Teori Drama

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Sejarah Drama di Dunia

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang Drama terlebih dahulu berkembang di Dunia Barat yang disebut drama klasik pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. Semua ini sekedar informasi untuk memperluas pengetahuan kita di Indonesia tentang perkembangan drama di luar Indonesia. b. Masalah Perkembangan drama dari tahun ke tahun terus meningkat, maka dari itu perkembangan drama perlu diteliti sejarah dan asal mula terbentuknya. c. Tujuan - Agar kita dapat mengetahui dan memahami sejarah dan asal usul drama. - Memudahkan kita dalam mempelajari sejarah drama dunia.

2. Sejarah Drama di Dunia


a. Drama Klasik Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. 1. Zaman Yunani. Pada zaman Yunani asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan upacara korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut tragedi. Dalam perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan dari kata tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia. Ada 3 tokoh Yunani yang terkenal, yaitu: Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut Plato, keindahan bersifat relatif. Karya karya seni dipandanganya sebagai mimetik, yaitu imitasi dari kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi itu menurut Plato bukan demi kepentingan imitasi itu sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah The Republic. Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya sebagai imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebijakan dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak yang menentu. Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karya yang merupakan tragedi, bersifat abadi, dan temanya Relevan sampai saat ini. Dramanya itu adalah: Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus dan Antigone. Tragedi tentang nasib manusia yang mengenaskan. Tokoh Lain yang dipandang tokoh pemula drama Yunani adalah Aeschylus, dengan karya-karyanya: Agamenon, The Choephori, The Eumides. Euripides yang hidup antara 485-306 SM merupakan tokoh tragedi, seperti halnya Aeschylus. Karya-karya Euripides adalah: Electra, Medea, Hippolytus, The Troyan Woman dan Iphigenia in Aulis. Jika Aeschylus, Sophocles, dan Euripides merupakan tokoh strategi, maka dalam hal komedi ini mengenal tokoh Aristophanes. Karya-karyanya adalah : The Frogs, The Waps, dan The Clouds. Bentuk Tragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :

1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis. 2. Lamanya lakon kurang dari satu jam. 3. Koor sebagai selingan dan pengiring yang sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau pujian). 4. Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut. 5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian yang diselingi Koor (stasima). Kelompok Koor biasanya keluar paling akhir (exodus). 6. Menggunakan prolog yang cukup panjang. Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di ketinggian dikelilingi tempat duduk penonton yang melingkari bukit dan tempat pentas berada di tengah-tengah. Drama Yunani merupakan ekspresi religius dalam upacara yang bersifat religius pula. Bentuk komedi dengan ciri-cir sebagai berikut : 1. Komedi tidak mengikuti satire individu maupun satire politis. 2. Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol. 3. Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta, yaitu pengejaran gadis oleh pria yang cintanya ditolak orang tua/keluarga sang gadis. 4. Tidak digunakan stock character yang biasanya memberikan kejutan. 5. Lakon menunjukan ciri kebijaksanaan, karena pengarangnya melarat dan menderita. Tetapi kadang-kadang juga berisi sindiran dan sikap yang pasrah. 2. Zaman Romawi Pada zaman Romawi terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu : Plutus, Terence atau Publius Terence Afer dan Lucius Senece. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius hingga lama kelamaan bersifat mencari uang (show biz) dan bentuk pentasnya lebih megah daripada zaman Yunani. b. Teater Abad Pertengahan Pengaruh Gereja Katholik atas drama sangat besar pada zaman Pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan Koor. Kemudian ada pelanggan Pasio seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang upacara Paskah sampai saat ini. Ciri-ciri khas theater abad Pertengahan, adalah sebagai berikut : 1. Pentas Kereta. 2. Dekor bersifat sederhana dan simbolik. 3. Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama modern. c. Zaman Italia Istilah yang populer dalam zaman Italia adalah Comedia Delarie yang bersumber dari komedi Yunani. Tokoh-tokohnya antara lain: Date, dengan karyanya The Divina Comedy. Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis, pastoral dan Niccolo. Machiavelli dengan karyanya Mandrake. Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut : 1. Improvitoris atau tanpa naskah. 2. Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu baru kemudian para pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia). 3. Cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan. 4. Gejala akting pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.

d. Zaman Elizabeth Pada awal pemerintahan Ratu Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan sangat pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh drama abadi adalah tokoh yang hidup pada zaman Elizabeth. Ciri-ciri naskah zaman Elizabeth, adalah: 1. Naskah Puitis. 2. Dialognya panjang-panjang. 3. Penyusunan naskah lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada. 4. Lakon bersifat simultan, berganda dan rangkap. 5. Campuran antara drama dengan humor. e. Perancis (Molere dan Neoklasikisme) Tokoh-tokoh drama di Prancis antara lain Pierre Corneile (1606-1684, dengan karya-karya: Melite, Le Cid), Jean Racine (1639-1699, dengan karya: Phedra).

f. Jerman (Zaman Romantik) Tokoh-tokohnya antara lain: Gotthold Ephrairn Lessing (1729-1781, dengan karya Emilla Galott, Miss Sara Sampson, dan Nathan der Weise), Wolfg Von Goethe (1749-1832, dengan karya: Faust, yang difilmkan menjadi Faust and the Devil), Christhoper Frederich von Schiller (1759-1805, dengan karya: The Robbers, Love and Intrigue, Wallenstein, dan beberapa adaptasi dari Shakespeare). g. Drama Modern 1. Norwegia (Ibsen) Tokoh paling terkemuka dalam perkembangan drama di Norwegia adalah Henrik Ibsen (1828-906). Karya Ibsen yang paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah Nova, saduran dari terjemahan Armyn Pane Ratna. Karya-karya Ibsen adalah Loves Comedy, The Pretenders, Brand dan Peer Gynt (drama puitis), A Doll House, An Emeyn of the people, The Wild Duck, Hedda Gabler, dan Rosmersholm. 2. Swedia (August Strindberg) Tokoh drama paling terkenal di swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis dari Strindberg di antaranya adalah Saga of the Folkum dan The Pretenders, Miss Julia dan The Father adalah drama naturalis. Drama penting yang bersifat ekspresionitis adalah A Dream Play, The Dance of Death, dan The Spook Sonata. 3. Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern) Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950). Ia dipandang sebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada abad Modern. 4. Irlandia (Yeats sampai Sean OCasey) Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan pemimpin kelompok sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean OCasey (1884) dengan karyanya: The Shadow of a Gunman, Juno and the Paycock, The Plough and the Start, The Silver Tassie, Withim the Gates, dan The Start Turns Red. Tokoh lainya adalah John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya: Riders to the Sea, dan The Playboy of the Western World. Synge merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater menjadi penting disana.

5. Perancis (dari Zola sampai Sartre) Dua tokoh drama terkemuka di Prancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre (1905). 6. Jerman dan Eropa Tengah (dari Hauptman sampai Brecht) Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern Tokoh seperti Hebble dan temannya telah mempelopori aliran Realisme. Pengarang Naturalis yang terkenal adalah Gerhart Hauptman (1862-1945) dan Aflhur Schnitzler (1862-19310). 7. Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo) Setalah zaman resenaissance, karya-karya drama banyak berupa opera disamping comedia dellarte. Tokoh drama Italia antara lain Goldoni (17071793) dengan karya Mistress of the Inn. Gabrille DAnnunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-1936). 8. Spanyol (dari Benavente ke Lorca) Bagi Spanyol, abad XX dipandang sebagai abad kebangkitan dromatic spirit. Tokohnya antara lain: Jacinto Benavente (1866-1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel 1922. Sezaman dengan Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya The Cradle Song. Pengarang paling penting pada zaman modern di Spanyol adalah penyair dan penulis drama Federico Garcia Lorco (1889-1936). 9. Rusia (dari Pushkin ke Andreyef) Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembangan drama di Rusia. Pengarang pertama yang dipandang serius adalah Alexander Pushkin (17991837) dengan karyanya Boris Godunov, sebuah tragedi historis.

10.

Amerika (Golfrey sampai Miller) Pengarang drama yang penting di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karyanya The Princes of Parthic (1767). Sejak adanya Broadway sebagai pusat teater, perkembangan teater di Amerika sangat pesat. Tokoh-tokohnya antara lain Eugne Gladstone ONeill (1888-1953). Tokoh drama lainya Maxwell Anderson (1889-1959). Dengan karyanya: Elizabeth the Queen, Mary of Scotland, dan Anne of Thousand Days. Juga Winterset, What Price Glory, Both Your houses dan High Tor. Thornton Wulder (1897- .....) dengan karyanya Our Town, The Skin of Our Theeth, dan The Matchmake. Elmer Rice (1892-....), karyanya: Street Scene (mendapat hadiah Pulitzer), The Adding Machine, dan Dream Girl. Beberapa pengarang lain diantaranya Clifford Odets (yang dikenal dengan protes sosialnya, (Tennesse Williams dan Arthur Miller, Odets (1906.....). antara lain mengarang: Waiting-for Lefty, Golden Boy, Awake and Sing, The country Girl, dan The Flowering Peach. Pengikut Odets sebagai pengarang protes sosial adalah: Lilian Heilman Saroyan ( 1905-.....). Yang dikenal sebagai pengarang masa kini di antaranya adalah Tennesse Williams (1914-.....) Arthur Miller (1915-.....) dan William Inge. Pengarang lainnya adalah: Robert Anderson (karyanya: Tea and Shympathy, All Summer Long, an Silent Night, Lonely Night). William Gibson (Karyanya: Two for the Seesaw dan The Miracle Worker). Brooks Atkinson (karyanya: The New York Times). Drama Komedi musikal juga berkembang di Amerika, misalnya: A Trip to Chinatown (oleh Charles Hoyt), Forty Five Minutes from Broadway (oleh George M. Cohan), Of There I Song karya George S.

3. Penutup

Sejarah perkembangan didunia ini dimulai dari dunia barat. Drama Klasik adalah drama pada zaman Yunani dan Romawi sedangkan drama modern adalah drama yang melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada zaman Yunani Kuno.

1. Teater Tradisional

Perkembangan Teater di Indonesia

Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat improvisasi), sifatnya supel artinya dipentaskan di sembarang tempat dan jenis ini masih hidup dan berkembang di daerah-daerah tertentu di seluruh Indonesia. Yang disebut teater tradisional oleh Kasim Ahmad diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut : a. Teater Rakyat Sifat teater rakyat seperti halnya teater tradisional, yaitu improvisasi sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut : Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat. Randai dan Bakaba di Sumatera Barat. Mamanda dan Berpandung di Kalimantan Selatan. Arja, Topeng Prembon, dan Cepung di Bali. Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu dari Jawa Barat. Ketroprak, Srandul, Jemblung, Gataloco di Jawa Tengah. Kentrung, Ludruk, Ketroprak, Topeng Dalang, Reyong, dan Jemblung di Jawa Timur (Reyong yang biasanya hanya tarian itu ternyata sering berteater juga). Cekepung di Lombok. Dermuluk di Sumatera Selatan. Sinlirik di Sulawesi Selatan. Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta dan sebagainya. b. Teater Klasik Sifat teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memandai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan. Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contoh-contohnya : Wayang Kulit, Wayang Orang, dan Wayang Golek. Ceritanya statis, tetapi memilki daya tarik berkat kreativitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupakan lakon. c. Teater Transisi Teater transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komedi Stambul, Sandiwara Dardanella, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan contoh teater transisi. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor, dan property lain menggunakan teknik Barat.

2. Abdul Muluk
Grup Teater ini merupakan awal grup teater yang meninggalkan ciri-ciri tradisional misalnya sebagai berikut : 1. Tidak lagi bersifat improvisasi tetapi naskah sudah mulai membagi peran. 2. Tidak lagi mengandalkan segi tari dan lagu. 3. Struktur lakonnya tidak lagi statis tetapi disesuaikan dengan perkembangan lakon atau cerita sastra.

3. Komedi Stambul

Lahir pada tahun 1891 dan didirikan oleh August Mahieu. Menampilkan lagu-lagu Melayu, maka komedi stambul disebut pula opera Melayu. Cerita yang ditunjukan sudah merupakan cerita yang bervariasi, seperti : 1001 Malam, Nyai Dasima, Oey Tam Bah Sia, Si Conat, Hamlet, Saudager Venesia, Penganten Di Sorga, De Roos Van Serang, Annie Van Mendut, Lily Van Cikampek, dan sebagainya.

4. Dardanella
Didirikan oleh Willy Klimanoff yang kemudian mengganti namanya dengan A. Piedro. Tanggal 21 juni 1926 didirikan The Malay Opera Dardanella. Dalam teater ini, tidak lagi ada nyanyian. Lakon-lakon diambil dari Indische Roman. Pemain yang masih dikenal hingga kini, misalnya: Tan Ceng Bok, Devi Ja, Fifi Young, Pak Kuncung, dan sebagainya. Cerita yang dipentaskan dapat diklasifikasi menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut : 1. Cerita dari kisah 1001 malam (Ali Baba, Alladin, Nur Cahaya, Abu Hasan, Nur tuhan dan sebagainya). 2. Cerita dari film populer saat itu (The Merry widow, The Three Muskeeters, Zorro, The son of Zorro, Two Lovers, Douglas Fairbank dan lain sebagainya). 3. Cerita lama yang terkenal (Roses of Zorro, Vera, Graff de Monte Cristo dan lain sebagainya). 4. Cerita yang tergolong Indische Roman (De Ross Van Serang, Perantauan 99, Annie Van Mendut, Lily Van Cikampek dan lain sebagainya.

5. Maya
Timbulnya teater Maya dipengaruhi oleh saudagar-saudagar Cina yang gemar akan teater. Maya dipimpin oleh Usmar Ismail. Bersama itu, muncul pula Cahaya Timur yang dipimpin Anjar Asmara. Berkat pengaruh pendidikan barat, banyak karya asli yang dihasilkan. Maya banyak yang mementaskan karya-karya pengarang Indonesia. Hal ini juga berkat kemajuan dokumentasi Pusat Kebudayaan Jepang di Indonesia saat itu (Keimin Bunka Sidosho). Di samping hal tersebut, tampaknya peran sutradara sudah sangat penting. Naskah-naskah mengambil dari bumi Indonesia, meskipun masih meneladan pentas dunia Barat.

