Laporan pendahuluan ini membahas tentang hematemesis melena (HM), yaitu muntah darah dan buang air besar berwarna hitam yang disebabkan perdarahan di saluran cerna bagian atas. HM dapat disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Gejala klinisnya meliputi anoreksia, mual, demam dan asites. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan SGOT dan SGPT serta penurunan
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1K tayangan7 halaman
Laporan pendahuluan ini membahas tentang hematemesis melena (HM), yaitu muntah darah dan buang air besar berwarna hitam yang disebabkan perdarahan di saluran cerna bagian atas. HM dapat disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Gejala klinisnya meliputi anoreksia, mual, demam dan asites. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan SGOT dan SGPT serta penurunan
Laporan pendahuluan ini membahas tentang hematemesis melena (HM), yaitu muntah darah dan buang air besar berwarna hitam yang disebabkan perdarahan di saluran cerna bagian atas. HM dapat disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Gejala klinisnya meliputi anoreksia, mual, demam dan asites. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan SGOT dan SGPT serta penurunan
Laporan pendahuluan ini membahas tentang hematemesis melena (HM), yaitu muntah darah dan buang air besar berwarna hitam yang disebabkan perdarahan di saluran cerna bagian atas. HM dapat disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Gejala klinisnya meliputi anoreksia, mual, demam dan asites. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan SGOT dan SGPT serta penurunan
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMATEMESIS MELENA (HM)
A. Pengertian Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996). Melena adalah tinjau hitam atau muntah hitam karena darah dalam saluran cerna yang menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida lambung, lalu dikeluarkan pada hajat besar atau dimuntahkan (Diktat Askep Pasien dengan Masalah Pencernaan Makanan, 2000). Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum.
B. Etiologi 1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan. 2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain. 3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain. 4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain. 5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45- 50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)
C. Patofisiologi
Infeksi Hepatitis viral type A/B
Peradangan hati dan nefrosis sel sel hati
Sel hati kolaps secara ekstensi Meluasnya jaringan fibrosis Distorsi pembuluh-pembuluh darah hati Hipertensi Portal
Sirosis Hepatis Pola nafas tidak efektif Resiko Penurunan nutrisi Intoleransi Aktivitas Kurangnya pengetahuan tentang perawatan Resiko Shock Hipovolemik D. Gejala Klinis Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut : 1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare. 2. Demam, berat badan turun, lekas lelah. 3. Ascites, hidratonaks dan edemo. 4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan. 5. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum. 6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa, wasir dan varises esofagus. 7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu: o Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis. o Amenore, hiperpigmentasi areola mamae o Spider nevi dan eritema o Hiperpigmentasi 8. Jari tabuh
E. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium a. Darah : Hb menurun / rendah b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. d. Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun. e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. f. Peninggian kadar gula darah. g. Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HB S Ag/HB S AB, HB e Ag, dll 2. Radiologi a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan splenomegali, acites b. Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus c. Angiografi untuk pengukuran vena portal
F. Penatalaksanaa 1. Istirahat cukup ditempat tidur 2. Diet rendah protein, rendah garam, diit tinggi kalori 3. Antibiotik 4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dan glukosa. 5. Robansia vitamin B kompleks
G. Diagnosa Keperawatan (Lynda Juall Carpenito) 1. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung 2. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. 3. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
G. Perencanaan / Intervensi 1. Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti - Nadi teratur dan pengisian kuat (60 100 x/mnt) - Tekanan darah menurun (110/70 120/80 mmHg) - Akral hangat Rencana Tindakan
a. Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat menentukan tindakan yang lebih tepat. b. Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari kaki.. R / Mencegah terjadinya hipoksia c. Observasi intake dan out put cairan R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat d. Observasi adanya perdarahan R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah
2. Diagnosa Kep II : Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan : Sesak nafas berkurang Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 20 x/menit). - Tidak terdapat bunyi nafas tambahan. - Kx tidak hipoksia. Rencana Tindakan a. Observasi TTV klien (terutama RR). R / Mengetahui tk skala sesak Kx. b. Auskultasi bunyi nafas Kx. R / Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan. c. Berikan posisiyang nyaman pada Kx seperti semi fowler. R / Mengurangi rasa nyeri. d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan teraepi obat. R / Melaksanakan fungsi independent. 3. Diagnosa Kep. III : Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan. Tujuan : Kebutuhan pasien terpenuhi Kriteria Hasil : - Tidak ada nyeri tekan abdomen - Mual / muntah berkurang - BB meningkat - Nafsu makan bertambah Rencana Tindakan a. Timbang BB Kx setiap hari. R / Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau belum. b. Erikan HE pada Kx dan keluarga tentang pentingnya makanan / nutrisi bagi diri Kx. R / Kx dapatkooperatif dan mau makan. c. Motivasi Kx agar mau makan. R / Meningkatkan nafsu makan. d. Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi. R / Melaksanakan fungsi independent
DAFTAR PUSTAKA
H. M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk., Ilmu Penyakit Dalam,FKUI, Jakarta, 1996.
Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. 2000.
Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.
Arif Mansjoer. Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000. Mudjiastuti, Diktat Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Pencernaan Makanan, Tidak Dipublikasikan, Surabaya, 2000,