
PENJUAL
STRAWBERRY
INDUSTRI
OLAHAN
STRAWBERRY
TENGKULAK/
PENGUMPUL
(40%)
PETANI PASAR
KELUARGA (60%)
(KONSUMSI
SENDIRI)
Rantai tata niaga untuk komoditas teh rakyat berlangsung dari petani
hingga pabrik-pabrik besar untuk pemasaran. Para petani membawa hasil produk
mereka ke pengumpul-pengumpul lokal, kemudian para pengumpul membawa
hasil pertanian tersebut ke pabrik pengolahan teh. Di pabrik pengolahan
dilakukan proses pengolahan tahap awal seperti shortasi atau pemilihan dan
pemisahan daun-daun teh, pengeringan daun-daun teh, kemudian penggilingan
teh. Selanjutnya hasil pengolahan daun teh dibawa ke pabrik-pabrik besar untuk
pengemasan, labelisasi, dan kemudian dipasarkan (Gambar 5.17).
Industri Rumah Tangga ada tiga, yakni bilik bambu, olahan strawberry
dan kaluah jeruk. Untuk industri bilik bambu, rantai tata niaga terjadi dari
pengrajin langsung ke consumer atau pembeli yang pada umumnya berasal dari
kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Bogor, hingga Surabaya. Kebanyakan
para peminat bilik bambu ini sengaja datang langsung ke Ciwidey atau karena
tidak sengaja saat berwisata ke daerah tersebut.
Untuk industri olahan strawberry, 50% produknya dijual ke kios-kios
penjaja oleh-oleh yang kemudian dibeli oleh para wisatawan dan 50% rantai tata
niaga lainnya berlangsung dari pengrajin langsung ke konsumen/wisatawan.
Biasanya pola pemasaran yang kedua ini berlangsung jika para wisatawan tahu
dan langsung datang ke lokasi industri tersebut.
Terakhir, industri rumah tangga kaluah jeruk. Rantai tata niaga yang
berlangsung pada industri ini langsung dari pengrajin ke konsumen yang
dijajakan di kios-kios yang umumnya milik mereka sendiri. Pada umumnya
konsumen yang membeli produk kaluah jeruk ini adalah para turis atau
wisatawan yang sedang bertamasya di kawasan Ciwidey (Gambar 5.19)
BAB 6
POTENSI DAN PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN
Palawija
Faktor pembatas untuk tanaman palawija adalah unsur hara yang rendah
dan faktor ketinggian, sehingga apabila unsur hara itu dapat diatasi maka
potensinya akan lebih meningkat. Produktivitas untuk tanaman palawija
terutama jagung berkisar antara 4,3 – 4,5 ton/ha, ubi kayu 12,5 – 12,9 ton/ha, ubi
jalar 0,6 – 1,2 ton/ha, kacang tanah terutama di Pasir Jambu produksinya 14,4
ton/ha.
Sayuran
Untuk tanaman sayuran, khususnya sayuran dataran tinggi faktor
pembatasnya adalah kandungan hara yang rendah dan bahaya erosi, sehingga
untuk pengembangan sayuran perlu dilakukan pemupukan terutama NPK dan
terasering yang baik. Apabila faktor-faktor tersebut dapat diperbaiki, maka
produktivitasnya akan lebih baik. Produktivitas tanaman sayuran berkisar antara
16 ton/ha.
Buah-buahan
Faktor pembatas untuk tanaman buah-buahan adalah retensi hara dan
temperatur. Untuk unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Apabila diatasi
maka potensinya dapat berkembang, sedangkan untuk temperatur sulit untuk
diatasi kecuali dengan teknologi khusus yang cukup mahal.
Perkebunan
Untuk tanaman teh dan kopi faktor pembatasnya adalah bahaya erosi,
retensi hara dan temperatur. Untuk faktor retensi hara dan erosi relatif lebih
mudah diatasi, yaitu dengan pemupukan, pembuatan terasering dan penanaman
menurut kontur. Sedangkan faktor temperatur relatif sulit untuk diatasi. Untuk
tanaman teh rakyat perlu mendapat perhatian khusus, karena pada saat ini
umumnya tanaman teh rakyat ini kurang memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi, sehingga erosi yang terjadi masih cukup besar.
Kelas N
Kelas N berarti tidak sesuai untuk selamanya. Tanah-tanah yang
tergolong kelas N terdapat pada SPT 15, 19, 26, 28. Tanah tersebut mempunyai
faktor pembatas lereng dan kedalaman solum. Saat ini, tanah tersebut sebagian
berbentuk hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan wisata.
Hasil overlay penggunaan lahan eksisiting dengan RTRW Kabupaten
Bandung 2007-2026 menunjukkan terjadinya ketidaksesuaian penggunaan lahan
(berwarna hijau) yang secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 6.2. Untuk itu,
diperlukan kebijakan pengendalian penataan ruang agar penyimpangan yang
terjadi tidak semakin luas.
Tabel 6.2. Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan
permukiman
waduk/situ
(blank)
KODE
Uraian
Kc. Panjang
Padi Sawah
Padi Gogo
Kemb. Kol
Mentimun
Kc.Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kentang
Tombat
Kedelai
Jagung
Buncis
Wortel
Nenas
Petsai
Kubis
Cabe
2 S2,nr S3,nr S3,nr S3,nr S3,nr S2,nr S2,nr S3,nr N N S3,nr S3,nr S3,nr N N S3,nr S3,nr S2,nr
9 N S3,eh S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh S3,eh S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr S3,eh,nr
10 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
11 N S3,tc S3,nr N N N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N
12 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
13 N S3,tc S3,tc N N N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N
14 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
15 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
16 N S3,tc S3,nr N N N N N S3,nr S3,nr N N N S3,nr S3,nr N N N
17 N S3,tc S3,nr N N N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N
18 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
19 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
22 N N N N N N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N
23 N N N N N N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N S3,eh,nr S3,eh,nr N N N
24 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
25 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
26 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
27 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
28 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
29 N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Rambutan
Cengkeh
Manggis
Mangga
Jamabu
Alpukat
Pepaya
Melinjo
Kelapa
Pisang
Durian
Kakao
Jeruk
Karet
Duku
The
2 S3,nr S3,nr S2,nr N S2,nr S2,nr S2,nr S2,nr N N S2,nr S3,nr S2,nr S2,nr N N
9 S3,eh,nr S3,eh,nr S2,nr N S3,nr S3,nr S3,nr S3,nr N N S3,nr S3,tc S3,nr S3,nr N N
10 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
11 S3,tc S3,tc N N S3,tc S3,tc S3,tc S3,tc N N S3,tc N S3,tc S3,tc N N
12 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
13 S3,eh,tc S3,eh,tc N S2,nr S3,tc S3,tc S3,tc S3,tc N N S3,tc N S3,tc S3,tc N N
14 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
15 N N N N N N N N N N N N N N N N
16 S3,tc S3,tc N S2,nr S3,tc S3,tc S3,tc S3,tc N N S3,tc N S3,tc S3,tc N N
17 S3,eh,tc S3,eh,tc N S2,nr S3,tc S3,tc S3,tc S3,tc N N S3,tc N S3,tc S3,tc N N
18 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
19 N N N N N N N N N N N N N N N N
22 N N N S3,nr,tc N N N N N N N N N N N N
23 N N N S3,nr,tc N N N N N N N N N N N N
24 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
25 N N N S3,eh N N N N N N N N N N N N
26 N N N N N N N N N N N N N N N N
27
28 N N N N N N N N N N N N N N N N
29
perdagangan 1
perikanan 1
Sub sektor agribisnis
tanaman pangan 2
kawasan 5
perkebunan 5
peternakan 6
sayuran 9
home industri 11
0 2 4 6 8 10 12
Jumlah jenis komoditas
Gambar 6.1. Jumlah Jenis Komoditas Unggulan untuk Setiap Sub Sektor
Agribisnis
1. Sub sektor tanaman pangan, memiliki dua jenis komoditas, yaitu padi dan
jagung;
2. Sub sektor sayuran memiliki sembilan jenis komoditas, yaitu tomat, buncis,
kentang, seledri, petsai, salada air, bawang daun, jamur tiram, cabe gebog;
3. Sub sektor perkebunan, memiliki lima jenis komoditas, yaitu strawberry, kopi,
terong belanda/terong kori, bunga, teh rakyat;
4. Sub sektor peternakan, memiliki enam jenis komoditas, yaitu sapi perah,
ayam ras pedaging, domba, kambing perah, penggemukan sapi, kelinci;
5. Sub sektor kawasan, memiliki lima jenis komoditas, yaitu Kawah Putih,
Cimanggu, Ranca Walini, Ranca Upas, Situ Patenggang;
6. Sub sektor home industri, memiliki 11 jenis komoditas, yaitu bilik, pande besi,
maranggi, kalua jeruk, pindang, konveksi, makanan ringan, tahu tempe,
olahan strawberry, gula aren, bandrek;
7. Sub sektor perikanan, memiliki satu jenis komoditas, yaitu ikan nila;
8. Sub sektor perdagangan, memiliki satu jenis komoditas, yaitu ikan mas dan
mujaer.
