Indah Beti Lestari - LKPD Biodiversitas Tingkat Spesies Dan Laporan Observasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

Disusun oleh :

Prof. Dr. Sri Ngabekti, M.S


Indah Beti Lestari, S.Pd

Kelompok :
Kelas :
Anggota Kelompok :
1.
2.
Untuk SMA/MA
3.
4.
5.
6.
Semester 2
Sebelum mempelajari Bisakah bu guru jelaskan
tentang keanekaragaman pada saya KD, indikator
hayati tingkat spesies, kita serta tujuan pembelajaran
harus tahu dulu keanekaragaman hayati
Kompetensi Dasar (KD). tingkat spesies?

Tentu, dengarkan baik-


baik penjelasan bu guru Baik bu..
yaaa…

Kompetensi dasar (KD) yang di pelajari adalah 3.2 Menganalisis tentang tingkat
keanekaragaman hayati tingkat spesies dalam kehidupan.

Selanjutnya indikator yang dipelajari yaitu menganalisis komunitas tumbuhan lapis


bawah dan fauna tanah yang termasuk dalam keanekaragaman hayat tingkat jenis.

Sedangkan tujuan pembelajarannya, peserta didik terampil menganalisis komunitas


tumbuhan lapis bawah dan fauna tanah yang termasuk dalam keanekaragaman
hayat tingkat jenis dengan benar setelah melakukan observasi dengan metode pit fall
trap serta mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Bagaimana kamu sudah Sudah bu..


mengerti dengan semua Wahh.. saya sudah tidak
yang bu guru jelaskan? sabar untuk melakukan
observasi bu.. mari kita
lakukan bu..

Bagus, kalau begitu..


Yeaaaayy…
Ayo kita lakukan !
Ayo buu..
Apakah kalian tahu keanekaragaman tingkat jenis? Bagaimanakah
keanekaragaman tingkat jenis itu? Keanekaragaman Jenis (spesies) adalah adanya
perbedaan yang bisa ditemukan pada kelompok atau komunitas pada berbagai
spesies yang hidup di suatu habitat makhluk. Contoh di halaman kita terdapat pohon
mangga, jeruk, rambutan, kelapa, bunga melati, bunga mawar, jahe, kunyit, burung,
lebah, semut, kupu-kupu, dan cacing. Untuk mengetahui keanekaragaman hayati
tingkat jenis pada tumbuhan atau hewan kalian dapat mengamati antara lain
berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan ukuran, warna, kebiasaan hidup
dan lain-lain.
Lalu apa itu tumbuhan lapis bawah dan fauna bawah? Tumbuhan lapis
bawah adalah tumbuhan yang berupa tanaman herba dan semak serta tanaman
rendah yang menutupi bagian bawah suatu kawasan hutan. Tumbuhan
bawah merupakan komunitas tumbuhan penyusun lantai hutan bagian bawah dekat
permukaan tanah. Sedangkan Fauna tanah adalah organisme yang sebagian atau
seluruh siklus hidupnya dihabiskan di dalam tanah.
Bagaimana cara mengamati tumbuhan lapis bawah dan fauna bawah?
Tumbuhan lapis bawah dapat diamati dengan metode plot (petak ukur), adalah
prosedur yang umum digunakan untuk sampling berbagai tipe organisme. Bentuk
plot biasanya segi empat atau persegi ataupun lingkaran dengan ukuran tergantung
dari tingkat keheterogenan komunitas. Sedangkan fauna bawah dapat diamati
dengan metode pit fall trap, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
kerapatan atau kemelimpahan makrofauna tanah. Pit fall trap merupakan metode
yang paling baik untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah.

Gambar 1. metode plot (petak ukur), 2. metode pit fall trap


Sumber : https://www.google.com/search?
Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut :
- Tali rafia
- Kayu
- Gunting
- Meteran
- Kertas label
- Alat Tulis

Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Tentukan lokasi pengamatan untuk ternaung dan terbuka dengan spesies
tumbuhan yang beragam.
3. Buatlah kuadran berukuran 2 x 1 m2 dengan tali rafia yang sebelumnya telah diukur
menggunakan meteran.
4. Identifikasi spesies yang ada pada kuadrat.
5. Berilah label pada setiap spesies yang ditemukan.
6. Hitung jumlah individu setiap spesies.
7. Catatlah hasil pengamatanmu pada tabel pengamatan.
8. Hitunglah indeks keberagaman dan indeks similaritasnya.
Data Pengamatan
Plot/ Jumlah
Kuadrat Nama Tumbuhan Nama Ilmiah Individu (ni)

Terbuka

Total Jumlah Individu Semua Spesies pada Plot Terbuka (N)

Ternaung

Total Jumlah Individu Semua Spesies pada Plot Ternaung (N)

Pertanyaan

1. Berapakah nilai Indeks Keberagaman pada lokasi terbuka dan ternaung? Berbedakah
keberagaman pada 2 lokasi tersebut? Berikan penjelasanmu.
Jawab :
.................................... ..............................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
2. Berapakah Indeks Similaritas pada lokasi observasi ?
Jawab :
.................................... ..............................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan :


1. Botol atau gelas aqua bekas
2. Sterofoam
3. Pisau
4. Sekop
5. Lidi
6. Air
7. Detergen atau sabun
8. Alat tulis

Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Buatlah larutan atraktan dengan cara mencampurkan detergen cair dengan air ke
dalam masing-masing gelas aqua (3 gelas untuk 3 lokasi).
3. Galilah lubang seukuran gelas aqua menggunakan sekop
4. Masukkan gelas aqua yang telah berisi larutan atraktan ke dalam lubang tersebut.
5. Penempatan gelas aqua pada lubang dilakukan dengan cara permukaan gelas aqua
sejajar dengan permukaan tanah.
6. Kemudian pasanglah pelindung pada bagian atas gelas aqua dengan sterofoam.
7. Perangkap untuk hewan nocturnal dipasang pada sore hari dan diambil pagi harinya
dan perangkap untuk hewan diurnal dipasang pada pagi hari dan diambil sore harinya.
8. Skema :

