Aku Percaya Akan Yesus Kristus
Aku Percaya Akan Yesus Kristus
Aku Percaya Akan Yesus Kristus
Pribadi kedua dari Allah Trinitas [yaitu Putera Allah] adalah Pribadi yang lahir dari Allah Bapa. Ia setara
dengan Allah Bapa. Sang Putera Allah menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Iman
kepada-Nya adalah jalan ke Surga.
St. Athanasius (296-373) – “… Tetapi Putera Allah, karena bukan mahluk ciptaan, tetapi Anak Bapa,
selalu ada; sebab selama Bapa ada, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan hakekat-Nya juga
harus ada; dan ini adalah Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya…. (St. Athanasius, Four Discourses
Against the Arians, no. 1:29)”… Karena itu, Putera Allah bukan mahluk ciptaan. Sebab jika Ia adalah
ciptaan, Ia tidak akan mengatakan, “Ia melahirkan Aku,” Sebab ciptaan adalah dari luar dan
merupakan karya Sang Pencipta; tetapi Anak adalah bukan dari luar tetapi dari Allah Bapa, dan sesuai
dengan hakekat-Nya.” (St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, no. 2:56)
St. Ambrosius (337-397) – Selanjutnya, agar tak seorangpun jatuh dalam kesesatan, biarlah seseorang
memperhatikan tanda-tanda yang diberitahukan kepada kita oleh Kitab Suci, di mana kita dapat
mengetahui tentang Sang Putera Allah. Ia disebut sebagai Sang Sabda (Firman), Putera, Kekuatan
Allah, Kebijaksanaan Allah…. Ia adalah Sang Putera karena lahir dari Bapa, disebut sebagai Sang Sabda
karena Ia satu dengan Bapa, satu di dalam kekekalan, satu di dalam keilahian…. ” (St. Ambrose, To
Gratian on the Christian Faith, Bk. I, ch.2)
St. Yohanes Krisostomus (347-407) – “Barangsiapa melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9),
sabda Yesus. Jika Ia mempunyai hakekat yang berbeda dengan hakekat Bapa, Ia tidak akan
mengatakan demikian…. ” (St. John Chrysostom, Homilies on St. John, no. 74:1)
St. Agustinus (354-430) – “… Tetapi Ia [Allah Bapa] tidak pernah ada tanpa Putera, sebab Putera-Nya
adalah kebijaksanaan-Nya, cahaya dari sang Terang kekal. Karena itu, Allah Bapa melahirkan dalam
kekekalan dan Allah Putera dilahirkan dalam kekekalan.” (St. Augustine, Letters, no. 238) “Seperti,
kenyataannya, kamu mengandung di dalam hatimu perkataan yang kamu katakan dan seperti
perkataan itu ada bersama dengan kamu,…. demikianlah Tuhan memberikan Sabda-Nya, yaitu,
melahirkan Sang Putera. Dan kamu, sungguh melahirkan perkataan di dalam hatimu menurut waktu;
sedangkan Tuhan yang mengatasi waktu, melahirkan Sang Putera yang dengan-Nya Ia menciptakan
segala waktu.” (St. Augustine, On the Gospel of St. John, Tr 14:7) “Tetapi jika Putera dikatakan sebagai
diutus oleh Allah Bapa… ini tidak menghindari kita untuk mempercayai bahwa Putera Allah adalah
setara dan sehakekat dan sama-sama kekal dengan Allah Bapa, namun harus diutus sebagai Putera
oleh Allah Bapa. Tidak berarti yang satu lebih besar dari yang lainnya, tetapi karena yang satu adalah
Bapa dan yang lain adalah Putera; yang satu adalah yang melahirkan, yang lain adalah yang
dilahirkan…” (St. Augustine, On the Trinity, Bk 4, Ch.20)
Selain pernyataan para Rasul, Kristus sendiri menyatakan bahwa Ia adalah Putera Allah (lih. KGK 443):
1) Yesus menyatakan Diri sebagai “Anak/ Putera” yang mengenal Bapa (Bdk. Mat 11:27; 21:37-38)
2) Kristus sendiri menunjukkan perbedaan antara keputeraan-Nya dari keputeraan para murid-Nya,
karena Ia tidak pernah mengatakan, “Bapa kita/ Bapa kami” (Bdk. Mat 5:48, 6:8; 7:21; Luk 11:13),
kecuali untuk menugaskan mereka: “kamu harus berdoa demikian: Bapa kami” (Mat 6:9). Ya, Ia
menyatakan perbedaan dengan jelas: “Bapa-Ku dan Bapamu” (Yoh 20:17).
3)Ketika para pendakwa-Nya bertanya, “Jadi Engkau Putera Allah?”, Yesus mengatakan, “Kamu
sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah” (Luk 22:70, bdk. Mat 26:64; Mrk 14:61).
4)Injil yang adalah Firman Allah yaitu Kristus sendiri, mengatakan bahwa Kristus adalah Anak Allah
yang Tunggal (lih. Yoh 3:16; 10:36).
Pernyataan bahwa Kristus adalah “Putera Allah yang Tunggal” dinyatakan oleh Allah Bapa sendiri, dan
hal ini dicatat di dalam Injil di dalam dua kali kesempatan; yaitu saat Pembaptisan dan Transfigurasi.
Pada dua kejadian itu, Allah Bapa mengatakan bahwa Yesus adalah “Anak-Ku yang Kukasihi” (Mat
3:17; 17:5).
