KV II - Ad Gentes
KV II - Ad Gentes
KV II - Ad Gentes
DEKRIT TENTANG
KEGIATAN MISIONER GEREJA
1. (Pendahuluan)
KEPADA PARA BANGSA Gereja diutus oleh Allah untuk menjadi “sakramen universal
keselamatan”[1]. Untuk memenuhi tuntutan-tuntutan hakiki sifat katoliknya, menaati
perintah Pendirinya (lih. Mrk 16:16), Gereja sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil
kepada semua orang. Sebab para Rasul sendiri, yang menjadi dasar bagi Gereja,
mengikuti jejak Kristus, “mewartakan sabda kebenaran dan melahirkan Gereja-gereja”[2].
Adalah tugas para pengganti mereka melestarikan karya itu, supaya “sabda Allah terus
maju dan dimuliakan” (2Tes 3:1), dan Kerajaan Allah diwartakan dan dibangun di mana-
mana.
Tetapi dalam situasi zaman sekarang, yang menimbulkan keadaan umat manusia
yang serba baru, Gereja, garam dunia dan terang dunia (lih. Mat 5:13-14), dipanggil secara
lebih mendesak untuk menyelamatkan dan membaharui semua ciptaan, supaya segala
sesuatu dibaharui dalam Kristus, dan supaya dalam Dia orang-orang merupakan satu
keluarga dan satu Umat Allah.
Maka Konsili suci bersyukur kepada Allah atas karya-karya gemilang, buah hasil
kegiatan serta kebesaran hati seluruh Gereja, dan ingin menggariskan azas-azas kegiatan
misioner serta menghimpun daya segenap kaum beriman. Maksudnya supaya Allah yang
menempuh jalan salib yang sempit, di mana-mana menyebarluaskan kerajaan Kristus
Tuhan, yang dengan pandangan-Nya merangkum segala abad (lih. Sir 36:19), dan
menyiapkan jalan bagi kedatangan-Nya.
BAB SATU
AZAS-AZAS AJARAN
2. (Rencana Bapa)
Pada hakekatnya Gereja peziarah bersifat misioner, sebab berasal dari perutusan Putera
dan perutusan Roh Kudus mnurut rencana Allah Bapa[3].
Adapun rencana itu bersumber pada “cinta” atau “kasih asali” Allah Bapa. Dialah
Asal tanpa Asal; dari pada-Nyalah Putera lahir dan Roh Kudus berasal melalui Putera.
Karena kemurahan-Nya yang melimpah dan belaskasihan Bapa yang bebas menciptakan
kita serta penuh kasih memanggil kita, untuk bersama dengan-Nya ikut menikmati
1
KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, art. 48.
2
S. AGUSTINUS, Uraian tentang Mazmur 44:23: PL. 36,508; CChr 38,510.
3
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 1.
kehidupan dan kemuliaan-Nya. Dengan murah hati Ia melimpahkan dan tiada hentinya
mencurahkan kebaikan ilahi-Nya, sehingga Dia yang menciptakan segalanya, akhirnya
menjadi “semuanya dalam segalanya” (1Kor 15:28), dengan sekaligus mewujudkan
kemulian-Nya dan kebahagiaan kita. Tetapi Allah berkenan memanggil orang-orang
bukan hanya satu per satu, tanpa hubungan manapun satu dengan yang lain, untuk ikut
serta dalam kehidupan-Nya. Melainkan Ia berkenan menghimpun mereka menjadi Umat,
supaya di situ para Putera-Nya, yang semula tercerai-berai, dikumpulkan menjadi satu
(lih. Yoh 11:52).
3. (Perutusan Putera)
Rencana Allah untuk menyelamatkan seluruh umat manusia itu terlaksana bukan saja
seolah-olah secara tersembunyi dalam jiwa manusia, ataupun melalui usaha-usaha
mereka, juga yang bersifat keagamaan, untuk mencari Allah dengan pelbagai cara, kalau-
kalau mereka dapat menjamah atau menemukan-Nya, meskipun Ia tidak jauh dari kita
masing-masing (lih. Kis 12:27). Sebab usaha-usaha itu perlu diterangi dan disembuhkan,
sungguh pun, atas rencana atas semua rencana penyelenggaraan Allah yang murah hati,
itu semua akhirnya dapat dipandang sebagai pendidikan menuju Allah yang benar atau
sebagai persiapan Injili[4]. Namun untuk membangun perdamaian atau persekutuan
dengan diri-Nya dan untuk menghimpun masyarakat persaudaraan antar manusia
pendosa, Allah telah memutuskan untuk secara baru dan definitif memasuki sejarah
bangsa manusia dengan mengutus Putera-Nya dalam daging kita. Allah bermaksud
merebut manusia dari kuasa kegelapan dan setan (lih. Kol 1:13; Kis 10:38) melalui Dia,
dan dalam Dia mendamaikan dunia dengan diri-Nya (lih. 2Kor 5:19). Maka Allah
menetapkan Putera-Nya, yakni Perantara-Nya dalam menciptakan alam semesta[5],
menjadi ahli waris segala-sesuatu, untuk membaharui semuanya dalam Dia (lih. Ef 1:10).
Sebab Kristus Yesus diutus ke dunia sebagai Perantara sejati antara Allah dan
manusia. Karena Ia Allah, maka dalam Dia berdiamlah seluruh kepenuhan keallahan
secara jasmani (Kol 2:9). Tetapi menurut kodrat manusiawinya Ia Adam baru, dan
ditetapkan menjadi gembala umat manusia yang diperbaharui, penuh rahmat dan
kebenaran (Yoh 1:14). Maka Putera Allah menempuh jalan penjelamaan yang sejati,
supaya manusia ikut serta memiliki hakekat ilahi. Demi kita Ia telah menjadi miskin
sedangkan Ia kaya, supaya karena kemiskinan-Nya kita menjadi kaya (2Kor 8:9). Putera
manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan menyerahkan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang, yakni bagi semua orang (lih. Mrk 10:45).
Para Bapa suci selalu mewartakan, bahwa apa yang tidak dikenakan oleh Kristus, juga
tidak disembuhkan[6]. Akan tetapi Ia mengenakan pada diri-Nya kodrat manusiawi
seutuhnya, seperti terdapat pada kita manusia yang malang dan miskin, namun tanpa
dosa (lih. Ibr 4:15; 9:28). Sebab tentang diri-nya bersabdalan Kristus, yang dikuduskan
oleh Bapa dan diutus-Nya ke dunia (lih. Yoh 10:36): “Roh Tuhan ada diatas-Ku, karena Ia
telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan Warta gembira kepada kaum miskin Ia telah
4
Lih. S. IRENIUS, Melawan bidaah-bidaah, III, 18, 1: “Sabda yang berada pada Allah, melalui Dia segala-sesuatu
dijadikan, Dia selalu hadir pada umat manusia …”: PG 7,932. – Dalam karya yang sama, IV, 6, 7: “Sejak semula Putera,
yang hadir dalam ciptaan-Nya, mewahyukan Bapa menghendaki dan seperti Bapa menghendakinya”: PG. 7,990, Lih.
dalam karya yang sama, IV, 20, 6 dan 7: PG 7, 1037. IRENIUS, Pembuktian, n. 34: PO XII, 773; Sourches chr. 62, Paris
1958, hlm. 87. KLEMENS dari Iskandaria, Proteptika 112,1 : GCS Clemens I, 79. Idem, Stromata VI, 6, 44, 1: GCS
Clemens Ii, 453; 13, 106, 3 dan 4: GCS, ibid., 485. mengenai ajarannya sendiri: lih. PIUS XII, Amanat radio 31
Desember 1952; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 16.
5
Lih. Ibr 1:2; Yoh 1:3 dan 10; 1Kor 8:6; Kol 1:16.
6
Lih. S. ATANASIUS, Surat kepada Epiktetus, 7: PG 26, 1060. – S. SIRILUS dari Yerusalem, Katekese 4,9: PG 33,465. –
MARIUS VIKTORINUS, Melawan Arius 3,3: PL 8,1101. – S. BASILIUS, Surat 261,2: PG 32,969. – S. GREGORIUS
dari Nazianze, Surat 101: PG 37,181. – S. GREGORIUS dari Nissa, Antirrheticus, Melawan Apolinaris, 17: PG 45,1156.
