Fisiologi Gaster
Fisiologi Gaster
Fisiologi Gaster
Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlahanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna. b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. c. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri. e. Produksi faktor intrinsik. Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal. Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi. f. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas. Mekanisme sekresi asam lambung
Faktor-Faktor yang muncul sebelum makanan sampai di lambung Kecepatan Sekresi Lambung dipengaruhi oleh Faktor-Faktor yang timbul akibat adanya makanan di lambung Faktor-Faktor di duodnum stelah makanan meninggalkan lambung
+ Pepsin pepsinogen terjadi pencernaan protein. Sekresi pepsiongen (inaktif) mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan.
Fase Sefalik Fase Sekresi Lambung Fase Lambung Fase Usus
Fase lambung
Penjelasan Terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi lambung. terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin. Fungsi gastrin: merangsang sekresi lambung, meningkatkan motilitas usus dan lambung,
Fase usus
mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus, efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas. Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung. Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas. Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung. Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memicu faktor saraf dan hormon. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung. Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron.
Empat aspek motilitas lambung: 1. Pengisian lambung Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini: Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, seratserat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus. 2. Penyimpanan lambung Salah satu kelompok sel-sel otot polos pemacu untuk mengalami depolarisasi parsial yang autonom berirama terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus &corpus antrum&sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.
3. Pencampuran lambung Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum. 4. Pengosongan lambung Kontraksi peristaltik antrumselain menyebabkan pencampuran lambungjuga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum. Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi. Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru. Biokimia Gaster Digestri Protein Pepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama lambung. Pepsin dihasilkan oleh chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen. Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H+, yang memecah suatu polipeptida pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat mengaktifkan molekul pepsinogen (autokatalisis). Pepsin memecah protein yang terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin merupakan enzim endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur polipeptida utama, bukan yang terletak di dekat residu terminal-amino atau karboksil, yang merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino dikarboksilat (misal, glutamat). Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung. Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel menjadi parakasein. Pepsin kemudian bekerja pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju. Digesti Lipid Lipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting untuk mencairkan massa lemak yang berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung (lipase
gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh rantai panjang, untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang dimiliki protein makanan di dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0. Sindrome Dispepsia Definisi Disepsia sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (dispepsia merupakan rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas) Klasifikasi
Dispepsia Organik Dispesia NonOrganik
Dispepsia organik Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia) Keluhan : Nyeri di ulu hati Bertambah dan berkurang hubungannya dengan makanan
Dispepsia non-organik/fungsional Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia) Keluhan : Gangguan motilitas waktu ada pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal.,sensitif terhadap produksi asam lambung psikis, stres, dan faktor lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin.
Dispepsia bukan tukak Keluhan : Mirip dengan dyspepsia tukak Ditmukan pada gastritis,duodenitis Refluks gastroesofageal Keluhan : Akibat refluks gastroesofageal maka terasa panas di dada dan regrugitasi asam (apabila setelah makan) Penyakit saluran empedu Keluhan : penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan. Karsinoma Keluhan : Nyeri di perut
Keluhan bertambah berkaitan dengan makanan . Anoreksia Berat badan yang menurun Kreatitis P: Keluhan a Nyeri timbul mendadak menjalar ke n punggung . Perut dirasa makin tegang dan kembung Dispepsia D pada sindroma malabsorbsi Keluhan .: Nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembungkeluhan utama yang mencolok ialah lainnya . timbulnya diare profus yang . berlendir. Dispepsia akibat obat-obatan D Keluhan : i s rasa mual, dan muntah, misalnya p obat golongan NSAID (non steroid e anti inflammatory drugs), teofilin, p digitalis, antibiotik oral (terutama s ampisilin, eritromisin), alkohol, dan i lain-lain Gangguan metabolisme a fungsio Etiologi dyspepsia Esofago gastro duodenal Obat-obatan Hepatobilier Pankreas Penyakit sistemik lain
Gangguan fungsional
Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan Antiinflamasi non steroid, teofilin, digitalis, antibiotic Hepatitis, Kolesistitis, Kolelitiasis, Keganasan, Disfungsi sfinkter Oddi Pankreatitis, keganasan Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner / iskemik Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome
Hipersensitivitas Visceral
Meningkatnya persepsi distensi Turunnya relaksasi fundus gaster Turunnya pengosongan lambung Refluks gastroesofageal
Gangguan Motilitas
Hiperasiditas
Infeksi Kuman
Stress
Acarbose Aspirin ( anti inflmasi non steroid ) Colchicine Obat yang dapat mempengaruhi dispepsia Digitalis
Estrogen
Preparat Besi
Patofisiologi Dispepsia Patofisiologinya yang dapat dibahas disini adalah: 1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum. Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional. 2. Infeksi Helicobacter pylori. Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan terdapat
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11.
hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab utamanya. Perlambatan pengosongan lambung 25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh setelah makan, mual dan muntah. Gangguan akomodasi lambung. Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna. Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok kecil pasien. Hipersensitivitas lambung. Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal. Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya. Intoleransi lipid intra duodenal. Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung. Aksis otak saluran cerna. Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis. Faktor psikososial: Korelasi dengan stress, Korelasi dengan hidup, Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian, Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan. Dispepsia fungsional pasca infeksi. Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang mengikuti infeksi gastrointestinal.
Manifestasi Klinis 1. Nyeri perut (abdominal discomfort) 2. Rasa pedih di ulu hati 3. Mual, kadang-kadang sampai muntah 4.nafsu makan berkurang
6.perut kembung 7.rasa panas di dada dan perut 8.regurgitasi 9.banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)
5.rasa cepat kenyang Diagnosis Untuk memastikan penyakitnya, maka diperlukan beberapa pemeriksaan, selain pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimiawi. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya. a. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara rutin. Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.
b. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. c. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas). d. Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung. Diagnosis Bnding Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional Ulkus Peptikus Disfungsi Sensorik Motorik Gastroduodenum Gastroesophangeal reflux Distritmia Gaster Obat OAINS Hipersensitivitas Gaste Pankreasitis Kronik Gngguan Metabolic Penatalaksanaan Terapi Farmakologis e. Antasid Sistemik Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom) f. Antasid Non-sistemik Aluminium hidroksida -- Al(OH)3 Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya.Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben. Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia.Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram. Kalsium karbonat Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama.
Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain ( milk alkali syndrom). Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang. Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram. Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2 Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl2. Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular. Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH) 2 yang dapat dinetralkan 11,1 mEq asam. Magnesium trisiklat Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung sebagai berikut: Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam. Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare.Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam.Sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis.Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap Pencegahan Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung. Komplikasi Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum harus ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya: 1. Intraktibilitas Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medic telah gagal mengatasi gejala-gejala secar adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti cara pengobatan. 2. Perforasi Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum. Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau lambung, karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. 3. Obstruksi Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% dari penderita ulkus peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita ulkus duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. 4. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, setidaknya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Tempat yang paling sering mengalami perdarahan adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. 5. Keganasan Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan biopsy sitologi jaringan