Kitab Injil juga mengatakan bahwa kepala pasukan yang menyalibkan Yesus mengakui bahwa Ia yang
wafat sedemikian di hadapannya adalah Anak Allah, dengan mengatakan , “Sungguh orang ini adalah
Anak Allah” (Mrk 15:39). Bahkan Iblispun mengakui bahwa Kristus adalah Anak Allah (lih. Mat 8:28-34;
Mrk 5:1-20; Luk 8:26-39).
Maka Katekismus mengajarkan bahwa sebutan “Anak Allah” menyatakan hubungan yang unik dan
kekal antara Yesus Kristus dan Allah Bapa-Nya: Ia adalah Putera Allah yang Tunggal dari Allah Bapa
(lih. Yoh 1:14,18; 3:16,18). Ia adalah Tuhan sendiri (lih. Yoh 1:1). Untuk menjadi seorang Kristen, kita
harus percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putera Allah (lih. Kis 8:37; 1 Yoh 2:23) (KGK 454), dan
dengan demikian Kristus adalah Allah.
Pilihan 1 – Yesus adalah sungguh Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia
Di dalam sejarah manusia, tidak ada manusia yang pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan, dan juga
mempunyai kemampuan dan kuasa Tuhan. Para nabi dari berbagai agama tidak pernah mengaku
bahwa mereka adalah satu (hypostatic union) dengan Tuhan seperti yang dikatakan dan ditunjukkan
oleh Yesus sendiri. Juga dapat dibuktikan bahwa di masa hidupnya, Yesus melakukan sesuatu yang
hanya dapat dilakukan oleh Tuhan, sebagai contoh: 1) Yesus mengampuni dosa manusia, seperti yang
ditunjukkan dalam cerita penyembuhan orang yang lumpuh (Mat 9:2-8), 2) Yesus menempatkan diri
sebagai Pemberi dan Penentu hukum moral, seperti yang ditunjukkan dalam khotbah di bukit (Mat
5:27-28), 3) Yesus juga memberikan peneguhan bahwa Ia dan Allah adalah satu (Yoh 10:30), 4) Yesus
juga mengatakan bahwa segala kuasa di bumi dan di surga diberikan kepada-Nya (Mat 28:18); 5)
Yesus melakukan banyak mukjizat, dan mukjizat yang terbesar adalah Ia dapat bangkit dari mati (Kis
10:41; 2 Tim 2:8).
Pilihan 2 – Yesus adalah seorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat (‘madman’)
Pilihan ini terdengar ngawur, tetapi C.S Lewis menggunakan istilah demikian untuk menggambarkan
keadaan yang bertolak belakang dengan pilihan yang pertama. Kalau yang dikatakan Yesus tidak
benar, maka pilihannya adalah Ia tidak waras. Namun di dalam Kitab Suci tidak pernah ada yang
mengindikasikan bahwa Yesus adalah seseorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat. Adalah
sangat tidak mungkin, kalau para rasul, para santa dan santo mau mengorbankan nyawa mereka
untuk seseorang yang tidak waras. Jadi pilihan ini sebetulnya sangatlah tidak mungkin.
Pilihan 3 – Yesus adalah seorang yang lebih buruk dari itu (something worse)
Kalau Dia mengaku bahwa diri-Nya adalah Tuhan – padahal bukan – maka dapat disimpulkan bahwa
Dia adalah seseorang yang jahat. Namun untuk mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah seorang
yang jahat juga adalah tidak mungkin, karena semua yang dilakukan Kristus adalah hal- hal yang baik,
dan ajaran moral yang disampaikan kepada manusia adalah begitu sempurna dan tidak ada duanya
dibandingkan dengan ajaran agama manapun. Mahatma Gandhi-pun begitu mengagumi Yesus,
terutama ajaran-Nya tentang khotbah di bukit. Jadi pilihan ini juga tidak mungkin.
3. Pembuktian indah dari seorang kepala Rabi Yahudi yang menjadi Katolik
Pembuktian yang indah tentang ke-Tuhan-an Yesus ditulis di dalam buku autobiografi Eugenio Zolli,
kepala rabi Yahudi pada masa Perang Dunia ke-2. Zolli kemudian menjadi Katolik pada tahun 1945. Di
Polandia, dia sering mengunjungi rumah teman sekolahnya yang bernama Stanislaus, yang beragama
Katolik. Di dinding rumah itu tergantung salib kayu yang sederhana. Eugenio mengatakan dalam
bukunya:
“Sering – aku tidak tahu kenapa – aku akan menatap salib itu dan memandang cukup lama pada
“seseorang” yang tergantung di salib itu. Sejujurnya, permenungan ini selalu diikuti oleh gejolak di
dalam jiwaku. Mengapa orang ini disalibkan? Aku bertanya kepada diriku sendiri. Apakah dia orang
jahat? …. Mengapa banyak orang mengikuti dia, kalau dia jahat dan mengapa temanku dan ibunya
yang juga mengikuti dia adalah orang-orang yang baik? Bagaimana bahwa Stanislaus dan ibunya
begitu baik dan mereka menyembah dia yang disalibkan ini? Dia tidak mengeluh, dia tidak melawan.
Di wajah-nya tidak ada ekspresi kebencian ataupun kemarahan….Tidak. Dia, Yesus, orang itu –
sekarang menjadi “Dia” untukku dengan huruf besar “D.” Dia tidak jahat. Dia tidak mungkin jahat….
