Evaluasi Terminal Peti Kemas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 37

II-1

BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1

TERMINAL PETIKEMAS
Terminal petikemas merupakan fasilitas pendukung pelabuhan yang

bergerak dalam hal bongkar muat barang. Pengangkutan dengan menggunakan


petikemas memungkinkan barang-barang digabung menjadi satu dalam petikemas
sehingga aktivitas bongkar muat dapat dimekanismekan. Hal ini dapat
meningkatkan jumlah muatan yang bisa ditangani sehingga waktu bongkar muat
menjadi lebih cepat.
Komponen-komponen yang sekaligus merupakan fasilitas sebuah terminal
petikemas dalam menunjang kelancaran penanganan petikemas termasuk bongkar
muat didalam suatu terminal petikemas adalah sebagai berikut ini :

2.1.1 Sarana
Untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat petikemas, maka
Terminal Petikemas harus dilengkapai dengan berbagai fasilitas (Salim,
1994) yaitu :

2.1.1.1 Berth (Dermaga)


Tempat bersandarnya kapal dan biasanya mempunyai panjang
dan kedalaman tertentu disesuaikan dengan jenis kapal yang berlabuh.

2.1.1.2 Marshaling Yard


Tempat untuk menyusun barang yang siap bongkar dan muat
dari kapal. Lapangan ini terletak di dekat apron.

2.1.1.3 Container Yard


Lapangan yang digunakan untuk menangani/menyimpan
petikemas yang mengendap

II-2

2.1.1.4 Container Freight Service (CFS)


Tempat yang ditunjuk pengirim barang untuk menyusun dan
membongkar barangnya dari petikemas

2.1.1.5 Maintenance and Repair Shop


Tempat untuk memperbaiki dan perawatan petikemas

2.1.1.6 Control Tower


Tempat untuk mengawasi kegiatan di Marshaling Yard dan
Container Yard

2.1.1.7 Ship Planning Centre


Pusat perencanaan muatan dan pembongkaran kontainer dari
dan ke dalam kapal.

2.1.1.8 Weighting Bridge


Jembatan timbang untuk menghitung berat petikemas yang
akan dimuat dan dibongkar dari kapal.

2.1.2 Prasarana
Untuk menunjang kegiatan bongkar muat petikemas, maka
Terminal Petikemas harus dilengkapai dengan alat-alat bongkar muat
(Subandi, 1993) yaitu :

2.1.2.1 Straddle carrier


Alat ini lazim disebut Straddle Truck yaitu alat bongkar muat
mekanis di dermaga yang disesuaikan untuk menangani petikemas.
Semua alat ini dipergunakan untuk mengangkat muatan yang
berukuran panjang (long length) seperti kayu-kayu. Straddle carrier
ini dapat mengangkut petikemas lebih dari satu, dan digunakan di
dermaga untuk memindahkan muatan dari railcar ke chassis truck dan

II-3

sebaliknya , dan dapat pula memuat atau membongkar serta menyusun


petikemas hingga 4 susun.

2.1.2.2 Forklift
Jenis forklift ada bermacam-macam. Forklift yang besar dapat
dipergunakan untuk mengangkat petikemas dari lambung kapal ke
chassis/trailer-trailer, sedangkan forklift kecil dapat digunakan untuk
menyusun muatan atau membongkar petikemas (stuffing/stripping).
Forklift juga dapat mengangkut petikemas berukuran 20 kaki
standar ISO, sedangkan untuk petikemas berukuran lebih dari 20 kaki
lazimnya tidak dipergunakan forklift.

2.1.2.3 Shore Crane


Shore crane lazim pula disebut Quayside Crane, Portainer,
Transtainer atau juga Shore Gantry Spreader. Shore Crane adalah alat
mekanis untuk memuat barang dari dermaga ke kapal dan sebaliknya.
Alat ini dapat berjalan di sepanjang dermaga karena berdiri diatas kaki
yang beroda, di atas rel atau dengan ban.

2.1.2.4 Floating Crane


Floating Crane merupakan alat untuk mengangkut muatan,
tetapi alat ini berjalan diatas air. Pada saat ship gantry tidak mampu
mengangkat muatan berat, maka bersama-sama dengan floating crane
muatan tersebut dapat dengan mudah diangkat.

2.1.2.5 Ro-Ro Truck


Digunakan untuk mengangkut petikemas dari dermaga ke atas
kapal-kapal Ro-Ro dan sebaliknya. Ro-Ro truk buatan kalmar LMV,
Swedia adalah rendah dan mempunyai 6 roda. Cab (rumah dimana
sopir duduk) dibuat luas dan dari sini, sopir dapat melihat semua arah.

II-4

2.1.2.6 Sidelift
Nama lain side lift adalah sideloader yaitu truck yang secara
khusus untuk mengangkat petikemas (bersusun dua sampai tiga
petikemas) yang berukuran 20-40 kaki.
Alat ini dilengkapai dengan lift (alat pengangkat) yang letaknya
disamping (sidelift). Kadang-kadang lift-nya terletak dimuka dan ini
disebut frontlift truck.
Sidelift truk ini sangat luwes untuk memindahkan muatan
berupa petikemas di marshaling area untuk menghindari kongesti

2.1.2.7 Roll Trailer


Adalah alat pengangkut petikemas dan muatan-muatan lain.
Trailer ini dilengkapi dengan roda, ada yang berjumlah 8 buah.
Lantainya terbuat dari plat baja, kayu dsb.

2.1.2.8 Yard Transfer Unit


Alat ini berbentuk traktor dan digunakan sebagai pelengkap
dari forklift untuk memindahkan muatan ke dan dari pinggiran
dermaga. Alat ini juga dapat mengangkut petikemas langsung ke
lambung kapal untuk selanjutnya dimuat ke kapal dengan kran.
Petikemas tidak dapat disusun begitu saja seperti muatan
umum. Petikemas harus ditimbun jauh dari permuakaan tanah, dan
perencanaan penyusunannya harus dibuat sebelumnya. Jika petikemas
akan ditimbun jauh dari permukaan tanah, hendaknya diberi landasan
(kaki) untuk memudahkan bongkar muat serta pemilihan petikemas
yang dikehendaki.

2.1.2.9 Chassis
Alat ini digunakan untuk mengangkut petikemas dan jenisnya
bermacam-macam. Chassis dilengkapi dengan adapter untuk mengunci
kelengkapan sudut petikemas (corner fittings of the container).

II-5

Chassis ada yang mempunyai poros tunggal (single axled) dan ada
pula yang berporos ganda (twin axled). Ukuran panjangnya beraneka
ragam, yang normal biasanya 20 dan 40 kaki.
Macam-macam chassis adalah sebagai berikut :
1. Parallel-frame chassis
Chassis jenis ini sebagai pengangkut petikemas, pada dewasa
ini sangat digemari oleh para pemakai.
2. Dual-purpose unit
Chassis ini berbentuk semitrailer dan dapat digunakan untuk
mengangkut petikemas dan muatan break-bulk lainnya. Alat ini
juga dilengkapi dengan alat pengunci petikemas (container
locking

devices).

Ukuran

panjang

bermacam-macam

diantaranya ada yang berukuran 40 kaki.