Detail mengenai sebaran jenis komoditas per desa dapat dilihat pada
Tabel 6.4 dibawah ini.
8
7
Jumlah jenis komoditas unggulan
7
6 6 6 6
6
5 5 5 5 5
5
4 4 4 4 4 4
4
3 3 3 3
3
2
2
1
0
0
Cibodas
Cipelah
Patengan
Alam Endah
Panundaan
Panyocokan
Nengkelan
Margamulya
Tenjolaya
Pasirjambu
Mekarmaju
Cikoneng
Lebak Muncang
Sukawening
Cukanggenteng
Rawabogo
Sukaresmi
Indragiri
Ciwidey
Cisondari
Sugihmukti
Mekarsari
Jumlah
Kecamatan No. Desa
Penggemukan Sapi
Ayam ras pedaging
olahan strowberi
Situ Patenggang
Makanan ringan
Kambing Perah
Bawang Daun
Ranca Walini
Kawah Putih
Jamur Tiram
Cabe Gebog
Tahu Tempe
Ranca Upas
Kalua Jeruk
Terong kori
Teh Rakyat
Pande besi
Strawberry
Sapi perah
Cimanggu
Salada air
Gula aren
Maranggi
Konveksi
Ikan nila
Kentang
Bandrek
Pindang
Jagung
Domba
Buncis
Kelinci
seledri
Bunga
Tomat
Petsai
Kopi
Bilik
Padi
Rancabali 1 Cipelah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3
2 Sukaresmi 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
3 Indragiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Patengan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5
5 Alam Endah 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6
Ciwidey 1 Panundaan 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
2 Ciwidey 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 5
3 Lebak Muncang 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 5
4 Rawabogo 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
5 Panyocokan 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
6 Nengkelan 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
7 Sukawening 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
Pasir Jambu 1 Sugihmukti 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
2 Margamulya 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
3 Tenjolaya 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
4 Pasirjambu 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
5 Cisondari 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
6 Cibodas 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 6
7 Mekarsari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
8 Cukanggenteng 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3
9 Cikoneng 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 4
10 Mekarmaju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
Jumlah dominan 14 1 5 5 1 4 2 1 3 1 1 4 3 1 1 7 10 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 95
Jumlah Prioritas 9 0 1 2 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 25
Sebagai contoh, dari Gambar 6.2 yang merupakan ringkasan dari Tabel
6.4 dapat terlihat desa mana saja yang memiliki komoditas unggulan dari jenis
manapun. Desa Tenjolaya (Kecamatan Pasirjambu) memiliki 7 jenis komoditas
unggulan yang terdiri dari (data Tabel 6.4):
• Padi
• Tomat
• Buncis
• Bunga
• Teh rakyat
• Domba
• Kalua jeruk
Dari Tabel 6.4 ini juga dapat dilihat komoditas unggulan apa saja yang
ada di masing-masing desa di Kawasan Agropolitan Ciwidey
16
6 5 5
4 4
4 3 3 3 3
2 2 2 2 2
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
olahan strowberi
Strawberry
Bilik
Kelinci
Kawah Putih
Ikan nila
Teh Rakyat
Salada air
Jamur Tiram
seledri
Bawang Daun
Maranggi
Makanan ringan
Tahu Tempe
Ayam ras
Kalua Jeruk
Padi
Petsai
Kopi
Terong
Sapi perah
Kambing Perah
Cimanggu
Situ
Pande besi
Pindang
Gula aren
Ranca Upas
Bandrek
Jagung
Kentang
Cabe Gebog
Bunga
Domba
Penggemukan
Walini
tanaman sayuran perkebunan peternakan kawasan home industri x x
pangan
Sebaran jenis komoditas per sub sektor agribisnis
• Situ Patengan
• Tahu tempe
• Gula aren
Tomat 1
Terong Belanda 1
Teh Rakyat 1
Tahu Tempe 1
Situ Patenggang 1
Salada air 1
Jenis komoditas
Ranca Walini 1
Ranca Upas 1
Kawah Putih 1
Gula aren 1
Cimanggu 1
Bawang Daun 1
Sapi perah 2
Buncis 2
Padi 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah
Jumlah jenis Desa yang menjadi prioritas
komoditas
Kajian ini akan membahas lebih detail per komoditas unggulan prioritas.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa komoditas unggulan prioritas adalah
komoditas unggulan yang mempunyai prioritas pertama di setiap desa. Meskipun
demikian, untuk kajian jumlah lokasi per komoditas unggulan prioritas masih
A. Padi
1 Tersebar di 14 desa yang tersebar di dua kecamatan
2 Masa tanam dalam setahun 2 kali tanam. Kalender tanam dalam
budidaya padi terbagi dalam 14 tahapan, yaitu pembuatan persemaian,
sebar benih, pemupukan persemaian, pengolahan tanah, PHT
persemaian, cabut benih, pemupukan dasar, tanam, penyiangan,
pemupukan susulan, pengendalian hama, pengairan, panen, dan pasca
panen.
3 Varitas bibit yang digunakan sejumlah 20 jenis, yaitu Segon, Berem lokal,
Mota, Borneng, Midun, Tasmal, Cianjur, Mastem, Setra, Ciherang, Udil,
Sigli, Badigul, Sarinah, Hawara salak, Galur harapan, Torondol, Himer,
Situ Bagendit, Cigeulis. Penggunaan rata-rata kebutuhan bibit 29,3 kg/ha.
4 Pemupukan untuk komoditas padi menggunakan tujuh buah jenis pupuk,
yaitu Urea, TSP, KCl, SP 36, ZA, NPK, dan Ponska.
5 Dua puluh satu obat-obatan yang digunakan dalam budidaya komoditas
padi telah teridentifikasi, jenis Fastac adalah jenis obat-obatan paling
banyak digunakan.
6 Produktifitas yang dihasilkan secara rata-rata adalah 4.644,44 kg/ha,
dengan varitas Cianjur memiliki produktifitas tertinggi yaitu 6.000kg/ha,
sedangkan produktifitas terendah adalah varitas Udil yaitu 3.850 kg/ha.
7 Distribusi hasil produksi komoditas padi menunjukkan bahwa secara rata-
rata 57% dikonsumsi sendiri, 24% dipasarkan di dalam desa, dan sekitar
19% dipasarkan di luar desa. Desa Panyocokan adalah desa yang
memasarkan hasil produksinya ke luar desa terbanyak, yaitu 80%,
sedangkan presentasi terbesar konsumsi padi untuk kepentingan sendiri
sebesar 80% berada Desa Cikoneng.
B. Buncis
1 Tersebar di lima desa (Rawabogo, Panyocokan, Nengkelan, Margamulya,
Tenjolaya) di dua kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu
2 Varitas bibit Lokal, lembang, Lebat, TW, Putih
3 Jenis pupuk yang digunakan Urea, NPK, Kandang, TSP, KCl, Postal, dan
SP 36
4 Jenis pestisida yang digunakan Akodan, ruotin, antrakol, gm, rinos, ditro,
cukor, agroduk, kocid, curakron, ditan , Gpm, caonlik, Promaneb, Fastak
5 Produktifitas dari lokal (78,33 kwintal/ha), lembang (75,00 kwintal/ha),
Lebat (50,00 kwintal/ha), TW (70,00 kwintal/ha), Putih (65,00 kwintal/ha)
6 Pemasaran dikonsumsi sendiri 1,80%, dipasarkan di pasar lokal desa
5,40%, dipasarkan di luar desa 92,80%.