– S. AMBROSIUS, Surat 48,5 : PL 16,1153. – S. AGUSTINUS, Tentang Injil Yohanes, traktar XXIII, 6: PL 35,1585;
CChr. 36,236. – Selain itu, dengan penalaran ini ia membuktikan, bahwa Roh Kudus tidak menebus kita, karena Ia tidak
menjelma: Tentang sakrat maut Kristus 22,24: PL 40,302. – S. SIRILUS dari Iskandaria, Melawan Nestorius I, 1: PG 76,
20. – S. FULGENSIUS, Surat 17,3, 5: PL 65,454. – IDEM, Kepada Trasimundus III, 21: PL 65,285: Tentang kesedihan
dan rasa takut.
mengutus-Ku, untuk menyembuhkan mereka yang remuk-redam hatinya, untuk
mewartakan pembebasan bagi para tahanan dan penglihatan bagi orang-orang buta’ (Luk
4:18). Lagi pula: “Putera Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan apa yang
telah hilang” (Luk 19:10).
Adapun apa yang sesekali telah diwartakan oleh Tuhan, atau terlaksana dalam Dia
demi keselamatan bangsa manusia, itu harus diwartakan dan disebarluaskan samapai ke
ujung bumi (Kis 1:8), mulai dari Yerusalem (lih. Luk 24:47) sedemikian rupa, sehingga apa
yang sekali telah dilaksanakan demi keselamatan semua orang, di sepanjang waktu
memperbuahkan hasil pada mereka semua.
7
Roh Kuduslah yang telah bersabda melalui para nabi: Syahadat Konstantinopel: DS. 150. S. LEO AGUNG, Kotbah 76: PL
54,405-406: “Ketika pada hari pentekosta Roh Kudus memenuhi para murid Tuhan, itu bukan permulaan kurnia-Nya,
melainkan perluasannya: sebab para bapa bangsa, para nabi, para imam, dan semua orang kudus yang hidup pada zaman
sebelumnya, telah dijiwai oleh penyucian Roh itu juga … meskipun ukuran kurnia-kurnia tidak sama”. Juga Kotbah 77, 1:
PL 54,412. – LEO XIII, Ensiklik Divinum illud: ASS 1897, hlm. 650-651. – juga S. YOHANES KRISOSTOMUS,
meskipun menekankan sifat barunya perutusan Roh Kudus pada hari Pentekosta: Tentang Ef, bab 4, homili 10, 1: PG
62,75.
8
Para Bapa suci sering berbicara tentang Babel dan pentekosta: ORIGENES, Tentang Kejadian, bab 1: PG 12,112. – S.
GREGORIUS dari Nazianze, Pidato 41, 16: PG 36,449. – S. YOHANES KRISOSTOMUS, Homili 2 pada hari
Pentekosta, 2: PG 50,467. – IDEM, Tentang Kisah para Rasul: PG 60,44. – S. AGUSTINUS, Uraian tentang Mzm 54:11:
PL 36,636; CChr. 39,664 dsl. – IDEM, Kotbah 271: PL 38,1245. – S. SIRILUS dari Iskandaria, Glaphyra tentang Genesis
II: PG 69,79. – S. GREGORIUS Agung, Homili tentang Injil, kitab II, Homili 30, 4: PL 76,1222. – S. BEDA, Tentang
Hexaemeron, kitab III: PL 91,125. – Selain itu lihat juga gambaran di ruang muka Gereja Basilik S. Markus di Venesia. –
Gereja berbicara dalam semua bahasa, dan dengan demikian menghimpun semua orang dalam sifat katolik Iman: S.
AGUSTINUS, Kotbah 266, 267, 268, 269: PL 38,1225-1237. – IDEM, Kotbah 175, 3: PL 38,946. – S. YOHANES
KRISOSTOMUS, Tentang Surat 1Kor, Homili 35: PG 61, 296. – S. SIRILUS dari Iskandaria, Fragm. In Act.: PG 74,758.
– S. FULGENSIUS, Kotbah 8, 2-3: PL 65, 743-744. – Tentang pentekosta sebagai pengudusan para Rasul untuk
perutusan, bdk. J.A. CRAMER, Catena in Acta SS. Apostolorum, Oxford 1838, hlm. 24 dsl.
9
Lih. Luk 3:22; 4:1; Kis 10:38).
10
Lih. Yoh bab 14-17. – PAULUS VI, Amanat dalam Konsili tgl. 14 September 1964: AAS 56 (1964), hlm. 807.
11
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 4.
12
S. AGUSTINUS, Kotbah 267, 4: PL 38,1231: “Dalam seluruh Gereja Roh Kudus menjalankan, apa yang dilakukan jiwa
dalam semua anggota badan yang satu”. – Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, art. 7
beserta catatan 8.
mendahului kegiatan merasul[13], seperti Ia tiada hentinya juga menyertai serta
memimpinnya dengan pelbagai cara[14]
6. (Kegiatan misioner)
Tugas itu harus dijalankan oleh Dewan para Uskup yang diketuai Pengganti petrus,
sementara seluruh Gereja berdoa dan bekerja sama. Tugas itu satu dan tetap sama,
dimanapun juga dalam segala situasi, meskipun menurut kenyataan tidak dilaksanakan
dengan cara yang sama. Maka dari itu perbedaan-perbedaan, yang harus diakui adanya
dalam kegiatan gereja itu, bukannya muncul dari hakekat paling dalam perutusan itu
sendiri, melainkan dari pelbagai situasi tempat perutusan itu berlangsung.
Adapun keadaan-keadaan itu tergantung atau dari Gereja, atau juga dari berbagai
masyarakat, golongan-golongan atau orang-orang, yang dilayani dalam perutusan itu.
Sebab meskipun Gereja pada hakekatnya merangkum keseluruhan atau kepenuhan
13
Lih. Kis 10:44-47; 11:15; 15:8.
14
Lih. Kis 4:8; 5:32; 8:26; 29, 39; 9:31; 10; 11:24, 28; 13:2, 4, 9; 16:6-7; 20:22-23; 21:11, dan lain-lain.
15
TERTULIANUS, Apologetika 50, 13: PL 1,534; CChr. 1,171.
upaya-upaya keselamatan, namun tidak selalu atau segera bertindak atau dapat bertindak
memakai semua upaya itu, melainkan dalam kegiatannya mencobamelaksanakan rencana
Allah mengalami tahap-tahap awal dan langkah-langkah. Bahkan ada kalanya, sesudah
kemajuan awal yang menggembirakan, Gereja terpaksa menyesalkan adanya
kemunduran lagi, atau setidak-tidaknya tinggal dalam suatu keadaan tanggung dan tidak
mencukupi. Adapun mengenai orang-orang, golongan-golongan dan bangsa-bangsa,
Gereja hanya menyentuh serta merasuki mereka secara berangsur-angsur, dan begitulah
Gereja menampung mereka dalam kepenuhan katolik. Tindakan-tindakan yang khas atau
sarana-sarana yang baik harus sesuai dengan setiap situasi atau keadaan.
Prakarsa-prakarsa khusus, yang ditempuh oleh para pewarta Injil utusan Gereja
dengan pergi keseluruh dunia untuk menunaikan tugas menyiarkan Injil dan
menanamkan Gereja diantara para bangsa atau golongan-golongan yang belum beriman
akan Kristus, lazimnya disebut “misi”. Misi itu dilaksanakan melalui kegiatan misioner,
dan kebanyakan diselenggarakan di kawasan-kawasan tertentu yang diakui oleh Takhta
suci. Tujuan khas kegiatan misioner itu mewartakan Injil dan menanamkan Gereja
ditengah bangsa-bangsa atau golongan-golongan, tempat Gereja belum berakar[16].
Demikianlah dari benih sabda Allah tumbuhlah di mana-mana Gereja-gereja khusus
pribumi yang cukup mantap, mempunyai daya-kekuatan mereka sendiri serta dewasa,
dilengkapi secukupnya dengan Hirarki mereka sendiri dalam persatuan dengan Umat
beriman, pun dengan upaya-upaya yang sesuai dengan watak-perangai mereka, untuk
sepenuhnya menghayati hidup kristiani, dan untuk menyumbangkan bagian mereka
demi manfaat seluruh Gereja. Upaya utama penanaman Gereja itu pewartaan Injil Yesus
Kristus; untuk menyiarkannya itulah Tuhan mengutus para murid-Nya ke seluruh dunia,
supaya orang-orang lahir kembali berkat sabda Allah (lih. 1Ptr 1:23), dan melalui babtis
digabungkan pada Gereja, yang sebagai Tubuh Sabda yang menjelma dikembangkan dan
hidup dari sabda Allah dan roti Ekaristi (lih Kis 2:42).