3. Flatbed Truck
Alat ini juga digunakan untuk mengangkut petikemas yang
digunakan pada saat alat angkutan masih kurang. Chassis ini
lazim digunakan di pelabuhan-pelabuhan kecil
4. Gooseneck Chassis
Chassis ini berbentuk leher angsa.

2.2

PELAYANAN JASA TERMINAL PETIKEMAS


2.2.1 Pelayanan Barang
2.2.1.1 Pelayanan Dermaga
Jasa dermaga dikenakan terhadap setiap barang yang dibongkar
atau dimuat dari atau ke kapal yang bertambat ditambatan maupun
yang tidak bertambat yang lokasi kegiatannya berada di lingkungan
kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan .
Tarif pelayanan jasa dermaga dikenakan terhadap (Suranto) :
1. Barang yang dimuat atau dibongkar melalui dermaga ke atau dari
kapal dikenakan tarif sebesar tarif dasar

II-6

2. Barang yang dimuat melalui dermaga ke kapal dan selanjutnya


langsung ke kapal lain atau sebaliknya (rede transport), dikenakan
satu kali tarif pelayanan.
3. Barang yang dimuat melalui dermaga ke kapal yang tender pada
kapal yang sedang bertambat pada tambatan atau sebaliknya
dikenakan tarif jasa dermaga sebesar 75% dari tarif dasar.
4. Barang dari tongkang yang dimuat ke kapal yang sedang bertambat
pada tambatan tanpa melalui dermaga atau sebaliknya dikenakan
tarif pelayanan jasa dermaga sebesar 50% dari tarif dasar.

2.2.1.2 Penumpukan Petikemas


Tarif jasa penumpukan petikemas dibedakan atas jenis dan
ukuran petikemas yaitu (Suranto):
1. Petikemas isi/kosong yang berukuran 20 dan 40
2. Petikemas Over Height/Over Weight/Over Length
3. Petikemas berpendingin
4. Jasa penumpukan Barang pada CFS

2.2.1.3 Penumpukan Barang


Tarif pelayanan jasa penumpukan di gudang atau lapangan
penumpukan/CFS dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut
(Suranto) :
1. Untuk barang yang dibongkar dari kapal, hari penumpukan
dihitung mulai hari pembongkaran pertama dari party barang yang
bersangkutan sampai dengan barang dikeluarkan dari tempat
penumpukan.
2. Untuk barang yang dumuat ke kapal, hari penumpukan dihitung
mulai hari penumpukan pertama dari party barang yang
bersangkutan di tempat penumpukan sampai dengan hari selesai
pemuatan keseluruhan muatan kapal yang bersangkutan.

II-7

2.2.2 Operasi Kapal


2.2.2.1 Bongkar Muat
1. Tarif paket jasa bongkar muat petikemas dengan status FCL (Full
Container Load) sudah termasuk jasa dermaga, dikenakan atas
rangkaian kegiatan :
a.

Membongkar petikemas isi atau kosong dari kapal,


mengangkut, menurunkan langsung dan menyususn di
lapangan penumpukan Terminal Petikemas.

b. Mengangkat petikemas isi atau kosong dari lapangan


penumpukan

Terminal

Petikemas,

mengangkut

dan

memuat ke kapal.
2. Tarif paket jasa bongkar muat petikemas dengan status LCL (Less
Than Container Load) tidak termasuk jasa dermaga, dikenakan
atas rangkaian kegiatan :
a.

membongkar petikemas isi dari kapal, mengangkut,


menurunkan

langsung

dan

menyusun

di

lapangan

penumpukan Terminal petikemas, mengangkut ke CFS,


mengeluarkan barang dari dalam petikemas dan menyusun
di CFS, serta memindahkan petikemas kosong ke lapangan
penumpukan Terminal Petikemas.
b. Memindahkan

petikemas

kosong

dari

lapangan

penumpukan ke CFS, memindahkan dan menyususn


barang dalam petikemas serta memindahkannya ke
lapangan

penumpukan

Terminal

Petikemas,

dan

selanjutnya mengangkat dan mengangkut petikemas


tersebut ke dermaga serta memuat ke kapal.
3. Untuk pembongkaran atau pemuatan petikemas kososng dikenakan
tarif 90% dari tarif FCL.
4. Petikemas kosong tipe flattrack yang tidak dibendel/diikat menjadi
satu, dikenakan tarif pelayanan jasa bongkar muat petikemas FCL

II-8

5. Petikemas kosong tipe flatrack yang tidak dibendel/diikat menjadi


satu atau dipisah-pisah, dikenakan tarif pelayanan jasa bongkar
muat petikemas kosong.
6. Dalam hal terjadi kerusakan crane dermaga, maka terhadap
kegiatan jasa bongkar muat petikemas yang menggunakan crane
kapal dikenakan tarif paket pelayanan jasa bongkar muat petikemas
sebesar 70% dari tarif paket pelayanan jasa bongkar muat
petikemas menggunakan crane dermaga.
(KEP.19/PU.04/P.III-2004 dan KEP.15/PJ.5.03/P.III-2000)

2.2.2.2 Shifting
Tarif pelayanan jasa shifting petikemas, dikenakan atas
pekerjaan memindahkan petikemas dari satu tempat ke tempat lain
dalam petak kapal yang sama atau ke petak kapal yang lain dalam
kapal yang sama (tanpa landing dan reshipping operation), atau dari
satu petak kapal ke dermaga dan kemudian menempatkan kembali ke
kapal yang sama (dengan landing dan reshipping operation)
Dalam hal terjadi shifting petikemas sebagaimana dimaksud
diatas, tetapi dilakukan dengan landing ke lapangan penumpukan
petikemas, dikenakan tarif sebesar 125% dari tarif pelayanan jasa
shifting petikemas dengan landing dan reshipping operation.

2.2.2.3 Buka/Tutup Palka


Tarif pelayanan jasa membuka dan menutup palka, dikenakan
terhadap kegiatan membuka dan menutup palka baik dengan landing
atau tanpa landing di dermaga.

2.2.3 Operasi Lapangan


2.2.3.1 Lift On/Lift Off
Biaya lift on dikenakan pada waktu eksportir mengambil
kontainer kosong di container yard maskapai pelayaran. Biaya lift-off

II-9

dikenakan pada waktu eksportir menyerahkan kembali kontainer yang


telah diisi muatan (Subandi, 1993)
Tarif pelayanan jasa lift on/lift off petikemas, dikenakan atas
jasa

mengangkat petikemas dengan kegiatan sebagai berikut

(KEP.19/PU.04/P.III-2004 dan KEP.15/PJ.5.03/P.III-2000) :


a.

Dari tempat penumpukan ke atas chassis penerima


petikemas

b. Dari chassis terminal petikemas ke chassis penerima


petikemas
c.

