Dayak Dayak Kita Bersama - 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN


Kehidupan kita sebagai manusia tidak pernah akan bisa terlepas dari kebudayaan.
Kebudayaan adalah sesuatu yang sangat beragam baik itu beragam gambaran, beragam
makna dan beragam rasa. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, kata 'buddhayah
yang merupakan jamak dari kata 'buddhi yang berarti budi atau akal. Menurut Soerjanto
Poespowardojo, budaya secara harIiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki
arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia. Pada intinya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generas. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Secara lebih menyeluruh, The American Herritage Dictionary mengartikan
kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui
kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia
dari suatu kelompok manusia. Sedangkan Menurut Koentjaraningrat budaya adalah
keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Kita dapat menyimpulkan
deIinisi kebudayaan adalah cara berIikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh
segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang
dan suatu waktu.
Dari sekian banyaknya kebudayaan yang terdapat di Indonesia, salah satu kebudayaan
yang menjadi bagian dari keanekaragaman dan multikulturalisme bangsa ini adalah
kebudayaan Dayak. Sebuah kebudayaan yang lahir, tumbuh dan berkembang hingga sekarang
di hampir seluruh wilayah pulau Kalimantan ini banyak memiliki keunikan, kekhasan dan
kiandahannya yang tiada duanya. Untuk itulah makalah ini dibuat agar kita lebih memahamai
dan mengerti kebudayaan dayak sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia. Kebudayaan ibu
pertiwi kita yang harus senantiasa kita jaga dan lestarikan dan tidak akan pernah hilang
terkikis oleh perkembangan zaman.

2

BAB II
ISI




II.1 Sejarah Suku Dayak
Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan. Sebutan
Dayak ini adalah sebutan kolektiI karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan
bahasa. Kata Dayak sendiri berasal dari bahasa Dayak Kendayan, kenyah dan Dayak lainnya,
yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan".
Secara umum seluruh penduduk dikepulauan nusantara disebut-sebut berasal dari
China selatan, demikian juga halnya dengan Bangsa Dayak. Banyak teori yang menyebutkan
asal usul bangsa dayak, salah satunya adalah teori imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunan
di Cina Selatan. Penduduk Yunan berimigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di
3

perkirakan pada tahun 3000-1500 SM (sebelum masehi). Sebagian dari mereka mengembara
ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum ke wilayah Indonesia. Sebagian lainnya
melewati Hainan, Taiwan dan Filipina.
Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari asia terjadi pada Iase pertama zaman Tretier.
Sekitar 3000-1500SM, benua Asia dan Kalimantan masih menyatu. Pada saat itu terjadi
perpindahan penduduk dari Yunan secara besar-besaran. Mereka mengembara melintasi
daratan, menjelajah hutan dan pegunungan hingga sampai di daratan Kalimantan dengan
melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan 'Muller-Schwaner.
Bangsa China dari Yunan itu memasuki Kalimantan pada zaman kerajaan Dinasti
Ming antara tahun 1368 1643. Tujuan utama bangsa China tersebut adalah berdagang.
Sepanjang perjalanan, di setiap daerah yang mereka lewati, mereka memperdagangkan
barang-barang yang mereka bawa seperti candu, sutera, barang pecah belah yang antara lain
adalah piring, cangkir, mangkok, guci dan berbagai macam keramik lainnya.
Bersamaan dengan masuknya bangsa China ke daratan Kalimantan, masuk pula
kelompok lain yang dikenal sebagai kelompok negroid dan weddid yang belakangan dikenal
sebagai suku Melayu. Kedua kelompok imigran itu akhirnya hidup berdampingan dan
menetap di Kalimantan. Dari hanya berdagang akhirnya terjadi percampuran penduduk
melalui perkawinan. Anak-anak hasil perkawinan dua kelompok imigran itulah yang
akhirnya menjadi suku Dayak.
Asal mula suku Dayak ini diceritakan turun temurun dari mulut ke mulut. Karena
percampuran dengan Bangsa China itulah banyak anak-anak suku Dayak yang berwajah
oriental, sangat mirip dengan anak-anak China. Bermata sipit dan berkulit kuning langsat.
Bahkan, gadis-gadis Dayak terlihat lebih cantik daripada gadis China sebenarnya. Gadis-
gadis Dayak tersebut terlihat lebih eksotik.
Suku Dayak, hasil dari percampuran itu akhirnya menyebar hampir ke seluruh daerah
di Kalimantan. Mereka menyisir sungai-sungai, kemudian mendiami pesisir pulau
Kalimantan. Percampuran terus terjadi. Perempuan/ laki-laki suku Dayak generasi berikutnya
menikah dengan sesama penduduk setempat yang menciptakan suku Dayak murni atau
menikah dengan keturunan bangsa China yang menetap di daerah mereka.
Suku Dayak juga membentuk sebuah kerajaan yang dinamai 'Nansarunai Usak Jawa
atau kerajaan Dayak Nansarunai. Namun, kerajaan ini hancur akibat ekspansi kerajaan
Majapahit yang ingin memperluas wilayah kekuasaannya. Dengan masuknya kerajaan
Majapahit, persebaran agama Islam mulai merambah ke suku Dayak yang rata-rata masih
4

menganut paham animisme dan dinamisme atau penyembahan terhadap benda-benda dan
alam.
Sebagian Masyarakat suku Dayak akhirnya memeluk agama Islam dan sejak itu
mereka tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak. Karena dunia mistik orang Dayak
yang begitu kuat sangat bertentangan dengan agama Islam yang menyembah Allah. Suku
Dayak yang memeluk agama Islam ini menyebut diri mereka sebagai orang Melayu atau
orang Banjar.
Namun, sebagian lagi masyarakat suku Dayak tetap pada kepercayaan mereka.
Mereka tidak mau memeluk agama Islam karena masih memegang teguh adat istiadat, tradisi,
dan kepercayaan mereka. Sehingga orang-orang Dayak ini akhirnya mengungsi dengan
menyusuri sungai-sungai panjang dan masuk ke pedalaman Kalimantan Tengah. Mereka
akhirnya bermukim di daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan
Lawas dan Watang Balangan. Bahkan sebagian orang Dayak yang tidak ingin terpengaruh
dengan dunia luar memilih memasuki hutan-hutan rimba dan hidup terpencil jauh dari dunia
luar. Sehingga saat ini, orang-orang Dayak yang terpencil itu masih tetap hidup secara
primitiI.
II.2 Identifikasi Suku Dayak
Bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot
Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang
lebih 405 sub suku. Meskipun terbagi dalam ratusan sub suku, kelompok suku Dayak
memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi Iaktor penentu
apakah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri
tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit,
beliong (kampak Dayak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan),
dan seni tari.
Kepulauan Indonesia yang terbentang luas dan terdiri dari ribuan pulau antara dua
benua sangat mendukung terjadinya keanekaragaman penduduk dan kebudayaan. Palangka
Raya sebagai salah satu kota dari Propinsi Kalimantan tengah yang merupakan bagian dari
wilayah kepulauan Indonesia Bagian Timur merupakan cerminan dari masyarakat penuh
keaneka ragaman. Dihuni penduduk dengan latar belakang kehidupan, penampilan Iisik,
tingkat peradaban, agama dan gaya hidup berbeda yang saling berdampingan.
3

Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Dayak Kalimantan Tengah adalah
masyarakat yang mempunyai akar budaya sendiri, mempunyai adat istiadat yang dihormati
dan menjadi pedoman sikap dan perilaku dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah didiami oleh sedemikian banyak suku Dayak,
antara lain : Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Lawongan, Suku Dayak
Dusun, Suku Dayak Ot Danum/Ot Manikit/Ot Patih Tarukah/ Ot siang dan lain-lain. Suku-
suku besar tersebut masih terbagi-bagi kedalam sejumlah anak-anak suku. Suku Dayak Ngaju
merupakan suku terbesar telah menyebar di wilayah DAS Kahayan dan Rungan, DAS
Kapuas, DAS Barito, DAS Katingan.
Di Palangka Raya juga terdapat suatu keanekaragaman yang didasarkan atas agama.
Budaya Betang adalah sistem nilai-nilai/norma kehidupan bermasyarakat berdasarkan
kekeluargaan, kebersamaan, kesetaraan dalam masyarakat terbuka (civil society) yang
Bhineka Tunggal Ika, yang merupakan sub-kultur dari Pancasila. Nilai-nilai yang hidup di
kalangan masyarakat Suku Dayak Ngaju ini berkembang terus dalam proses interaksi dan
integrasi Nasional dalam bingkai/kerangka budaya (cultural Iramework) nasional. Pancasila
yang relevan dengan perkembangan budaya modern yang global. Sistem nilai yang
demikianlah yang akan berkembang menuju suatu peradaban/kebudayaan baru Indonesia dan
daerah (dalam hal ini Kalimantan Tengah). Dalam bingkai ini tiap daerah dapat
mengembangkan ciri-ciri budaya dan jati dirinya baik dalam wujud sistem nilai, sistem sosial
dan wujud Iisik masing-masing dalam ke-Bhineka-Tunggal-Ika-an.
Budaya Betang tidak hanya mampu menjadi bingkai budaya pemersatu suku-suku
Dayak di Kalimantan Tengah saja, bahkan juga suku-suku Dayak di seluruh Pulau
Kalimantan apapun agama yang mereka peluk. Paham dinamisme ini tidak hanya dapat
menginteraksi dan mengintegrasi diri dengan sistem nilai yang lain dan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern, bahkan juga dengan agama-agama yang ada. Masyarakat
Dayak dewasa ini memeluk berbagai agama, tetapi tetap hidup berdampingan secara damai di
bawah naungan Betang.
Kerukunan dan kesetaraan dalam perbedaan dan kemajemukan dalam suatu
masyarakat terbuka, masyarakat madani, masyarakat Bhineka Tunggal ika sangat sesuai
dengan ciri-ciri masyarakat Dayak Ngaju. Polarisasi yang tajam dan dominasi satu asas
lainnya tidak akan menjamin kedamaian di bumi Kalimantan.
Menurut ProI. Lambut dari Univesitas Lambung Mangkurat, secara etnologis, maka
manusia Dayak haruslah dibagi menjadi :
a. Dayak Mongoloid
6

b. Dayak Malayunoid
c. Dayak Autrolo-Melanosoid
d. Dayak Heteronoid
Inilah penjelasan mengenai enam macam bangsa dayak :
1. Punan
Orang Punan dianggap sebagai satu suku bangsa yang hidup berpindah-pindah di
pedalaman Propinsi Kalimantan Barat sampai ke wilayah Kalimantan Timur, Tengah, dan
Selatan. Di wilayah Kalimantan Barat mereka berada di sekitar hulu-hulu anak sungai
Kapuas dan di wilayah bagian selatan aliran sungai Kapuas di Kabupaten Kapuas Hulu.
Anggapan lain mengatakan bahwa Punan adalah sebutan bagi orang Dayak yang
hidup nomaden di pedalaman Kalimantan, terutama di sekitar daerah hulu-hulu sungai
besar. Pengembaraan orang Punan berkaitan erat dengan mata pencaharian mereka yang
umumnya berburu dan meramu hasil hutan. Ada anggapan bahwa orang Punan hanya mau
mengembara dan tinggal untuk sementara di wilayah sukubangsa lain yang kira-kira ada
kaitan bahasa dengan mereka. Tidak heran jika ada ahli berpendapat bahwa orang Punan
tidak lain "sayap", atau bagian dan sukubangsa lainnya.
2. Ngaju
Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu anak suku terbesar yang mendiami pulau
Kalimantan. Suku Dayak Ngaju memiliki 4 suku sedatuk dan 90 suku seIamili. Suku-suku
tersebut baik suku sedatuk maupun suku seIamili, masing-masing memiliki bahasa
derahnya masing-masing.
Ngaju berarti udik. Hal ini mungkin karena suku Dayak Ngaju menempati daerah
sungai yang berada di udik dibandingkan suku-suku Dayak lainnya. Suku Dayak Ngaju
mendiami sepanjangan daerah aliran sungai Kapuas, sungai Kahayan, bahkan sekarang
banyak yang mendiami kota Palangkaraya dan kota Banjarmasin.
Suku Dayak Ngaju adalah suku termaju yang menyebar di daerah Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah. Pada umumnya masyarakat suku Dayak Ngaju memeluk
agama Kristen Protestan yang dibawa masuk oleh misionaris Zending Barmen dan Basel .
Namun ada juga yang masih memegang keyakinan asli suku dayak yaitu Kaharingan
(Hindu Kaharingan) dan ada juga yang memeluk agama Kristen Katolik dan Islam.

