Biomekanik Otot
Biomekanik Otot
Biomekanik Otot
A.Organisasi Struktural Otot Skeletal Ada sekitar 434 otot pada tubuh manusia, yang membentuk 40% - 45% dari berat tubuh sebagian besar orang dewasa. Otot-otot didistribusikan secara berpasangan pada sisi kanan dan kiri dari tubuh. Sekitar 75% pasangan otot bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh dan postur tubuh, dengan masih melibatkan seperti kontrol mata dan menelan dalam aktivitas. Ketika ketegangan berkembang pada suatu otot, maka pertimbangan biomekanik seperti besarnya gaya yang dibangkitkan, kecepatan gaya yang berkembang, dan lamanya waktu gaya tersebut dipertahankan dapat dipengaruhi oleh karakteristik anatomis dan fisiologis tertentu dari otot tersebut. B.Serabut Otot Sebuah sel otot tunggal dinamakan dengan serabut otot karena berbentuk seperti benang/ serabut. Membran yang membungkus serabut otot kadang-kadang dinamakan dengan sarkolemma dan secara khusus sitoplasma ini dinamakan dengan sarkoplasma. Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan mitokondria, serta sejumlah benang/serabut myofibril yang berjalan paralel sejajar satu sama lain. Myofibril mengandung 2 tipe filamen protein yang susunannya menghasilkan karakteristik pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal. Observasi melalui mikroskop terlihat adanya perubahan struktur bands (A bands, I bands) dan garis didalam otot skeletal selama kontraksi otot. Sarkomer terbagi-bagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural dasar dari serabut otot. Setiap sarkomer dibagi dua oleh suatu M line. A band berisi filamen myosin yang kasar dan tebal, serta dikelilingi oleh 6 filamen aktin yang tipis dan halus. I band berisi hanya filamen aktin yang tipis. Pada kedua band tersebut, filamen-filamen protein dipertahankan dalam posisinya oleh perlekatan pada Z line, yang melekat ke sarkolemma. Pada pusat A band terdapat H zone, yang berisi hanya filamen myosin yang tebal.
Selama kontraksi otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu ujung sarkomer akan slide satu sama lain. Sebagaimana terlihat melalui mikroskop, Z line bergerak kearah A bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I bands menjadi sempit dan H zone menjadi hilang. Proyeksi dari filamen myosin dinamakan dengan cross-bridge yang membentuk hubungan fisik dengan filamen aktin selama kontraksi otot, dengan sejumlah hubungan yang proporsional dengan produksi gaya dan pengeluaran energi. Suatu saluran jaringan membran yang dikenal sebagai retikulum sarkoplasmik adalah berhubungan dengan setiap serabut secara external. Secara internal, serabut terbelah oleh terowongan kecil yang dinamakan dengan transverse tubule. Transverse tubule berjalan secara sempurna melalui serabut dan hanya terbuka kearah external. Retikulum sarkoplasmik dan transverse tubule merupakan saluran-saluran untuk tranportasi mediator elektrokimiawi dari aktivasi otot. Beberapa lapisan jaringan konektif/ penyambung memberikan superstruktur untuk struktur serabut otot. Setiap membran serabut atau sarkolemma dikelilingi atau dibungkus oleh jaringan konektif tipis yang dinamakan dengan endomysium. Serabut-serabut otot yang tergabung kedalam fascicle dibungkus oleh jaringan konektif yang dikenal sebagai perimysium. Kelompok-kelompok fascicle membentuk otot secara keseluruhan yang kemudian dibungkus/ dikelilingi oleh epimysium, yang berlanjut sampai dengan tendon otot. Pada usia dewasa, terlihat sangat bervariasi panjang dan diameter serabut otot didalam otot. Beberapa serabut dapat berjalan pada seluruh panjang otot, sedangkan otot lainnya jauh
lebih pendek. Serabut dengan panjang diatas 30 cm telah diidentifikasi terdapat pada otot sartorius. Serabut otot skeletal akan tumbuh panjang dan diameternya dari lahir sampai dewasa, dengan 5 kali lipat peningkatan diameter serabut selama masa ini. Diameter serabut juga dapat meningkat oleh program resistance training dengan beberapa repetisi pada beban yang besar dalam seluruh kelompok usia dewasa. Secara genetik, sejumlah serabut otot yang ada ditentukan dan bervariasi dari orang ke orang. Jumlah serabut yang sama yang nampak saat lahir akan dipertahankan sepanjang kehidupannya, kecuali kadang-kadang hilang/menurun setelah injury. Peningkatan ukuran otot setelah resistance training secara umum diyakini terjadi peningkatan diameter serabut otot yang lebih besar daripada jumlah serabut otot. Namun demikian, kemungkinan terjadi hiperplasia atau peningkatan jumlah serabut otot dapat terjadi diantara beberapa individu sebagai respon terhadap program training. Motor Unit Serabut otot diorganisasi/diatur kedalam group fungsional dengan ukuran yang berbedabeda. Sejumlah serabut otot yang diinnervasi oleh susunan motor neuron tunggal, kelompok ini dikenal sebagai motor unit. Axon pada setiap motor neuron akan membagi beberapa cabang sehingga setiap serabut otot disuplai oleh satu motor end plate. Secara khas, hanya satu motor end plate per serabut otot. Serabut dari sebuah motor unit dapat menyebar diatas area beberapa sentimeter dan diselang-seling oleh serabut motor unit lainnya. Suatu pengecualian yang jarang terjadi adalah motor unit dibatasi pada suatu otot tunggal dan terlokalisir didalam otot tersebut. Sebuah motor unit tunggal pada mammalia dapat berisi dari kurang lebih 100 sampai mendekati 2000 serabut, bergantung pada tipe gerakan yang dihasilkan oleh otot tersebut. Gerakan-gerakan yang dikontrol dengan tepat, seperti gerakan mata atau jari-jari dihasilkan oleh motor unit-motor unit dengan jumlah serabut yang kecil. Gerakan yang kasar, sangat kuat, seperti gerakan yang dihasilkan oleh gastrocnemius yang merupakan hasil dari aktivitas motor unit yang besar.