Satu hal yang kutahu dengan pasti: “Dia sungguh baik“. ((Eugenio Zolli, Before the Dawn (New York:
Sheed and Ward, 1954) p.24-25))
Motif 2 – Mukjizat
Motif ke-2 adalah mukjizat. Dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa Yesus melakukan banyak sekali
mukjizat, yang membuktikan bahwa Dia adalah sungguh Putera Allah. Bermacam mukjizat sekaligus
juga memberikan konfirmasi akan kebenaran semua ajaran-Nya. Yesus menyembuhkan orang buta
(Mat 9:27-31), orang bisu (Mat 9:32-35), orang tuli (Mk 7:31-37), orang lumpuh (Mat 9:1-8), bahkan
membangkitkan orang mati (Yoh 11:1-46). Yesus juga mengatakan, “…. tetapi jikalau Aku
melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu,
supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa”
(Yoh 10:37-38). Di atas semua itu, mukjizat terpenting adalah kebangkitan Kristus (Mat 28:1-10; Mar
16:1-20; Luk 24:1-53; Yoh 20:1-29, 21:1-19; Kis 1:3; 1 Kor 15:17; 1 Kor 15:5-8). Mungkin ada banyak
orang yang dapat melakukan mukjizat dan menyembuhkan penyakit-penyakit, tapi mereka sendiri
pada akhirnya akan wafat dan tidak dapat bangkit dengan kekuatan sendiri. Namun Yesus
menunjukkan bahwa Ia mempunyai kuasa atas segalanya, termasuk kematian. Hanya Tuhanlah yang
dapat melakukan hal ini.
Perikop di atas menyampaikan tiga hal: (1) Yesus serupa dengan Allah dan Dia setara dengan Allah; (2)
Dia mengambil rupa hamba dan menjadi sama seperti manusia; (3) Dia ditinggikan dan semua ciptaan
mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. Rm 10:9; 1Kor 12:3).
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan
Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,” (Tit 2:13).
Allah yang mahabesar dan Juruselamat di sini adalah mengacu kepada Yesus Kristus, karena hari
kedatangan Tuhan yang kedua (parousia) selalu berhubungan dengan Kristus.
“Tetapi tentang Anak Ia [Allah Bapa] berkata: “Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan
selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.” (Ibr 1:8)
Dari kalimat ini, ‘Tahta-Mu, ya Allah’ mengacu kepada Anak. Dengan demikian, Anak adalah Allah. Hal
ini menyatakan bahwa Anak bukanlah Pribadi yang lebih rendah daripada Allah Bapa. Ini juga
diperkuat oleh Kol 2:9, yang mengatakan, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh
kepenuhan ke-Allahan.”
Namun, kalau kita melihat kata “Kyrios” yang digunakan oleh Rasul Paulus memberikan arti yang yang
lebih mendalam, yaitu Kristus sebagai Allah. Hal ini terlihat dari seringnya Rasul Paulus menggunakan
kata-kata Kyrios dalam PL yang ditujukan kepada Yahweh untuk menunjuk kepada Kristus, seperti:
1Kor 1:31; Rm 10:13; 2Tes1:9. …. Kita dapat pula melihat bahwa Rasul Paulus mempresentasikan
Yesus sebagai obyek penyembahan yang sama dengan Tuhan, seperti yang dikatakannya di Flp 2:10-
11, “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan
yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan…”
Rasul Petrus mendefinisikan hubungan Kristus dengan Allah sebagai Putera-Nya sendiri; yang artinya:
Kristus mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa. Ada banyak frasa dalam Kitab Suci yang
menyatakan bahwa Yesus adalah Putera Allah sendiri, contohnya, “Dengan jalan mengutus Anak-Nya
sendiri…. ” (Rom 8:3); “Ia [Allah], yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang
menyerahkan-Nya bagi kita…” (Rom 8:32); “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan
memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (Kol 1:13).
Istilah ‘Allah’ dan ‘Bapa’ Tuhan kami Yesus Kristus, dipahami dengan memahami hubungan bapa dan
anak dalam artian bahwa anak lahir dari bapa (lihat Rom 15:6, “Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus
Kristus”, lih. juga 2 Kor 1:3, Ef 1:3).
2. Putera Allah (Kristus) tidak sama artinya dengan ‘putera angkat Allah’ (kita semua yang percaya)
Rasul Paulus mengkontraskan arti Kristus sebagai Anak Allah dengan kita semua orang percaya
sebagai anak- anak angkat Allah melalui rahmat-Nya. Kristus memang sungguh adalah Anak Allah
sendiri yang menjelma menjadi manusia (lih. Rom 1:3- dst; Gal 4:4- dst) sedangkan kalau kita
manusia, diangkat/ ‘diadopsi’ menjadi anak-anak-Nya. Dengan keutamaan Kristus ini, maka Kristus
merupakan ‘yang sulung’ dari semua saudara (lih. Rom 8:29).
Jika nubuat ini dibuat hanya satu kali, atau beberapa kali namun bertentangan satu sama lain, maka
kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun nubuat tentang kedatangan Yesus diberitakan
lebih dari 20 abad sebelum kedatangannya dan dilakukan secara terus-menerus. Kalau para nabi yang
menubuatkan kurang dapat dipercaya, misalkan dapat disuap, atau tidak mempunyai karakter yang
baik, kita mungkin masih dapat mempertanyakan kebenarannya. Namun, kita melihat bahwa para
nabi yang memberitakan kedatangan Yesus adalah orang-orang yang dipakai oleh Tuhan sendiri, yang
mempunyai prinsip yang teguh sampai pada titik mau mengorbankan nyawanya dalam
mempertahankan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan.