Data Pengamatan
Jenis Jumlah Individu
Hewan Lokasi Nama Hewan Nama Ilmiah (ni)
Nokturnal 1
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1
2
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2
3

Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3


Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada
Lokasi 1, 2 dan 3
Diurnal 1
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1
2
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2
3
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada
Lokasi 1, 2 dan 3
Pertanyaan

1. Apakah tujuan penangkapan fauna tanah menggunakan metode pit fall trap ?
Jawab :
.................................... ....................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................

2. Faktor lingkungan fisik apa saja yang mempengaruhi fauna tanah ?


Jawab :
.................................... ....................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................

3. Berapakah Indeks keanekaragaman dan Indeks Similaritas pada lokasi observasi ?


Jawab :
.................................... ....................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................

4. Apa saja spesies fauna tanah yang berhasil ditangkap dengan metode pit fall trap ?
Jawab :
.................................... ....................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
LAPORAN OBSERVASI BIODIVERSITAS SPESIES TUMBUHAN
LAPIS BAWAH DAN FAUNA TANAH

Tugas
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Biodiversitas

Dosen Pengampu:.
Prof. Dr. Sri Ngabekti, M.S

oleh:
Indah Beti Lestari (0402519013)

PROGRAM PASCASARJANA
S2-PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI IPA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati merupakan kemelimpahan jutaan tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme mengenai genetika dan ekosistemnya. Keanekaragaman berkembang dari
keanekaragaman tingkat gen, tingkat jenis, dan tingkat ekosistem (Aprisiwi dan Sasongko,
2014). Sedangkan spesies atau jenis adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk
menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling
membuahi satu sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat
dengan anggota kelompok yang lain, (Campbell, 2008). Sehingga keanekaragaman hayati
tingkat spesies merujuk pada keragaman spesies-spesies yang hidup. Keragaman spesies-
spesies yang hidup dapat hidup di atas maupun di dalam tanah.
Tanah merupakan tempat penting bagi keanekaragaman hayati dan semua proses
biogeokimia dari komponen ekosistem yang berbeda saling berhubungan (Menta, 2012). Tanah
merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis tumbuh–tumbuhan lapis bawah dan
fauna tanah. Masyarakat tumbuhan lapis bawah dalam suatu ekosistem tanah memiliki
hubungan erat satu sama lain dengan lingkungannya. Tanah juga memiliki peran sebagai
tempat tinggal dan makanan bagi berbagai jenis fauna yang hidup di dalamnya. Oleh karena
itu, tanah dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau merupakan ekosistem yang terdapat
berbagai keanekaragaman hayati tingkat jenis yang tinggi. Populasi tumbuhan lapis bawah dan
fauna di tanah membentuk masyarakat yang saling berkaitan erat satu sama lain dengan
lingkungan sekitarnya.
Tumbuhan bawah merupakan suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di atas tanah
kecuali anakan pohon. Tumbuhan bawah meliputi rumput–rumputan, herba, semak belukar dan
paku– pakuan (Yuniawati, 2013). Tumbuhan bawah dalam susunan stratifikasi menempati
lapisan D yang memiliki tinggi < 4,5 m dan diameter batangnya sekitar 2 cm (Windusari et al.,
2012). Jenis tumbuhan bawah bersifat annual, biennial, perennial serta pola penyebarannya
dapat terjadi secara acak, berumpun/berkelompok dan merata. Nirwani (2010) melaporkan
bahwa tumbuhan bawah yang ditemukan umumnya dari anggota suku Poaceae, Cyperaceae,
Araceae, Asteraceae, dan paku– pakuan. Keberadaan tumbuhan bawah dapat berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Selain
itu, vegetasi tumbuhan bawah berperan penting dalam ekosistem tanah, menentukan iklim
mikro dan kehidupan fauna tanah (Hilwan et al., 2013).
Fauna tanah adalah reservoir biodiversitas yang penting dan memainkan sebuah peranan
esensial di beberapa fungsi ekosistem tanah, serta sering digunakan sebagai indikator kualitas
tanah. Fauna tanah dianggap sebagai komponen penting dalam ekosistem tanah untuk
memelihara siklus nutrient tanah dan kesuburan tanah. Fauna tanah juga merupakan indicator
yang sangat berguna dari kualitas tanah karena mereka sensitif terhadap perubahan yang ada
di tanah dan termasuk dalam banyak fungsi tanah. Sebagai indikator kualitas tanah, kelimpahan
dan keberagaman fauna tanah terintegrasi secara fisika, kimia dan bagian mikrobiologi tanah,
serta menggambarkan perubahan ekologi secara umum.
Berdasarkan studi pustaka, bahwa tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan lapis
bawah dan juga fauna tanah sangat tinggi. Hal tersebut menjadi landasan pemikiran bagi
peneliti untuk melakukan observasi dengan judul “Observasi Biodiversitas Spesies Tumbuhan
Lapis Bawah dengan Menggunakan Metode Kuadrat di Kawasan Kebun Wisata Universitas
Negeri Semarang dan Fauna Tanah dengan Menggunakan Metode Pitfall Trap Di Kawasan
Gang Imam Bonjol Banaran Gunungpati Semarang.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dikaji dalam observasi ini, yaitu:
1. Berapakah indeks keberagaman dan kesamaan vegetasi tumbuhan lapis bawah dengan
menggunakan metode kuadrat di kawasan kebun wisata Universitas Negeri Semarang?
2. Berapakah indeks keberagaman dan kesamaan fauna tanah dengan menggunakan metode
pitfall trap di kawasan Gang Imam Bonjol Banaran Gunungpati Semarang?