Dalam kegiatan misioner Gereja itu ada kalanya berbagai situasi bercampur-baur:
pertama situasi permulaan atau penanaman, kemudian situasi kebaharuan atau
keremajaan. Tetapi sesudah itu kegiatan misioner Gereja tidak berhenti, melainkan
Gereja-Gereja khusus yang sudah terbentuk bertugas melanjutkannya, dan mewartakan
Injil kepada semua dan setiap orang, yang masih berada di luar.
Selain itu tidak jarang golongan-golongan masyarakat, yang dihadapi Gereja, karena
pelbagai sebab mengalami perubahan yang mendalam, sehingga dapat muncullah
keadaan-keadaan yang sama sekali baru. Lalu Gereja wajib mempertimbangkan,
benarkah situasi-situasi itu memerlukan kegiatan misioner lagi. Kecuali itu kadang-
kadang keadaannya sedemikian rupa, sehingga untuk sementara tidak ada kemungkinan
untuk secara langsung dan segera menyiarkan Injil: dalam situasi itu para misionaris
dapat dan harus dengan sabar dan bijaksana, sekaligus dengan kepercayaan besar,
sekurang-kurangnya memberi kesaksian akan cinta kasih dan kemurahan hati Kristus,
dan dengan demikian menyiapkan jalan bagi Tuhan serta dengan cara tertentu
menghadirkan-Nya.
Begitu menjadi jelaslah, bahwa kegiatan misioner bersumber pada hakekat Gereja
sendiri. Kegiatan itu menyiarkan iman Gereja yang membawa keselamatan,
menyempurnakan kesatuan katoliknya dengan memperluasnya, serta didukung oleh sifat
16
S. TOMAS AQUINO SUDAH BERBICARA TENTANG TUGAS KERASULAN MENANAM Gereja: lih.
Sententiae, kitab 1, dist. 16, soal 1, art. 2 ad 2 dan ad 4; art. 3 pemecahan. – IDEM, Summa Theol. I, soal 43, art. 7 ad 6;I-
II, soal 106, art. 4 ad 4. – Lih. BENEDIKTUS XV, Maximum illud, 30 November 1919: AAS 11 (1919) hlm. 445 dan
453. – PIUS XI, rerum Ecclesiae, 28 Februari 1926: AAS 18 (1926) hlm. 74. – PIUS XII, 30 April 1939, kepada para
direktur Karya-karya Kepausan untuk Misi; IDEM, 24 Juni 1944, kepada para direktur Karya-karya Kepausan untuk
Misi: AAS 38 (1944) hlm. 210, lagi dalam AAS 42 (1950) hlm. 727, dan 43 (1951) hlm. 508. – IDEM, 29 Juni 1948
kepada klerus pribumi: AAS 40 (1948) hlm. 374. – IDEM, Evangelii Praecones, 2 Juni 1951: AAS 43 (1951) hlm. 507. –
IDEM< Fidei donum, 15 Januari 1957: AAS 49 (1957) hlm. 236. – YHANES XXIII, Princeps Pastorium, 28 November
1959: AAS 51 (1959) hlm. 835. – PAULUS VI, Homili 18 Oktober 1964: AAS 56 (1964) hlm. 911. – Baik para Paus
maupun para Bapa dan Skolastik sering berbicara tentang “perluasan” Gereja: S. TOMAS, Komentar pada Mat 16:28, -
LEO XII, Ensiklik Sancta Dei Civitas: AAS (1880) hlm. 241. –BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11
(1919) hlm. 442. – PIUS XI, Ensiklik Rerum Ecclesiae: AAS 18 (1926) hlm. 65.
kerasulannya. Kegiatan misioner memberi wujud nyata kepada semangat kolegial
Hirarki, memberi kesaksian akan kekudusan Gereja, menyebarkan dan memajukan.
Demikianlah kegiatan misioner di antara bangsa-bangsa berlainan dengan kegiatan
pastoral terhadap Umat beriman, maupun dengan usaha-usaha yang ditempuh untuk
meningkatkan kesatuan umat kristen. Tetapi dua hal terakhir itu berhubungan erat sekali
dengan kegiatan misioner Gereja[17]: sebab perpecahan Umat kristen merugikan
kepentingan amat suci, yakni pewartaan Injil kepada segala makhluk[18], dan bagi banyak
orang menutup pintu untuk memasuki iman. Demikianlah karena misi itu sangat perlu,
maka semua orang yang telah di babtis dipanggil, untuk berhimpun dalam satu kawanan,
dan dengan demikian mampu serentak memberi kesaksian akan kristus Tuhan mereka
dihadapan para bangsa. Bila mereka belum mampu memberi kesaksian sepenuhnya
tentang satu iman, sekurang-kurangnya mereka harus dijiwai oleh sikap saling
menghargai dan saling mencintai.
17
Sudah jelaslah, bahwa dalam faham “kegiatan misioner” itu menurut kenyataan terangkan terangkum juga bagian-bagian
Amerika Latin, yang belum memiliki Hirarkinya sendiri maupun mencapai kedewasaan hidup kristiani, serta belum
menerima perwartaan Injil yang memadai. Apakah wilayah-wilayah itu de facto oleh Takhta suci diakui sebagai daerah
misi, tidak tergantung dari Konsili. Maka dari itu mengenai hubungan antara faham “kegiatan misioner” dan wilayah-
wilayah tertentu dikatakan: kegiatan itu ‘kebanyakan” dilaksanakan di daerah-daerah tertentu yang diakui oleh Takhta
suci.
18
KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Ekumenisme, art. 1.
19
KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 14.
20
Lih. Yoh 7:18; 8:30 dan 44; 8:50; 17:1.
Pencipta, yang menciptakan manusia menurut cita-kesamaan-Nya, sungguh-sungguh
terlaksana, bila semua saja yang mempunyai kodrat manusiawi dilahirkan kembakli
dalam kristus melalui Roh Kudus, dan sementara serentak memandang kemuliaan Allah,
akan dapat berseru: “Bapa kami”[21].
21
Mengenai gagasan sintetis itu lihat ajaran S, IRENEUS tentang Recapitulatio (penyatuan segala sesuatu dalam Kristus
sebagai Kepala). Lih. juga HIPOLITUS, Tentang Anti-Kristus, 3: Ia “mencintai semua orang dan menghendaki
keselamatan mereka semua; ia hendak menjadikan mereka semua putera-putera Allah, dan memanggil semua para kudus
untuk menjadikan mereka semua satu manusia yang sempurna …”: PG 10,732; CGS Hippolyt. I, 2, hlm. 6. – IDEM,
Berkat-berkat Jakub, 7: TU. 38-1, hlm. 18, baris 4 dsl. – ORIGENES, Tentang Yohanes, I, n. 16: “Sebab pada saat itu
akan ada satu kegiatan menganal Allah pada mereka, yang datang kepada Allah, berkat bimbingan Sang Sabda yang ada
pada Allah; sehingga semua sebagai putera dibina dengan cermat dalam pengenalan Bapa’: PG 14,49: GCS Orig. IV, 20.
– S. AGUSTINUS, Tentang manat Tuhan di atas bukit, I, 41: “Marilah kita mencintai apa yang bersama kita dapat
dihantarkan ke kerajaan itu, tempat tak seoarng pun berkata : Bapaku, melainkan semua menyapa Allah yang esa: Bapa
kami”: PL 34,1250. – S. SIRILUS dari iskandari, Tentang Yohanes I: “Sebab kita semu a berada dalam Kristus, dan
kodrat kemanusiaan kita yang umum hidup kembali dalam Dia. Sebab karena itulah Ia disebut Adam yang baru ….
Karena Ia, yang menurut kodrat-Nya Putera dan Allah, tinggal diantara kita; maka dalam Roh_nya kita dalam satu
kenisah, yakni yang dikenakan-Nya demi kita dan dari kita, supaya Ia merangkum semua orang dalam diri-Nya, dan
mendamaikan semua dengan Bapa dalam satu Tybuh, menurut kata Paulus”: PG 73, 161-164.
22
BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 445: “Sebab Gereja Allah bersifat katolik, dan tidak
asing bagi suku atau bangsa mana pun juga ….”. – Lih YOHANES XXIII, Ensiklik Mater et Magistra: “Atas ketetapan
ilahi Gereja meliputi semua bangsa …, sebab menyalurkan daya kekuatannya seperti ke dalam ‘pembuluh-pembuluh’
suatu bangsa; maka Gereja bukan dan tidak memandang diri sebagai suatu lembaga, yang dipaksakan dari luar terhadap
bangsa itu …. Maka dari itu apa pun yang dipandangnya baik dan luhur, diteguhkan dan disempurnakan (oleh mereka
yang telah lahir kembali dalam Kristus)”: AAS 53 (1961) hlm. 444.