Gambar 14. Motor Unit Sebagian besar motor unit skeletal pada mamalia tersusun oleh sel-sel twitch-tipe yang merespon terhadap stimulus tunggal, dengan berkembangnya tension (ketegangan) dalam bentuk seperti twitch (kejutan). Ketegangan pada serabut twitch setelah adanya stimulus dari impuls saraf tunggal dapat meningkatkan nilai puncak kurang lebih 100 msec kemudian segera menurun. Namun demikian, pada tubuh manusia, motor unit secara umum diaktivasi oleh sejumlah impuls saraf. Ketika impuls yang cukup dan cepat, mengaktivasi sebuah serabut yang siap dalam keadaan tension (ketegangan), maka sumasi akan terjadi dan tension secara progresif akan meningkat sampai tercapai nilai maksimum bagi serabut tersebut. Sebuah serabut yang secara berulang diaktivasi agar supaya dapat dipertahankan pada level tension maksimum selama waktu tertentu, hal ini dalam keadaan tetanus. Ketegangan (tension) yang terjadi selama tetanus dapat mencapai sebanyak 4 kali puncak ketegangan selama twitch tunggal. Pada saat tetanus berlangsung lama, maka kelelahan dapat menyebabkan penurunan level tension secara bertahap. Tidak semua motor unit skeletal manusia adalah dari tipe twitch. Motor unit dari tipe tonik ditemukan pada organ occulomotor. Motor unit ini memerlukan lebih banyak stimulus daripada stimulus tunggal sebelum terjadi perkembangan awal dari tension.
Tipe Serabut Serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda. Karena perbedaan ini memiliki implikasi langsung terhadap fungsi otot, maka serabut otot merupakan hal yang menarik bagi para ilmuwan. Serabut dari beberapa motor unit akan berkontraksi sampai mencapai ketegangan (tension) maksimum yang lebih cepat daripada serabut lainnya setelah distimulasi. Berdasarkan pada perbedaan karakteristik ini, serabut otot dibagi kedalam 2 kategori utama yaitu serabut fast twitch (FT) dan slow twitch (ST). Untuk mencapai puncak ketegangan, serabut FT hanya mengambil waktu sekitar 1/7 dibandingkan dengan waktu yang diperlukan oleh serabut ST. Namun demikian, kisaran waktu twitch yang besar untuk mencapai ketegangan maksimum nampak terlihat pada kedua kategori tersebut. Perbedaan waktu puncak ketegangan tersebut disebabkan oleh adanya konsentrasi myosin ATPase yang tinggi pada serabut FT. Serabut FT juga lebih besar diameternya daripada serabut ST. Karena karakteristiknya, maka serabut FT biasanya lebih cepat lelah daripada serabut ST. Meskipun keutuhan serabut FT dan ST dalam otot dapat membangkitkan jumlah gaya puncak isometrik yang sama per area cross-sectional (diameter) otot, beberapa orang yang memiliki persentase serabut FT yang tinggi mampu membangkitkan jumlah torque dan power yang tinggi selama gerakan daripada memiliki lebih banyak serabut ST. Serabut FT terbagi kedalam 2 kategori berdasarkan pada unsur histokimiawi. Tipe pertama dari serabut FT tahan terhadap kelelahan seperti karakteristik serabut ST. Tipe kedua dari serabut FT memiliki diameter yang besar, mengandung mitokondria dalam jumlah yang sedikit, dan lebih cepat lelah daripada tipe pertama. Para peneliti telah menjelaskan beberapa skema kategorisasi berdasarkan pada unsur metabolik dan kontraktil dari ketiga tipe serabut yang berbeda (tabel 1). Pada salah satu skeme, serabut ST dikenal sebagai tipe I, dan serabut FT disebut dengan tipe IIa dan tipe IIb. Istilah sistem lainnya adalah serabut ST dikenal sebagai slow-twitch oxidative (SO), serabut FT terbagi kedalam serabut fast-twitch oxidative glycolytic (FOG) dan fast-twitch glycolytic (FG). Kategorisasi tambahan lainnya adalah serabut ST, dan serabut fast-twicth fatigue resistant (FFR) serta serabut fast-twitch fast fatigue (FF). Beberapa sistem klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan unsur serabut, dan tidak dapat dipertukarkan.