Pusat kemajuan atau peradaban suku Dayak Ngaju terdapat di kota-kota :
a. Banjarmasin (ibukota provinsi Kalimantan Selatan)
b. Kuala Kapuas (ibukota kabupaten Kapuas, di aliaran sungai Kapuas)
7

c. Mandomai (ibukota kecamatan Kapuas Barat kabupaten Kapuas, di aliran sungai
Kapuas)
d. Kuala Kurun (ibukota kabupaten Gunung Mas, di aliran sungai Kahayan)
e. Tewah (ibukota kecamatan Tewah, kabupaten Gunung Mas, di aliran sungai kahayan)
I. Pangkoh

Mayarakat suku Dayak Ngaju di daerah ini banyak generasi mudanya yang
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dari jenjang SMA, SGA, bahkan ada
pula ke perguruan tinggi di seluruh Indonesia sampai ke luar negeri sekalipun.
Mata pencaharian pokoknya adalah bercocok tanam padi di ladang. Sebagian lagi
masih sering pergi berburu dan menangkap ikan di sungai. Mereka mendirikan rumah
sejajar dengan sungai, kebanyakan masih berdiam di rumah-rumah panjang, dan dihuni
oleh beberapa keluarga inti yang masih bagian dan satu klen kecil. Prinsip kekerabatannya
bersiIat ambilineal, karena garis keturunan bukan hanya dikaitkan dengan cikal bakal
pihak ayah tetapi jug a dengan pihak ibu. Bentuk perkawinan yang ideal menurut mereka
adalah antara gadis dan bujang yang bersaudara sepupu derajat kedua (hajenan), yaitu
sepupu dan kakek yang bersaudara.

3. Ot Danum
Sukubangsa Ot danum beridam di sekitar daerah aliran Sungai Melawi, Sungai Silat,
dan Sungai Maetah di kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sebagian berdiam di
wilayah Kalimantan Tengah, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu. Jumlah populasinya sekitar
6.000 jiwa.
Orang Ot Danum mendirikan pemukiman dekat pinggir sungai-sungai besar. Setiap
kampung paling tidak mempunyai sebuah betang (rumah panjang) yang mempunyai
ruangan-ruangan untuk keluarga batih, yang banyaknya sampai sekitar lima puluh buah.
Mata pencaharian utamanya adalah perladangan berpindah dengan tanaman utama padi.
Mata pencaharian lain adalah mengumpulkan hasil hutan, mendulang emas, menangkap
ikan, dan berburu binatang liar.
Prinsip hubungan kekerabatan orang Ot Danum bersiIat ambilineal, di mana sebagian
kelompok masyarakat menghitung garis keturunan dan pihak ayah dan sekelompok lain
dan garis ibu. Pada zaman dulu sebuah rumah betang terbentuk dan pertumbuhan sebuah
keluarga ambilineal kecil. Pada masa sekarang bentuk keluarga luas virilokal lebih
banyak dikenal. Sebuah desa secara Iormal dipimpin oleh seorang pembekal yang
8

bertindak sebagai pemimpin administrasi (kepala desa dan seorang penghulu) yang
bertindak sebagai kepala adat. Jabatan penghulu mi sering pula dijabat rangkap oleh
seorang tokoh yang kemudian bergelar patih.
Religi asli orang Ot Danum disebut juga Kaharingan, yaitu istilah yang digunakan
oleh masyarakat Dayak untuk membedakan kepercayaan asli mereka dengan agama-
agama dan luar. Pada masa sekarang orang Ot Danum mulai memeluk agama Kristen.
4. Maloh
Sukubangsa Maloh atau Embaloh mendiami daerah sekitar anak-anak sungai Kapuas,
seperti disekitar sungai Ulu, Luh, Palm, Madai, Nyaubau, dan Leboyan. Daerah mereka
termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Jumlah
penduduknya sekitar 4.750 jiwa. Masyarakat mi terutama hidup dan perladangan padi
secara berpindah. Sumber makanan pokok mereka lain adalah sagu. Sumber protein
hewani utamanya adalah ikan yang ditangkap di sungai-sungai. Selain memelihara ternak
mereka juga masih sering berburu binatang liar. Kegiatan lainnya adalah menyadap getah
karet.
Kampung-kampung orang Maloh mereka sebut benua terletak di tepi sungai Setiap
benua memiliki satu atau lebih sau (rumah panjang). Wilayah kampung ditandai oleh
adanya uma (lahan perladangan) serta batas-batas alamiah yang diakui oleh kelompok-
kelompok lain. Setiap kampung dikepalai oleh seorang samagat, biasanya dipilih turun-
temurun dan golongan bangsawan. Dalam peranannya samagat mi perlu memperoleh
dukungan dan dewan tetua yang mereka sebut tamatoa. Setiap keluarga batih (kajyan)
mendiami bagian ruangan sau (rumah panjang) yang disebut tindoan. Prinsip hubungan
kekerabatan mereka patrilineal.
Pada masa sekarang orang Maloh sudah memeluk agama Katholik atau Islam,
sungguh pun begitu tradisi lama masih sering mendukung kepercayaan ash mereka. Orang
Maloh yang memeluk agama Islam karena menjadi kelompok minoritas lebih suka pindah
ke lingkungan masyarakat Muslim lain.
5. Kenyah-Kayan-Bahau
Suku Kenyah adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang
berasal dari daerah Baram, Sarawak. Dari wilayah tersebut suku Kenyah memasuki
Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur melalui sungai Iwan di Sarawak terpecah dua
sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya ditempati suku Kayan dan
sebagian yang lainnya menuju daerah Bahau. Pergerakan suku ini menuju ke hilir akhirnya
sampai ke daerah Mahakam dan akhirnya sebagian menetap di Kampung Pampang
9

Samarinda Utara, Samarinda. Sebagian lagi bergerak ke hilir menuju Tanjung Palas. Suku
Kenyah merupakan 2,4 penduduk Kutai Barat.
Seni budaya suku Kenyah sangat halus dan menarik, sehingga ragam seni hias banyak
dipakai pada bangunan-bangunan di Kalimantan Timur.Bukan Sahaja terdiri daripada seni
ukiran tetapi tarian dan juga
cara hidup











6. Iban
Suku Iban atau Suku Dayak Iban, adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di
Kalimantan Barat, Sarawak dan Brunei. Selama masa kolonial Inggris, kelompok Dayak
Iban sebelumnya dikenal sebagai Dayak Laut (bahasa Inggris:Sea Dayak).












10



Dayak Iban
Suku-suku yang termasuk rumpun Iban (Ibanic) diantaranya :
a. Suku Iban di Kalimantan Barat ber-Bahasa Dayak Iban
b. Suku Iban di Sarawak, Malaysia
c. Suku Iban di Brunei (Persatuan Iban Brunei
d. Suku Mualang
e. Suku Seberuang (Sintang),
I. Suku Melanau
g. Suku Kantuk
h. Suku Bugau
i. Suku Desa
j. Suku Ketungau di (Ketungau Hulu, Sintang)
k. Suku Batang Lupar (Batang Lupar, Kapuas Hulu)
Dayak sendiri merupakan masyarakat yang sangat kompleks. Menurut Tjilik Riwut
(1958), Dayak terdiri dari belasan suku yang terbagi-bagi lagi ke dalam 403 sampai 450 sub
suku. Pengelelompokan Dayak menurut Riwut adalah sebagai berikut:
1. Ngaju Group, terbagi atas 4 suku besar
a. Dayak Ngaju a terdiri dari 53 sub suku lagi
b. Dayak Maanyan a terdiri dari 8 sub suku lagi
c. Dayak Lawangan a terdiri dari 21 sub suku lagi
d. Dayak Dusun a terdiri dari 8 sub suku lagi
2. Apau Katan Group, terbagi atas 3 suku besar
a. Dayak Kenyah a terdiri dari 24 sub suku lagi
b. Dayak Kayan a terdiri dari 10 sub suku lagi
c. Dayak Bahau a terdiri dari 26 sub suku lagi
3. Iban Group, terdiri dari sebelas suku kecil
4. Klemantan Group, terdiri dari 2 suku besar
a. Klemantan a terdiri dari 47 sub suku lagi
b. Ketungau a terdiri dari 39 sub suku lagi
5. Murut Group, terdiri atas 3 suku besar
a. Dayak Idaan a terdiri dari 6 sub suku lagi
11

b. Dayak Tindung a terdiri dari 10 sub suku lagi
c. Dayak Murut a terdiri dari 28 sub suku lagi
6. Punan Group, terdiri atas 3 suku besar
a. Dayak Basap a terdiri dari 20 sub suku lagi
b. Dayak Punan a terdiri dari 24 sub suku lagi
c. Dayat At a terdiri dari 5 sub suku lagi
7. Ot Danum Group, terdiri atas 61 suku kecil

Sedangkan Sellato (1989) sebagaimana dikutip Widjono (1998) mengelompokkan suku-
suku Dayak berdasar sungai-sugai besar yang ada di Kalimantan. KlasiIikasi suku Dayak
adalah sebagai berikut.
1. Orang Melayu
2. Orang Iban
3. Kelompok Baritu yang mencakup suku-suku: Ngaju, Ot Danum, Siang, Murung, Luangan,
Maanyan, Benuaq, Bentian, dan Tunjung.
4. Kelompok Barat, disebut Bidayuh (Dayak daratan) yaitu suku-suku di Serawak dan
Kalimantan Barat.
5. Kelompok Timur Laut, terutama di Sabah, yaitu suku Dusun, Kadazan, Murut Daratan,
dan suku di Brunei.
6. Kelompok Kayan dan Kenyah yang tinggal di Kalimantan Timur dan Serawak.
7. Orang Penan yang mencakup suku Beketan, Punan, dan Bukat. Mereka adalah bangsa
pengembara.
8. Kelompok Utara Tengah mencakup suku Kelabit, Lun Dayeh, Lun Bawang, Murut Bukit,
Kajang, Berawan, dan Melanau.
II.3 Kepercayaan atau Religi
Sebagaimana kepercayaan bangsa-bangsa primitiI pada umumnya, Suku dayak juga
mempunyai kepercayaan yang semacam yaitu animisme dan dinamisme.
1. Animisme
Mereka percaya pada roh nenek moyang yang pertama kali mendirikan desa itu. Roh
tersebut biasanya disebut cikal bakal yaitu roh kepala suku. Roh ini selalu dihormati, dan
disebut-sebut pada saat selamatan. Mereka juga percaya pada roh-roh yang bertempat
tinggal di gunung, sungai, hutan, dan sebagainya. Roh-roh ini dianggap dapat
mendatangkan hujan, angin, petir, topan, dll. Roh-roh ini sangat ditakuti karena sering
12

menimbulkan malapetaka. Diantara roh-roh itu, mereka juga percaya adanya suatu dzat
yang tertinggi yang menguasai segala-galanya, yang disebut Tamai Tinggi, artinya
bapak yang tertinggi. Sering pula disebut Maharat atau Mahatalla. Mahatara ini adalah
pengaruh dari Hindu, asal kata dari Mahabarata, aertinya dewa yang besar. Sedangkan
Mahatalla adalah pengaruh dari Islam. Talla yang artinya Allah yang Maha Tinggi
(Ta`ala).
2. Dinamisme
Mereka juga percaya pada adanya kekuatan gaib yang ada pada tiap-tiap benda, baik
benda mati maupun benda hidup, misalnya lkekuatan pada air, tanah, pohon, kepala
manusia, dan rambut. Pedang yang dipakai untuk mengayau (memenggal kepala) pada
tangkainya diberi rambut manusia, agar pedang tersebut lebih bertuah. Apabila akan
mendirikan bangunan (pabrik) dan sebagainya, dibawahnya ditanamkan sebuah kepala
kerbau dan kadang-kadang kepala manusia. Benda-benda seperti rambut dan kepala
dianggap suatu benda yang banyak mananya (kekuatan gaib). Mereka juga percaya pada
tempayan yang berasal dari Tiongkok. Tempayan-tempayan ini dibawa dan disebarluaskan
oleh para pedagang dari Tiongkok hingga jauh ke pedalaman. Benda-benda ini dianggap
benda ajaib dan sering dijadikan tanda kebesaran kepala-kepala adat di situ. Air yang
ditaruh di dalamnya dianggap suci dan mempunyai kekuatan gaib, digunakan untuk obat
karena memiliki makna yang beragam.
3. Kaharingan atau Helu
Pada zaman dulu, masyarakat suku Dayak memeluk agama Helu atau Kaharingan.
Agama Kaharingan merupakan salah satu agama etnis di nusantara, yang saat ini telah
mendapat pengakuan dari Pemerinta Indonesia sebagai suatu agama, agama Hindu
Kaharingan. Namun hal ini belum banyak diketahui dan dikenal oleh banyak masyarakat
lainnya di Indonesia, bahkan banyak yang salah duga dengan mengira agama Kaharingan
sebagai agama kaIir dan penyembah berhala. Dalam perkembangannya, Kaharingan juga
bersentuhan dengan agama besar lainnya di Indonesia namun tradisi asli Dayak masih
sangat kental dalam pelaksanaan ritual keagamaannya.
Agama Kaharingan atau Helu merupakan kepercayaan asli suku Dayak yang berasal
dari kata haring artinya hidup. Menurut kepercayaan pemeluk agama Kaharingan,
Kaharingan tidak dimulai sejak zaman tertentu namun sejak awal penciptaan, sejak Tuhan
yang disebut Ranying Hatalla menciptakan manusia. Ranying berarti Maha Tunggal,
Maha Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha
13

