Makalah Kelompok Peningkatan Nilai Ekonomi Kulit Kelinci Dengan Penyamakan (Aneka Kulit Bulu)
Makalah Kelompok Peningkatan Nilai Ekonomi Kulit Kelinci Dengan Penyamakan (Aneka Kulit Bulu)
Makalah Kelompok Peningkatan Nilai Ekonomi Kulit Kelinci Dengan Penyamakan (Aneka Kulit Bulu)
tinggi, menurut Thahrir (2001) Produk ini memiliki pangsa mendekati US$ 2 miliar dengan trend ekspor 495%. Namun produk tersebut sebagian besar hanya berasal dari domba dan kambing. Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan kulit kelinci adanya anggapan bahwa kualitas dan kuantitasnya kulit kelinci rendah. Selain itu usaha kerajinan yang berasal dari kulit-bulu di Indonesia juga terkendala sedikitnya bahan baku. Oleh karena itu tambahan bahan baku dapat ditunjang dengan diversifikasi bahan baku kulit kelinci. Secara teknis kualitas dan kuantitas kulit erat hubungannya dengan penanganan ternak, sehingga perlu diupayakan serta diperhatikan penanganan yang intensif untuk memperoleh kualitas dan kuantitas kulit yang baik. Kelinci dikembangkan di Indonesia pada umumnya diambil dagingnya terutama kelinci lokal sedangkan kulitnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal kulit kelinci tersebut dapat dipergunakan sebagai barang kerajinan kulit maupun sepatu baik sebagai aksesori sepatu maupun sebagai barang kulit. Karena kulit kelinci mempunyai bulu yang sangat indah maka kulit kelinci biasanya disamak bersama bulunya. Sedangkan kulit kelinci yang bulunya jelek artinya keadaan bulu tidak rata, banyak yang rontok karena kesalahan pengawetan masih dapat Oleh karena itu pengetahuan dan sosisalisasi pengolahan kulit-bulu kelinci yang baik dan bermutu tinggi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama peternak kelinci. TUJUAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: Untuk mengetahui nilai ekonomis dari kulit-bulu kelinci Untuk mengetahui teknologi pengolohan kulit-bulu kelinci yang baik.
METODE PENULISAN Metode penulisan makalah dilakukan melalui studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan materi dan penjelasan dari beberapa literature oleh para ahli.
ANALISIS MASALAH Kurang dikenalnya teknologi penyamakan kulit kelinci oleh masayarakat luas khususnya peternak membuat harga kulit di tingkat peternak rendah karena dianggap sebagai limbah. Hal ini dikarenakan peternak kelinci kurang mengetahui bagaimana cara meningkatkan nilai ekonomi dari kulit-bulu kelinci yaitu dengan teknologi penyamakan. Seperti kulit ternak lainnya, kulit-bulu kelinci mentah rentan terhadap pembusukan, yang menyebabkan roduk tersebut tidak memiliki nilai ekonomis. Untuk memperoleh kulit-bulu bermutu prima, kelinci perlu dipelihara pada daerah bersuhu rendah, diberi nutrisi cukup, dan dipotong pada umur yang tepat. Pengawetan kulitbulu mentah sebelum penyamakan harus memadai dan teknologi penyamakannya sesuai. Penyamakan kulit-bulu kelinci dalam jumlah terbatas dapat dilakukan secara manual. Namun, diperlukan pengadukan terus menerus yang sangat melelahkan, sehingga kurang efisien dan efektif. Untuk memperoleh hasil yang baik, diperlukan alat-mesin yang sesuai.