Meskipun seluruh serabut pada sebuah motor unit adalah tipe yang sama, sebagian besar otot skeletal mengandung serabut FT dan ST, dengan jumlah yang relatif bervariasi dari otot ke otot dan individu ke individu. Sebagai contoh, otot soleus secara umum hanya digunakan untuk penyesuaian postural sehingga mengandung terutama serabut ST. Sebaliknya, otot gastrocnemius dapat mengandung lebih banyak serabut FT daripada serabut ST. Tabel 3. Karakteristik Serabut Otot Skeletal Tipe I Slow-Twitch Oxidative (SO) Serabut Slow-Twitch (ST) Rendah Rendah Kecil Rendah Tinggi Rendah Tipe IIa Fast-Twitch Oxidative Glycolytic (FOG) Serabut Fast-Twitch Fatigue Resistant (FFR) Cepat Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tipe Iib Fast-Twitch Glycolytic (FG) Serabut Fast-Twitch Fast Fatigue (FF) Cepat Cepat Besar Tinggi Rendah Tinggi
Karakteristik
Kecepatan kontraksi Kelelahan Diameter Konsentrasi ATPase Konsentrasi Mitokondria Konsentrasi Enzym Glycolytic
Serabut FT merupakan kontributor yang penting untuk kesuksesan performa atlit dalam suatu event/pertandingan yang memerlukan kecepatan, kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat (power), seperti lari cepat (sprint) dan melompat. Suatu event/pertandingan yang membutuhkan endurance (daya tahan) seperti lari jarak jauh, bersepeda, berenang memerlukan fungsi serabut ST yang lebih tahan lelah secara efektif. Penggunaan biopsi otot yang dilakukan oleh para peneliti menunjukkan sangat mendukung kesuksesan atlit pada event-event yang memerlukan strength (kekuatan) dan power yang cenderung memiliki proporsi serabut FT yang tinggi, dan atlit-atlit yang endurance tinggi biasanya secara abnormal memiliki proporsi serabut ST yang tinggi.
Meskipun penemuan ini menjelaskan bahwa program atletik training dapat menyebabkan konversi serabut dari ST ke FT atau sebaliknya, hal ini belum ditemukan pada kasus nyata. Endurance exercise training (latihan daya tahan) telah menunjukkan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi dari serabut ST soleus yang dominan menjadi 20%. Namun demikian, peningkatan ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi serabut ATPase yang lebih besar daripada peningkatan persentase serabut fast-twitch yang ada dalam otot. Meskipun demikian, didalam serabut FT telah ditemukan dapat terjadi konversi dari tipe IIb ke tipe IIa dengan program resistance (strength) training yang berat (latihan penguatan), endurance training (latihan daya tahan), serta konsentrik dan eksentrik isokinetik training. Beberapa orang yang secara genetik diberikan persentase serabut FT yang tinggi cenderung berolahraga yang memerlukan strength (kekuatan), dan beberapa orang yang secara genetik diberikan persentase serabut ST yang tinggi akan memilih olahraga endurance (daya tahan). Namun demikian, distribusi tipe serabut otot pada atlit strength-trained dan atlit endurance-trained tergolong dalam kisaran (range) komposisi tipe serabut yang ditemukan pada beberapa orang tidak terlatih (untrained). Dalam populasi umum distribusi komposisi FT versus ST nampak terlihat, dan sebagian besar orang memiliki keseimbangan serabut FT dan ST, serta relatif persentase yang kecil orang-orang yang memiliki jumlah serabut FT yang sangat besar atau serabut ST yang sangat besar. Diketahui ada 2 faktor yang mempengaruhi komposisi tipe serabut otot yaitu usia dan obesitas. Terjadi secara progresif, dimana usia berkaitan dengan penurunan jumlah motor unit dan serabut otot serta ukuran serabut tipe II tidak berkaitan dengan jenis kelamin atau training. Suatu penelitian longitudinal terhadap 28 pelari jarak jauh menunjukkan bahwa terdapat peningkatan proporsi yang signifikan pada serabut tipe I selama jangka waktu 20 tahun, diperkirakan akibat hilangnya serabut tipe II secara selektif. Sebaliknya, bayi dan anak-anak juga memiliki proporsi yang lebih kecil secara signifikan pada serabut tipe IIb daripada orang dewasa, dan secara signifikan ditemukan proporsi yang rendah pada serabut tipe IIb orang dewasa yang obesitas dibandingkan dengan orang dewasa yang non-obesitas. Bukti/fakta yang baru, menekankan pada peran genetik terhadap tipe serabut dan menjelaskan bahwa otot skeletal dapat beradaptasi terhadap tuntutan perubahan fungsional dengan menghasilkan perubahan pada phenotype genetik dari serabut seseorang. Sel-sel batang myogenik yang dinamakan dengan sel-sel satelit secara normal menjadi inaktif, tetapi
dapat dirangsang melalui perubahan pada aktivitas otot secara habitual (kebiasaan) untuk proliferasi dan membentuk serabut otot yang baru. Hal ini dapat menjadi hipotesis bahwa regenerasi otot setelah latihan dapat memberikan suatu stimulus terhadap keterlibatan sel satelit dalam remodeling (perbaikan) otot melalui perubahan genetik yang nampak pada serabut otot dan fungsinya didalam otot. C.Arsitektur Serabut/Bentuk otot Variabel lainnya yang mempengaruhi fungsi otot adalah susunan serabut didalam otot. Orientasi serabut didalam otot dan susunannnya dimana serabut melekat pada tendon sangat bervariasi diantara otot-otot pada tubuh manusia. Orientasi struktural ini dapat mempengaruhi strength (kekuatan) kontraksi otot dan ROM yang dilalui oleh group otot yang menggerakkan segmen tubuh. Ada 2 kategori utama susunan serabut otot yaitu susunan serabut paralel dan susunan serabut pennate. Meskipun terdapat sejumlah subkategori dari susunan serabut paralel dan pennate, perbedaan antara 2 kategori utama tersebut cukup untuk menjelaskan gambaran biomekanikalnya. Pada susunan serabut paralel, orientasi serabut sangat paralel dengan axis longitudinal otot. Otot sartorius, rectus abdominis, dan biceps brachii memiliki orientasi serabut paralel. Pada sebagian besar serabut otot yang paralel, terdapat serabut yang tidak memanjang pada seluruh panjang otot, tetapi