Suci, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal dan Maha Pendengar.
Hatalla berarti Maha Pencipta.
Di zaman penjajahan, baik masa penjajahan Belanda mapun Jepang, perkembangan
keyakinan Kaharingan banyak mengalami tekanan dan hambaran. Kehadiran penjajah
mengalami kontradiksi serta sakit hati yang dalam hingga masih berdampak sampai saat
ini dan masih terasa juga dialami oleh orang Dayak.
Para penjajah pada masa ini tidak mau memahami keyakinan yang dipeluk oleh orang
Dayak. Dengan gamblang para penjajah menyatakan agama Helu atau Kaharingan yang
menyembah Ranying Hattala dengan murni, polos, alami dan apa adanya sesuai dengan
situasi alam, pemahaman dan cara berpikir suku Dayak, sebagai agama kaIir, agama
heiden, penyembah berhala, dan berbagai tuduhan lainnya. namun walaupun dengan
tuduhan dan cemoohan dari para penjajah, mereka tetap mengizinkan orang Dayak utnuk
melaksanakan upacara adat yang wajib mereka laksanakan.
4. Kristen
Agama Kristen mulai masuk dibawa oleh lembaga-lembaga Zending yang merupakan
missionaris di seluruh pulau Kalimantan. Dengan usaha pendekatan yang cukup lama dan
perlahan tapi pasti, orang Dayak mulai membuka hati dan tertarik dengan keyakinan yang
diperkenalkan oleh Zending. Kemudian, dari rasa ingin tahu yang besar tersebut kemudian
banyak orang Dayak yang belajar tentang ajaran Kristen dan akhirnya memeluk agama
Kristen.
Orang Dayak yang memeluk agama Kristen diwajibkan untuk membuang jauh-jauh
kehidupan lamanya dulu serta memutuskan hubungan dengan adat istiadat dan tradisi
suku, apapun yang berhubunIan dengan kebudayaan asli milik mereka yang sudah turun
temurun, baik yang positiI maupun negatiI harus ditinggal jauh-jauh. Hal ini yang
menyebabkan orang Dayak yang menjadi Kristen dari generasi berikutnya tidak lagi
mengenal budaya dan asal usulnya secara kental. Namun, perkembangan saat ini dari
generasi muda yang melanjutkan pendidikan dan hidup di perantaua mulai mencari asal
dari rasa kehilangan atas budaya leluhurnya.
5. Islam
Kemudian, saat agama Islam berkembang di bagian Indonesia lainnya, maka agama
Islam pun masuk ke pulau Kalimantan. Orang Dayak yang kemudian memeluk agama
Islam dengan resmi menyatakan dirinya sebagai orang Melayu, sejak masa penjajahan.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan asal usul sukunya tidak terdengar lagi, walaupun
secara tidak langsung/secara batin mereka masih merasa sebagai suku Dayak. Secara
14

umum suku Dayak dan suku Melayu terpisah kerana disebabkan sistem kepercayaan dan
pergaulan sosial.
Sekitar tahu 1967-an, di Kalimantan Tengah, orang Dayak yang menganut agama
Kaharingan hanya sejumlah 30 dan sisanya menganut agama Kristen Protestan, Katolik
dan Islam.
II.4 Mata Pencaharian
Faktor geograIis yang menyangkut kondisi alam tempat tinggal, latar belakang
pendidikan, latar belakang sosial dan pola pikir juga kepercayaan adalah hal-hal yang
mempengaruhi mata pencaharian suku Dayak.
1. Bertani
Jaman dahulu, sebelum pendidikan masuk hingga ke pelosok pemukiman tempat suku
Dayak berada, maka kebanyakan masyarakat Dayak melakukan usaha berupa menggarap
lahan disekitar tempat tinggal mereka.
Tidak seperti masyarakat suku Jawa yang kebanyakan menanam padi di sawah, suku
Dayak menanami lahan kebunnya dengan padi enam bulanan, jenis padi empat bulanan,
dan juga tanaman penghasil buah misalnya singkong, ubi jalar, dan pisang.
Karena kondisi tanah di Kalimantan yang lapisan humusnya tipis, maka cepat sekali
lahan perkebunan suku Dayak kehilangan kesuburan. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kesuburan tanah, mereka kerap membakar lahan mereka, lantas membuka
lahan baru.
2. Berladang
Dalam berladang telah berkembang suatu sistem kerja sama dengan cara membentuk
kelompok gotong royong yang biasanya berdasarkan hubungan ketetanggaan atau
persahabatan, karena memerlukan banyak tenaga. Untuk mengatur pekerjaannya dibagi
kelompok kerja yang masing-masing terdiri dari 12-15 orang yang secara bergiliran
membuka hutan untuk ladang masing-masing anggota. Secara teoritis, sebuah rumah
tangga yang sedang menerima bantuan harus membayarnya kembali.Apabila kekurangan
tenaga laki-laki, kaum wanitalah yang menggantikan pekerjaan kasar itu, seperti membuka
hutan, membersihkan semak, menebang pohon.
Siklus pengerjaan ladang:
a. Pada bulan Mei, Juni, atau Juli dilakukan pembukaan lahan dengan cara menebang
pohon-pohon di hutan, kemudian batang, cabang, ranting, dan dedaunannya dibiarkan
mengering selama dua bulan.
13

b. Bulan Agustus atau September batang kayu, cabang, ranting, dan daun yang telah
kering dibakar dan bekas pembakaran dibiarkan sebagai pipuk.
c. Oktober adalah waktu menanam yang dilakukan secara gotong royong
d. Februari dam Maret adalah musim panen. Untuk membuka ladang kembali, orang
Dayak melihat tanda-tanda alam seperti bintang dan sangat memperhatikan alamat-
alamat yang diberikan oleh burung-burung atu binatang-binatang liar tertentu. Jika
tanda-tanda ini tidak dihiraukan, maka bencana kelaparan akibat gagalnya panen akan
menimpa desa.
3. Mencari Buruan
Dalam menunggu masa panen dari lahan dan kebun mereka, biasanya mata
pencaharian suku Dayak pedalaman adalah berburu di hutan atau mencari ikan di sungai.
Berbagai hewan buruan seperti babi hutan, burung, dan hewan lainnya dapat menjadi
makanan sehari-harinya.
Saat ini, karena pendidikan yang sudah banyak masuk ke kalangan mereka, maka pola
berburu mulai berubah menjadi beternak. Biasanya hewan ternak mereka adalah babi, dan
juga ayam. Selain untuk bahan makanan, babi juga merupakan binatang yang sering
digunakan dalam berbagai upacara adat tradisional suku Dayak.
4. Menganyam
Orang Dayak terkenal sekali dengan seni menganyam kulit rotan, yang berupa tikar,
keranjang, dan topi. Pekerjaan menganyam banyak dilakukan kaum wanita. Dulu, orang
Kalimantan terkenal dengan kain tenunnya yang berasal dari kapas atau kulit kayu, tapi
sekarang banyak ditinggalkan orang. Hal ini disebabkan banyaknya kain impor masuk ke
pedalaman, sehingga kain dari kulit kayu tidak dibuat lagi. Dulu memang pakaian asli
laki-laki Dayak adalah ewah (cawat) yang dibuat dari kulit kayu, sedang wanita
memakai sarung dan baju dari kulit kayu. Di masa sekarang ini orang Dayak Kalimantan
Tengah sudah berpakaian lengkap seperti orang Indonesia lainnya di daerah pantai. Pada
kenyataannya orang Dayak mengalami perubahan dalam cara berpakaian, sehingga
kesenian menganyam yang menjadi ciri khas orang Dayak menjadi tergusur.
5. Pegawai dan Karyawan
Beberapa putra daerah dari suku Dayak ada yang telah berhasil menempuh
pendidikan hingga tingkat sarjana bahkan lebih tinggi lagi. Itu mulai merubah pola mata
pencaharian suku Dayak. Mereka sudah banyak yang menjadi pegawai negri, karyawan
swasta, buruh, atau pun pejabat di pemerintahan.
16

Beberapa juga telah kembali kepada sukunya dan mengabdi sebagai guru, kepala
desa, atau bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Membagi ilmu yang mereka dapat di
bangku sekolah, dan menularkannya kepada saudara-saudaranya di kampung.


II.5 Sistem Kemasyarakatan
Suku Dayak amat taat dan setia kepada pemimpin yang telah mereka akui sendiri. Di
lain pihak, untuk mendapatkan pengakuan dari penduduk, seorang pemimpin harus benar-
benar mampu mengayomi dan mengenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak,
bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari
masyarakat, namun justru sebaliknya.
Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami
masyarakatnya antara lain : bersikap Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap
dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia
lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil.
Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi
keberpihakannya kepada warganya. Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan tekad
isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak.
Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam.
Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah naIas kehidupan. Dengan
demikian Kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan
gentar tak akan pernah mereka miliki.
Salah satu contoh sikap mamut menteng dan keberpihakan para pemimpin Dayak
kepada warga sukunya jelas terlihat dalam kisah perempuan pejuang Dayak. Namanya Nyai
Undang. Merasa harga diri dilecehkan oleh sikap sewenang-wenang lelaki kaya raya yang
berasal dari seberang, ia mampu mengkoordinir kekuatan para pangkalima atau panglima
suku yang tersohor kemampuannya. Bukan saja mengkoordinir, tetapi ia juga mampu
mengontak dan melobi mereka dalam waktu yang sangat singkat. Dalam sekejap, para
pangkalima yang diundang datang dan berkumpul di pulau Kupang. Sarana komunikasi yang
digunakan adalah Lunjo Buno atau Ranying Pandereh Bunu atau Renteng Nanggalung Bulau
yaitu tombak yang diberi kapur sirih pada mata tombak. Lunju Bunu adalah totok bakakak.
Totok bakakak berarti sandi atau kode atau bahasa isyarat yang umum dimengerti masyarakat
suku Dayak.Dalam bahasa isyarat apabila mengirimkan lunjo buno berarti minta bantuan
17