23
Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah, III, 15, 3: PG 7,919: “Mereka itu pewarta kebenaran dan rasul kebebasan”.
24
Antifon “O” pada tgl. 23 Desember.
angin ke dalam kerajaan Allah[25]. Sebab sebelum Tuhan akan datang , Injil harus
diwartakan kepada semua bangsa (lih. Mrk 13:10).
Kegiatan misioner tidak lain dan tidak kurang dari pada penampakan rencana Allah
atau “Epiphania”, serta pelaksanaannya didunia dan dalam sejarahnya, saatnya Allah,
melalui perutusan, secara terbuka menyempurnakan sejarah keselamatan. Melalui sabda
pewartaan dan prayaan sakramen-sakramen, yang pusat dan puncaknya Ekaristi suci,
kegiatan itu menghadirkan Kristus Sang Penyelamat. Kebenaran atau rahmat mana pun,
yang sudah terdapat pada para bangsa sebagai kehadiran Allah yang serba rahasia,
dibebaskannya dari penularan jahat dan dikembalikannya kepada Kristus Penyebanya,
yang menumbangkan pemerintahan setan serta menangkal pelbagai kejahatan perbuatan-
perbuatan durhaka. Oleh karena itu apa pun baik, yang terdapat tertaburkan dalam hati
dan budi orang-orang, atau dalam adat-kebiasaan serta kebudayaan-kebudayaan yang
khas para bangsa, bukan hanya tidak hilang, melainkan disembuhkan, diangkat dan
disempurnakan demi kemuliaan Allah, untuk mempermalukan setan dan demi
kebahagiaan manusia[26]. Begitulah kegiatan misioner menuju kepada kepenuhan pada
akhir zaman[27]: sebab karenanya, sampai masa dan waktu yang ditetapkan Bapa sendiri
menurut kuasa-Nya (lih. Kis 1:7), diperluaslah Umat Allah, yang disapa oleh nabi:
“lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu!
Janganlah menghematnya!” (Yes 54:2)[28], berkembanglah Tubuh mistik sampai tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:13); dan kenisah rohani,
tempat Allah disembah dalam roh dan kebenaran (lih. Yoh 4:23), berkembang dan
dibangun di atas landasan para Rasul dan nabi-nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu
penjuru (Ef 2:20).
BAB DUA
10. (Pendahuluan)
Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih
Allah kepada semua orang dan segala bangsa, menyadari bahwa karya misioner yang
harus dilaksanakannya memang masih amat berat. Sebab masih ada dua miliar manusia,
yang jumlahnya makin bertambah, dan yang berdasarkan hubungan-hubungan hidup
budaya yang tetap, berdasarkan tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan
pelbagai ikatan kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-
golongan tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di
kalangan mereka ada yang tetap asing terhadap pengetian akan Allah sendiri, ada pula
yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya. Untuk
dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang
disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang
sama seperti Kristus sendiri, ketia Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada
keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-hari
dijumpai-Nya.
25
Lih. Mat 24:31. Didache, 10,5: FUNK I, 32.
26
KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 17. – S. AGUSTINUS, Tentang Kota Allah, 19, 17: PL
41,646. – KONGREGASI PENYEBARAN IMAN, Instruksi: Collectanea I, n. 135, hlm. 42.
27
Menurut ORIGENES Injil harus diwartakan sebelum akhir dunia ini: Homili tentang Luk XXI: GCS Orig. IX, 136,21 dsl.
– IDEM, Komentar tentang Mat., 39: GCS Orig. XI, 75,25 dsl.; 76,4 dsl. – IDEM, Homili tentang Yerem. III, 2: GCS
Orig. VII, 308,29 dsl. – S. TOMAS, Summa Theol. I-II, soal 106, art. 4 ad 4.
28
S. HILARIUS dari Poiters, Tentang Mzm 14: PL 9,301. – EUSEBIUS dari Sesarea, Tentang Yesaya 54:2-3: PG 24,462-
463. – S. SIRILUS dari Iskandaria, Tentang Yesaya V, bab 54: 1-3: PG 70,1193.
ARTIKEL SATU
KESAKSIAN KRISTIANI
ARTIKEL DUA
29
Lih. PAULUS VI, Amanat pada tgl. 21 November 1964 dalam sidang Konsili: AAS 56 (1964) hlm. 1013.
dalam Kristus (lih. Kol 3:5-10; Ef 4:20-24). Peralihan itu membawa serta perubahan
mentalitas serta adat kebiasaan secara berangsur-angsur, harus nampak beserta dampak-
dampak sosialnya, dan selama katekumenat berkembang sedikit demi sedikit. Tuhan
yang diimani itu tanda yang menimbulkan perbantahan (lih. Luk 2:34; mat 10:34-39).
Maka manusia yang bertobat tidak jarang mengalami perpecahan-perpecahan dan
pemisahan-pemisahan, tetapi juga kegembiraan yang dikurniakan oleh Allah tanpa
ukuran (lih. 1Tes 1:6).
Gereja melarang keras, jangan sampai ada orang yang dipaksa atau dengan siasat
yang tidak pada tempatnya dibujuk atau dipikat untuk memeluk iman. Begitu pula
Gereja dengan teguh membela hak manusia untuk tidak dijauhkan dari iman melalui
ganguan-gangguan yang melanggar keadilan[30].
Menurut kebiasaan Gereja yang amat kuno, hendaknya alsan-alsan untuk bertobat
diselidiki, dan bila perlu dijernihkan.
30
KONSILI VATIKAN II, Pernyataan tentang Kebebasan Beragama, art. 2, 4, 10.- juga Konstitusi Pastoral tentang gereja
dalam Dunia Modern, art. 21.
31
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 17.
32
Lih. KONSUILI VA TIKAN II, Konstitusi tantang Liturgi, art. 64-65.
33
Tentang pembebasan dari perbudakan setan dan kegelapan itu menurut Injil: Lih. Mat 12:28; Yoh 8:44; 12:31(bdk 1Yoh
3:8; Ef 2:1-2).- Dalam liturgi babtis: Lih. Rituale (tata-upacara) Romawi.
34
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 14.
35
Lih. S. AGUSTINUS, Traktat tentang Yohanes 11,4: PL 35,1476.
ARTIKEL TIGA
44
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 32. – Dekrit tentang kerasulan awam.
45
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Pendidikan imam, art. 4, 8, 9.
46
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Liturgi, art. 17.
47
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dekrit tentang Pendidikan imam, art. 1.
keagamaan bangsa mereka dan agama kristiani [48]. Begitu pula hendaknya pembinaan
imam mengindahkan kebutuhan-kebutuhan pastoral daerah itu: para siswa hendaknya
mempelajari sejarah, tujuan dan metode kegiatan misioner Gereja, begitu pula kondisi-
kondisi sosial, ekonomi, budaya, yang khas bagi rakyat di situ. Hendaklah mereka dididik
dalam semangat ekumenisme, dan disiapkan semestinya untuk menjalin dialog
persaudaraan dengan umat bukan-kristiani [49]. Itu semua menuntut, supaya studi imamat
sedapat mungkin diselenggarakan dalam hubungan dan hidup bersama yang terus-
menerus dengan bangsa yang bersangkutan[50]. Akhirnya hendaknya diperhatikan juga
dalam pendidikan administrasi kegerejaan yang teratur, bahkan juga dalam administrasi
ekonomi.
Selain itu hendaknya di pilih imam-imam yang cakap, yang – sesudah sekedar praktik
pastoral – dapat menyelesaikan studi tingkat perguruan tinggi dengan baik, juga
diuniversitas-universitas di luar negeri, terutama di Roma, dan di lembaga-lembaga
ilmiah lainnya. Dengan demikian bagi Gereja-Gereja muda tersedialah dari klerus
setempat imam-imam, yang berbekalkan ilmu serta kemahiran yang sesuai untuk
menunaikan tugas-tugas gerejawi yang lebih berat.