Jika berita yang disampaikan oleh para nabi saling bertentangan, kita akan mempertanyakan
kebenarannya. Namun yang terjadi adalah ratusan nubuat yang dibuat oleh para nabi dalam rentang
waktu lebih dari 20 generasi memberikan gambaran yang tidak bertentangan, namun saling
melengkapi, sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang siapakah Sang Mesias itu.
Jika nubuat ini dibuat oleh Gereja Katolik, mungkin orang akan berkata bahwa itu semua adalah
karangan Gereja untuk mendukung ajarannya. Namun Kitab Perjanjian Lama adalah kitab yang
dipercaya dan dipegang teguh juga oleh kaum Yahudi, yang sebenarnya tidak mempercayai Kristus
sebagai Mesias yang dijanjikan Allah. Dengan ini, sebenarnya nubuat ini lebih dapat dipercaya lagi,
karena bebas dari usaha pembenaran diri.
Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa semua nubuat itu hanya karangan belaka. Namun, kalau
semua itu hanya merupakan suatu fantasi dan karangan belaka, sungguh mustahil bahwa suatu
karangan dapat bertahan dalam kurun waktu 2000 tahun; dan nubuat tentangnya tidaklah statik,
namun terus berkembang, saling melengkapi dan tidak bertentangan. Lebih lagi, pemenuhan
kebenaran akan kedatangan Yesus juga dicatat dalam Kitab Suci agama Islam, yang mengatakan:
Yesus lahir dari Perawan Maria, Yesus melakukan banyak mukjizat, dll. Jadi pemenuhan kebenaran ini
bukan saja dicatat oleh Kitab Suci umat Nasrani, namun juga dalam Kitab Suci kaum Muslim.
Semua pemikiran di atas membuat orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, yang menjadi
pemenuhan janji Allah. Apakah mungkin bagi seseorang untuk percaya kepada nubuat tersebut,
namun tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan? Sesungguhnya, tidaklah mungkin, karena nubuat-
nubuat tersebut hanya mungkin terjadi, jika pemenuhannya digenapi dalam diri Allah. Mari kita
meneliti nubuat yang telah diberikan Tuhan melalui para nabi, yang digenapi secara sempurna pada
diri Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia.
Untuk meyakinkan manusia agar tidak sampai salah mengenali kedatangan Mesias, maka Tuhan telah
memberitakan waktu dan tempat kedatangan-Nya. Karena Sang Mesias diberitakan datang dari suku
Yehuda dan dari keturunan Daud, maka dapat disimpulkan bahwa Mesias akan datang sebelum suku
Yehuda dan keturunan Daud lenyap (Kej 49:8-11; Bil 24:17-19; 2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-
37). Sejarah mencatat bahwa suku keturunan Yehuda dan keturunan Daud lenyap setelah uskup ke
dua dari Yerusalem, yaitu pengganti Rasul Yakobus yang kemungkinan menjadi uskup sampai kira-kira
akhir abad pertama. Akhirnya, melalui nabi Daniel, Tuhan memberitahukan bahwa Mesias akan
datang 70 minggu tahun (490 tahun) dari waktu pembangunan kembali Yerusalem – kira-kira tahun
458 BC (Dan 9:1-27), yang kalau dihitung akan jatuh pada sekitar tahun 30 AD, waktu penyaliban
Kristus. Lalu, agar manusia tahu secara persis akan kedatangan Sang Mesias, Tuhan memberikan
suatu tanda yang lain, yaitu bahwa Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan (Yes 7:13-14). Tanda
ini adalah suatu tanda adikodrati yang sungguh tepat, karena Sang Mesias adalah Tuhan yang
menjelma menjadi manusia. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa garis keturunan, lokasi
kedatangan-Nya, waktu, bagaimana Dia akan datang ke dunia ini, hanya dapat dipenuhi dalam diri
Kristus, yang datang dari garis keturunan Daud, yang lahir dari Bunda Maria di Bethlehem, pada waktu
sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap dari muka bumi.
Tuhan juga memberikan karakter-karakter spesifik seorang Mesias. Nabi Mikha mengatakan bahwa
Sang Mesias sudah datang dari zaman purbakala, namun Mesias akan datang dan lahir di Bethlehem
(Mik 5:2; Pro 8:22-31). Ke-Allahan Sang Anak Manusia dan Anak Allah telah dinubuatkan oleh nabi
Daniel, yang diberi penglihatan oleh Allah bahwa Sang Anak Manusia diberikan kekuasaan dan
kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja dan segala suku bangsa akan mengabdi kepada-Nya (Dan 7:13-
14; Mzm 2:7-8; 2 Sam 7:14). Roh Tuhan, yang adalah Allah sendiri yang disebutkan di dalam kitab
Kejadian (Kej 1:2), juga akan ada pada-Nya, seperti Roh Hikmat dan Pengertian, Roh Nasihat dan
keperkasaan, Roh Pengenalan dan Takut akan Tuhan (Lih. Yes 11:2). Memang, Mesias yang datang ke
dunia ini adalah Tuhan, dan lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya, sehingga Nabi Yesaya
mengatakan bahwa Sang Mesias akan diberikan gelar: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang
Kekal, Raja Damai (Yes 9:6). Roh Kebijaksanaan dan gelar ke-Ilahian Mesias sebagai Penasehat Ajaib
mengingatkan kita akan suatu Pribadi Kebijaksanaan Allah yang digambarkan dalam kitab Amsal (Ams
8:22-31). Akhirnya, Nabi Yesaya dan Zakaria menggambarkan Sang Mesias sebagai sosok dengan Roh
kelemahlembutan yang penuh belas kasih (Yes 42:3; Zak 9:9). Ini hanya dapat dipenuhi di dalam diri
Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia, yang lahir di Betlehem. Kristus adalah penggenapan yang
penuh dari Roh Allah, sehingga gelar-gelar ilahi diberikan kepada Yesus, seperti yang diberitakan oleh
Nabi Yesaya. Walaupun segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan diberikan kepada Kristus, namun
Ia datang ke dunia dengan Roh yang lemah lembut dan penuh belas kasih. Kristus datang ke dunia
untuk menyelamatkan pendosa, bukan dengan senjata di tangan, namun dengan hati yang penuh
kasih. Krisus tidak mengendarai kuda perang, namun dengan keledai (Lih. Zak 9:9), Ia memasuki
Yerusalem, tempat di mana Ia menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan kita manusia.