6. Cine Drama Institut


Lahir di Yogya tahun 1948 dan merupakan embrio bagi ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film) dengan pusatnya di Yogyakarta . Banyak tokoh Yogyakarta yang mengembangkan teater seperti Kirdjomuljo, Rendra, Soebagio Sastrowardojo, Dokter Hoejoeng, Harymawan, Sri Moertono, dan sebagainya. Pantas dicatat pula, bahwa di Bogor juga bangkit kegiatan teater sekitar tahun 1950-an dengan teaternya bernama Teater Bogor. Di Surabaya juga muncul Bintang Surabaya Film Co, sedangkan di Jakarta muncul Akademi Teater Nasional Indonesia (1955) yang seperti halnya ASDRAFI banyak melahirkan tokoh-tokoh teater masa kini. Kemudian muncul pula studi Grup Drama Yogya Pimpinan Rendra, Federasi Teater Kota Bogor pimpinan Taufiq Ismail, Himpunan Seniman Budayawan Islam pimpinan Junan Helmy Nasution dan Taeter Muslim di Yogya Dipimpin oleh Muhamad Diponogoro.

7. Zaman Kemajuan
Dunia Teater Sejak tahun 1968, yaitu Rendra pulang dari Amerika dan mendirikan Bengkel Teater di Yogya, maka mulailah zaman kemajuan dunia teater. Berdirinya Taman Ismail Marzuki sebagai ajang kreativitas para seniman (termasuk juga dramawan), kiranya menambah kemajuan dunia teater. Jika Yogya adalah tempat penggemblang para calon dramawan, maka Jakarta adalah tempat di mana mereka berlaga. Tidak bisa dipungkiri, dalam hal demikian, peranan Taman Ismail Marzuki tidak sedikit. Banyak dramawan diwisuda melalui pementasan rutin disana. 1. Bengkel Teater Rendra Grup teater ini didirikan Rendra dikampung ketanggunan Yogyakarta , pada tahun 1968. Pementasan-pementasan drama yang melakukan selalu

mendapatkan sambutan hangat dari penonton. Pementasannya seolah menjadi peta teater ditanah air. Ia seorang dramawan besar. Kebesarannya terbukti dengan penghargaan dari pemerintah berupa anugerah seni tahun 1975. ia juga mendapatkan hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta, Karena lima tahun berturutturut telah membina drama. Kelebihan-kelebihan teater Rendra yang sulit dimiliki teater lainya, diantaranya adalah sebagai berikut : - Popularitas Rendra, ia sebagai sutradara yang baik, penyiar, aktor dan juga penyusun naskah drama. - Penyutradaraan yang baik. Sebagai sutradara Rendra dipandang sebagai salah seorang dari segelintir sutradara terbaik Negeri ini. - Daya kreativitas Rendra cukup tinggi ia tidak menggunakan konsep yang statis dalam penyutradaraan. Pada setiap pementasan ada unsur baru. - Rendra adalah aktor yang baik, dalam setiap pementasan Rendra selalu ikut main dan bahkan menjadi pemeran utama. - Memilih naskah yang bermutu. Rendra pandai menerjeahkan naskah drama dari bahasa asing, maka ia dapat memilih naskah yang bermutu. 2. Teater Populer Nama besar lain dalam dunia penyutradaraan teater, adalah Teguh Karya, dengan kelompoknya yang bernama Teater Populer HI, karena secara rutin berpentas di Hotel Indonesia, kemudian disebut Teater Populer saja. Kubunya menghasilkan nama-nama besar dalam dunia Teater dan film. Pemborongpemborong piala citra, banyak dihasilkan dari kelompok teater populer ini seperti yang kita kenal yaitu Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim dan N. Riantiarno. Namun sayangnya akhir-akhir ini teaternya teguh Karya lebih berorientasi ke film, sehingga pementasan teaternya yang sering dijadikan tolak ukur peta kemajuan teater Indonesia tidak dapat kita lihat. 3. Teater Kecil Pada masa kejayaannya, di Indonesia pernah terdapat tiga grup teater yang besar, yaitu: Bengkel Teater, Teater Populer, dan Teater kecil. Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Melebihi kedua tokoh lainnya, Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia. Penulis dari cirebon ini, sering memasukan unsur kesenian daerahnya keadalam teater yang ditulis/dipentaskannya. 4. Teater Koma Teater berwibawa yang akhir-akhir ini belum terjun kedunia film dalam arti sepenuhnya adalah Teater Koma yang dipimpin oleh Nano Riantiarno. Ia adalah penulis naskah drama yang kuat, dan sutradara yang potensial setelah surutnya generasi Teguh Karya, Arifin, Opera Ikan Asin dan Opera Kecoa, yang berbicara tentang rakyat jelata. 5. Teater Mandiri Hampir seluruh pementasan Teater Mandiri adalah karya pimpinannya sendiri, yaitu Putu Widjaya. Darmawan dari Bali yang juga sarjana hukum dari Universitas Gajah Mada, serta bekas anak buah Rendra ini termasuk penulis drama ulung. Drama-dramanya yang akhir-akhir ini banyak sekali ditulis dan dipentaskan mendapat warna kuat dari Menunggu Godot yang pernah dipentaskan bersama Rendra di Bengkel Teater, yaitu kisah penantian terhadap datangnya suatu kebahagiaan yang selalu tercipta. 6. Bengkel Muda Surabaya Grup teater pimpinan Akhudiat dari Surabaya ini terkenal karena rombongan kentrungnya. Drama kentrung Akhudiat tersebut hanyalah dalam arti adanya iringan kentrung dalam pementasannya. Lakonya menggingatkan kita pada bentuk Seniman Sintingnya Majuki. 7. Teater Lain

Disamping teater-teater yang sudah disebutkan didepan, banyak teater lainya yang disebut tangguh dan menyemarakkan dunia drama di Indonesia akhir-akhir ini, antara lain: Teater Keliling (pimpinan Rudolf Puspa dan Derry Sirna); Teater Dinasti (pimpinan Emha Ainun Najib); Study Teater Bandung (pimpinan Suyatna Anirun); Teater Padang (pimpinan Wirsan Hadi); Teater Dewan Kesenian Ujung Pandang (pimpinan Rahmat Age), dan sebagainya.

8. Kecenderungan Mutakhir
Ada beberapa Kecenderungan mutakhir drama di Indonesia yaitu sebagai berikut Drama Eksperimental seperti karya Rendra. Drama Non Kenvensional seperti karya Akhdiat dan Putu Wijaya. Drama Absurd seperti karya Iwan Simatupang dan Arifin C. Noer. Eksistensialisme seperti karya Iwan Simatupang, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya. Kehidupan Gelandangan seperti karya Iwan Simatupang dan Arifin C. Noer. Teater Lingkungan dan Warna Daerah seperti karya Akhudiat yang memadukan teater modern dengan kentrung (Bengkel Muda Surabaya); Wirsan Hadi yang mengetengahkan ciri dari teater tradisional Minangkabau; Teater Jeprik Yogya yang memasukkan tarian ketropak dan gamelan Jawa Dalam teater lingkungan yang diekspresikan. g. Kritik Sosial baik yang keras (seperti karya-karya Rendra). Ataupun yang halus (seperti karya-karya N. Riantiano akhir-akhir ini). a. b. c. d. e. f. h. W. S. Rendra Sudah sejak sebelum studi di American Academy of Dramatical Art (AADA), Rendra sudah menunjukan potensinya yang besar dalam dunia teater (drama). Sepulangnya dari Amerika Serikat pada tahun 1967, potensinya dalam bidang teater lebih mantap dan sekitar tahun 1968 didirikanya Bengkel Teater yang secara berturut-turut dan terus-menerus menghasilkan drama-drama bermutu. 1. Arifin C. Noer Dari Arifin C. Noer kita memperoleh dua lakon yang mewakili ciri-ciri kemutakhiran, yaitu Mega-mega dan Kapai-kapai. Kedua drama ini berbicara tentang orang-orang terpencil, tersisa, atau orang papa. Akan tetapi keduanya juga berbicara tentang harapan. Bahwa dia dalam kehidupan yang papa, manusia selalu mempunyai harapan, yang datangnya dari kekuasaan di atas manusia. 2. Iwan Simatupang Puncak absurditas kehidupan dan filsafat eksistensialisme dalam drama kiranya dapat kita hayati lewat drama Iwan Simatupang yang berjudul Taman. Tokoh-tokoh dalam drama Taman adalah manusia-manusia yang mencoba menyadari eksistensimya. Justru dengan kesadaran itu, mereka merasa bahwa kehidupan ini absurd. OT dan LSB menunjukan perdebatan konyol untuk membuktikan bahwa orang itu memiliki eksistensi yang berbeda. Demikian juga perjumpaan antara PB dengan wanita telah menghasilkan konflik karena mereka masing-masing menyadari eksistensinya.

3. Putu Widjaya Putu Widjaya banyak mengadakan eksperimen dengan tokoh-tokoh drama yang tidak menunjukan identitas individual. Drama-dramanya disamping dengan tokoh-tokoh yang non-konvensional juga menunjukan sifat abstrak (sukar dipahami). Judul-judul dramanya begitu singkat. Misalnya: Bom, Tai, Aduh, Sssst, Gress, dan sebagainya. Drama-drama itu oleh Goenawan Moehammad dinyatakan sebagai drama yang tumbuh dari penggalaman yang konkrit, artinya dalam menulis lakon-lakon itu, Putu membekali dirinya dengan pengalaman.

4. Akhudiat (Parodi dan Kentrung) Warna daerah dihidupkan kembali lewat tangan Akhudiat dalam dramanya Joko Tarub. Sifat kedaerahan Joko Tarub diberi bumbu penyedap supaya cocok dengan selera masa kini. Atavisme yang muncul diberi warna baru, sehingga terjadi dekontruksionisme terhadap tokoh-tokohnya. Joko Tarub dan Nawang Wulan tidak seperti yang digambarkan dalam mitos-mitos lama di jawa. Kecendrungan semacam itu kiranya banyak muncul pada dekade terakhir perkembangan drama di Indonesia. 5. Riantiarno Penampilan Kehidupan Kumuh Di depan penulis sering kali menyebutnyebut nama Riantiarno sebagai dramawan besar saat ini. Ia banyak menyebutkan kehidupan kumuh. Bukan kehidupan orang gelandangan seperti karya-karya Arifin C. Noer, akan tetapi kehidupan rakyat jembel dengan problemanya dan Riantiarno mencoba menjawab problem ini. Tanpa malu-malu (dan ini dapat disebut kebangkitan teater Indonesia modern), Nano melukiskan kehidupan homoseksual dikota metropolitan antara Roima dengan Yulimi. 6. Ali Shahab Teater September dibawah pimpinan Ali Shahab menunjukan suatu kecendrungan dari dalam dunia teater, yaitu masuknya unsur teknologi mutakhir dalam penggarapan drama, khususnya drama televisi. Cerita yang hidup dikalangan rakyat digarap secara lebih modern, dengan teknik pemotretan yang cukup mutakhir, mengahsilkan suatu tontonan drama yang menarik. Dalam hal ini, teater September memadukan unsur dramaturgi dengan teknologi bidang elektronik. Dengan eksperimen-eksperimennya, Ali Shahab mencoba menjadikan teater sebagai tontonan yang memikat, menarik dan enak ditonton, bukannya tontonan yang sarat dengan filsafat dan pikiran muluk-muluk. Kritik Sosial Baik karya Rendra, Arifin, Putu, Riantiarno maupun Ali Shahab sebenarnya menampilkan kritik sosial. Hanya saja cara mereka menyampaikan kritik itu berbeda-beda. Akan tetapi cara memandang realitas adalah sama. Mereka berpandangan bahwa dalam masyarakat masih ada kepincangan. Ketidakadilan, penghisapan manusia atas manusia penyelewengan dari mereka yang harusnya menegakkan hukum dan keadilan, dan sebagainya. Dengan menggunakan gaya , simbol, dan bahasa mereka yang khas, mereka mengiginkan agar kita semua menjadi sadar akan kekurangan-kekurangan itu, dan kalau dapat berusaha turut memperbaikinya. Bukankah karya seni merupakan kekuatan moral? 7. Eksperimen Sendiri Jika tadinya para dramawan senantiasa berkiblat ke barat, maka pada periode mutakhir ini mereka mencoba mengadakan eksperimen sendiri. Meskipun bentuk eksperimennya masih kurang berani karena takut dicap kembali kesifat tradisional, akan tetapi kita harus mengakui bahwa bentukbentuk eksperimen itu menunjukan kreativitas mereka. Eksperimen yang cendrung berkembang adalah perpaduan antara teater modern dengan teater tradisional (seperti yang dikemukakan Akhudiat), dan juga bentuk teater abstrak. Sebenarnya hal ini perlu koreksi lagi. Sebelum mengadakan eksperimen dan membuat yang abstrak, perlu dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan membuat bentuk drama yang biasa.

9. Kecenderungan Lain
Kecenderungan lain di berbagai kota, banyak dramawan muda yang masih memiliki idealisme tinggi meneruskan kegiatan berteater meskipun secara financial tidak menjanjikan perbaikan nasib. Di Surakarta, kehidupan Taman Budaya Surakarta

(TBS) dimotori oleh dramawan-dramawan muda seperti Hanindrawan, Sosiawan Leak, dan dramawan-dramawan muda dari 9 fakultas di UNS, serta dari perguruan tinggi lain di surakarta.