Dari chassis pengirim petikemas ke tempat penumpukan

2.2.4 Operasi CFS


2.2.4.1 Receiving/ Delivery
Receiving/Delivery yaitu kegiatan penerimaan dan penyerahan
barang yang berlangsung di lambung kapal atau dermaga atau di
lapangan penumpukan dan dapat pula dilaksanakan di area lapangan
penumpukan tertutup gudang dan sebaliknya.
Pengertian lain adalah kegiatan receiving/delivery merupakan
tempat bertemunya sistem angkutan laut dan darat (truk pengangkut,
kereta api, kapal dan tongkang) yang merupakan mata rantai penting
antara pelabuhan dan para importir serta eksportir di daerah belakang/
hinterland (Suranto).

2.2.4.2 Stripping/Stuffing
Petikemas ex stripping/stuffing yang dilakukan di terminal
petikemas apabila petikemas tersebut akan dikeluarkan dianggap
sebagai petikemas impor, sedangkan apabila petikemas tersebut akan
dimuat ke kapal dianggap sebagai petikemas ekspor. Petikemas
tersebut dianggap sebagai petikemas kosong terhitung sejak saat
selesainya stripping/stuffing
(KEP.19/PU.04/P.III-2004 dan KEP.15/PJ.5.03/P.III-2000)

II-10

2.2.4.3 Rubah Status


Perubahan status petikemas dapat terjadi pada (Suranto):
1. Perubahan status dari FCL ke LCL dikenakan tarif FCL ditambah
selisih antara tarif LCL dan tarif FCL, serta ditambah tarif gerakan
ekstra
2. Perubahan status dari LCL ke FCL dikenakan tarif LCL. Apabila
petikemas yang dibongkar dari kapal telah ditempatkan di lapangan
penumpukan petikemas ditambah tarif gerakan ekstra
3. Tarif perubahan status dibebankan kepada pihak yang mengajukan
perubahan

2.2.5 Rupa-Rupa Usaha


2.2.5.1 Retribusi
Retribusi dikenakan terhadap biaya masuk kendaraan yang
masuk wilayah Terminal Petikemas

2.2.5.2 Reefer plug


Tarif pelayanan jasa petikemas reefer dikenakan atas kegiatan :
1. Pelayanan jasa suplai listrik untuk petikemas reefer di lapangan
petikemas yang tersedia fasilitas reefer.
2. Pelayanan jasa mengawasi dan mengontrol suplai litrik dan
temperatur yang diperlukan untuk tiap petikemas reefer.
Pelayanan jasa petikemas reefer ditetapkan dalam satuan tarif
periode waktu per 8 jam dengan ketentuan pemakaian jasa kurang dari
8 jam dihitung satu periode waktu per 8 jam. Tarif pelayanan jasa
petikemas reefer dihitung sejak tanggal jam penerimaan sampai
dengan tanggal jam pemuatan/penyerahan. Besaran tarif pelayanan
jasa petikemas reefer ditetapkan oleh pengelola petikemas
(KEP.19/PU.04/P.III-2004 dan KEP.15/PJ.5.03/P.III-2000)

II-11

2.2.5.3 Monitoring
Pengawasan aktivitas bongkar muat di Terminal Petikemas

2.2.5.4 Batal Muat/Alih Kapal (Transhipment)


Petikemas transhipment dibebaskan dari pengenaan tarif jasa
penumpukan selama 14 hari terhitung mulai tanggal selesai
pembongkaran dari kapal penengangkut pertama sampai dengan
selesainya pemuatan petikemas tersebut ke atas kapal pengangkut
berikutnya
Petikemas transhipment yang belum dimuat ke kapal
berikutnya dalam jangka waktu 14 hari sejak pembongkaran dari kapal
pengangkut pertama, diberlakukan ketentuan sebagai berikut :
1. Status petikemas transhipment menjadi batal dan dikenakan tarif
paket pelayanan jasa bongkar muat petikemas dengan status FCL
2. Dikenakan

tarif

pelayanan

jasa

penumpukan

petikemas

sebagaimana ketentuan diatas dihitung sejak hari pertama


penumpukan.
(KEP.19/PU.04/P.III-2004 dan KEP.15/PJ.5.03/P.III-2000)

2.3

BIAYA PENGELUARAN TERMINAL PETIKEMAS


Pada evaluasi pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai

pada operasi dan pemeliharaan membutuhkan bermacam-macam biaya. Pada


analisis ekonomi biaya-biaya tersebut dikelompokkan menjadi beberapa
komponen sehingga memudahkan analisis perhitungannya. Ada lima kategori
potensial dari harga yang dipertimbangkan dalam evaluasi investasi yaitu :
1.

Biaya konstruksi dan biaya pembebasan lahan.

2.

Biaya penampungan dan tempat tinggal menurut undang-undang bisnis.

3.

Biaya pemeliharaan, operasional dan administrasi atas fasilitas baru.

4.

Biaya perjalanan kendaraan.

5.

Biaya tak terduga.

II-12

2.3.1 Biaya Konstruksi dan Biaya Pembebasan Lahan (Contruction


and Land Acquisition Costs).
Biaya konstruksi dan pembebasan lahan berisikan biaya perijinan
lahan, biaya material konstrusi dan biaya tenaga kerja. Biaya material
konstruksi dan tenaga kerja dalam kenyataannya tidak dapat diperkirakan
secara sederhana, karena perubahan biaya dapat terjadi setiap waktu yang
akan mempengaruhi biaya konstruksi sebenarnya.

2.3.2 Biaya Penampungan dan Tempat Tinggal Menurut Undangundang Bisnis (Statutory Relocation Costs of Residences and
Businesses).
Biaya penampungan dan tempat tinggal yang diberikan kepada
masyarakat yang mengalami penggusuran akibat adanya proyek, yang
besarnya telah ditentukan oleh Undang-undang

2.3.3 Biaya Pemeliharaan, Operasional dan Administrasi Atas


Fasilitas Baru (Maintenance, Operation, and Administration
Costs Of The New Facility)
Biaya pemeliharaan, operasional dan administrasi adalah biaya
tahunan dari pengoperasian fasilitas. Biaya pemeliharaan termasuk
perbaikan permukaan jalan dan pembuatan kemiringan jalan. Biaya
operasional termasuk biaya operasi mesin dan tenaga kerja. Biaya
administrasi termasuk biaya pengurusan dokumen-dokumen. Dalam
proyek kecil, biaya ini sering tidak nampak dalam kebutuhan, tetapi hanya
dalam peningkatan marginal dalam beban kerja staf.

2.3.4 Biaya Perjalanan Kendaraan (User Travel Costs)


Biaya perjalanan dinas, perjalanan pekerjaan dan perjalanan bisnis

II-13

2.3.5 Biaya Tak Terduga (Accident Costs)


Biaya terhadap kerusakan suatu fasilitas, barang dan pekerja
proyek yang diakibatkan oleh kecelakaan dan harus digantikan dengan
asuransi.

2.4

SISTEM MANAJEMEN PEMELIHARAAN


Manajemen pemeliharaan yang efektif dan efisien adalah melakukan

pemeliharaan di tempat dan waktu yang tepat. Suatu pendekatan sistem


manajemen perlu untuk mendapatkan hasil yang optimal.

2.4.1 Langkah-langkah Perencanaan Manajemen Pemeliharaan


Banyak sistem manajemen yang digunakan oleh berbagai negara.
Pada umumnya mereka memperhatikan kebutuhan dan kondisi tertentu
yang dialami setiap negara. Langkah-langkah yang dapat diambil dalam
perencanaan manajemen pemeliharaan adalah :
1.

