Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Kasus Posisi:
1. Dalam kasus sengketa tanah berikut, terdapat dua pihak yakni Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi dalam Pengadilan tingkat akhir atau Pengadilan Kasasi, yang mana
Pemohon Kasasi dahulu adalah Tergugat atau Para Terbanding (dalam tingkat
Pengadilan Tinggi) dan Termohon Kasasi dahulu adalah Penggugat atau Para
Pembanding.
2. Penggugat adalah lebih dari satu sehingga kemudian disebut sebagai Para Penggugat,
yakni:
a. Inaq Jumisah
b. Laq Kejum
Yang mana para penggugat nomor (a), (b), (c), (f), dan (g) bertempat tinggal di Dasan
Pungkang, Desa Masbagik Timur; sedangkan para penggugat nomor (d) dan (e)
bertempat tinggal di Batu Iting, Desa Masbagik Utara, sama-sama dalam wilayah
Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur.
3. Tergugat juga adalah lebih dari satu sehingga kemudian disebut sebagai Para
Tergugat, yakni:
a. Laq Sahdin
b. Laq Sahdan
c. Amaq Kusmihardi alias H. Kusmihardi
d. Mahmud Yunus
Para Tergugat nomor (a), (b), dan (c) bertempat tinggal di Dasan Bagik, Dusun
Ambung; sedangkan Tergugat (d) bertempat tinggal di Kebon Daya, Dusun Penakak,
masih dalam wilayah Desa Masbagik Timur, Kecamatan Masbagik, Kabupaten
Lombok Timur.
5. Inaq Jumisah atau Penggugat I adalah istri yang suaminya telah meninggal dunia,
bernama Amaq Jumisah dengan meninggalkan anak-anak, yakni Penggugat (b)
sampai (g). Amaq Jumisah telah meninggal dunia sekitar tahun 1991.
6. Amaq Jumisah sebelum meninggal dunia memiliki tanah ladang/kebun yang sekarang
sudah berubah menjadi tanah sawah dengan luas keseluruhan lebih kurang (+) 1.480
Ha tercatat atas nama Amaq Jumisah.
7. + 8 are sudah dijual oleh Amaq Jumisah bersama anaknya, Loq Unah alias Amaq
Haeruni kepada Amaq Sani. Kemudian, + 4 are dijadikan jalan raya, dan sisanya
seluas + 1.360 Ha telah dipecah menjadi dua jalan raya.
8. Di atas tanah yang dipecah tersebut tadi telah berdiri dua buah rumah permanen, satu
buah sekepat, dan satu buah dapur (kandang sapi). Satu buah rumah dan sekepat
adalah peninggalan dari Alm. Amaq Rihun, yang sekarang telah menjadi milik
anaknya, Laq Sahdan atau Tergugat II. Sisanya, yakni satu buah rumah dan dapur tadi
sekarang telah menjadi milik Laq Sahdin atau Tergugat I.
9. Kemudian, tanah ladang/kebun yang sudah diubah menjadi tanah sawah tersebut
disebut sebagai Tanah Sengketa atas dasar sebagai berikut:
Kronologis kasus:
- Tanah Sengketa adalah milik Amaq Jumisah atas dasar jual beli dari Amaq Saah,
Amaq Hannah, dan Inaq Murni tanggal 2 Desember 1961 dan dilakukan di
hadapan Kepala Distrik Masbagik (Abdul Hakim)
- Tanah tersebut masih diusahakan sampai tahun 1985 oleh Amaq Jumisah dan
kemudian sudah tidak diusahakan/digarap lagi olehnya. Kemudian, tanah tersebut
diusahakan oleh Amaq Rihun (orang tua Tergugat I&II) dengan cara bagi hasil
sampai sekarang.
- Setelah Amaq Jumisah meninggal dunia, ahli warisnya menuntut hasil tanah
sengketa tadi kepada Amaq Rihun namun tidak diberikan karena sudah habis
untuk biaya penggarapan tanah.
- Amaq Rihun juga telah meninggal dunia pada tahun 2007, yang kemudian
pengusahaan tanah sengketa tadi tetap digarap oleh anak-anaknya yaitu Tergugat I
dan II.