karena akan ada serangan. Tombak bunu tersebut dikirimkan ke segala penjuru untuk
mengundang para pangkalima untuk segera hadir ditempatnya.
Sesungguhnya Nyai Undang telah memiliki kekasih hati. Namun akibat
kecantikannya yang sangat tersohor, ia dilamar lengkap dengan emas kawin yang memukau,
oleh seorang lelaki kaya raya. Lamaran tersebut juga diiringi ancaman bahwa apabila ditolak
maka peperangan tidak dapat dihindarkan. Singkat kata, pertempuran-pun meletus di Pulau
Kupang, kota Pamatang Sawang yang terletak di wilayah Kalimatan Tengah sekarang (
Disini kota artinya benteng pertahanan yang terbuat dari kayu tabalien/kayu ulin/kayu besi
atau dapat pula terbuat dari batu ). Pasukan Nyai Undang yang didukung oleh para
pangkalima handal berhasil memenangkan pertempuran. Demi keberpihakan kepada warga
sukunya, para pemimpin dan pangkalima perang dengan tulus dan ihklas siap bergabung
untuk bersama maju perang menanggapi ajakan seorang warga suku yang merasa dilecehkan.
Pemimpin yang berjiwa mamut menteng siap serahkan jiwa raga demi mengayomi dan
keberpihakan kepada warga masyarakatnya. Mereka tidak takut ditertawakan, tidak takut pula
akan adanya penghianatan, karena pada dirinyapun tidak terbersit sedikitpun niat untuk
berkhianat pada warganya. Segalanya dilakukan dengan tulus dan kesungguhan sehingga
kelecakan atau kesombongan rontok berkeping-keping. Harati berarti pandai. Disamping
pandai ia juga seorang yang cerdik dalam arti positiI. Kecerdikannya mampu menjadikan
dirinya sebagai seorang pemberi inspirasi bahkan sebagai seorang the greatest inspirator bagi
warganya. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan warganya, keakraban yang tidak
dibuat-buat, menjadikan seorang pemimpin suku Dayak memiliki kepekaan yang tajam. Peka
maksudnya sebelum peristiwa terjadi, ia telah terlebih dahulu menditeksi segala
kemungkinan yang bakal terjadi dilingkungannya. Mampu membedakan mana yang benar,
mana yang salah. Sebagai contoh, seorang pemimpin Dayak dalam kesibukannya selalu
berusaha meluangkan waktu maja atau mengunjungi rumah warganya dengan keakraban
yang tidak dibuat-buat. Maksudnya mereka tidak bersikap sok akrab untuk mendapatkan
dukungan, tetapi maja atau berkunjung tersebut dilakukan karena memang mereka senang
melakukannya. Terkadang tanpa diduga kunjungan mendadak tersebut dibarengi permintaan
makan kepada keluarga tersebut. Sikap demikian tentu saja mengagetkan pemilik rumah
namun meninggalkan kenangan indah kepada keluarga yang dikunjungi.
Bakena berarti tampan/cantik, menarik, dan bijaksana. Lebih luas maksudnnya Inner
beauty yaitu ketampanan/kecantikan yang terpancar dari dalam jiwa. Cahaya matanya
memancarkan keadilan, perlindungan, rasa aman dan bakti. Dimanapun berada, ia akan selalu
18

disenangi dan disegani. Semua ini secara otomatis akan muncul apabila segala tugas dan
tanggung jawab dilaksanakan dengan ihklas tanpa pamrih.
Bahadat maksudnya beradat. Bukan hanya mengerti dan memahami hukum adat
dan hukum pali dengan baik, namun nyata terlihat dalam tindakan sehari-hari. Ranying
Hatalla atau Allah Yang Maha Kuasa turut serta mengawasi setiap tindakan yang dilakukan
oleh para pemimpin, sehingga kendali diri pegang peranan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Berani berlaku tidak adil konsekwensinya hukuman akhirat akan
diterima setelah kematian terjadi.
Bakaji maksudnya berilmu tinggi dalam bidang spiritual. Ia selalu berusaha untuk
mencapai hening, serta membersihkan dan menyucikan jiwa, raga dengan rutin dan berkala.
Saat hening adalah saat yang paling tepat untuk berdialog dengan diri sendiri, menata sikap
untuk tetap kokoh berpegang pada tujuan agar tidak mudah terombang ambing. Kokoh kilau
sanaman yang artinya sekokoh besi.
Barendeng berarti mampu mendengarkan inIormasi juga keluhan warganya.
Telinganya selalu terbuka bagi siapapun. Hal ini bukan berarti bahwa pemimpin suku Dayak
hanya menghabiskan waktunya dengan menerima kunjungan warga untuk berkeluh kesah dan
bersilaturahmi dengannya. Tanpa bertemu langsung dengan orang perorang, pemimpin
Dayak mengetahui banyak situasi dan kondisi setiap keluarga. Ia telah menyediakan hati dan
telinganya untuk menampung dan mendengarkan lalu mengolahnya menjadi bagian dari
tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat
disaksikan dalam tradisi mihup baram atau minum tuak, babusau atau mabuk atau minum
minuman yang mengandung alcohol hingga mabuk. Sekalipun dalam keadaan mabuk,
pemimpin Dayak selalu berusaha mengendalikan kesadarannya sehingga dengan sarana
mihup baram sampai babusau atau minum baram hingga mabuk, seorang pemimpin mampu
menangkap dan merekam luka, kekecewaan, dan kemarahan terpendam warganya. Hal ini
terjadi dimasa lalu. zaman telah berganti. Tradisi babusau sebagai sarana merekam isi hati
warga masyarakat sudah seharusnya ditinggalkan karena terlalu besar resikonya.

1. Bentuk Hukum Adat Dayak
Dalam melaksanakan adat suku dayak, ada dua aliran yaitu:
a. Tersilah kepada Keduniawian
19

Hukum adat ini berlaku dalam perkara kriminal, etika dan pergaulan
masyarakat. Hukum adat juga mengadili perkara yang berhubungan dengan
kemasyarakatan misalnya: masalah harta benda, pusaka, perkimpoian, perceraian,
ketentuan ahli waris, masalah anak dalam perceraian, milik perpantangan, hak-hak
atas tanah.
b. Tersilah kepada Agama
Hukum Adat yang tersilah kepada Agama menghukum siapa pun yang telah
menghina dan mencemarkan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat, misalnya: merusak kubur, merusak pahewan, merusak petak ruas,
merusak petak pali, merusak Indus, merusak sandung, melanggar adat pali disaat
kampong memegang rutas, melanggar adat negeri ketika memalas pali, melanggar
adat pali ditempat orang melahirkan, melanggar adat pali pada saat pengobatan orang
sakit, merusak pangantoho (rumah kecil tempat pujaan), tulah berjinah dengan
saudara, tulah berjinah dengan ibu/bapak, tulah berjinah dengan misan, merusak
pantar.
II.6 Kebudayaan
1.Rumah Adat
a. Rumah Panjang







Hampir semua Orang Dayak kecuali Dayak punan dan Dayak Meratus, mempunyai
rumah panjang di masa lampau. Rumah panjang merupakan gabungan atau gandengan
rumah-rumah tunggal warga Dayak dalam satu desa. Rumah panjang di bangun agar
persatuan atau kekuatan dari warga desa terkonsentrasi, ketika menghadapi serangan dari
luar kampung atau luar kelompok atau serangan binatang buas. Rumah panjang di
20

dibangun dalam rupa rumah panggung yang memanjang. Semua material rumah panjang
dibuat dari kayu keras seperti kayu ulin atau belian. Mulai dari sirap ( atap kayu ),tiang,
rangka, dinding, lantai hingga tangga.
Dimasa kini rumah panjang yang tersisa sudah sangat sedikit. Umumnya rumah
panjang di bongkar karena warga penghuninya memilih membangun rumah tinggal
tunggal. Dayak Punan merupakan suku Dayak yang paling tua mendiami Borneo.
Berdasarkan data pengukuran karbon yang terdapat pada Iosil tengkorak yang pernah
ditemukan di :a Niah Sarawak Malaysia diketahui bahwa tengkorak yang sangat mirip
dengan tengkorak orang Dayak Punan tersebut telah berusia mencapai 37.000 tahun. Jadi
dengan berasumsikan bahwa tengkorak tersebut benar-benar tengkorak Dayak punan maka
ini bearti bahwa Dayak Punan merupakan nenek moyang Bangsa Dayak Borneo, atau
lebih tepatnya bahwa Dayak punan merupakan sisa-sisa Bangsa austronesia (asli ) yang
masih eksis. Dengan mengetahui betapa tuanya keberadaan Dayak Punan di borneo (
bahwa mereka datang jauh sebelum peradaban manusia planet bumi mengenal logam ),
maka dapat dimaklumi jika mereka kurang memiliki peradaban desa dan lebih menyukai
cara-cara hidup nomaden, karena itu rumah mereka dibangun seadanya ( umumnya hanya
berupa gubuk ). Meskipun demikian sampai detik ini hanya segelintir warga Dayak punan
saja yang masih senang hidup nomaden, sementara kelompok mayoritas telah membangun
pemukiman seperti masyarakat Dayak Lain.
b. Bale
Pada masyarakat Dayak Merat:s ( B:kit ) rumah mereka di kenal dengan sebutan
Bale. Suku Dayak merat:s ( B:kit ) merupakan masyarakat yang masih memegang adat
tradisi budaya Banjar lama.





21





2. Pakaian Adat
Pakaian adat suku Dayak yang paling dikenal adalah baju kurung. da beberapa
macam model: baju kuurung sapek tangan yaitu baju kuurung tidak berlengan, baju
kuurung dokot tangan yakni baju kuurung lengan pendek, clan baju kuurung langke tangan
ialah baju kuurung lengan panjang. Model baju kuurung sesungguhnya sudah tua. Ketika
masyarakat dayak Taman baru mengenal baju dari kulit kayu modelnya berbentuk baju
kuurung. Baju berlubang leher bentuk bulat atau segitiga ini tidak berkerah clan polos
tidak bersaku. Kain berupa pita berwarna lain daripada warna bajunya dijahitkan pada
bagian tepi baju. Yada pita itu dipasang kancing-kancing yang hanya berIungsi sebagai
hiasan. Sekarang, baju kuurung hanya dipakai oleh para balien (dukun) dengan memilih
warna hitam clan pada bagian-bagian pinggir bajunya diberi les atau pita kain warna
merah yang lebarnya sekitar 3 cm. Yang dipakai oleh para balien wanita disebut bulang
kalaawat.














22

Baju Kurung

Bentuknya sama dengan bulang kuurung hanya bagian depannya terbelah seperti
kemeja pria biasa, clan berlengan pendek. Sebagai kancing untuk mempertemukan kedua sisi
baju dibuat dari tali kain berwarna. Dahulu, baju kalaawat ini dipakai oleh setiap wanita
remaja, dewasa, clan orang tua. Sekarang hanya dipakai oleh dukun-dukun wanita, dan
wanita lanjut usia.
Dari berbagai ragam busana tradisional yang dimiliki masyarakat Dayak Taman, baju
burai king burai clan baju manik king manik, agaknya, yang paling popular sehingga hampir
setiap keluarga Dayak Taman memilikinya. Terutama baju burai king burai, yang kerap
digunakan pada peristiwa-peristiwa penting seperti perhelatan adat atau perkawinan.

3. Senjata Adat
Senjata utama bangsa suku bangsa dayak adalah Mandau. Mandau merupakan senjata
utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang
dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa.
Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi
dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut
'Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau, merupakan barang yang mempunyai
nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya









Mandau
Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa
yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu
Montalat. Mandau dipercayai memiliki tingkat-tingkat keampuhan sesuai kesaktian
besinya. dimana kekuatan magis tersebut diisi oleh ahlinya melalui upacara ritual dan juga
23

pantangan-pantangannya. sebelum abad ke-20 mandau erat kaitannya dengan kebiasaan
'mengayau' atau memenggal kepala musuh untuk dijadikan hiasan atau kepala orang yang
sudah mati, dipercaya semakin banyak 'kepala' yng dihasilkan semakin 'sakti' mandau
tersebut, rambut sbg hiasan biasanyah diambil dari rambut musuh, ada kepercayaan roh
lawan yng mati akan mendiami mandau tsb, setiap membunuh akan diberikan tanda pada
hulu mandau.

O Stuktur mandau
Umumnya mandau memiliki hulu (pegangan) terbuat dari tanduk, tanduk rusa
atau kayu terpilih / kayu kualitas nomor satu dan dihiasi ukiran. Bentuk gagang dan
ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal usul mandau dibuat,
suku dan derajat pemakainya. Itu bisa terlihat dari gaya serta motiI ukirannya. Selain
itu, di bagian hulu mandau disisipi beberapa helai rambut manusia, yang dipercaya
akan menambah keampuhannya dan keangkeran pada pemiliknya. Sarung mandau
atau disebut kumpang juga diukir khas Dayak yang sangat indah serta dianyam rotan
Kalimantan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung
tanyaku, serta manik-manik yang indah dan tak lupa diselipkan jimat. Di kumpang /
sarung mandau itu terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi
pisau kecil / pisau penyerut berukuran sekitar 10 sentimeter yang sangat tajam yang
diberi nama langgai kuai dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang
buas.
O Material Mandau
4 Besi Montallat
Dalam kaitan itu, besi Montallat paling terkenal diantara bahan-bahan lainnya
untuk membuat senjata mandau.
4 Besi Matikei
Bahan baku pembuat mandau, yaitu besi (sanaman) matikei, yang didapat di
hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Kecamatan Sanaman Matikei, Samba,
Kotawaringin Timur. Besi ini bersiIat lentur sehingga mudah dibengkokkan.