2. Mesias dinubuatkan akan menjalankan tiga misi, sebagai Raja, Nabi, dan Imam.
Nubuat yang lain, yang diberikan di dalam Perjanjian Lama adalah tiga misi Kristus, yaitu sebagai Raja,
Nabi, dan Imam. Yakub memberikan berkat kepada Yehuda dan mengatakan bahwa dari keturunan
tonggak kerajaannya, Mesias akan datang untuk mendirikan kerajaan-Nya, dimana semua bangsa
akan tunduk kepada-Nya (Kej 49:8-10). Dia akan seperti bintang, semua kekuasaan diberikan kepada-
Nya dan pemerintahan ada di atas pundak-Nya (Yes 9:6). Demikianlah kenyataannya, Yesus
memenuhi misi-Nya sebagai Raja di dunia ini dengan mengatur semua orang dan semua bangsa. Ia
sendiri meminta kepada para murid-Nya dan orang banyak untuk mengikuti Dia, dan untuk mengikuti
segala perintah-Nya, karena Dia adalah Raja yang sesungguhnya.
Mesias juga adalah Nabi. Musa mengatakan bahwa Tuhan akan memberikan seorang nabi seperti
nabi Musa (Ul 18:15-19). Tidak ada gunanya Tuhan mengutus Nabi yang baru dengan hukum dan
peraturan yang sama. Namun, Tuhan memberikan Nabi yang baru, di mana Dia akan memberikan
hukum yang baru, yang lebih sempurna daripada hukum Musa (Kis 3:22-23; Kis 7:37). Hukum yang
baru yang diberikan Yesus pada saat Ia memulai pemberitaan Kerajaan Surga, adalah Delapan Sabda
Bahagia (Mat 5:1-12). Hukum ini tidak seperti hukum yang diberikan oleh nabi-nabi sebelum
kedatangan Kristus, dan bukan hukum yang sudah dikenal oleh dunia dan manusia, karena Kristus
adalah Tuhan.
Mesias juga menjadi Imam, yang berlaku untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek.
Yesus menggenapinya pada saat Ia merayakan Perjamuan Terakhir bersama para murid-Nya (Mzm
110:5; Ibr 5:1-10, 6:20), saat Ia menjadi Sang Kurban dan Imam. Kurban ini mencapai
kesempurnaannya dengan persembahan diri-Nya sendiri dengan kematian-Nya di kayu salib. Yesus,
menjadi satu-satunya Pengantara antara manusia dengan Tuhan, yang memeteraikan perjanjian yang
baru dengan darah-Nya sendiri di kayu salib.
Namun demikian, meskipun banyak orang melihat kuasa dan mukjijat yang dilakukan Yesus, mereka
akan tetap menolak-Nya dan Dia akan disiksa dengan cara yang begitu kejam. Yakub menggambarkan
bahwa Dia akan melumuri jubahnya dengan darah. Daniel memperkuat nubuat ini dengan
mengatakan bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan kesalahan apapun (Dan
9:26). Nabi Yesaya menggambarkan-Nya sebagai Hamba yang menderita atau the Suffering Servant
(Yes 42, 49, 50, 53). Kemudian, nabi Yesaya melanjutkannya dengan memberikan gambaran yang
begitu jelas tentang bagaimana Mesias menderita. Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita
untuk menebus dosa manusia sehingga manusia akan menerima keselamatan (Yes 42; 49; 50; 53).
Kemudian, Daud di dalam Mazmur dan Kitab Kebijaksanaan memberikan drama penyaliban Mesias
(Mzm 22; Yes 2:12-20) Namun, Daud juga menceritakan kebangkitan Mesias, ketika Daud mengatakan
bahwa Tuhan tidak akan menyerahkan-Nya ke dunia orang mati (Mzm 16:11). Walaupun Mesias
mengalami semua penderitaan yang begitu berat, Tuhan telah memberitakan kepada Adam dan
Hawa, dan juga kepada ular, bahwa Mesias akan memenangkan pertempuran dengan meremukkan
kepala Setan. Namun Setan akan ‘meremukkan tumit-Nya’, artinya adalah kemenangan Kristus
diperoleh melalui penderitaan -Nya (Kej 3:15). Semua nubuat ini dipenuhi oleh Kristus di dalam
kehidupan-Nya, pelayanan-Nya, penderitaan-Nya, kematian-Nya di kayu salib, dan kebangkitan-Nya.