- Para Penggugat menuntut tanah tadi agar diserahkan kepada Para Penggugat
namun Tergugat I dan II tidak mau menyerahkannya dengan alasan bahwa tanah
sengketa sudah menjadi hak milik atas dasar Surat Perdamaian antara Amaq
Jumisah dengan Amaq Rihun selama mereka masih hidup; yang kemudian sama-
sama dibeli oleh Amaq Jumisah dan Amaw Rihun dari Amaq Saah dan kawan-
kawan (dkk).
- Antara Tergugat I&II telah terjadi konspirasi dengan Tergugat IV, yakni Sekdes
Masbagik Timur karena menurut pengakuan dari Tergugat III yakni Kepala Dusun
Ambung, Amaq Kusmihadi alias H. Kusmihardi bahwa Tergugat III tidak pernah
melihat, mendengar, dan menyaksikan tentang Surat Perdamaian tersebut.
- Peralihan hak atas tanah sengketa tersebut adalah tidak sah dan dengan ikut
sertanya Tergugat III menandatangani Surat Perdamaian tersebut maka dapat
dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad).
- Surat-surat yang timbul setelahnya yang dimiliki oleh Amaq Rihun ataupun
Tergugat I dan II atas tanah sengketa, baik berupa surat jual beli, surat
perdamaian, hibah, sertifikat, SPPT, dan surat lain yang bersifat
memindahtangankan tanah sengketa adalah tidak sah dan cacat yuridis serta tidak
mempunyai kekuatan hukum.
11. Para Penggugat juga meminta dalam positanya agar Para Tergugat dihukum untuk
membongkar bangunan yang ada di atas tanah sengketa dan menyerahkan tanah
sengketa beserta segala jenis tanaman yang ada dan melekat di atasnya dalam keadaan
kosong tanpa syarat/ikatan apapun.
12. Para Penggugat juga meminta sita jaminan atas dasar kekhawatiran bahwa Para
Tergugat akan mengalihkan/memindahtangankan tanah sengketa kepada orang
lain/pihak ketiga.
13. Adapun eksepsi dari Para Tergugat atas dalil Para Penggugat adalah:
- Para Tergugat berpendapat bahwa Para Penggugat sengaja menyeret Tergugat III
dan IV sebagai Tergugat agar tidak dapat dijadikan saksi oleh Para Tergugat
dalam persidangan. Oleh karena itu, gugatan Penggugat mengandung cacat
hukum.
- Mengenai tanah sengketa, bahwa benar tanah sengketa sudah dijadikan jalan
seluas + 4 are dan dibuat di antara tanah sengketa, sehingga tanah sengketa
tersebut pecah menjadi dua bagian.
- Luas dan batas-batas tanah sengketa yang dikemukakan oleh Para Penggugat
adalah tidak benar. Yang benar adalah tanah sengketa yang telah pecah, Bagian I
luasnya 4292 m2 dan sudah bersertifikat atas nama Amaq Rihun; sedangkan
Bagian II luasnya 6558 m2 dan sudah bersertifikat atas nama Sahdin/Tergugat I.
- Tanah milik Para Penggugat sendiri hanya tinggal + 0.080 Ha, yang sampai saat
ini dikuasai dan dikerjakan oleh para Penggugat.
- Surat Perdamaian tertanggal 14 Juni 1991, Reg No. 13/1991 yang isinya adalah
sebagai berikut:
o Tanah sengketa telah dibeli secara bersama dengan luas asal + 1.480
Ha, yang mana Amaq Jumisah mendapat bagian seluas +0.740 Ha dan Amaq
Rihun mendapat bagian yang sama luasnya.
14. Putusan Pengadilan Negeri Selong memutuskan untuk menolak gugatan Penggugat
dan mengabulkan eksepsi tergugat. Namun, putusan ini dibatalkan oleh Pengadilan
Tinggi Mataram dengan Putusan No. 132/Pdt/2008/PT.Mtr tanggal 23 Desember
2008 dengan amar menerima permohonan banding Penggugat dan mengabulkan
gugatan Penggugat untuk sebagian yakni:
- Menetapkan tanah sengketa adalah hak milik yang sah dari Amaq Jumisah dan
berhak diterima oleh Para Penggugat
- Menyatakan surat-surat yang timbul dan dimiliki oleh Para Tergugat (surat
perdamaian, surat jual-beli, hibah sertifikat SPPT, dan surat lainnya) adalah tidak
sah
- Para Tergugat harus membongkar bangunan yang ada di atas tanah sengketa dan
menyerahkan tanah sengketa beserta segala jenis tanaman yang ada dan melekat
di atasnya dalam keadaan kosong tanpa syarat/ikatan apapun.
