LP + Askep Hisprung Pada Anak + Salsabila Paramitha S. Putri (P27820319090)
LP + Askep Hisprung Pada Anak + Salsabila Paramitha S. Putri (P27820319090)
LP + Askep Hisprung Pada Anak + Salsabila Paramitha S. Putri (P27820319090)
Dosen Pembimbing :
Hasyim As`ari
(19741025 200212 2 002)
Disusun Oleh :
Salsabila Paramitha S. Putri (P27820319090)
TINGKAT 2 REGULER B
DIII KEPERAWATAN SUTOPO
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh
usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).
C. Patofisiologi
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami
gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi sfingter sampai internus
ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik dan saraf
ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan yang
parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan yang
sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan sfingter internus
berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan simpatis akan
menghambat kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis akan mengaktifkan
aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion
pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach, yang terletak diantara otot
yang sirkuler dan longitudinal.
D. Pathway
Hisprung
Regtoagmoid colon
Tidak adanya peristaltic serta spingter rectum tidak mempunyai daya dorong
Daya propulsit tidak ada, proses evakuasi feses dan udara terganggu
Muntah hijau
Passase usus terganggu TRIAS
Distensi abdomen
MK : Konstipasi
Mual, muntah
MK : Ketidakefektivan pola
nafas
Intake kurang
MK : ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
E. Manifestasi klinis
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu
24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk
seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau,
pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan
diaremeningkat
Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4
bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg),
satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan
menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1
tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding
ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal
yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal
yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan
prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung.
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi
anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum
diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul
rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal.
Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus
sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih singkat,
waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih
awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan
komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi pada
daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan pertama
dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot
yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam sehingga terlihat
dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai terlihat
lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi. Identifikasi daerah setinggi linea
dentata dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus.
Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone transisi yang
ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding rektum. Supaya tidak
melukai mukosa rektum maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding
rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis
benar-benar telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan
lebar 0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi.
Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan
hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan satu
tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.
b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
c) Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk.
Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah.
Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada foto
polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon
proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan gambaran
obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien
bayi dan anak gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.
b. Foto Barium Enema
Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya
daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen
yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi,
diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi
barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema barium
Abrupt, perubahan mendadak
Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
Funnel, bentuk seperti cerobong
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas
normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan
darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pengidap menjalani operasi meliputi:
A. Pengkajian
a. Identitas
- Identitas klien meliputi: nama, usia, tanggal lahir, pendidikan, alamat, agama
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi klien saat dikaji seperti tingkat kesadaran klien, GCS,
biasanya klien akan menunjukkan sikap meringis atau menangis karena nyeri
pada bagian abdomen yang diraskan. Dan biasanya keadaan klien lemas dan
pucat.
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Meliputi pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, nadi, RR, suhu badan,
saturasi oksigen, berat badan dan tinggi badan klien
3. Pemeriksaan Sistem Integumen
Kebersihan kulit mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, pada palpasi dapat
dilihatcapilary refil, warna kulit, edema kulit
4. Pemeriksaan Sistem Respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernafas atau tidak, kaji frekuensi pernapasan
5. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apical, frekuensi denyut nadi/apical
6. System Pengelihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rhinitis pada mata
7. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi nyeri, aulkutasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah), adanya keram, tenderness.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini
klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
(Ngatsiyah, 1997 : 139)
e. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
f. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
g. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
h. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.
(Betz, 2002 : 197).
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu,keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosis keperawatan merupakan dasar pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapka oleh perawat yang bertanggung jawab.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interprestasi data yang
diperoleh dari pengkajian klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran
tentang kesehatan yang nyata atau aktual dan kemungkinan akan terjadi, dimana
pengambilan keputusannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Berikut adalah Diagnosa Keperawatan pada klien Hisprung:
1. Diare b.d inflamasi gastrointestinal (D.0020)
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna nutrient (D.0019)
3. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d meconium (D.0035)
4. Gangguan rasa nyaman b.d ketidakadekuatan sumber daya (D.0074)
5. Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi (D.129)
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan
untuk membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Intervensi Keperawatan :
Edukasi :
1. Jelaskan jenis obat, alasan 1. Agar keluarga dan klien mengerti
pemberian, tindakkan yang tentang tindakkan yang dilakukan
diharapakan, dan efek samping
sebelum pemberian
(1.03128)
(1.03119)
E. Implementasi
Implementasi adalah perwujudan dari rencana keperawatan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimuali setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi, sebagai berikut:
1. Membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
2. Mencakup peningkatan kesehatan
3. Mencakup pencegahan penyakit
4. Mencakup pemulihan kesehatan
5. Memfasilitasi koping klien
F. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
evaluasi keperawatan adalah mengukut keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Jenis evaluasi ada dua, yaitu:
1. Evaluasi formatif: menilai jalannya pelaksanaan proses keperawatan sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan.
2. Evaluasi sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan
perubahan tingkat laku klien. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.halodoc.com/kesehatan/hirschsprung
https://www.academia.edu/11257186/Asuhan_keperawatan_anak_dengan_hisprung
https://www.scribd.com/doc/270236865/Laporan-Pendahuluan-Hisprung-Desease
https://www.scribd.com/doc/270236865/Laporan-Pendahuluan-Hisprung-Desease
https://id.scribd.com/doc/312916978/LP-KONSTIPASI-docx