Selain mandau ada beberapa jenis senjata tradisional yang lain yaitu :
a. Sipet / Sumpitan.
24

Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm,
panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang / - /
cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada
tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam.
Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
b. Lonjo / Tombak.
Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari
bambu atau kayu keras.
c. Telawang / Perisai.
Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 2 meter dengan lebar 30 50
cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah
dalam dijumpai tempat pegangan.
d. Dohong.
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya
terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh
kepala-kepala suku, Demang, Basir.
4.Seni Musik dan Sastra
Seni musik memegang peranan penting dalam hidup keseharian Suku
Dayak, terlebih dimasa dahulu. Pewarisan budaya yang lebih dikenal dengan
istilah Tetek Tanum, terkadang menggunakan kecapi sebagai sarana. Tetek
Tanum adalah cara bercerita dengan kalimat berirama tentang asal usul
nenek moyang, sejarah masa lalu suku, tentang kepahlawanan pada
generasi penerus.
Dalam setiap upacara adat, pesta pernikahan, acara kematian, suara musik
dalam bentuk Gandang Garantung. Musik Gandang Garantung adalah
gabungan dari suara beberapa alat musik yaitu buah gandang atau kendang
yang dimainkan oleh satu orang. Garantung atau gong berjumlah lima buah, tiga gong
dimainkan oleh seorang dan dua lainnya dimainkan oleh orang yang berbeda.
Pada umunya Suku Dayak gemar melantunkan ungkapan hati dan
perasaan, kisah-kisah kehidupan dan kepahlawanan sukunya dengan
kalimat berirama. Ekspresi kalimat yang dilantunkan dengan irama lagu
berbeda, misaknya Sansana Kayau memiliki irama lagu tertentu, begitu
pula Mohing Asang, Ngendau dan sebagainya.
23

Namun dari awal hingga akhir irama tersebut monoton dan diiringi
musik kecapi. Nyaris dalam setiap upacara adat dilengkapi dengan tradisi
tersebut.
a. Mansana Kayau
Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan. Biasanya dinyanyikan
bersaut-sautan dua sampai empat orang, baik perempuan ataupun laki-laki.
b. Mansana Kayau Pulang
Mansana Kayau pulang ialah kisah yang dinyanyikan pada waktu malam
sebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya dengan
maksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendam
kepada Tambun Bupati yang telah membunuh nenek moyang mereka.
c. Karungut
Karungut ialah sejenis pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acara
karungut sering dilatunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yang
dihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkan
dalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhir
kalimat namun terkadang juga tidak. Untuk mengamati cara tutur orang
Dayak dalam mengekspresikan perasaan mereka, maka terjemahan dalam
Bahasa Indonesia dibuat dalam sebagaimana adanya kata per kata.
d. Mohing Asang
Mohing Asang ialah nyanyian perang. Bila panglima telah membunyikan
salentak tujuh kali, kemudian terdengar nyanyian Mohing Asang, itu
berarti sebuah perintah untuk menyerang dan maju.
e. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja baik
laki-laki ataupun perempuan secara bersaut-sautan
I. Kalalai-lalai
Kalalai-lalai ialah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak Mama di daerah
Kotawaringin.
g. Natum
Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan .
h. Natum Pangpangal
Natum Pangpangal ialah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota
keluarga yang dilagukan.
26

i. Dodoi
Dodoi ialah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.
j. Dondong
Dondong ialah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi.
k. Marung
Marung ialah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah.
l. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh para lanjut usia yang
ditujukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan rasa kasih
sayang.
m. Mansana Bandar
Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama seorang
tokoh yang sangat dipuja dizamannya. Bandar hidup di zaman lewu uju dan
diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya sekedar mitos. Hingga saat ini
orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar. Keharuman
namanya karena pada kepribadiannya yang sangat simpatik dan menarik,
disamping memiliki siIat kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya.Banyak
sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini, namun dengan versi
yang berbeda-beda.
n. Karunya
Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai pemujaan
kepada Ranying Hatala.Dapat juga diadakan pada saat upacara
pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut
kedatangan tamu yang sangat dihormati.
o. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.
p. Kandan
Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan saut menyaut baik
laki-laki atau perempuan dalam suatu pesta perkawinan. Apabila pesta
yang diadakan untuk menyambut tamu yang dihormati maka kalimat-
kalimat yang dilantunkan lebih bersiIat kalimat pujian, sanjungan, doa dan
harapan mereka pada tamu yang dihormati tersebut. Tradisi ini biasa
ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan
Murung, Kabupaten Barito Hulu.
27

q. Dedeo atau Ngaloak
Dedeo atau Ngaloak sama dengan Kandan hanya istilahnya saja yang berbeda, karena
Dedeo atau Ngaloak adalah tradisi Suku Dayak Dusun Tengah didaerah Barito Tengah,
Kalimantan Tengah.
r. Salengot
Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta
pernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adat
untuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalam
menceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai
tersebut.

Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah sebagai berikut :
a. Garantung
Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari tembaga.
b. Sarun
Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan
hanya lima nada.
c. Salung
Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
d. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran lebih kecil berjumlah lima biji, terbuat
dari tembaga.
e. Gandang Mara
Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan ukuran
setengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang tewrbuat
dari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang telah di
keringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang lagi di
beri pasak.





28

5. Seni Pahat & Patung Suku Dayak
Fungsi Patung Bagi Suku Dayak
Suku Dayak mengenal seni pahat patung yang berIungsi sebagai ajimat, kelengkapan
upacara atau sebagai alat upacara.
a. Patung Ajimat
Patung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk
menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit.
b. Patung Kelengkapan Upacara
Patung-patung kecil untuk kelengkapan upacara biasanya digunakan saat pelaksanaan
upacara adat seperti pelas tahun, kuangkai, dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini
terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.
Patung blontang suku Dayak ini mengingatkan kita pada totem yang dimiliki oleh suku
Indian di Amerika.
c. Patung Alat Upacara
Patung sebagai alat upacara contohnya adalah patung blontang yang terbuat dari kayu
ulin. Tinggi patung antara 2 - 4 meter dan dasarnya ditancapkan kedalam tanah sedalam
1 meter.
Motif Pahatan Suku Dayak
Suku Dayak memiliki pola-pola atau motiI-motiI yang unik dalam setiap pahatan
mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari bentuk-bentuk alam seperti tumbuhan,
binatang serta bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa, misalnya
Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung Loh, dan sebagainya.
6.Seni Tari Dayak
a. Tari Iruang Wudrung
Ditarikan oleh kelompok penari perempuan, yang disebut 'Wadian Dadas bersama-
sama dengan kelompok penari laki-laki, disebut 'Wadian Bawo. Tarian ini biasanya
dibawakan di berbagai upacara ritual orang Dayak Ma`anyan, seperti upacara
penyembuhan, pernikahan, penyambutan tamu dan tradisi tahun baru (waktu panen
pertama). Janur kelapa yang menjadi asesoris penari digunakan sebagai symbol untuk
mengusir roh-roh jahat yang akan mengganggu jalannya upacara.
b. Tari Anyaman
Tari yang menggambarkan tentang bagaimana kita hidup dalam satu wilayah yang
beraneka adat istiadat, budaya, etnis suku dan agama yang berbeda-beda. Harapan
kita, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dan saling terikat antara satu dengan
29

yang lainnya. Maka kehidupan tersebut dilambangkan dengan tarian anyaman. Dan
burung Enggang sebagai pemersatu suku-suku Dayak.
c. Tari Pemung Tawai
Tari yang mengungkapkan bagaimana kita hidup dalam satu lingkungan. Hidup
dengan selalu bersatu hati, bersatu pikiran dan saling menghargai satu dengan lainnya.
d. Tari Hudoq
Melambangkan turunnya para dewa dari kayangan, yang mengetahui para petani di
bumi sedang menanam padi. Tujuan mereka turun ke bumi adalah untuk mengusir
seluruh hama tanaman padi. O.k.i, tarian ini biasanya dilakukan masyarakat Dayak
Bahau-Busang setelah menanam padi.
e. Tari Uok Botung
'Uok Botung adalah sebutan terhadap roh jahat berwujud hantu yang berasal dari
pohon bambo, yang mengganggu kehidupan warga setempat. Lima kesatria yg merasa
iba thd warga desa kmdn bertekad membunuh Uok Botung namun gagal karena kalah
kesaktian. Kmdn Dewa Bumi membantu lima kesatria tsb, yg pada akhirnya mereka
dapat menerbangkan mandau dan mengalahkan Uok Botung
f. Tari Tinggang Moru
Burung Enggang adalah burung cantik, anggun, peliharaan para dewa dan menjadi
lambang suku Dayak. Gerak terbang, loncat, hinggap,dan mandi burung Enggang
sangat mempesona shg dibuatlah tarian ini.
g. Tari Belian Sentiw
Belian adalah beberapa macam atau bagian dari cara pengobatan orang Dayak,
dimana dg Belian ini orang Dayak mengobati orang sakit. Pengobatan dg cara
meminta pada leluhur, para dewa, dan penguasa alam. Dalam upacara itu, dukun
belian diharapkan dpt menyembuhkan orang sakit.
h. Tari Lonyaq
Lonyaq adalah tokoh legenda, seorang pahlawan gagah berani yg mempunyai
kesaktian. Pemberantas kejahatan, pembela sukunya dan penakluk suku-suku lain.
Senjata dan saran perangnya dibuat dg kesaktiannya. Dia terbang kemana-mana dg
caping atau seraung sakti. Konon dia kebal thd senjata apapun, dan sekali tebas
mandaunya dpt membunuh ratusan orang. Setelah berperang, Lonyaq kembali ke desa
dan dielu-elukan masyarakat serta dipuja wanita.


30



7.Seni Musik dan Lagu Daerah
1. Seni Musik Dayak
Suku Dayak memiliki bermacam-macam alat musik, baik berupa alat musik petik,
pukul dan tiup. Dalam kehidupan sehari-hari suku di pedalaman ini, musik juga
merupakan sarana yang tidak kalah pentingnya untuk penyampaian maksud-maksud
serta puja dan puji kepada yang berkuasa, baik terhadap roh-roh maupun manusia
biasa. Selain itu musik alat-alat musik ini digunakan untuk mengiringi bermacam-
macam tarian.
Seperti halnya dalam seni tari, pada seni musik pun mereka memiliki beberapa bentuk
ritme, serta lagu-lagu tertentu untuk mengiringi suatu tarian dan upacara-upacara
tertentu. Masing-masing suku memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Berikut Ini
Beberapa Contohnya.
a. Genikng
Sebuah gong besar yang juga digantungkan pada sebuah standar (tempat
gantungan) seperti halnya gong di Jawa.
b. Sampe
Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya
diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.