Bila konferensi-konferensi Uskup memandangnya baik, hendaknya diadakan lagi
tingkat diakonat sebagai status hidup yang tetap, menurut kaidah Konstitusi “tentang
Gereja”[51]. Sebab memang berguna bahwa ada orang-orang, yang sungguh-sungguh
menjalankan pelayanan diakon, entah dengan mewartakan sabda Allah sebagai katekis,
entah dengan memimpin jemaat-jemaat kristiani yang terpencil atas nama pastor paroki
dan Uskup, atau dengan mengamalkan cinta kasih dalam karya-kegiatan sosial atau
amal-kasih. Hendaklah mereka itu diteguhkan dengan penumpangan tangan yang
diwaris dari para Rasul, dan dihubungkan lebih erat dengan altar, sehingga mereka
secara lebih tepat-guna menunaikan pelayanan mereka berkat rahmat sakramental
diakonat.
48
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Princeps Pastorum: AAS 51 (1959) hlm. 834-844.
49
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Ekumenisme, art. 4.
50
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Princeps Pastorum: AAS 51 (1959) hlm. 842.
51
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 29.
52
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Princeps Pastorum: AAS 51 (1959) hlm. 855.
sepenuhnya dalam kegiatan itu, diberi status hidup yang sepantasnya dan jaminan sosial
dalam bentuk balas jasa yang adil[53].
Diharapkan, agar bagi pendidikan dan rezeki hidup para katekis disediakan dana
bantuan khusus yang selayaknya oleh Kongregasi Penyebaran Iman. Bila akan nampak
perlu dan seyogyanya, hendaknya didirkan “Karya untuk para Katekis”[54].
Kecuali itu Gereja-Gereja dengan rasa syukur akan menghargai jerih-payah para
katekis bantu, yang berkarya dengan murah hati, dan yang pertolongannya akan tetap
dibutuhkan. Mereka dalam jemaat-jemaat mereka memimpin doa-doa dan memberi
pelajaran. Pendidikan mereka perihal ajaran danhidup rohani hendaknya diusahakan
semestinya. Selain itu dihimbau , agar – bila dipandang cocok – kepada para katekis, yang
telah menempuh pendidikan sebagaimana seharusnya, diberikan perutusan gerejani
secara resmi, dalam suatu ibadat liturgis yang dirayakan di muka umum, supaya dalam
pengabdia kepada iman mereka lebih berwibawa terhadap Umat.
53
Yang dimaksudkan disini para “katekis purnawaktu” atau “fulltime”
54
Dalam bahasa latin: Opus pro Catechistis.
55
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 31, 44.
BAB TIGA
GEREJA-GEREJA KHUSUS
56
Lih. YOHANES XXIII, Ensiklik Princeps Pastorum: AAS 51 (1959) hlm. 838.
57
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang pelayanan dan hidup para imam, art. 11. – Juga : Dekrit tentang pendidikan
imamat, art. 2.
melalui kesaksian hidup masing-masing anggotanya seluruh jemaatnya menjadi tanda
yang menunjukkan Kristus kepada mereka.
Selain itu diperlukan sabda, supaya Injil mencapai semua orang. Uskup pertama-tama
wajib menjadi pewarta iman, yang menghantarkan murid-murid baru kepada Kristus[58].
Supaya ia menunaikan tugas mulia itu sebagaimana mestinya, hendaklah ia sungguh
menyelami baik situasi dan kondisi kawanannya, maupun pandangan-pandangan
tentang Allah yang sesungguhnya terdapat pada sesama warga masyarakat. Hendaklah ia
dengan seksama mempertimbangkan juga perubahan-perubahan, yang disebabkan oleh
apa yang disebut “urbanisasi”, perpindahan penduduk, dan sikap tak acuh di bidang
keagamaan.
Para imam pribumi dalam Gereja-Gereja muda hendaknya penuh semangat
menangani karya pewartaan Injil, dengan menjalin kerja sama dengan para misionaris
luar negeri, yang bersama mereka merupakan satu himpunan imam, bersatu dibawah
kewibawaan Uskup, bukan saja untuk menggembalakan Umat beriman dan merayakan
ibadat ilahi, melainkan juga untuk mewartakan Injil kepada mereka yang berada di luar.
Hendaknya mereka siap sedia, dan bila ada kesempatan dengan gembira menawarkan
diri kepada Uskup mereka, untuk memulai karya misioner di daerah-daerah yang
terpencil dan terbelakang di keuskupan mereka sendiri atau di keuskupan-keuskupan
lain.
Hendaknya para religius pria maupun wanita, begitu pula kaum awam, dijiwai oleh
semangat yang sama terhadap sesama warga msyarakat, terutama terhadap mereka yang
lebih miskin.
Hendaknya Konferensi-Konferensi Uskup mengusahakan, supaya pada waktu-waktu
tertentu diselenggarakan kursus-kursus penyegaran di bidang Kitab suci, teologi, hidup
rohani dan pastoral, dengan maksud supaya ditengah kemajemukan dan perubahan-
perubahan situasi klerus memperoleh pengertian yang lebih penuh tentang ilmu teologi
dan metode-metode pastoral.
Pada umumnya, hendaklah dipatuhi dengan saksama apa yang telah ditetapkan oleh
Konsili ini, terutama dalam Dekrit tentang Pelayanan dan Hidup para Imam.
Supaya karya misioner Gereja khusus itu dapat terlaksana, diperlukan pelayan-
pelayan yang cakap, yang perlu disiapkan pada waktunya dengan cara yang sesuai
dengan situasi masing-masing Gereja. Tetapi karena orang-orang semakin mengelompok
membentuk golongan-golongan tertentu, maka adalah semestinya, bahwa Konferensi-
Konferensi Uskup mengadakan pertukaran pandangan tentang bagaimana menjalin
dialog dengan golongan-golongan itu. Akan tetapi bila diberbagai wilayah terdapat
kelompok-kelompok, yang terhalang untuk memeluk iman katolik, karena mereka tidak
mampu menyesuaikan diri dengan bentuk khusus, yang menandai Gereja di situ, lalu
diharapkan, supaya situasi yang istimewa itu ditanggapi secara khusus[59], sampai semua
orang kristiani dapat berhimpun menjadi satu jemaat. Adapun masing-masing Uskup
hendaknya mengundang para misionaris ke keuskupannya, - bila Takhta suci
menyediakan sejumlah mereka untuk maksud itu, - atau dengan senang hati menerima
mereka, dan secara tepat-guna ikut mengembangkan usaha-usaha mereka.
Supaya di antara saudara-saudara setanah air semangat misioner itu mulai mekar,
sudah sepantasnyalah bahwa Gereja-Gereja muda selekas mungkin ikut serta secara nyata
dalam perutusan Gereja semesta, dengan mengutus misionaris-misionaris mereka sendiri
untuk mewartakan Injil di mana-mana, meskipun mereka sendiri masih kekurangan
imam. Sebab persekutuan dengan Gereja semesta dengan cara tertentu akan terlaksana,
bila Gereja-Gereja muda itu pun secara aktif ikut menjalankan kegiatan misioner di
tengah bangsa-bangsa lain.
58
Lih. KONSILI VA TIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 25.
59
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang pelayanan dan hidup para imam, art. 10. Di situ – untuk memperlancar
kegiatan-kegiatan pastoral khusus bagi pelbagai golongan sosial – dibuka kemungkinan mendirikan Praelatura personalis
(lingkup kepemimpinan Gereja untuk pribadi-pribadi/kelompok tertentu), sejauh itu memang diperlukan demi
kepentingan kerasulan.
21. (Pengembangan kerasulan awam)
Gereja tidak sungguh-sungguh didirikan, tidak hidup sepenuhnya, dan bukan tanda
Kristus yang sempurna di tengah masyarakat, selama bersama Hirarki tidak ada dan
tidak berkarya kaum awam yang sejati. Sebab Injil tidak dapat meresapi sifat-perangai,
kehidupan dan jerih-payah suatu bangsa secara mendalam tanpa kehadiran aktif kaum
awam. Oleh karena itu sejak suatu Gereja didirikan perhatian amat besar harus diberikan
kepada pembentukan kaum awam kristiani yang dewasa.
Sebab Umat beriman awam sepenuhnya termasuk Umat Allah pun sekaligus
masyarakat. Mereka termasuk bangsa yang menjadi pangkuan kelahiran mereka. Melalui
pendidikan mereka mulai ikut menikmati kekayaan kebudayaannya. Mereka terikat pada
kehidupannya melalui aneka ikatan sosial. Atas usaha sendiri mereka ikut menyumbang
bagi kemajuannya melalui kejuruan mereka. Masalah-masalahnya mereka rasakan
sebagai persoalan mereka sendiri, dan mereka berusaha memecahkannya. Tetapi mereka
juga menjadi milik Kristus, karena dilahirkan kembali dalam Gereja melalui iman dan
Baptis, supaya berkat barunya hidup dan karya mereka, mereka menjadi milik Kristus
(lih. 1Kor 15:23), supaya dalam Kristus segala-sesuatu tunduk kepada Allah, dan akhirnya
Allah menjadi semuanya dalam segalanya (lih. 1Kor 15:28).