Keaktoran
1. Pendahuluan
Dalam bab sebelumnya kita telah membahas tentang sejarah drama di dunia dan perkembangan teater di Indonesia. Drama merupakan kisah kehidupan manusia yang dipentaskan di atas pentas. Melihat drama penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik kehidupan mereka sediri. Drama adalah potret kehidupan manusia, suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Dalam drama perlu adanya seorang aktor/aktris karena aktor/aktris dalam pementasan sebuah drama merupakan tulang punggung pementasan. Dengan aktor-aktris yang tepat dan berpengalaman, dapat dimungkinkan pementasan yang bermutu, jika naskah baik dan sutradaranya cakap. Adapun pada bab ini kita akan membicarakan tentang keaktoran/keaktrisan. 1. Persiapan Seorang Aktor Karya seni sang aktor diciptakan melalui tubuhnya sendiri, suaranya sendiri, dan jiwanya sendiri. Hasilnya berupa peragaan cerita yang ditampilkan di depan penonton. Seorang aktor yang baik adalah seorang seniman yang mampu memanfaatkan potensi dirinya. Potensi itu dapat dirinci menjadi potensi tubuh, potensi dirinya, potensi akal, potensi hati, potensi imajinasi, potensi vokal, dan potensi jiwa. Kemapuan memanfaatkan potensi diri itu tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dengan giat berlatih. 2. Pemilihan Peran Pemilihan aktor-aktris biasanya disebut casting, yaitu sebagai berikut: a. Casting by Ability adalah pemilihan peran berdasar kecakapan atau kemahiran yang sama atau mendekati peran yang dibawakan. Kecerdasan seseorang memegang peranan penting dalam membawakan peran yang sulit dan dialognya panjang. Tokoh utama suatu lakon di samping persyaratan fisik dan psikologi juga dituntut memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga daya hafal dan daya tanggap yang cukup cepat. b. Casting to Type adalah pemilihan pemeran berdasarkan atas kecocokan fisik si pemaian. Tokoh tua dibawkan oleh orang tua, tokoh pedagang dibawakan oleh orang yang berjiwa dagang, dan sebagainya. c. Anti Type Casting adalah pemilihan pemeran bertentangan dengan watak dan ciri fisik yang dibawakan. Sering pula disebut educational casting karena bermaksud mendidik seseorang memerankan watak dan tokoh yang berlawanan dengan wataknya sendiri dan ciri fisiknya sendiri. d. Casting to Emotional Temperament adalah pemilihan pemeran berdasarkan observasi kehidupan pribadi calon pemeran. Mereka yang memiliki banyak kecocokan denga peran yang dibawakan dalam hal emosi dan temperamennya, akan terpilih membawakan tokoh itu. Pengalaman masa lalu dalam hal emosi akan memudahkan pemeran tersebut dalam menghayati dan menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan cerita. Temperamen yang cocok akan membantu proses penghayatan diri peran yang dibawakan. e. Therapeutic Casting adalah pemilihan pemeran dengan maksud untuk penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri seseorang. Biasanya watak dan temperamen pemeran bertentangan dengan tokoh yang dibawakan. Misalnya, orang yang selalu ragu-ragu, harus berperan sebagai orang yang tegas, cepat memutuskan sesuatu. Seorang yang curang, memerankan tokoh yang jujur atau penjahat berperan sebagi polisi. Jika

2. Keaktoran

kelainan jiwa cukup serius, maka bimbingan khusus sutradara akan membantu proses therapeutic itu. Untuk dapat memilih pemeran dengan tepat, maka hendaknya pelatih drama membuat daftar yang berisi inventarisasi watak pelaku yang harus dibawakan, baik secara psikologis maupun sosiologis. Watak pelaku harus dirumuskan secara jelas. Sebab hanya dengan begitu, dapat dipilih pemeran lakon dengan lebih cepat. Dalam pementasan, aktor-aktris harus ber-acting. 3. Teknik Berperan Berperan adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama. Sejauh mana ketrampilan seorang aktor dalam berperan ditentukan oleh kemampuannya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki serta mengekspresikan tokoh lain yang dibawakan. Dalam berperan harus diperhatikan adanya hal-hal berikut ini : a. Kreasi yang di lakukan oleh aktor atau aktris. b. Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah dan wajar. c. Peran yang dibawakan harus sesuai dengan tipe, gaya, jiwa, dan tujuan dari pementasan. d. Peran yang dibawakan harus sesuai dengan periode tertentu dan watak yang harus direpresentasikan. Untuk berperan secara natural dan realisitis, diperlukan penghayatan untuk mendalam tentang tokoh yang diperankan itu. Dalam kaitan itu, gaya, tipe, dan jiwa permainan menentukan corak penghayatan peran. 1. Teknik Berperan Menurut Rendra Rendra menyebutkan bahwa dalam pementasan ada empat sumber gaya yaitu: a. Aktor Bintang Aktor bintang menjadi sumber gaya artinya kesuksesan pementasan ditentukan oleh pemain-pemain kuat yang mengandalkan kecantikan, kemasyhuran, ketampanan atau kecantikan atau gaya tarik seksualnya. Jika yang dijadikan sumber gaya adalah aktor bukan bintang, maka kecakapan berperan diandalkan untuk memikat penonton. b. Sutradara Sutradara sebagai sumber gaya artinya dengan kemampuan sutradara diharapakan pementasan akan berhasil. Penonton mengharap pertunjukkan drama yang bermutu. Dalam hal ini, penonoton mempercayakan nama sutradara sebagai jaminan mutu drama. c. Lingkungan Lingkungan sebagai sumber gaya artinya lingkungan pementasan dapat memungkinkan suksesnya pementasan. Jika kita mementaskan drama Ken Arok dan Ken Dedes, maka kehidupan pentas oleh dekorasi dan tata pentas yang menggambarkan secara nyata kerajaan Singasari dapat menjadi modal kesuksesan drama tersebut. d. Penulis Penulis sebagai sumber gaya berarti di tangan penulis yang hebat akan lahir naskah yang hebat pula yang mempunyai kemungkinan sukses jika dipentaskan. Di dalam berperan, imajinasi sangat penting karena dalam berperan, seorang aktor berpura-pura menjadi orang lain. Menghadirkan kepura-puraan menjadi realitas membutuhkan daya imajinasi. Aktor harus menghayati setiap situasi yang diperankan dan mampu secara sempurna menyelami jiwa tokoh yang dibawakan serta menghidupkan jiwa tokoh itu sebagai jiwanya sendiri, sehingga penonton yakin yang ada dipentas bukan diri sang aktor tetapi diri tokoh yang diperankan. Untuk mengembangkan pribadi,

diperlukan daya kreativitas (kemampuan untuk mencipta) dan sikap fleksibel (dapat menyesuaikan diri dimana saja berada). 2. Teknik Berperan Menurut Edward A. Wright Menurut Edward A. Wright ada lima syarat yang harus dimiliki oleh seorang calon aktor, yaitu sebagai berikut : a. Sensitif atau mudah memahami peran yang akan dimainkan. b. Sensibel yaitu sadar akan yang baik dan buruk. c. Kualitas personal yang memadai. d. Daya imajinasi yang kuat. e. Stamina fisik dan mental yang baik. Kelima hal tersebut harus disertai lima macam daya kepekaan (mudah mengerti) yaitu sebagai berikut : a. Kepekaan akan mimik. b. Kepekaan terhadap suasana pentas. c. Kepekaan terhadap penonton. d. Kepekaan imajinasi. e. Kepekaan terhadap suasana dan ketepatan proporsi peran yang dibawakan (tidak lebih dan tidak kurang). Imajinasi dapat dikembangkan dengan kreasi-kreasi aktor yang sering tidak direncanakan sutradara. Pembawaan peran harus tepat agar penonton ikut terlibat dalam suasana pentas. Dalam suatu drama tidak boleh suatu masalah diterangkan secara panjang lebar sedang masalah lain tidak mendapat bagian. Proses BER-acting dan langkah-langkah dalam acting dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Latihan Acting Latihan acting dapat membentuk aktor sebagai impersonator, interpretator, komentator, dan sebagai personality actor. Aktor sebagai impersenator artinya aktor menyerahkan diri sepenuhnya sebagai peran yang dibawakan. Setiap peran dianggap sebagai dirinya sendiri. Dalam interpretator dan komentator, aktor tidak sepenuhnya memasuki peran yang dibawakan. Identitas dirinya masih tetap tampak. Sedangkan personality actor kita dapatkan dalam film atau televisi. b. Gaya Estetis Kita harus memainkan permainan sesuai gaya, oleh sebab itu aktor harus dilatih untuk memasuki gaya permainan sesuai dengan gaya drama tersebut. Sebagai contoh, dalam drama Yunani kuno digunakan gaya formal; dalam drama-drama Shakespeare digunakan gaya romantik; teater abad ke XIX menggunakan gaya deklamatoris; teater modern menggunakan gaya realistis; dan sebagainya. Gaya serius, gaya tragedis, dan bayolan merupakan gaya yang harus diekpresikan secara tepat oleh aktor atau aktris. c. Pendekatan untuk Peranannya Ada dua pendekatan dalam menghayati peran yaitu metode dan teknik. Metode berhubungan dengan latihan sukma atau latihan unsur dalam. Dalam pendekatan teknis, yang dipentingkan adalah teknik bermain yang berhubungan dengan faktor luar (fisik). Penampilan fisik dan permainan di pentas mengutamakan kombinasi permainan fisik dan emosi. d. Bidang Acting Bidang Acting Ada tiga yang harus digarap dalam latihan acting, yaitu: teknik (fisik), mental (intelektual), dan emosi (spiritual). Bidang acting yang bersifat teknis misalnya meliputi latihan pernafasan, latihan vokal, dan latihan proyeksi (penonjolan). Latihan mental berupa latihan watak, dengan dimulai menganalisis watak dari segala sudut (fisik, psikis, sosial); memahami pikiran, feeling (perasaan/simpati), action, dan berhubungan

dengan permainan dan peranan yang lain. Emosi harus dilatih dalam drama aktor harus menghadirkan emosinya sesuai dengan tuntutan lakon. e. Enam Pertanyaan Enam pertanyaan yang berkenaan dengan acting. Dalam latihan acting diperlukan disiplin, skiil, sifat fleksibilitas, kepatuhan, ketepatan, kerapian, dan kemampuan ber-acting sesuai dengan tuntutan lakon. Enam pertanyaan itu adalah : 1. Apakah aktor telah membawakan suara, gerak tubuh dan kepribadian sesuai dengan tuntutan dan kepribadian dalam perannya sesuai dengan tuntutan dan sebagai seorang individu? Tubuh aktor harus terkoordinasikan seara baik. Movement (gerakan) harus dilaksanakan secara anggun, gesture harus mampu memberikan reinforcement (penguatan) bagi suaranya. Semua itu dilakukan oleh aktor secara jelas, logis, menarik, bertujuan dan benar. Seorang aktor tidak perlu meniru aktor lain, melainkan harus berusaha menciptakan kreasi sendiri. 2. Apakah acting-nya jernih? Sejak muncul pertama di pentas, acting pemain hendaknya terarah dan tidak berlebihan. Pengaruh musik harus dihayati secara seksama dan ekspresinya tampak dari mimik pemain. Sangat sulit mengekspresikan suatu acting yang segar, jernih, dan dengan kesungguhan hati, pada setiap penampilan, terlebih sesudah suatu adegan yang panjang. 3. Apakah orangnya dikendalikan? Setiap aktor harus berusaha mengendalikan acting-nya dalam arti semua geraknya beralasan dan tidak berlebihan. Semua tindakan acting pemain harus disetai emotion touch, untuk mengendalikan acting yang dilakukan. Dalam hal acting, pemain memberi porsi terlalu besar sesuatu yang harusnya kecil, sebaliknya dalam acting yang kering, semua tanpa penjelasan Acting yang besar lebih memberikan sugesti kepada penonton dari pada perbuatan biasa. Aktor yang baik tidak pernah menumpahkan semua emosinya kepada penonton. 4. Apakah orang tersebut mudah? Penonton haruslah secara total tidak sadar akan semua usaha aktor atau aktris dipentas dalam latihan. Semua yang diekspresikan harus bersifat natural (tidak dibuat-buat). Penampilan yang sempurna, tetapi cukup mempesona penonton karena seolah-olah semua penampilan aktor itu tanpa dilatih, tanpa dihapalkan. Hal tersebut dapat dicapai, bila aktor telah bermain baik sebagai seorang seniman pentas. 5. Apakah actingnya menyakinkan? Semua penampilan aktor tersebut harus benar dan penuh motivasi. Cara meyakinkan penonton juga dapat dari kostum dan make up. kostum akan menghidupkan peran yang dibawakan mendekati kenyataan. Make up yang kurang meyakinkan dapat diperhidupkan dengan penyinaran. yang penting adalah faktor psikologis, artinya penjiwaan kepada peran yang benar-benar menyakinkan penonton. 6. Apakah fisik dan mentalnya cukup siap menghadapi keseluruhan pentas? Pemain adalah bagian dari tim. Berarti dengan dan bersamasama tim. Ia tidak boleh main lebih atau kurang dari perannya, sebab jika terjadi demikian kekompakan tim akan terganggu. Porsi orang lain banyak dilanggar akibat salah seorang aktor yang menonjol yang ingin menguasai pentas. 3. Teknik Berperan Menurut Oscar Broket Menurut Oscar Broket Oscar Brocket menyebutkan tujuh langkah dalam latihan berakting yaitu sebagai berikut : a. Latihan Tubuh