1.3 Tujuan
Tujuan dari observasi ini adalah:
1. Mengetahui indeks keberagaman dan kesamaan vegetasi tumbuhan lapis bawah dengan
menggunakan metode kuadrat di kawasan kebun wisata Universitas Negeri Semarang.
2. Mengetahui indeks keberagaman dan kesamaan fauna tanah dengan menggunakan metode
pitfall trap di kawasan Gang Imam Bonjol Banaran Gunungpati Semarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Lapis Bawah


Aththorick (2005) menyatakan tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan yang
menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput,
herba, semak atau perdu rendah. Jenis – jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual
atau perennial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak, menjalar atau memanjat. Secara
taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku – suku Poaceae, Cyperaceae, Araceae,
Asteraceae, Paku – pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat – tempat
terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan.
Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan dengan lingkar batang (dbh) < 6,3 cm yang
berperan penting dalam ekosistem hutan dan menentukan iklim mikro. Adapun serasah
berfungsi sebagai penyimpan air sementara, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan
kapasitas penyerapan (Windusari, et al. 2012). Abdiyani (2008) juga menyatakan tumbuhan
bawah memiliki peran sangat penting dalam ekosistem, antara lain dalam siklus hara,
pengurangan erosi, peningkatan infiltrasi, sebagai sumber plasma nutfah, sumber obat-obatan,
pakan ternak satwa hutan, serta manfaat lainnya yang belum diketahui.
Fathonah et al. (2013) dalam Ariani (2004) menyatakan sebaran tumbuhan bawah sangat
dipengaruhi oleh jenis tanah dan juga kriteria serasah yang ada di lokasi tersebut. Tanah yang
subur dan ketersediaan airnya cukup akan membuat tumbuhan bawah dapat hidup dengan
subur sehingga jumlahnya menjadi banyak. Kesuburan tanah dan ketersediaan air ini pun
berkaitan pula dengan kondisi iklim, di musim penghujan ketersediaan air sangat mencukupi
kebutuhan tanah dalam menyuplai air untuk tumbuhan yang hidup diatasnya sehingga
tumbuhan pun dapat hidup dengan subur. Namun jika musim kemarau, ketersediaan air
cenderung terbatas sehingga tanah pun menjadi kering dan gersang. Hal ini pun berakibat pada
terbatasnya ketersediaan air untuk menunjang kebutuhan tumbuhan. Karina (2004) dalam
Wahyuono, et al (2016). juga menyatakan bahwa tumbuhan bawah memiliki potensi sebagai
bahan obat tradisional, pemanfaatannya dilakukan secara turun temurun. Di Indonesia terdapat
± 300 kelompok etnis yang memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan mereka, seperti untuk
obat-obatan, peralatan rumah tangga, kerajinan, dan upacara adat.
Pemanfaatan tumbuhan bawah sebagai obat telah banyak dilakukan oleh masyarakat
terutama masyarakat tradisional yang tinggal jauh dari layanan kesehatan Djarwaningsih,
(2010) dalam Azwar (2013) menyatakan dalam konteks pembangunan hutan tanaman skala
luas, komunitas tumbuhan bawah pada hutan tanaman selalu identik dengan gulma yang sejak
dahulu dipandang sebagai tanaman pengganggu dan merugikan. Namun demikian apabila
dilihat dari perspektif yang lain, keberadaan komunitas tumbuhan bawah pada hutan tanaman
merupakan komponen keanekaragaman hayati yang sangat penting untuk dilestarikan, karena
mempunyai beberapa nilai yaitu: nilai eksistensi, etika, estetika dan manfaat psikologis, nilai
jasa lingkungan, nilai warisan, nilai pilihan, nilai konsumtif dan nilai produktif.

2.2 Metode Kuadrat


Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu luasan
petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur
dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Bentuk petak contoh pada metode kuadrat
pada dasarnya ada tiga macam yaitu bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat
persegi panjang. Dari ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan
dan kekurangannya (Kusmana, C, 1997).
Bentuk lingkaran akan lebih menguntungkan jika dapat dipakai untuk analisis vegetasi
herba yang bergerombol, karena ukuran dapat cepat diperluas dan teliti dengan menggunakan
seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat lingkaran. Untuk vegetasi herba rendah bentuk empat
persegi panjang akan lebih efisien dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada ukuran
yang sama. Hal ini disebabkan karena kelompok tumbuhan cenderung akan tumbuh
membentuk lingkaran, sehingga bentuk petak contoh berbentuk empat persegi panjang akan
lebih banyak kemungkinannya untuk memotong kelompok tumbuhan dibandingkan dengan
bentuk bujur sangkar pada luasan yang sama, dengan demikian jumlah jenis yang teramati akan
lebih banyak (Kusmana, C, 1997).
Namun demikian, bentuk petak contoh empat persegi panjang mempunyai kekurangan
terhadap bentuk bujur sangkar, karena perbandingan panjang tepi terhadap luasnya lebih besar
daripada perbandingan panjang tepi bujur sangkar terhadap luasnya. Kesalahan tersebut terus
meningkat apabila perbandingan panjang tepi terhadap luasnya semakin meningkat.
Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b. Count atau list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies
yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan
suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yang
tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan
relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu
daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis
tanaman.
d. Chart quadrat: Penggambaran letak atau bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini
terutama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan
letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf
dan planimeter. Pantograf dilengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat
yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-
batasnya diikuti dengan jarumnya (Weaver dan Clements, 1938).
Dengan metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau
lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan
bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan
metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan
frekuensi (Syafei, 1990).