berakhir pada suatu lokasi didalam muscle belly. Begitu serabut memiliki spesialisasi struktural yang memberikan interkoneksi dengan serabut didekatnya pada beberapa titik/lokasi sepanjang permukaan serabut, hal ini memungkinkan pengiriman ketegangan (tension) ketika serabut dirangsang. Susunan serabut pennate adalah susunan serabut yang membentuk sudut terhadap axis longitudinal otot. Setiap serabut dalam otot pennate melekat pada salah satu atau lebih tendon, beberapa serabut memanjang pada seluruh panjang otot. Serabut dari suatu otot dapat memperlihatkan lebih dari satu sudut pennation (sudut perlekatan) pada sebuah tendon. Otot tibialis posterior, rectus femoris, dan otot deltoid memiliki susunan serabut pennate. Ketika ketegangan (tension) berkembang dalam otot yang berserabut paralel, adanya pemendekan otot terutama dihasilkan dari pemendekan serabutnya. Ketika serabut dari otot pennate memendek, maka serabut-serabutnya akan berotasi disekitar perlekatan tendonnya atau perlekatannya, yang secara progresif meningkatkan sudut pennation. Sebagaimana telah
dijelaskan bahwa lebih besar sudut pennation, maka lebih kecil jumlah gaya efektif yang ditransmisikan secara aktual ke tendon untuk menggerakkan perlekatannya dengan tulang. Jika sudut pennation melebihi 60o, maka jumlah gaya efektif yang ditransfer ke tendon kurang dari gaya yang dihasilkan oleh serabut otot. Pelari cepat (sprinter) ditemukan memiliki otot tungkai dengan sudut pennation lebih kecil dari sudut pennation pelari jarak jauh, dengan demikian sudut pennation yang lebih kecil akan memberikan keuntungan yaitu kecepatan kontraksi memendek yang lebih besar untuk menghasilkan kecepatan lari yang lebih tinggi. Meskipun pennation menurunkan gaya efektif yang dibangkitkan pada level ketegangan serabut, susunan ini memberikan kemasan lebih banyak serabut daripada yang dibentuk kedalam otot longitudinal yang menempati space/ruang yang sama. Karena otot pennate berisi lebih banyak serabut per unit volume otot, maka otot tersebut dapat membangkitkan lebih besar gaya daripada otot dengan serabut paralel dalam ukuran yang sama. Hal yang menarik adalah ketika otot mengalami hipertropi maka secara bersamaan terjadi peningkatan angulasi (sudut) pada bagian serabut, dan bahkan tidak adanya hipertropi, otot yang lebih tebal memiliki sudut pennation yang lebih besar. Sebaliknya, susunan serabut paralel dapat memungkinkan pemendekan yang lebih besar pada seluruh bundel otot daripada susunan serabut pennate. Otot-otot berserabut paralel dapat menggerakkan segmen-segmen tubuh melalui ROM yang lebih luas dibandingkan dengan otot-otot berserabut pennate. Suatu penelitian lanjut menjelaskan bahwa terdapat perbedaan organisasi struktural regional dan perbedaan fungsional regional didalam otot. D.Sifat-sifat Jaringan Otot Ada 4 sifat jaringan otot yaitu ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan ketegangan (tension). Sifat-sifat tersebut umumnya terdapat pada seluruh otot yaitu otot jantung, otot halus, dan otot skeletal pada manusia, juga dimiliki oleh otot-otot mamalia, reptil, amphibi, burung, dan serangga. Ekstensibilitas dan Elastisitas Sifat ekstensibilitas dan elastisitas umumnya terdapat pada beberapa jaringan biologis. Seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini, ekstensibilitas adalah kemampuan terulur atau meningkatnya pemanjangan otot, dan elastisitas adalah kemampuan otot untuk kembali
ke panjang normal setelah diulur (distretch). Elastisitas otot akan mengembalikan otot ke posisi pemanjangan istirahat normal (normal resting) setelah mengalami penguluran dan memberikan transmisi ketegangan yang halus dari otot ke tulang. Sifat elastis otot digambarkan sebagai 2 komponen utama. Komponen elastis paralel (PEC) ditunjukkan oleh membran otot, yang memberikan tahanan pada saat otot secara pasif terulur (stretch). Komponen elastis seri (SEC) terdapat pada tendon, bekerja sebagai pegas yang lentur untuk menyimpan energi elastis ketika otot yang tegang diulur (distretch). Komponen-komponen elastisitas otot ini dinamakan demikian karena membran otot dan tendon masing-masing paralel dengan serabut otot dan seri atau segaris dengan serabut otot, dimana memberikan komponen kontraktil. Elastisitas otot skeletal manusia secara utama terdapat pada SEC (tendon). Baik SEC dan PEC memiliki sifat merekat yang memungkinkan otot terulur dan kembali ke dalam bentuk semula. Ketika penguluran statik pada group otot seperti hamstring dipertahankan selama jangka waktu tertentu, maka secara progresif otot akan memanjang, dan meningkatkan ROM sendi. Demikian pula, setelah group otot tertentu diulur (distretch), maka tidak akan kembali dengan segera ke posisi pemanjangan istirahat (resting length), tetapi secara bertahap akan memendek selama jangka waktu tertentu. Respon viskoelastik ini pada otot tidak bergantung pada jenis kelamin (independent). Irritabilitas dan Kemampuan Mengembangkan Ketegangan Sifat karakteristik otot lainnya adalah irritabilitas. Irritabilitas adalah kemampuan untuk merespon suatu stimulus. Stimulus yang mempengaruhi otot dapat berupa elektrokimiawi seperti aksi potensial dari saraf yang mempersarafinya, atau mekanikal seperti pukulan/benturan dari luar pada bagian otot. Ketika diaktivasi oleh stimulus maka otot akan merespon dengan berkembangnya ketegangan (tension). Kemampuan untuk mengembangkan ketegangan (tension) merupakan salah satu sifat karakteristik yang khas pada jaringan otot. Secara historis, perkembangan ketegangan (tension) dari otot telah dikenal sebagai kontraksi, atau komponen kontraktil dari fungsi otot. Kontraktilitas adalah kemampuan otot untuk memendek dari panjang otot. Namun demikian, ketegangan pada suatu otot tidak mungkin menghasilkan pemendekan otot (akan dibahas pada subbab berikutnya).