Maksudnya adalah latihan ekspresi secara fisik. Kita berusaha agar fisik kita agar dapat bergerak secara fleksibel, disiplin dan ekspresif. Artinya, gerak-gerik kita dapat luwes, tetapi berdisiplin terhadap peran kita, dan ekspresif sesuai watak dan perasaan aktor yang dibawakan. Di beberapa teater biasanya sering diberikan latihan dasar acting, berupa menari, balet, senam, bahkan ada yang merasa latihan silat itu dapat juga melatih kelenturan, kedisiplinan , dan daya ekspresi jasmaniah. b. Latihan Suara Latihan suara ini dapat di artikan latihan mengucapkan suara secara jelas dan nyaring (vokal), dapat juga berarti latihan penjiwaan suara. Yang harus mendapatkan pelatihan seksama adalah suara itu hendaklah jelas, nyaring, mudah ditangkap, komunikatif,dan ucapkan sesuai daerah artikulasinya. c. Observasi dan Imajinasi Untuk menampilkan watak tokoh yang diperankan, aktor secara sungguhsungguh harus berusaha memahami bagaimana memanifestasikannya secara eksterna. Aktor mulai dengan belajar mengobservasikan (memahami) setiap watak, tingkah laku dan motivasi orang-orang yang dijumpainya. Kekuatan imajinasi berfungsi untuk mengisi dimensi kejiwaan dalam acting setelah diadakan observasi tersebut. Acting bukan sekedar meniru apa yang diperoleh lewat observasi, tetapi harus menghidupkannya, memberi nilai estetis. d. Latihan Konsentrasi Konsentrasi diarahkan untuk melatih aktor dalam kemampuan membenamkan dirinya sendiri kedalam watak dan pribadi tokoh yang dibawakan dan ke dalam lakon itu. Konsentrasi harus pula diekspresikan melalui ucapan, gesture, movement, dan intonasi ucapannya. e. Latihan Teknik Latihan teknik di sini adalah latihan masuk, memberi isi, memberi tekanan, mengembangkan permainan, penonjolan, ritme, timing yang tepat, dan hal lain yang telah dibicarakan dalam penyutradaraan. Pengaturan tempat di pentas sesuai dengan karakteristik dan masingmasing bagian pentas, itu juga merupakan unsur teknis yang harus mendapatkan perhatian dalam latihan. Keseimbangan di dalam pentas merupakan dress stage (pakaian yang dipakai di panggung). Pergeseran aktor lain di sisi berikutnya, sehingga terjadi keseimbangan, hal itu berhubungan dengan latihan blocking, dan crossing. Aktor juga harus berusaha mengambil posisi sedemikian rupa, sehingga ekspresi wajahnhya dan gerak-gerik yang mengandung makna dapat dihayati oleh penonton. Hal kecil yang perlu mendapat perhatian juga adalah teknik jalan, teknik loncat, makan, duduk, mempersilahkan minuum dan sebagainya harus disesuaikan dengan pribadi yang dibawakan dalam cerita. f. Latihan Sistem Acting Aktor harus berlatih acting, baik dalam hal eksternal maupun internal melalui pendekatan metode, maupun teknik. g. Latihan untuk Memperlancar Skill Dalam latihan ini peranan imajinasi sangatlah penting. Dengan imajinasi, semua latihan yang bersifat seperti menghafal, menjadi lancar dan tampak seperti kejadian sebenarnya. Whitting menyatakan, bahwa dalam latihan acting ini ada dua pendekatan yaitu pendekatan kreaktif dan pendekatan teknis. Pendekatan kreatif ini sama dengan pendekatan metode yang dikemukakan oleh Wright tadi (Whitting: 1960:1987). Latihan teknis meliputi penonjolan, latihan tubuh, latihan suara, latihan penggunaan pentas secara tepat, latihan penyingkatan dan eliminasi.

4. Constantin Stanislavsky Tokoh yang dikenal sebagai pelopor pendekatan metode atau pendekatan kreatif yang mementingkan latihan sukma, memberikan pedoman untuk mempersiapkan seorang aktor (Stanislavsky, 1980). a. Menurut Stanislavsky ada 15 tahap yang harus dilalui yaitu : Berperan (acting) Acting adalah suatu seni Dalam berperan, aktor harus menyadari bahwa berperan merupakan ekspresi seni. Berperan adalah seni, maka kita harus memenuhi aturan aliran seni yang diikuti, harus menurut aturan seni teater dan dimainkan dalam penghayatan total antara jasmani dan rohani. Keseimbangan yang dituntut dan dengan begitu over acting dan segala yang over, harus ditinggalkan. Motivasi Motivasi merupakan faktor dalam yang harus dimiliki oleh seorang aktor. Motivasi yang harus dimiliki yaitu motivasi estetis, dimana dirinya mengabdi pada pentas, bukan demi publisitas dirinya, semua gerak perbuatan itu selalu mempunyai motivasi, yaitu motivasi dari gerakan sebelumnya dan motivasi untuk gerakan berikutnya. Imajinasi Kepekaan imajinasi untuk aktor perlu dilatih. Dengan imajinasi perasaan dan pengalaman emosional mudah terukir dan tertanam dengan kuat dalam ingatan visual kita dan dapat dibayangkan setiap saat. Pemusatan Pikiran (konsentrasi) Pusat perhatian aktor bukan ditempat penonton, tetapi pada lakon yang dibawakan. Objek-objek perhatian, harus dipilah-pilah, ada yang merupakan titik cahaya dalam lingkaran perhatian. Reaksi emosi dan imajinasi dapat membantu proses konsentrasi ini. Mengendurkan Urat-urat (relaksasi) Urat kita harus fleksibel serta siap diperintah melakukan gerakan dan acting sesuai dengan peranannya. Gerakan lentur, fleksibel, indah tetapi rapi dan menawan dapat dicapai melalui berbagai latihan fisik seperti yang dijelaskan didepan. Satuan dan Sasaran Ikatan organik dialur lakon, satuan lakon yang merupakan garis besar alur yang memaparkan juga perkembangan konflik, harus dihayati secara baik, untuk kemudian diuraikan dalam detail. Kemudian ditentukan sasaran akting sang aktor yang seharusnya. Beberapa sasaran acting adalah sebagai berikut : 1. Ditujukan kepada lawan main. 2. Merupakan sasaran pribadi yang analog dengan watak yang kita gambarkan. 3. Kreatif dan Artistik. 4. Harus benar sehingga meyakinkan. 5. Menarik dan mengharukan kita. 6. Jelas dan Tipikal. 7. Harus punya nilai dan isi yang dapat berhubungan dengan sosok dalam Tari permainan kita. 8. Harus aktif, mendorong untuk maju. g. Keyakinan dan Rasa Kebenaran Yang kita perlukan adalah kebenaran yang dipindahkan menjadi sebuah padanan puitis berkat imajinasi kreatif. Semua tindakan harus mempunyai makna dan dengan begitu ada gerak tanpa ragu (yakin). h. Ingatan Emosi

b.

c.

d.

e.

f.

Untuk dapat disampaikan semua emosi dengan baik, aktor harus berusaha untuk menghayati kembali apa yang pernah dirasakan dalam kehidupan nyata, sesuai dengan perasaan yang dikehendaki. Jika sulit menghadirkan kembali emosi yang dikehendaki maka dengan bantuan suara yang berkesan atas peristiwa dulu, kiranya emosi yang sama akan hadir. Misalanya, seorang gadis yang pernah patah hati, sangat terkesan akan lagu seruling senja. Jika kedukaan yang sama sulit ditampilkan, maka dengan bantuan lagu seruling senja niscaya emosi tersebut akan lebih mudah ditampilkan. Demikian pula gambar, pemandangan alam, melalui surat, suasana tertentu orang akan mampu merekonstruksi suasana batinnya. Indera pencium, pengecap, dan peraba juga bermanfaat untuk mempenggaruhi ingatan emosi, seperti halnya indera pendengar dan penglihat. Aktor harus menggunakan perasaanya sendiri, sehingga jiwanya sendiri bergetar hidup, manusiawi, hal-hal yang dapat meyakinkan penonton. Ingatan emosi dapat diolah melalui kreativitas batin, menjadi bentuk perwujudan acting yang penuh penjiwaan. i. Komunikasi atau Ikatan Batin Aktor harus menghidupkan komunikasi dengan diri sendiri, dengan aktor lain, dan juga secara batin dengan penonton. Komunikasi langsung adalah dengan diri sendiri dan aktor lain, sedang komunikasi tidak langsung adalah dengan penonton. Aktor juga harus berkomunikasi dengan objek imajiner atau yang tidak hadir secra nyata (misalnya waktu berdoa secara keras). j. Adaptasi Penyesuaian diri itu dapat dilakukan dengan sadar dan dapat dengan tidak sadar. Sumber penyesuaian diri adalah alam bawah sadar, yang datang jika ilham datang. Di panggung penyesuaian diri ini bersifat terusmenerus, sebab aktor berkomunikasi dan menjadi orang lain terus menerus. Adapun adaptasi mekanis dan motoris melalui latihan dan penuh kesadaran. k. Kekuatan Motif Kekuatan inner motive harus mendapat latihan dalam diri aktor modalnya adalah kemauan. Kemauan harus dipadu dengan dua unsur penggerak lain, yaitu pikiran dan perasaan. Pikiran, emosi, dan perasaan yang merupakan inner motivation harus dibangkitkan secara alamiah yang juga dimanfaatkan untuk membangkitkan unsur-unsur kreatif yang lain. l. Garis yang Tidak Terputus-putus Garis batin tidak boleh terputus, karena garis itulah yang memberikan nyawa dan gerak pada drama yang dipertunjukkan. Sekuen satu dengan sekuen lain harus merupakan suatu yang berkesinambungan, dan selalu menampilkan pusat perhatian. m. Keadaan Kreatif Batiniah Dalam menghayati watak peran dan melaksanakan tugas acting selama pementasan berlangsung diperlukan keadaan batin yang kreatif, artinya selalu mengisi kekosongan yang ada dengan suatu tindakan yang beralasan (penuh keyakinan). n. Sasaran yang Paling Utama Aktor harus mampu menangkap dan mengekspresikan sasaran utama dari dialog dan perbuatan yang dilakukan dalam setting yang dibawakan. Hendaknya aktor mampu mengendalikan tiga ciri penting dalam proses kreatif, yaitu : 1. Pemahaman atau Genggaman Batin. 2. Garis Gerak yang Lurus. 3. Sasaran Utama.

Aktor harus mengerti apa tujuan kehadirannya di pentas, apa tugas utamanya terhadap lakon dan tidak melebihi porsi yang ditentukan, menuju titik sasaran yang mantap, ringan, wajar dan jelas. o. Diambang Pintu Bawah Sadar Dalam semua aktivitas kreatif, semua yang maya ini, diberi sentuhan kenyataan. Jika aktor terbenam luluh dalam dunianya di pentas, terlibat sepenuhnya (encounter) dengan dunia maya yang dihayati sebagai realitas baru maka ia akan lebih memikat penonton. Dengan cara meluluhkan diri dalam peran, semua yang diucapkan dan diperbuat akan meyakinkan penonton. 5. Richard Boleslavsky Richard Boleslavsky tokoh yang dikenal sebagai murid Stanislavsky yang mengembangkan teori Stanislavsky. Buku karangannya sangat terkenal dengan judul Enam Pelajaran Pertama Bagi Calon Aktor yaitu : a. Pelajaran Pertama : Konsentrasi Konsentrasi bertujuan agar aktor dapat mengubah diri menjadi orang lain, yaitu peran yang dibawakan. Untuk mampu berkonsentrasi, aktor harus berlatih memusatkan perhatian, mulai dari lingkaran yang besar, menyempit, kemudian membesar lagi. Kendatipun latihan dilakukan di tempat yang ramai oleh suara hiruk pikuk orang jika konsentrasi kuat lakon akan tetap berjalan. Latihan konsentrasi ini juga dapat dilaksanakan melalui latihan fisik (seperti yoga), latihan intelek atau kebudayaan (misalnya menghayai musik, puisi, seni lukis), dan latihan sukma (melatih kepekaan sukma menanggapi segala macam situasi). b. Pelajaran Kedua : Ingatan Emosi The transfer of emotion adalah merupakan cara yang efektif untuk menghayati suasana emosi peran secara hidup, wajar dan nyata. Jika pelaku harus bersedih, dengan suatu kadar kesedihan tertentu dan mengahdirkan emosi yang serupa, maka kadar kesedihan itu takarannya tidak akan berlebihan, sehingga tidak terjadi over acting. c. Pelajaran Ketiga : Laku Dramatis Berlaku dramatis artinya bertingkah laku dan berbicara bukan sebagai dirinya sendiri, tetapi sebagai pemeran. Untuk itu memang diperlukan penghayatan terhadap tokoh itu secara mendalam, sehingga dapat diadakan adaptasi. d. Pelajaran Keempat : Pembangunan Watak Aktor harus membangun wataknya, sehingga sesuai dengan tuntutan lakon. Pembangunan watak itu didahului dengan menelaah struktur fisik, kemudian mengidentifikasikannya, dan menghidupkan watak itu seperti halnya wataknya sendiri. e. Pelajaran Kelima : Observasi Observasi untuk tokoh yang sama dengan peran yang dibawakan. Untuk memerankan tokoh pengemis dengan baik, perlu mengadakan observasi terhadap pengemis dengan ciri fisik, psikis, dan sosial yang sesuai. Latihan observasi dapat juga dilakukan dengan jalan melakukan sesuatu yang pernah dilihat dengan pura-pura. Misalnya adegan membuka pintu tanpa pintu (pintu tidak ada). f. Pelajaran Keenam : Irama Sentuhan terakhir dalam sebuah latihan drama adalah pengaturan irama perminan ini. Sedangkan irama permainan untuk setiap aktor, diwujudkan dalam panjang pendek, keras lemah, tinggi rendahnya dialog, serta variasi gerakan, sehubungan dengan timing, penonjolan bagian, pemberian isi, progresi dan pemberian variasi pentas.

3. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari materi di atas yaitu untuk menghasilkan pementasan suatu drama yang bermutu diperlukan latihan bagi aktor/aktris.