2.3 Fauna Bawah


Fauna tanah adalah semua fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang hidup di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung
di tanah, serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan lingkungan tanah (Wallwork, 1970).
Kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam jenisnya, mulai dari protozoa
hingga vertebrata kecil (Suin, 2006). Selanjutnya dijelaskan bahwa fauna tanah dapat
dikelompokkan atas dasar ukuran tubuh, kehadiran dalam tanah, habitat yang dipilih, dan sifat
makan fauna tanah tersebut.
Pengelompokan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork (1970)
dan Suin (2006) yaitu: Mikrofauna, fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 20 µ -
200 µ. Mesofauna, fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh 200 µ - 1 cm dan makrofauna,
fauna tanah dengan ukuran tubuh > 1 cm. Adapun menurut Sohlenius (1980) dalam
Handayanto & Hairiah (2009), kisaran ukuran tubuh fauna tanah mencakup kelompok:
mikrofauna (panjang < 100 µm), mesofauna (panjang 100 µm - < 2 mm), makrofauna (panjang
2 – 20 mm). Pengelompokan fauna tanah menurut ukuran tubuh merupakan sistem yang paling
umum digunakan dalam proses identifikasi fauna tanah (Coleman et al., 2004) karena lebih
sederhana dan mudah digunakan (Coyne & Thompson, 2006).
Berdasarkan kehadirannya, Wallwork (1970) dan Hole (1981) membagi fauna tanah
menjadi beberapa kelompok berikut:
a. Transient, yaitu fauna tanah yang meletakkan telur dan kepompongnya di dalam tanah,
tetapi ketika masuk tahap kehidupan yang aktif tidak lagi berada di dalam tubuh tanah.
Contohnya adalah Bradybaena similaris.
b. Temporary, yaitu fauna tanah yang awal kehidupannya aktif di dalam tanah, sedangkan
kehidupan selanjutnya berada di luar tanah. Contohnya adalah larva dari Tipula sp.
c. Periodic, yaitu fauna tanah yang sering sekali keluar masuk tanah. Contohnya adalah
Euborelia sp.
d. Permanent, adalah fauna tanah yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah.
Contohnya adalah Collembola dan Acarina.
Wallwork (1970) membagi fauna tanah berdasarkan sifat makannya menjadi beberapa
kelompok atau golongan berikut:
a. Carnivore, yaitu predator (Carabidae, Pselaphidae, Scydmaenidae, kumbang
Staphylinidae, tungau Mesostigmata dan Prostigmata, laba-laba, kalajengking, lipan,
Nematoda serta Mollusca) dan binatang parasit (Ichneumonidae, Diptera parasit dan
Nematoda).
b. Phytophagous, yaitu fauna pemakan tumbuhan (Mollusca dan larva Lepidoptera), fauna
pemakan akar tanaman (Nematoda parasit tanaman, Symphylidae, larva Diptera,
Coleoptera, Lepidoptera, Mollusca, dan Orthoptera pelubang) serta fauna pemakan kayu
(rayap, larva kumbang dan tungau Pthiracaroidae).
c. Saprophagous, yaitu fauna pemakan tanaman mati dan bahan organik yang busuk
(Lumbricidae, Enchytraeid, Isopoda, Milipedes, tungau, Collembola, dan serangga).
Beberapa dari mereka juga merupakan pemakan feses (coprophages), pemakan kayu
(xylophages) dan pemakan bangkai (necrophages) yang seringkali disebut sebagai
detritivor.
d. Microphytic-feeders, yaitu fauna pemakan jamur, alga, lichens, dan bakteri, misalnya
tungau Saprophagous, Collembola, serta serangga pemakan fungi.
e. Miscellaneous-feeders, yaitu fauna pemakan tanaman atau hewan, misalnya Nematoda,
tungau Cryptostigmata, Collembola, larva Diptera, dan larva Coleoptera.
Berdasarkan habitatnya fauna tanah ada yang dikelompokkan sebagai epigeon,
hemiedafon, dan euedafon. Fauna epigeon adalah kelompok fauna tanah yang hidup pada
lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, fauna hemiedafon adalah kelompok fauna
tanah yang hidup pada lapisan organik tanah dan fauna euedafon adalah fauna tanah yang hidup
pada lapisan mineral tanah (Suin, 2006).
Menurut Hole (1981), berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, fauna tanah
terbagi atas dua golongan. Golongan pertama adalah fauna exopedonic, yaitu golongan fauna
tanah yang hidupnya di luar tanah. Kedua adalah golongan fauna endopedonic, yaitu golongan
fauna tanah yang hidupnya di dalam tanah. Berdasarkan bahan makanannya, Brown (1980) dan
Yulipriyanto (2010) membagi fauna tanah menjadi beberapa kelompok berikut:
a. Microphytic feeders, bahan makanannya fungi, lichen, dan bakteri.
b. Saprophytic feeders, bahan makanannya organisme yang telah mati dan bahan organik
yang sudah lapuk.
c. Phytophagus feeders, bahan makanannya berasal dari tanaman hidup.
d. Carnivores, makanannya hewan lain atau disebut juga sebagai predator.