Alat Musik Sampe
c. Klentengan
Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-
nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi
31

panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip dengan -43a3 di Jawa. Gong-gong
kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.
d. Uding (Uring)
Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal
juga sebagai Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).
e. Taraai
Sebuah gong kecil yang digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan).
Alat pemukul terbuat dari kayu yang agak lunak.
I. Kadire
Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa
bambu yang dibunyikan dengan mempermainkan udara pada rongga mulut untuk
menghasilkan suara dengung.
Lagu Daerah
a. Kalimantan Selatan
Ampar-ampar Pisang
Pencipta / Pengarang Lagu dan Lirik : Hamiedan AC

Ampar ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga lepak mangga lepok
Patah kayu bengkok (2x)
Bengkok dimakan api
apinya canculupan
Jari kaki sintak dahuluakan masak
Ampar ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga ricak mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi tanduk sapi kulibir bawang
Nang mana batis kutung dikitip bidawang
32

Paris Barantai
Pencipta: H. Anang Ardiansyah
Wayah pang sudah hari baganti musim Wayah pang sudah Kotabaru gunungnya
Bamega Bamega umbak manampur di sala karang Umbak manampur di sala
karang Batamu lawanlah adinda Adinda iman di dada rasa malayang Iman di
dada rasa malayang Pisang silat tanamlah babaris Babaris tabang pang bamban
kuhalangakan Tabang pang bamban kuhalangakan Bahalat gununglah babaris
Babaris hatiku dandam kusalangakan Hatiku dandam kusalangakan Burung binti
batiti di batang Di batang si batang buluh kuning manggading Si batang buluh
kuning manggading Kacilangan lampulah di kapal Di kapal anak Walanda main
komidi Anak Walanda main komidi Malam tadi bamimpilah datang Rasa datang
rasa bapaluk lawan si ading Rasa bapaluk lawan si ading Kasiangan guringlah
sabantal Sabantal tangan ka dada hidung ka pipi Tangan ka dada hidung ka pipi
b. Kalimantan Barat
Cik Cik Periook
Cik cik periook bilanga sumping dari jawe dateng nek keci book bawa kepiting
dua ekook Cik cik periook bilanga sumping dari jawe dateng nek kecibook bawa
kepiting dua ekook cak cak bur dalam bilanga picak idung gigi rongak sape
kitawa dolok dipancung raje tunggal. Cik cik periook bilanga sumping dari jawe
periuk kecil, belanga sumbing dr pulau Jawa dateng nek keci book bawa kepiting
dua ekook datanglah si Nek Kecibok bw 2 ekor kepiting Cik cik periook bilanga
sumping dari jawe dateng nek kecibook bawa kepiting dua ekook cak cak bur
dalam bilanga idung picak gigi rongak kepiting diceburkan kedalam belanga
hidung pesek gigi ronga'
c. Kalimantan Timur
Yamu Ame Tonge

8. Upacara Adat dan Tradisi Suku Dayak
Upacara Tiweh




33


Di Provinsi Kalimantan Tengah, masyarakat Dayak Kaharingan berdiam dan
bertahan dengan segala adat istiadat dan kepercayaannya. Termasuk pula menjaga
kepercayaan yang dianutnya sejak dulu Agama Kaharingan. Salah satu upacara ritual
yang masih dijalankan oleh masyarakat Dayak Kaharingan, adalah upacara Tiwah.
Inti upacara ini adalah memindahkan tulang jenazah kedalam sandung, yaitu rumah
kecil yang senantiasa ada disetiap rumah masyarakat setempat.
Upacara ini mencerminkan sikap hormat mereka, kepada anggota keluarga yang
telah mendahului mereka. Rangkap I Nau adalah Ketua Majelis Besar Agama Hindu
Kaharingan, yang juga Ketua Panitia Tiwah Massal di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah. Di dalam upacara ini, Rangkap I Nau meniwahkan ayahnya yang meninggal
tahun 1999.
Dalam keyakinan Agama Kaharingan, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah awal dari
segala yang ada. Termasuk hidup dan kehidupan. Di dalam kitab suci mereka
disebutkan, manusia pada akhirnya akan kembali kepada sang pencipta yaitu Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Proses menuju kesana, seperti ayah Rangkap I Nau adalah melalui upacara
Tiwah. Tiwah artinya pensucian, pembebasan, pelepasan atau penyempurnaan. Pada
hakekatnya, dalam hidupnya, manusia berbuat dosa, karena itu ada sial. Siapapun
yang meninggal, maka keluarganya akan tertimpa sial. Sial ini harus dihapuskan.
Maka dilaksanakanlah upacara ritual Tiwah. Dengan demikian, tidak ada lagi sial
pada mereka yang hidup.
Dalam proses ini, bagian inti dari upacara ritual Tiwah, adalah pengangkatan
tulang jenazah ayah Rangkap I Nau. Dengan upacara ritual seperti pembacaan mantra-
matra dari kitab suci oleh ulama, makam ayah Rangkap I Nau dibongkar. Setelah itu
tulang belulang ayah Rangkap I Nau pun diangkat dan dibersihkan. Selanjutnya
tulang belulang disimpan untuk sementara didalam kotak, selama dua sampai tiga
hari. Selain tulang belulang ayah Rangkap I Nau yang baru berumur 4 tahun, ada pula
kerangka yang telah berusia 25 tahun. Kerangka ini belum di Tiwah, karena ketiadaan
biaya. Biasanya tulang yang sudah berumur diatas 4 tahun sudah bersih. Namun ada
pula pengecualian.
Dalam upacara Tiwah, hewan seperti kerbau, sapi dan babi, menjadi syarat untuk
dikorbankan. Untuk itu, dibuatlah patung-patung kayu sebagai tempat pengikat
hewan-hewan tersebut, sebelum ditombak sebagai korban. Patung-patung tersebut
34

dibuat dari kayu yang kuat yaitu kayu ulin. Hanya pematung hebat yang pahatan dan
ukirannya bagus yang terpilih untuk membuat patung-patung tersebut.
Setelah selesai, patung-patung tersebut ditaman disamping sadung. Dalamnya
lubang bisa mencapai 1 hingga 1,5 meter, mengingat besarnya hewan korban yang
diikatkan ke patung. Sebelum menanam patung-patung tersebut ke dalam tanah,
ditaruhlah berbagai macam sesajen oleh ulama. Diantaranya beras, telur, sirih, pinang
dan rokok. Maksudnya, untuk menunjukkan bahwa tanah itu adalah tempat manusia
hidup. Selain itu, juga untuk menunjukkan bahwa patung-patung tersebut didirikan
dengan tulus ikhlas.
Dalam upacara apapun, masyarakat Dayak Kaharingan senantiasa menggunakan
beras yang mereka taburkan. Beras diyakini sebagai alat komunikasi antara manusia
dengan Tuhan dan para penciptanya di alam sana. Pada hari yang telah ditentukan,
tibalah saatnya bagi hewan-hewan korban tersebut untuk di tombak. Mereka yang
menombak pun ada aturannya, yaitu hanya anggota keluarga yang melakukan Tiwah.
Bagi ayah Rangkap I Nau yang melakukan penombakan adalah saudara sepupunya.
Rangkap sendiri tidak boleh ikut menombak. Namun dia harus membuktikan bahwa
dia telah melakukan tanggung jawab moralnya sebagai anak, yaitu melaksanakan
Tiwah bagi ayahnya.
Selama upacara Tiwah berlangsung, ulama atau dalam bahasa Agama Kaharingan
disebut Basir, memainkan peran central. Puncak acara misalnya, adalah pembacaan
mantra-mantra oleh Basir. Bukan sembarang Basir, melainkan Basir Utama yaitu
yang paling tua, paling pintar dan paling dipercaya. Seraya duduk diatas sebuah gong,
sang Basir membacakan nama-nama seluruh almarhum yang akan di Tiwah massal,
jumlahnya 211. Karenanya pembacaan mantra tersebut berlangsung semalam suntuk.
Selain itu, sang Basir juga menceritakan proses awal kehidupan manusia.
Mengakhiri rangkaian upacara ritual yang telah berlangsung lebih dari satu bulan,
seluruh keluarga berkumpul di desa tempat asal almarhum. Tiga jam perjalanan mobil
dari Palangkaraya. Disana mereka akan memasukan tulang arlmarhum kedalam
sandung.
Menurut Rangkap, tulang belulang ayahnya harus diperlakukan dengan rasa
hormat dan cinta kasih, serta tidak boleh sembarangan. Dengan masukan tulang
belulang tersebut, roh ayahnya dipercaya telah diantar ke surga dan menyatu dengan
Tuhan. Proses memasukan tulang kedalam sandung pun ditingkahi dengan berbagai
ritual yang syarat dengan makna. Luapan emosi tak tertahankan.
33

Dengan masuknya tulang kedalam sandung, maka almarhum ayah Rangkap I Nau
telah memperoleh tempat peristirahatannya yang terakhir. Usai sudah upacara Tiwah.
Seluruh keluarga merasa lega, bangga dan bahagia. Segala perasaan bercampur aduk
menjadi satu. Perasaan ini tidak bisa diukur dengan uang. Namun hanya bisa diukur
dengan kebesaran nama Tuhan. Akhirnya Rangkap berharap, suatu saat kelak anak-
anaknya pun bisa melakukan hal yang sama, yaitu meniwahkan dia.
9.Kekuatan Mistis
Suku Dayak terkenal dengan keahlian dalam dunia mistiknya yang sangat kuat
dan hebat sehingga tidak salah jika masyarakat kita saat ini pun masih sangat segan
jika berhadapan dengan suku Dayak. Salah satu ilmu yang sangat terkenal adalah
Ma3afah A3ta3.
Manajah Antang biasanya digunakan oleh suku Dayak untuk mencari seseorang
yang menjadi musuh mereka. Walaupun si musuh itu bersembunyi di daerah yang
tersembunyi sekalipun di mana orang awam tak bisa menemukan, namun orang suku
Dayak akan dengan mudah menemukannya. Biasanya yang mereka gunakan untuk
menemukan musuh ini adalah dengan memanggil arwah para leluhur dengan
perantaraan -:r:3 A3ta3. Burung itulah yang akhirnya menunjukkan tempat
persembunyian si musuh.
Mungkin jika pemerintah meminta tolong kepada suku Dayak untuk mencari
para koruptor kelas kakap yang menghilang, maka para koruptor itu juga akan segera
dapat ditemukan dengan mudah. Sayangnya, orang suku Dayak ini adalah orang-
orang yang cinta damai sehingga hanya orang-orang yang benar-benar dianggap
membahayakan suku mereka sajalah yang mereka anggap sebagai musuh.
10. Tradisi Mangkuk Merah
Jika keadaan suku mereka dalam kondisi yang membahayakan, maka sebuah
mangkuk merah yang merupakan lambang persatuan akan segera beredar dari satu
kampung ke kampung yang lain dengan sangat cepat. Biasanya yang memutuskan
untuk mengedarkan mangkuk merah adalah seseorang tetua suku yang biasanya di
panggil !a3kalima atau dalam Bahasa Indonesia disebut 'Panglima.
Hingga kini, masih banyak penduduk Kalimantan yang tidak mengetahui siapa
sebenarnya Panglima suku Dayak tersebut. Menurut cerita yang beredar, ia adalah
manusia biasa saja, namun memiliki kekuatan mistik yang sangat hebat. Ia kebal
terhadap berbagai jenis senjata dan dapat terbang. Panglima suku Dayak ini juga
dikenal dengan nama !a3lima B:r:3 (Tfilik Riw:t).
36

Tariu adalah upacara adat memanggil roh leluhur untuk dimintai pertolongan dan
sebagai pernyataan perang. Tarian biasanya dilakukan sebelum mangkuk merah
diedarkan.
Mangkuk merah adalah mangkuk yang dibungkus dengan kain berwarna
merah. Mangkuk merah yang terbuat dari tanah liat itu berbentuk bundar. Di dalam
mangkuk itu berisi berbagai macam benda dengan maksud dan tujuannya masing-
masing.
Biasanya didalam mangkuk merah itu terdapat:
O Ubi jerangau merah (ac4r:s calam:s), yang melambangkan keberanian.
O Bulu ayam, yang dimaksudkan agar bisa terbang.
O Lampu obor dari bambu, sebagai suluh penerang.
O Daun rumbia untuk bernaung.
O Tali simpul dari kulit kepuak yang menunjukkan lambang persatuan.
11.Telinga Panjang
Menyebut seni tato, banyak suku bangsa di Nusantara yang memiliki tradisi ini
seperti suku Dayak, Mentawai, dan Papua. Namun, tradisi telinga panjang, hanya
suku Dayak di Kalimantan yang memiliki tradisi unik dan khas ini. Itu pun tidak
semua suku Dayak, tetapi hanya beberapa subsuku Dayak tertentu.
Meski menjadi salah satu ciri khas atau identitas yang sangat menonjol sebagai
penduduk asli Kalimantan, namun tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan.
Kalaupun ada yang bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua Dayak yang
berumur di atas 60 tahun.
Selain jumlahnya sangat sedikit, mereka yang asalnya bertelinga panjang secara
sengaja memotong ujung daun telinga mereka. Alasan yang sering dikemukakan,
takut dianggap ketinggalan zaman atau khawatir anak-anak mereka merasa malu.
Menurut antropolog Mering Ngo, yang juga berasal dari suku Dayak, jika tato
tradisional Dayak kini berkembang menjadi seni tato modern, tradisi telinga panjang
justru semakin tenggelam dan ditinggalkan. Tidak ada generasi muda sekarang yang
meneruskan tradisi ini, bahkan di pedalaman Kalimantan sekalipun, dengan beragam
alasan.
"Cukup saya saja yang telinganya dibuat panjang. Ketujuh anak saya, satu pun
tidak ada yang telinganya dibuat panjang," tutur Pejung (82), warga suku Dayak
Kayan yang telinganya dibuat panjang hingga sekitar 15 sentimeter. "Saya kasihan
37