Tak dapat diabaikan juga, bahwa mukjizat Yesus setelah kebangkitan-Nya masih terjadi, bahkan
sampai sekarang ini. Pada jaman para rasul, Yesus menampakkan diri dengan tubuh kebangkitan-Nya
selama berkali- kali, tidak saja kepada para murid-Nya namun juga kepada banyak orang, seperti
ditulis dalam 1Kor 15:5-8. Ini tentu saja adalah mukjizat, yang tidak pernah dapat dilakukan oleh
orang lain selain Yesus yang adalah Tuhan, sebab Ia dapat bangkit dari maut atas kuasa-Nya sendiri,
dan menampakkan diri selama beberapa kali, bahkan tubuh-Nya dapat masuk ke dalam ruangan yang
terkunci (lih. Yoh 20:19).
Selanjutnya, oleh kuasa Roh-Nya sampai sekarang ini Yesus masih mendatangkan mukjizat- mukjizat
kepada orang- orang yang percaya kepada-Nya, baik itu mukjizat kesembuhan ataupun mukjizat
lainnya. Salah satu mukjizat yang paling sederhana namun juga paling mulia, adalah mukjizat
kehadiran-Nya dalam rupa Hosti yang disambut oleh umat Katolik pada setiap perayaan Ekaristi
Kudus.
X. Ajaran sesat yang menentang ke-Allah Yesus dan Tanggapan dari para Bapa Gereja
Namun betapapun banyak mukjizat yang telah dilakukan Yesus, tetap saja ada banyak orang yang
tidak percaya kepada-Nya, bahwa Ia adalah sungguh Allah yang menjelma menjadi manusia.
Sepanjang sejarah Gereja, kita dapat melihat adanya banyak ajaran-ajaran sesat yang berkembang,
baik yang menentang ke- Allah Yesus maupun yang mengabaikan kodrat manusia dari Yesus. Para
Bapa Gereja berperan penting untuk meluruskan ajaran-ajaran sesat ini.
Aliran Gnosticisme timbul lagi dengan nama Manichaeisme di abad ke-3. Mani, seorang Persia, yang
mendirikannya, mengambil prinsip ajaran Gnosticisme ke dalam ajarannya, dan menggabungkannya
dengan ajaran- ajaran Dualisme Zoroastria, cerita rakyat Babilonia, etika Buddha dan tambahan-
tambahan ajaran Kristiani.
Sedangkan ajaran sesat Docetisme berasal dari kata dokesis, yang artinya “apa yang tampak”, sebab
menurut penganut paham ini, Kristus hanya “tampak” atau “kelihatannya seperti manusia, yang
nampaknya lahir, hidup dan menderita”, namun menurut paham ini, sesungguhnya yang nampak itu
bukan sungguh-sungguh Yesus. Maka yang ditolak di sini adalah kodrat kemanusiaan Yesus, atau
realitas tubuh kemanusiaan-Nya, atau kelahirannya ataupun kematian-Nya. Ajaran sesat ini pertama
disebut dalam surat Serapion, Uskup Antiokhia (190-203) kepada Gereja di Rhossos, mengomentari
kekacauan dalam jemaat yang ditimbulkan oleh pembacaan injil apokrif Petrus. Uskup Serapion
menghubungkan injil ini dengan Marcionisme yang memasukkan ke dalam injil ini beberapa
tambahan ajaran yang benar dari Kristus. Ajaran sesat ini juga disebut sebagai aliran “Illusionists”.
Didache menyebut Kristus sebagai Tuhan ((Didache, 10,6; marana tha)), dan menghubungkan nubuat
Nabi Yesaya tentang kisah sengsara, dan Hamba Tuhan, dengan Kristus.
St. Klemens dari Roma (96) dalam penjelasan surat kepada jemaat Ibrani, St. Klemens mengajarkan
bahwa Kristus adalah Sang Putera Allah, “Kebesaran kemuliaan Allah, Tuhan kita Yesus Kristus, tidak
timbul dalam semarak kemegahan,… melainkan dalam kerendahan hati” (16:2)… Melalui Tuhan Yesus
Kristus, segala hormat dan kemuliaan dari kekekalan sampai kekekalan. Amen.” ((St. Clement, 20, 11
et seq.; 50,7))
St. Ignatius dari Antiokhia (35- 110), “Hanya ada satu Tabib yang aktif dalam tubuh dan jiwa…. Tuhan
di dalam manusia, hidup sejati dalam kematian, putera Maria dan Putera Allah, yang pertama
[sebagai putera Maria] dapat menderita, sedang yang kemudian [ sebagai Putera Allah] tidak dapat
menderita, Yesus Kristus, Tuhan kita.” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Surat kepada jemaat di Efesus, Bab
3)).
