BAB 1 Cerpen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang tergolong ke dalam fiksi.
Sebagai fiksionaris, kisah dalam cerpen hanya ada dalam hayalan. Namun, ia
dapat beranjak dari dunia nyata semisal pengalaman pribadi maupun
pengalaman orang lain, kejadian alam, dan segala hal yang tertangkap pada
panca indra.

Bermimpi menjadi penulis cerpen menjadi sebuah keniscayaan, apalagi bagi


remaja. Beberapa remaja yang saya temui mengaku suka pada cerpen atau
novel—keduanya adalah jenis karya fiksi. Namun, sebagian besar dari mereka
mengaku kesulitan menulis cerpen, meskipun sudah mencobanya. Maka,
warkah ini mencoba ‘membongkar kabut kesukaran’ menulis cerpen
tersebut.    

Sebelumnya, mari mengingat kembali apa yang pernah diucapkan Arswendo


Atmowiloto dua puluh lima tahun silam. “Mengarang Itu Gampang,” kata dia
dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh PT Gramedia, Jakarta, 1984.
Sangking mudahnya pekerjaan mengarang, Arswendo membahasakannya
dengan sebutan “gampang”. Menulis cerpen merupakan sebuah kegiatan
mengarang yang dimaksudkan gampang tersebut.

B. Rumusan Masalah
A. Apa Pengertian Cerpen
B. Bagaimana Sejarah Cerpen
C. Apa Unsur-unsur Cerpen

C. Tujuan
A. Untuk Mengetahui Pengertian Cerpen
B. Untuk Mengetahui Bagaiamana Sejarah Cerpen
C. Untuk Mengetahui apa saja unsur-unsur Cerpen
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa
naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam
pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang
sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa
dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.
Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat
yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi
penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek
berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam cerita-
cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

2.2 Sejarah Cerpen


a) Asal-usul
Cerita pendek berasal-mula pada tradisi penceritaan lisan yang
menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer.
Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama,
dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk
mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan
pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan
pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian
cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di


dalamnya, konon dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai
hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6
SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain
yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal
sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain
terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali,
diartikan sebagai cerita tentang binatang. Cerita fabel yang populer
misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage
merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau Mitos
lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat
setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda
mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul
terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi.
Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa
Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah
cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak
dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta
Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa
hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger
de Coverley diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita


tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya
Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio
Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah
(yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan
baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah
cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh
semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek
yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya
Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa
Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita
pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel


pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti
Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai
diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya
Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu
Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada
1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek
Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

b) Cerita-cerita pendek modern


Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal
abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk
Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm
Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque
and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842)
karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah
dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara
3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek
terkenal yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya Anton
Chekhov.
Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti
The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post,
semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan
akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk
cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang
menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.

Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya


pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan
long cerita pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki
Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar
hanya dalam dua hari.

Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek


telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New
Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada
cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah
menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat
ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang
diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam blog.

2.3 Unsur dan ciri khas


Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita
pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu
plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka
waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat


unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting,
situasi dan tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang
memperkenalkan konflik dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam
cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang
menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu
langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik
cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian
cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula
tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali
mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak,
dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang
lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik
balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak
dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau
pelajaran praktis.

Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek
berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen juga memiliki [unsur intrinsik]
cerpen.

1. Menjelaskan Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen


Sebagaimana novel, cerpen juga dibentuk atas unsure ekstrinsik dan
intrinsik. Meskipun bentuknya pendek, bahkan ada. Yang cuma 1
halaman, di dalamnya terdapat unsur-unsur intrinsik secara lengkap, yaitu
tema,amanat,tokoh, alur, latar, sudut padang pengarang,dan dialog.
Unsure – unsure intrinsic cerpen mencakup : tema, alur, latar, perwatakan,
sudut pandang, dan nilai – nilai yang terkandung didalamnya.
a) Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan
sumber cerita.
b) Latar . setting adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam
cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi
dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
c) Alur / plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk
sebuah cerita.
 Alur meliputi beberapa tahap:
1. Pengantar : bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian
yang merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah : bagian yang menceritakan maslah yang
dihadapi pelaku cerita.
3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat
gawat, konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur –
angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
6. Perwatakan :
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat
dilihat dari tiga segi yaitu melalui:
 Dialog tokoh
 Penjelasan tokoh
 Penggambaran fisik tokoh
7. Nilai (amanat) : pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang
emalalui cerita.