KAJIAN PUSTAKA Kulit-Bulu Kelinci Kulit kelinci mempunyai luas anatara 1,5 samapai dengan 2,5 feet persegi. (Untari, 2005). Kulit kelinci yang telah mengalami penyamakan disebut fur. Terdapat tiga kelas fur, yaitu kualitas 1 (pluckers dan shearears), kualitas 2 (long hairs) dan kualitas 3 (hatters). Dinegara maju telah dikembangkan jenis kelinci penghasil fur untuk menggantikan fur dari binatang liar yang semakin langka dan dilindungi, oleh karena itu ternak kelinci cukup menarik untuk dikembangkan, karena selain ditujukan sebagai penghasil daging dapat juga sebagai penghasil fur. Hal ini akan menunjang kebijakan pemerintah dalam penyediaan protein hewani, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan petani peternak. Kebanyakan kebutuhan kulit untuk kerajunan khusunya fashion adalah kulit yang berasal dari kulit eksotis. Kulit-bulu eksotis pada awalnya diperoleh dari hewan liar seperti cerpelai, rase, berang-berang, chinchilla, capybara atau dari mamalia berbulu lainnya. Namun, dengan tumbuhnya organisasi pencinta binatang, tekanan terhadap eksploitasi hewan liar semakin tinggi, sehingga sumber produk kulit-bulu beralih pada hewan/ternak hasil domestikasi. Untuk kelinci, kulitbulu sebenarnya merupakan produk samping dari tujuan produksi daging dan manure (untuk pupuk organik). Kelinci Rex menghasilkan fur halus seperti beludru dan seragam panjangnya, sedangkan untuk Satin, bulunya panjang, padat, dan mengkilap seperti bulu mink. Silangan Rex dengan Satin menghasilkan kelinci Reza yang berbulu halus, seragam panjangnya, mengkilap, dan diperkirakan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dari bulu Rex atau Satin. Namun, mortalitas anak lepas sapih cukup tinggi (>40%). Pangsa pasar produk fur dunia pada tahun 1998 diduga mencapai US$ 5 miliar. Kelinci Rex dan Satin menghasilkan fur eksotis, indah, menarik, berharga tinggi, dan berpotensi ekspor (> US$ 10/lembar). Mutu fisik kulit baik, setara dengan SNI kulit kambing untuk jaket. Produk jadinya seperti mantel, selendang, topi, dan kerajinan lainnya memiliki nilai tambah 40-200%. (Thahrir, 2001).
Untuk membantu mengatasi keterbatasan pasokan kulit, kelinci dapat menjadi alternative ternak yang perlu dikembangkan. Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan cepat dan dapat memasok tidak hanya kulit tetapi juga dagingnya dalam jumlah yang relatif cepat. Namun, karena kelinci adalah jenis ternak yang kecil maka kulit/kulit bulunya diarahkan untuk produk-produk yang berukuran kecil serta produk yang tidak membutuhkan kuat tarik dan kuat sobek yang tinggi (RAHARDJO, 1994) Menurut informasi dari BLPP Ciawi, Bogor, pasar komoditas kulit bulu kelinci semakin meningkat. Peningkatan terjadi karena santernya kritik yang dilontarkan para pecinta alam dan lingkungan seperti Green Peace terhadap perburuan dan pembantaian satwa liar. Sebelumnya, bulu untuk pembuatan jaket dan aksesorinya di negara-negara beriklim dingin umumnya menggunakan kulit beruang hasil buruan.
Proses penanganan kulit, banyak tahapan yang perlu dilalui setelah kulit dilepaskan atau dikuliti, yaitu melalui pengawetan dan penyamakan. Proses penyamakan sebaiknya dilakukan pada kulit yang masih segar, tetapi bila jumlah kulit yang akan disamak sedikit tidak ekonomis maka perlu dilakukan proses pengawetan dahulu yaitu dengan dengan cara penjemuran, penggaraman atau pickle. Penyamakan adalah proses penting untuk menghasilkan kulit dengan kualitas yang baik, mengingat kulit seperti halnya produk peternakan lainnya yang mudah rusak, maka dengan penyamakan akan merubah kulit yang semula labil menjadi stabil. Proses penyamakan kulit kelinci pada umumnya sama dengan penyamakan kulit lainnya, tetapi ada hal-hal spesifik yang perlu diperhatikan