St. Sirilus dari Yerusalem (313-386), “Maka percayalah kepada Putera Tunggal Allah yang demi
menebus dosa kita turun ke dunia, dan mengambil bagi-Nya kodrat manusia seperti kita, dan
dilahirkan oleh Perawan Maria dan dari Roh Kudus, dan menjadi manusia, tidak hanya kelihatannya
saja atau hanya seperti sandiwara/ “show“, melainkan sungguh-sungguh terjadi; tidak hanya sekedar
lewat melalui Perawan Maria seperti melalui sebuah saluran; tetapi daripadanya dibuat menjadi
sungguh-sungguh daging, dan [Ia] makan dan minum seperti kita. Sebab jika Inkarnasi hanya sebuah
bayangan, maka keselamatan kita hanyalah sebuah bayangan juga. Kristus terdiri dari dua kodrat,
Manusia di dalam apa yang terlihat, namun [juga] Tuhan di dalam apa yang tak terlihat. Sebagai
manusia [Ia] sungguh-sungguh makan seperti kita,…. namun sebagai Tuhan [Ia] memberi makan lima
ribu orang dari lima buah roti (Mat 14:17- dst). ((St. Cyril dari Yerusalem, Cathecheses, No. 4:9))
Tertullian (160- 220) dalam menjelaskan Inkarnasi berkata, “Kita melihat dengan jelas dua hal yang
menjadi satu, yang tidak tercampur baur, tetapi yang disatukan di dalam satu Pribadi, Yesus Kristus,
Tuhan dan manusia …. Kedua kodrat ini bertindak berbeda sesuai dengan karakternya masing-masing,
….” ((Tertullian, Adversus Praxean, bab 27))
St. Thomas Aquinas (1225- 1274): “Ada orang-orang, seperti Ebion dan Cerinthus, dan kemudian Paul
Samosata dan Photius yang mengakui kemanusiaan Yesus saja. Tetapi, ke-Allahan ada di dalam Dia…
dengan semacam partisipasi yang istimewa terhadap kemuliaan ilahi… Pandangan ini [Adoptionism]
merusak misteri Inkarnasi, karena menurut pandangan ini, Tuhan tidak mungkin mengambil daging
untuk menjadi manusia, tetapi seorang manusia yang kemudian menjadi Allah.” ((St. Thomas Aquinas,
Summa contra gentiles, ch. 28, nos. 2-5. Trans. by Charles J. O’Neil)) Heresi ini [Adoptionisme] seolah
berkata, “manusia dibuat menjadi Firman” daripada “Firman itu menjadi manusia” (Yoh 1:14). “Jika
Kristus bukan sungguh-sungguh Tuhan, bagaimana kita mengartikan perkataan St. Paul, “Ia
mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba?” (Flp 2: 6-7, 9). ((Ibid.))
St. Athanasius (296-373), “Putera Allah ada di dalam Allah Bapa …. Bapa ada di dalam Putera. Mereka
adalah satu, tidak terbagi menjadi dua, tetapi mereka [dikatakan] dua karena Bapa adalah Bapa dan
bukan Putera, demikian sebaliknya; dan kodrat mereka [Bapa dan Putera] adalah satu. Allah Putera
adalah Tuhan, dalam satu hakekat (homo- ousios) dengan Allah Bapa. Jika Allah Putera mempunyai
awal (artinya diciptakan oleh Bapa), maka terdapat suatu waktu di mana Allah tidak mempunyai
Sabda atau Kebijaksanaan yang adalah cahaya kemuliaan-Nya (Ibr 1:3); ini bertentangan dengan
wahyu Allah maupun akal sehat. Karena Bapa itu tetap selamanya, maka Sabda-Nya dan
Kebijaksanaan-Nya pasti juga tetap selamanya.” ((St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians,
n.3:3, 4, in NPNF, 4:395))
St. Gregorius Naziansa (328-389), “…Putera Allah berkenan untuk menjadi dan dipanggil sebagai Anak
Manusia, tidak karena Ia mengubah Diri-Nya (karena Ia tidak dapat berubah); tetapi dengan
mengambil bagi diri-Nya sesuatu yang bukan Dia (yaitu manusia, sebab Ia penuh dengan kasih kepada
manusia), sehingga Yang tak terpahami menjadi dapat dipahami…. Maka Yang tak dapat tercampur
menjadi tercampur, Roh dengan daging, Kekekalan dengan waktu,…. Ia yang tak dapat menderita
menjadi dapat menderita, yang Kekal dapat menjadi mati. Karena Iblis ….setelah ia menipu kita
dengan harapan agar kita menjadi tuhan, ia mendapatkan dirinya sendiri tertipu oleh penjelmaan
Tuhan dalam kodrat manusia; sehingga dengan menipu Adam… Ia harus berhadapan dengan Tuhan,
maka Adam yang baru [Yesus Kristus] menyelamatkan Adam yang lama…..” ((St. Gregory of
Nazianzen, Oration 39))
Konsili Nicea (325) yang menghasilkan Credo Nicea: Kristus adalah “sehakekat dengan Bapa, Allah dari
Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar.” ((lih. Credo/ syahadat Nicea))
St Athanasius, St. Basil, St. Gregorius Nazianzen dan St. Gregorius dari Nissa (abad ke-4) yang
mengajarkan, bahwa kalau Kristus tidak mempunyai jiwa manusia, maka Ia bukan sungguh-sungguh
manusia. Jika Kristus tidak mengangkat/ mengambil baginya jiwa manusia, Ia tidak dapat menebus
jiwa manusia.
Konsili Konstantinopel (381) dan Sinode Uskup di Roma (382): Sabda Tuhan tidak menjadi daging
untuk menggantikan jiwa manusia, melainkan untuk mengambilnya, menjaganya dari dosa dan untuk
menyelamatkannya. Pengajaran Apollinaris dinyatakan sesat.