C. Sapi Perah
1 Tersebar di 10 desa di dua kecamatan, yaitu Rancabali dan Pasirjambu
2 Pelaku usaha terbanyak terdapat di Desa Cisondari
3 Populasi terbanyak sapi perah ada di Desa Cibodas
4 Rasio kepemilikan tertinggi justru berada di Desa Mekarmaju yaitu 1:5
artinya satu orang peternak memiliki 5 ekor sapi, dengan rasio
kepemilikian rata-rata 1:2,4
5 Produktivitas sapi perah rata-rata 10 bulan setiap tahun selama 7-8 tahun
6 Rata-rata hasil susu sapi yang diperah dari seekor setiap hari sebanyak
11,5 lt.
7 Produksi susu dari kawasan Ciwidey dalam satu hari keluar 61.853 liter
8 Secara umum kalender peternakan sapi perah terbagi menjadi enam
tahap, yaitu penyediaan kandang, pengadaan bibit, pemeliharaan, kawin
(IB=inseminasi buatan), melahirkan dan produksi.
9 Jenis bibit yang digunakan FH (Fries Holstein) yang merupakan sapi
program Banpres tahun 1970-an. Rata-rata di Kawasan Ciwidey ada 754
buah kandang.
10 Pakan sapi perah di kawasan Ciwidey teridentifikasi 12 jenis, terdiri dari
rumput-rumputan, daun-daunan dan dedak. Rumput-rumputan ada 3 jenis
yaitu rumput lapang, rumput gajah dan king grass. Kemudian daun-
daunan ada 7 jenis yaitu daun jagung, jerami, daun pisang, daun kacang-
kacangan, daun ubi jalar dan limbah sayuran yang biasanya berbentuk
daun. Dedak terdiri dari 2 macam yaitu konsentrat yang merupakan
“makanan wajib” sapi perah untuk meningkatkan produktivitas susu, dan
ampas tahu (dage).
11 Obat-obatan yang teridentifikasi adalah 11 jenis, yaitu obat cacing,
vitamin, antibiotik, antihistamin, antinyeri (tympanol), analgesik, mineral,
obat kembung, kalsium dan jamu gayemi.
12 Dalam pemasaran, lebih dari 98 % susu sapi dijual ke luar desa. Di
kawasan Ciwidey ada 2 koperasi besar yang menampung susu sapi yaitu
KUD Pasirjambu dan KUD Tani Mukti Ciwidey. Selain 2 KUD tersebut,
ada perusahaan swasta yang membeli susu sapi dari peternak yaitu
HKSP di Pasirjambu, dan beberapa penampung perorangan yang
menjual langsung eceran susu murni.
D. Bawang Daun
1 Tersebar di tiga desa, yaitu Alam Endah, Panundaan, dan Sugihmukti
2 Kalender musim terdiri dari berbagai tahapan pengolahan tanah,
pemupukan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan
3 Bibit yang digunakan Bawang Papak, Bawang Jalu, dan Bawang Jawa
4 Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, Urea, TSP, KCl, ZA, dan
NPK.
5 Jenis pestisida yang dipakai Dithane m-45, Rhidomil, Amstartop, Perekat,
proclem, Tricer, Curakron, Padan, Ripcor, Pitablum, Supergro, Pilaram,
NapEl, dan Dusbran
6 Produktivitas bawang daun dari jenis bibit Bawang Papak (316,67
kwintal/ha), Bawang Jalu (350,00 kwintal/ha) dan Jawa (250,00
kwintal/ha)
7 Dikonsumsi sendiri 0,62%, Tidak ada yang Dipasarkan di pasar lokal
desa, sisanya dipasarkan di luar desa (99,38%)
E. Gula Aren
1. Industri rumahtangga pembuatan gula aren hanya teridentifikasi di 1 desa
yaitu Desa Cipelah, Kecamatan Rancabali. Pelaku usaha industri gula
aren ada 50 orang dengan pekerja sebanyak 150 orang. Usaha ini telah
dilakukan selama 47 tahun dan biasanya dilakukan secara turun temurun.
2. Industri ini tidak bisa dilaksanakan di setiap desa, karena berhubungan
dengan bahan baku yaitu pohon aren dan ketersediaan kayu bakar untuk
memasaknya.
3. Setiap hari keluar sekitar 350 kg gula aren dalam motif gandu dari Desa
Cipelah menembus pasaran untuk dikonsumsi karena merupakan
kebutuhan sehari-hari.
4. Bahan baku gula aren seluruhnya berasal dari Desa Cipelah. Hal ini
terjadi karena di Desa Cipelah banyak sekali pohon aren dan banyak
pengrajin yang sudah pengalaman dalam membuat gula aren.
5. Pembuatan gula aren memerlukan kemahiran tersendiri. Apabila ada
yang salah dalam salah satu kegiatan bisa mengakibatkan gula tidak jadi
atau aren tidak mengeluarkan niranya.
6. Dalam pembuatan gula aren rata-rata terserap 57,1 tenaga kerja.
7. Pemasaran gula aren tidak sulit karena merupakan kebutuhan pokok
sehari-hari. Pesentase gula aren yang dipasarkan ke luar desa sejumlah
90%, sisanya dipasarkan di dalam desa.
8. Penggunaan teknologi dalam pembuatan gula aren masih manual dan
alat sederhana mulai dari mengambil nira (nyadap) sampai mengolah.
Tapi dengan manual dan alat sederhana ini menjadi ciri khas gula aren.
F. Salada Air
1. Hanya terdapat di desa Panundaan
2. Varitas bibit yang digunakan salada hitam dan salada putih yang
menggunakan perbandingan hitam 40% putih 60% untuk setiap luas
tanam.
3. Jumlah bibit yang digunakan 7.000 kg/ha.
4. Jenis pupuk yang digunakan adalah urea dan pestisidanya secore.
5. Produktivitas yang dihasilkan adalah enam kali setahun dan produksi 10,5
tonsetiap kali panen.
6. Seluruh hasilnya dipasarkan ke luar desa.
G. Tahu Tempe
1. Industri rumah tangga pembuatan tahu tempe hanya teridentifikasi di
Desa Ciwidey, Kecamatan Ciwidey.
2. Pelaku usaha industri Pengrajin tahu tempe terdiri dari pemilik (10 orang)
dengan keseluruhan pekerja sebanyak (29 orang). Usaha ini telah
dilakukan selama 13 tahun, dengan rasio pelaku usaha sangat kecil.
3. Setiap hari terjual tahu (7 kwintal) dan tempe (3 kwintal) dari Desa
Ciwidey menembus pasaran untuk dikonsumsi.
4. Bahan baku Pengrajin tahu tempe seluruhnya berasal dari luar Desa
Ciwidey. Hal ini terjadi karena di Desa Ciwidey tidak ada petani kedelai.
Pada tabel di bawah ini terlihat jumlah produksi dan asal bahan baku
pengrajin tahu tempe di Desa Ciwidey.
5. Pembuatan tahu dan tempe bisa dipelajari oleh siapa saja karena
tahapannya sudah jelas dan baku.
6. Dalam pembuatan tahu tempe rata-rata terserap 2,9 orang tenaga kerja.
Dibutuhkan rata-rata 5,25 tenaga kerja pembuatan tahu dan 1 tenaga
kerja pembuatan tempe.
7. Pemasaran tahu tempe tidak sulit, karena merupakan kebutuhan sehari-
hari. Tahu tempe dari Ciwidey 50% dipasarkan di dalam dan ke luar desa.
8. Penggunaan teknologi dalam pembuatan tahu tempe baru sampai semi
mekanik.
H. Teh Rakyat
1. Teh rakyat menjadi komoditas unggulan terdapat di tujuh desa yaitu Desa
Cipelah, Desa Lebak Muncang, Margamulya, Tenjolaya, Cisondari,
Cibodas, dan Mekarsari. Dari tujuh desa yang memiliki komoditas
unggulan teh rakyat, teridentifikasi satu desa yang menjadikan teh rakyat
sebagai prioritas di desanya adalah Desa Cisondari Kecamatan Pasir
Jambu.
2. Rasio pelaku usaha dari 7 desa yang memiliki keunggulan teh rakyat dari
jumlah pelaku keseluruhan 344 orang berbanding jumlah KK 14251
keluarga adalah 2,41. Rasio paling banyak terdapat di Desa Cisondari
kecamatan pasir jambu (5,93), sedangkan rasio paling kecil adalah di
Desa Lebakmuncang kecamatan Ciwidey (0,52) .
3. Luas keseluruhan teh rakyat dari 7 desa kajian adalah 373.9 ha,
sedangkan persentase penggunaan lahan dari total luas 10.600 ha
keseluruhan desa adalah 3,53 %. Persentase lahan paling besar adalah
Desa LebakMuncang (13,75%), dan persentase lahan paling kecil adalah
Desa Tenjolaya kecamatan Pasirjambu (1,91%).