2.4 Metode Pitfall Trap


Proses identifikasi suatu komunitas dalam suatu habitat tertentu salah satunya bisa
dengan metode Pitfall trap. Metode Pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan dengan
sistem perangkap, khususnya untuk organisme yang hidup dipermukaan tanah atau di bagian
serasah contohnya serangga. Pitfall Trap merupakan jenis perangkat yang cukup sederhana
namun efektif dan sangat berguna untuk menjerat serangga.Terdiri dari piring atau baskom
kecil, kaleng atau bak kecil.Perangkat jebakan dibenamkan di dalam tanah dimana permukaan
tanah sejajar dengan ujung atas bibir kaleng /bak yang berisi cairan alkohol atau etilen glikol
sebagai agen pembunuh (Hanafiah, 2007). Pitfall trap biasanya digunakan untuk menangkap
dan mempelajari serangga penggali tanah, rayap, kumbang ataupun serangga-serangga lain
yang mempunyai mobilitas di atas tanah.
Perangkat jebakan dibenamkan di dalam tanah dimana permukaan tanah sejajar dengan
ujung atas bibir kaleng atau gelas plastik yang berisi cairan alkohol. Bagian atas perangkat
jebakan sebaiknya ditutup dengan sebuah cover atau pelindung lainnya untuk mencegah
masuknya air hujan maupun vertebrata kecil jatuh ke sumur jebakan. Metode pitfall trap
merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kerapatan atau kelimpahan
makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang paling baik untuk menjebak serangga
aktif di atas permukaan tanah (Darma, 2013).

2.5 Keanekaragaman Jenis (Diversitas)


Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua
komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui
tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Indeks diversitas atau indeks keragaman
dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas.
Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen, yaitu : (Jumin, 1992)
1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies.
2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies tersebar
diantara banyak spesies.
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener. Indeks diversitas Shannon-Wienner untuk menggabungkan kekayaan spesies
dan kemerataan spesies. Keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan indeks
ShannonWiener (Umar, 2013) dengan rumus sebagai berikut :
H’ = - ∑ Pi log Pi dimana Pi = 𝒏𝒊/𝑵
Jika Pi = Densitas, maka: H’ = - ∑ (𝒏𝒊/𝑵 log 𝒏𝒊/𝑵)
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
𝒏𝒊 = jml individu setiap spesies
𝑵 = jml individu seluruh spesies
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) adalah sebagai berikut:
H’< 1 = Keanekaragaman rendah
1 < H’≤ 3 = Keanekaragaman sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi

2.6 Kesamaan Jenis (Indeks Similaritas)


Indeks kesamaan atau index of similarity (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat
kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau antara beberapa
komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Untuk
mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat digunakan rumus sebagai berikut (Odum,1993) :

Dimana;
IS = indeks kesamaan atau indeks similaritas
C = Jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua komunitas
A = Jumlah spesies di dalam komunitas A
B = Jumlah spesies di dalam komunitas B
BAB III
METODE

3.1 Analisis Tumbuhan Lapis Bawah dengan Metode Kuadrat


3.1.1 Waktu dan Tempat Observasi
Tanggal : 1 April 2020
Waktu : 13.30 – 16.00 WIB
Tempat : Kawasan Kebun Wisata Universitas Negeri Semarang.
3.1.2 Alat dan Bahan
- Tali rafia
- Kayu
- Gunting
- Meteran
- Kertas label
- Alat Tulis
3.1.3 Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Tentukan lokasi pengamatan untuk ternaung dan terbuka dengan spesies tumbuhan
yang beragam.
3. Buatlah kuadran berukuran 2 x 1 m2 dengan tali rafia yang sebelumnya telah
diukur menggunakan meteran.
4. Identifikasi spesies yang ada pada kuadrat.
5. Berilah label pada setiap spesies yang ditemukan.
6. Hitung jumlah individu setiap spesies.
7. Catatlah hasil pengamatanmu pada tabel pengamatan.
8. Hitunglah indeks keberagaman dan indeks similaritasnya.

3.2 Analisis Fauna Tanah dengan Metode Pitfall Trap


3.2.1 Waktu dan Tempat Observasi
Tanggal : 2 - 3 April 2020
Waktu : 18.00 – 06.00 WIB (Nokturnal)
06.00 – 18.00 WB (Diurnal)
Tempat : Gang Imam Bonjol No. 5A Banaran Gunungpati Semarang.
3.1.2 Alat dan Bahan
- Botol atau gelas aqua bekas
- Sterofoam
- Pisau
- Sekop
- Lidi
- Air
- Detergen atau sabun
- Alat tulis
3.1.3 Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Buatlah larutan atraktan dengan cara mencampurkan detergen cair dengan air ke
dalam masing-masing gelas aqua (3 gelas untuk 3 lokasi).
3. Galilah lubang seukuran gelas aqua menggunakan sekop
4. Masukkan gelas aqua yang telah berisi larutan atraktan ke dalam lubang tersebut.
5. Penempatan gelas aqua pada lubang dilakukan dengan cara permukaan gelas aqua
sejajar dengan permukaan tanah.
6. Kemudian pasanglah pelindung pada bagian atas gelas aqua dengan sterofoam.
7. Perangkap untuk hewan nocturnal dipasang pada sore hari dan diambil pagi harinya
dan perangkap untuk hewan diurnal dipasang pada pagi hari dan diambil sore
harinya.
8. Skema :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tumbuhan Lapis Bawah dengan Metode Kuadrat