Tugas utama para awam baik pria maupun wanita yakni: memberi kesaksian akan
Kristus. Mereka wajib bersaksi dengan kehidupan dan kata-kata dalam keluarga,
dikalangan sosial mereka, dilingkungan profesi mereka. Sebab pada diri mereka harus
nampak manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah dalam kebenaran
dan kekudusan yang sejati (lih. Ef 4:24). Adapun sifat baru kehidupan itu wajib mereka
ungkapkan di lingkup masyrakat dan kebudayaan pribumi, menurut adat-kebiasaan
bangsa mereka. Mereka harus mengenal kebudayaan itu, menyehatkan serta
melestarikannya, mengembangkannya sesuai dengan kondisi-kondisi mutakhir, dan
akhirnya menyempurnakannya dalam Kristus, supaya iman akan Kristus dan kehidupan
Gereja jangan asing lagi bagi masyarakat di sekitar, melainkan mulai meresapi dan
mengubahnya. Hendaknya mereka bersatu dengan sesama anggota masyarakat dalam
cinta kasih yang tulus, supaya dalam pergaulan mereka nampaklah ikatan baru kesatuan
dan solidaritas semesta, yang bersumber pada misteri Kristus. Hendaklah mereka juga
menyiarkan iman akan Kristus diantara sesama, yang sekehidupan dan seprofesi dengan
mereka. Kewajiban itu semakin mendesak, karena kebanyakan orang hanya dapat
mendengarkan Injil dan mengenal Kristus melalui para awam tetangga mereka. Bahkan
bila mungkin hendaknya para awam bersedia bekerja sama lebih langsung dengan
Hirarki, melaksanakan perutusan istimewa untuk mewartakan Injil serta menyalurkan
ajaran kristiani, supaya Gereja yang baru lahir dikukuhkan.
Adapun para pelayan Gereja hendaknya sungguh menghargai kerasulan para awam
yang cukup berat. Hendaklah mereka membina para awam, supaya mereka selaku
anggota-anggota Kristus menyadari tanggung jawab mereka atas semua orang.
Hendaknya kaum awam menyanmpaikan rahasia Kristus secara mendalam kepada
mereka, dan memperkenalkan metode-metode praktis kepada mereka, serta
mendampingi mereka bila muncul kesulitan-kesulitan, sehaluan dengan Konstitusi
“Lumen Gentium” dan Dekrit tentang “ Kegiatan Merasul”.
Maka dengan mempertahankan tugas-tugas maupun tanggung jawab khusus para
gembala dan kaum awam, hendaklah Gereja muda secara menyeluruh serentak memberi
kesaksian yang hidup dan teguh tentang Kristus, supaya menjadi lambang cemerlang
keselamatan, yang telah samapai kepada kita dalam kristus.
BAB EMPAT
PARA MISIONARIS
60
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 13.
61
Lih. PAULUS VI, Amanat pada upacara kanonisasi para Martir di Uganda: AAS 56 (1964) hlm. 908.
62
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 13.
63
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 17.
64
Yang dimaksudkan dengan “lembaga-Lembaga” yakni Ordo-Ordo, Kogregasi-Kongregasi, Lembaga-Lembaga maupun
Serikat-Serikat, yang berkarya di daerah-daerah Misi.
Sebab panggilan istimewa menandai mereka, yang sifat perangai alamiahnya memang
cocok, dan cakap berkat kurnia-kurnia serta bakat pembawaan mereka, lagi pula siap
sedia untuk mengemban karya misioner[65], entah mereka itu pribumi entah dari luar
negeri: imam-imam, kaum religius, awam. Mereka diutus oleh Wewenang yang sah, dan
karena iman serta ketaatan mengunjungi orang-orang yang jauh dari Kristus. Mereka
dikhususkan untuk melaksanakan karya yang telah ditetapkan bagi mereka (lih. Kis 13:2)
sebagai pelayan Injil, “supaya para bangsa bukan-Yahudi dapat diterima oleh Allah
sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, dan disucikan dalam Roh Kudus”
(Rom 15:16).
65
Lih. PIUS XI, Ensiklik rerum Ecclesiae: AAS 18 (1926) hlm. 69-71. – PIUS XII, Ensiklik Saeculo exeunte: AAS 32
(1940) hlm. 256. – IDEM, Ensiklik Evangelii praecones: AAS 43 (1951) hlm. 506.
66
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 449-450.
67
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 448-449. – PIUS XII, Ensiklik Evangelii
praecones: AAS 43 (1951) hlm. 507. – Dalam pembinaan para imam misionaris perlu diperhatikan juga apa yang
ditetapkan dalam Dekrit KONSILI VATIKAN II tentang Pendidikan Imam.
adat-kebiasaan para bangsa yang serba asing dan dengan situasi yang berbeda-beda.
Dengan bersehati dan dalam suasana saling mengasihi ia akan menyumbangkan
usahanya kepada rekan-rekan dan siapa saja yang berbakti dalam karya yang sama,
sehingga sementara menganut teladan jemaat pada zaman para Rasul, ia sehati dan sejiwa
dengan Umat beriman (lih. Kis 2:42; 4:32).
Sikap-sikap batin itu hendaknya pada masa pembinaan sudah mulai diamalkan dan
dikembangkan dengan tekun, dan diangkat serta dipupuk dalam hidup rohani.
Hendaklah misionaris, diresapi oleh iman yang hidup dan harapan yang takkan
memudar, menjadi manusia doa. Hendaknya ia bernyala karena semangat yang tangguh
dan cinta kasih serta sifat ugaharinya (lih. 2Tim 1:7). Hendaklah ia belajar mencukupi diri
di segala keadaan (lih. Flp 4:11). Hendaknya dengan semangat berkorban ia mengemban
kematian Yesus dalam dirinya, supaya kehidupan Yesus berkarya pada mereka yang
dilayaninya dalam perutusannya (lih. 2Kor 4:10 dsl.). Karena semangat berjerih payah
demi keselamatan sesama hendaknya ia sukarela mengorbankan segalanya, bahkan
mengorbankan diri sendiri demi jiwa-jiwa (lih. 2Kor 12:15 dsl.). Sehingga “dengan
menunaikan tugas harian mereka, mereka berkembang dalam cinta kasih akan Allah dan
sesama”[68]. Demikianlah, dalam kepatuhan terhadap kehendak Bapa bersma Kristus, ia
akan melangsungkan perutusan-Nya dibawah kewibawaan Hirarki Gereja, dan
menyumbangkan tenaganya kepada rahasia keselamatan.
68
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 41.
69
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 440. PIUS XII Ensiklik Evangelii praecones:
AAS 43 (1951) hlm. 507.
70
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 448. – KONGREGASI SUCI UNTUK
PENYEBARAN IMAN, dekrit tanggal 20 Mei 1923: AAS 15 (1923) hlm. 269-370. – PIUS XII, Ensiklik Saeculo
Exeunte: AAS 32 (1940) hlm. 256. – IDEM, Ensiklik Evangelii praecones: AAS 43 (1951) hlm. 507. – YOHANES
XXIII, Ensiklik Princeps Pastorium: AAS 51 (91959) hlm. 843-844.
71
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Pendidikan imam, art. 19-21.- Konstitusi apostolik Sedes Sapientiae beserta
Anggaran Dasar Umum.
Juga mereka, yang hanya untuk sementara berperan dalam kegiatan misioner,
perlulah mendapat pembinaan yang memadai bagi situasi mereka.
Tetapi berbagai macam pembinaan itu hendaklah di daerah-daerah perutusan mereka
dilengkapi sedemikian rupa, sehingga para misionaris mendapat pengertian lebih luas
tentang sejarah, tata-susunan masyarakat serta adat istiadat para bangsa, dan memahami
tata-kesusilaan serta perintah-perintah keagamaan maupun gagasan-gagasan mendalam,
yang telah mereka bentuk menurut tradisi-tradisi suci mereka tentang Allah, tentang
dunia dan tentang manusia[72]. Hendaknya mereka mempelajari bahasa-bahasa
sedemikian baik, sehingga mampu menggunakannya dengan lancar dan halus, dan
dengan demikian lebih mudah menyapa budi maupun hati orang-orang[73]. Selain itu
hendaklah mereka diperkenalkan dengan kebutuhan-kebutuhan pastoral yang khusus
sebagaimana mestinya.
