Perda Nomor 09 Tahun 2014 TTG RTRW
Perda Nomor 09 Tahun 2014 TTG RTRW
Perda Nomor 09 Tahun 2014 TTG RTRW
TENTANG
BUPATI LAMANDAU,
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 3
Pasal 4
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 5
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Pasal 6
Pasal 7
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 9
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 11
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Perkeretaapian
Pasal 12
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 13
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 14
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 15
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 17
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 18
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 20
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 21
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 22
Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana
Pasal 24
Paragraf 5
Kawasan Hutan Adat
Pasal 25
Kawasan hutan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e,
merupakan kawasan hutan yang statusnya tidak tumpang tindih dan jelas
keberadaannya di tiap-tiap desa.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 26
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan
Pasal 27
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 28
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Peternakan
Pasal 30
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 31
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 32
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 33
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 34
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 35
Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 36
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 37
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Bagian Kedua
Arahan Perwujudan Rencana Struktur Ruang
Pasal 41
Bagian Ketiga
Arahan Perwujudan Rencana Pola Ruang
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Bagian Keempat
Arahan Perwujudan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 45
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya
Pasal 52
Pasal 53
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi:
1. kegiatan hutan produksi dengan sub sektornya berupa hutan produksi
terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan produksi konversi; dan
2. pengembangan fungsi hutan produksi menjadi hutan berfungsi lindung.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumber daya hutan; dan
2. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan
pengamanan kawasan dan pemanfaatan hasil hutan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan yaitu semua
kegiatan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan.
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Pemanfaatan Ruang
di Sepanjang Jaringan Prasarana Nasional dan Provinsi
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sekitar Kawasan Pertahanan
Pasal 65
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 66
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola
ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan mewajibkan adanya
rekomendasi Bupati sebagai dasar perizinan, izin pemanfaatan ruang
diberikan setelah mendapatkan rekomendasi Bupati.
(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau
mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 68
Pasal 69
(1) Pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2),
meliputi:
a. insentif fiskal, meliputi:
1. pemberian keringanan pajak, dan
2. pengurangan retribusi.
b. Insentif non-fiskal, meliputi:
1. pemberian kompensasi;
2. subsidi silang;
3. kemudahan perizinan;
4. imbalan;
5. sewa ruang;
6. urun saham;
7. penyediaan prasarana dan sarana;
8. penghargaan; dan
9. publikasi atau promosi.
(2) Pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ditujukan pada
kawasan-kawasan yang harus didorong perkembangannya, meliputi:
a. kawasan perkotaan di wilayah Nanga Bulik;
b. kawasan perkebunan dengan komoditas unggulan kabupaten;
c. kawasan wisata;
d. kawasan pusat agrobisnis;
e. kawasan pertambangan; dan
f. kawasan Industri berbasis pertanian.
Pasal 70
Pasal 71
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 72
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 pada ayat (2) huruf
d, merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi
kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Sanksi dikenakan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran
penataan ruang.
(3) Pelanggaran pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfatan ruang
yang diberikan;
c. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan;
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum;
dan
e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.
(4) Pelanggaran pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 73
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf a,
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali.
(2) Penghentian kegiatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
ayat (4) huruf b, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara
secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang
dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 ayat (4) huruf c, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian
sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum
yang akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera
dilaksanakan,disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan
diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat
pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf d,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan
sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan
lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf e,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin,dan memberitahukan kepada
pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus
perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara
permanen yang telah dicabut izinnya; dan
f. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf f,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan
ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat
pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4)
huruf g, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan yang akan segeradilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat
penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(8) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4)
huruf h, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-
bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah
pemulihan fungsi ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar di kemudian hari.
Pasal 74
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT SERTA KELEMBAGAAN
Kelembagaan
Pasal 75
Peran Masyarakat
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
(1) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang meliputi:
a. memberikan masukan dalam:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi:
a. pemberian masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
meliputi:
a. pemberian masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
(4) Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 80
Pasal 81
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 82
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 83
(1) Setiap orang atau badan hukum yang karena kelalaiannya melanggar
ketentuan Pasal 79 ayat 4, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tindak pidana
kejahatan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) denda sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3), diserahkan ke Kas
Daerah.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 84
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun sejak
ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(2) Rencana Detail Tata Ruang kawasan perkotaan akan ditetapkan paling
lambat 36 (tiga puluh enam) bulan sejak ditetapkan RTRW ini.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
kabupaten yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW
Kabupaten Lamandau dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun.
(4) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal
wilayah.
(5) Perubahan peruntukan, fungsi kawasan hutan, dan penggunaan kawasan
hutan penyesuaiannya diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 85
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
TENTANG
I. PENJELASAN UMUM
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan alur pelayaran adalah bagian dari perairan baik
yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat 2
Yang dimaksud dengan pembangkit tenaga listrik adalah fasilitas
untuk kegiatan memproduksi tenaga listrik.
Yang dimaksud dengan jaringan transmisi adalah jaringan transmisi
tenaga listrik yang menyalurkan tenaga listrik untuk kepentingan
umum disebut juga dengan jaringan transmisi nasional yang dapat
merupakan jaringan transmisi tegangan tinggi, ekstra tinggi,
dan/atau ultra tinggi.
Yang dimaksud dengan jaringan distribusi listrik adalah jaringan
distribusi tenaga listrik, yaitu penyaluran tenaga listrik darisistem
transmisi atau dari sistem pembangkitan kepada konsumen.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)kp la
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat 2
Wilayah sungai lintas negara, lintas provinsi, dan strategis nasional
merupakan wilayah sungai yang pengelolaannya menjadi tugas dan
tanggung jawab Pemerintah.
Wilayah sungai lintas kabupaten/kota dan strategis provinsi
merupakan wilayah sungai yang pengelolaannya menjadi tugas dan
tanggung jawab provinsi.
Wilayah sungai dalam wilayah kabupaten/kota dan strategis
kabupaten/kota merupakan wilayah sungai yang pengelolaannya
menjadi tugas dan tanggung jawab kabupaten/kota.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 44
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan
ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap
zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh
dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas
ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau,
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis
sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta
ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan
pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan,
pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan
jaringan listrik tegangan tinggi.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 48
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 49
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 50
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 54
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang,
amplop ruang, dan kualitas ruang.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Pemberian insentif merupakan pemberian kepada masyarakat
perorangan, badan usaha, dan pemerintah daerah yang dilakukan
sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
Pengenaan disinsentif merupakan pengenaan prasyarat yang ketat
dalam proses dan prosedur administratif kepada masyarakat
perorangan, badan usaha, dan pemerintah daerah yang dilakukan
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah provinsi dan sebagai perangkat untuk
mencegah/membatasi/mengurangi kegiatan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 86
Cukup Jelas