jika anak- anak saya nantinya malu dan menjadi bahan ejekan. Padahal, telinga
panjang harus mulai dilakukan sejak masih bayi," tambah Pejung.
Menurut Mering Ngo, selain tidak ada penerus untuk melestarikan tradisi telinga
panjang, juga tidak semua kelompok atau subsuku Dayak di Kalimantan memiliki
tradisi telinga panjang ini. Di Kalimantan Barat, misalnya, tradisi telinga panjang
hanya dikenal antara lain di kalangan masyarakat Dayak Iban, Kayan, Taman, dan
Dayak Punan. Tradisi ini pun kebanyakan hanya berlaku di daerah pedalaman seperti
di Kabupaten Kapuas Hulu.
Pembuatan telinga panjang tidak hanya dilakukan pada perempuan, tetapi juga
pada laki-laki. Pembuatan telinga panjang biasanya dilakukan sejak masih bayi.
Adapun tujuannya, menurut Mering Ngo, dikaitkan dengan penggolongan strata sosial
seseorang di dalam masyarakat.
Di Dayak Kayan, misalnya, pembuatan telinga panjang menunjukkan orang
tersebut berasal dari kalangan bangsawan. Adapun pembuatan telinga panjang pada
perempuan menunjukkan dia seorang bangsawan sekaligus untuk membedakan
dengan perempuan yang dijadikan budak karena kalah perang atau tidak mampu
membayar utang.
Lain lagi dengan desa-desa di hulu Sungai Mahakam. Telinga panjang digunakan
sebagai identitas untuk menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinga
diberi manik-manik yang cukup berat. Setiap tahun, jumlah manik-manik yang
menempel di telinga bertambah satu.
"Karena itu, kalau ingin mengetahui umur seseorang, bisa dilihat dari jumlah
manik-manik yang menempel di telinga. Jika jumlahnya 60, maka usianya pasti 60
tahun karena pemasangan manik-manik tidak bisa dilakukan sembarangan, cuma
setahun sekali," ungkap Jacobus Bayau Lung, Ketua II Persekutuan Dayak
Kalimantan Timur.
Tujuan pembuatan telinga panjang pun bukan untuk menunjukkan status
kebangsawanan, tetapi justru untuk melatih kesabaran. "Bayangkan saja, betapa
beratnya manik-manik yang tergantung di telinga. Tetapi, karena dipakai setiap hari,
kesabaran dan rasa penderitaan mereka menjadi terlatih," ujar Bayau Lung.
Sementara itu, di kalangan masyarakat Dayak Kayan, agar daun telinga menjadi
panjang, biasanya daun telinga diberi pemberat berupa logam berbentuk lingkaran
gelang atau berbentuk gasing ukuran kecil. Dengan pemberat ini daun telinga akan
terus memanjang hingga beberapa sentimeter. Sementara pada Dayak Iban, tidak
38

diberi pemberat demikian, tetapi hanya dibiarkan terlihat seperti lubang besar seperti
kalau kita membuat angka nol dengan menyatukan ujung ibu jari dengan ujung jari
telunjuk.
Di Dusun Sungai Utik, Desa Apan, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten
Kapuas Hulu, misalnya, ditemukan seorang Dayak Iban bernama Tuba. Orang tua
berumur sekitar 68 tahun tersebut memanjangkan telinganya sekitar tahun 60-an saat
merantau ke Sarawak dan Brunei Darussalam. Di sana dirinya selain memanjangkan
telinga juga membuat tato di bagian leher, lengan dan paha.
Guru Besar Hukum Adat Univeritas Tanjungpura ProI Dr Yohanes Cyprianus
Thambun Anyang menyatakan, tradisi telinga panjang Dayak Iban hampir sama
dengan Dayak Taman yang tidak memberi pemberat. "Pada Dayak Taman, tradisi
telinga panjang itu tidak terkait dengan strata sosial tertentu. Tradisi ini khususnya
untuk perempuan hanya sebagai identitas keperempuanannya," papar pakar hukum
adat ini. Tetapi, kata Thambun, tradisi ini sudah ditinggalkan masyarakat Dayak
Taman. "Ibu saya saja justru begitu datang ke Pontianak waktu itu meminta dipotong
ujung daun telinganya karena khawatir nanti anak- anaknya malu," ungkapnya.
Menurut Thambun, memanjangkan telinga hanyalah salah satu tradisi menghias
tubuh. Tradisi suku Dayak lainnya adalah membuat tato dan memasang gigi emas.
Namun, dari ketiga tradisi menghias tubuh tersebut, hanya tato yang masih bertahan
walaupun semakin kehilangan makna spiritualnya. Sedangkan membuat telinga
panjang dan memasang gigi emas sudah ditinggalkan. "Tradisi memasang gigi emas
bagi Dayak Taman untuk menunjukkan yang bersangkutan sudah merantau jauh,
sebab gigi emas yang bagus cuma ada di Sarawak dan Brunei Darussalam," tuturnya.
Mulai kapan tradisi telinga panjang ini ditinggalkan? Menurut Mering, ini tidak
diketahui persis, namun diperkirakan sama dengan tradisi tato ketika mulai masuknya
para misionaris ke daerah pedalaman di perkampungan Dayak pada zaman kolonial
Belanda dulu.
Tradisi ini pun semakin terkikis habis ketika terjadi konIrontasi antara Indonesia
dan Malaysia di daerah perbatasan Kalimantan. Saat itu berkembang stigma di
masyarakat, mereka yang berdaun telinga panjang dan tinggal di rumah- rumah
panjang, yang dihuni beberapa keluarga, merupakan kelompok masyarakat yang tidak
modern. Tidak tahan terhadap pandangan seperti itu, akhirnya beberapa warga
memotong telinga panjangnya. Stigma semacam ini terus berlangsung hingga
39

sekarang. Kalangan generasi muda Dayak tidak mau lagi membuat telinga panjang
karena takut dianggap ketinggalan zaman dan tidak modern.

















12.Budaya Tatto
Tatto pada masyarakat Dayak dimasa lampau merupakan simbol Iisik yang
secara langsung memperlihatkan strata seseorang dalam masyarakat. Baik kaum pria
maupun kaum wanita sama-sama mempunyai tatto. Sementara motiI-motiI gambar
tatto juga disesuaikan dengan strata sosial yang berlaku di masyarakat. Gambar tatto
antara orang biasa berbeda dengan orang-orang penting seperti para temenggung, para
Baliatn, para Demang dan para Panglima perang. Dimasa kini budaya ini sepertinya
juga sudah banyak ditinggalkan, dengan berbagai alasan, meski cukup banyak juga
generasi Dayak yang sadar untuk terus mengembangkannya.
13.Kayau
Kata Kayau bermakna sebagai kegiatan perburuan kepala t4k4h-t4k4h
masyarakat yang menjadi musuh, dimana kepala hasil buruan tersebut akan digunakan
dalam ritual Notokng ( Istilah Dayak Ke3/aya3 ). Jadi pada dasarnya yang dimaksud
dengan Kayau bukanlah perang antar suku seperti perang dalam kerusuhan-kerusuhan
yang pernah terjadi di Kalimantan beberapa waktu yang lalu, yang korbannya tidak
40

pandang bulu apakah seorang biasa atau seorang yang berpengaruh pada kelompok
musuh. Kayau tidak sembarangan di lakukan, demikian juga tokoh-tokoh musuh yang
di incar, semua dipertimbangkan dengan penuh seksama. Sementara itu, jumlah
pasukan Kayau yang akan bertugas di medan minimal tujuh orang.
Dimasa silam Kayau umumnya dilakukan terhadap tokoh-tokoh musuh yang
memang kebanyakan berbeda sub etnis Dayak-nya. Peristiwa Kayau yang terekam
sejarah dan cukup terkenal adalah peristiwa Kayau Kepala Raja Patih Gumantar dari
kerajaan Mempawah (Kerajaan Dayak Kendayan ) Kalimantan Barat oleh pasukan
Kayau Dayak Biaju / Ngaju Kalimantan tengah, meskipun cerita yang beredar di
kalangan masyarakat Dayak Kendayan dimasa kini menyebutkan bahwa nama Biaju
ini sering di katakan sebagai Dayak Bidayuh sungkung, dan hal ini diperparah oleh
para penulis buku-buku tentang sejarah Kalimantan Barat yang menerima begitu saja
cerita dalam Masyarakat tanpa ditelaah lebih lanjut. Hal ini terjadi ditengarai oleh
awalan kata Biaju dan Bidayuh yang sama-sama diawali oleh kata "Bi" dan kedua-
duanya mempunyai bunyi kata yang hampir mirip (BI-AJU dan BI-dAYUh), padahal
yang namanya cerita lisan pasti cukup beresiko mengalami perubahan. Namun yang
sangat pasti dan jelas kata Biaju secara tegas di sebutkan dalam cerita tersebut.

14.Makanan Khas Suku Dayak












(Makanan khas suku Dayak, pojak iyur gai kotok atau tumis rotan muda)

41

Makanan khas suku Dayak umumnya dimasak di rumah saat menggelar upacara adat
atau acara khusus. Ibu-ibu PKK di Kutai Timur misalnya. Dalam beberapa pertemuan,
mereka menyiapkan masakan-masakan khas suku Dayak yang kini semakin sulit
dinikmati. Memasak pojak pusung jaung alias tumis bunga kecombrang cara memasaknya
mirip dengan menumis kangkung atau sayuran lain. Usai menumis bawang merah, bawang
putih dan bumbu lainnya, bunga kecombrang yang sudah diiris tipis langsung dimasukkan
ke wajan hingga layu.
Masakan khas suku Dayak lain yang cukup populer adalah pojak iyur gai kotok atau
tumis rotan muda. Masakan tersebut biasanya disajikan ketika akan menggelar upacara
adat. Mereka percaya tumis rotan muda berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit di
antaranya malaria. Yang pasti, sejumlah penggemar mengakui kelezatannya yang gurih
dan renyah. Sebenarnya masyarakat suku Dayak memiliki banyak makanan khas lainnya.
Sayangnya, keragaman dan kekayaan tradisi itu masih belum tergali.

II.7. Modernisasi dan Pembangunan
a. Pra Kemerdekaan
Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua
di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang ditulis
diatas yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan
huruI Pallawa. Berdasarkan paleograIinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari
abad ke-5 Masehi.

( huruI Pallawa pada prasasti Kutai )
Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah
kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari
Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama
Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.
42

Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru di Tepian Batu atau Kutai
Lama yang bernama Kerajaan Kutai Kartanegara dengan rajanya yang pertama, Aji
Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Dengan adanya dua kerajaan di kawasan
Sungai Mahakam ini tentunya menimbulkan Iriksi diantara keduanya. Pada abad ke-
16 terjadilah peperangan diantara kedua kerajaan Kutai ini. Kerajaan Kutai
Kartanegara dibawah rajanya Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa akhirnya berhasil
menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan kerajaannya
menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai
Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang akhirnya digunakan pada
nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti
dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah
Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai
Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.










