Modul 1 Endokrin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sistem endokrin adalah suatu proses dalam tubuh yang dapat memberikan rangsangan
berupa rangsangan lambat, seperti pertumbuhan sel. Rangsangan yang cepat seperti
pernafasan dan pergerakan tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf. Tetapi dapat diketahui
bahwa sistem saraf dan sistem endokrin adalah suatu sistem yang terpisah, tetapi kedua
sistem tersebut akan bekerja sama terhadap setiap rangsangan fungsi tubuh.
Diabetes mellitus, sering hanya diabetes, adalah sebuah sindrom yang ditandai oleh
gangguan metabolisme dan Gula darah tinggi yang dihasilkan tidak tepat baik dari rendahnya
tingkat hormon insulin atau dari resistensi abnormal efek insulin ditambah dengan rendahnya
tingkat sekresi insulin untuk compensate. Karakteristik gejala adalah produksi urin
berlebihan (poliuria), rasa haus berlebihan dan asupan cairan meningkat, dan penglihatan
kabur, ini mungkin tidak ada gejala jika gula darah agak tinggi.
1.2 Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional umum (TIU)
Setelah memepelajari sub-modul 1 ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang
anatomi, histologi, fisiologi, patologi organ-organ endokrin yang berhubungan dengan
penyakit DM, fisiologi dan biokimia hormone yang berhubungan dengan penyakit DM,
epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, cara penegakan diagnosis, pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahan dari penyakit
dengan gejala banyak kencing(Polyyuria) dan banyak minum(Polydipsia).
Tujuan Inttruksional Khusus (TIK)
a.Untuk mengetahui gangguan-gangguan apa saja yang terdapat pada sistem endokrin.
b.Untuk mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang terdapat pada sistem endokrin.
c.Untuk memahami apa saja tindakan yang harus dilakukan dokter kepada pasien sesuai
skenario.

1.3 Skenario
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering
kencing sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering terbangun di malam hari untuk kencing, sering
lapar, dan sering haus. Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir. Tidak ada demam,
batuk, pilek.

1.4 Klasifikasi kata/kalimat sulit


1.5 Klasifikasi kata/kalimat kunci
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Seorang perempuan berusia 20 tahun.


Sering kencing sejak 1 minggu yang lalu.
Sering terbangun di malam hari untuk kencing, sering lapar, dan sering haus.
Nafsu makan menurun.
Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir.
Tidak ada demam, batuk, pilek.

DATA TAMBAHAN =
1. GDP: 130 mg/dl GDS: 250 mg/dl
2. TSH: 3,0
3. FTS : 4,0
3. Pasien jarang berolahraga.
4. Pasien pernah melakukan pemeriksaan urinalisis
5. Riwayat positif insulin, menderita DM sejak 5 tahun dan kontrol tidak teratur.
1.6 Identifikasi Masalah
1. Sebutkan penyakit-penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem
endokrin!
2. Jelaskan anatomi, histologi, patohistologi dalam sistem endokrin!
3. Jelaskan fisiologi dari sistem endokrin!
4. Jelaskan subtansi biokimia hormone yang terlibat pada sistem endokrin!
5. Jelaskan patomekanisme gejala-gejala pada skenario!
6. Adakah hubungan antara gejala utama di skenario dengan penurunan berat badan?
7. Apakah ada hubungan gejala dengan usia dan jenis kelamin?
8. Sebutkan kisaran normal pada pemeriksaan penunjang di sistem endokrin!
9. Jelaskan alur pemeriksaan untuk kasus pada skenario!
10. DD 1 : Diabetes Melitus
11. DD 2 : Hipertiroid
12. DD 3 : Diabetes insipidus
13. Komplikasi dari skenario tersebut
14. Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario?