4.1.1 Data Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data-data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Analisis Vegetasi Tumbuhan Lapis Bawah
Plot/ Jumlah
Kuadrat Nama Tumbuhan Nama Ilmiah Individu (ni)
Terbuka Tanaman Landep atau Kacang Hias Arachis pintoi 204
Rumput Gajah Pennisetum purpureum 31
Putri Malu Mimosa pudica 2
Terulak Ipomoea alba 4
Anting-anting Acalypha australis 1
Patikan Kebo Euphorbia hirta L. 1
Daun kentut-kentutan Paederia foetida 1
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) 244
Ternaung Tanaman Landep atau Kacang Hias Arachis pintoi 12
Rumput Gajah Pennisetum purpureum 10
Putri Malu Mimosa pudica 1
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) 23

4.1.2 Analisis Data


Berikut ini adalah hasil analisis perhitungan dari data yang diperoleh :
Tabel 4.2 Tabel Analisis Indeks Keberagaman (H’) Tumbuhan Lapis Bawah
Plot/ Kuadrat Nama Ilmiah ni % H' Tingkat H'
Terbuka Arachis pintoi 204 84 0,065012174 Rendah
Pennisetum purpureum 31 13 0,11383964 Rendah
Mimosa pudica 2 1 0,01710131 Rendah
Ipomoea alba 4 2 0,029267702 Rendah
Acalypha australis 1 0 0,009784385 Rendah
Euphorbia hirta L. 1 0 0,009784385 Rendah
Paederia foetida 1 0 0,009784385 Rendah
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) 244 0,25457398 Rendah
Ternaung Arachis pintoi 12 52 0,147415612 Rendah
Pennisetum purpureum 10 43 0,157272972 Rendah
Mimosa pudica 1 4 0,059205558 Rendah
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) 23 0,363894142 Rendah
Tabel 4.3 Tabel Analisis Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Lapis Bawah
Jumlah Individu
No Nama Spesies Plot Plot C 2C A B (IS)
Terbuka Ternaung
1 Arachis pintoi 204 12 216 432
2 Pennisetum purpureum 31 10 41 82
3 Mimosa pudica 2 1 3 6
4 Ipomoea alba 4 0 0 0
5 Acalypha australis 1 0 0 0 244 23 1,947565543
6 Euphorbia hirta L. 1 0 0 0
7 Paederia foetida 1 0 0 0
Jumlah Individu 244 23 260 520
Jumlah Spesies 7 3

4.1.3 Pembahasan
Vegetasi adalah suatu kumpulan dari tumbuhan yang pada umumnya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama dalam suatu habitat atau tempat. Pada mekanisme
hidup bersama tersebut terdapat interaksi yang sangat erat, baik interaksi antara sesama
individu penyusun vegetasi tersebut maupun organisme lainnya sehingga terjadi suatu sistem
hidup dan tumbuh yang dinamis (Marsono, 1997). Vegetasi berfungsi sebagai perantara hewan
dengan habitat. Vegetasi pun dapat mengubah dan menentukan sifat habitat, apakah cocok atau
tidak bagi hewannya, karena itu vegetasi dapat menyeleksi hewan. Vegetasi berfungsi sebagai
tempat berlindung, bersarang, tempat mencari makan, dan sumber air, vegetasi penting sebagai
sumber air karena akar tanaman suatu dahan dan daunnya bertindak sebagai pelindung dan
penangkap bagi air yang turun (Yatim, 1994).
Metode yang digunakan pada observasi kali ini adalah metode plot (petak ukur), adalah
prosedur yang umum digunakan untuk sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya
segi empat atau persegi ataupun lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat
keheterogenan komunitas. Contohnya:
a. Petak tunggal yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang mewakili satu areal
hutan.
b. Petak ganda yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak
contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik). Ukuran berbeda- beda
berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar
petak 2 : 1 m2 merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain.
Pada observasi ini, analisa vegetasi dilakukan pada komunitas tumbuhan bawah di daerah
naungan dan di daerah tanpa naungan (terbuka). Pemilihan kedua daerah yang berbeda ini
untuk mengetahui jenis tumbuhan apa saja yang berada pada daerah dengan naungan dan
daerah tanpa naungan, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang didapat oleh
tumbuhan. Kemudian dibuat petak dengan ukuran 2 m x 1 m, ukuran ini dipilih agar ukuran
petak cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas,
namun juga harus cukup kecil sehingga individu dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa
adanya duplikasi maupun pengabaian (Turner, 2011).
Pada 4 sudut plot dibatasi dengan menggunakan kayu yang saling dihubungkan dengan
area luar petak, hal ini untuk membuat petak yang berbentuk persegi dimana jenis tanaman
yang ada didalam petak ukur pada masing-masing plot akan dicatat jumlahnya dan
diidentifikasi serta kelompoknya.
Percobaan analisis vegetasi dilakukan di Kebun Wisata Universitas Negeri Semarang.
Pada lokasi dengan naungan terdapat pohon-pohon jati besar yang akan menghalangi sinar
matahari sehingga tanaman yang terdapat di bawah sedikit menerima cahaya matahari.
Sedangkan pada lokasi tanpa naungan (terbuka), banyak terdapat jenis tumbuhan yang rendah,
karena pada lokasi tanpa naungan (terbuka) tidak ada penghalang bagi tumbuhan rendah untuk
mendapatkan sinar matahari.
Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi, diperoleh beberapa growthform di lokasi
ternaung dan terbuka. Pada lokasi ternaung, diperoleh growthform tanaman landep atau kacang
hias, rumput gajah dan putri malu. Growthform tanaman landep atau kacang hias ditemukan
sebanyak 12 individu dan memiliki indeks keberagaman sebesar 0,147415612. Growthform
rumput gajah sebanyak 10 individu dan memiliki indeks keberagaman sebesar 0,157272972.
Growthform putri malu sebanyak 1 individu dan memiliki indeks keberagaman sebesar
0,059205558.
Pada lokasi terbuka, diperoleh growthform tanaman landep atau kacang hias, rumput
gajah dan putri malu, terulak, anting-anting, patikan kebo dan daun kentut-kentutan.
Growthform tanaman landep atau kacang hias ditemukan sebanyak 204 individu dan memiliki
indeks keberagaman sebesar 0,065012174. Growthform rumput gajah sebanyak 31 individu
dan memiliki indeks keberagaman sebesar 0,11383964. Growthform putri malu sebanyak 2
individu dan memiliki indeks keberagaman sebesar 0,01710131. Growthform terulak sebanyak
4 individu dan memiliki indeks keberagaman sebesar 0,029267702. Sedangkan Growthform
anting-anting, patikan kebo dan daun kentut-kentutan masing-masing sebanyak 1 individu dan
memiliki indeks keberagaman sebesar 0,009784385.
Berdasarkan hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis dan jumlah cacah spesies
pada lokasi terbuka lebih beragam dan banyak dibandingkan dengan jenis dan jumlah cacah
spesies pada lokasi dengan naungan. Hal ini diperkirakan karena tumbuhan membutuhkan
cahaya untuk berfotosintetsis sehingga dilokasi terbuka, keanekaragaman lebih banyak
dibandingkan dengan naungan.
Pengaruh intensitas cahaya terhadap keragaman dan banyaknya jenis spesies yaitu
apabila semakin tinggi intensitas cahaya maka spesies tersebut mudah untuk berfotosintesis
sehingga spesies tersebut mudah untuk bertumbuh dan menyebar. Hal ini dikarenakan daerah
terbuka tidak terdapat naungan pohon besar sehingga cahaya matahari tidak terhalang untuk
menyinari dan memberikan energi untuk tumbuhnya suatu vegetasi yang terletak di tanah
sedangkan daerah dengan naungan terdapat naungan pohon besar sehingga cahaya matahari
terhalang untuk menyinari dan memberikan energi untuk berfotosintesis yang membutuhkan
cahaya matahari dan tumbuhnya suatu vegetasi yang terletak di tanah bawah naungan pohon
tersebut.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil Indeks similaritas sebesar 1,947565543.
Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat kesamaan antara ternaung dan terbuka tinggi. Lokasi
naungan dan terbuka memiliki growthform paling dominan yang sama yaitu tanaman landep
atau kacang hias. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman landep atau kacang hias paling mudah
tumbuh di lokasi Kebun Wisata Universitas Negeri Semarang. Selain tanaman landep, juga ada
rumput gajah dan putri malu yang terdapat di lokasi ternaung dan terbuka.