Inventarisasi (Inventory)
Untuk memelihara suatu aset diperlukan suatu pemahaman penuh
terhadap apa, kapan dan dimana aset kita berada.

2.

Pengumpulan data (Condition Data)


Mengetahui perubahan aset yang disebabkan perubahan waktu

3.

Standar Pemeliharaan (Maintenance Standart)


Pemeliharaan dilakukan denagan standar yang berlaku

4.

Analisa Ekonomi (Economic Analysis)


Pengambilan keputusan mengenai alternatif pemeliharaan perlu
mempertimbangkan tentang berbagai pilihan model pencapaian,
implementasi pemilihan waktu dan penundaan pembayaran.

5.

Analisa Keuangan (Budgetary Analysis)


Analisa ketersediaan dana untuk pemeliharaan

6.

Program (Programming)
Langkah-langkah pengawasan supaya pemeliharaan berjalan
dengan benar dan tidak ada gangguan

II-14

7.

Kontrol kerja dan umpan balik (Works Control and Feedback)


Kontrol terhadap model yang sudah dipilih dan memastikan tetap
berada dalam sistem.

Dari 7 langkah ini merupakan mata rantai yang saling berhubungan

Inventory
Works control
And feedback
Programming

Budgetary
analysis

2.5

Condition
data
Maintenance
Standarts
Economic
Analysis

EVALUASI PROYEK
2.5.1 Pengertian Proyek
Karakteristik dasar dari suatu pengeluaran modal atau proyek
adalah bahwa proyek tersebut pada umumnya memerlukan pengeluaran
saat ini untuk manfaat yang akan datang. Pengertian proyek itu sendiri
menurut Adler (1983) adalah Investasi minimum yang secara ekonomis
dan teknis layak dilaksanakan.
Proyek adalah suatu keseluruhan aktifitas yang menggunakan
sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu
aktifitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan
hasil (return) di waktu yang akan datang, dan dapat direncanakan,
dibiayai, dan dilaksanakan secara unit (Kadariah, 1986).

II-15

Sumber-sumber

yang

digunakan

untuk

biaya-biaya

yang

dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek dapat berbentuk barang-barang


modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga
kerja dan waktu. Sumber-sumber tersebut, sebagian atau seluruhnya dapat
dianggap sebagai barang atau jasa konsumsi yang dibebankan dari
penggunaan masa sekarang untuk memperoleh benefit yang lebih besar
dimasa yang akan datang.
Benefit tersebut dapat berupa tingkat konsumsi yang lebih besar,
penambahan kesempatan kerja, perbaikan tingkat pendidikan atau
kesehatan, dan perubahan / perbaikan suatu sistem atau struktur. Suatu
proyek dapat dinyatakan berakhir, apabila sudah pasti atau diduga tidak
memberikan benefit lagi (umur ekonomis berakhir).
Dalam menentukan umur ekonomis suatu proyek, diperlukan
perkiraan atau estimasi umur proyek tersebut. Untuk proyek-proyek yang
bertujuan keuntungan dan menghasilkan benefit yang jelas diestimasikan
mempunyai umur ekonomis selama 20-25 tahun. Untuk umur proyek
diatas 25 tahun, maka proyek dianggap tidak memberikan benefit lagi,
artinya biayapemeliharaan dan operasional lebih besar dari income.
Pendekatan ini dilakukan dalam kondisi perekonomian yang normal dan
wajar (Jhingan, 1993).
Penggunaan

sumber-sumber

ekonomi

yang

terbatas

untuk

memperoleh benefit sebesar mungkin tersebut membutuhkan suatu


perencanaan yang matang dalam dalam penggunaan sumber-sumber
ekonomi tersebut. Beberapa alasan yang mendasari perlunya perencanaan
suatu kegiatan proyek antara lain :
1.

Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan


kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan
yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

2.

Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting)


terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
Perkiraan dilakukan selain mengenai potensi-potensi dan prospek-

II-16

prospek perkembangan juga mengenai hambatan-hambatan dan


resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan
supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin.
3.

Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai


alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau
kesempatan untuk memilih kombinasi yang terbaik (the best
combination)

4.

Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.


Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran,
maupun kegiatan usahanya.

5.

Dengan adanya rencana, maka suatu alat pengukur atau standar


untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi (control/evaluation).
(Tjokroamidjojo, 1980)

2.5.2 Pengertian Evaluasi Proyek


Evaluasi proyek termasuk dalam proses perencanaan yang sangat
khusus berupa penilaian yang menyeluruh, obyektif, dan sistematis
terhadap program pembangunan untuk masing-masing komoditi dan
proyek. Evaluasi proyek merupakan bagian integral setiap program
pembangunan dalam rangka penilaian keberhasilan atau kegagalan dan
menunjukkan cara-cara penyempurnaan lebih lanjut. Merupakan suatu
proses untuk mengevaluasi tingkat hasil (rate of return) suatu proyek,
profitabilitas sosialnya, dan akibat sampingnya terhadap laju pertumbuhan
penduduk, lapangan kerja, latihan buruh dan manajemen, dan terhadap laju
reinvestasi. (Jhingan, 1993).
Menurut Soekartawi (1987), evaluasi proyek kini merupakan
bagian tersendiri dari suatu pengetahuan baru yang muncul bersamaan
dengan semakin pesatnya laju pembangunan khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang. Pengetahuan tentang evaluasi proyek ini
semakin berkembang dan memang merupakan pengembangan dari apa
yang disebut Capital Budgeting, yaitu suatu keseluruhan proses

II-17

perencanaan pembiayaan aktiva tetap dalam suatu usaha untuk


memaksimalkan keuntungan.
Sasaran-sasaran dari suatu proyek akan merupakan kriteria utama
dalam melakukan suatu evaluasi. Setiap sasaran seharusnya diuji untuk
menentukan apakah hal itu sudah dipertimbangkan secara berhati-hati dan
apakah keputusan yang tepat sudah digunakan dalam perencanaan proyek.
Evaluasi tidak terbatas pada proyek-proyek yang sedang atau telah
diselesaikan saja. Ada kemungkinan bahwa evaluasi dilaksanakan
bilamana proyek dalam keadaan guncang, sebagai langkah pertama dalam
usaha memperbaiki rencana yang lama dan pada akhirnya evaluasi
sebaiknya dilaksanakan pada akhir dari suatu proyek atau bilamana proyek
siap masuk dalam operasi rutin (Gittinger, 1986).

Dalam hal ini evaluasi proyek berfungsi untuk :


1.

Menghindari pemilihan proyek-proyek yang justru merugikan


kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

2.

Menentukan proyek yang akan dilaksanakan sesuai dengan


tersedianya dana dan prioritas yang memberikan keuntungan
terbesar.
(Soekartawi, 1987)

Ada beberapa aspek dalam evaluasi proyek menurut Kadariah


(1986) yaitu :
1.

Aspek teknis
Meliputi evaluasi tentang input dan output berupa barang dan jasa
yang akan diperlukan dan dihasilkan oleh proyek

2.