PEMBAHASAN Untuk memperoleh kulit bulu (fur) kelinci selain bahan baku kulit bulu yang belum disamak (dari kelinci yang telah disembelih) diperlukan pula perangkat alat samak beserta bahan kimia untuk penyamakan. Alat penyamakan Alat penyamakan kulit/kulit bulu (fur) (modifikasi oleh RAHARDJO, 2002) terdiri atas: 1. Mesin penyamak kulit (tanning machine) Pada mesin samak, bagian-bagian yang berhubungan dengan larutan kimia dibuat dari stainless steel. Alat ini mampu menyamak 60-80 lembar kulit bulu kelinci untuk satu kali proses penyamakan. Mesin ini dilengkapi oleh elemen pemanas dan pengaduk pedal yang dapat berputar bolak balik (pada sudut 45o) dengan kecepatan rendah agar tidak menyebabkan kesurakan atau kerontokan bulu. 2. Mesin ampelas kulit (buffing machine) Mesin buffing digunakan untuk menghaluskan atau meratakan permukaan kulit bulu setelah proses pelemasan. Sayatan tersebut menyebabkan penampilan kulit tidak menarik, tidak rapi dan kotor. Oleh karena itu diperlukan proses pengampelasan untuk meratakannya. 3. Mesin pelemas kulit (stacking machine) Alat ini berfungsi untuk melemaskan kulit setelah proses penyamakan selesai. Berfungsi menumbuk permukaan kulit pada bagian dagingnya sehingga serat-serat kulit lebih longgar dan kulit dapat menjadi lebih lemas dan elastic. 4. Bahan kimia untuk penyamakan kulit bulu Bahan kimia yang diperlukan untuk penyamakan kulit bulu kelinci adalah: teepol, soda kue, oropon, formalin, asam sulfat, asam formiat, chrome, soda ash,
syntan, minyak, dan garam. Seluruh bahan kimia tersebut dapat diperoleh di toko-toko bahan kimia. 5. Proses penyamakan kulit bulu kelinci Proses penyamakan kulit bulu kelinci (kulit samak krom dan alum) disajikan dalam diagram alir Gambar 9 dan 10 (RAHARDJO et al., 2003). Perbedaan penggunaan kedua metode penyamakan adalah pada penampilan warna kulit bulu samak yang dihasilkan. Metode krom menghasilkan kulit bulu samak yang memiliki nuansa warna putih agak kebiruan dibandingkan metode alum dengan hasil warna kulit bulu lebih alamiah. 1. Penimbangan kulit bulu
2. Perendaman
Air, teepol, soda kue Diaduk selama 30 menit kemudian direndam semalam 3. Perendaman ulang Air, teepol, soda kue, busan Diaduk selama 1 jam lalu dicuci, cek pH = 6 4. Bating Oropon Putar selama 1 jam lalu cuci 5. Flesing Buang daging menggunakan pisau 6. Penguatan bulu Air, formalin Putar 1 jam lalu rendam semalam 7. Pengasaman Air, garam, asam semut, asam sulfat Cek penampang kuning, cek pH 3-3,5 rendam semalam Catatan: asam terlebih dahulu diencerkan dengan air
8. Tanning Chrome, soda kue, soda abu Putar 2 jam lalu rendam semalam
9. Penetralan
Air. Putar 1 jam. Soda kue, cek dengan BCG, soda abu
10. Retanning
Air Syntan. Putar 1-2 jam, rendam semalam 11. Peminyakan Air, minyak sulfat, asam semut. Cek pH 3,8-4,2 12. Stacking dan buffing Peluang Bisnis Di dalam negeri, fur diperlukan untuk membuat kerajinan, interior mobil, boneka, mainan anak-anak, selendang, tas wanita, aksesorirambut, sepatu bayi, topi, sarung tangan, dan gantungan kunci. Untuk pasar luar negeri, selain produk di atas, fur digunakan untuk membuat mantel bulu eksotis. Nilai tambah yang dapat diperoleh dari produk fur beragam mulai dari 40% hingga 200%, tergantung jenis pro-duk yang dihasilkan. Nilai tambah tertinggi diperoleh dari mantel bulu, yang dapat mencapai US$ 800-3.000. Pasar utama kulit-bulu men-tah adalah Hongkong, China, Tai-wan, dan Korea, sedangkan pasar produk akhirnya adalah Jepang, Amerika, Eropa, dan Timur Tengah. Sampai April 2002, informasi di internet mengenai fur processing mencapai 113.000, khusus untuk subjek rabbit fur processing terdapat 3.620 info, Europe rabbit fur processing 768 info, dan Europe rabbit fur industry terdapat 1.750 info. Untuk Japan rabbit fur terdapat 3.950 info. Kelinci dianggap potensial karena termasuk ternak prolifik yang dapat menghasilkan produk dalam jumlah besar dan dalam waktu relatif cepat. Berbagai jenis kelinci eksotis dipelihara sebagai hewan kesayangan. Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan cepat dari pakan ijauan dan limbah pertanian/ pangan, dan dapat dipelihara pada skala kecil (pekarangan) maupun skala industri. Kelinci mampu melahirkan 10-11 kali per tahun