- Para Tergugat dihukum untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara
ini.
15. Kemudian, Para Tergugat mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 2
Maret 2009 dan disertai memori kasasi dan permohonan diterima secara formil pada
tanggal 5 Maret 2009
16. Putusan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan tingkat akhir adalah mengabulkan
kasasi dari Pemohon Kasasi semula Para Tergugat dengan menyatakan:
- Tanah sengketa adalah milik Amaq Rihun yang kini telah dipecah menjadi 2
sertifikat, yakni sertifikat Hak Milik No. 420 atas nama Amaq Rihun dan sertifikat
Hak Milik No. 421 atas nama Sahdin/Terguggat I, sehingga putusan Judec Facti
Pengadilan Negeri Selong harus dikuatkan
- Surat Perdamaian (Bukti T.I) yang dikuatkan dengan Sertifikat Hak Milik yang
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Timur melalui prosedur
dan mekanisme yang benar, yakni:
Dengan kemudian dikuatkan lagi oleh 4 (empat) orang saksi yang diajukan oleh
Para Tergugat/Pemohon Kasasi di persidangan adalah sah, kuat, benar, dan
mengikat.
- Surat Perdamaian dibubuhi cap jempol oleh Amaq Jumisah dan Amaq Rihun
sendiri tertanggal tertera Surat Perdamaian, dibuat secara terang dan jelas, dengan
disaksikan langsung oleh tokoh masyarakat setempat yaitu Kepala Dusun
Ambung dan Kepala Desa Masbagik Timur.
- Tanah sengketa adalah hak milik Amaq Rihun yang kemudian sepeninggal Amaq
Rihun, tanah sengketa dikuasai oleh keturunannya yaitu, Tergugat I dan II.
17. Amaq Jumisah dan Amaq Rihun telah meninggal dunia dan ahli waris dari keduanya
lah yang mempersiapkan di persidangan.
Analisis:
Untuk menganalisis kasus diatas, maka yang akan diambil penulis dalam analisis kali
ini adalah analisis dalam hal persengketaan tanah yang disebut di dalam kasus sebagai tanah
sengketa. Adapun penulis akan memakai sejumlah teori hukum agraria mengacu pada
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 dan peraturan perundangan-undangan
lainnya.
Kemudian, setelah beralihnya perpindahan hak milik atas tanah kepada Amaq
Jumisah, tanah langsung diusahakan/digarap olehnya hanya sampai tahun 1985.
Hak milik termasuk sebagai Hak Perorangan atas Tanah yang mana seperti yang
tertera pada pasal 4 jo. 16 UUPA bahwa Hak Milik adalah salah satu hak perorangan atas
tanah disamping Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
Hak Milik adalah hak atas tanah yang orisinal atau primer, yaitu hak atas tanah yang
bersumber pada Hak Bangsa Indonesia dan yang diberikan oleh Negara dengan cara
memperolehnya melalui permohonan hak.1 Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah yang mana setiap peralihannya harus
didaftarkan (pasal 20 ayat (1) jo. pasal 23 UUPA).
Kemudian, tanah ini dibeli bersama dengan Amaq Rihun, yakni saudara dari Amaq
Jumisah seluas + 1.480 Ha. Penggantian pembelian bersama yang tadinya hanya dibeli
sendiri oleh Amaq Jumisah tidak dijelaskan di dalam kasus, apakah sebelumnya Amaq
Jumisah ini membeli dengan pembayaran sebagian ataukah adanya intervensi dalam jual-beli
dengan masuknya Amaq Rihun. Apabila mengacu pada dugaan pertama yakni pembayaran
sebagian, hal ini tetap sah menurut konsepsi hukum positif (UUPA). Pembayaran selebihnya
akan dijadikan utang-piutang di antara mereka. Dengan adanya pembayaran bersama antara
Amaq Jumisah dengan Amaq Rihun, luas tanag tersebut dibagi rata, yakni +0.470 Ha untuk
Amaq Jumisah dan sisa yang sama +0.470 untuk Amaq Rihun.