Aspek managerial dan administratif


Menyangkut

kemampuan

staf

proyek

unutk

menjalankan

administrasi kegiatan dalam ukuran besar (large scale activities).


Keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara subyektif,
namun kalau hal ini tidak mendapat perhatian khusus, maka

II-18

banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang


baik dalam proyek yang direncanakan.
3.

Aspek organisasi
Ditujukan pada hubungan administrasi proyek dengan bagian
administrasi pemerintah lainnya untuk melihat apakah hubungan
antara masing-masing wewenang (authority) dan tanggung jawab
(responsibility) dapat diketahui dengan jelas.

4.

Aspek komersial
Menganalisa penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan
proyek, baik pada waktu membangun proyek, maupun pada waktu
proyek sudah berproduksi, dan menganalisa pasaran output yang
akan dihasilkan proyek.

5.

Aspek finansial
Menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan
pendapatan (revenue earnings) daripada proyek, apakah proyek itu
akan terjamin dananya yang diperlukan, apakah proyek akan
mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan
berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri sendiri.

6.

Aspek ekonomis
Menyelidiki apakah proyek itu akan memberi sumbangan atau
mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan
ekonomi seluruhnya, dan apakah peranannya cukup besar yang
membenarkan (to justify) penggunaan sumber-sumber yang langka.

Dalam evaluasi proyek biasanya diadakan dua macam analisa,


yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Dalam analisa finansial
proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan modalnya
dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam
analisa ekonomis proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai
keseluruhan.

II-19

Dalam analisa finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk


modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek. Hasil finansial
sering disebut private return. Analisa finansial ini penting artinya dalam
memperhitungkan rangsangan (incentive) bagi mereka yang turut serta
dalam mensukseskan pelaksanaan proyek. Sebab tidak ada gunanya
melaksanakan

proyek

yang

menguntungkan

dilihat

dari

sudut

perekonomian sebagai keseluruhan, jika mereka yang menjalankan


kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaannya.
Yang juga perlu diperhatikan dalam analisa finansial adalah waktu
didapatnya returns. Negara dapat mengadakan investasi dalam suatu
proyek yang menguntungkan jika dilihat dalam jangka waktu dua puluh
tahun, tetapi dalam waktu lima tahun yang pertama belum memberikan
hasil sama sekali. Tetapi dari seorang pengusaha swasta tidak dapat
diharapkan untuk mengadakan investasi dalam proyek-proyek semacam
itu, karena dalam jangka waktu lima tahun pertama ia sudah akan
kehabisan modal.
Dalam analisa ekonomis yang diperhatikan adalah hasil total, atau
produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumber yang
dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara
keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber
tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut.
Hal itu disebut the social return atau the economic return daripada
proyek.

2.5.3 Tujuan Evaluasi Proyek


Pada dasarnya sumber-sumber yang tersedia sangat terbatas, maka
dari berbagai peluang investasi yang terbuka dengan tingkat keuntungan
yang atau kemanfaatan yang berbeda, baik pengusaha swasta maupun
pemerintah akan memilih proyek yang memberikan keuntungan dan
kemanfaatan yang paling besar dari sudut pandang masing-masing,
sehingga tujuan dari evaluasi proyek adalah untuk :

II-20

1.

Mengetahui tingkat keuntungan yangt dapat dicapai melalui


investasi dalam suatu proyek.

2.

Menghindari

pemborosan

sumber-sumber,

yaitu

denagn

menghindari proyek-proyek yang tidak menguntungkan.


3.

Mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada


sehingga dapat dipilih alternatif pada proyek yang saling
menguntungkan.

4.

Menentukan prioritas investasi.


(Gray, 1985)

2.5.4 Tahapan Evaluasi Proyek


Tahapan

yang

tercakup

dalam

evaluasi

proyek

menurut

Jhingan (1993) yaitu :


1.

Meninjau kembali keadaan sebelum proyek tersebut benar-benar


dimulai.

2.

Mengadakan penilaian pada waktu proyek tersebut tengah


dilaksanakan.

3.

Menyarankan cara dan sarana untuk memperbaiki pelaksanaan


lebih lanjut dan menutup lubang-lubang kebocoran.

4.

Mengevaluasi tujuan yang telah dicapai pada waktu proyek


beroperasi sepenuhnya.

Beberapa pertimbangan tertentu yang seharusnya mendapat


perhatian bila seseorang ingin melakukan evaluasi terhadap suatu proyek
menurut Soekartawi (1987) adalah :
1.

Pertimbangan managerial skill (kemampuan dan ketrampilan).

2.

Pertimbangan engineering.

3.

Pertimbangan finansial.

4.

Pertimbangan ekonomis.

II-21

Untuk melengkapi empat pertimbangan dalam melakukan evaluasi


proyek seperti yang disebutkan diatas, maka

Gittinger (1986)

menawarkan beberapa aspek lain yang juga perlu diperhatikan dalam


melakukan

evaluasi

proyek

Gittinger

menekankan

pentingnya

memperhatikan aspek-aspek yang mempunyai hubungan erat dengan


segala aspek yang mempengaruhi keberhasilan proyek., yaitu :

2.6

1.

Aspek teknis.

2.

Aspek kelembagaan dan managerial

3.

Aspek sosial

4.

Aspek komersiil

5.

Aspek finansial

6.

Aspek ekonomis

METODE PENILAIAN INVESTASI


2.6.1 Uraian Umum
Pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada proyek,
tentunya didasarkan pada perhitungan yang benar-benar teliti. Tetapi
terkadang apa yang kita asumsikan pada perhitungan, berbeda jauh dengan
kenyataan yang terjadi setelah proyek beroperasi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penilaian
investasi dari proyek yang sedang beroperasi. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan investasi dari proyek sehingga apabila terjadi suatu
penyimpangan yang tidak diharapkan, kita dapat mengambil tindakantindakan yang diperlukan

2.6.2 Unsur-unsur dalam Evaluasi Proyek


2.6.2.1Modal (Biaya Investasi)
Modal adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan,
pengoperasian dan pemeliharaan suatu proyek oleh investor. Berdasarkan
sumber dana, modal dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

II-22

Modal asing
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan,
misalnya hutang pada bank ataupun menerbitkan obligasi.
Modal sendiri
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan,
dapat berupa penahanan sebagian keuntungan setelah pajak
perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan ataupun penjualan
saham baru.
Menurut Atmaja (1999) menyatakan bahwa: Obligasi adalah
promes jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau unit
pemerintah. Obligasi termasuk surat berharga karena pemegang obligasi
memiliki hak atas pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang telah
ditetapkan. Obligasi merupakan alternatif pendanaan yang menarik bagi
perusahaan karena pada umumnya obligasi memiliki jatuh tempo yang
penjang dan relatif murah.