4.2 Fauna Tanah dengan Metode Pitfall Trap


4.2.1 Data Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data-data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Fauna Tanah dengan Metode Pitfall Trap
Jenis Jumlah Individu
Hewan Lokasi Nama Hewan Nama Ilmiah (ni)
Nokturnal 1 Nyamuk Anopheles sp 24
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1 24
2 Nyamuk Anopheles sp 15
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2 15
3 Nyamuk Anopheles sp 29
Semut merah Leptomyrmex rufipes 2
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3 31
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada
Lokasi 1, 2 dan 3 70

Diurnal 1 Kutu Aphis craccivora 10


Semut merah Leptomyrmex rufipes 5
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1 15
2 Semut hitam besar Ponera sp. 2
Semut merah Leptomyrmex rufipes 3
Lebah tukang
kayu Xylocopa virginica 1
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2 6
3 Kutu Aphis craccivora 3
Semut merah Leptomyrmex rufipes 6
Laba-laba tanah Araneus diadematus 2
Nyamuk Anopheles sp 3
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3 14

Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada


Lokasi 1, 2 dan 3 35

4.2.2 Analisis Data


Berikut ini adalah hasil analisis perhitungan dari data yang diperoleh :
Tabel 4.2 Indeks Keragaman Fauna Tanah
Jenis
Hewan Lokasi Nama Ilmiah ni H'
Nokturnal 1 Anopheles sp 24 0
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1 24
2 Anopheles sp 15 0
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2 15
3 Anopheles sp 29 0,02709507
Leptomyrmex rufipes 2 0,076795593
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3 31 0,103890664

Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1, 2 dan 3 70 0,103890664

Diurnal 1 Aphis craccivora 10 0,117394173


Leptomyrmex rufipes 5 0,159040418
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1 15 0,276434591
2 Ponera sp. 2 0,159040418
Leptomyrmex rufipes 3 0,150514998
Xylocopa virginica 1 0,129691875
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 2 6 0,439247291
3 Aphis craccivora 3 0,143358596
Leptomyrmex rufipes 6 0,157704337
Araneus diadematus 2 0,120728291
Anopheles sp 3 0,143358596
Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 3 14 0,56514982