4. Tanaman teh rakyat merupakan jenis tanaman tahunan. Umur rata-rata
dari 7 desa adalah 15 tahun. Umur tanaman paling tua terdapat di desa
Lebakmuncang (23 tahun), sedangkan umur tanaman paling muda
terdapat di Desa Cibodas (5 tahun).
5. Adapun penanaman perkebunan teh dilakukan sekali pada tahun
pertama, selanjutnya dilakukan pemeliharaan dan pemanenan. Tahapan
penanaman dibagi dalam 4 tahapan yaitu persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, dan pemanenan.
a. Tahapan persiapan lahan yang dilakukan adalah pembersihan
lahan, pembuatan lubang, pemupukan , dan persiapan bibit.
Secara keseluruhan desa, tahapan persiapan lahan bervariasi dari
bulan Januari sampai Desember. Intensitas paling tinggi dilakukan
pada bulan Agustus dan Oktober.
b. Tahapan penanaman dilakukan dari bulan Januari sampai Mei
dan bulan September sampai November. Intensitas paling tinggi
pada bulan Januari, Februari, Maret, September dan Oktober.
c. Tahapan pemeliharaan terdiri dari pengobatan, pemupukan,
penyiangan, penyulaman, Intensitas pemeliharaan paling tinggi
pada bulan Desember. Tahapan pemanenan dilakukan tiap bulan.
Intensitas pemanenan paling tinggi dilakukan pada bulan Agustus,
September, Oktober dan Januari.
I. Terong Belanda
1. Komoditas unggulan terong Belanda terdapat di satu desa yaitu Desa
Sukaresmi Kecamatan Rancabali. Luas area 10 ha dan pelaku usaha
terdiri dari 4 orang.
2. Umur tanaman sampai saat ini antara 3 sampai 5 tahun. Komoditas
terong belanda tergolong tanaman tahunan. Buahnya setelah panen bisa
tahan disimpan sampai 45 hari dan digunakan sebagai bahan manisan
dan pembuatan jus minuman.
3. Tahapan budidaya terong belanda yaitu pembibitan, pengolahan tanah,
penanaman dan panen. Tahapan pembibitan dan pengolahan tanah
dilakukan pada bulan Januari, tahapan penanaman dilakukan pada bulan
februari. pemeliharaan dilakukan setelah selesai penanaman pada bulan
februari. panen pertama dilakukan pada bulan Agustus. Pada tahun
berikutnya kegiatan yang dilakukan adalah pemeliharaan dan pemanenan
sampai tanaan berumur 4 tahun dilakukan penanaman kembali.
4. Tanaman terong belanda sebagaian besar dilakukan di tahan tumpang
sari dengan Perhutani di wilayah desa.
5. Populasi tanaman sampai sekarang mencarai 10.000 pohon jenis bibit
yang digunakan terdapat 2 jenis yaitu jenis hitam (2000 pohon/ha) dan
kuning (3000 pohon/ha), merupakan jenis bibit unggul.
6. Pupuk yang digunakan perhektarnya adalah pupuk kandang 5000kg/ha
dan pupuk cair organik 5000 liter.
7. Dalam penanganan hama dan penyakit tanaman tidak menggunakan
pestisida. Produktivitas yang dihasilkan per tahun mencapai 600
ton/tahun.
8. Pemasaran hasil hampir 98 % dipasarkan ke luar desa melalui pengepul.
Sedangkan dijual di lokal desa dan dikonsumsi sendiri masing-masing 1
%. Karena harga jual di luar mencapai Rp. 11.000, dan di desa harganya
Rp. 6000 per kilonya.
J. Tomat
1. Tersebar di lima desa, yaitu Rawabogo, Panyocokan, Margamulya,
Tenjolaya, dan Cibodas.
2. Varietas bibit, yaitu marta, permata, Cosmonot, Warani, Antarloka,
Samina, dan Monika.
3. Pupuk yang digunakan adalah UREA, TSP, KCl, Pupuk Kandang, SP 36,
NPK, adalah ZA
4. Jenis obat-obatan yang biasa dipakai pilaram, curakron, daconil, supergo,
rohadil, rodor, antracol, ditane, Vandozeb, cocid, atabron, ripkor, cix,
Propil, Agrimek, Noxone, pand2 lb, afsa 800
5. Produktivitas [ton/ha/musim tanam] untuk setiap marta (43,80), permata
(45,25), cosmonot (35,33) warani (43,00), antarloka (45,00) samina
(50,00), monika (40,00)
6. Dikonsumsi sendiri 1,32%, Dipasarkan di pasar lokal desa 2,20%, dan
Dipasarkan di luar desa 95,98%
6.2.6. Permasalahan
Penggemukan Sapi
Ayam ras pedaging
Perdagangan ikan
olahan strowberi
Kawasan wisata
Makanan ringan
Kambing Perah
Bawang Daun
Cabe Gebog
Tahu Tempe
Jamur Tiram
Kalua Jeruk
Teh Rakyat
Terong kori
Pande besi
Strawberry
Sapi perah
Salada air
Gula aren
Maranggi
Bandrek
Kentang
Ikan nila
Pindang
Jagung
Domba
Jumlah
Seledri
Buncis
Kelinci
Bunga
Tomat
Petsai
Padi
Kopi
Bilik
No Isu Utama No Identifikasi masalah
1 Lemahnya 1 Kurang permodalan usaha 4 1 5 1 1 1 1 3 1 1 3 3 0 0 5 5 0 1 0 1 1 1 2 1 3 2 1 1 1 2 1 0 0 0 56
3
permodalan di 2 Kurangnya akses 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
masyarakat permodalan 0
2 Kurangnya 3 Kurang peralatan usaha 2 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 1 0 3 6 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 3 0 3 0 2 0 0 27
pendukung pengolahan
produksi 5 Jalan tidak memadai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
6 Kurang transportasi 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
7 Jalan rusak 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
rendah
6 Harga 19 Harga bahan baku mahal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
penyakit penyakit
29 Hama tikus 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
30 Hama burung 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4
1
31 Penyakit 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
tradisional 1
35 Penggunaan alat masih 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3
manual
36 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
perawatan/pemeliharaan
37 Tidak tahu cara penanganan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3
penyakit
38 Kurang penanganan hasil 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
produksi
39 Kurang penataan lokasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
usaha
40 Banyak penggunaan obat- 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
obatan
41 Belum ada penanganan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
limbah
42 Kurang kebersihan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
tengkulak
48 Kurang akses pemasaran 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 2 1 2 0 2 0 0 1 0 0 0 0 13
1
49 Penjualan sistim tebas 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
(spekulasi)
50 Pemasaran ilegal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
pemasaran
53 Over produksi 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
pemerintah pemerintah
11 Lemahnya 56 kurang pemberdayaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
kelembagaan kelompok 1
usaha di 57 belum ada kelompok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2
kelompok
12 Masalah 59 Penipuan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
61 Keamanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
kemarau 1
Jumlah 6 3 2 6 2 1 1 3 9 4 1 1 1 4 7 2 6 4 1 3 2 7 8 9 5 8 6 6 6 3 7 7 2 2 4 39
6 3 1 6 2 5 2 9 2 5 7
Adapun secara isu utama, ada 5 isu utama yang menjadi paling dominan
dari 35 komoditas unggulan adalah sebagai berikut:
1. Lemahnya permodalan di masyarakat
2. Ketidakpastian pemasaran
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat
4. Kurangnya bahan baku (bibit, bahan baku, pakan)
5. Kurangnya infrastruktur pendukung produksi
C. Analisa Masalah
Dari identifikasi permasalahan komoditas unggulan di Kawasan
Agropolitan Ciwidey secara umum adalah hasil produksi masih kurang
mencukupi kebutuhan masyarakat. Ada empat faktor yang mempengaruhi yaitu
rendahnya hasil produksi, harga hasil produksi yang rendah, kurangnya
kepemilikan lahan dan usaha, dan masalah sosial dan lingkungan yang semakin
menurun.
Rendahnya hasil produksi disebabkan karena kesulitan saprodi,
banyaknya hama penyakit, kualitas saprodi, dan kekurangan air pada musim
kemarau. Kesulitan produksi, banyaknya hama dan kualitas saprodi rendah
disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan tehnik produksi. Kesulitan
saprodi juga disebabkan karena harga saprodi mahal. Kekurangan air pada
musim kemarau disebabkan karena irigasi tidak memadai.