1.7 Mind Map


WANITA 20
TAHUN

GEJALA :

SISTEM
ENDOKRIN

BERAT
MENURUN
POLIDIPSIA
POLIURIA

DD & WD

BADAN

FISIOLOGI
HISTOLOGI
ANATOMI
PATOFISIOLOGI
BIOKIMIA

DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PENATALAKSANAA
N
PREVENTIF
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
KLASIFIKASI

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit - penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem
endokrin.
A. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus Memiliki ketiga gejala tersebut. Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah.
B. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat
mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus pernah ditemui merupakan kasus
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
C. Hipertiroid
Keadaan hipermatabolik karena meningkatnya T3 dan T4 bebas karena terutama disebabkan
hiperfungsi kelenjar tiroid, maka tiroktoksikosis sering disebut dengan hipertiroidisme. Namun
pada keadaan tertentu peningkatan tersebut berkaitan dengan pengeluaran berlebihan hormone
tiroid yang sudah jadi (misalkan pada tiroiditis) atau yang berasal dari luar sumber tiroid dan
bukan karena hiperfungsi jaringan.
D. Sindrom Chusing
Disebabkan oleh hiperplasia dari kelenjar pituitary. Kelenjar ini terletak di dasar otak. Penderita
ini banyak memiliki ACTH. ACTH merangsang produksi dan pelepasan kortisol, hormone stress.
ACTH terlalu banyak berarti kortisol terlalu banyak. Kortisol biasanya dilepaskan selama situasi
stress. Ini mengontrol penggunaan tubuh dari karbohidrat, lemak, dan protein, dan juga
membantu mengurangi respon sistem kekebalan tubuh terhadap pembengkakan (inflamasi).16

2.2 Anatomi dan histologi dari sistem endokrin.


- ANATOMI SISTEM ENDOKRIN
1
2
3
4
5
6
7

Glandula Pineal
Glandula Pituitary (Hypophysis)
Glandula Thyroid
Glandula Parathyroid
Thymus
Glandula Suprarenal (Gld.Adrenal)
Pancreas

1 GLANDULA PINEAL
Corpus Pineal / Pineal body Kelenjar kecil ( 1 cm) seperti buah cemara
yang berada antara colliculus superior.
Berada didasar dinding posterior ventriculus
tertius.
Lekuk kecil kecil pada ventrikulus Recessus Pinealis, meluas ke dalam tangkai.
Fungsi : memproduksi melatonin penglihatan, reproduksi dll
Usia pertengahan terjadi perkapuran

1.
2.

2 HYPOPHYSIS
Glandula Pituitary
Berbentuk lonjong kecil yg melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum
Terletak dalam sella turcica os.sphenoid
Master endocrine gland
Terdiri dari 2 lobus :
Lobus Anterior Adenohypophysis
Lobus Posterior Neurohypophysis 15

LOBUS ANTERIOR (ADENOHYPOPHYSIS)


Dibagi 3 bagian :
Pars distalis (anterior)
Cleft celah (sisa kantong embrional yang memisahkan pars distalis &
Pars intermedia
Pars tuberalis juluran pars distalis,
meluas keatas sepanjang anterior & lateral tangkai hypophysis
Memproduksi hormon :
1. Adrenocorticotropin Hormon (ACTH)
2. Somatotropic Hormin (STH) /
Growth Hormon (GH)
3. Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
4. Gonadotropic Hormon :
Follicle Stimulating Hormon FSH
Luteinizing Hormon (LH)

intermedia

Interstitial Cell Stimulating Hormon (ICSH)