2. Unsur Intrinsik Dan Sinopsis Dari Cerpen


“Cinta Sejati”
Sudut pandang : Orang ketiga. Tidak sebagai pelaku.
Tema : Percintaan
Setting : Kantin sekolah, ruang kelas, Rumah Sakit, Toko Buku.
Alur/Plot : Maju (progesif)
Penokohan :
Suci : Ambisius, tidak percaya diri,
Dinda : Sabar, setia kawan
Aisyah : Alim, baik.
Yusuf : Sopan, pintar, alim.
Penyelesaian : Bahagia (Happy Ending)

Amanat :Bahwa kita harus bersyukur dengan apa yang telah


diberikan Tuhan dan senantiasa bersabar dalam
menghadapi permasalahan, serta cinta yang sejati
hanya pantas tercurahkan kepada Sang Maha Pencipta.
Sinopsis Cerpen :

Suci siswi SMA kelas 2 mempunyai kelebihan berat badan serta


mempunyai teman yang bernama Dinda yang baik dan berjilbab yang
selalu memberi semangat dan setia menemaninya baik suka maupun duka.

Suatu hari Suci ingin melakukan diet dan berjilbab seperti Aisyah siswi
kelas 1 yang sering kelihatan berdua dengan Yusuf ketua Rohis SMA.
Ternyata Suci menyukai Yusuf yang ganteng, pintar dan alim. Demi
mendapatkan perhatian dari Yusuf, Suci rela tidak sarapan dan merubah
kebiasaannya ngemil. Tetapi Suci salah sangka dengan Aisyah yang
ternyata adalah adik kandung Yusuf. Suci menyadari kesalahannya yang
berjilbab dengan niat hanya untuk merebut perhatian Yusuf dan berdiet
sampai sakit dan masuk Rumah Sakit juga menyadari bahwa ada yang bisa
menyayanginya tanpa ia harus berkorban menjadi langsing. Yaitu Sang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Allah swt. yang mengerti tentang
diri kita. Dan hanya kepada Allah-lah kita patut mencurahkan cinta sejati.

3. Tentang Unsur-unsur Intrinsik Cerpen.


Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur-
unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain
sebagai berikut.
1. Tema cerita
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan
yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik,
dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat”
kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu
termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar
pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai
seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum,
lebih luas dan abstrak.

2. Alur Cerita
Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur
cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau
hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar
atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-
menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun
secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu,
dan bulat dalam suatu prosa fiksi. Lebih lanjut Stanton mengemukakan
bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berdasarkan kaitan sebab-akibat. Dari pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari
sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.

3. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-
istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau
karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk
pengertian yang hampir sama. Tokoh cerita ialah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca
ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada
tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah
siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan
dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan
gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk
pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

4. Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang
menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada
suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid
(2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta
lingkungannya dalam prosa fiksi
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan
ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.
a) Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang
dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu serta inisial tertentu.
b) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
c) Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial
juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang
secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi
memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap
kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat
sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang
adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan
dirinya pada posisi tertentu.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerpen merupakan salah satu ragam dari jenis prosa. Cerpen, sesuai
dengan namanya adalah cerita yang relatif pendek yang selesai dibaca
sekali duduk. Proses sekali duduk dapat diartikan sebagai memahami isi
pula. Artinya, pada saat itu isi cerpen dapat kita pahami.

Cerpen terdiri dari berbagai kisah, sepero kisah percintaan (roman), kasih
sayang, jenaka, dll. Cerpen biasanya mengandung pesan/amanat yang
sangat mudah dipahami, sehingga sangat cocok dibaca oleh kalangan
apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
 *Herman RN, menulis cerpen di beberapa media, lokal dan nasional.
Cerpennya “Abu Nipah” terpilih sebagai juara III lomba menulis cerpen
tingkat nasional oleh Creative Writing Institute (CWI) dan Menpora RI, 2005.
Internet :
 http://www.scribd.com/doc/24492471/Menjelaskan-Unsur-Unsur-Intrinsik-
Cerpen
 http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek
 http://lidahtinta.wordpress.com/2009/05/07/menjadi-penulis-cerpen-siapa-
takut/

Anda mungkin juga menyukai