Harga hasil produksi rendah disebabkan oleh dua faktor yaitu lemahnya
pemasaran dan produksi yang melimpah. Lemahnya pemasaran banyak
disebabkan karena kurangnya infrastruktur dalam pemasaran. Sedangkan
produksi yang melimpah disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan tehnik
dalam produksi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah mahalnya harga
produksi saprodi, irigasi tidak memadahi dan kurangnya lahan, serta terbatasnya
kepemilikan lahan disebabkan karena kurangnya permodalan masyarakat.
Sedangkan kurangnya pengetahuan dan tehnik produksi di sebabkan karena
lemahnya kelembagaan usaha di masyarakat dan kurangnya penyuluhan dan
pelatihan dari PPL.
Dari hasil analisa masalah ditemukan lima (5) isu strategis yang
menyebabkan hasil produksi kurang mencukupi kebutuhan masyarakat, yaitu :
1. Lemahnya permodalan,
2. Kurangnya penyuluhan dan pelatihan dari PPL,
3. Lemahnya kelembagaan usaha masyarakat,
4. Kurangnya infrastruktur pemasaran, dan
5. Masalah sosial dan lingkungan.
C. Akar Masalah
Dari keseluruhan permasalahan, ditemukan dua (2) akar permasalahan
yang mempengaruhi kurang mencukupinya hasil produksi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yaitu (a) kurang adanya perhatian pemerintah dan
(b) masalah sosial dan lingkungan. Selengkapnya lihat analisa kerangka logis
berikut (Gambar 6.5).
Empat
Empat isu
kebijakan
strategis
strategis
Meningkatkan
Lemahnya permodalan
permodalan
Melakukan revitalisasi
Kurangnya penyuluhan
penyuluhan dan
dan pelatihan dari PPL
pelatihan untuk PPL
Lemahnya Memperkuat
kelembagaan kelembagaan
usaha usaha
masyarakat masyarakat
Peningkatan
Kurangnya infrastruktur
infrastruktur
pemasaran
pemasaran
Dari Tabel 6.9, Gambar 6.7 dan Gambar 6.8, hasil analisis kelayakan
finansial komoditas unggulan di Kawasan Agropolitan Ciwidey, didapat B/C ratio
dan nilai land rent rata-rata setiap komoditas unggulan. Untuk urutan B/C ratio
komoditas unggulan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah ditempati
oleh komoditas strawberry, buncis, padi sawah, tomat, bawang daun, seledri, teh
rakyat, dan sapi perah. Strawberry menempati B/C ratio paling tinggi sebesar
2.34. Nilai ini cukup tinggi, dikarenakan komoditas strawberry dua tahun terakhir
(2005-2007) berkembang dan menjadi primadona dengan harga jual yang tinggi.
Selain itu lahan yang digunakan untuk pertanian strawberry tidak terlalu besar,
sehingga nilai land rent-nya pun sangat tinggi yaitu Rp 48.885,- per meter
persegi untuk satu tahun. Tingginya nilai land rent suatu komoditas biasanya
akan menimbulkan pergeseran penggunaan lahan dari penggunaan lahan yang
land rent-nya rendah ke penggunaan lahan yang land rent-nya tinggi.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi over product di pasaran yang
menyebabkan anjloknya nilai jual strawberry. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
selain terus meningkatkan kualitas produk juga perlu diversifikasi panganan
strawberry dengan mendirikan industri-industri rumah tangga atau pabrik
pengolahan strawberry yang bisa menghasilkan produk seperti selai, dodol,
sirup, dan berbagai panganan lainnya dari strawberry. Dengan adanya industri
pengolahan, selain akan mengendalikan kelebihan produk di pasaran juga akan
meningkatkan nilai jual dari strawberry tersebut. Terbukti dari nilai B/C ratio yang
cukup tinggi pada industri olahan strawberry yakni sebesar 1,01.
Nilai B/C yang tertinggi setelah strawberry adalah komoditas buncis
sebesar 1,81 dengan nilai land rent Rp 4.876,-. Nilai ini cukup tinggi
dibandingkan komoditas pertanian lainnya, dikarenakan hanya dapat tumbuh
pada kondisi iklim dan ketinggian tertentu saja. Setelah itu yang memiliki B/C
rasio tertinggi yakni komoditas padi sawah sebesar 1,11 dengan nilai land rent
Rp 1.281,-. Selain sebagai komoditas unggulan, padi sawah juga termasuk
dalam komoditas strategis, yaitu komoditas yang meskipun tidak menguntungkan
secara ekonomi namun tetap ditanam karena mempertimbangkan aspek sosial
dan kebiasaan masyarakat. Setelah itu komoditas yang memiliki nilai B/C
tertinggi adalah komoditas tomat sebesar 0,80 dengan nilai landrent Rp 3.950,-.
untuk komoditas tomat sebenarnya hampir sama karakteristiknya dengan
komoditas buncis, yakni hanya dapat tumbuh pada kondisi iklim dan ketinggian
tertentu saja.
2.50 2.34
2.00 1.81
1.50 1.11
B/C rata-rata
1.00 0.80 0.69 0.60
0.46
0.50 0.14
0.00
un
ah
at
ri
rry
ah
t
s
ya
ed
ci
m
da
er
aw
be
un
ak
To
el
iP
w
iS
R
B
S
an
tr a
ap
h
ad
Te
w
S
P
ba
70,000 62800
60,000 48,885
50,000
40,000
30,000 LR rata-rata
20,000 10,940
10,000 3,950 1,281 4,876 5,897 141
0
un
ah
rry
t
ah
ri
at
ya
ed
ci
m
da
er
aw
be
ak
un
To
el
iP
w
iS
R
B
S
an
tr a
ap
h
ad
Te
w
S
P
ba
Selanjutnya yang memiliki nilai B/C Rasio paling tinggi adalah komoditas
bawang daun sebesar 0,69 dengan nilai ladrent Rp 5.897,-. Biasanya bawang
daun ditanam secara tumpang sari dengan komoditas seledri, namun tetap lebih
dominan ditanam secara monokultur agar hasil yang didapat optimal. Komoditas
selanjutnya yang tertinggi setelah bawang daun adalah komoditas seledri
sebesar 0,60 dengan nilai land rent Rp 10.940,-. Nilainya tidak jauh berbeda
dengan nilai B/C dari bawang daun karena kebiasaan masyarakat disana yang
menumpangsarikan seledri dengan bawang daun. Hal ini didasarkan pada
persamaan karakteristik baik tanah maupun kesesuaian lahan. Selanjutnya teh
rakyat menjadi komoditas yang nilai B/C ratio-nya cukup rendah sebesar sebesar
0,46 dengan nilai land rent Rp 141,-. Hal ini dikarenakan produktivitas yang
masih rendah akibat teknologi yang masih sangat sederhana yang diusahakan
oleh petani teh. Selain itu masa produksi yang sangat lama (sekitar 60 tahunan)
membuat banyak pertanian teh rakyat terlantar sehingga otomatis angka
produksinya pun menurun.
Sementara untuk nilai B/C paling rendah ditempati oleh komoditas
unggulan sapi perah sebesar 0,14 dengan nilai land rent Rp 62.800,-. Nilai B/C
yang kecil berlaku selama kredit dari KUD belum lunas. Lama kredit sekitar
empat tahun untuk satu ekor sapi, sementara masa produktif sapi perah sekitar
enam laktasi atau setara dengan delapan tahun. Selain itu keuntungan yang
didapat dari pertanian sapi perah adalah anak dari sapi tersebut. Bila sapi sudah
tidak memproduksi susu lagi, biasanya dijual oleh petani sebagai sapi potong
dengan harga Rp 2.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- per ekor.
Secara keseluruhan nilai B/C berbanding lurus dengan nilai land rent
kecuali sapi perah. Perbedaan nilai menjelaskan adanya manfaat ekonomi yang
berbeda untuk masing-masing komoditas sehingga dikhawatirkan akan terjadi
konversi dari land rent yang rendah ke land rent yang tinggi, tetapi konversi ini
perlu dicermati karena harga sayur-sayuran yang tidak stabil atau fluktuatif
sehingga perlu analisis pasar yang mendalam dari setiap perubahan permintaan
maupun perubahan musim.
Selanjutnya yang memiliki nilai B/C Rasio paling tinggi adalah komoditas
bawang daun sebesar 0,69 dengan nilai land rent Rp 5.897,-. Biasanya bawang
daun ditanam secara tumpang sari dengan komoditas seledri, namun tetap lebih
dominan ditanam secara monokultur agar hasil yang didapat optimal. Komoditas
selanjutnya yang tertinggi setelah bawang daun adalah komoditas seledri
sebesar 0,60 dengan nilai landrent Rp 10.940,-. Nilainya tidak jauh berbeda
dengan nilai B/C dari bawang daun karena kebiasaan masyarakat disana yang
menumpangsarikan seledri dengan bawang daun. Hal ini didasarkan pada
persamaan karakteristik baik tanah maupun kesesuaian lahan. Selanjutnya teh
rakyat menjadi komoditas yang nilai B/C rasionya cukup rendah sebesar 0,46
dengan nilai land rent Rp 141,-. Hal ini dikarenakan produktivitas yang masih
rendah akibat teknologi yang masih sangat sederhana yang diusahakan oleh
petani teh. Selain itu masa produksi yang sangat lama (sekitar 60 tahunan)
membuat banyak pertanian teh rakyat terlantar sehingga otomatis angka
produksinya pun menurun.
Sementara untuk nilai B/C paling rendah ditempati oleh komoditas
unggulan sapi perah sebesar 0,14 dengan nilai land rent Rp 62.800,-. Nilai B/C
yang kecil berlaku selama kredit dari KUD belum lunas. Lama kredit sekitar
empat tahun untuk satu ekor sapi, sementara masa produktif sapi perah sekitar
enam laktasi atau setara dengan delapan tahun. Selain itu keuntungan yang
didapat dari pertanian sapi perah adalah anakan dari sapi tersebut. Bila sapi
sudah tidak memproduksi susu lagi, biasanya dijual oleh petani sebagai sapi
potong dengan harga Rp 2.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- per ekor.
konsumen sehingga harga strawberry pun akan menurun. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya diversifikasi olahan strawberry agar nilai tambah strawberry lebih
meningkat.
B/C Rata-Rata
1.20
1.00
0.80
0.60 B/C Rata-Rata
0.40
0.20
0.00
Olahan Kaluah Jeruk Bilik Bambu
Strawberry
6.4.1. Skalogram
Tingkat perkembangan wilayah per desa dapat diukur dengan kondisi dari
karakteristik potensi dari ketersediaan sumberdaya, kelembagaan, sumberdaya
manusia, ketersediaan infrastruktur dasar wilayah serta sarana dan fasilitas
penunjang lainnya yang mendukung terhadap perkembangan aktivitas. Salah
satu metode untuk penentuan tingkat perkembangan yaitu dengan menggunakan
analisis hirarki wilayah (analisis skalogram) yang didasarkan pada ketersediaaan
sarana dan prasarana wilayah menurut jumlah dan jenis unitnya. Semakin tinggi
kelengkapan dari jumlah jenis dan jumlah unit dari sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh suatu wilayah maka hirarki wilayah tersebut akan tinggi, sedangkan
wilayah yang dengan jumlah jenis dan jumlah unit yang sedikit, maka hirarki
wilayah tersebut rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.10. dan
Gambar 6.10.
keuangan bukan bank dan sewa bangunan; dan (vii) sektor jasa-jasa meliputi
jasa sosial kemasyarakatan. Pola pemusatan untuk sub sektor perkebunan
memiliki nilai LQ terbesar di Kecamatan Pasirjambu, yaitu 7.9, diikuti oleh nilai
LQ sub sektor tanaman bahan makanan sebesar 3.0, dan sub sektor kehutanan
sebesar 2.0.
Tabel 6.12. Pola Pemusatan Berdasarkan Luas Tanam Hortikultur dan Palawija
Tahun 2006 Kawasan Agropolitan Ciwidey
lokasi pemusatan seledri, bawang daun, bawang merah, cabe besar, buncis,
cabe rawit, tomat, kembang kol, kacang tanah, ubi jalar, padi gogo, jagung, dan
padi sawah. Pola pemusatan dari masing-masing komoditas tersebut
menunjukkan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki tingkat keunggulan
komparatif untuk pengembangan komoditas tertentu. Desa-desa tertentu memiliki
keunggulan komparatif untuk pengembangan luas panen untuk jenis komoditas
tertentu dibandingkan terhadap agregat wilayah pengembangan.
Tabel 6.14. Nilai Shift Share Analysis Sektor Kegiatan Kawasan Agropolitan
Ciwidey Tahun 2005-2006
tanam kentang memiliki tingkat kompetitif lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertambahan luas tanam komoditas lain. Tingkat pertambahan luas tanam
komoditas kentang 1.6 lebih tinggi dibandingkan tingkat pertambahan luas tanam
komoditas kentang secara umum di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Oleh karena
itu, pengembangan luas tanam komoditas bawang daun di Kecamatan Ciwidey
dan Kecamatan Rancabali akan memberikan keuntungan.
Berdasarkan nilai proportional shift luas tanam komoditas bawang daun,
wortel, buncis, cabe rawit, bayam, petsai, kembang kol, terung, kangkung,
kacang panjang, ketimun, dan jamur mempunyai laju pertambahan luas tanam
lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kawasan Agropolitan
Ciwidey. Dalam hal ini, laju pertambahan luas tanam komoditas jamur memiliki
nilai terbesar, yaitu 1.83 lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan luas
tanam di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Sebaliknya luas tanam komoditas lain
memilki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan total luas tanam komoditas di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Hasil
analisis SSA luas tanam hortikultur dapat dilihat pada Tabel 6.15.
Dari Tabel 6.15 dapat diketahui bahwa nilai differential shift tertinggi
dicapai oleh Kecamatan Pasirjambu pada komoditas kentang dengan nilai 2.0,
yang menandakan bahwa laju pertambahan luas panen komoditas kentang di
Kecamatan Pasirjambu mempunyai tingkat kompetitif lebih tinggi dibandingkan
dengan luas panen komoditas lain di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Dalam hal ini
tingkat pertambahan luas panen komoditas kentang adalah sebesar 2.0 lebih
tinggi dibandingkan tingkat pertambahan luas panen komoditas kentang secara
umum di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Di Kecamatan Rancabali laju
pertambahan luas panen komoditas bawang daun memiliki tingkat kompetitif
lebih tinggi dibandingkan dengan luas panen komoditas lain. Tingkat
pertambahan luas panen komoditas bawang daun untuk Kecamatan Rancabali
masing-masing adalah 1.4 lebih tinggi dibandingkan tingkat pertambahan luas
panen bawang daun secara umum di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Sementara
itu di Kecamatan Ciwidey laju pertambahan luas panen komoditas kembang kol
memiliki tingkat kompetitif tertinggi dibandingkan komoditas lainnya yang ada di
Kawasan Agropolitan Ciwidey dengan tingkat pertumbuhan 1.1 lebih tinggi
dibandingkan dengan luas panen komoditas kembang kol secara keseluruhan
Tabel 6.15. Nilai Shift Share Analysis Luas Tanam Hortikultura Kawasan
Agropolitan Ciwidey Tahun 2005-2006
Differential Shift
No Kecamatan Proportional Shift
Pasirjambu Ciwidey Rancabali
1 Bawang Daun 0,7 1,8 1,2 0,086
2 Bawang Merah -0,4 -0,4 0,2 -0,435
3 Bawang Putih 0,0 0,0 1,0 -0,859
4 Bayam 0,0 0,0 0,0 0,244
5 Buncis 0,0 0,2 -0,2 0,189
6 Cabe Besar 0,9 0,4 0,8 -0,490
7 Cabe Rawit 0,3 0,0 0,3 0,224
8 Jamur 0,0 0,0 0,0 1,838
9 Kacang Merah 0,6 -0,7 1,1 -0,128
10 Kacang Panjang 0,0 0,0 0,0 0,737
11 Kangkung 0,0 0,0 0,0 0,561
12 Kembang Kol 0,0 1,7 -0,6 0,516
13 Kentang 1,6 0,9 0,5 -0,529
14 Ketimun 0,0 0,0 0,0 0,995
15 Kubis 0,5 0,5 -0,2 -0,144
16 Labu Siam 0,0 0,0 0,0 -0,763
17 Lobak 0,0 0,0 0,0 -0,192
18 Petsai/Sawi/Sosin 0,1 0,4 -0,2 0,364
19 Seledri 0,0 0,0 0,0 0,000
20 Terung 0,0 0,0 0,0 0,535
21 Tomat 0,5 0,7 0,3 -0,237
22 Wortel 0,0 0,0 -0,1 0,141
Sumber : Hasil Analisis
Differential Shift
No Kecamatan Proportional Shift
Pasirjambu Ciwidey Rancabali
1 Bawang Merah -0,5 -0,5 0,2 -0,3
2 Bawang Putih -0,7 -0,7 0,0 0,0
3 Bawang Daun 0,7 0,7 1,4 0,3
4 Kentang 2,0 0,4 0,2 0,0
5 Kubis 0,3 0,2 -0,2 0,0
6 Petsai/Sawi/Sosin 0,4 0,1 0,2 0,1
7 Wortel -0,1 -0,1 1,0 -0,7
8 Kacang Merah 0,6 -0,9 1,0 0,1
9 Cabe Besar 1,4 0,2 0,9 -0,2
10 Tomat 0,4 0,2 0,4 0,0
11 Kacang Panjang 0,0 0,0 0,0 0,5
12 Terung 0,0 0,0 0,0 0,2
13 Buncis 0,3 0,0 0,1 0,1
14 Ketimun 0,0 0,0 0,0 0,7
15 Kangkung 0,0 0,0 0,0 0,5
16 Bayam 0,0 0,0 0,0 0,1
17 Lobak 0,0 0,0 0,0 -0,7
18 Labu Siam 0,0 0,0 0,0 -0,7
19 Seledri 0,0 0,0 0,0 0,0
20 Kembang Kol 0,0 1,1 -0,1 0,2
21 Cabe Rawit -0,1 0,0 -0,1 0,4
22 Jamur 0,0 0,0 0,0 0,4
Sumber : Hasil Analisis
Semua wilayah, jika tidak ada kondisi yang sangat khusus, akan
mengalami pertambahan penduduk. Begitupun dengan Kawasan Agropolitan
Ciwidey. Pertumbuhan penduduk di Kawasan Agropolitan Ciwidey mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Persentase pertumbuhan penduduk tahun
2000-2003 adalah 10,17 %. Adapun persentase pertumbuhan penduduk tahun
2003-2006 adalah 3%. Hal ini juga terlihat pada Gambar 6.11 dimana adanya
KA Ciwidey
190
185
180
175
170
165
160
155
150
2000 2003 2006
KA Ciwidey
90000
80000
76666
73622
70000
63982 65593
60000 62119
57531
50000
44930
40000 40767 40003
30000
20000
10000
0
2000 2003 2006
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2000 2003 2006
8%
8% 20%
5%
8%
15% 36%
60
50
40
Ciwidey 2004
30
Ciwidey 2006
20
10
0
Tdk/Blm SD SLTP SLTA PT
Punya Ijazah
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2000 2003 2006
8%
39%
40%
1%
12%
70
60
50
40 Rancabali 2004
30 Rancabali 2006
20
10
0
Tdk/Blm SD SLTP SLTA PT
Punya Ijazah
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2000 2003 2006
8% 1% 12%
2%3%
3%
28% 3%
8%
32%
60
50
40
Pasirjambu 2004
30
Pasirjambu 2006
20
10
0
Tdk/Blm SD SLTP SLTA PT
Punya Ijazah
0%
43%
57%
0%
Jalan Kelas I Jalan Kelas II Jalan Kelas III Jalan Kelas IV Jalan Desa
0%
35%
49%
8%
8%
Jalan Kelas I Jalan Kelas II Jalan Kelas III Jalan Kelas IV Jalan Desa
Ada beberapa moda angkutan umum yang melayani rute antar desa
maupun antar kecamatan di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Rute yang paling
banyak dilayani adalah Ciwidey-Rancabali. Adapun rute lainnya mulai
menunjukkan gejala penurunan penumpang karena keberadaan moda ojek
motor yang tidak terkendali. Meskipun secara umum moda ojek motor
memperbaiki aksesibilitas internal kawasan, namun keberadaannya di rute moda
angkutan yang sudah ada membuat persaingan yang tidak kompetitif. Hal ini
diakibatkan oleh besarnya tarif dan kecepatan waktu ojek motor yang kompetitif
dengan moda angkutan umum. Keberadaan delman juga memberikan variasi
tingkat aksesibilitas internal kawasan khususnya di kawasan perkotaan
Pasirjambu-Ciwidey.
Keberadaan ojek motor di Kecamatan Ciwidey-Rancabali lebih tidak
terkoordinasi oleh pihak Polsek Ciwidey (dibandingkan Polsek Pasirjambu). Hal
ini membuat identitas pengemudi ojek dan motornya tidak teridentifikasi dengan
baik. Keberadaan ojek yang terlampau banyak khususnya di rute-rute yang
sudah terlayani moda transportasi lainnya membuat persaingan semakin jenuh.
Di hampir setiap sudut jalan utama Pasirjambu-Ciwidey saja ditemui pangkalan
ojek di setiap titik. Tentunya ini menandakan bagaimana supply ojek sudah
terlampau banyak, khususnya di tempat-tempat yang sudah terakses dengan
baik. Selain itu, keberadaan ojek motor di Terminal Ciwidey juga terlihat
menggangu. Tidak ada sistem antri ojek di terminal. Pengemudi ojek seringkali
menghampiri secara massal mobil umum yang masuk ke terminal untuk berebut
penumpang. Hal ini tentunya turut menurunkan jumlah penumpang yang
menggunakan moda angkutan umum (roda empat).
14.00 11.71
12.00
10.00
8.00
5.57
6.00
4.00
2.00 0.27
Gambar 6.24. Persentase Kepemilikan Telepon Kabel per Keluarga Tahun 2006
BAB 7
RENCANA PENGEMBANGAN
Zona
Desa Pusat
Pengembangan
Kec.Rancabali
(Alamendah,Patengan)
C. Manajemen Ojek
Isu ini meliputi isu-isu seputar ojek yang relatif banyak. Seperti diketahui,
beberapa isu seputar ojek adalah jumlah ojek yang banyak, rute ojek yang
seringkali bersinggungan dengan moda transportasi umum lainnya, dan
manajemen kelembagaan ojek. Oleh karena itu, kebijakan isu ini adalah
Mengelola jumlah dan rute ojek agar tidak berlebih dan bersaing secara
tidak sehat. Kebijakan ini kemudian dibagi kedalam 3 (tiga) strategi, yaitu:
1. Manajemen organisasi ojek
2. Manajemen jumlah ojek
3. Manajemen rute ojek
A. Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan mempunyai kriteria: (1) diminati masyarakat dan
sesuai dengan potensinya, (2) bersifat khas dan meningkatkan pendapatan bagi
masyarakat, (3) permintaan pasar yang tinggi dan kontinyu serta mempunyai
manfaat ekonomi yang tinggi (B/C ratio dan land rent tinggi), (4) dari segi teknik
budidaya, petani sudah berpengalaman dan ramah lingkungan, (5) didukung
infrastruktur yang memadai.
Di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang termasuk komoditas unggulan
adalah: (1) sayuran, (2) sapi perah, (3) teh rakyat, (4) agro dan ekowisata
B. Komoditas Strategis
Komoditas strategis mempunyai kriteria: (1) ditanam cukup luas dan
hampir ada di setiap desa, (2) mempunyai nilai ekonomi yang tidak tinggi tetapi
tetap diusahakan sebagai upaya food security. Di Kawasan Agropolitan Ciwidey
yang termasuk komoditas strategis adalah padi sawah.
C. Komoditas Prospektif
Komoditas prospektif mempunyai kriteria: diusahakan masyarakat pada
tempat-tempat tertentu tetapi mempunyai prospek yang cukup baik karena
mempunyai potensi permintaan yang cukup besar.
Di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang termasuk komoditas prospektif
adalah: (1) strawberry, (2) kopi.