Otot yang berkontraksi ada 2 tipenya yaitu Isometrik dan Isotonik. 1. Isometrik (Iso=seimbang, metrik = ukuran) adalah kontraksi yang mempengaruhi tenaga melalui peningkatan ketegangan intra-muscular tanpa perubahan panjang otot. 2. Isotonik adalah kontraksi ketegangan intra-muskular yang disertai oleh perubahan panjang otot. Perubahan tersebut bisa dalam keadaan memendek atau memanjang. Tipe Kerja Otot Kerja didefinisikan sebagai hasil dari tenaga/force dan jarak melalui aksi force. Tipe kerja otot digunakan untuk mengontrol dan menggerakkan lever tubuh baik statis, konsentrik dan eksentrik. Static Muscle Work yaitu otot berkontraksi secara isometrik untuk menyeimbangkan tenaga/force yang berlawanan dan mempertahankan stabilitas, tetapi tidak ada gerakan atau kerja yang dilakukan. Concentric Muscle Work yaitu otot berkontraksi secara isotonik dalam keadaan memendek guna menghasilkan gerakan, dimana titik perlengketan otot akan saling berdekatan (konsentrik artinya kearah titik pusat) dan gerakan kearah tarikan otot. Eccentric Muscle Work yaitu otot berkontraksi secara isotonik dalam keadaan memanjang, dimana titik perlengketan otot akan saling berpisah (eccentric artinya menjauhi titik pusat) dan bekerja berlawanan dengan aksi force yang lebih besar dari kontraksi ototnya sendiri. Dengan demikian gerakan yang terjadi berlawanan arah dengan tarikan otot.
F.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Otot Besarnya gaya yang dibangkitkan oleh otot juga berkaitan dengan kecepatan otot berkontraksi memendek, panjang otot ketika dirangsang (berkontraksi), dan jangka waktu sejak otot menerima stimulus. Karena faktor-faktor tersebut adalah signifikan dalam menentukan gaya otot maka secara mendetail akan dibahas dibawah ini. 1. Hubungan gaya dan kecepatan
Gaya maksimal dari suatu otot dapat dikembangkan melalui kecepatan kontraksi memendek atau memanjang hubungannya dengan zona kontraksi konsentrik dan eksentrik. Hubungan gaya-kecepatan ini pertama kali dijelaskan oleh Hill (1938) tentang perkembangan kontraksi konsentrik pada otot. Karena hubungannya hanya untuk otot yang aktif maksimal, maka aplikasinya bukan pada aksi otot selama aktivitas kegiatan sehari-hari. Menurut Hill, hubungan gaya-kecepatan tidak berimplikasi bahwa tidak mungkin menggerakkan beban yang berat pada kecepatan yang tinggi. Otot yang lebih kuat, adalah otot yang menghasilkan ketegangan isometrik maksimum yang besar. Besarnya gaya maksimum dapat dibangkitkan oleh otot sebelum terjadi pemanjangan otot ketika tahanan ditingkatkan. Bagaimanapun juga, bentuk kurva gaya-kecepatan yang umum masih sama, kaitannya dengan besarnya ketegangan isometrik maksimum. Hubungan gaya-kecepatan juga tidak berimplikasi bahwa tidak mungkin menggerakkan beban yang ringan pada kecepatan yang rendah. Sebagian besar, aktivitas kegiatan sehari-hari memerlukan gerakan yang lambat dan terkontrol dengan beban submaksimal. Dengan beban submaksimal, kecepatan kontraksi memendek dapat terkontrol, tetapi hanya sejumlah motor unit yang aktif. Sebagai contoh, pensil yang dapat diambil dari meja dengan lambat atau cepat, bergantung pada pola perekrutan motor unit yang terkontrol dalam group otot yang terlibat. Hubungan gaya-kecepatan telah dites untuk otot skeletal, otot polos (otot halus), dan otot jantung pada manusia, serta jaringan otot pada spesies lainnya. Pola umum berlaku untuk seluruh tipe otot, bahkan otot kecil yang bertanggung jawab terhadap kecepatan terbang dari sayap serangga. Nilai maksimum dari gaya pada kecepatan zero dan nilai maksimum dari kecepatan pada beban minimal adalah bervariasi sesuai dengan ukuran dan tipe otot. Meskipuun dasar fisiologis untuk hubungan gaya-kecepatan kurang dipahami secara baik, namun bentuk konsentrik dari bagian kurva berhubungan dengan besarnya produksi energi dalam otot. Dibawah kondisi eksentrik, gaya maksimal suatu otot dapat menghasilkan gaya yang melebihi isometrik maksimum. Bagaimanapun juga, pencapaian level gaya yang tinggi nampak pada electrical stimulasi terhadap motor neuron. Gaya eksentrik maksimal yang dihasilkan adalah sama dengan isometrik maksimum. Hal ini memungkinkan karena