Suku bunga
Suku bunga timbul dikarenakan adanya nilai waktu dari uang, yang
artinya uang pada saat ini akan mempunyai nilai yang beda di masa yang
akan datang. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud suku bunga tidak
harus suku bunga deposito bank, tetapi bisa juga menggunakan tingkat
keuntungan (opportunity cost) investor.
Penetapan suku bunga sebesar opportunity cost mempunyai
kelemahan yaitu besarnya suku bunga selalu dianggap tetap atau tidak
terpengaruh fluktuasi suku bunga yang ada di pasar modal.
Dalam mengembalikan dana yang dipinjam, kadang periode waktu
yang ditetapkan tidak satu tahun, tetapi bisa satu bulan atau empat bulan
sekali. Berhubung analisa investasi yang dilakukan tiap tahun, maka
dihitung kembali besarnya bunga tiap tahunnya.

II-23

Perhitungan besarnya bunga tiap tahun menurut Atmaja (1999):


EAR = (1 + KNom / m ) m - 1

(2-1)

dimana:
EAR

= suku bunga tahunan

KNom

= suku bunga yang ditetapkan

= berapa kali dalam setahun bunga dibayar

Angsuran dibayarkan tiap tahunnya dengan jumlah yang tetap


(menggunakan sistem annuitas).

Besarnya pinjaman dirumuskan oleh Djarwanto (1984) yaitu :


Fn = A[1 / (1 + i ) n 1 + 1 / (1 + i ) n
t = n 1

= A
t =0

+ ..... + 1 / (1 + i )1 + 1 / (1 + i )0 ]

(2-2)

1
(1 + i )t

dimana:
Fn = besarnya pinjaman
i

= besarnya suku bunga

= tahun

A = angsuran

Perhitungan bunga dilakukan dengan rumus bunga majemuk


menurut Soetrisno (1983) yaitu :
FVn = Pvx(1 + i ) n

dimana:
FVn = Future Value
i

= besarnya suku bunga

= tahun

(2-3)

II-24

2.6.2.3 Pajak

Pajak adalah besarnya biaya yang harus dibayarkan kepada instansi


pemerintah, oleh karena itu penghasilan yang didapat harus dikurangi
pajak. Besarnya pajak pertahun akan berdasarkan Undang-undang nomor
10 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun
1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang nomor 7 tahun 1991, dimana tingginya pajak tergantung
besarnya penghasilan. Makin besar penghasilan maka makin tinggi pajak
yang harus dibayar.
Berdasarkan pasal 19 Undang-undang nomor 10 tahun 1994
ditetapkan bahwa besarnya tarif pajak adalah sebagai berikut:
Penghasikan sampai Rp.25.000.000,00 dikenakan pajak sebesar
10%
Penghasilan antara Rp.25.000.000,00 sampai Rp.50.000.000,00
dikenakan pajak sebesar 15%
Penghasilan di atas Rp.50.000.000,00 dikenakan pajak sebesar
30%

2.6.2.4 Keuntungan (Benefit)

Keuntungan (benefit) adalah pendapatan (proceeds) barang


ataupun jasa yang dapat meningkatkan penerimaan penerimaan bersih
pihak-pihak yang terkait dengan pembangunan proyek.
Benefit suatu proyek menurut Pudjosumarto (1995) terdiri dari:
Direct Benefits
Yang dimaksudkan direct benefits disini adalah merupakan
manfaat langsung dan nampak jelas dari hasil adanya suatu
proyek.
Indirect Benefits atau Secondary Benefits
Yang dimaksud dengan indirect benefits adalah merupakan
manfaat yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh adanya

II-25

kejadian proyek tersebut. Manfaat ini biasanya akan dirasakan


oleh orang yang ada di luar proyek.
Intangible Benefits
Intangible benefits disini dimaksudkan suatu manfaat yang

secara tidak langsung bisa dinikmati oleh masyarakat, tetapi


rupanya sulit dinilai oleh bentuk uang.

2.6.2.5 Biaya Operasional dan Biaya Pemeliharaan

Biaya operasional dan pemeliharaan (Biaya O&P) merupakan


bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan suatu proyek seperti
terminal petikemas, oleh karena itu kita tidak bisa mengabaikannya. Biaya
operasional

dikeluarkan

dalam

rangka

mengoperasikan

terminal

petikemas, misalnya biaya pegawai, biaya bahan, biaya asuransi, biaya


sewa, biaya administrasi kantor, biaya umum.
Biaya

pemeliharaan

adalah

biaya

yang

digunakan

untuk

memelihara terminal petikemas, dimana dengan biaya ini diharapkan


terminal petikemas dapat tetap dimanfaatkan hingga umur teknis proyek
tanpa menimbulkan gangguan pada masyarakat sekitar dan pengguna
terminal petikemas. Pemeliharaan yang dilakukan juga ditujukan untuk
memberikan pelayannan yang optimal kepada masyarakat pengguna jasa
terminal petikemas.

2.6.2.6 Penyusutan (Depresiasi)

Penyusutan adalah proses berkurangnya nilai dari suatu barang.


Penyusutan timbul karena adanya keausan yaitu rusaknya sarana dan
prasarana terminal petikemas, semakin bertambah umur, bertambah pula
kerusakan yang terjadi sehingga menyebabkan semakin berkurangnya nilai
dari barang tersebut.

II-26

Terdapat

beberapa

metode

dalam

menghitung

besarnya

penyusutan, perhitungan penyusutan (depresiasi) menurut Djarwanto


(1984) terdiri dari:

Metode garis lurus (straight line method)


Metode tarif tetap dari nilai buku/metode saldo menurun
(double declining balance method)
Metode jumlah angka tahun (sum of the year digits method)
Metode unit produksi (unit of out pot method)
Nilai depresiasi dalam tugas akhir ini dihitung dengan mengunakan
metode tarif tetap dari nilai buku.

Rumus perhitungan penyusutan menurut Cashin dan Leaner


(1986) yaitu :
Penyusutan = tarif penyusutan x nilai buku

(2-4)

Nilai buku dihitung dengan cara mengurangi nilai buku dengan


penyusutan pada tiap tahunnya.

2.6.2.7 Discount Factor

Dalam melakukan analisa investasi, besarnya benefit merupakan


pengandaian (perkiraan untuk masa yang akan datang), bukan riil. Oleh
karena itu perkiraan benefit untuk masa yang akan datang perlu dinilaitunaikan.
Cara menilai-tunaikan yaitu dengan menggunakan discount factor.
Dalam perhitungan selanjutnya akan digunakan discount factor sebesar
tingkat suku bunga pinjaman (cost of capital)
Rumus perhitungan discount factor menurut Gray (1993) yaitu :

Discount factor =

1
(1 + i )t

(2-5)

II-27

dimana :
i

= suku bunga pinjaman

= tahun

selain dengan rumus diatas, discount factor juga bisa didapat


dengan menggunakan tabel seperti pada lampiran

2.6.2.8 Umur Investasi


Net cash flow didapat selama umur investasi proyek. Terdapat

beberapa pedoman yang digunakan dalam menentukan umur investasi


proyek menurut Djarwanto (1984) yaitu :
1. Sebagai pedoman umum dapat dipergunakan umur ekonomis
dari proyek investasi yang bersangkutan.
2. Untuk proyek investasi dengan dana yang cukup besar, dapat
digunakan umur teknis dari unsur-unsur pokok diatas proyek
investasi tesebut.
3. Untuk proyek investasi yang umumnya melebihi 25 tahun,
waktu realisasi net cash flow-nya dapat ditetapkan 25 tahun
karena proceeds sesudah jangka waktu tersebut apabila didiscount dengan interest rate sebesar 10% keatas maka present
value-nya sudah sangat kecil.