Total Jumlah Individu Semua Spesies (N) pada Lokasi 1, 2 dan 3 35 1,280831702

Tabel 4.3 Indeks Similaritas Fauna Tanah

4.2.3 Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan di Gang Imam Bonjol No. 5A Banaran
Gunungpati Semarang mempunyai indeks keanekaragaman sangat rendah untuk hewan
nokturnal yaitu sebesar 0,103890664 dan rendah untuk hewan diurnal sebesar 1,280831702.
Sehingga dikatakan ekosistem pada Gang Imam Bonjol No. 5A Banaran Gunungpati Semarang
cenderung sangat tidak stabil untuk hewan nokturnal dan tidak stabil untuk hewan diurnal.
Sedangkan keanekargamannya menunjukkan bahwa di sana tercemar berat dan sedang. Hal itu
sesuai teori menurut Shanon-Winner (Krebs, 1989 dalam Wijayanti, 2007) adalah sebagai
berikut :
H’ > 2,0 (Keanekaragaman tinggi, stabil/tidak ter-cemar)
1,6 ≤ H’ ≤ 2,0 (Keanekaragaman sedang, moderat/tercemar ringan)
1,0 ≤ H’ ≤ 1,59 (Keanekaragaman rendah, tidak stabil/tercemar sedang)
H’ < 1,0 (Keanekaragaman sangat rendah, sangat tidak stabil/tercemar berat)
Menurut Odum dalam Dharmawan dkk. (2005), keanekaragaman identik dengan kestabilan
suatu ekosistem, yaitu jika keanekargaman suatu ekosistem relatif tinggi maka kondisi
ekosistem tersebut cenderung stabil. Pada kasus lingkungan ekosistem yang tercemar,
keanekargaman jenis cenderung rendah.
Menurut Daharmawan dkk. (2005), bahwa keanekaragaman cenderung akan rendah
pada ekosistem yang secara fisik terkendali (dibatasi oleh faktor lingkungan abiotik), atau
mendapatkan tekanan lingkungan dan akan cenderung tinggi pada ekosistem yang dibatasi atau
diatur oleh faktor biotik. Dari teori di atas menunjukkan bahwa keanekargaman pada lokasi
yang rendah menunjukkan antara faktor abiotik dan biotik di lokasi cenderung dibatasi. Dari
faktor abiotik seperti pH terlalu asam atau basa, kesuburan tanah kecil, cahaya banyak sangat
tidak cocok untuk tempat hidup hewan tanah. Dari segi faktor biotik mungkin karena lokasi
tersebut adalah perumahan maka akan memungkinkan untuk manusia membunuh, memangsa
dan memburu untuk melanjutkan siklus hidup mereka dalam jaring-jaring makanan.
Sedang indeks similaritas baik hewan nokturnal maupun diurnal ternyata besarnya
sama yaitu 2. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat kesamaan antara nokturnal maupun diurnal
tinggi. Karena memang lokasi nokturnal maupun diurnal yang dipasang pitfall trap adalah sama
maka tidak heran jika tingkat kesamaannya pun juga sama besarnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil observasi maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Vegetasi tumbuhan lapis bawah dengan menggunakan metode kuadrat di kawasan kebun
wisata Universitas Negeri Semarang memiliki indeks keberagaman sebesar 0,25 untuk
terbuka dan 0,36 untuk ternaung serta indeks kesamaan sebesar 1,94.
2. Fauna tanah dengan menggunakan metode pitfall trap di kawasan Gang Imam Bonjol
Banaran Gunungpati Semarang memiliki indeks keberagaman sebesar 0,10 untuk hewan
nokturnal dan 1,28 untuk hewan diurnal serta indeks kesamaan sebesar 2.
DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran


Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. Surakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam,1 : 79 – 92.

Aprisiwi, RC & Sasongko, H. 2014. Keanekaragaman Sumber Makanan Umbi-Umbian di


Pringombo, Gunung Kidul Yogyakarta Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Kelas X
Materi Keanekaragaman Hayati. JUPEMASI-PBIO, 1 (1) : 2407-1269.

Ariani., Arief, S, Abdul, W. 2014. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah Sekitar Danau
Tambing pada Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal Warta Rimba. 2 (1) : 164 –
170.

Aththorick, T. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah pada Beberapa Tipe Ekosistem
Perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi Penelitian,17 : 42 – 48.

Azwar, F., Adi, K. 2013. Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Berbagai Tegakan Hutan
Tanaman di Benakat, Sumatera Selatan. Balai Penelitian Palembang. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman, 10 (2) : 85 – 98.

Hanafiah, K.A., Napoleon, A. Ghoffar, N. 2007. Biologi Tanah: Ekologi dan Makrobiologi
Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Campbell, N.A.2008. Biologi Jilid 3 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Hilwan I, Mulyana D, Pananjung WD. 2013. Keanekaraaman jenis tumbuhan bawah pada
Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea
saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai
Kartanagara Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, 4(1):6–10.

Menta, C. 2012. Soil Fauna Diversity-Function, Soil Degradation, Biological indices, Soil
Restoration, INTECH.

Nirwani Z. 2010. Keanekaragaman tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai tanaman obat
di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit Lawang [skripsi]. Fakultas
Kehutanan Universitas Negeri Sumatera Utara.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara ITB, Bandung

Wahyuono, S., Etik, E.W.H., Siti, M.W. 2016. Keanekaragaman dan Pemanfaatan Tumbuhan
Bawah pada Sistem Agroforestri di Perbukitan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo.
Palembang. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23 (2) : 206 – 215.

Windusari Y. 2012. Dugaan cadangan karbon biomassa tumbuhan bawah dan serasah di
Kawasan Suksesi Alami pada area pengendapan Tailing PT. Freeport Indonesia. Sumatra
Selatan. Biospecies, 5(1): 22–28.
Yuniawati. 2013. Pengaruh pemanenan kayu terhadap potensi karbon tumbuhan bawah dan
serasah di lahan Gambut (Studi Kassus di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor
Pelalawan). Propinsi Riau. Hutan Tropis, 1(1)2337–7771.
DOKUMENTASI

1. Lokasi observasi vegetasi lapis bawah dengan metode kuadrat

2. Metode kuadrat pada lokasi terbuka


3. Metode kuadrat pada lokasi ternaung

4. Metode pitfall trap pada hewan nocturnal


5. Metode pitfall trap pada hewan diurnal

Anda mungkin juga menyukai