Penyutradaraan
1. Pendahuluan
Dalam sebuah pementasan drama, perfilman atau lain halnya yang berhubungan dengan suatu pementasan pasti ada yang namanya sutradara. Sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala anasir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas sentral yang berat dalam sebuah pementasan tidak hanya acting para pemain yang diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis. Musik yang bagaimana yang dibutuhkan, pentas seperti apa yang harus diatur, penyinaran, tata rias, kostum, dan sebagainya, semuanya diatur atas persetujuan sutradara. Oleh karena itu sutradara harus menguasai semuanya. Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sejak perencanaan pementasan, sampai pementasan berakhir. Dalam drama tradisional dan wayang sutradara adalah dalang. Tugas sutradara drama modern melatih, mengkoordinasikan aktor/aktris, juga memimpin urusan unsur pentas seperti penata lampu, penata pentas, penata musik, penata rias, penata pakaian, dekorator, dan petugas lainnya. Harymawan menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas mengkoordinasikan segala anasir teater, dengan paham, kecakapan, serta daya imajinasi yang inteligen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil. a. Sejarah Timbulnya Sutradara Dalam drama tradisional, kurang lebih dua abad yang lalu, belum ada sutradara. Dalam drama tradisional di Indonesia, masing-masing aktor bermain improvisasi. Yang ada hanyalah manajer dan produser. Dalam perkembangan kedudukan sutradara, beberapa kejadian penting dapat dicatat, yaitu sebagai berikut : 1. Pada saat Saxe Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin, pada tahun 1874-1890. Saat itu dipentaskan 2591 drama di wilayah Jerman. Kemudian mengadakan tour ke seluruh Eropa. Dengan peristiwa itu, dirasa kebutuhan akan adanya sutradara yang mengkoordinasikan pementasan-pementasan. 2. Gurdon Craig (1872), putra Ellen Terry mempelopori penyutradaraan sehingga namanya sangat terkenal. Sampai kini, nama Craig dipuja sebagai sutradara genius. Dia dinyatakan sebagai sutradara yang memaksakan gagasannya kepada aktor/aktris. Melalui dirinya diperkenalkan seniman teater baru yang disebut sutradara. 3. Constantin Stanilavsky (1863-1938) merupakan sutradara Rusia yang terbesar. Ia mendirikan Moscow Art Theater. Dengan penyutradaraannya, dihilangkan sistem bintang, dan ia merupakan pelopor penyutradaraan yang mementingkan sukma. b. Tugas Sutradara Sebelum membahas lebih jauh tentang tugas-tugasnya, maka sutradara harus mengerti hal-hal yang berhubungan dengan pementasannya, misalnya : 1. Arti pementasann dan mengapa kontruksi pementassan harus disusun rapi. 2. Mengerti sikap karakter dan juga peranannya di dalam pementasan. 3. Mengerti bagaimana scene yang dibutuhkan, kostum, dan peralatan lampu yang sesuai. 4. Mengerti latar belakang pengarang naskah, periode pementasan, gambaran lingkungan dan juga gambaran audience yang akan menyaksikan. 5. Mampu memilih kata dan ungkapan yang usang, sehingga dipahami penonton.

2. Penyutradaraan

6. Mampu menghadirkan lakon sesuai dengan waktu dan tempat pementasan, sehingga suasana hakiki dapat dihayati. 7. Mampu menghadirkan image visual atau image kunci dengan dekorasi yang menggambarkan suasana yang sesuai. Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang sutradara, yaitu merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor/aktris, dan mengorganisasi produksi. Dalam hal ini, sutradara bertindak sebagai artis, guru dan eksekutif. Merencanakan Produksi Sutradara haruslah mampu menangkap pesan dan tema naskah tersebut, nada dan suasana drama secara menyeluruh juga harus dipahami. Untuk menjadi seorang sutradara, seseorang harus mempersiapkan diri melalui latihan yang cukup serius, memahami akting dan memahami cara melatih akting dan memahami seluk beluk perwatakan sebagai dimensi dalam diri seorang peran. Untuk memimpin pementasan drama besar, sebaiknya seorang calon sutradara mulai dengan berlatih memimpin drama yang sederhana, dengan latar belakang waktu masa kini yang tidak membutuhkan berbagai persiapan rumit. Mempersiapkan calon aktor secara seksama dapat dilakukan sebelum casting ditentukan, sutradara harus mempertimbangkan secara masak dan dewasa, dari berbagai segi tentang penunjukkan aktor atau aktris. Di samping menyesuaikan dengan karakternya, baik secara psikologis, sosiologis maupun fisiologis, faktor kecerdasan, kemudian latihan. Dan faktor kepribadian calon pemimpin harus mendapat perhatian. Untuk suatu naskah tertentu, sutradara dengan kondisi pemain yang dipilih, dapat memperkirakan beberapa kali latihan yang dibutuhkan. Dengan demikian, dapat dibuat timeschedule yang terperinci. Jika waktu pementasan sudah ditentukan, maka timeschedule ini dapat lebih bersifat pasti. 1. Memimpin Latihan Periode latihan dapat dibagi menjadi empat periode besar, yaitu : 1. Latihan pembacaan teks drama. 2. Latihan blocking (pengelompokan). 3. Latihan action atau latihan kerja teater. 4. Pengulangan dan pelancaran terhadap semua yang telah dilatih. Latihan untuk aktor ini, berhubungan dengan pembinaan akting, blocking, crossing pemain, penyesuaian dengan teknis pentas, dengan musik dan sound system. Pembinaan aktor juga menyangkut teknik muncul, teknik menekankan isi, teknik progresi dan teknik membina puncak. 1. Teori Rendra Rendra mengemukakan sebelas langkah dalam menciptakan peran, yaitu : 1. Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang peran dalam drama itu. 2. Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus dikerjakannya, kemudian ditinjau, manakah yang harus ditonjolkan sebagai alasan untuk tindakan tersebut. 3. Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus ditonjolkan. 4. Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna tersirat untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar. 5. Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap dan langkah yang dapat mengekspresikan watak tersebut di atas.

6. Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar gerakan-gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan. 7. Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadap ucapan serta penekanannya pada watak-watak sang peran itu. 8. Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap perincian watak-watak itu, disajikan dalam tangga menuju puncak, dan tindakan yang terkuat dihubungkan dengan watak yang terkuat pula. 9. Mengusahakan agar perencanaan tersebut tidak berbenturan dengan rencana (konsep) penyutradaraan. 10.Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran, dan diusahakan atau diharapkan agar menjadi kebiasaan oleh sang peran. 11.Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajinasi dengan jalan pemusatan perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan 12. Teknik Berlatih menurut Rendra Dalam buku yang sama Rendra memberikan teknik pembinaan peran. Sutradara perlu melatih hal-hal tersebut kepada aktor secara terperinci, dan samapi lancar, dalam arti penjiwaan peranan bukan lagi sampai menghapalkan, tetapi sudah dihidupi oleh batin sang peran. Gerak dan tingkah lakunya sendiri melebur dalam peran, sehingga antara peran dan pemeran telah lebur jadi satu. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Teknik Muncul Kemunculan peran utama dan peran tambahan haruslah dibedakan. Peran utama harus diberi tekanan ketika pertama muncul. Penekanan kepada peran tambahan, akan merusak struktur dramatis. 2. Teknik Memberi Isi Teknik memberi isi berhubungan dengan penonjolan perasaan pada bagian-bagian dialog yang diucapkan, di balik akting yang dibawakan selama pertunjukan. Teknik pemberian isi tersebut meliputi : a. Kalimat (dengan memberi tekanan, nada dan kecepatan yang berubah). b. Gerakan (gerakan muka atau mimik maupun gerakan tangan, kaki, kepala, dan sebagainya). 3. Teknik Pengembangan (Progresi) Progresi dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Variasi pengucapan, dengan menaikkan volume suara, diikuti menaikkan tinggi suara, kemudian menaikkan kecepatan tempo suara dan diakhiri dengan penurunan volume, tinggi nada dan kecepatan tempo suara. b. Pengembangan dengan variasi jasmaniah, dengan menaikkan posisi jasmani, diikuti dengan berpaling, kemudian berpindah tempat, kemudian melakukan gerakan anggota badan dan akhirnya dengan ekspresi air muka. Kedua teknik, yaitu suara dan gerakan jasmaniah itu hendaknya dipadukan secara harmonis dalam rangka progresi. 4. Teknik Pembinaan Puncak-puncak Agar puncak-puncak itu menonjol, pengembangan sebelum puncak harus ditahan tingkatannya. Penahanan itu berupa penahanan intensitas emosi, penahanan reaksi terhadap perkembangan, hubungan antara menahan suara dan gerakan, saling mengisi antara dua pemain (yang

satu keras dan yang satu lamban), dan dengan cara memindahkan tempat pemain di pentas. 5. Teknik Timing Ada beberapa hal yang dibicarakan Rendra dalam permasalahan timing ini, yaitu sebagai berikut Hubungan waktu antara gerakan jasmani dengan kata yang\diucapkan. Akibat yang ditimbulkan timing, bila dipergunakan untuk memberikan tekanan. Jika itu erat sekali hubungannya dengan kata yang diucapkan, maka akan memberikan penekanan kepada kata yang diucapkan itu. 6. Terlalu Banyak Penjelasan Rendra membagi yang over menjadi tiga macam, yaitu: over akting, obvius akting, dan ham akting. 7. Mengatur Tempo Sutradara harus mengatur cepat lambatnya permainan, sehingga konflik drama dapat menanjak dan mencapai klimaksnya, sesuai dengan harapan naskah. 8. Mengatur Sikap dan Gerak Yakin Sikap pemain harus diatur dan ditentukan secara cermat. Sikap itu harus memancarkan keyakinan yang penuh dari pemain atas peran yang dibawakan. Pemain harus dijiwai oleh gerak yakin, yaitu gerak yang disertai alasan yang kuat. Kalau tidak ada alasan, lebih baik rileks, mengatur pernapasan, untuk suatu gerak yang kelak dibutuhkan. Cara Menanggapi dan Mendengar Dua pemain yang berdialog di atas pentas, berusaha menampilkan kehidupan yang benar-benar menyakinkan penonton. Sikap pemain pada saat mendengarkan dan menanggapi dialog lawan main, harus mendapatkan perhatian sutradara. 9. Menyesuaikan dengan Teknik Pentas Dalam berjalan, bergerak, blocking, berbicara dan sebagainya, maka pemain harus menyesuaikan diri dengan teknik pentas, seperti lighting, dekorasi, musik, suara-suara, dan gerakan yakin, yang benar-benar dijiwainya. Tahap-tahap penyesuaian dengan teknik merupakan tahap penting. Karena pemain harus menghayati dunianya yang baru, yaitu dunia imajinasi.

Tata Rias dan Tata Kostum


1. Tata Rias
1. Sejarah Tata Rias Rias wajah bukan merupakan hal yang baru untuk dikenal atau dipergunakan. Sejak ribuan tahun yang lalu rias wajah sudah dikenal dan diterapkan oleh kaum wanita khususnya, dimana setiap negara dan bangsa mempunyai ciri-ciri dan tanda-tanda ataupun standard tertentu akan arti cantik. Warna- warni untuk rias wajah yang dikenal sejak zaman dulu adalah warna putih, merah dan hitam, yang diambil dari daun-daunan, kulit pohon yang ditumbuk, atau batu-batuan berwarna yang dihaluskan dan dikenakan pada wajah. Nenek moyang kita mengenal cengkeh yang dibakar untuk menghitamkan alis, bubuk beras dan telur untuk bedak. Semua digunakan untuk mempercantik diri diambil dari alam sekelilingnya. Perkembangn zaman, manusia mulai mengenal listrik, mengenal film baik hitam putih maupun berwarna. Sesuai perkembangan zaman berkembang pula teknologi seingga warna-warni di dalam dunia rias merias juga makin meningkat, karena segala macam warna dapat diserap oleh film berwarna. Sejalan dengan itu produk kosmetik makin banyak.

2. Pengertian Rias Wajah Tata rias wajah adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang seni mempercantik diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan kosmetik dengan cara menutupi atau menyamarkan bagian-bagian yang kurang sempurna pada wajah maupun bagian-bagian yang sempurna atau cantik pada wajah dengan warna yang terang. 3. Tujuan Merias Wajah Tujuan merias wajah adalah untuk mempercantik diri pada umumnya, khususnya wajah agar kelihatan segar dan cantik. Berdasarkan jenis rias, tata rias dapat diklasifikasikan menjadi 8 jenis rias, yaitu sebagai berikut : a. Rias Jenis Rias yang mengubah peran, misalnya peran laki-laki diubah menjadi peran wanita. b. Rias Bangsa Rias yang mengubah kebangsaan seseorang, misalnya orang Indonesia yang menjadi orang Belanda. c. Rias Usia Rias yang mengubah usia seseorang, misalnya orang muda berperan sebagai orang tua atau sebaliknya. d. Rias Tokoh Rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru. Misalnya seseorang pemuda bisa berperan sebagai superman. e. Rias Watak Rias sesuai dengan watak peran. Misalnya tokoh sombong, pelacur, penjahat, dan lain-lain. f. Rias Tempat Rias dibedakan karena waktu tertentu. Misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur pesta, sekolah, dsb. g. Rias Aksen Rias yang hanya memberi tekanan kepada pelaku yang mempuyai analisis sama dengan tokoh yang dibawakan. h. Rias Lokal Rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa peran saat itu. Misalnya rias dipenjara, petani, dipasar, dsb. 4. Rinsip-prinsip Tata Rias Wajah Untuk menentukan rias wajah pertama kali kita perlu mengoreksi bentuk wajah dan bagian- bagian wajah seperti mata, hidung, bibir dan bentuk alis, untuk melakukan suatu koreksi dipergunakan warna gelap dan warna terang. a. Warna Gelap/Shading merupakan warna bayangan yang memberi kesan menyamarkan, mengurangi, mencekungkan atau mengecilkan. Warna tersebut adalah warna kecoklatan dan semua warna yang gelap atau warna yang dicampur dengan warna hitam. b. Warna Terang/Tint memberi kesan menonjolkan, menggembungkan, meninggikan dan melebarkan. Warna tersebut adalah putih, silver dan lain-lain yang terang. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan Tata Rias Wajah : a. Kosmetik Pilihlah kosmetik yang tepat dan bermutu baik untuk mempercantik wajah anda.

b. Pembersih Kulit Wajah Sebelum melakukan rias wajah kulit muka harus dalam keadaan bersih. c. Pemilihan Alas Bedak Pilihlah alas bedak yang sesuai dengan warna kulit anda. d. Pemilihan Bedak Pilihlah bedak yang warnanya dilihat dari foundation (dasar bedak) yang digunakan, kalau dasar bedak warna gelap maka bedak dipilih warna yang setingkat lebih muda dari warna dasar bedak. e. Pemilihan Rias Mata, Perona Bibir dan Pipi Pililah rias mata, perona bibir dan pipi yang sesuai atau serasi dengan busana. f. Jenis Kulit Misalnya untuk kulit kering sebaiknya digunakan kosmetik yang mengandung minyak dan sebaliknya. g. Usia Faktor usia juga harus diperhatikan dalam tata rias wajah, korektif ini menyesuaikan gaya tata rias dengan wajah. h. Waktu dan Suasana Sesuaikan tata rias wajah dengan keadaan, waktu, apakah untuk siang atau malam hari. Pakailah tata rias sederhana pada siang hari dan yang lebih tebal pada malam hari. Berdasarkan sifatnya, tata rias diklasifikasikan menjadi 5, yaitu : 1. Base (dasar) Rias dasar ini harus dipakai. Biasanya pemain pria karena tergesa-gesa hanya dengan memakai base. 2. Foundation Jenis alat rias ini dapat berwujud stick atau pasta, berfungsi sebagai alas sebelum menggunakan bedak. 3. Lines Lines ini berguna untuk memberikan batas anatomi wajah. 4. Rouge Rouge untuk menghidupkan bagian pipi dekat mata, tulang pipi, dagu dan kelopak mata. 5. Cleansing (cream) Cream pembersih ini harus ada karena secara efektif dapat menghilangkan semua rias kita.

2. Tata Kostum/Pakaian
Seperti halnya rias, tata pakaian membantu aktor membawakan peranannya sesuai dengan tuntutan. Jika rias dan kostum ini agak asing dan ada dalam jumlah cukup banyak, diperlukan latihan penyesuaian diri dengan rias dan kostum. Berdasarkan tujuan pemberian kostum pada aktor dan aktris, tata pakaian dapat dirumuskan bertujuan untuk hal-hal berikut : a. Membantu mengidentifikasi periode saat lakon itu dilaksanakan. Dengan kostum tersebut kita dapat mengelompokan apa yang cocok untuk orang tua/muda. b. Membantu mengindividualisasikan pemain. c. Menunjukan asal-usul dan strategi sosial orang tersebut. Dengan kostum tersebut kita dapat melihat asal-usul seseorang, misal adat Palembang, Jawa, Banjar dan lain-lain. d. Kostum juga akan menunjukkan waktu sesuai dengan zaman / trend yang sedang berlangsung. e. Kostum juga mengeskpresikan usia orang itu.

f. Kostum juga mengekpresikan gaya permainan. g. Kostum, bagaimanapun rumitnya juga harus membantu gerak-gerik aktor dipentas dan membantu aktor mengekspresikan wataknya. Berdasarkan sifat dan fungsinya, pakaian ada yang digunakan sebagai berikut : a. Pakaian Dasar/Foundation Pakaian dasar ini entah kelihatan atau tidak merupakan bagian kostum yang berikan silvet (latar belakang) pada kostum. b. Pakaian Kaki (sepatu) Style dari sepatu disamping memberikan efek visual pada penonton, juga mempengaruhi gaya jalan dari aktor. c. Pakaian Tubuh (body) Pakaian tubuh disesuaikan dengan kebutuhan lakon, dan mempertimbangkan usia watak, status sosial, keadaan emosi, dsb. d. Pakaian Kepala Pakaian kepala ini dapat berupa mahkota, topi, kopiah, gaya rambut, sanggul, wig, topeng, dsb. e. Kostum Pelengkap (aksesoris) Kostum pelengkap ini dimaksudkan untuk memberikan efek dekoratif, efek watak, atau tujuan lain yang belum dicapai dalam kostum yang lain. Berdasarkan tipe pakaian tata pakaian dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Kostum Histories Kostum yang disesuaikan dengan periode-periode spesifik dalam sejarah. b. Kostum Modern Kostum yang dipakai oleh masyarakat masa kini. c. Kostum Nasional Kostum dari dearah-daerah atau tempat spesifik. d. Kostum Tradisional Kostum yang disesuaikan dengan karakter spesifik secara simbolis. Untuk dapat menyediakan kostum yang sesuai dan tepat bagi aktor, maka kita harus mempelajari watak peran, usaha riset periode sejalan dan pakaian nasional yang dibawakan. Sebagai contoh : untuk memberikan kostum pada film November 1928, teguh karya dan asistennya mengadakan riset yang mendalam tentang pakaian, bentuk pistol, ikat kepala, bedil, sanggul, seragam militer. Pakaian lurah, dsb. Dari periode itu kostum berfungsi untuk memberikan latar belakang fisik dan psikis.

Tata Cahaya dan Tata Suara


1. Tata Lampu
a. Tujuan Tata Lampu Lampu dapat memberikan pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) atau penunjuk waktu (pagi, sore) dan suasana pentas. Secara lebih jelas tujuan tata lampu dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Penerangan terhadap pentas dan aktor. Dengan fungsi ini, pentas dengan segala isinya dapat terlihat jelas oleh penonton. Penerangan juga dapat mengandung arti penyinar. Artinya menyoroti bagian-bagian yang ditonjolkan, sehingga lebih tampak jelas, sesuai dengan tuntutan dramatik lakon. 2. Memberikan efek alamiah dari waktu, seperti jam, musim, cuaca, dan suasana.

3. Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga terdapat efek sinar dan bayangan. 4. Melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya. Dalam hal ini, efek tata warna sangat penting kedudukannya. 5. Tata lampu juga dapat mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon, guna mengungkapkan gaya dan tema lakon itu. 6. Tata lampu juga mampu memberikan variasi-variasi, sehingga adegan-adegan tidak statis. Lampu yang digunakan hendaknya berwarna-warni, agar mampu memberikan efek psikologis dan variasi. Disamping itu juga harus ada pengaturan derajat ketajaman sinar (voltase). Juru lampu harus membuat alat tata lampu ini semudah mungkin, sepraktis mungkin, dan juga harus disertai perencanaan tata lampu yang mendetail untuk suatu lakon yang disiapkan (lighting plot). Sakelar untuk setiap warna dan jenis sinar, diberi tanda khusus, dan dibedakan letaknya secara baik. Dalam teater arena dan teater modern, peranan lampu ini sangat penting, dan diharapkan mampu mengganti dekorasi. b. Jenis-jenis Lampu Berdasarkan fungsi dari tata sinar, maka lampu dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut : 1. Lampu Primer Sumber sinar yang langsung menerangi benda-benda atau obyek lainnya, dan mengakibatkan menimbulkan bayangan. 2. Lampu Sekunder Lampu yang bertugas menetralisir bayangan yang timbul oleh lampu primer. Penempatannya sedemikian rupa, sehingga bayangan yang menggangu visualisasi terhadap lakon, dapat dinetralkan. Jenis lampu skunder ini juga dipertimbangkan fungsi lainnya, yaitu untuk menghidupkan panggung beserta dekorasinya. 3. Lampu untuk Latar Belakang Lampu khusus untuk menerangi cyclorama. Untuk pentas, biasanya digunakan 3 ways lighting system, sedangkan untuk akhir pentas, digunakan ways lighting system. Perlu diperhatikan tata lampu untuk memperhidup lighting. Oleh sebab itu, lampu primer harus disusun sebaik mungkin, sehingga fungsi menghidupkan akting dapat dicapai. Untuk sekedar mengerti apa ayng harus disiapkan sehubungan dengan lampu ini, perlu diketahui bahwa alat tata sinar ada 3 macam. Dalam teater sederhana (sekolah) sebaiknya alat ini dimiliki semaksimal dapat diusahakan. 1. Strip Light Penataan lampu yang berderet. Deretan lampu ini dapat diberi sekat (copartment system) dan dapat juga tanpa sekat (open system). Deretan lampu disusun dalam kotak khusus yang mampu memancarkan sinar dengan terarah. Biasanya ditempatkan di lantai atau di atas pentas. Footlight, adalah strip light yang diletakkan di lantai depan pentas, sedangkan borderlight diletakkan di atas pentas, digantungkan di belakang border (pembatas). 2. Spot Light Lampu dengan sinar yang kuat, dan berguna untuk memberikan sinar pada suatu titik atau bidang tertentu. Dalam spotlight, sinar-sinar yang kuat dikumpulkan dalam kotak metal dan dipantulkan oleh sinar reflektor dipancarkan melalui lubang bundar ke titik sasaran. 3. Food Light

Sumber sinar yang memiliki kekuatan besar, tapi tidak menggunakan lensa seperti spotlight. Keluar masuk, drop, dan ciclorama. Dapat juga diletakkan di atas pentas, untuk menerangi pentas dan backdrop.

2. Tata Suara
Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara (sound system), melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton. Musik pengiring dimainkan dibelakang layar agar tidak terlihat penonton. Kalau terlihat, permainan drama menjadi kurang baik, karena ada semacam persaingan antara pemain musik dan pemain drama di panggung. Tugas mengatur tata suara ini dapat didobel oleh juru musik. Akan tetapi jika dibutuhkan sound effect yang cukup banyak, harus ada petugas tersendiri. Suara yang mengiringi suatu adegan dan sebelum/sesudah adegan, bahkan mungkin juga mengakhiri adegan atau mengakhiri pertunjukan adalah sesuatu yang harus disiapkan secara matang dan menyuarakannya harus tepat waktu (tidak terlambat atau terlalu cepat). Peran suara ini benar-benar menentukan jika menjadi pelengkap adegan yang ikut diucapkan dalam dialog para pelakunya. Suara-suara yang memberi efek itu, misalnya suara tangis, suara anjing melolong, suara marga satwa, suara air terjun, dan sebagainya. Suara-suara itu akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton. Baik musik maupun sound effect hanya berperan untuk memberi efek psikologis dan menghidupkan adegan. Sebab itu, juru musik dan juru suara harus mementingkan lakon lebih dari terbuai atas musik atau suaranya. Musik dan suara itu mengabadi pada lakon. Disuarakan tepat pada waktunya, dan cepat diperkecil volumenya, lamatlamat, untuk menghilangkan secara bertahap jika dialog sudah berjalan. Musik dan suara yang melebihi porsi akan menggangu, bahkan dapat menggagalkan lakon. Secara teknis sumber listrik untuk lampu, sound dan musik ini hendaknya dibedakan. Demikian pula, jika diberikan pengeras untuk musik dan sound, hendaknya dibedakan dengan pengeras suara untuk pentas. Jika salah satu terganggu tidak akan menggangu seluruhnya. Dan jika disuruh memilih, maka pengeras untuk pentas, untuk dialog aktor merupakan pengeras yang paling vital dan tidak boleh terganggu. a. Tata Musik Peranan musik dalam pertunjukan drama sangatlah penting. Musik dapat menjadi bagian lakon, tetapi yang terbanyak adalah sebagai ilustrasi, baik sebagai pembuka seluruh lakon, pembuka adegan, memberi efek pada lakon, maupun sebagai penutup lakon. Tata suara berfungsi memberikan efek suara yang diperlukan lakon, seperti suara ketepak kaki kuda, tangis, bunyi tembakan, bunyi kereta api, mobil, burung berkicau, dan sebagainya. Untuk memberikan efek tertentu, musik sering digabung dengan suara (sound effect). Misalnya dalam memberi efek terkejut, panik, tegang, sedih, gembira meluap-luap, perkelahian, musik berbaur dengan sound efect sangat menghidupkan adegan. Musik disamping sering harus digunakan bersama sound effect, juga dengan komponen pentas yang lain. Misalnya untuk menggambarkan suasana hujan angin dengan suasana kalut, musik dibantu oleh bunyi hujan, bunyi guruh dan petir, serta kilat yang diperoleh dari tata lampu. Fungsi yang diharapkan dari tata musik dirumuskan sebagai berikut : 1. Memberikan ilustrasi yang memperindah. Karya drama merupakan karya seni. Maka perlu ada penghiasnya. Kalau tanpa hiasan rasanya cemplang. Hiasan pada awal dapat memikat penonton, dan membawa ke arah perhatian pada pentas. Hiasan pada akhir lakon sekaligus mempersilahkan penonton pulang. 2. Memberikan latar belakang. Latar belakang ini dapat berarti latar belakang kebudayaan, latar belakang sosial, atau keagamaan. Dapat juga latar belakang karakter. Begitu mendengar gamelan Jawa, maka kita langsung terkesan bahwa adegan ini berlatar belakang Jawa. Musik hingar bingar yang mengikuti selera masa kini, dapat memberi latar belakang adegan kaum muda. Latar

3.

4.

5.

6.

7.

belakang Kristiani atau Muslim dapat diberikan dengan musik khas dari agama tersebut. Latar belakang watak kasar atau halus dapat diberikan melalui musik dengan nada dan irama yang spesifik. Memberikan warna psikologis. Untuk menggambarkan warna psikologis peran, musik sangatlah besar manfaatnya. Peran yang sedih, kacau, terkejut, gembira, semua dapat diberikan tekanan dengan musik yang sesuai. Dalam wayang dan ketoprak adegan perang tidak pernah hidup tanpa iringan gamelan yang cocok. Demikian pula adegan cekcok dalam drama, membutuhkan iringan musik yang sesuai. Ada kalanya terjadi adegan tanpa dialog. Pada saat ini musik memegang peran yang sangat penting untuk memberikan warna psikologis pada pemain. Warna psikologis yang didukung oleh musik mendapat warna individual, terlebih adalah warna psikologis dari adegan. Memberi tekanan kepada nada dasar drama. Nada dasar drama harus dipahami oleh penonton. Dengan musik yang sesuai yang dapat mengungkap jiwa dari drama itu, penonton akan terhanyut ikut terlibat dalam suasana batin yang pokok dari drama tersebut. Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, dan progresi. Di samping itu juga membantu pemberian isi serta meningkatkan irama permainan. Semua ini berhubungan dengan alur dramatik yang menanjak menuju titik klimaks. Dalam wayang dapat disimak, bahwa jenis iringan gamelan semakin malam semakin berirama keras, karena untuk keperluan meningkatkan tempo permainan dan menanjakkan konflik. Memberi tekanan pada keadaan yang mendesak. Misalnya mendengar berita tidak disangka-sangka, dengan musik yang cocok, tanggapan perasaan peran dapat lebih nyata daripada dengan ucapan. Memberikan selingan. Variasi di pentas sangat perlu, semua itu agar penonton tidak lelah dan bosan.

b. Ilustrasi dan Efek Suara Di pentas dipasang pengeras suara dengan microphone yang cukup memadai. Peran microphone ini sangat penting jika lakon drama ada pada dialog. Jika microphone tidak cukup dan tidak kuat kepekaannya (sensitif), maka kegagalan akan terjadi karena dialog tidak dapat didengar penonton. Pengeras suara sebaiknya menyewa yang cukup sensitif dengan daya watt out put yang besar, selain itu dipasang microphone yang memadai sehingga dialog akan dapat didengar penonton.

1. Panggung

Tata Panggung dan Dekorasi

Tata pentas dan Dekorasi, sebenarnya orang yang amat berkepentingan dengan medan ini untuk bermain adalah sang sutradara dan aktor. Dan pada hakikatnya, pada saat sang sutradara menjalankan tugsanya, ia sedang melukiskan peristiwaperistiwa sosial yang amat penting. Panggung perlu pula diketahui calon aktor yang tidak boleh tidak pada saatnya nanti bakal berhubungan dengan sang sutradara. Bahkan mungkin suatu etika aktor itu sendiri harus menyutradarai pementasan sebuah senario. Banyak seniman drama atau seniman film yang tidak puas hanya jadi pemain. Mereka mempunyai ambisi untuk mengekspresikan konsepnya tentang akting. Karena itu pemain-pemain ini juga tampil sebagai sutradara. Misalnya Orson Elles dan W.S. Rendra. a. Arah dalam Panggung Daerah penonton yang terlihat oleh penonton disebut ruang permainan, playing space, atau tempat para pemain berakting. Kecuali bagian depan, tempat bermain ini pada saat pementasan ditutup dengan dinding yang dapat dipindahpindah atau ditutup slide wing, sayap samping terbuat dari papan atau kerangka logam berlapis kain. Di balik dinding wing disebut backstage, balik panggung,

belakang panggung. Di balik panggung inilah para pekerja pentas berada. Antara lain souffler, pembisik bagi aktor bila aktor lupa teks dialognya. Para pemain sering pula menunggu giliran tampil dengan dudukdi kursi yang tersedia di balik panggung atau di ruang rias, ruang make up.

b. Wilayah Panggung Henning Nelms membagi panggung menjadi enam daerah. Garis batas pemisah ini tentu saja tidak akan kita temukan. Ia bersifat maya. Kita anggap sebagai ada, dan sangat berguna pada saat-saat latihan. Tiap wilayah, daerah, atau petak dalam pentas mempunyai kualitas tertentu. Pengambilan posisi seorang pemain pada suatu petak, juga blocking. Pengelompokan atau grouping beberapa pemain pada kotak tertentu akan mengungkapkan kandungan perasaan yang berbeda, sesuai dengan watak pelaku. c. Watak Petak Calon aktor harus menghafal benar petak-petak ini hingga tidak perlu mengingat setiap akan melakukan perpindahan tempat.

2. Tata Pentas dan Dekorasi


a. Macam-macam Pentas Ada beberapa jenis pentas dan teater modern, yaitu Pentas Konvensional, Pentas Arena, Revolving dan Elevator Lift. Dalam pentas diperlukan latar belakang suasana yang mendukung keadaan di pentas. Latar belakang itu harus bermakna. Latar belakang lazim disebut scenery, yaitu latar belakang dimana pentas diadakan untuk mempertunjukkan lakon. Scenery meliputi segala macam hiasan dan lukisan yang melingkupi daerah permainan. Menurut struktur settingnya, ada dua scenery, yaitu Drop dan wing setting, dan Box setting. Dalam rop dan wing setting, dan box setting, terdapat beberapa catatan, Jika kedua sisi pentas terbuka, sehingga pemain keluar masuk melalui wing setting yang demikian disebut drop and wing setting, sedangkan jika sisi lain tertutup, sehingga pemain masuk keluar melalui opening khusus, disebut box setting. Ada hubungan antara scenery dan dekorasi. Fungsi dekorasi adalah untuk memberikan latar belakang. Dekorasi dapat berwujud scenery, tetapi sering hanya melatar belakangi. Berdasarkan tempat mewujudkannya, ada dua macam dekor, yaitu : 1. Interior setting, jika lakon dipentaskan di dalam rumah. 2. Exterior setting, jika lakon dipentaskan terjadi pada alam terbuka. Klasifikasi dekor didasarkan atas aliran-aliran kesenian yang dianut oleh penulis drama, atau sutradara, atau dekorator (bila dia diberi wewenang). Naturalisme, Realisme, Impresionisme. Ekspresionisme, Simbiolisme. Ada beberapa tugas scenery, yang erat hubungannya dengan dekor yang dipasang, yaitu: Scenery harus mampu membantu aktor. John Dolman menyatakan bahwa bagi aktor scenery harus mampu menjadi hal-hal berikut ini. a. b. c. d. e. Tempat berlindung. Dekorasi. Sugesti terhadap mood. Sugesti terhadap tempat kejadian. Pelukisan tempat kejadian.

Scenery harus mampu menghindarkan kekacauan, scenery harus mampu melengkapi elemen dekorasi, scenery dan setting harus mampu mengungkapkan atmosphere (suasana) dan mempengaruhi mood, scenery harus mampu memberi kesan terhadap waktu dan tempat permainan.

Perlengkapan pentas dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu Set props, Hand props, Trum props dan Effects.

b. Komposisi Pentas Komposisi pentas harus memberikan pandangan yang indah, hangat, dan menarik. Adapun aspek motif meliputi hal-hal berikut Kewajaran, Komposisi pentas tampak wajar, Menceritakan kisah Komposisi pentas tidak boleh sembarangan. Tetapi harus membantu mengungkapkan cerita dan Menggambarkan emosi. Komposisi pentas yang acak-acakan akan membantu suasana emosi para pemainnya, Mengidentifikasikan perwatakan, Watak secara sosiologis akan didukung oleh komposisi pentas yang tepat.

Manajemen Teater
1. Manajemen Produksi
a. Produser Pruduser adalah orang yang membiayai segala keperluan dalam pementasan darama. Setiap kali pementasan drama, produserlah yang merupakan faktor yang paling utama, apakah pementasan drama dapat dilaksanakan atau tidak. Dalam pementasan drama tidak sedikit biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, dengan adanya produser maka biaya tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh produser. Walaupun demikian, unsur-unsur pementasan drama yang lain juga merupakan faktor yang penting juga dalam pementasan drama. Dengan kata lain baik produsen maupun unsur yang lain adalah suatu yang tak dapat dipisahkan antara satu sama lain. b. Pemain Pemain adalah orang yang memeragakan cerita. Berapa pemain yang dibutuhkan, tergantung berapa banyak tokoh yang ada dalam naskan drama yang akan dipentaskan itu. Sebab, setiap tokoh akan diperankan seorang pemain. Agar berhasil memerankan tokoh-tokoh tadi, pemain harus dipilih secara tepat. Kalau drama itu pemainnya campuran, untuk menentukan pemain tentu lebih mudah daripada tidak campuran. Yang dimaksud tidak campuran adalah para pemain terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua. Juga, pemain laki-laki dan perempuan sebab, kalau pemain-pemainnya campuran, untuk memainkan tokoh ayah tentu lebih baik dipilih pemain orang tua saja. Sebaliknya, pemain anak-anak pemerannya anak-anak saja. Demikian pula tokoh remaja putra atau putri juga lebih baik diperankan oleh remaja putra atau remaja putri. Dengan demikian, keadaan fisik pemain sudah mirip atau mendekati tokoh yang diperankan. Seorang pemain harus benar-benar bisa Sepeerti tokoh yang diperankan. Untuk itu ia harus menguasai dan mampu memerankan watak, tingkah dan busana atau yang lain yang mendukung perannannya. Dalam upaya memilih pemain drama yang tepat, cara berikut ini dapat diterapkan : 1. Pertama-tama naskah drama yang sudah dipilih itu harus dibaca berulangulang agar semuanya dapat dipahami. Dan dialog para tokoh (dan penjelasan lain) dapat diketahui watak tiap-tiap tokoh dalam naskah drama itu. 2. Setelah diketahui watak tiap-tiap tokoh, lalu dipilih pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing tokoh. 3. Kemampuan pemain menjadi pertimbangan penting pula. 4. Sebaiknya dipiih pemain yang pintar. Artinya, dalaim waktu tidak terlalu lama berlatihnya, dia sudah bisa memainkan tokoh seperti yang dikehenclaki naskah.

Kemampuan bermain drama dapat dipelajari. Yang berminat dapat mempelajarinya lewat berbagai buku tentang cara bermain drama. Bahkan bagi pemain serius dapat mendalaminya lewat sekolah. Di Yogyakaria ada sekolah khusus tentang drama, yaitu Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), di akademi ini diajarkan antara lain cara-cara berakting, atau lebih luasnya cara-cara bermain drama. Di Jakarta, sekolah khusus yang mengajarkan cara bermain drama ialah Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Taman lsmail Marzuki (TIM). c. Penonton Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama. Bagaimanapun sempurnanya persiapan, kalau tak ada penonton rasanya drama tak akan dimainkan. Jadi, segala unsur drama yang telah disebutkan sebelumnya pada akhirnya semuanya untuk penonton. Persis seperti juru masak di restoran, aneka bahan dipilih, bermacam bumbu digunakan, berbagai teknik pengolahan diterapkan, semua itu untuk pelanggan agar pelanggan mau datang, membeli, dan menikmatinya. Kalau masakan enak dan harganya cocok biasanya pelanggan puas dan akan datang lagi pada waktu lain. Pelanggan semakin banyak sehingga pengusaha rumah makan itu memetik keuntungan besar, usahanya sukses. Demikian pula pertunjukan drama. Kesuksesannya bisa diukur dari banyaksedikitnya penonton. Kalau penontonnya banyak dan kebanyakan merasa puas berarti pertunjukan drama itu dapat dikatakan sukses besar. Siapakah penonton? Penonton adalah orang-orang yang mau datang ketempat pertunjukan. Biasanya mereka mau meninggalkan rumah dan kesibukannya untuk menonton drama karena merasa yakin hahwa lakon dan pemainnya bagus. Kalau sudah yakin benar mereka akan datang menonton meskipun harus mengeluarkan uang untuk membayar harga tanda masuk. Memang, tidak semua penonton wajib membeli tiket. Banyak pula penonton drama gratis. Meskipun demikian, penonton tetap berharap agar drama yang ditontonnya bisa menyenangkan hati mereka.

2. Manajemen Artistik
a. Naskah Bila kita akan mengadakan pertunjukan, yang kita butuhkan pertama-tama adalah naskah drama. Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan. Bahkan kadang-kadang juga dilengkaapi penjelasan tentang tata busana, tata lampu, dan tata suara (musik pengiring). Naskah drama bentuk dan susunannya berbeda dengan naskah cerita pendek atau novel. Naskah cerita pendek atau novel berisi cerita lengkap dan langsung tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebaliknya, naskah drama tidak mengisahkan cerita secara langsung. Penentuan ceritanya diganti dengan dialog para tokoh. Jadi, naskah drama itu mengutamakan ucapanucapan atau pembicaraan para tokoh. Dari pembicaraan para tokoh itu penonton dapat menangkap dan mengerti seluruh ceritanya. Pemain drama dibagi dalam babak demi babak. Setiap babak mengisahkan peristiwa tertentu. Peristiwa itu terjadi di tempat tertentu, dalam waktu tertentu, dan suasana tertentu pula. Misalnya drama itu terdiri dan tiga babak, berarti babak I, babak II dan babak III. Tiap-tiap babak menggambarkan peristiwa yang berbeda. Begitu pula tempat, waktu dan suasananya pun berbeda. Dengan pembagian seperti itu, penonton memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap peristiwa berlangsung di tempat. waktu, dan suasana yang berbeda. Untuk memudahkan para pemain drama, naskah drama ditulis selengkap-lengkapnya, bukan saja berisi percakapan, melainkan juga disertai keterangan atau petunjuk. Petunjuk itu misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-benda peralatan yang diperlukan dalam setiap babak, dan keadaan panggung setiap babak. Juga tentang bagaimana dialog diucapkan, apakah dengan suara lantang, lemah atau dengan berteriak. Pendek kata, naskah drama itu benar-benar sudah lengkap dan sudah siap dimainkan dipanggung.

b. Sutradara Sutrada adalah pemimpin dalam pementasan drama. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terbadap kesuksesan pementasan drama, ia tentu harus membuat perencanaan dan melaksanakannya. Sutradara layaknya seorang panglima yang merancang pertempuran dan berjanji harus menang. Seorang panglima yang baik adalah juga seorang prajurit yang baik. Demikian pula seorang sutradara yang dengan sendirinya haruslah seorang aktor yang baik. Dengan demikian dia tidak hanya pandai mengarahkan, tetapi juga piawai melakukannya. Tugas sutradara sangat banyak dan beban tanggung jawabnya cukup berat. Sutradara harus memilih naskah, menentukan pokok-pokok penafsiran naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf, dan mengkoordinasikan setiap bagian. Semua itu harus dilakukan dengan cermat. Bila pementasan drama berjalan lancar, menarik, dan memuaskan penonton, maka sutradara adalah orang pertama yang berhak mendapatkan acungan jempol. Sebaliknya, bila terjadi ketidak lancaran yang menyebabkan ketidak puasan penonton, sutradara pasti menjadi sasaran makian. Bagi seorang sutradara, yang mula-mula dilakukan adalah memilih naskah (atau menulis naskah sendiri kalau mau, mampu dan ada waktu). Naskah itu lalu dibaca berulang-ulang, direnungkan, ditafsir-tafsirkan sampai akhirnya mendapatkan kesimpulan bagaimana watak tokoh-tokohnya, tata riasnya sulit atau tidak, pengaturan panggungnya mampu dikerjalan atau tidak, dan seterusnya. Meski sebenarnya, urusan tata rias, tata panggung, tata suara, dan tata lampu dapat diserahkan kepada orang lain. Selanjutnya, sutradara memilih para pemain, dasar pertimbangannya, pemain itu diperkirakan cocok dengan tokoh dalam cerita baik postur, watak, maupun kemampuan berakting. Para pemain terpilih kemudian diberi penjelasan tentang lakon drama yang akan dipentaskan, watak para tokoh dan hal-hal lain berkaitan dengan drama yang akan dipentaskan. Kalau perlu, dilanjutkan diskusi dengan pemain. Tugas sutradara selanjutnya adalah melatih, membimbing, mengarahkan para pemain agar dapat memrerankan tokoh dalam cerita. Ini bukan perkara mudah sebab, harus mampu menafsirkan watak dan lagak tokoh cerita secara tepat kemudian memindahkan watak dan lagak itu kepada pemain yang dipilihnya. Seorang sutradara tidak boleh bekerja sambil lalu. Ia harus bersemangat tinggi dan sungguh-sungguh melatih para pemain. Sikap disiplin dan tegas harus ditunjukkannya. Ia tidak boleh segan menegur, mencela, atau menyalahkan pemain yang memang salah mengucapkan dialog atau berakting. Jika perlu, dengan tegas menindak pemain yang tidak disiplin. semua itu demi keberhasilan pementasan drama. Dalam pelatihan sutradara memberikan perintah, aba-aba, pentunjuk, dan saran kepada pemain. Setiap pemain harus tunduk kepadanya. Semua katakatanya harus dijalankan. Sutradara harus tega menyuruh pemain mengulangulang dialog dan aktingnya sampai benar-benar sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Sutradara juga menunjuk tugas khusus, yaitu penata rias, penata busana, penata panggung, penata lampu dan penata suara. Sutradara harus menjalin komunikasi yang baik dengan mereka, terutama memberi pengarahan tentang apa yang harus dilakukan para petugas. Selain itu sutradara juga mengkoordinasikan kerja pada petugas agar semuanya berjalan dengan lancar dan serasi. Semua itu memang menjadi tanggung jawab sutradara. c. Tata Busana Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana sebenarnya mempunyai hubungan yang erat

sekali dengan tata rias. Karena itu, tugas mengatur pakaian pemain sering dirangkap penata rias. Akan tetapi, sering pula terjadi tugas penata rias dipisahkan dengan tugas mengatur pakaian. Artinya, penata rias hanya khusus menata wajah, sedangkan mengatur pakaian atau busana khusus penata busana dengan pertimbangan untuk mempermudah dan mempercepat kerja. Meskipun demikian, penata rias dan penata busana harus bekerja sama saling memahami, saling menyesuaikan, dan saling membantu agar hasil akhirnya memuaskan. d. Tata Rias Yang dimaksud dengan tata rias adalah cara mendandani pemain. Orang yang mengerjakan tata rias disebut penata rias. Tugasnya merias wajah pemain. Alatalat rias bermacam ragamnya dan banyak tersedia di toko. Tentu saja ada yang mahal dan ada yang murah. Untuk merias pemain drama, tidak perlu menggunakan alat rias yang mahal. Apalagi sulit didapat. Sebaiknya mempergunakan alat rias yang sederhana, murah, dan mudah didapat. Kalau perlu, sebagian dibuat sendiri alat-alat rias itu, misalnya bedak, pemerah bibir, bubuk hitam dan arang, pensil alis gelung palsu, kumis palsu, dan lem. Seorang penata rias harus memiliki rasa seni yang tinggi. Karena tugasnya merias wajah, ia harus tahu apakah. hasil riasannya sudah cukup bagus, apa sudah sesuai dengan tokoh yang akan diperankan? Misalnya, merias pemain yang akan memerankan nenek tua. Setelah merias, ia perlu memeriksa kembali dan mengamati dengan teliti apakah pemain yang diriasnya sudah benar-benar tampak seperti nenek tua. Selain harus mempunyai rasa seni, penata rias harus terampil dan cekatan. Mengapa? Pemain yang harus dirias adakalanya cukup banyak. Kalau kerja penata rias lambat bisa jadi pementasan drama akan terlambat. Apalagi kalau terlambatnya cukup lama, bisa merusak keseluruhan rencana pementasan drama. Karena itu, penata rias harus terampil dan cekatan, dan mampu mengatur waktu sehingga setiap pemain yang akan naik panggung sudah dirias dengan baik. e. Tata Suara Yang dimaksud penata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara (sound system), melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton. Sebagai contoh, adegan ketika seorang anak sedang melamun dikamar belajar menjelang tengah malam yang sepi mengenang orang tuanya yang jauh. Adegan itu menggambarkan suasana sedih, kalau diiringi oleh musik yang sesuai, tentu kesedihan itu akan lebih terasa dan lebih mengharukan. Penataan musik pengiring tidak bisa diserahkan kepada sembarang orang. Sebab, penata musik harus pintar menafsirkan musik pengiring yang cocok. Karena itu, penata musik harus mempunyai perasaan yang halus dan tajam, berjiwa seni, memahami musik, dan mengerti lagu-lagu. Peralatan apa yang diperlukan untuk musik pengiring ? Tidak ditentukan secara baku, apa saja bisa digunakan asal cocok. Mungkin hanya sebuah biola, mungkin sebuah organ. mungkin seruling, gitar, dan tambur, mungkin pula lebih lengkap lagi. Adakalanya, musik pengiring itu sudah direkam dalam pita kaset dan seorang penata suara tinggal mengoperasikan rekaman itu. Musik pengiring dimainkan di balik layar agar tak terlihat penonton. Kalau terlihat, permainan drama kurang baik. Karena ada persaingan antara pemain musik dengan pemain drama di panggung. Akan tetapi, kekerasan suara itu harus diatur. Kalau terlalu keras, bisa menutup suara dialog yang diucapkan para pemain. Akibatnya, penonton tidak bisa mendengarkan dialog dengin baik sehingga tak akan dapat mengerti lakon drama yang dtontonnya. Sebaliknya, bila suara musik pengiring terlalu lemah dan suara dialog terlalu keras, musik pengiring itu akan tenggelam. Karena itu keras lemahnya suara dialog dan musik pengiring harus diselaraskan. Itu semua menjadi tugas penata suara.

f. Tata Panggung Yang dimaksud panggung adalah pentas atau arena untuk drama. Biasanya letaknya didepan tempat duduk penonton dan lebih tinggi daripada kursi penonton. Tujuannya, agar penonton yang duduk di kursi paling belakang masih bisa melihat apa yang ada di panggung. Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Misalnya, panggung harus menggambarkan keadaan ruang tamu. Supaya panggung seperti ruang tamu, tentu panggung diisi peralatan seperti meja, kursi, hiasan dinding dan lain-lain. Semua peralatan itu diatur sedemikian rupa sehingga seperti ruang tamu. Petugas yang menata itu disebut penata panggung. Penata panggung tugasnya hanya menuruti apa yang diminta naskah. Meskipun demikian, secara kreatif ia boleh menambah atau mengurangi, atau mengubah letak perabot asal perubahan itu menambah baiknya keadaan panggung. Berkaitan dengan itu, penata panggung sebaiknya dipilih orang-orang yang mengerti keindahan dan tahu komposisi yang baik, meletakkan barangbarang di panggung tidak sembaranan. Sebab, mengatur barang-harang ada seninya. Barang-barang itu perlu diatur sebaik-baiknya supaya tampak serasi. Demikian pula jarak antara barang satu dan yang lain. Ini dimaksud komposisi. Komposisi yang tepat akan menimbulkan keindahan dan keindahan menimbulkan rasa senang. g. Tata Lampu Yang dimaksud tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung. Karena itu, tata lampu erat hubungannya dengan tata panggung. Kalau panggung menggambarkan ruangan rumah orang miskin di daerah terpencil, berdinding anyaman bambu dan di situ tertempel lampu minyak, maka lampu minyak itu tidak termasuk tata lampu. Lampu minyak itu menjadi bagian dari tata panggung meskipun menyala dan memancarkan cahaya. Supaya panggung menjadi terang harus diberi cahaya lampu listrik dari arah depan, bawah, samping kiri, atau samping kanan. Lampu listrik itu harus disembunyikan agar tak terlihat penonton. Pengaturan cahaya di panggung memang harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Di rumah orang miskin, di rumah orang kaya semuanya memerlukan penyesuaian. Demikian pula dengan waktu terjadinya. apakah pagi, siang, atau malam. Cahaya waktu pagi tentu tak seterang siang hari. Bila suatu peristiwa terjadi pada malain hari, harus diingat pula di mana terjadinya peristiwa itu. Di ruang diskusi, cahaya tentu lebih terang daripada di luar rumah. Yang mengatur seluk-beluk pencahayaan di panggung ialah penata lampu. Penata lampu biasanya menggunakan alat yang disebut spot light, yang semacam kotak besar berlensa yang berisi lampu ratusan watt. Bila dinyalakan, sinarnya terang sekali memancarkan ke satu arah. Penata lampu lalu menyorotkan dari jarak jauh (biasanya dari belakang penonton) ke panggung. Lensa dapat diatur untuk menerangi seluruh atau sebagian panggung. Bila dikehendaki, cahaya dapat dibuat menjadi redup. Warna cahaya juga dapat diubah sesuai kebutuhan. Karena tata lampu selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu mengerti teknik kelistrikan. Sebab adakalanya lampu harus tiba-tiba dimatikan sejenak lalu dihidupkan kembali. Ada kemungkinan tiba-tiba ada gangguan listrik, misalnya terjadi hubungan arus pendek sehingga lampu mati semua. Untuk menghadapi hal seperti itu penata lampu yang tidak memahami teknik kelistrikan, tentu akan bingung. Akibatnya, pencahayaan di panggung kacau dan pertunjukan drama gagal total.

Teori Dasar Drama / Teater

Disusun Oleh : - Mahendra Tri Setya

Front Budaya Godong Kelor Banjarbaru


Lembaga Penerbitan X-press! Banjarbaru 2008

DAFTAR ISI Hal.


KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... ii SEJARAH DRAMA DI DUNIA .............................................................................................. 1 1. PENDAHULUAN................................................................................................................. 1 2. SEJARAH DRAMA DI DUNIA.......................................................................................... 1 3. PENUTUP............................................................................................................................. 5 PERKEMBENGAN TEATER DI INDONESIA .................................................................... 5 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. TEATER TRADISIONAL................................................................................................... ABDUL MULUK.................................................................................................................. KOMEDI STAMBUL.......................................................................................................... DARDANELLA.................................................................................................................... MAYA................................................................................................................................... CINE DRAMA INSTITUT.................................................................................................. ZAMAN KEMAJUAN......................................................................................................... KECENDERUNGAN MUTAKHIR................................................................................... KECENDERUNGAN LAIN................................................................................................ 5 5 6 6 6 6 6 8 10

KEAKTORAN .......................................................................................................................... 10 1. PENDAHULUAN................................................................................................................. 10 2. KEAKTORAN...................................................................................................................... 10 3. KESIMPULAN .................................................................................................................... 18 PENYUTRADARAAN ............................................................................................................. 18 1. PENDAHULUAN................................................................................................................. 18 2. PENYUTRADARAAN......................................................................................................... 18 TATA RIAS DAN TATA KOSTUM........................................................................................ 22 1. TATA RIAS........................................................................................................................... 22 2. TATA KOSTUM.................................................................................................................. 24 TATA CAHAYA DAN TATA SUARA.................................................................................... 25 1. TATA LAMPU...................................................................................................................... 25 2. TATA SUARA...................................................................................................................... 26 TATA PANGGUNG DAN DEKORASI.................................................................................. 28 1. PANGGUNG......................................................................................................................... 28 2. TATA PENTAS DAN DEKORASI..................................................................................... 29 MANAJEMEN TEATER.......................................................................................................... 30 1. MANAJEMEN PRODUKSI................................................................................................ 30 2. MANAJEMEN ARTISTIK.................................................................................................. 31

KATA PENGANTAR
Dengan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberIkan rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya saya dapat

menyelesaikan pembuatan Modul Pelatihan Drama/Teater ini walupun hanya dengan bermodalkan tekad dan semangat. Sebagai rasa terima kasih dan penghargaan serta rasa syukur saya ucapkan kepada Front Budaya Godong Kelor atas wawasan dan ilmu dapat

pengetahuan

yang

telah

diberikan

kepada

saya

sehingga

saya

menyelesaikan pembuatan Modul Pelatihan ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada orang tua saya tercinta yang telah memberi dukungan moral dan materil yang tidak terhingga kepada saya. Dan juga terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman dan orang-orang terdekat saya yang telah memberikan dukungan dan semangat. Saya sepenuhnya menyadari bahwa dalam pembuatan Modul Pelatihan ini masih banyak terdapat kekurangan karena dangkalnya pengetahuan saya tentang Seni dan Budaya, serta kurangnya wawasan yang saya miliki. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya besar harapan saya semoga Modul Pelatihan ini dapat

menambah ilmu pengetahuan bagi saya dan bagi pembaca. Amin.

Banjarbaru, 12 September 2008

Mahendra Tri Setya

Anda mungkin juga menyukai