Perpindahan ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara dari Kutai Lama (1300-1732)
ke Pemarangan (1732-1782) kemudian pindah ke Tenggarong (1782-kini)
Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo
Lamaddukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur
melawan VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara
untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.
Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan
Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji
43

Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian
meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar
Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota yang syah dari Kesultanan
Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana
yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai
Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Penobatan Sultan
Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang (Samarinda Seberang). Sejak itu
dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.
Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang
terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan
melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Tahun 1778, Aji
Kado meminta bantuan VOC namun tidak dapat dipenuhi.
Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan
secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad
Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan
dimakamkan di Pulau Jembayan.
b.Era Kemerdekaan
Perkembangan suku Dayak dapat dilihat pada peristiwa Sambas yang sangat
memilukan bagi bangsa Indonesia yang terjadi pada tahun 1999 dimana terjadi
benturan kepentingan antara kedua pihak yang terlibat yaitu antara suku asli (Dayak)
dengan suku pendatang (Madura). Perselisihan Dayak-Madura adalah cerita lama,
yang sudah berlangsung sejak tahun 50-an. Kesadisan orang Dayak pun bukan barang
baru. Mereka biasa membantai kelompok suku tertentu, bahkan memakan dagingnya.
Korban pertama mereka adalah orang Cina. Waktu itu semua orang Cina di daerah
pemukiman Dayak dibantai. Menurut Budhisantoso (62), pakar antropologi dari UI
yang menjadi penyebab kerusuhan adalah Iaktor kebudayaan dan environmental
scarcity (keterbatasan sumber daya dan lingkungan). Dimana orang Melayu yang-
seperti orang Jawa dan Sunda, menghindari konIlik dan lebih suka hidup damai-
menghadapi tekanan lingkungan akibat pembangunan nasional yang tidak menjamin
rasa adil, tak ada demokrasi berpolitik dan berbudaya.
Dayak dan Melayu secara tradisional sudah bermukim di Kal-Bar beberapa abad
belakangan ini. Melayu umumnya tinggal di daerah pesisir, dengan mata pencarian
bertani dan nelayan. Dayak tinggal di pedalaman, umumnya masih hidup dengan pola
44

berburu dan meramu. Keadaan suku Dayak ini tidak banyak berubah hingga sekarang.
Selain itu masih ada suku-suku lain seperti Cina dan Bugis. Dahulu tidak pernah ada
konIlik yang berarti antara Dayak dan Melayu hingga saat ini. Dayak yang animis,
menghormati Melayu yang muslim. Kalau ada orang Dayak masuk Islam, mereka
(Dayak) menyebutnya masuk Melayu. Demikian pula, orang Melayu tidak pernah
mencoba mengusik orang Dayak, atau memperalatnya, walaupun dari segi pendidikan
rata-rata orang Melayu lebih tinggi.
Belakangan berbagai Iaktor luar masuk. Orang-orang dari Jawa (baca :
Madura) datang ke Kal-Bar. Dalam banyak hal, terutama pendidikan, penduduk asli
memang banyak tertinggal dari mereka yang dari Jawa. Praktis jalur birokrasi dan
militer dikuasai mereka. Kemudian masuk pula missionaris. Banyak orang Dayak
masuk Kristen sehingga identitas Dayak bergeser dari animis ke Kristen. Kembali ke
persoalan konIlik tadi, pertanyaan kita, kenapa selalu timbul konIlik Dayak-Madura.
Orang Madura memang unik karakternya. Bagi orang Melayu, (image yang umum di
Pontianak) budaya kekerasan orang Madura sangat menonjol. Kekerasan biasanya
jadi bahasa utama mereka dalam menyelesaikan persoalan. Terus terang, citra orang
Madura di Pontianak sangat buruk. Ini yang menyedihkan. Di sisi lain orang Dayak
juga punya budaya kekerasan. Kita tahu bahwa mereka belum lama (atau bahkan
masih) meninggalkan budaya kanibalnya. Jadi, ketika terjadi perang suku Dayak-
Madura, suku-suku lain cenderung tidak peduli. Karena bagi mereka, hal itu biasa
terjadi. Artinya perang antara dua suku "primitiI" adalah hal biasa. Menyedihkan
bahwa orang Melayu tidak merasa memiliki kesamaan identitas dengan orang Madura
yang juga sama-sama Muslim.
Belakangan, berbagai Iaktor lain menambah runyam persoalan. Proyek-
proyek HPH, kebun kelapa sawit dan sebagainya semakin menyingkirkan orang
Dayak. Hutan-hutan dibabat, mereka yang biasanya carai makan di hutan, sekarang
dilarang masuk hutan. Kebanyakan orang Dayak tidak siap memanIaatkan
inIrastruktur yang dibangun pemerintah di wilayah mereka. Akibatnya orang lain
yang mengambil keuntungan, diantaranya Madura. Mereka, yang tinggal di
pedalaman, pintar berdagang dan berkebun. Orang Dayak entah kenapa lamban secara
ekonomi. Pembangunan memang hanya dilakukan disektor Iisik, bukan budaya.
Lalu ada lagi Iaktor lain, petualang politik. Ada sekelompok intelektual
Dayak yang memanIaatkan situasi untuk kepentingan politik. Ide bahwa Dayak harus
diberdayakan diterjemahkan dalam bentuk posisi politik harus di pegang oleh suku
43

Dayak. Apakah orang Dayak di pedalaman itu mengerti politik? Jadi kalau ide itu
diterima, mereka, yang memang siap untuk menduduki jabatan, akan memperoleh
keuntungan. Tapi ada pertanyaan, kenapa belakangan orang Melayu juga terlibat
dalam budaya kekerasan ini. Orang Melayu biasanya anti kekerasan. Kenapa sekarang
berubah. Siapa sekarang yang mau berpihak pada orang-orang Madura itu. Saudara-
saudara mereka yang Melayu sekarang membunuh mereka. Pihak Pemda juga
cenderung menyalahkan mereka. Gubernur Kal-Bar berkomentar bahwa kerusuhan ini
akibat para pendatang tidak menghormati budaya lokal. Selesaikah persoalan dengan
mengalihkan orang Madura dari lokasi kerusuhan? Bagaimana dengan hak mereka
untuk hidup.
Presiden berjanji akan segera membenahi ketertinggalan pembangunan di
Kalimantan, terutama dalam sektor pendidikan dan ekonomi. Sehingga, masyarakat
Kalimantan dapat bersaing dengan daerah lain dalam pembangunan.
"Semua hak adat Suku Dayak yang selama ini diambil secara paksa, segera
dikembalikan. Dan, masyarakat Dayak diberdayakan, sehingga bisa bersaing dengan
daerah lain. Karena itu, saya akan memberikan beasiswa pendidikan, dan pembenahan
inIrastruktur ekonomi di daerah ini," kata Presiden.
Melihat ketertinggalan Kalimantan tidak harus bersusah payah, misalnya dengan
mengundang para pakar, cukup dengan menyusuri di antara 11 sungai besar yang
membelah wilayah Provinsi Kalimantan. Otomatis mereka bisa memberikan
gambaran, betapa sakitnya kehidupan masyarakat Dayak, terutama yang bermukim di
pelosok pedalaman.
Sekitar 80 persen dari penduduk Kalimantan sebanyak 1,8 juta jiwa tersebut,
masih mengandalkan transportasi sungai. Itulah bukti bahwa masih sangat terbatas
akses jalan darat di daerah itu. Tidak mengherankan, sebagian besar permukiman
masyarakat Dayak terletak di tepian sungai. Alasannya, mereka masih mengandalkan
sungai sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Belakangan ini, di masyarakat Dayak terjadi semacam kepanikan, akibat sungai
yang selama ini diandalkan dalam segala hal, mulai terganggu. Struktur sungai
berubah sangat besar, artinya, sudah makin sulit dilayari kapal dalam kapasitas 20 ton
ke atas. Sehingga komoditas yang mereka garap untuk menyambung hidup, menjadi
tidak ekonomis lagi dipasarkan.
Tidak hanya itu. Air sungai yang sejak nenek moyang dijadikan sumber air bersih
keluarga, kini sudah tercemar air raksa. Sepintas, warga Dayak itu sendiri yang
46

berbuat atau merusak Iungsi sosial dan Iungsi ekonomis sungai. Mereka menambang
emas di sungai karena keterpaksaan saja, artinya mereka harus melakukan pekerjaan
itu untuk sesuap nasi. Di sisi lain, latar belakang kesadaran mereka tentang kelestarian
lingkungan hidup, masih sangat tipis.
"Mereka terpaksa melakukan pekerjaan itu karena Iaktor pendidikan tipis dan
miskin. Akan menjadi lain, kalau ekonomi masyarakat Dayak sudah baik dengan
tingkat pendidikan Iormal rata-rata SLTA. Pasti tindakan yang merugikan lingkungan
dan manusia, tidak terjadi," tambah Gimong.
Muncul rasa cemburu dalam menikmati potensi sumber daya alam yang
melimpah, bisa jadi persoalan masyarakat Dayak yang sejak lama tidak terjawab.
Misalnya saja, dalam hak eksploitasi hutan, tambang emas, dan ikut serta dalam
pekerjaan proyek pemerintah.
Seperti yang dikatakan mantan anggota DPR RI B Saptanoesa Wenthe dan Ketua
Pemuda Panca Marga Kalteng Yansen Binti, selama 50 tahun terakhir nasib
masyarakat Dayak selalu tertindas dalam menikmati sumber daya alam yang memiliki
nilai ekonomis tinggi. Misalnya, hak eksploitasi hutan dan menambang emas.
Begitu orang Dayak ikut menebang pohon, selalu diuber-uber, dikatakan pencuri,
penjarah, dan perusak lingkungan. Sementara pendatang begitu bebas mengeksploitasi
hutan. Bahkan, keberadaan hak pengusahaan hutan (HPH) selama ini dirasakan
sebagai program yang menciptakan kesengsaraan bagi warga di tengah hutan.
Menurut kedua tokoh pemuda Kalteng itu, masyarakat Dayak yang berada di
sekitar HPH merasa terdesak. Mereka menjadi tidak bebas lagi menggarap hasil
hutan. Misalnya, mencari kayu ulin, menyadap pohon jelutung, dan panen buah
tengkawang. Potensi yang bisa memperbaiki perekonomian masyarakat pedalaman,
umumnya dilarang oleh pemilik HPH.









47

BAB III
PENUTUP

1 .Simpulan
Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan. Sebutan
Dayak ini adalah sebutan kolektiI karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan
bahasa. Kata Dayak sendiri berasal dari bahasa Dayak Kendayan, kenyah dan Dayak lainnya,
yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan".
Bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot
Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang
lebih 405 sub suku. Secara garis besar suku Dayak mendiami sebagian besar wilayah
Kalimantan Tengah.
Sistem kepercayaan dan realigi masyarakat suku Dayak memiliki variasi. Sebagian
besar masyarakat dayak beragama islam. Namun, banyak juga masyarakat Dayak yang
memeluk kepercayaan animisme, dinamisme dan kaharingan. Selain itu juga berkembang
agama kristen.

Dalam melaksanakan adat suku dayak ada dua aliran, yaitu:Tersilah kepada
Keduniawian dan Tersilah Kepada Agama. Tersilah kepada keduniawian adalah hukum adat
yang berlaku dalam perkara kriminal, etika dan pergaulan masyarakat. Hukum adat juga
mengadili perkara yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Sedangkan Tersilah kepada
Agama adalah hukum Adat yang tersilah kepada Agama menghukum siapa pun yang telah
menghina dan mencemarkan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat.
Pakaian adat suku dayak adalah baju kurung. Sedangkan senjata adat suku Dayak
dikenal dengan mandau. Kebudayaan suku Dayak yang paling dikenal oleh masyarakat suku
lain adalah kebudayaan telinga panjang.
Kehidupan suku Dayak terbagi menjadi beberapa mata pencaharian. Sebagian besar
masyarakatnya berproIesi sebagai petani dan berladang. Sedangkan masyarakat dayak
pedalaman bertahan hidup dengan cara berburu.
48

2. Kritik dan Saran
Kebudayaan Dayak adalah salah satu kebudayaan Indonesia yang seharusnya tetap
dijaga kelestariaanya. Kebudayaan Dayak menambah kekhasan Indonesia yang memang
dikenal oleh dunia mempunyai banyak kebudayaan. Jika kebudayaan Dayak tetap dijaga dan
dikembangkan, ini bukan tidak mungkin masyarakat dunia akan lebih mengenal Indonesia
dan dapat dijadikan point tersendiri untuk menambah devisa negara.
Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam dapat berdampak positiI dan juga bisa
berdampak negatiI. Keanekaragaman yang tidak dijaga serta tidak adanya toleransi
masyarakat Indonesia terhadap keanekaragaman tersebut bisa menimbulkan perpecahan
bangsa melalui perang antar suku dan etnik. Namun jika setiap masyarakat memiliki
kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya menjaga toleransi antar suku dan etnis, akan
membuat bangsa ini menjadi bangsa yang besar dengan keanekaragamannaya.












49

DAFTAR PUSTAKA

Aryandlnl S Woro 2000 Moooslo uolom 1lojoooo llmo 8oJoyo uosot !akarLa ul ress
hLLp//Annehlrewordpresscom
wwwwlklpedlacold
wwwgooglecom
wwwyahoocold
hLLp//adhlkusumapuLrablogspoLcom/feeds/posLs/defaulL
hLLp//fazzwordpresscom
hLLp//ldwlklpedlaorg/wlkl/Suku
hLLp//kera[aanban[arwordpresscom
hLLp//noesanLaracom/mandauhLm
koenL[aranlngraL 1997 keboJoyooo Meotolltos Joo lembooqoooo !akarLa Cramedla usLaka
uLama

Anda mungkin juga menyukai