Umur ekonomis dari suatu proyek adalah lamanya waktu dimana


suatu aset masih bisa memberikan benefit sehingga dapat meminimkan
biaya tahunan proyek. Dan yang dimaksudkan dengan umur teknis adalah
jumlah tahun selama aktiva bisa digunakan hingga aktiva tersebut rusak.

2.6.3

Metode Evaluasi Investasi Proyek

Metode investasi digunakan sebagai ukuran untuk bisa mengetahui


apakah suatu proyek dikatakan layak atau tidak. Terdapat beberapa metode
yang digunakan, yaitu:

II-28

2.6.3.1 Proyeksi Aliran Kas (Cash Flow)

Menurut Djarwanto (1984) dikatakan bahwa : Untuk dapat


menilai kelayakan investasi dari suatu proyek, diperlukan data mengenai
net cash flow (proceeds) dari proyek yang bersangkutan. Net cash flow

adalah aliran kas bersih yang merupakan selisih antara cash inflow dengan
cash outflow. Net cash flow dapat dihitung jika kita mengetahui cash flow

yang terjadi pada suatu proyek.


Cash flow dari suatu proyek investasi dipengaruhi oleh :

Initial cash outlay (initial investment)


Initial cash outlay dikeluarkan dalam rangka merealisasikan manfaat

(benefit) di waktu yang akan datang, yang diharapkan dapat timbul dari
proyek investasi tersebut. Initial cash outlay dapat berupa pengeluaran
untuk pembelian tanah, bangunan, peralatan dan pengeluaran lain yang
diperlukan untuk pelaksanaan proyek.

Cash outflow dan cash inflow sesudah proyek berjalan


Cash inflow (penerimaan) dan cash outflow (pengeluaran) timbul

sebagai akibat dari pelaksanaan proyek investasi. Net cash flow dari
suatu proyek dapat dihitung dengan cara mengurangi cash inflow dari
suatu proyek dengan cash outflow-nya.

Waktu dari cash flow


Disini digunakan anggapan bahwa cash flow diterima secara sekaligus
pada akhir tahun setiap tahunnya. Cash flow diterima tiap tahunnya
selama umur ekonomis proyek.

Salvage value

Taksiran nilai aset pada akhir umur investasi dimasukkan dalam cash
inflow pada tahun yang bersangkutan.

Tahun berakhirnya suatu proyek investasi


Tahun berakhirnya suatu proyek investasi juga merupakan saat
berakhirnya cash flow dari proyek investasi yang bersangkutan.

II-29

Besarnya Net Cash Flow dirumuskan oleh Djarwanto (1984)


bahwa :
Net Cash Flow = NI + Dep + Int ( 1 T )

(2-6)

dimana :
NI

= Penghasilan sesudah pajak (Net Income)


= Penghasilan Biaya Dep Int T

Dep

= Penyusutan (Depresiasi)

Int

= Suku bunga pinjaman (Interest)

= Pajak perseroan (Income Taxes)

2.6.3.2 NPV (Net Present Value)

NPV

(Net

Present

Value)

adalah

selisih

antara

benefit

(keuntungan) dengan biaya (pengeluaran) yang telah di-present value-kan


dengan discount factor sebesar cost of capital.
Investasi dinilai layak jika proyek memiliki NPV>0. Jika nilai
NPV>0 berarti proyek tersebut dapat mengembalikan lebih besar biaya
modal yang digunakan untuk membiayai proyek dan jika nilai NPV=0
berarti proyek tersebut dapat mengembalikan sama persis biaya modal
yang digunakan untuk membiayai proyek. Sebaliknya jika NPV<0 maka
investasi untuk membiayai proyek dianggap tidak layak karena proyek
tidak dapat menghasilkan senilai biaya modal yang dipergunakan untuk
membiayai proyek (Gray, 1985).
Rumus perhitungan besarnya NPV menurut Gray (1985) sebagai
berikut:
n

NPV =
t =0

Bt Ct

(1 + i )t

dimana:
NPV = Net Persent Value
Bt

= Benefit pada tahun t

Ct

= biaya proyek pada tahun t

= umur investasi proyek

(2-7)

II-30

= suku bunga pinjaman

= periode waktu

2.6.3.3 PI (Profitability Index)


Investasi

i=%
O&P
n = tahun

Benefit

Gambar 2.1. Profitability Index

PI adalah perbandingan antara present value penerimaan dengan


present

value

pengeluaran.

Jika

PI>1

maka

proyek

dikatakan

menguntungkan dan sebaliknya jika PI<1 maka proyek dianggap tidak


menguntungkan sehingga tidak layak untuk dilaksanakan.
Rumus perhitungan PI menurut Sartono (1997 ) yaitu:
n

PI =

At

(1 + i )

t =1

(2-8)

Ao

dimana :
PI

= Profitability Index

= periode waktu

= suku bunga pinjaman

At

= arus kas bersih

Ao

= biaya investasi

= umur investasi proyek

II-31

Tabel 2.1 Kelayakan proyek berdasarkan Profitability Index


PI

Keterangan

>1,00

Proyek Layak

1,00

Marginal

< 1,00

Proyek Tidak Layak

2.6.3.4 IRR (Internal Rate of Return)

Tingkat pengembalian internal (IRR = internal rate of return)


adalah tingkat pengembalian (rate of return) yang paling luas yang
digunakan untuk menjalankan analisis ekonomi teknik.
Metode ini memberi solusi untuk tingkat bunga yang menunjukkan
persamaan dari nilai ekivalen arus kas masuk (penerimaan atau
penghematan) pada nilai ekivalen arus kas keluar (pembayaran, termasuk
biaya investasi).
Untuk suatu alternatif tunggal, IRR tidak positif kecuali : (1) baik
penerimaan maupun pengeluaran keduanya terdapat dalam pola arus kas
dan (2) jumlah penerimaan lebih besar dari pada jumlah keseluruhan
pengeluaran kas.
Dengan mempergunakan rumus NPV, IRR adalah i% yang pada
nilai ini menurut De Garmo (1997) adalah :
N

R (P / F , i%, k ) = E (P / F , i%, k )
k =0

k =0

(2-9)

dimana :
Rk

= penghasilan atau penghematan netto untuk tahun ke-k

Ek

= pengeluaran netto termasuk tiap biaya investasi untuk


tahun ke-k

= umur proyek (periode studi)

II-32

Variasi yang popular dari persamaan (2-9) untuk menghitung IRR


sebagai suatu alternatif adalah dengan menentukan i` yang pada nilai ini
NPV nettonya sama dengan nol. Dalam bentuk persamaan, IRR adalah
nilai i` yang pada nilai ini menurut De Garmo (1997) :
NPV

k =0

k =0

Rk (P / F , i%, k ) Ek (P / F , i%, k ) = 0

(2-10)

dimana :
NPV

= Nilai ekivalen sekarang, yang dihitung pada tingkat i


%, dari satu atau lebih arus kas

Rk

= Penghasilan atau penghematan netto untuk tahun ke-k

Ek

= Pengeluaran netto termasuk tiap biaya investasi untuk


tahun ke-k

= Umur proyek (atau periode studi)

Untuk alternatif dengan biaya investasi tunggal pada waktu


sekarang (k=0) yang diikuti oleh suatu deret arus masuk kas positif selama
N, grafik NPV terhadap tingkat bunga secara khas berbentuk cembung
seperti ditunjukkan dalam gambar 2.2. Titik yang pada titik itu NPV = 0
dalam gambar 2.2 mendefinisikan i` % yang merupakan IRR dari proyek.