sistem saraf memberikan inhibisi melalui jalur refleks untuk melindungi injury otot dan tendon. Produksi gaya akan meningkat dibawah kondisi eksentrik dengan aktivasi otot dan bukan fungsi aktivasi neural yang besar pada otot, tetapi nampak adanya kontribusi dari komponen elastik otot. Program strength training eksentrik dapat melibatkan penggunaan tahanan yang lebih besar daripada kapabilitas pembangkit gaya isometrik maksimum pada atlit. Secepatnya beban diangkat, maka otot mulai terjadi pemanjangan. Penelitian menunjukkan bahwa tipe training ini lebih efektif daripada training konsentrik didalam meningkatkan ukuran dan strength otot. Bagaimanapun juga, jika dibandingkan training konsentrik dan isometrik, maka training eksentrik juga berhubungan dengan meningkatnya nyeri otot dan kerusakan struktural. 2. Hubungan panjang otot dan ketegangan Otot mampu menghasilkan ketegangan isometrik maksimum bergantung pada level panjang otot. Pada serabut otot tunggal dan otot yang terisolir, pembangkit gaya dapat mencapai puncak ketika otot dalam posisi normal resting length (bukan dalam keadaan stretch atau memendek). Ketika panjang otot meningkat atau menurun melewati resting length, gaya maksimum otot dapat menghasilkan penurunan, mengikuti bentuk kurva bell. Didalam tubuh manusia, kapabilitas pembangkit gaya dapat meningkat ketika otot sedikit terulur. Otot dengan serabut paralel menghasilkan ketegangan maksimum diatas posisi resting length, dan otot dengan serabut pennate dapat membangkitkan ketegangan maksimum antara 120% dan 130% dari posisi resting length. Fenomena ini dihasilkan dari kontribusi komponen elastik otot (khususnya SEC), yang dapat menambah ketegangan yang ada pada otot ketika otot terulur. Penelitian menunjukkan bahwa latihan eksentrik dapat menghasilkan sedikit peningkatan dan peningkatan yang sementara dalam panjang otot sehingga dapat mengganggu perkembangan gaya ketika derajat sendi menyebabkan otot tidak cukup dalam posisi stretch. 3. Siklus stretch-shortening Ketika otot secara aktif dalam posisi terulur sebelum kontraksi, maka kontraksi yang dihasilkan lebih kuat daripada tidak ada stretch sebelumnya. Pola kontraksi eksentrik ini diikuti dengan cepat oleh kontraksi konsentrik yang dikenal dengan siklus
stretch-shortening (SSC). Secara substansial, suatu otot dapat melakukan kerja yang lebih besar ketika otot secara aktif terulur sebelum kontraksi memendek daripada otot langsung berkontraksi memendek. Suatu eksperimen yang melibatkan gerak dorsifleksi yang kuat diikuti dengan plantar fleksi dengan kecepatan yang lambat dan cepat, maka SSC memberikan kontribusi sekitar 20,2% dan 42,5% secara berturut-turut, untuk melakukan kerja positif. Kapasitas metabolik yang diberikan pada kerja mekanikal juga berkurang ketika SSC ikut terlibat daripada tanpa keterlibatan SSC. G.Fungsi Otot Skeletal Ketika otot secara aktif mengembangkan ketegangan, besarnya ketegangan yang ada adalah konstan pada seluruh panjang otot, baik pada tendon dan lokasi perlekatan muskulotendinogen pada tulang. Gaya ketegangan berkembang oleh adanya tarikan otot pada perlekatannya di tulang dan menciptakan torque pada sendi-sendi yang dilewati oleh otot. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa besarnya torque yang dibangkitkan adalah hasil dari gaya otot dan lengan momen gaya. Beratnya segmen tubuh tempat perlekatan otot, gaya eksternal yang bekerja pada tubuh, dan ketegangan suatu otot yang melewati sendi seluruhnya dapat membangkitkan torque pada sendi tersebut. 1. Recruitment (Perekrutan) Motor Unit Sistem saraf pusat menggunakan sistem kontrol elaborasi yang memungkinkan perpaduan kecepatan dan besarnya kontraksi otot untuk keperluan gerakan sehingga gerakan yang dilakukan menjadi halus, enak, dan tepat. Neuron-neuron yang menginnervasi motor unit ST secara umum memiliki nilai ambang rangsang yang rendah dan relatif mudah diaktivasi, sedangkan motor unit FT disuplai oleh saraf-saraf yang lebih sulit diaktivasi. Maka dari itu, serabut ST diaktivasi terlebih dahulu, bahkan ketika terjadi gerakan ekstremitas yang cepat. Pada saat diperlukan gaya, kecepatan, dan/atau durasi aktivitas yang meningkat, maka motor unit dengan ambang rangsang yang tinggi akan teraktivasi secara progresif, yaitu dengan serabut tambahan tipe IIa (FOG) sebelum serabut tipe IIb (FG). Didalam setiap tipe serabut, mudah mengalami aktivasi secara berkelanjutan, dan sistem saraf pusat akan mengaktivasi secara selektif lebih banyak motor unit atau sedikit motor unit.