dengan rataan 6-7 anak per kelahiran dan beranjak dewasa pada umur 6 bulan. Kelinci juga menghasilkan pupuk bermutu tinggi untuk tanaman hortikultura. Biaya produksi satu lembar kulit-bulu dan 1,2-1,5 kg karkas pada pemeliharaan intensif adalah Rp 32.000-41.500, pada tingkat harga pakan Rp 1.800/kg, sedangkan harga 1 kg karkas adalah Rp 17.000-Rp 20.000. Dengan analisis usaha sederhana, untuk memelihara 100 induk dan 10 pejantan dibutuhkan modal Rp 59,3 juta untuk induk lokal dan Rp 155,975 juta untuk induk impor. Biaya operasional sekitar Rp 46,687 juta untuk produksi 3 LS sampai umur potong (6 bulan pemeliharaan) dan pendapatan kotor Rp 110.234 juta, pada tingkat harga kulit-bulu US$ 1 (10%), $ 3 (10%), $6 (30%), dan $ 9 (50%) dan harga karkas Rp 17.000/kg. Potensi keuntungan yang mungkin diraih bisa mencapai 130% lebih. Kendala utama dalam agribisnis kelinci adalah pemasaran yang kurang populer yang disebabkan tidak tersedianya produk, sehingga kurang dikenal pasar, dan rendah-nya preferensi terhadap daging (bunny syndrome). Dari segi produksi, masalah yang dihadapi ada-lah rendahnya produktivitas karena tingkat mortalitas yang tinggi dan mutu hasil terutama pada pemeliharaan skala kecil. Pengembangan agribisnis kelin-ci penghasil fur bermutu tinggi memerlukan usaha promosi yang intensif dan kemampuan memasuki pasar atau bahkan menciptakan pasar dari potensi yang telah tersedia ini. Pengembangan peternakan yang menyertakan usaha skala kecil, memberdayaan peternakan rakyat, serta melibatkan koperasi dan industri merupakan salah satu sasaran pengembangan peternakan di era globalisasi ini.
Peluang bisnis dari komoditas kulit kelinci sangat menjajikan yaitu memiliki pangsa mendekati US$ 2 miliar dengan trend ekspor 495%. Pengetahuan peternak akan teknologi pengolahan kulit dapat meningkatkan nilai ekonomi dari kulit kelinci. Luas permukaan kulit kelinci adalah sekitar 1,5 sampai 2,5 feet persegi. Proses pengolahan kulit kelinci dengan penyamakan secara garis besar sama dengan kulit domba yaitu dengan disamak dengan larutan khrom atau bahan penyamak.
Nilai tambah tertinggi diperoleh dari mantel bulu, yang dapat mencapai US$ 800-3.000.
10
DAFTAR PUSTAKA Surjadi kusmajadi. 2005. Pengolahan Daging dan Kulit Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Penanganan Pemasaran Ternak Kelinci. http://disnak.jawatengah.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=141&Itemid=41&limit=1&limitstart=13 Thahir Raharjo dan Yono. 2001. Kulit-Bulu Kelinci Eksotis, Sebuah Peluang Bisnis yang Menarik. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr246029.pdf Usmiati Sri, dkk. 2005. DIVERSIFIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN KULIT BULU KELINCI. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-16.pdf Untari Sri. 2005 .PENYAMAKAN KULIT KELINCI DENGN TEKNOLOGI TEPAT GUNA SEBAGAI BAHAN KERAJINAN KULIT DAN SEPATU DALAM MENUNJANG AGRIBISNIS TERNAK KELINCI. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-15.pdf
11
Oleh ERFAN HERIYANTA (0710510059) MARSHAL TIRTA. R (0710510065) MAHARNI PUSPITASARI (0710510066) QONITA (0710510070) SAPTOAJI JAYAWARDHANI (0710510074) CANGGIH DWI SAPUTRA(0710510081) M. NATSIR (0710510086) SOHIBUL HIMAM HAQIQI (0710510087)
12