Hendaknya ada beberapa pula yang secara lebih mendalam di siapkan pada Lembaga-
Lembaga Misiologi atau di fakultas-fakultas atau universitas-universitas lain, supay lebih
tepat guna menunaikan tugas-tugas yang khusus[74], dan dengan kemahiran mereka
mampu yang terutama pada zaman kita sekarang menimbulkan sekian banyak kesulitan
dan membuka kesempatan-kesempatan baru. Kecuali itu sangat diharapkan, agar bagi
Konferensi-Konferensi Regional para Uskup tersedialah sejumlah pakar-pakar semacam
itu. Hendaklah konferensi secara efektif memanfaatkan ilmu-pengetahuan serta
pengalaman mereka untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan tugas mereka. Hendaklah
ada pula, yang betul-betul mampu menggunakan upaya-upaya tehnis serta komunikasi
sosial, yang hendaknya sangat dihargai perlunya oleh semua.
72
Lih. PIUS XII, Ensiklik Evangelii praecones: AAS 43 (1951) hlm. 523-524.
73
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 448. - PIUS XII Ensiklik Evangelii praecones:
AAS 43 (1951) hlm. 507.
74
Lih. PIUS XII, Ensiklik Fidei donum: AAS 49 (1957) hlm. 234.
75
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang pelayanan dan kehidupan para Imam, n. 10; di situ dibicarakan diosis -diosis
dan prelatur-prelatur dan sebagainya.
BAB LIMA
28. (Pendahuluan)
Karena Umat beriman kristiani mempunyai kurnia-kurnia yang berbeda-beda (lih. Rom
12:6), mereka wajib menyumbangkan tenaga bagi Injil, masing-masing menurut
kesempatannya, upaya yang tersedia, karisma dan pelayanannya (lih. 1Kor 3:10). Maka
mereka semua harus bersatu (lih. 1Kor 3:8), yang menabur dan yang menuai (lih. Yoh
4:37), yang menanam dan yang mengairi, supaya, “sambil dengan bebas dan teratur
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama”[76], mereka sejiwa sehati mencurahkan
tenaga demi pembangunan Gereja.
Maka dari itu jerih payah para pewarta Injil dan bantuan Umat kristiani lainnya
hendaklah diarahkan dan dipadukan sedemikaian rupa, sehingga di segala bidang
kegiatan dan kerja sama misioner “segala sesuatu berlangsung secara teratur” (1Kor
14:40).
76
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 18.
77
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 23.
78
Lih. Motu proprio Apostolica Sollicitudo, 15 September 1965.
79
Lih. PAULUS VI, Amanat dalam Sidang Konsili pada tgl. 21 November 1964: AAS 56 (1964).
80
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 39-40.
81
Sekiranya ada daerah-daerah Misi yang karena alasan-alasan khusus untuk sementara masih berada di abwah pimpinan
Kongregasi-Kongregasi lain, seyogyanyalah kongregasi-Kongregasi itu menjalin hubungan dengan Kongregasi untuk
Penyebaran Iman, supaya pengaturan dan pembimbingan semua daerah misi dapat di dasarkan pada pemikiran dan
kaidah-kaidah yang sungguh tetap dan seragam.
usaha misioner jemaat-jemaat kristiani lainnya, supaya sedapat mungkin dihilangkan
sandungan akibat perpecahan.
Maka dari itu perlulah bahwa Kongregasi itu menjadi sarana administratif maupun
badan pengarah yang dinamis, yang menggunakan metode-metode ilmiah dan upaya-
upaya yang sesuai dengan keadaan dewasa ini, yakni dengan mengindahkan
penyelidikan teologis, metodologis dan pastoral misioner zaman sekarang.
Dalam kepengurusan Kongregasi itu hendaknya para wakil terpilih dari mereka
semua yang bekerja sama dalam karya misioner ikut serta secara aktif dan mempunyai
hak suara yang ikut menentukan : Uskup-Uskup dari seluruh dunia, atas pertimbangan
Konfersni-Konferensi Uskup, begitu pula para pemimpin Lembaga-Lembaga serta Karya-
Karya Kepausan, menurut cara-cara serta pedoman-pedoman yang perlu ditetapkan oleh
Paus. Hendaknya mereka semua pada waktu-waktu tertentu bersidang, dan sebagai
instansi tertinggi di bawah kewibawaan Paus mengatur seluruh karya misioner.
Hendaknya Kongregasi itu didampingi oleh Dewan Penasehat tetap, terdiri dari
pakar-pakar yang sudah teruji ilmu-pengetahuan maupun pengalamannya. Antara lain
mereka akan bertugas mengumpulkan informasi-informasi yang berguna tentang situasi
setempat pelbagai golongan manusia, maupun tentang metode-metode pewartaan Injil
yang harus digunakan, begitu pula mengajukan kesimpulan-kesimpulan yang
dipertanggung jawabkan secara ilmiah bagi karya dan kerja sama misioner.
Hendaklah Tarekat-tarekat para Suster, karya-karya regional untuk Misi dan
oraganisasi-organisasi awam, terutama yang bersifat internasional, diwakili sebagaimana
layaknya.
82
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang tugas kegembalaan Uskup dalam Gereja, art. 35, 4.
83
Lih. Dekrit yang sama, art. 36-38.
31. (Organisasi kegiatan Lembaga-Lembaga)
Berguna pula mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga-
Lembaga atau Serikat-Serikat Gerejawi. Itu semua, entah macam apa, dalam segalanya
yang menyangkut kegiatan misioner sendiri, hendaknya mematuhi Ordinaruis setempat.
Maka akan banyak berguna mengadakan perjanjian-perjanjian khusus untuk mengatur
hubungan-hubungan antara Ordinaris setempat dan Pemimpin Lembaga.
Bila Lembaga tertentu diserahi suatu daerah, Pemimpin Gerejawi maupun Lembaga
itu akan memperhatikan untuk mengarahkan segalanya kepada tujuan ini: supaya jemaat
kristiani yang baru bertumbuh menjadi Gereja setempat, yang pada waktunya akan
dibimbing oleh Gembalanya sendiri beserta para imamnya.
Bila penyerahan daerah itu berakhir, muncullah situasi baru. Pada waktu itu
hendaknya Konferensi-Konferensi Uskup dan Lembaga-Lembaga melalui musyawarah
bersama menetapkan kaidah-kaidah, untuk mengatur hubungan-hubungan antar para
Ordinaris setempat dan Lembaga-Lembaga[84]. Tetapi Takhta sucilah yang akan
berwenang menggariskan azas-azas umum, untuk menentukan cara-cara mengadakan
perjanjian-perjanjian regional atau pun yang bersifat khusus.
Meskipun Lembaga-Lembagaakan siap sedia melanjutkan karya yang telah dimulai,
dengan menyumbangkan tenaga dalam pelayanan biasa berupa reksa jiwa-jiwa, namun
dengan bertambahknya klerus setempat, akan perlu diusahakan agar Lembaga-Lembaga,
sejauh cocok dengan tujuannya, tetap setia kepada keuskupan yang bersangkutan,
dengan bermurah hati menangani karya-karya istimewa atau melayani suatu daerah di
keuskupan itu.
84
Lih. Dekrit yang sama, art. 35, 5-6.
BAB ENAM
KERJA SAMA
35. (Pendahuluan)
Seluruh gereja bersifat misioner , dan karya mewartakan Injil merupakan tugas Umat
Allah yang mendasar. Maka Konsili suci mengundang semua anggota umat untuk
mengadakan pembaharuan batin yang mendalam, supaya mereka mempunyai kesadaran
yang hidup tentang tanggung jawab mereka dalam penyebaran Injil, dan menjalankan
peran mereka dalam karya misioner di antara bangsa-bangsa.
85
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Ekumenisme, art. 12.
Begitulah seluruh jemaat berdoa, menyumbangkan tenaga dan melaksanakan kegiatan
di antara bangsa-bangsa melalui para puteranya, yang dipilih oleh Allah untuk tugas
yang amat luhur itu.
Asal saja karya misioner di selluruh dunia tidak diabaikan, akan sangat berguna
melestarikan hubungan dengan para misionaris yang berasal dari jemaat sendiri, atau
dengan suatu paroki atau keuskupan di daerah Misi, supaya persekutuan antar jemaat
menjadi nyata, dan dengan demikian jemaat-jemaat saling membangun.