Berdasarkan karakteristik komoditas, potensi sumber daya wilayah, dan
manfaat ekonomi dari masing-masing komoditas, disusun indikasi program yang
tertera pada Tabel 7.3
7.5. Kesimpulan
A. Zone Pengembangan
Kawasan Agropolitan Ciwidey dapat dikelompokkan ke dalam 2 Zona
Pengembangan, yaitu:
1. Zona Pengembangan I, dengan kegiatan utama pertanian tanaman
pangan, sayuran, dan wisata alam:
- Pusat pengembangan agribisnis di Desa Pasirjambu Kecamatan
Pasirjambu
- Pusat pendukung pariwisata di Desa Panundaan Kecamatan
Pasirjambu
- Pusat pengembangan permukiman dan komersial di Desa Ciwidey
Kecamatan Ciwidey
2. Zona Pengembangan II, dengan kegiatan utama di bidang perkebunan
dan wisata alam
- Pusat pengembangan perkebunan di Desa Indragiri Kecamatan
Rancabali
- Pusat pengembangan pariwisata di Desa Patengan Kecamatan
Rancabali
B. Komoditas
2. Zona Pengembangan II
a. Komoditas unggulan : eko/agro-wisata, teh rakyat
b. Komoditas perspektif : kopi, strawberry
C. Aksesibilitas Wilayah
Aksesibilitas wilayah untuk masing-masing zona pengembangan adalah
sebagai berikut:
1. Zona Pengembangan I : aksesibilitas zone ini relatif baik
2. Zona Pengembangan II : aksesibilitas zone pengembangan ini khususnya
di desa-desa Kecamatan Rancabali kurang baik
D. Infrastruktur Wilayah
1. Zona Pengembangan I : mempunyai infrastruktur perkotaan yang relatif
baik
2. Zona Pengembangan II : dibandingkan dengan Zona Pengembangan I,
infrastruktur perkotaan di zona ini relatif kurang baik. Hal ini terkait
dengan kegiatan utama zona ini yang tidak berbasis pada permukiman
dan komersial
7.6. Penutup
Panundaan, Ciwidey,
Lebakmuncang, Rawabogo,
Sayuran penguatan Panyocokan, Nengkelan,
Dinas KUKM,
kelembagaan mengfasilitasi pengadaan kredit Sugihmukti, Margamulya,
Dinas
pemasaran usaha akses permodalan syariah usaha tani Tenjolaya, Cisondari,
Perindag
tani sayuran Cibodas, Mekarsari,
Sukaresmi, Patengan,
Alamendah
harga saprodi mahal
Dinas KUKM,
peningkatan mutu Lebakmuncang, Nengkelan,
sortasi dan pengemasan Dinas
produk sayuran Mekarsari
Perindag
peningkatan nilai Dinas KUKM,
mengfasilitasi kemitraan petani dan
tambah produk Dinas Panundaan
jaringan pasar pengusaha retail
sayuran Perindag
Rawabogo, Tenjolaya,
penggunaan pupuk konversi penggunaan Dinas
Cisondari, Cibodas,
organik pupuk organik Pertanian
Mekarsari, Sukaresmi
Lanjutan Tabel 7.3. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Pengembangan Komoditas
Komoditas Unggulan
Jenis Tahun Instansi
Isu-isu Strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Desa
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Pelaksana
penguatan mengfasilitasi
kurang modal kelembagaan akses permodalan
petani bidang kepada petani Cipelah, Margamulya,
fasilitasi kredit usaha
pengadaan sarana Dinas KUKM Cisondari, Cibodas,
harga rendah tani
produksi dan pemberdayaan Mekarsari
saprodi mahal penampungan kelembagaan
hasil usaha tani
kelembagaan lemah
memfasilitasi Dinas KUKM,
belum ada industri pengadaan industri pabrik pengolahan
pengadaan industri Dinas Cisondari
Teh Rakyat pengolahan pengolahan industri rakyat
pengolahan Perindag
Lebakmuncang,
Dinas
pembuatan demplot Margamulya, Tenjolaya,
Pertanian
Cisondari
tehnologi budidaya perbaikan
intensifikasi
masih rendah teknologi budidaya
Lebakmuncang,
Dinas
penyuluhan Margamulya, Tenjolaya,
Pertanian
Cisondari
Lanjutan Tabel 7.3. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Pengembangan Komoditas
Komoditas Unggulan
Jenis Tahun Instansi
Isu-isu Strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Desa
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Pelaksana
mendorong
belum ada memfasilitasi Dinas Lebakmuncang, Cisondari,
berkembangnya
diversifikasi produk pembagunan Pertanian, Cibodas, Mekarsari,
industri
olahan pengolahan susu Dinas KUKM Mekarmaju
pengolahan
Dinas
pemeliharaan pengembangan industri Lebakmuncang, Cisondari,
penanganan limbah Peternakan &
ternak yang ramah rumah tangga dari Cibodas, Mekarsari,
yang belum optimal Perikanan,
lingkungan produk susu Mekarmaju
Dinas KUKM
mengalokasikan
Sapi Perah pengadaan lahan Dinas
keterbatasan lahan lahan tertentu penguatan kelompok
untuk rumput Peternakan & Cibodas, Mekarsari
rumput untuk tanaman peternak
secara kelompok Perikanan
rumput
tidak meratanya memperluas
distribusi bantuan kesempatan memfasilitasi kredit pengadaan lokasi Dinas
Alamendah, Tenjolaya,
mendapatkan untuk usaha khusus peternakan sapi Peternakan &
kesulitan mendapat Mekarmaju
bantuan/kredit sapi peternakan perah Perikanan
akses kredit ternak ternak
mendorong
kemitraan peternak Dinas
monopoli pemasaran terbentuknya wadah Pertanian, Sugihmukti, Margamulya,
dengan pabrik
pengolahan pelaku usaha Dinas KUKM, Cisondari, Cukanggenteng,
peternakan sapi Dinas Cibodas, Mekarsari
peningkatan Perindag
harga susu rendah
kualitas hasil susu
Lanjutan Tabel 7.3. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Pengembangan Komoditas
Komoditas Unggulan
Jenis Tahun Instansi
Isu-isu Strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Desa
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Pelaksana
Komoditas Strategis
Jenis Tahun Instansi
Isu-isu Strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Desa
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Pelaksana
Lanjutan Tabel 7.3. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Pengembangan Komoditas
Komoditas Prospektif
Lanjutan Tabel 7.3. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Pengembangan Komoditas
Komoditas Prospektif
Jenis Tahun Instansi
Isu strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Desa
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Pelaksana
mendorong
pengembangan berkembangnya Dinas KUKM,
pembangunan industri
Stowberi over produksi industri industri pengolahan Dinas Alamendah, Sugihmukti
pengolahan
pengolahan dan diversifikasi Perindag
produk
pemerintah Dinas KUKM,
memperluas kemitraan petani dan
fluktuasi harga memfasilitasi Dinas Alamendah, Sugihmukti
jaringan pasar pengusaha retail
jaringan pasar Perindag
penguatan
efisiensi
kelembagaan
penggunaan sprodi perbaikan teknologi Dinas
saprodi mahal petani, bidang Sukaresmi
dan pemanfaatan budidaya Pertanian
pengadaan sarana
pupuk organik
produksi
Dinas PU,
kesulitan air pengaturan efisiensi
pompanisasi Dinas Sukaresmi
(kemarau) penyediaan air penggunaan air
Pertanian
Hierarki desa
Menentukan
Integrasi dengan RTR Mengintegrasikan penetuan Penetapan pusat-
pusat-pusat di
Struktur ruang eksisiting terkait pusat-pusat berdasar RTR pusat di kawasan Bappeda, Dinas PU
kawasan
eksisiting terkait dan analisis agropolitan
agropolitan
Pengembangan pusat-
pusat fungsional
Lanjutan Tabel 7.4. Matriks Kebijakan, Strategi, Indikasi Program Tata Ruang
Tahun
Komponen Isu Strategis Kebijakan Strategi Indikasi Program Instansi Pelaksana
2008 2009 2010 2011 2012
Penguatan sinyal HP
Meningkatkan
Akses komunikasi akses wilayah Peningkatan akses Pembuatan sentra
telepon per unit PT. Telkom
rendah di Kec. Rancabali di/ke Kec. komunikasi
Rancabali pengelompokkan di
desa
DAFTAR PUSTAKA
BAPEDA [Badan Perencanaan Daerah] Kabupaten Bandung kerjasama dengan
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat UNPAD. 2006. Dokumen
Teknis Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Bandung Tahun 2005 – 2025 Tahun Anggaran 2006. Badan
Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bandung dengan Lembaga
Pengabdian Kepada Masyarakat UNPAD. Bandung.
BPS [Badan Pusat Statistik] Kabupaten Bandung 2006. 2006. Data Sosial
Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2006 Publikasi Hasil
SUSEDA 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan
Pemerintah Kabupaten Bandung. Bandung.
BPS [Badan Pusat Statistik] Kabupaten Bandung. 2006. 2006. Kecamatan dalam
Angka Tahun 2006.Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. Bandung.