Prolactin
Lobus anterior dipisahkan dari chiasma optikum oleh Diaphragma sellae
1.
Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan berfungsi:
* Pertumbuhan sel dan tulang
* Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
2.
Prolaktin (PRL) organ targetnya adalah payudara dan gonad. Fungsi:
* Untuk perkembangan payudara dan laktasi * Pengatur organ reproduksi wanita dan pria
3. Thyroid-stimulating hormone ( TSH). Organ targetnya adalah kelenjar tiroid:
* Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid
* Mengendalikan semua fungsi tiroid.
4. Adrenocorticotrophic hormone (ACTH)
* Untuk pertumbuhan dan mempertahankan besarnya kortek adrenal
* Mengendalikan keluarnya glukokortikoid dan adrenal androgen.
5. Gonadtropin: FSH dan LH: Gonad
LOBUS POSTERIOR (NEUROHYPOPHYSIS)
Neurohypophysis termasuk lobus posterior dan infundibulum
Memproduksi hormon : Antidiuretik hormon (ADH) Oxytocin
STRUKTUR DI SEKITAR HYPOPHYSIS
Superior Diaphragma sellae memiliki lubang di bagian
tengah, tempat lewatnya
infundibulum.
Inferior Corpus ossis sphenoidalis & sinus-sinus sphenoidalis
Lateral Sinus cavernosus & isinya
Posterior Dorsum sellae, a.basilaris
& pons
PERDARAHAN
A.hypophysis superior memperdarahi lobus anterior dan infundibulum
A.hypophysis inferior memperdarahi lobus posterior
A.hypophysis superior dan inferior, cabang a.carotis interna
Vena-vena bermuara ke dalam sinus intercavernosi
3 GLANDULA THYROIDEA
Berbentuk buah alpukat puncak sampai ke linea obliqua
cartilaginis thyroidea
basis setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5
Organ yang sangat vaskular
Dibungkus oleh selubung dari lamina pretrachealis melekatkan kelenjar dengan larynx &
trachea

Terdiri dari 2-3 lobus


Lobus kiri dan kanan dihubungkan oleh
isthmus
Isthmus meluas lebih dari garis tengah di depan cincin trachea ke 2-4.
Kadang terdapat Lobus pyramidalis ke atas isthmus, biasanya ke kiri garis tengah
Pita fibrosa / muskular yang menghubungkan lob.pyramidalis & os.hyoideum bl muskular
m.levator glandulae thyroidea
STRUKTUR DISEKITAR LOBUS
Anterolateral m.sternothyroideus, venter superior m.omohyoideus, m.sternohyoideus, &
tepi anterior m.sternocleidomastoideus
Posterolateral vagina carotica dgn a.carotis communis, v.jugularis
interna, & n.vagus
Medial Larynx, trachea, m.constrictor
pharyngis inferior & oesophagus
Posterior Gland. Parathyroidea inferior & superior
PERDARAHAN
A.thyroidea superior cabang a.carotis externa
A.thyroidea inferior cabang truncus thyrocervicalis
A.thyroidea media cabang a.brachiocephalica atau
arcus aorta
V. thyroidea superior dan vv.thyroidea mediae mencurahkan isinya ke v.jugularis interna
V.thyroidea inferior
menampung cabang2 dari isthmus &
polus bawah kelenjar
Kedua sisi akan beranastomose saat
berjalan turun di depan trachea
Bermuara ke v.brachiocephalica
sinistra
PEMBULUH LYMPH
Cairan lymph dicurahkan ke nl.cervicales profundi
Beberapa pembuluh lymph ke nl.paratracheales
Hormon dari kelenjar tiroid dan fungsinya:
1.
Hormon tiroksin ( T4) dan triiodotironin (T3):
* Katabolisme protein, lemak, dan karbohidrat pada semua sel.
* Mengatur kecepatan metabolisme semua sel
* Mengatur produksi panas tubuh
* Antagonis terhadap insulin
* Mempertahankan sekresi hormon pertumbuhan dan pematangan tulang.
* Mempertahankan mobilisasi kalsium
2. Hormon Kalsitonin
* Mengurangi kalsium dan fosfat serum

* Mengurangi absorbsi kalsium dan fosfor oleh gastrointestinal.


KLINIS
Goiter Pembesaran gld.thyroidea, hasil dari peningkatan aktivitas fungsinya karena
penurunan kadar yodium dalam kelenjar.
Hypothyroidism atropi gld. Thyroidea. - Creatism atropi diusia muda - Myxedema
atropi di usia dewasa/tua
Hyperthyroidism peningkatan aktivitas gld.thyriodea
- Penyakit Grave adalah gangguan autoimun dengan
ciri: goiter luas, hipertiroidisme, oftalmopati infiltratif.
- Goiter exophthalmus
Manifestasi klinis hipertiroidisme
*Umum: Suhu tubuh meningkat dan itoleransi terhadap panas.
* Kulit: Hangat dan basah.
*Rambut: Sangat halus dan rapuh
* Napsu makan meningkat, tetapi berat badan menurun, otot lemah dan cepat lelah
* Peningkatan glukosa darah pada pasien diabetes melitus
* Penurunan trigliserida dan kolesterol
* Sering buang air besar
* Takikardi, palpitasi, TD meningkat, dispnea, angina, fibrilasi atrial dan gagal jantung kongestif.
*Hiperkalsemia,osteoporosis ringan, fraktur, kelemahan dan pengecilan otot proksimal
* Prapubertas dan perkembangan sexsual terlambat
* Pascapubertas: Libido meningkat, menstruasi terganggu, dan infertilitas.
4 GLANDULA PARATHYROID
Berbentuk lonjong
Coklat kekuningan
Diameter paling besar 6 mm
Terdapat 4 buah
Berhubungan erat dgn ujung posterior gld.thyroidea
Terletak dalam kapsula fasia gld thyroidea
Posisi kedua gld.parathyroid superior lebih stabil setinggi pertengahan tepi posterior
gla.thyroidea.
Posisi kedua gld.parathyroid inferior dekat kutub bawah gld.thyroidea
tertanam dalam substansi kelenjar thyroidea bersama v.thyroidea inferior, atau dapat terletak
didalam
mediastinum superior
Perdarahan a.thyroidea superior & a.thyroidea inferior

5 GLANDULA SUPRARENALIS
Glandula Adrenal
Berwarna kekuningan
Terletak retroperitoneal, pada kutub atas ginjal (Ren)
2 buah, Gld.Suprarenal dextra & sinistra

Dikelilingi oleh facia renalis, tetapi dipisahkan dari ginjal oleh lemak perirenal
Gld. Suprarenalis dextra
bentuk seperti piramid menutup kutub atas ginjal kanan
- anterior : lobus dextra hepar - medial : dibelakang v.cava inferior - posterior : diaphragma
Gld. Suprarenal Sinistra
bentuk seperti bulan sabit, disepanjang medial ginjal dari kutub atas
sampai hilus - anterior : pancreas,bursa omentalis
& gaster - posterior : diaphragma
Gld. Suprarenalis terdiri 2 lapisan :
Cortex , mensekresi hormon :
- Mineralokortikoid mengatur keseimbangan elektrolit & cairan
- Glukukortikoid Mengatur metebolisme KH, lemak & protein
- Hormon sex (sedikit) perkembangan pubertas organ seksual
Medula, mensekresi hormon : Katekolamin, epinefrin, norepinefrin
PERDARAHAN

A.supra renalis superior cabang


A.phrenica
A.supra renalis media cabang Aorta abdominalis

A.supra renalis inferior cabang A.renalis

Vena-vena senama dengan arterinya dan bermuara ke V.cava inferior


PEMBULUH LYMPH
Menuju ln.aorta lateralis
PERSARAFAN
Serabut preganglion simpatis & berasal dari n.splanchnicus
KLINIS
Hiperplasi cortex adrenal Syndroma Cushing
Etiologi : adenoma / carcinoma
Insufisiensi cortex adrenal
Etiologi :
destruksi TBC / atropi bilateral
Tumor medula adrenal (Feokromositoma)
SINDROMA CUSHING
Diakibatkan kadar glukokortikoid yang terlalu banyak
Ciri-ciri sindroma cushing:
Rambut kepala menjadi tipis
Berjerawat dan pipi kemerahan
Moon face
Bulu halus banyak pada wajah dan seluruh tubuh
Striae kemerahan pada abdobmen
Lengan dan kaki kurus dengan atropi otot
Kulit cepat memar, dan penyembuhan luka sulit