86
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 23-24.
87
Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 543-544. – PIUS XII, Ensiklik Rerum Ecclesiae:
AAS 18 (1926) hlm. 71-73. – PIUS XII, Ensiklik Evangelii Praecones: AAS 43 (1951) hlm. 525-526. – IDEM, Ensiklik
Fidei donum: AAS 49 (1957) hlm. 241.
88
Lih. PIUS XII, Ensiklik Fidei donum: AAS 49 (1957) hlm. 245-246.
Hendaknya dalam Konferensi-Konferensi mereka para Uskup berunding tangtang
imam diosesan yang seyogyanya diperuntukkan bagi evangelisasi para bangsa; tentang
iuran tertentu, yang setiap keuskupan setiap tahun wajib menyumbang untuk karya Misi
serasi dengan pendapatannya[89]; tentang tugas memimpin dan mengatur cara-cara serta
upaya-upaya untuk secara langsung membantu dan – bila perlu – mendirikan Lembaga-
Lembaga misoner dan seminari-seminari klerus diosesan untuk daerah-daerah Misi;
tentang cara mempererat hubungan-hubungan antara Lembaga-Lembaga itu dan
keuskupan-keuskupan. Begitu pula termasuk tugas Konferensi-Konferensi Uskup untuk
menyelenggarakn dan mamjukan karya-karya, yang maksudnya supaya mereka yang
karena pekerjaan dan studi berpindah masuk dari daerah-daerah Misi ditampung secara
persaudaraan dan dibantu dengan reksa pastoral yang memadai. Sebab melalui mereka
bangsa-bangsa yang jauh dengan cara tertentumenjadi dekat, dan jemaat-jemaat kristiani
yang sudah tua memperoleh kesempatan amat baik, untuk berwawancara dengan
bangsa-bangsa yang belum menerima pewartaan Injil, dan menunjukkan kepada mereka
wajah Kristus yang sejati melalui pelayanan cinta kasih dan bantuan yang diberikan[90].
89
Lih. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang tugas kegembalaan para Uskup, art. 6.
90
Lih. PIUS XII, Ensiklik Fidei donum: AAS 49 (1957) hlm. 245.
91
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 28.
92
Lih. PIUS XII, Ensiklik Rerum Ecclesiae: AAS 18 (1926) hlm. 72.
pengorbanan yang ditanggung demi kemuliaan Allah dan pengabdian kepada jiwa-jiwa.
Konsili mengajak tarekat-tarekat, supaya tanpa kenal lelah melanjutkan karya yang telah
dimulai, atas kesadaran bahwa keutamaan cinta kasih, yang berdasarkan panggilan
mereka wajib mereka amalkan secara lebih sempurna, mendorong serta mengikat mereka
untuk mewujudkan semangat dan menangani karya yang sungguh bersifat katolik[93].
Tarekat-tarekat hidup kontemplatif melalui doa-doa, ulah-pertobatan dan duka-derita
mereka, amat penting maknanya bagi pertobatan jiwa-jiwa, karena Allah-lah, yang bila
dimohon mengutus pekerja-pekerja ke dalam panenan-Nya (lih. Mat 9:38), membuka hati
umat bukan kristiani untuk mendengarkan Injil (lih. Kis 14:16), dan menyuburkan sabda
keselamatan dalam hati mereka (lih. 1Kor 3:7). Bahkan tarekat-tarekat itu diminta
mendirikan biara-biara di daerah-daerah Misi, seperti memang cukup banyak yang telah
menjalankannya. Maksudnya supaya di situ tarekat-tarekat itu – dengan cara yang sesuai
dengan tradisi-tradisi keagamaan asli para bangsa – dengan menghayati hidup, memberi
kesaksian sungguh mulia ditengah umat bukan kristiani tentang kedaulatan dan cinta
kasih Allah, dan tentang persatuan dalam Kristus.
Adapun tarekat-tarekat hidup aktif, entah bertujuan melalui misioner entah tidak,
hendaknya dengan jujur bertanya diri dihadapan Allah, dapatkah mereka memperluas
kegiatan mereka demi perluasan Kerajaan Allah di antara bangsa-bangsa; dapatkah
mereka menyerahkan beberapa pelayanan kepada tarekat-tarekat lain, sehingga mampu
mencurahkan daya-tenaga mereka untuk daerah-daerah Misi; dapatkah mereka memulai
kegiatan di daerah-daerah Misi, bila perlu dengan menyesuaikan Konstitusi mereka,
tetapi menurut maksud Pendiri; benarkah para anggota mereka menurut kemampuan
ikut serta dalam kegiatan misioner; benarkah kebiasaan hidup mereka merupakan
kesaksian akan Injil yang disesuaikan dengan sifat perangai dan situasi bangsa.
Tetapi karena atas dorongan Roh Kudus dalam Gereja Institut-Institut sekular makin
berkembang, karya-kegiatan mereka di daerah-daerah Misi, dibawah kewibawaan Uskup,
dengan pelbagai cara dapat menajdi subur, sebagai tanda penyerahan diri sepenuhnya
demi evangelisasi dunia.
93
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 44.
94
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 33, 35.
95
Lih. PIUS XII, Ensiklik Evangelii Praecones: AAS 43 (1951) hlm. 510-514. – YOHANES XXIII, Ensiklik Princeps
Pastorium: AAS 51 (1959) hlm. 851-852.
susunan hidup kemasyarakatan yang mendasar, atau tertujukan kepada pendidikan
mereka, yang mengemban tanggung jawab atas masyarakat.
Yang layak mendapat pujian istimewa yakni para awam, yang di Universitas-
Universitas atau Lembaga-Lembaga ilmiah mengembangkan pengetahuan tentang
bangsa-bangsa dan agama-agama melalui penelitian-penelitian mereka dibidang sejarah
atau ilmu-pengetahuan agam, sambil membantu para pewarta Injil dan menyiapkan
dialog dengan umat bukan kristiani.
Hendaklah para awam dalam semangat persaudaraan bekerja sama dengan umat
kristiani lainnya, dengan umat bukan kristiani, khususnya dengan para anggota
perserikatan-perserikatan internasional, sementara selalu mengarah kepada tujuan,
supaya “pembangunan masyrakat duniawi selalu bertumpu pada Tuhan dan diarahkan
kepada-Nya”[96].
Untuk menunaikan semua tugas itu, para awam membutuhkan persiapan tehnis dan
rohani seperlunya, yang harus diberikan pada Lembaga-Lembaga yang dimaksudkan
untuk itu, supaya hidup mereka merupakan kesaksian tentang Kristus di tengah umat
bukan-kristiani, manurut amanat Rasul : “Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati
orang-orang Yahudi dan Yunani, maupun jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha
menyenangkan semua orang dalam segalanya, bukan untuk kepentingan diriku,
melainkan untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka diselamatkan” (1Kor 10:32-
33).
PENUTUP
42. Para Bapa Konsili bersama dengan Imam Agung di Roma, yang menyadari bahwa
tugas menyebarluaskan Kerajaan Allah di mana-mana itu mahaberat, menyampaikan
salam penuh kasih, kepada semua pewarta Injil, terutama kepada mereka yang demi
nama Kristus menanggung penganiayaan, dan menggabungkan diri sebagai rekan dalam
duka-derita mereka[97].
Juga mereka berkobar karena cinta yang sama, seperti Kristus bernyala kasih-Nya
terhadap umat manusia. Sementara menyadari, bahwa Allahlah yang berkarya supaya
Kerajaan-Nya datang di dunia, mereka memanjatkan doa-doa bersama segenap Umat
beriman kristiani, supaya berkat perantaraan Perawan Maria Ratu para Rasul, para
bangsa selekas mungkin dihantar untuk mengenali kebenaran (1Tim 2:4), dan cahaya
Allah, yang bersinar pada wajah Kristus Yesus, melalui Roh Kudus menerangi semua
orang (2Kor 4:6).
Semua dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Dekrit ini, berkenan kepada para
Bapa Konsili suci. Dan Kami, atas kuasa Rasuli yang oleh kristus diserahkan kepada Kami, dalam
Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang
terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan
dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.
Saya PAULUS
Uskup Gereja katolik
96
Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 46.
97
Lih. PIUS XII, Ensiklik Evangelii praecones: AAS 43 (1951) hlm. 527. – YOHANES XIII, Ensiklik Princeps Pastorium:
AAS 51 (1959) hlm. 864.