Gambar 2.2 Plot NPV Versus Tingkat Bunga

II-33

Nilai i`% dapat juga ditentukan sebagai tingkat bunga yang pada
tingkat bunga itu NFV = 0 atau AV = 0. sebagai contoh, menetapkan NFV
sama dengan nol. Persamaan NFV menurut De Garmo (1997):
N

NFV

R (F / P, i%, N k ) E (F / P, i%, n k ) = 0
k =0

k =0

(2-11)

dimana :
NFV

= Nilai ekivalen masa depan, yang dihitung pada


tingkat i %, dari satu atau lebih arus kas

Rk

= Penghasilan atau penghematan netto untuk tahun ke-k

Ek

= Pengeluaran netto termasuk tiap biaya investasi untuk


tahun ke-k

= Umur proyek (atau periode studi)

Cara lain untuk menafsirkan IRR menurut De Garmo (1997)


adalah melalui diagram keseimbangan investasi (investment balance
diagram). Gambar 2.3 ini menunjukkan berapa banyak investasi asli
dalam suatu alternatif yang masih harus diperoleh kembali sebagai suatu
fungsi waktu. Panah arah ke bawah dalam Gambar 2.3 menunjukkan
pengembalian tahunan, (Rk-Ek) untuk 1<k<N, terhadap investasi yang
belum diperoleh kembali dan garis putus-putus menyatakan biaya
kesempatan dari bunga, atau, laba, pada keseimbangan investasi di
permulaan tahun. IRR adalah nilai nilai i` dalam Gambar 2.3 yang
mengakibatkan keseimbangn investasi yang tidak diperoleh kembali
menjadi persis sama dengan 0 pada akhir periode studi (n tahun) dan
menyatakan tingkat penghasilan Internal dari suatu proyek. Penting untuk
diperhatian bahwa i`% dihitung pada permulaan tahun investasi yang tidak
diperoleh kembali sepanjang umur proyek dan bukanya terhadap investasi
awal total.

II-34

Gambar 2.3 Diagram Keseimbangan Investasi yang Menunjukkan IRR

Metode untuk menyelesaikan Persamaan 2-9 sampai 2-11 umumnya


menggunakan perhitungan coba-coba (trial-and-error) sampai i`%
diperoleh atau dapat diinterpolasi. Penyelesaian khas menggunakan
konvensi umum dari tanda positif ( + ) untuk arus kas masuk dan tanda
negative ( - ) untuk arus kas keluar.

Persamaan IRR yang diperoleh menurut De Garmo (1997) adalah:


IRR = i`+

NPV `
(i``i`)
NPV ` NPV ``

(2-12)

dimana :
IRR

= Internal Rate of Return

i`%

= Tingkat bunga yang memberi nilai NPV positif ( + )

i``%

= Tingkat bunga yang memberi nilai NPV negatif ( - )

NPV` = Nilai ekivalen sekarang, yang bernilai positif ( + )


NPV`` = Nilai ekivalen sekarang, yang bernilai negatif ( - )

II-35

Kalau rumus ini diterapkan pada soal di atas, maka hasilnya adalah
sebagai berikut:

Tahun
1
2
3 - 11.
12
13 - 21
22
23 - 31
32
33 - 41
42

Net
B-C
-400
-600
250
100
250
100
250
100
250
300

i`%
22%
0.82
0.672
2.544
0.092
0.348
0.013
0.048
0.002
0.007
-

NPV
22%
-328
-403.2
636
9.2
87
1.3
12
0.2
1.7
16.2

i`%
23%
0.813
0.661
2.428
0.083
0.306
0.11
0.39
0.001
0.005
-

NPV
23%
-325.2
-396.6
6.07
8.3
76.5
1.1
9.8
0.1
1.3
-17.7

16.2
x1%
16.2 ( 17.7 )
16.2
IRR = 22% +
x1% = 22% + 0.4% = 22.48%
33.9
IRR = 22% +

Pada Internal Rate of Return 22.48% ini Net Present Value (NPV) adalah
nol (0)

2.6.3.5 Payback Periods

Payback periods merupakan metode penilaian investasi yang


paling mudah dan banyak digunakan dalam praktek sebagai pelengkap
penilaian investasi, tetapi punya kelemahan yaitu mengabaikan nilai waktu
dari uang.
Menurut Djarwanto (1984) dikatakan bahwa : Payback method
dimaksudkan untuk mengukur kecepatan (rapidity) suatu investasi dapat
ditutup kembali dengan net cash inflow.

Dengan kata lain payback

periods digunakan untuk mengetahui lama waktu yang diperlukan untuk


mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk suatu proyek. Semakin
pendek jangka waktu yang diperlukan berarti semakin baik. Payback
periods dapat digunakan untuk mengetahui titik impas (Break Even Point),
yaitu titik dimana jumlah dana yang dikeluarkan sama dengan pendapatan.

II-36

Metode ini bersatuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya) bukan


prosentase, karena metode ini harus mengukur seberapa cepat investasi
bisa kembali. Pada kasus dimana aliran kas tiap tahunnya tidak sama,
maka payback periods dapat ditentukan dengan cara mengurangi biaya
investasi dengan aliran kas bersihnya.

2.6.3.6 Cost Benefit Ratio (C/B Ratio)

Perhitungan Cost Benefit Ratio menurut Kadariah (1986) terdiri


dari :
1. Gross Benefit Cost Ratio (Gross C/B Ratio)
Gross Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara present
value daripada gross benefits dengan present value daripada gross
costs. Gross costs adalah biaya modal (capital cost) atau biaya
investasi permulaan, dan biaya operasi dan pemeliharaan.
Sedangkan yang dihitung sebagai gross benefit adalah nilai total
produksi, dan kalau ada, salvage value dari investasi. Rumus
perhitungan Gross Benefit Cost Ratio yaitu :

Gross B/C Ratio

PVdaripadaGrossBenefits
PVdaripadaGrossCosts

(2-13)

2. Net Benefit Cost Ratio (Net C/B Ratio)


Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara present
value daripada net benefit yang positif dengan present value
daripada net benefit yang negatif. Rumus perhitungan Net Benefit
Cost Ratio yaitu :

Net B/C Ratio

PVNetBenefitPositif
PVNetBenefitNegatif

(2-14)

Investasi dinyatakan layak jika perhitungan Gross B/Cost Ratio>1


dan Net B/C Ratio>1. Jika perhitungan Gross B/Cost Ratio<1 dan Net B/C

II-37

Ratio<1, maka investasi proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk


dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai