Pembuatan Dan Penentuan Nilai SPF Nanoemulsi Tabir Surya
Pembuatan Dan Penentuan Nilai SPF Nanoemulsi Tabir Surya
Pembuatan Dan Penentuan Nilai SPF Nanoemulsi Tabir Surya
SKRIPSI
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
iii
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
iv
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala rahmat
dan karunia-Nya, serta atas penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, mulai dari
masa perkuliahan sampai pada penulisan skripsi ini, sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Iskandarsyah, MS., Apt. sebagai dosen Pembimbing yang dengan sabar
memberikan bimbingan, pengarahan, saran, sumbangan ide, dan ilmu yang
sangat bermanfaat selama masa penelitian hingga penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA
UI yang telah memberi kesempatan dan fasilitas selama masa perkuliahan,
penelitian, dan penulisan skripsi ini.
3. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS., Ph.D. selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis menempuh
pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI.
4. Drs. J. A. Kawira dan Dr. Harmita, Apt. atas segala saran, bimbingan, dan
ilmu yang bermanfaat yang diberikan kepada penulis selama masa penelitian
hingga penulisan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS. selaku Koordinator Skripsi serta seluruh Bapak
dan Ibu Dosen Farmasi UI yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis selama masa pendidikan hingga penelitian.
6. PT. Tritunggal Artha Makmur yang telah bersedia memberikan bantuan bahan
yang digunakan pada penelitian ini.
7. Keluargaku, khususnya mama, papa, bang Steve, bang Dedy, atas segala
dukungan, semangat, motivasi, bantuan, perhatian, kasih sayang, kesabaran,
v
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
doa, dan dana yang diberikan kepada penulis, serta yang telah menemani
penulis saat mengalami masa yang sulit.
8. Mbak Devfa, Bapak Imih, Bapak Rustam, Mbak Yayuk, serta laboran dan staf
karyawan lain atas segala bantuan dan kerja samanya selama masa
perkuliahan hingga penulis menyelesaikan pendidikan di Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
9. Teman-temanku, Anne, Cecile, Icha, Debi, Onya, Nonoko, Yenyen, Ananast,
Lithoo, Agatha, Yuli, dan Kak Mel atas saran, bantuan, semangat, dan
dukungannya selama ini.
10. Teman-teman penelitian, khususnya KBI Farmasetika dan Teknologi Farmasi
atas kerja sama, dukungan, dan bantuannya selama penelitian berlangsung.
11. Teman-teman farmasi 2007 atas dukungan dan kerja samanya selama masa
perkuliahan dan penelitian.
12. Keluargaku di farmasi, Kak Gina, Kak Yos, Lidya, Yiska, Steven, dan Yenita
atas dukungan, bantuan, dan sarannya selama ini.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis
2011
vi
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
vii
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
Program studi
Judul
viii
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
ix
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................
i
HALAMAN JUDUL....................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iv
KATA PENGANTAR.................................................................................
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............. vii
ABSTRAK.................................................................................................... viii
ABSTRACT..................................................................................................
ix
DAFTAR ISI................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv
BAB 1
PENDAHULUAN.............
1.1 Latar Belakang.............
1.2 Tujuan Penelitian..............
1
1
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA.......
2.1 Kencur......
2.2 Kulit.............
2.3 Nanoemulsi...
2.4 Surfaktan..........
2.5 Kosurfaktan..........
2.6 Tabir Surya.......
2.7 Stabilitas Nanoemulsi.........................................................
4
4
6
11
18
20
20
24
BAB 3
METODE PENELITIAN....
3.1 Lokasi dan Waktu.
3.2 Alat...
3.3 Bahan
3.4 Cara Kerja....
29
29
29
29
30
BAB 4
39
39
39
41
44
51
52
x
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 5
56
56
56
DAFTAR ACUAN...
58
xi
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
Gambar 2.8.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 4.7.
xii
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
6
7
13
14
15
16
17
18
47
48
49
51
52
53
53
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 3.1.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
xiii
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
5
23
32
39
42
43
50
51
54
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 18.
Lampiran 19.
Lampiran 20.
Lampiran 21.
62
63
63
64
65
66
67
68
69
74
74
75
76
77
78
78
78
79
80
81
82
Universitas Indonesia
Lampiran 22.
Lampiran 23.
Lampiran 24.
Lampiran 25.
Lampiran 26.
Lampiran 27.
Lampiran 28.
Lampiran 29.
xv
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
87
88
90
92
93
95
96
97
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
pigmentasi
sehingga
menyebabkan
kulit
berwarna
coklat
Universitas Indonesia
lama, lebih sulit dan kompleks, serta lebih mahal. Untuk itu, sekarang telah
dikembangkan metode in vitro untuk menilai efektivitas suatu sediaan sunscreen.
Metode in vitro didasarkan pada nilai absorpsi sediaan sunscreen yang ditetapkan
secara analisis spektrofotometri. Selanjutnya, nilai absorpsi yang diperoleh
dimasukkan ke dalam metode perhitungan yang dikembangkan oleh Anthony J.
Petro (Soeratri, Hadinoto, & Anastasia) yang telah dimodifikasi (Kawira, 2005).
Dalam penelitian ini, minyak kencur diformulasikan dalam bentuk sediaan
nanoemulsi. Dipilih sediaan dalam bentuk nanoemulsi karena diharapkan
diperoleh sediaan yang lebih stabil karena dengan ukuran globul yang sangat kecil
dapat mencegah terjadinya creaming, sedimentasi, dan koalesens; dan lebih
menarik dalam hal penampilan fisik karena penampilannya yang jernih dan
transparan tidak seperti emulsi biasa. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah uji kestabilan fisik nanoemulsi dan pengukuran efektivitas dari
nanoemulsi secara in vitro dengan menghitung nilai SPF dari masing-masing
formula nanoemulsi yang selanjutnya dibandingkan kemampuannya sebagai tabir
surya dengan sediaan nanoemulsi yang mengandung oktil metoksisinamat.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Morfologi
Kencur merupakan tanaman yang hampir menutupi tanah; rimpang
bercabang dan berdesakan; akar berbentuk gelendong, kadang berumbi, panjang
1-1,5 cm. Jumlah daun 1-3 (umumnya 2 helai), lebar merata dan hampir menutupi
tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai bundar, pangkal hampir berbentuk
jantung, ujung lancip, bagian atas tidak berbulu, bagian bawah berbulu halus,
pinggir bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau,
panjang helai daun 7-15 cm, lebar 2-8 cm; tangkai pendek, berukuran 3-10 mm;
pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, warna putih. Perbungaan,
panjang 4 cm dan mengandung 4-12 bunga; kelopak berbentuk tabung, panjang
lebih kurang 3 cm, bergerigi 2-3 buah; tajuk berwarna putih, dengan tabung
panjang 2,5-5 cm, ujung berbelah berbentuk pita, panjang 2,5-3 cm, lebar 1,5-3
mm (Departemen Kesehatan RI, 1989).
4
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Univeritas Indonesia
Universitas Indonesia
C
O
O
H2C
CH3
2.1.5. Kegunaan
Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetik, penyedap makanan dan
minuman, rempah, industri rokok kretek, dan dapat dimanfaatkan sebagai
bioinsektisida (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Contoh
pemakaian kencur dalam obat-obat tradisional adalah untuk obat masuk angin,
obat mulas, obat batuk, obat muntah-muntah, obat anak teling meradang, obat
sakit lambung (Ramli, 1984). Selain itu, kencur juga dapat digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri (efek analgetik), antibakteri, dan antijamur (Astuti,
Sundari, & Winarno, 1996). Penelitian lebih lanjut, kencur juga dapat digunakan
untuk bahan tabir surya (Taufikkurohmah, 2005; Windono, Wulansari, & Avanti,
2000; Windono, Jany, & Soeratri, 1997).
2.2. Kulit
Kulit merupakan suatu lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan tersebut melalui pembentukan lapisan tanduk secara
terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang mati), respirasi dan
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan melanin
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar UV matahari, sebagai perasa dan peraba,
serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono, 2007). Luas
Universitas Indonesia
7
kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan
(Wasitaatmadja, 1997).
2.2.1. Anatomi Kulit
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai
lapisan paling luar dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Di bawah dermis
terdapat subkutan atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono, 2007).
Batang
rambut
Pori
keringat
Papila dermal
Stratum corneum
Lapisan pigmen
Epidermis
Dermis
Papila rambut
Serabut saraf
Vena
Pembuluh
darah dan limfe
Arteri
Kelenjar
keringat
Korpus Pacini
2.2.1.1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan kulit paling luar. Epidermis memiliki
ketebalan berbeda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm,
misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan paling tipis berukuran 0,1 mm
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel epidermis ini disebut
keratinosit (Tranggono, 2007). Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu:
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini merupakan lapisan paling atas dan terdiri dari beberapa lapis
sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami metabolisme, tidak berwarna,
dan sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin
(protein yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan kimia.
Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk
Universitas Indonesia
beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung yang lembab,
tipis, dan bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono, 2007).
Umumnya, pH fisiologis mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5. Mantel
asam kulit memiliki fungsi yang cukup penting bagi perlindungan kulit sehingga
disebut the first line barrier of the skin (perlindungan kulit yang pertama).
Mantel asam kulit memiliki tiga fungsi pokok, yaitu:
1) Sebagai penyangga (buffer) untuk menetralisir bahan kimia yang terlalu
asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.
2) Dengan sifat asamnya, dapat membunuh atau menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang berbahaya bagi kulit.
3) Dengan sifat lembabnya, dapat mencegah kekeringan kulit (Tranggono,
2007).
2. Stratum lucidum (lapisan jermih)
Lapisan ini disebut juga lapisan barrier dan terletak tepat di bawah
stratum corneum. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung
eleidin, dan tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono, 2007).
3. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Lapisan ini merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng tersusun atas sel-sel
keratinosit berbentuk poligonal, berbutir kasar, dan berinti mengkerut. Butir-butir
kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini.
Lapisan ini juga tampak jelas pada telapak tangan dan kaki (Tranggono, 2007;
Wasitaatmadja, 1997).
4. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, berinti besar
dan berbentuk oval. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit semakin
berbentuk gepeng. Setiap sel berisi filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans yang mempunyai
peran penting dalam sistem imun tubuh (Tranggono, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
5. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat
sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit diberikan kepada sel-sel
Universitas Indonesia
keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit disebut unit melanin
epidermal (Tranggono, 2007).
2.2.1.2. Dermis
Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari serabut kolagen dan
elastin, berada dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Di dalam dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit.
Dermis tersusun atas dua lapisan, yaitu lapisan papilari dan lapisan
retikular. Lapisan yang dekat dengan epidermis adalah lapisan papilari yang
terdiri atas jaringan kolagen, serat elastin, dan fibroblas. Lapisan dalam adalah
lapisan retikular, mempunyai lebih sedikit jaringan fibroblas dan lebih banyak
kolagen (Tranggono, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
2.2.1.3. Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma
lemak yang bertambah. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus berfungsi
sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokasi (Wasitaatmadja, 1997).
10
mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, serta
sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah
pertumbuhan bakteri di kulit.
b. Fungsi pengaturan panas
Pengaturan suhu tubuh diatur dengan mekanisme pengeluaran keringat dan
dilatasi atau konstriksi pembuluh darah kapiler kulit. Ketika suhu tubuh menurun
terjadi vasokonstriksi untuk mencegah pelepasan panas berlebih, sedangkan
ketika suhu tubuh meningkat keringat akan dikeluarkan dan terjadi vasodilatasi
untuk meningkatkan pembuangan panas.
c. Fungsi sensoris
Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap adanya rangsangan luar.
Rangsangan tersebut kemudian diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem
saraf pusat yang selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. Reseptor-reseptor
yang bertanggung jawab terhadap adanya rangsangan tersebut, antara lain
Meissner sebagai reseptor raba, Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan
Krauss sebagai reseptor suhu, dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri.
d. Fungsi absorbsi
Absorbsi melalui kulit terdiri dari dua jalur, yaitu melalui epidermis dan
melalui kelenjar sebasea. Bahan-bahan yang mudah larut dalam lemak akan lebih
mudah diabsorbsi dibandingkan dengan air ataupun bahan yang dapat larut dalam
air.
e. Fungsi lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah,
memucat, maupun kontraksi otot penegak rambut.
11
2.3.
Nanoemulsi
Nanoemulsi terdiri atas globul-globul berukuran nano dari cairan yang
12
13
CH3
CH3
Nama kimia
: 1-Metiletil tetradekanoat
Fungsi
Organoleptis
14
Fungsi
bahan
pengemulsi,
bahan
pengsolubilisasi,
bahan
Nilai HLB
: 9,7
Inkompatibilitas
OH
CH
CH3
15
Nama kimia
: Propan-2-ol
Sinonim
Fungsi
: desinfektan, pelarut
Organoleptis
Inkompatibilitas
: senyawa pengoksidasi
OH
Nama kimia
: 1,2-Propandiol
Sinonim
Fungsi
Kelarutan
Organoleptis
Inkompatibilitas
: senyawa pengoksidasi
Universitas Indonesia
16
HO
Nama kimia
: Metil-4-hidroksibenzoat
Sinonim
: nipagin
Fungsi
: pengawet
Kelarutan
Organoleptis
Inkompatibilitas
17
HO
Nama kimia
: Propil-4-hidroksibenzoat
Sinonim
: nipasol
Fungsi
: pengawet
Kelarutan
Organoleptis
Inkompatibilitas
Universitas Indonesia
18
C(CH3)3
CH3
Nama kimia
: 2,6-Di-tert-butil-4-metilfenol
Sinonim
: ionol, BHT
Fungsi
: antioksidan
Kelarutan
Organoleptis
Inkompatibilitas
2.4. Surfaktan
Molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka disebut zat aktif
permukaan atau surfaktan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus
polar dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan dalam sistem yang terdiri dari
air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus
Universitas Indonesia
19
non polar akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar
lebih kuat cenderung membentuk tipe minyak dalam air (m/a), sedangkan apabila
gugus non polar yang lebih kuat cenderung membentuk tipe air dalam minyak
(a/m) (Martin, Swarbrick, & Cammarata, 1993).
Surfaktan yang dipilih harus:
a. Dapat menurunkan tegangan antarmuka untuk membantu proses penyebaran
selama proses pembentukan sistem
b. Menghasilkan film yang fleksibel yang dapat merusak bentuk tetesan pada
kedua fase sehingga dapat bercampur
c. Memiliki sifat hidrofil-lipofil untuk memberikan lengkungan yang tepat pada
daerah antarmuka agar dapat terlihat tipe sistem yang diinginkan, m/a, a/m,
atau bicontinuous (Swarbrick, 2007).
20
cairan telah jenuh dengan molekul surfaktan, maka molekul yang berada dalam
cairan akan membentuk agregat yang disebut dengan misel. Konsentrasi saat
misel mulai terbentuk disebut Konsentrasi Misel Kritik (Martin, Swarbrick, &
Cammarata, 1993).
2.5. Kosurfaktan
Sebagian besar surfaktan tidak cukup untuk menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan air. Fungsi kosurfaktan adalah untuk membantu
menurunkan tegangan antarmuka antara fase air dan fase minyak. Penambahan
kosurfaktan berperan dalam meningkatkan solubilisasi gugus non polar dan
meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian
ekor menjadi lebih besar (Swarbrick, 2007).
Kosurfaktan umumnya molekul kecil, khusunya alkohol rantai pendek
hingga sedang (C3 C8) yang dapat berdifusi cepat diantara fase minyak dan air.
Alkohol rantai sedang, seperti pentanol dan heksanol, adalah kosurfaktan yang
efektif, tetapi sangat berpotensi menimbulkan iritasi. Beberapa peneliti telah
meneliti kemungkinan penggunaan surfaktan nonionik sebagai kosurfaktan karena
iritasinya yang rendah (Swarbrick, 2007).
21
Tidak toksik dan dapat diterima secara dermatologis merupakan hal yang
penting. Sebagai kosmetik, tabir surya sering digunakan dalam penggunaan harian
pada daerah permukaan tubuh yang luas. Selain itu, tabir surya juga dapat
digunakan pada bagian kulit yang telah rusak karena matahari. Tabir surya
mungkin juga digunakan pada semua kelompok umur dan kondisi kesehatan yang
bervariasi (Wilkinson & Moore, 1982).
2.6.2. Preparasi tabir surya (Wilkinson & Moore, 1982)
Tujuan preparasi tabir surya adalah untuk mencegah atau meminimalkan
efek berbahaya dari radiasi matahari. Berdasarkan penggunaannya, tabir surya
dapat diklasifikasikan menjadi:
Universitas Indonesia
22
1) Sunburn preventive agents, yaitu tabir surya yang mengabsorbsi 95% atau
lebih radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320 nm.
2) Suntanning agents, yaitu tabir surya yang mengabsorbsi sedikitnya 85% dari
radiasi UV dengan rentang panjang gelombang dari 290-320 nm tetapi
meneruskan sinar UV pada panjang gelombang yang lebih besar dari 320 nm
dan menghasilkan tan ringan yang bersifat sementara. Bahan-bahan ini akan
menghasilkan eritema tanpa adanya rasa sakit.
Tabir surya pada kedua kategori tersebut merupakan tabir surya kimia
yang mengabsorbsi rentang tertentu dari radiasi UV.
(2.1)
dimana MED (PS) adalah dosis eritema minimum untuk kulit yang
terlindungi setelah penggunaan 2 mg cm-2 atau 2 l cm-2 dari produk tabir surya,
dan MED (US) adalah dosis eritema minimum untuk kulit yang tidak terlindungi
oleh penggunaan produk tabir surya. Semakin besar nilai SPF, maka semakin
besar perlindungan yang diberikan oleh produk tabir surya tersebut (Wilkinson &
Moore, 1982).
Universitas Indonesia
23
2-4
Proteksi minimal
4-6
Proteksi sedang
6-8
Proteksi ekstra
8-15
Proteksi maksimal
15
Proteksi ultra
Universitas Indonesia
24
(2.2)
m adalah bobot dalam mg bahan uji yang ditimbang
(2.3)
Penetapan serapan rata-rata (Ar) dilakukan secara manual sebagai berikut: diukur
serapan larutan uji antara panjang gelombang 290-360 nm dengan interval 2,5 nm.
Ar dihitung dengan rumus:
(2.4)
25
(2.5)
Keterangan:
: percepatan gravitasi
26
27
28
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Farmasetika,
Laboratorium
Farmasi
Fisika,
Laboratorium
3.2. Alat
Spektrofotometer UV-Vis (Jasco V-1800, Jepang), pH-meter tipe 510
(Eutech Instrument, Singapura), viskometer Hoopler (Haake PRUFSCHEIN,
Jerman), sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), oven (Memmert, Jerman),
timbangan analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), pengaduk magnetik
(IKA, Jerman), lemari pendingin (LG, Korea), particle size analyzer LS 100Q
(Beckman Coulter, Jerman), homogenizer (Multimix CKL, Amerika Serikat),
ultrasonik (Branson, Amerika Serikat), mikroskop optik (Nikon model Eclipse E
200, Jepang), tensiometer Du Nuoy (Cole Parmer Surface Tensiomat 21, Amerika
Serikat), dan alat-alat gelas.
3.3. Bahan
Minyak kencur dari penyulingan rimpang kencur (Balittro, Indonesia),
oktil metoksisinamat (diperoleh dari PT. Ristra Indolab, Indonesia), isopropil
miristat (Merck, Jerman), Brij L4 (Croda, Singapura), isopropil alkohol (Merck,
Jerman), propilen glikol (diperoleh dari PT. Brataco, Indonesia), metil paraben
(diperoleh dari PT. Brataco, Indonesia), propil paraben (diperoleh dari PT.
Brataco, Indonesia), butil hidroksitoluen (diperoleh dari PT. Brataco, Indonesia),
aquabidestilata (Otsuka, Jepang), dan Etanol 90% (Merck, Jerman).
29
Universitas Indonesia
30
(3.1)
31
(3.2)
(3.3)
Universitas Indonesia
32
Blanko
Blanko
Formula
Formula
Formula
Formula
negatif
positif
20
20
15
11,20
5,05
Minyak kencur
11,14
15,08
18,61
Brij L4
30
30
30
36,79
40,21
39,60
Isopropil alkohol
14
14
14
19,65
24,56
25,59
Propilen glikol
Metil paraben
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
Propil paraben
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
Butilhidroksitoluen
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
Aquabidestilata
ad 100
ad 100
ad 100
ad 100
ad 100
ad 100
Isopropil miristat
Oktil
metoksisinamat
33
34
3.4.4.2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. Mula-mula elektroda
dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dicelupkan
ke dalam sediaan. Nilai pH yang muncul di layar dicatat. Pengukuran dilakukan
pada suhu ruang.
35
ketinggian gelas yang telah ditetapkan. Wadah gelas diletakkan di atas meja
sampel. Meja sampel digerakkan ke atas hingga cincin platinum iridium berada
pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan nanoemulsi. Knob torsion pada sisi kanan
alat diputar hingga angka nol pada knob torsion sejajar dengan angka nol pada
knob zero yang terdapat di depan knob torsion. Motor pada posisi Neutral diubah
ke posisi Up. Cincin akan bergerak ke atas dan knob zero mulai berputar. Knob
zero akan berhenti pada suatu angka yang akan menunjukkan tegangan
permukaan nanoemulsi. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung
rata-ratanya. Angka yang dihasilkan (P) dikalikan dengan faktor koreksi (F) untuk
menghasilkan tegangan permukaan yang absolut (S). Tegangan permukaan dari
nanoemulsi dihitung berdasarkan perhitungan seperti Persamaan 3.3.
36
37
jam. Hasil perlakuan tersebut ekuivalen dengan efek gravitasi selama satu tahun.
Kondisi fisik nanoemulsi dibandingkan setelah percobaan dengan kondisi fisik
nanoemulsi sebelumnya.
(3.4)
Universitas Indonesia
38
Selanjutnya, dihitung serapan rata-rata larutan uji dengan kadar baku 125 mg/l
(As) dengan rumus:
As
125
Ar
m
(3.5)
(3.6)
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot jenis
Warna
Bau
Isopropil
Tidak
Tidak
miristat
berwarna
berbau
Minyak
Kuning hingga
kencur
coklat
(g/ml)
Kencur
Tegangan
permukaan
(dyne/cm)
Viskositas
(cps)
0,8515
31,4685
2,5412
1,0270
37,5217
5,0234
Universitas Indonesia
40
menjadi 15% dan minyak kencur menjadi 5% dan diperoleh nanoemulsi yang
jernih. Kemudian, masih dengan formula yang sama dengan blanko negatif dibuat
nanoemulsi formula 2 yang mengandung isopropil miristat 10% dan minyak
kencur 10%. Namun, hasil yang diperoleh adalah emulsi biasa yang keruh dan
terjadi pemisahan setelah didiamkan. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi
surfaktan dan kosurfaktan yang ada tidak cukup untuk menurunkan tegangan
antarmuka antara fase minyak dan fase air saat pembentukan nanoemulsi sehingga
fase minyak tidak dapat terdispersi dalam fase air (Lachman, Lieberman, &
Kanig, 1994; Martin, Swarbrick, & Cammarata, 1993). Oleh karena itu,
selanjutnya dilakukan titrasi surfaktan dan kosurfaktan untuk memperoleh
formula nanoemulsi.
Titrasi dilakukan untuk memperoleh nanoemulsi formula 2, formula 3, dan
formula 4. Dari hasil tersebut terlihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi
minyak kencur dalam formula maka perbandingan jumlah konsentrasi surfaktan
dan kosurfaktan yang dibutuhkan juga akan semakin meningkat. Setelah
didapatkan formula yang menghasilkan nanoemulsi yang jernih, selanjutnya
dibuat nanoemulsi pada skala lebih besar. Pada prosesnya, pengadukan dilakukan
pada kecepatan rendah, yaitu 500 rpm, untuk meminimalkan terbentuknya
gelembung udara.
Pada pembuatan nanoemulsi digunakan kosurfaktan dengan tujuan untuk
meningkatkan solubilisasi gugus non polar dan membantu surfaktan dalam
menurunkan tegangan antarmuka antara fase air dan fase minyak. Surfaktan yang
digunakan adalah Brij L4. Surfaktan ini termasuk surfaktan non ionik yang
kompatibel dengan surfaktan lainnya. Sebagai kosurfaktan digunakan isopropil
alkohol karena kosurfaktan yang digunakan umumnya molekul kecil sehingga
dapat berdifusi cepat diantara fase minyak dan air.
Penggunaan propilen glikol dalam formula sudah tepat karena metil
paraben dan propil paraben yang digunakan sebagai pengawet mudah larut dalam
propilen glikol dan kekuatan pengawet akan meningkat dengan adanya propilen
glikol konsentrasi 2-5%. Penggunaan metil paraben dan propil paraben sebagai
pengawet sudah tepat. Akan tetapi, dengan adanya surfkatan nonionik golongan
polioksietilen alkil eter dapat menyebabkan efektivitasnya berkurang (Rowe,
Universitas Indonesia
41
Sheskey, & Owen, 2006). Oleh karena itu, pada formula digunakan pengawet
dengan konsentrasi lebih besar dari yang umumnya digunakan. Besarnya
konsentrasi pengawet tidak menjadi masalah karena pengawet golongan paraben
relatif tidak toksik.
Pada formula, antioksidan yang digunakan adalah BHT. Antioksidan yang
larut dalam fase minyak ini dapat bekerja dengan cukup baik sehingga dapat
mencegah oksidasi dari minyak yang digunakan dalam formula.
Pada pembuatan nanoemulsi blanko positif digunakan komposisi yang
sama dengan blanko negatif, namun dengan penambahan oktil metoksisinamat
7%. Konsentrasi oktil metoksisinamat yang umum digunakan sebesar 2-10%.
Konsentrasi oktil metoksisinamat dipilih berdasarkan konsentrasi yang umum
digunakan di Amerika Serikat, yaitu hingga 7,5%. Dipilih konsentrasi 7% karena
mempertimbangkan efek sampingnya, seperti iritasi, bengkak atau ruam, dan
dapat mempengaruhi aktivitas hormonal (Moore, 2011). Pada proses pembuatan,
oktil metoksisinamat dimasukkan ke dalam fase minyak. Hal ini kurang tepat
karena seharusnya oktil metoksisinamat dicampurkan ke dalam fase air yang
mengandung propilen glikol karena oktil metoksisinamat larut dalam etanol,
propilen glikol, dan isopropanol.
42
4.3.2. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH terhadap formula nanoemulsi dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
pH
Blanko negatif
5,25
Blanko positif
5,47
Formula 1
5,28
Formula 2
5,77
Formula 3
6,12
Formula 4
6,08
Universitas Indonesia
43
Blanko negatif
0,9324
Formula 1
0,9416
Formula 2
0,9299
Formula 3
0,9260
Formula 4
0,9374
Universitas Indonesia
44
45
pada kondisi suhu yang berbeda. Pengukuran viskositas dan tegangan permukaan
nanoemulsi dilakukan pada minggu awal (minggu ke-0) dan minggu terakhir
(minggu ke-8) menggunakan nanoemulsi yang disimpan pada suhu kamar.
Selain penyimpanan pada tiga kondisi suhu yang berbeda, sampel
nanoemulsi juga dilakukan uji sentifugasi dan cycling test. Pada uji sentrifugasi
dilakukan menggunakan sentrifugator pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam.
Sedangkan pada cycling test sampel disimpan pada dua kondisi suhu yang
berbeda, yaitu suhu rendah (5C) dan suhu tinggi (402C) selama 6 siklus.
Pengamatan uji sentrifugasi dan cycling test dilakukan dengan membandingkan
nanoemulsi sebelum dan sesudah dilakukan pengujian.
4.4.1. Penyimpanan pada suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi
4.4.1.1. Pengamatan organoleptis
Dari hasil pengamatan fisik pada kelima formula terlihat bahwa kelima
nanoemulsi stabil secara fisik pada penyimpanan suhu kamar dan suhu rendah.
Penampilan fisik kelima formula pada penyimpanan suhu kamar dan suhu rendah
tidak menunjukkan perubahan dan tidak terjadi pemisahan fase maupun
perubahan kejernihan menjadi keruh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
kelima formula nanoemulsi stabil secara fisik pada penyimpanan suhu kamar dan
suhu rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa konsentrasi surfaktan dan
kosurfaktan yang digunakan cukup untuk membuat nanoemulsi yang stabil.
Pada penyimpanan suhu tinggi terlihat bahwa salah satu formula, yaitu
formula 1, mengalami ketidakstabilan karena terjadi pemisahan fase dan
perubahan kejernihan menjadi keruh setelah dilakukan pengocokkan. Namun,
pada keempat formula nanoemulsi lainnya, yaitu formula blanko negatif, formula
2, formula 3, dan formula 4 menunjukkan hasil yang stabil secara fisik pada
penyimpanan suhu tinggi karena tidak terlihat adanya pemisahan fase dan
perubahan kejernihan menjadi keruh. Pada formula 1 memperlihatkan bahwa
konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan tidak cukup untuk
membuat nanoemulsi yang stabil secara fisik, sedangkan pada formula blanko
negatif, formula 2, formua 3, dan formula 4 memperlihatkan bahwa konsentrasi
surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan cukup untuk membuat nanoemulsi
yang stabil secara fisik.
Universitas Indonesia
46
4.4.1.2. Pengukuran pH
pH suatu sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH yang sesuai
dengan pH kulit, yaitu 4,5-6,5. pH tidak boleh terlalu asam karena dapat
menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak boleh terlalu basa karena dapat
menyebabkan kulit bersisik.
Perubahan pH kelima formula berdasarkan hasil pengukuran pH selama 8
minggu pada tiga suhu yang berbeda secara umum mengalami perubahan. Namun,
perubahan pH yang terjadi tidak berubah secara signifikan dan masih dalam
rentang pH kulit. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formula memiliki pH yang
relatif stabil. Hasil pengukuran pH selama penyimpanan 8 minggu dapat dilihat
pada Gambar 4.1.
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
Tabel 4.4. Hasil pengamatan keenam formula setelah dilakukan uji mekanik (uji
sentrifugasi)
Sediaan
Hasil
Blanko negatif
44,00
Blanko positif
44,00
Formula 1
44,00
Formula 2
56,44
Formula 3
64,77
Formula 4
65,19
Universitas Indonesia
51
52
(a)
(b)
Gambar 4.5. Hasil spektrum serapan larutan 125 mg/l: (a) kelima formula
nanoemulsi; (b) blanko positif
Universitas Indonesia
53
(a)
(b)
Gambar 4.6. Hasil spektrum serapan larutan 10 mg/l: (a) minyak kencur; (b) oktil
metoksisinamat
Gambar 4.7. Grafik nilai SPF minyak kencur, oktil metoksisinamat, dan keenam
formula nanoemulsi
Universitas Indonesia
54
Tabel 4.6. Nilai SPF minyak kencur, oktil metoksisinamat, dan keenam formula
nanoemulsi
FORMULA
NILAI SPF
Minyak kencur
3,1363
Oktil metoksisinamat
8,1562
Blanko negatif
1,0245
Blanko positif
8,0091
Formula 1
3,3275
Formula 2
6,6529
Formula 3
10,8937
Formula 4
24,3730
Dari hasil pengukuran nilai SPF pada blanko negatif terlihat bahwa
absorpsi yang dihasilkan memberikan nilai yang rendah. Setelah dihitung
menggunakan rumus, nilai SPF yang diperoleh juga memberikan nilai yang
rendah, yaitu sebesar 1,0245. Nilai SPF ini lebih rendah apabila dibandingkan
dengan nilai keefektifan sediaan tabir surya untuk proteksi minimal dengan nilai
SPF 2-4. Hal ini menunjukkan bahwa blanko negatif tidak dapat digunakan untuk
memberikan perlindungan terhadap efek berbahaya dari radiasi UV. Namun, nilai
absorpsi yang diberikan bahan-bahan yang ada dalam formula nanoemulsi
mempengaruhi nilai SPF nanoemulsi yang mengandung minyak kencur maupun
oktil metoksisinamat.
Dari hasil pengukuran nilai SPF pada formula 1, formula 2, formula 3, dan
formula 4 dapat diketahui bahwa keempat nanoemulsi tersebut memberikan nilai
SPF sebesar 3-24. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat formula nanoemulsi
menunjukkan adanya efek perlindungan terhadap sinar matahari dengan
mengujinya secara in vitro. Dari hasil perhitungan nilai SPF diperoleh bahwa
peningkatan nilai SPF bukan peningkatan yang linear. Hal itu mungkin
dikarenakan daerah pengukuran dilakukan pada rentang panjang gelombang yang
relatif panjang.
Tabir surya kimia umumnya terdiri dari senyawa yang memiliki gugus
aromatis terkonjugasi dengan gugus karbonil dan senyawa yang umum digunakan
Universitas Indonesia
55
sebagai tabir surya kimia adalah senyawa turunan sinamat. Pada literatur
diketahui bahwa minyak kencur mengandung senyawa etil p-metoksisinamat tidak
kurang dari 24,3% dan dari hasil analisis secara kromatografi gas terhadap minyak
kencur yang digunakan kandungan senyawa etil p-metoksisinamat yang diperoleh
sebesar 40,26%. Saat minyak kencur (setara dengan 8% dalam sediaan) diukur
nilai SPF-nya dihasilkan SPF sebesar 3. Dari nilai SPF yang diperoleh
menunjukkan bahwa minyak kencur memiliki efek perlindungan. Namun, jika
dibandingkan dengan oktil metoksisinamat (setara dengan 8% dalam sediaan)
yang menghasilkan SPF sebesar 8, minyak kencur memiliki efektivitas yang lebih
rendah. Hal tersebut mungkin dikarenakan bahan yang digunakan merupakan
bahan alam dan bukan merupakan senyawa etil p-metoksisinamat hasil isolasi dari
minyak kencur tersebut.
Pada pengukuran minyak kencur (setara dengan 8% dalam sediaan)
mungkin terdapat penyimpangan karena hasil yang diperoleh menghasilkan nilai
SPF yang lebih rendah daripada formula 1 yang mengandung minyak kencur 5%,
dimana nilai SPF yang diperoleh seharusnya lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan formula 1. Penyimpangan tersebut mungkin dikarenakan adanya
penambahan nilai absorpsi dari bahan-bahan yang digunakan.
Pada penelitian ini digunakan senyawa oktil metoksisinamat sebagai
pembanding karena merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam
sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong tabir surya kimia yang
melindungi kulit dengan menyerap energi radiasi UV. Radiasi yang diserap
menyebabkan molekulnya tereksitasi menjadi bentuk yang memiliki energi lebih
besar. Dan ketika molekul ini kembali ke keadaan awal, energi diemisikan dalam
bentuk yang lebih rendah daripada energi yang diserap. Oktil metoksisinamat atau
oktinoksat adalah senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar UV pada
panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UVB. Kekuatan penyerapan UV
yang dimiliki oktil metoksisinamat dalam bentuk isomer trans- dan cis- berbeda
karena koefisien ekstinsi, yang menentukan kekuatan penyerapan UV, yang
dimiliki bentuk trans- dari oktil metoksisinamat lebih besar daripada bentuk cis(Paye, Barel, & Maibach, 2001).
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pembuatan nanoemulsi dilakukan dengan melakukan perhitungan dari
Diagram Pseudoternary dan proses titrasi campuran surfaktan dan kosurfaktan.
Dari hasil pembuatan diperoleh nanoemulsi mengandung minyak kencur yang
jernih, tidak terjadi pemisahan fase, dan homogeny secara fisik.
Hasil uji stabilitas fisik menunjukkan nanoemulsi stabil pada penyimpanan
suhu kamar (282C) dan suhu rendah (5C) selama 8 minggu. Pada
penyimpanan suhu tinggi (402C) selama 8 minggu, uji sentrifugasi, dan cycling
test terjadi pemisahan fase pada nanoemulsi mengandung minyak kencur 5%.
Hasil uji penentuan nilai SPF secara in vitro diperoleh nilai SPF minyak
kencur (setara dengan 8% dalam sediaan) sebesar 3,1363; oktil metoksisinamat
(setara dengan 8% dalam sediaan) sebesar 8,1562; nanoemulsi tidak mengandung
minyak kencur dan oktil metoksisinamat sebesar 1,0245; nanoemulsi mengandung
oktil metoksisinamat 7% sebesar 8,0091; nanoemulsi mengandung minyak kencur
5% sebesar 3,3275; nanoemulsi mengandung minyak kencur 11,14% sebesar
6,6529; nanoemulsi mengandung minyak kencur 15,08% sebesar 10,8937; dan
nanoemulsi mengandung minyak kencur 18,61% sebesar 24,3730. Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa nanoemulsi minyak kencur memenuhi persyaratan
sebagai tabir surya.
5.2. Saran
1. Dibuat formula nanoemulsi ideal agar lebih nyaman saat digunakan sehingga
menjadi lebih menarik.
2. Dilakukan pengujian kemampuan tabir surya secara in vivo karena merupakan
uji yang dapat memperlihatkan keadaan yang sebenarnya bagaimana produk
tabir surya digunakan pada kulit manusia.
3. Dilakukan uji stabilitas kimia dan uji iritasi lebih lanjut karena uji stabilitas
fisik hanya merupakan uji pendahuluan.
56
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Abdulkarim, M. F., Abdullah, G. Z., Chitneni, M., Mahdi, E. S., Yam, M. F.,
Faisal, A., Salman, I. M., Ameer, O. Z., Sahib, M. N., Abdulsattar, M. Z.,
Basri, M., Noor, A. M. (2010). Stability Studies of Nano-Cream
Containing Piroxicam. International Journal of Drug Delivery 2, 333-339.
ACCSQ-PPWG 9th Meeting (2005, February 22). Asean Guideline on Stability
Study of Drug Products. Philippines: 21-24 Feb 2005.
Acharya, A., Sanyal, S. K., & Moulik, S. P. (2001). Formation and
Characterization of a Pharmaceutically Useful Microemulsion Derived
From Isopropylmyristate, Polyoxyethylene (4) Lauryl Ether (Brij-30),
Isopropyl Alcohol, and Water. India: Current Science 81 (4), 362-370.
Aminah, N. S., Tanjung, M., & Sumarsih, S. (1995). Studi Struktur dan
Standardisasi Etil P-Metoksisinamat dari Rimpang Kaempferia galanga L.
Prosiding Seminar Nasional Spektroskopi 44.
Ansel, Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. (Edisi IV). Jakarta:
UI Press, 387-388.
Ansel, H. C., Allen, L. V., & Propovich, N. G. (1999). Pharmaceutical Dosage
Forms and Drug Delivery System (7th edition). USA: Lippincott Williams
& Wilkins, 371 373.
Anvisa. (2005). Cosmetic Products Stability Guide (1st edition). Brasilia: National
Health Surveillance Agency Press, 1-31.
Astuti, Y., Sundari, D., & Winarno, M. W. (1996). Tanaman Kencur (Kaempferia
galanga L.) Informasi Tentang Fitokimia dan Efek Farmakologi. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia 3 (2), 26.
Attokaran, Mathew. (Ed.). (2011). Natural Food and Colorants. USA: WileyBlackwell IFT Press. March 10, 2011. http://books.google.co.id.
Bendov, H., Akrman, J., Kreji, A., Kub, L., Jirov, D., Kejlov, K., Kolov,
H., Brabec, M., Mal, M. (2007). In Vitro Approaches to Evaluation of
Sun Protection Factor. Toxixology in Vitro 21, 1268-1275.
57
Pembuatan dan ..., Cynthya Esra Wihelmina, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
58
Universitas Indonesia
59
Instruction Manual Part # 105654 Surface Tensiomat Model 21. (2000). Vernon
Hill, IL-USA: Cole Parmer, 8-10.
Kaur, C. D. dan Saraf, S. (2010). In Vitro Sun Protection Factor Determination of
Herbal Oils Used in Cosmetics. Pharmacognocy Research 2, Issue 1, 2225.
Kawira, J. A. (2005). Prosedur Laboratorium untuk Penentuan Sun Protection
Factor. Depok: Laboratorium Departemen Farmasi FMIPA UI.
Korting(a), H. C. & Korting(b), M. S. (2010). Carriers in the Topical Treatment
of Skin Disease. In Korting, Monika Schafer (Ed.). Drug Delivery. Berlin:
Springer-Verlag
Berlin
Heidelberg,
446.
December
20,
2010.
http://books.google.co.id.
Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994). Teori dan Praktek
Farmasi Industri 1. (Siti Suyatmi, Penerjemah). Jakarta: UI Press, 10291081.
Lieberman, H. A., Rieger, M. M., & Banker, G. S. (1988). Pharmaceutical
Dosage Forms: Disperse Systems. Volume 1. New York: Marcel Dekker,
236-238.
Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik Jilid II. (Edisi
III). (Joshita Djajadisastra, Penerjemah). Jakarta: UI-Press, 925, 939-941,
983-984, 1014, 1082, 1100-1101, 1144-1145.
Ming(a), T. S., Cheng, W. L., Ming(b), C. H., Chao, H. S., Hsiu, O. H. (2003).
Correlation of In Vivo and In Vitro Measurements of Sun Protection
Factor. Journal of Food and Drug Analysis 11 (2), 128-132.
Mitsui, Takeo. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.
V., 14, 19-21, 176.
Moore, Shelley. Side Effects of Octyl-Methoxycinnamate. London: Demand
Media, Inc. March, 20 2011. http://www.ehow.com/facts_5530240_sideeffects-octylmethoxycinnamate.html.
Oroh, E. & Harun, E. S. (2001). Tabir Surya (Sunscreen). Berkala Ilmu Penyakit
dan Kelamin 13, 36-44.
Osborne, D. W. & Amann, A. H. (1990). Topical Drug Delivery Formulations.
New York: Marcell Dekker, 358.
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
61
Taufikkurohmah, Titik. (2005). Sintesis P-Metoksisinamil dari Etil PMetoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)
sebagai Kandidat Tabir Surya. Indonesian Journal of Chemistry 5 (3),
193.
Tranggono, R. I. S. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 11-14, 16-21, 26-27, 29-30, 81-83.
Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press,
3-6.
Wilkinson, J. B. & Moore, R. J. (1982). Harry's Cosmeticology (7th edition). New
York: Chemical Publishing Company, 3, 231-232, 240-241, 248.
Windono, T., Jany., & Soeratri, W. (1997). Aktivitas Tabir Matahari Etil PMetoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia
galanga L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 38.
Windono, T., Wulansari, E. D., & Avanti, C. (2000). Kombinasi Etil PMetoksisinamat dan Rutin sebagai Bahan Tabir Surya (Sunscreen).
Jakarta: Kongres Ilmiah XIII Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Kumpulan
Makalah, 401-402.
Universitas Indonesia
61
Daftar Lampiran
1. Lampiran gambar
: 62 - 73
2. Lampiran tabel
: 74 - 86
: 87 91
: 92
: 93
: 95 97
62
Lampiran 1
Foto proses titrasi surfaktan dan kosurfaktan untuk memperoleh formula
nanoemulsi
Fase minyak
Fase air
Minyak-air
63
Lampiran 2
Foto hasil pengamatan organoleptis keenam formula pada minggu ke-0
Blanko negatif
Blanko positif
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Lampiran 3
Foto hasil pengamatan tipe nanoemulsi di bawah mikroskop optik
Blanko negatif
Formula 2
Blanko positif
Formula 1
Formula 3
Formula 4
64
Lampiran 4
Foto hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu
rendah (5C) selama 8 minggu
MINGGU 2
MINGGU 4
MINGGU 6
Blanko negatif
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
MINGGU 8
65
Lampiran 5
Foto hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu
kamar (282C) selama 8 minggu
MINGGU 2
MINGGU 4
MINGGU 6
Blanko negatif
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
MINGGU 8
66
Lampiran 6
Foto hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu
tinggi (402C) selama 8 minggu
MINGGU 2
MINGGU 4
MINGGU 6
Blanko negatif
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
MINGGU 8
67
Lampiran 7
Foto hasil pengamatan organoleptis keenam formula uji sentrifugasi: (a) Blanko
negatif; (b) Formula 1; (c) Formula 2; (d) Formula 3; (e) Formula 4;
(f) Blanko positif
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
68
Lampiran 8
Foto hasil pengamatan organoleptis keenam formula uji cycling test: (a) Blanko
negatif; (b) Blanko positif; (c) Formula 1; (d) Formula 2; (e) Formula 3;
(f) Formula 4
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
69
Lampiran 9
Grafik Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan
Particle Size Analyzer
Blanko negatif
70
Lanjutan Lampiran 9
Formula 1
71
Lanjutan Lampiran 9
Formula 2
72
Lanjutan Lampiran 9
Formula 3
73
Lanjutan Lampiran 9
Formula 4
74
Lampiran 10
Hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada minggu ke-0
Sediaan
Warna
Kejernihan
Pemisahan
Bau
Blanko negatif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Blanko positif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Formula 1
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Formula 2
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Formula 3
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Formula 4
Kuning ++++
Ya
Tidak
Kencur
Keterangan:
Kuning +
: Pantone 601 c
Kuning ++
: Pantone 602 c
Kuning +++
: Pantone 603 c
Kuning ++++
: Pantone 604 c
Lampiran 11
Hasil pengukuran tegangan permukaan kelima formula pada penyimpanan suhu
kamar (282C)
Tegangan permukaan (dyne/cm)
Rata1
2
3
rata
Sediaan
Minggu
ke-
Blanko
34,4
34,4
34,4
negatif
34,3
34,2
Formula
36,1
Formula
34,4
0,917089694
31,5479
34,3
34,27
0,917074847
31,4282
36,1
36,1
36,1
0,917243238
33,1125
35,9
35,9
35,9
35,9
0,917220638
32,9282
35,2
35,3
35,3
35,27
0,917199669
32,3496
36,0
36,0
36,0
36,0
0,917283194
33,0222
Formula
34,6
34,9
34,9
34,8
0,917162509
31,9172
35,5
35,5
35,5
35,5
0,917242953
32,5621
Formula
35,3
35,3
35,3
35,3
0,917170816
32,3761
36,0
36,1
36,1
36,07
0,917258227
33,0855
75
Lampiran 12
Hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu rendah
(5C) selama 8 minggu
Sediaan
Minggu
Warna
Kejernihan
Pemisahan
Bau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Blanko
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
negatif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Keterangan:
ke-
Kuning +
: Pantone 601 c
Kuning ++
: Pantone 602 c
Kuning +++
: Pantone 603 c
Kuning ++++
: Pantone 604 c
76
Lampiran 13
Hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu ruang
(282C) selama 8 minggu
Sediaan
Minggu
Warna
Kejernihan
Pemisahan
Bau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Blanko
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
negatif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning ++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Keterangan:
ke-
Kuning +
: Pantone 601 c
Kuning ++
: Pantone 602 c
Kuning +++
: Pantone 603 c
Kuning ++++
: Pantone 604 c
77
Lampiran 14
Hasil pengamatan organoleptis kelima formula pada penyimpanan suhu tinggi
(402C) selama 8 minggu
Sediaan
Minggu
Warna
ke-
Kejernihan Pemisahan
Bau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Blanko
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
negatif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
Kuning ++
Tidak
Ya
Kencur
Formula
Kuning ++
Tidak
Ya
Kencur
Kuning ++
Tidak
Ya
Kencur
Kuning ++
Tidak
Ya
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning+++++
Ya
Tidak
Kencur
Formula
Kuning+++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning+++++
Ya
Tidak
Kencur
Kuning+++++
Ya
Tidak
Kencur
Keterangan:
Kuning ++
: Pantone 602 c
Kuning +++
: Pantone 603 c
Kuning ++++
: Pantone 604 c
Kuning +++++
: Pantone 605 c
78
Lampiran 15
Hasil pengukuran pH kelima formula pada penyimpanan suhu rendah (5C)
selama 8 minggu
Minggu
ke2
4
6
8
pH sediaan
Blanko
negatif
5,37
5,40
5,32
5,37
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
5,41
5,46
5,39
5,45
5,87
5,94
5,82
5,91
6,22
6,24
6,14
6,20
6,17
6,20
6,10
6,14
Lampiran 16
Hasil pengukuran pH kelima formula pada penyimpanan suhu kamar (282C)
selama 8 minggu
Minggu
ke2
4
6
8
pH sediaan
Blanko
negatif
5,33
5,32
5,30
5,32
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
5,41
5,38
5,27
5,31
5,90
5,88
5,80
5,83
6,18
6,21
6,12
6,18
6,19
6,14
6,06
6,11
Lampiran 17
Hasil pengukuran pH kelima formula pada penyimpanan suhu tinggi (402C)
selama 8 minggu
Minggu
ke2
4
6
8
pH sediaan
Blanko
negatif
5,29
5,46
5,42
5,48
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
5,38
5,37
5,30
5,33
5,82
5,85
6,03
6,02
6,17
6,18
6,11
6,18
6,11
6,14
6,04
6,09
79
80
81
Lampiran 20
Hasil pengamatan kelima formula setelah dilakukan cycling test
Sediaan
Warna
Kejernihan
Pemisahan
Bau
pH
Blanko negatif
Tidak berwarna
Ya
Tidak
Tidak berbau
5,19
Blanko positif
Tidak berwarna
Tidak
Ya
Tidak berbau
5,40
Formula 1
Kuning ++
Tidak
Ya
Kencur
5,17
Formula 2
Kuning +++
Ya
Tidak
Kencur
5,66
Formula 3
Kuning++++
Ya
Tidak
Kencur
6,06
Formula 4
Kuning+++++
Ya
Tidak
Kencur
5,88
Keterangan: Kuning ++
Kuning +++
: Pantone 602 c
: Pantone 603 c
82
Lampiran 21
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan particle size analyzer
Keterangan
Jumlah
(%)
80,60
97,00
99,70
99,90
99,98
99,99
100,00
100,00
83
Lanjutan Lampiran 21
Keterangan
Jumlah
(%)
86,00
96,90
99,50
99,90
99,96
99,98
99,99
100,00
84
Lanjutan Lampiran 21
Keterangan
Jumlah
(%)
85,80
97,90
99,80
99,95
99,99
99,99
100,00
100,00
85
Lanjutan Lampiran 21
Keterangan
Jumlah
(%)
67,90
89,50
97,90
99,40
99,80
99,95
100,00
100,00
86
Lanjutan Lampiran 21
Keterangan
Jumlah
(%)
64,20
89,30
98,50
99,70
99,90
99,96
99,99
100,00
87
Lampiran 22
Contoh perhitungan bobot jenis
Dimana, A
A1
A2
Diketahui:
A = 10,5421 g
A1 = 20,6200 g
A2 = 20,8922 g
88
Lampiran 23
Contoh perhitungan tegangan permukaan
Dimana, S
Dimana, F
: faktor koreksi
: jari-jari cincin = 3 cm
: keliling cincin
=
= 2 x 3,14 x 3 cm
= 18,84 cm
89
Lanjutan Lampiran 23
90
Lampiran 24
Contoh perhitungan nilai SPF
Formula 1
Berat yang ditimbang
= 125,8 mg
= 0,657 A
= 0,002 A
Panjang
gelombang
(nm)
Serapan
(A)
Panjang
gelombang
(nm)
Serapan
(A)
357,5
0,002
322,5
0,284
355
0,003
320
0,326
352,5
0,004
317,5
0,362
350
0,006
315
0,395
347,5
0,009
312,5
0,421
345
0,015
310
0,444
342,5
0,024
307,5
0,465
340
0,041
305
0,490
337,5
0,058
302,5
0,519
335
0,086
300
0,552
332,5
0,118
297,5
0,575
330
0,156
295
0,602
327,5
0,195
292,5
0,634
325
0,241
7,027
Ar = 0,262732143
91
Lanjutan Lampiran 24
As = 0,261061350
SPF = 3,3275
92
Lampiran 25
Hasil identifikasi/determinasi kencur Galesia-2
93
Lampiran 26
Hasil analisis perhitungan kadar etil p-metoksisinamat secara kromatografi gas
94
Lanjutan Lampiran 26
95
Lampiran 27
Sertifikat analisis oktil metoksisinamat dari PT. Ristra
96
Lampiran 28
Sertifikat analisis isopropil miristat dari PT. Merck
97
Lampiran 29
Sertifikat analisis BRIJ L4 dari Croda