St. Sirilus dari Alexandria (380-444) menjelaskan bahwa Maria adalah Bunda Allah sebab Kristus
adalah Allah: “Saya heran akan pertanyaan yang menanyakan apakah Perawan Suci harus disebut
sebagai Bunda Allah, sebab itu hampir sama dengan menanyakan apakah Puteranya Putera Allah atau
bukan?” ((St. Cyril of Alexandria, Epistle 1,4 )) Ia mengambil baginya kodrat kemanusiaan secara
penuh dari Bunda Maria supaya Ia dapat menderita dalam kemanusiaan-Nya bagi kita. “Ia
memberikan tubuh-Nya untuk mati [bagi kita], meskipun secara kodrat-Nya [sebagai Allah] Ia adalah
hidup dan kebangkitan.” ((Lihat St. Cyril of Alexandria, First Letter to Nestorius, trans. Henry Percival,
in Nicene and Post Nicene Fathers, 14: 201-205)) Kemudian dalam surat keduanya yang dibacakan
dalam Konsili Efesus (431) St. Sirilus mengajarkan, “Sang Sabda, setelah menyatukan secara
hypostatik dalam Diri-Nya, daging yang dihidupi oleh jiwa manusia yang rasional, Ia menjadi manusia
dan disebut sebagai Anak Manusia.” Dengan Inkarnasi, maka Putera Allah menjelma menjadi manusia
dalam rahim Maria. Ini terjadi dalam saat yang berasamaan, sehingga bukan terjadi manusia terlebih
dahulu, baru kemudian Sabda itu turun memenuhinya. Dengan demikian, maka Yesus dapat
mengatakan bahwa kelahiran-Nya dalam daging itu sungguh-sungguh adalah kelahiran-Nya. “Maka
para Bapa Gereja tidak segan-segan mengatakan bahwa Perawan Suci (Maria) adalah Bunda Allah.”
((D 111, St. Cyril of Alexandria, Second Letter to Nestorius, Ibid.))
Maka kita dapat mengatakan bahwa pada Yesus terjadi dua macam “kelahiran”, yang pertama adalah
sebagai Allah, Ia lahir/ berasal dari Bapa sebelum segala abad, dan yang kedua, Ia lahir sebagai
manusia melalui Bunda Maria.
St. Leo Agung (440-461) dengan tulisannya yang terkenal, “Tome of Leo” mengajarkan, “Tanpa
kehilangan sifat-sifat yang berkenaan dengan kodrat dan hakekatnya, di dalam Satu Pribadi,
kemuliaan mengambil kerendahan, kekuatan mengambil kelemahan, kekekalan mengambil kematian,
dan untuk membayar hutang yang menjadi kondisi kita, kodrat yang tidak bisa berubah disatukan
dengan kodrat yang bisa berubah, sehingga untuk memenuhi kepentingan kita, satu Pengantara kita
antara Allah dan manusia, [yaitu] Manusia Yesus Kristus, dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai
manusia, namun tidak dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai Allah. Maka Allah yang benar sungguh
lahir di dalam keseluruhan dan kesempurnaan kodrat manusia, lengkap di dalam segala sesuatunya
sebagai Allah, dan lengkap di dalam segala sesuatunya sebagai manusia….. Dia mengambil rupa
seorang hamba tanpa noda dosa, Ia menaikkan kodrat manusia, tanpa mengurangi kodrat ke-Allahan-
Nya: sebab pengosongan Dirinya adalah dengan membuat Yang tak kelihatan menjadi kelihatan,
Pencipta dan Tuhan atas segala sesuatu mau menjadi mahluk ciptaan, adalah perendahan Diri bukan
karena kegagalan kuat kuasa-Nya namun karena pernyataan belas kasihan-Nya…Kedua kodrat [ke-
Allahan dan ke-manusiaan-Nya] tetap mempertahankan karakter yang sesuai tanpa menghilangkan
satu sama lain…. ke-AllahanNya tidak menghapuskan karakter hamba, ke-hamba-anNya tidak
mengurangi karakter ke-Allahan-Nya…Di dalam kelahiran-Nya yang baru [sebagai manusia] … Ia yang
tidak kelihatan dibuat menjadi kelihatan… Allah semesta alam mengambil rupa seorang hamba,
menyembunyikan kemuliaan-Nya yang besarnya tak terhingga, … Ia yang kekal tidak segan untuk
tunduk di bawah hukum kematian…. Sebab setiap kodrat melakukan apa yang sesuai dengan
kodratnya dengan keterlibatan yang timbal balik dari kodrat lainnya…. Kodrat yang satu [ke-Allahan]
berkilau dengan mukjizat-mukjizat, kodrat yang lain [kemanusiaan] jatuh dalam luka-luka. Seperti
Sabda yang tidak menarik diri dari kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa yang mulia, maka tubuh-Nya
juga tidak membuang kodrat-Nya sebagai manusia. Sebab (dan ini harus disebut lagi dan lagi) Pribadi
yang satu dan sama itu adalah sungguh Putera Allah dan sungguh Putera manusia. ((ST. Leo Agung,
Tome of Leo, Denz 143-144))
St. Paus Agatho (678-681), “…Sebab kami menolak penghujatan yang membagi-bagi dan yang
mencampuradukkan [kedua kodrat dalam Diri Yesus]…. Karena Tuhan Yesus Kristus yang sama
mempunyai dua kodrat, maka Ia juga mempunyai dua keinginan dan dua operasi, yaitu [menurut]
Allah dan manusia: Keinginan dan operasi Ilahinya sesuai dengan hakekat Allah sepanjang segala
abad: sedangkan kemanusiaan-Nya, Ia menerima dari kita, mengambil kodrat kita di dalam waktu….
Sesudah Inkarnasi-Nya, maka ke-Allahan-Nya tidak dapat dipikirkan tanpa kemanusiaan-Nya dan
kemanusiaan-Nya tanpa ke-Allahan-Nya.” ((St. Pope Agatho, Letter in preparation for the 6th
Ecumenical Council, Constantinople III, trans. by Henry R Percival in NPNF, 14:331-333))