Sebesar 0.080 Ha dari tanah milik Amaq Jumisah dihual kepada Amaq Saini dan
tersisa + 0.660 Ha, yang kemudian seluas 0.580 diserahkan kepada Amaq Rihun dengan
penggantian uang dan seekor sapi. Perbuatan ini disahkan menurut undang-undang sesuai
dengan kewenangan pemiliknya dalam UUPA. Yang menjadi sengketa dalam kasus ini
adalah, sepeninggalnya Amaq Jumisah dan Amaq Rihun, mereka yang adalah ahli waris dari
Amaq Jumisah menuntut kembali tanah yang sudah mengalami perbuatan hukum dengan luas
yang masih 1.480 Ha sedangkan ahli waris dari Amaq Rihun tidak mau menyerahkan tanah
tersebut.
1
Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, S.H., M.L.I dkk, Asas-asas Hukum Agraria, Depok : 2005,
hlm. 29
Menurut analisis penulis, memang benar bahwa putusan yang dikeluarkan oleh Hakim di
Pengadilan Tinggi pada tingkat II atau Banding adalah salah. Hakim Pengadilan Tinggi
memutuskan bahwa tanah sengketa adalah sah masih milik Amaq Jumisah. Hal ini keliru
dikarenakan beberapa alasan-alasan berikut:
- Luas tanah yang dianggap sebagai tanah sengketa oleh Para Penggugat atau
Termohon Kasasi pada kasus adalah keliru karena tidak memperhitungkan perbuatan
hukum yang telah dilakukan oleh Amaq Jumisah selama ia masih hidup. Jual-beli
dalam hukum tanah nasional adalah perpindahan hak milik atas tanah yang mana
mengakibatkan berakhirnya kepemilikan dari Amaq Jumisah atas tanah tersebut.
- Adanya Surat Perdamaian yang dibuat antara Amaq Jumisah dengan Amaq
Rihun yang dibuat pada tanggal 14 Juni 1991 yang menyatakan bahwa adanya
perpindahan hak milik atas tanah kepada Amaq Rihun dengan penngantian biaya
sebesar Rp 30.000,00 dan satu (1) ekor sapi. Menurut pandangan penulis, timbulnya
surat perdamaian dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian bahwa yang mana
dengan dipenuhinya syarat-syarat dari perjanjian ini hak milik atas tanah (sengketa)
berpindah. Pembeli dalam hal ini Amaq Rihun adalah pembeli yang beritikad baik,
yang mana setiap pembeli yang beritikad baik haruslah dilindungi oleh undang-
undang.
Mengenai dikeluarkannya sertifikat atas tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menunjukan bahwa adanya pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Amaq Rihun atas tanah
sengketa dan dengan dikeluarkannya Sertifikat Hak Milik tersebut maka kekuatan
kepemilikan itu sudah dianggap kuat dan sempurna. Hal ini sesuai dengan tujuan dari adanya
pendaftaran tanah itu sendiri yakni dalam pasal 19 ayat (1) UUPA disebutakan bahwa:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketenutan yang diatur dengan
peraturan pemerintah.”
Jaminan kepastian hukum atau rechtskadaster ini sendiri melipui 3 kegiatan, yaitu:
2. Pembukuan hak
Menurut PP No. 24 tahun 1997 sebagai pengganti dari PP No. 10 tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Instansi penyelenggara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah dilakukan oleh Pemerintah
dan bukan oleh swasta. Secara operasional instansi penyelenggara ialah Kantor Pertanahan
Seksi Pendaftaran Tanah.
Amaq Rihun wajib mendaftarkan tanahnya dan sesuai dengan objek pendaftaran tanah
yang diatur dalam pasal 9 PP No. 24 tahun 1997, yakni bidang-bidang tanah yang telah
dimiliki dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, tanah hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, dan tanah
negara. Dalam pendaftaram tanah yang dilakukan oleh Amaq Rihun atas tanah yang
didapatnya dari surat perdamaian dengan Amaq Jumisah maka untuk pendaftaran tanah yang
demikian sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai
dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah (pasal 31 ayat (1) PP
No. 24 tahun 1997.
Sehingga, dalam analisis kali ini pertimbangan Hakim MA sudah benar dalam
menjatuhkan putusan bahwa tanah yang dipersengketakan adalah sah tanah milik Amaq
Ruhin atas dasar surat perdamaian dan surat kepemilikan atas tanah yang sudah dikeluarkan
oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ada keluarnya
sertifikat hak milik atas tanah, maka sudah dianggap sah menurut hukum dan memenuhi
semua persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah.