Akuntansi Pajak Terhadap Aktiva Lancar
Akuntansi Pajak Terhadap Aktiva Lancar
Akuntansi Pajak Terhadap Aktiva Lancar
Aktiva Lancar
Aktiva lancar adalah harta perusahaan yang dapat ditukarkan dengan uang tunai dalam waktu yang relatif singkat. Yang termasuk golongan aktiva lancar ialah: Uang kas, rekening giro, dan aktiva lain yang dapat disamakan dengan uang kas yang tersedia untuk pembayaran kegiatan umum. Investasi jangka pendek dalam surat- surat berharga yang segera dapat dijual. Piutang usaha atau pendapatan yang masih harus diterima. Persediaan barang dagang, bahan baku, barang dalam proses, barang jadi, dan bahan pembantu. Biaya dibayar dimuka, seperti premi asuransi, bunga, alat tulis, dan keperluan kantor. Wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun buku. Apabila perusahaan harus membuat neraca fiskal, urutan- urutan penyajian pos- pos aktiva lancar dalam neraca fiskal dan neraca komersial tidak berbeda yaitu menurut urutan likuiditas dan jatuh tempo.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
I.
1. 2.
3. 4.
Akuntansi Fiskal : tidak dicatat sebagai penghasilan, karena bunga sudah dikenakan PPh dengan tarif final 15% dan tidak boleh digabung dengan penghasilan yang lain (dikenakan tarif umum).
II.
1. 2. 3.
1. 2.
melainkan berdasarkan harga perolehan. Surat berharga dalam valuta asing sesuai dengan ketentuan perpajakan, harus dijabarkan kedalam mata uang rupiah. Jenis Investasi Jangka Pendek Saham Biasa dan Saham Preferen Penghasilan dari Saham : dividen, saham bonus, hak membeli emisi saham & capital gains. Penghasilan dividen tidak dikenakan pajak. Praktek Komersial: Mencatat nilai sekuritas berdasarkan Cost Method & Lower Cost or Market Praktek Fiskal: Mencatat nilai sekuritas berdasarkan Cost Method Penghasilan dari penjualan saham tidak perlu dilaporkan dalam SPT dan dikonsolidasikan dengan penghasilan lainnya yang tidak dikenakan pajak final. Obligasi Bunga Obligasi dihitung sebagai penghasilan PPh yang dipungut atas bunga obligasi tidak boleh dikapitalisasi, tetapi harus dicatat sebagai pajak yang dibayar di muka (pasal 23). Sekuritas yang lain Commercial paper, promissory notes, bill of exchange, bankers acceptance, sertifikat deposito, repurchase agreement Selisih nilai beli dan nilai jual / pelunasan merupakan penghasilan bagi pemegang sekuritas dan biaya bagi penerbit sekuritas. Deposito Merupakan satuan mata uang rupiah atau valas, jangka pendek atau jangka panjang di dalam atau di luar negeri. Untuk tujuan perpajakan termasuk deposito on call. Bunga deposito dikenakan pajak 15% dan final. Bunga deposito bukan merupakan penghasilan kena pajak pada SPT dan pajaknya tidak dapat dikreditkan. Wesel Tagih Wesel tagih timbul dari utang piutang penyerahan barang atau jasa. Bunga yang diterima pada saat pelunasan merupakan penghasilan pemegang wesel dan biaya bagi penerbit promes. Penghasilan bunga diskonto merupakan obyek potongan PPh pasal 23 (WP dalam negeri) atau PPh pasal 26 (WP luar negeri) . Contoh Kasus Wesel Tagih (Pendiskontoan, pajak atas bunga dipotong di muka oleh pembeli) Wesel milik PT. Andi, nominal Rp. 1 juta tertanggal 10 Juni 1996, jangka waktu 60 hari (jatuh tempo 9 Agustus 1996), didiskontokan kepada PT. Iwan pada 25 Juni 1996. Jika disepakati tarif diskonto 12%, uang yang akan diterima PT. Andi pada 1.009.625 999.775 985.000
a)
b)
c) d)
e)
setiap kondisi berikut : wesel tanpa bunga, dengan bunga 9% dan 15%.
III.
Piutang
Piutang (account receivable) adalah hak perusahaan kepada pihak lan yang akan diterima dalam bentuk kas. Piutang usaha timbul karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara kredit. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha, piutang di luar usaha. Untuk keperluan fiskal sebaiknya sistem akuntansi dapat menyajikan saldo piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah fiskus
a. b. c. d. e. f. g. h.
untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penghindaran pembayaran pajak dengan cara transfer pricing. Pentingnya catatan piutang maka undang undang perpajakan mengharuskan agar setiap pembukuan setidak-tidaknya mempunyai daftar piutang dan utang, kas dan bank, serta persediaan. Dari daftar ini dapat diperoleh data mengenai biaya dan penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Agar dari pembukuan piutang dapat diperoleh keadaan mengenai saldo piutang maka rekening piutang khususnya untuk keperluan fiscal harus dapat memberikan keterangan data sebagai berikut: Nama dan alamat lengkap debitur Jumlah piutang kepada masing-masing debitur Saat timbul maupun berkurangya piutang Jenis piutang, misalnya piutag dagang, piutang kepada pegawai, piutang kepada pemegang saham, piutang jangka panjang, piutang jangka pendek Hak penerimaan bunga Tanggal jatuh tempo piutang Jumlah piutang yang dapat dihapuskan Keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang Piutang dalam mata uang asing harus dibukukan kedalam mata uang rupiah. Untuk keperluan perpajakan ada dua jenis nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkan piutang dalam mata uang asing yaitu nilai tukar tetap atau nilai tukar pada tanggal neraca berdasarkan pengumuman Bank Indonesia. Adapun untuk akuntansi komersial hanya ada satu nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkannya, yaitu nilai tukar pada saat tanggal neraca.
Piutang Usaha Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau pengerahan jasa dalam rangka kegiatan normal. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan. Dalam usaha pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa dilaksanakan. Pada umumnya piutang seperti ini tidak disertai suatu surat-surat perjanjian yang formal. Tetapi ada kalanya bentuk piutang dagang dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih. Untuk tujuan PPh : saat pencatatan penjualan mengikuti praktek akuntansi komersial. Untuk tujuan PPn : dapat berbeda dengan akuntansi komersial & PPh. Pengusaha diminta untuk menerbitkan faktur pajak selambatnya 30 hari setelah penyerahan barang dari penjualan (faktur standar) atau bersama-sama pada akhir bulan (faktur gabungan). Untuk tujuan perpajakan : pembukuan penyisihan untuk potongan tunai & retur penjualan tidak diperkenankan, tetapi memberlakukan metode penghapusan piutang langsung (direct written off). Piutang Di Luar Usaha
Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering pula piutang timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi, retribusi pajak, royalty dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat ditagih dalam waktu singkat, piutangpiutang dapat digolongkan sebagai aktiva lancer. Jika ternyata penagihannya dilakukan lebih dari satu tahunm sebaiknya digolongkan kedalam aktiva lain-lain. Untuk tujuan pajak : ketentuan pasal 18 ayat 4 UU PPh piutang kepada perusahaan afiliasi dikarakteristik sebagai modal. Untuk pembukuan komersial : diakui sebagai piutang afiliasi untuk laporan keuangan fiskal dimasukkan dalam kelompok penyertaan pada perusahaan afiliasi/investasi.
Piutang Dalam Hubungan Istimewa Piutang dalam hubungan istimewa merupakan saldo tagihan dari transaksi yang dilakukan dengan pihak di mana perusahaan mempunyai hubungan istimewa. Hubungan istimewa dapat merupakan memiliki atau menguasai. Penyajian piutang dalam hubungan istimewa tidak diharuskan dala akuntansi dan tidak lazim. Piutang dalam hubungan istimewa terjadi karena transaksi sebagai berikut: a. Pengeluaran atau pembebanan yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk pihak lain dalam hubungan istimewa untuk biaya suatu usaha, seperti sewa kantor, asuransi, listrik dan lain-lain; penjualan harta tetap seperti mesin dimana pegeluaran atau pembebanan tersebut akan ditagih lagi kepada pihak tersebut. b. Peminjaman dana c. Transaksi penyerahan barang atau jasa Hubungan istimewa dalam perpajakan telah diatur dalam Pasal 18 UU Tahun 1984 jo. UU No. 10 Tahun 1994. Ada dua jenis hubungan istimewa yang dikenal dalam perpajakan, yaitu: a. Hubungan istimewa untuk perseorangan b. Hubungan istimewa untuk badan Yang dimaksud dengan hubungan istimewa untuk perseorangan ialah hubungan keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat atau keluarga sedarang dalam garis keturunan lurus kesamping satu derajat. Skema berikut memperlihatkan hubungan istimewa untuk pribadi.
Hubungan istimewa untuk badan adalah hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada dibawah pemilikan atau penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksuda dengan hubungan istimewa dalam arti penguasaan adalah apabila Wajib Pajak dapat mempengaruhi jalannya Wajib Pajak tersebut, atau sebaliknya. Dalam pasal 18 ayat (4) UU No. 18 ditegaskan bahwa Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain disebabkan: (a) kepemilikan atau penyertaan modal; (b) adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi Hubungan istimewa antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada dibawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang saa tersebut. Demikian menurut penjelasan Pasal 18 Ayat (4) Huruf b UU No. 10 Tahun 1994. Nilai Piutang di Neraca Pengertian piutang neto yang harus dicantumkan pada neraca fiscal dan komersial adalah tidak sama. Saldo piutang neto pada neraca fiscal adalah saldo piutang dikurangi dengan piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih lagi, sedangkan saldo piutang neto pada neraca komersial adalah saldo piutang minus piutang ragu-ragu (piutang yang ditaksir tidak dapat tertagih). Jadi, metode penghapusan piutang yang diperkenankan dalam pajak adalah metode langsung (direct write-off method), sedangkan dalam akuntansi adalah metode pencadangan (allowance method).
a. b. c. d. e. f.
Khusus piutang dalam hubungan istimewa harus disajikan neto (dalam satu rekening) pada neraca fiscal. Agar penyajiannya lebih jelas, piutang dalam hubungan istimewa yang timbul dari penyerahan barang atau jasa dalam usaha normal harus disajikan dalam kelompok ini. Pada prinsipnya piutang neto dalam neraca fiscal adalah saldo piutag dikurangi piutang yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perpajakan untuk dihapus. Saldo piutang yang berada di sisi kredit, harus disajika sebagai utang pada neraca fiscal. Metode penilaian besarnya piutang tak tertagih dilakukan dengan analisis piutang atau aging. Prinsip penilaiannya ialah semakin lama umur piutang semakin besar kemungkinan tidak tertagih. Ketentuan perpajakan tidak emperbolehkan Wajib Pajak menghapus piutang tersebut dan mengurangkannya dari penghasilan sebagai biaya. Penghapusan piutang dapat dibiayakan dalam perpajakan hanya jika terbukti telah ada usaha penagihan tapi gagal, missal yang bersangkutan telah meninggal, alamat tidak diketahui, atau bangkrut. Apabila debiturnya adalah pemegang saham perusahaan yang bersangkutan, penghapusan piutang tersebut bukan factor pengurang. Sebaliknya jumlah piutang yang telah dihapus itu merupakan deviden yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26. Penerimaan piutang harus diakui sebagai penghasilan yang dikenakan PPh yaitu pada tahun pajak bersangkutan. Ketentuan perpajakan kita tidak menentukan jenis pajak yang dapat dihapuskan dan belum mengatur prosedur penghapusan piutang yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak. Namun, Wajib Pajak diharuskan memelihara catatan mengenai piutang yang benar-benar tak tertagih sehingga tersedia informasi sebagai berikut: Nama dan alamat debitur Tanggal terjadinya piutang Jenis piutang Jumlah piutang yang dihapus Alasan penghapusan Upaya penagihan yang telah dilakukan
Cadangan Piutang Tak Tertagih Sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan, usaha di bidang perbankan, usaha lembaga keuangan bukan bank. Dan lessor yang melakukan transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi diperkenankan membentuk cadangan piutang tak tertagih sehingga diperbolehkan untuk dikurangkan sebagai biaya. Besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapay dikurangkan sebagai biaya diatur dalam Kep. Men. No.80/KMK.40/1995 tanggal 6 Februari 1995 adalah sebagai berikut: a. Besarnya dana cadangan yang boleh dikurangi sebagai biaya, baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta diizinkan membentuk cadangan piutang tak tertagih sebesar maksimum 3% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir. Sebelumnya cadangan untuk bank pemerintah diperkenankan sebesar 6%, dan kepada bank swasta sebesar 3%. Selain bank, usaha lain yang diizinkan oleh fiskus untuk membentuk atau memupuk cadangan yang boleh diperhitungkan sebagai biaya adalah usaha asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi.
b. Biaya yang boleh dibebankan pada cadangan piutang tak tertagih adalah hanya jumalh kerugian dari oleh piutang yang nyata-nyata tidak tertagih. Piutang tersebut dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir, yaitu Wajib Pajak menyerahkan penagihan piutang tersebut kepada Badan Urusan Piutang dan lelalng Negara (BUPLN) atau telah mendapat keputusan Pengadilan. c. Apabila cadangan penghapusan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud dalam butir b, diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal cadangan tidak mencukupi, kekurangannya diperhitungkan pada perkiraan rugi-laba. Cadangan penghapusan piutang tak tertagih dalam akuntansi perpajakan harus ditutup ke rekening rugi laba setiap akhir tahun. Jadi, rekening cadangan tersebut tidak tampak dalam neraca fiscal, sedangkan dineraca komersial cadangan piutang penghapusan tak tertagih selalu dilihat. Dengan kata lain, cadangan piutang penghapusan tak tertagih tidak ditutup dan saldonya kemungkinan bisa makin besar. Atas dasar uraian tersebut, pada prinsipnya metode pencadangan tidak diperkenankan untuk keperluan fiscal. IV.
Persediaan
Persediaan (inventories) adalah harta perusahaan yang termasuk penting karena banyak dana tertanam di dalamnya. Yang termasuk dalam persediaan adalah semua persediaan yang berada di perusahaan dan yang berada di tempat pihak lain sebagai titipan. Barang yang dikonsinyasikan termasuk barang dalam persediaan. Barang yang dijual secara cicilan tidak lagi dimasukkan sebagai persediaan barang, karena hak kepemilikannya telah berpindah.
Jenis persediaan Pengadaan barang oleh usaha perdagangan seperti pasar swalayan dan grosir, dimaksudkan untuk dijual kembali, sedangkan pengadaan oleh usaha pabrik dimaksudkan untuk diolah sebelum dijual. Usaha pabrik biasanya mempunyai tiga jenis persediaan, yaitu a. Bahan Baku dan Bahan Pelengkap Bahan baku (raw material) diperoleh langsung dari alam atau dari pihak ketiga. Contoh bahan yang langsung dari alam ialah minyak bumi, hutan, dan laut. Biaya perolehan bahan baku terdiri dari harga pembelian, ongkos angkut, biaya gudang, dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan penyimpanan sampai bahan tersebut dipakai dalam produksi. Bahan baku masih dapat digolongkan ke dalam bahan baku langsung dan bahan pembantu. Bahan baku langsung ialah bahan-bahan yang dapat diidentifikasi langsung dalam produk. Misalnya, bahan kayu untuk pembuatan lemari. Bahan baku pelengkap ialah bahan yang tidak dapat diidentifikasikan dalam produk, seperti minyak pelumas dan kertas amplas. Bahan tersebut secara fisik tidak terlihat dalam produk. b. Barang dalam pengolahan
c.
Barang dalam pengolahan (work in process) ialah barang yang masih dalam tahap penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih memerlukan tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga dan biaya tidak langsung lainnya. Barang Jadi Barang jadi (finished goods) ialah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dijual. Semua biaya bahan baku, biaya tenaga, biaya tidak langsung telah selesai dibebankan Persediaan meliputi barang-barang yang ada dalam perusahaan, dalam perjalanan maupun yang dititipkan pada pihak lain. Barang-barang yang tidak dapat lagi dijual atau digunakan untuk produksi tidak digolongkan ke dalam persediaan. Persediaan semacam ini dimasukkan sebagai bagian aktiva lain-lain
Sistem Pencatatan Persediaan Dalam akuntansi dikenal dua system pencatatan persediaan, yaitu Sistem periodik, dan sistem peperpetual. Dalam undang-undang perpajakan sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukkan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya. Untuk menentukan apakah kedua sistem tersebut sesuai atau dapat digunakan dalam perpajakan, berikut ini akan dibahas satu per satu. 1. Sistem periodic Dalam sistem periodic, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada setiap akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dapat dipakai untuk menghitung harga pokok penjualan, yang pada gilirannya dipakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan sistem periodik ini, penghitungan persediaan dapat dilakukan dengan akurat dan benar. Cuma ada kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis persediaan banyak sekali maka cara ini sangat mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya tidak banyak. Sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan perhitungan yang benar. Factor penaksiran atau perkiraan tidak terlihat dalam penilaian persediaan akhir. Tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis jika jumlah jenis persediaan sangat banyak. 2. Sistem perpetual Sistem ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok penjualan seacara terus menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat dilaksanakan karena setiap transaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa, sehingga rekening persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan fisik. Dengan sistem periodic, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika inventarisasi fisik dilakukan. Sekalipun dalam sistem perpetual tidak dipersyaratkan inventarisasi, namun perusahaan sering pula melakukannya agar perhitungan harga pokok persediaan lebih akurat. Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai persediaan, bahkan inventarisasi masih digunakan sebagai pelengkap maka sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Cara yang tidak sesuai dengan prinsip perpajakan ialah persediaan dinilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan.
Apabila contoh penilaian pemakaian persediaan yang diuraikan di penjelasan pasal 10 ayat (6) UU No. 10 Tahun 1994 diperhatikan, sistem pencatatan yang diperkenalkan disitu adalah sistem pencatatan perpetual. Atas dasar pertimbangan itulah sehingga dalam pedoman penyusunan laporan keuangan fiscal ditegaskan agar pencatatan sedapat mungkin dilakukan dengan sistem perpetual. Tetapi, untuk hal-hal tertentu yang karena sifatnya mengalami kesulitan untuk menggunakan sistem perpetual seperti pasar swalayan, sistem lain dapat digunakan. Akuntansi Pajak Pada Persediaan Berikut pencatatan persediaan untuk kepentingan perpajakan: Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor. Akuntansi persediaan berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-rata. Nilai Persediaan di Neraca Nilai persediaan di neraca menurut akuntansi dan perpajakan ditentukan oleh jumlah volume dan harga per satuan. Penilaian persediaan dipengaruhi oleh dua factor, yaitu biaya dan metode penilaian arus masuk dan keluarnya barang. Pada umumnya nilai persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehannya. Yang termasuk dalam harga perolehan ini ialah seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung terjadi, misalnya, ongkos angkut, asuransi, dan lain-lain. Penilaian persediaan dalam akuntansi bisa menyimpang dari penilaian atas dasar harga pokok atau nilai perolehan. Penyimpangan dapat dilakukan hanya jika ada kemungkinan manfaat barang tidak lagi sepadan dengan harga pokok/ perolehan. Penilaian boleh dilakukan sesuai dengan konsep konservatisme. Penurunan manfaat terjadi misalnya, karena kerusakan fisik, susut, perubahan tingkat harga atau sebab-sebab lain. Nilai Persediaan dalam Perhitungan Rugi-Laba Cara penyusunan laporan perhitungan rugi-laba dalam perpajakan sama saja dengan cara penyusunan menurut akutansi. Jadi mula-mula persediaan awal ditambah dengan pembelian untuk menghasilkan barang yang tersedia untuk dijual. Kemudian nilai tersebut dikurangi persediaan akhir. Metode Penilaian Persediaan Arus (flows) atau pergerakan harta yang cukup penting dalam suatu kegiatan perusahaan ialah arus masuk dan keluar barang. Dalam rangka analisis, pengendalian, dan penilaian persediaan, arus masuk dan keluar harus dinilai dengan cara yang sama. Namun pada kenyataan pada nilai barang yang masuk dan keluar sering berbeda fluktuasi harga. Akibatnya timbul persoalan penilaian persediaan didalam harga pokok penjualan. Masalah
ini sama-sama dihadapi dalam akuntansi dan perpajakan. Dalam akuntansi terdapat tiga metode penilaian persediaan yang pemakaiannya diserahkan kepada manajemen, sedangkan di perpajakan hanya ada dua metode yang pemakainnya pun diserahkan kepada Wajib pajak. First-In, First-Out (Fi-Fo) : Barang yang masuk lebih dahulu akan dikelurakan terlebih dahulu. Last-In, First-Out (Li-Fo) : Barang yang terakhir masuk akan keluar terlebih dahulu. Average : Metode rata-rata dengan menghitung saldo persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan harga rata-rata per-unit dari persediaan yang tersedia untuk dijual. Perbandingan Hasil Perhitungan Metode Penilaian Persediaan UU tentang pajak telah mengatur, bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan perolehan, sedangkan penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok penjualan hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata ataupun mendahulukan persediaan yang didapat pertama (Fi-Fo).
Teknik Menghitung Nilai Persediaan Akhir a. Metode Laba Bruto Metode ini biasa digunakan apabila inventarisasi fisik tidak mungkin dilakukan dan pencatatan perpetual tidak dilaksanakan. Asumsi yang dipakai adalah adanya presentase keuntungan yang stabil dari waktu ke waktu. b. Metode Harga Eceran Metode ini sering diapakai oleh pengecer seperti swalayan dan toserba untuk menaksir nilai persediaan guna penyusunan laporan perhitungan laba-rugi atau menentukan apakah terjadi kekurangan persediaan. Anggapan yang diapakai dalam metode ini adalah perbandingan (rasio) biaya terhadap harga eceran persediaan akhir sama dengan perbandingan biaya terhadap harga eceran yang dijual selama satu periode. Konstruksi Jangka Panjang Kontrak pembangunan (konstruksi) jangka panjang menimbulkan persoalan terutama mengenai persediaan dan pengakuan penghasilan. Untuk memecahkan masalah ini, ada dua metode yang digunakan untuk menghitung nilai persediaan dan penghasilan : 1. Metode Kontrak Selesai Dalam metode ini, penghasilan dihitung hanya pada saat pekerjaan kontraktor selesai. Pada saat proyek sedang dikerjakan, belum ada penghasilan yang dapat dicatat, sekalipun kontraktor telah menerima pembayaran secara berkala. Kelemahan metode ini ialah adanya distorsi perhitungan laba. 2. Metode Presentase Penyelesaian Kontrak Penghasilannya diakui secara proporsional, yaitu sesuai dengan tingkat penyelesaian proyek. Ada dua cara yang dapat dipakai untuk menghitung penghasilan dengan metode ini, yaitu rasio
biaya yang terhadap taksiran seluruh biaya penyelesaian kontrak dan tingkat penyelesaian proyek berdasarkan perhitungan teknis. Metode kontrak selesai tidak dianjurkan oleh akuntansi dalam perhitungan alaba usaha konstruksi, karena tidak sesuai dengan prinsip akuntansi. Alasan penolakan ini adalah karena sifatnya yang mendistorsi perhitungan laba perusahaan. Atas dasar pertimbangan itu pula, ketentuan undang-undang perpajakan tidak memperbolehkan penggunanya dalam perhitunagan Penghasilan Kena Pajak perusahaan konstruksi. Untuk menghitung penghasilan neto usaha kontraktor, laba bruto yang didapat dikurangi dengan biaya-biaya. Biaya, menurut Pasal 6 UU No.7 tahun 1983 jo. UU No.10 Tahun 1994 antara lain terdiri dari biaya umum dan adminstrasi selain biaya langsung atau konstruksi yang telah dibebankan.
V.