Selama latihan intensitas rendah, sistem saraf pusat akan merekrut hampir secara eksklusif serabut ST. Pada saat akivitas berlanjut dan terjadi kelelahan, maka motor unit tipe IIa dan kemudian tipe IIb akan teraktivasi sampai seluruh motor unit terlibat. 2. Perubahan panjang otot yang berkaitan dengan Perkembangan Tension Ketika ketegangan otot menghasilkan torque yang lebih besar daripada torque resistive pada sendi, maka otot akan berkontraksi memendek sehingga menyebabkan suatu perubahan pada derajat sendi. Ketika otot berkontraksi memendek maka kontraksinya adalah konsentrik dan menghasilkan gerakan sendi dalam arah yang sama sebagaimana rangkaian torque dibangkitkan oleh otot. Serabut otot tunggal mampu memendek sampai sekitar dari normal resting length. Otot-otot juga dapat berkembang ketegangannya tanpa memendek. Jika torque yang berlawanan pada sendi yang dilewati oleh otot adalah sama dengan torque yang dihasilkan oleh otot (dengan zero pada torque), maka panjang otot masih tidak mengalami perubahan dan tidak ada gerakan yang terjadi pada sendi. Ketika ketegangan otot berkembang tetapi tidak mengalami perubahan panjang otot maka kontraksinya adalah isometrik. Karena perkembangan tension dapat meningkatkan diameter otot, maka body builder dapat mengembangkan ketegangan isometrik untuk memperlihatkan ototnya ketika berkompetisi. Pengembangan ketegangan isometrik secara simultan pada beberapa otot dalam arah yang berlawanan, seperti otot triceps brachii dan biceps brachii, dapat memperbesar area cross-sectional pada otot yang tegang tersebut, meskipun tidak ada gerakan yang terjadi pada shoulder atau elbow joint. Ketika torque sendi yang berlawanan melebihi ketegangan otot yang dihasilkan maka otot akan berkontraksi memanjang. Ketika otot berkontraksi memanjang untuk mengembangkan ketegangan, maka kontraksinya adalah eksentrik dan arah gerakan sendi berlawanan dengan torque otot. Ketegangan/kontraksi eksentrik terjadi pada fleksor elbow selama ekstensi elbow atau fase menurunkan beban pada curl exercise. Ketegangan/kontraksi eksentrik bekerja sebagai braking mechanism (mekanisme pengereman) untuk mengontrol kecepatan gerak. Tanpa adanya ketegangan eksentrik pada otot-otot, maka lengan bawah, tangan, dan beban akan diturunkan dalam pola yang tidak terkontrol karena adanya gaya gravitasi. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kemampuan untuk mengembangkan ketegangan dibawah kontraksi
konsentrik, isometrik, dan eksentrik dapat tercapai dengan sangat baik melalui training dengan masing-masing bentuk latihan yang sama. 3. Peran Otot Suatu otot yang aktif hanya dapat melakukan satu fungsi yaitu menghasilkan atau mengembangkan tension (ketegangan). Karena satu otot jarang bekerja secara terisolir, maka fungsi atau peran suatu otot selalu bekerja dengan otot-otot lainnya yang melintasi sendi yang sama. Ketika suatu otot berkontraksi dan menyebabkan gerakan pada segmen tubuh dari suatu sendi, maka otot bekerja sebagai agonis, atau mover (penggerak). Karena beberapa otot yang berbeda sering memberikan kontribusi terhadap gerakan, maka terdapat perbedaan antara agonis primer dan agonis assistant (pembantu) sebagai contoh, selama fleksi elbow, otot brachialis dan dan biceps brachii bekerja sebagai agonis primer sedangkan brachioradialis, ekstensor carpi radialis longus, dan pronator teres bekerja sebagai agonis assistant. Semua otot yang melewati satu sendi dapat berfungsi sebagai agonis dengan mengembangkan ketegangan secara simultan atau sendiri. Otot yang bekerja berlawanan dengan agonis dikenal sebagai antagonis atau opposer, dimana pada saat yang sama terjadi ketegangan eksentrik ketika agonis menghasilkan gerakan. Agonis dan antagonis secara khas berpasangan dalam suatu sendi. Selama fleksi elbow, ketika brachialis dan biceps brachii sebagai agonis primer maka triceps dapat bekerja sebagai antagonis melalui ketegangan resistive. Sebaliknya, selama ekstensi elbow ketika triceps brachii berperan sebagai agonis maka otot brachialis dan biceps brachii dapat berperan sebagai antagonis. Meskipun gerakan skill yang penuh secara khas tidak dihasilkan oleh ketegangan yang terus menerus dari otot antagonis, antagonis sering memberikan aksi kontrol atau aksi brake khususnya pada akhir gerakan yang cepat dan kuat. Agonis khususnya aktif selama akselerasi (percepatan) segmen tubuh, sedangkan antagonis secara utama aktif selama deselerasi (perlambatan) atau negatif akselerasi. Sebagai contoh, ketika seseorang berlari menuruni bukit maka otot quadriceps bekerja secara eksentrik sebagai antagonis untuk mengontrol besarnya fleksi knee yang terjadi. Peran lain dari otot adalah sebagai stabilisasi pada bagian tubuh melawan gaya tertentu. Gaya tersebut bisa internal dari ketegangan otot yang lain, atau eksternal dari
berat objek yang diangkat. Otot rhomboid bekerja sebagai stabilizer melalui ketegangannya untuk menstabilisasi scapula melawan tarikan dari jeratan tali selama ski air. Peran keempat dari otot adalah sebagai neutralizer. Neutralizer berperan untuk mencegah aksi asesoris yang tidak diinginkan yang secara normal terjadi ketika agonis menghasilkan ketegangan konsentrik. Sebagai contoh, jika suatu otot menghasilkan gerak fleksi dan abduksi pada suatu sendi tetapi hanya fleksi yang diinginkan, maka aksi neutralizer dapat mengeliminir gerak abduksi yang tidak diinginkan dan menghasilkan gerak adduksi. Ketika otot biceps brachii menghasilkan ketegangan konsentrik maka dapat menghasilkan gerak fleksi elbow dan supinasi lengan bawah. Jika hanya fleksi elbow yang diinginkan maka pronator teres bekerja sebagai neutralizer untuk mengatasi supinasi lengan bawah. Performa gerakan manusia secara khas melibatkan aksi yang kooperatif dari beberapa group otot yang bekerja secara sekuensis dan saling berhubungan. Sebagai contoh, tugas sederhana yaitu mengangkat gelas yang berisi air dari atas meja akan memerlukan beberapa group otot yang berbeda untuk melakukan fungsi dengan cara yang berbeda. Peran stabilizer diberikan oleh otot-otot scapula serta otot fleksor dan ekstensor wrist. Fungsi agonis diberikan oleh otot-otot fleksor jari-jari tangan, elbow dan shoulder. Karena fleksor shoulder yang utama yaitu otot deltoid anterior dan pectoralis major juga menghasilkan gerak horizontal adduksi, maka horizontal abduktor seperti otot deltoid pars middle dan supraspinatus bekerja sebagai neutralizer. Kecepatan gerakan selama bergerak juga secara parsial dikontrol oleh aktivitas antagonis pada ekstensor elbow. Ketika gelas tersebut diturunkan ke meja maka gaya gravitasi berperan sebagai prime mover, sedangkan aktivitas antagonis pada fleksor elbow dan shoulder dapat mengontrol kecepatan gerakan. 4. Otot Two-Joint dan Multijoint Beberapa otot pada tubuh manusia dapat melewati 2 atau lebih sendi. Sebagai contoh, biceps brachii, caput longum triceps brachii, hamstring, rectus femoris, dan sejumlah otot-otot yang melewati wrist dan semua sendi jari-jari tangan. Semenjak besarnya ketegangan yang ada pada beberapa otot adalah konstan sepanjang ROM serta letak perlekatan tendon pada tulang, maka otot-otot tersebut dapat mempengaruhi
gerakan secara simultan pada kedua sendi atau semua sendi yang dilewatinya. Efektifitas dari otot two-joint atau multijoint dalam menghasilkan gerakan bergantung pada lokasi dan orientasi perlekatan otot yang relatif pada sendi, adanya tightness (ketegangan yang berlebihan) atau laxity (kelenturan yang berlebihan) pada unit musculotendinous, dan aksi otot lain yang melewati sendi. Sedangkan otot one-joint menghasilkan gaya dalam arah yang segaris dengan segmen tubuh, otot two-joint dapat menghasilkan gaya dengan komponen transversal yang signifikan. Selama aktivitas yang berbasis power seperti jumping (meloncat) dan sprint (lari cepat), otot-otot biartikular yang melewati hip dan knee khususnya efektif dalam mengubah rotasi segmen tubuh kedalam gerak translasi seluruh tubuh yang diinginkan. Bagaimanapun juga, ada 2 kerugian yang berhubungan dengan fungsi otot two-joint dan multijoint. Pertama, otot-otot tersebut tidak mampu memendek dengan luas untuk menghasilkan full ROM pada semua sendi yang dilewatinya secara simultan, keterbatasan ini disebut dengan aktif insuffisiensi. Sebagai contoh, fleksor jari-jari tangan tidak dapat menghasilkan kepalan tangan yang kuat ketika wrist dalam keadaan fleksi daripada wrist dalam keadaan neutral. Beberapa otot two-joint tidak mampu menghasilkan gaya pada semua sendi ketika posisi kedua sendi yang dilewati oleh otot dalam keadaan kendur maksimal. Kedua, pada sebagian besar orang, otot-otot two-joint dan multijoint tidak dapat stretch dengan luas untuk full ROM dalam arah yang berlawanan dengan semua sendi yang dilewatinya. Problem ini dikenal sebagai pasif insuffisiensi. Sebagai contoh, ROM hiperekstensi yang luas mungkin terjadi pada wrist ketika jari-jari tidak penuh ekstensi. Sebaliknya, ROM dorsifleksi ankle yang luas dapat dihasilkan ketika knee dalam posisi fleksi karena adanya perubahan tightness dari otot gastrocnemius.