Berat badan bertambah


6 THYMUS
Bagian superior cavum thoracis ( rongga dada ).
Produksi Limfosit T salah satu limfosit yang berperan dalam system imun.
Perkembangan timus lahir ( ada thymus ) lalu setelah pubertas akan membesar dan selanjutnya
mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan lemak tetapi system imun nya tidak hilang begitu
saja tetapi bisa diganti oleh organ yang lain.
7 PANCREAS
Lunak dan berlobus,
Berjalan miring menyilang dinding
posterior abdomen pada regio epigastrium
Terletak menyilang bidang transpylorica,
caput dibawah kanan bid.transpylorica collum pada bid.transpylorica
corpus & cauda di atas kiri bidang transpylorica
BAGIAN-BAGIAN
Caput : cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas ke kiri di belakang
av.mesenterica superior processus uncinatus
Collum : terletak di depan pangkal v.porta & a.mesenterica superior
Corpus : berjalan ke atas & kekiri menyilang garis tengah
Cauda : menuju Lig.lienorenalis ke hilus limpa
BATAS-BATAS
Anterior : dari kanan ke kiri
colon transversum, mesocolon transversum, bursa omentalis, gaster
Posterior : dari kanan ke kiri
ductus choledochus, v.porta, v.lienalis, v.cava inferior, aorta, pangkal a.mesenterica superior,
m.psoas sinistra, gld.suprarenal sinistra, ren sinistra & hilus llienalis.
SALURAN KELENJAR PANCREAS
1. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
bersama ductus choledochus menembus posteromedial duodenum II dipertengahan
ampula vateri
2. Ductus pancreaticus minor/acessorius
(Santorini)
sering tidak ada, bermuara ke duodenum II sedikit diatas muara ductus pancreaticus mayor
Sistim Endokrin terdiri atas :
* Hipofisis Anterior
* Hipofisis Posterior
* Tiroid
* Paratiroid
* Kortek Adrenal
* Medula Adrenal

* Pankreas
* Gonad
* Badan Pineal
Pulau-pulau Langerhans pancreas menghasilkan Hormon :
Insulin
Glukagon
PERDARAHAN A. lienalis A. pancreaticoduodenalis superior & inferior
Vena-venanya senama dan bermuara ke V.porta
PEMBULUH LIMFE
melalui kelenjar limfe sepanjang arteri nodi lymphatici coeliacus mesentericus superior
PERSARAFAN
N. Vagus (n.X) sifatnya simpatis & parasimpatis

HISTOLOGI SISTEM ENDOKRIN


Sistem endokrin terdiri terutama dari kelenjar-kelenjar tanpa saluran keluar yang
sekretnya (hormone) dicurahkan langsung ke dalam sirkulasi darah atau limf. Sebagian besar
kelenjar endokrin merupakan suatu organ tersendiri, contohnya hipofisis (kelenjar pituitary) dan
tiroid. Akan tetapi beberapa diantaranya merupakan massa tersebar dalam suatu kelenjar
eksokrin, misalnya pulau Langerhans pada pancreas, sel interstisial (leydig) pada testis dan
corpora lutea pada ovarium. Organ-organ gabungan ini disebut kelenjar ganda. Hati juga
merupakan kelenjar ganda, tetapi pada hati setiap sel hati menunjukkan fungsi endokrin maupun
eksokrin. Hati mensekresi empedu ke dalam sistem saluran dan juga mencurahkan sekresi
internal langsung ke dalam pembuluh darah.
Kelenjar endokrin merupakan suatu kelompok sel yang mempunytai susunan
mikroskopik yang sangat sederhana, kelompok ini terdiri dari deretan sel (cords), lempengan
atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat yang halus. Kelenjar jenis ini banyak mengandung
pembuluh kapiler bertingkap atau sinusoid. Kelenjar ini mempunyai asal embriologik yang
berbeda, kelompok kelenjar endokrin berasal dari ketiga lapisan embrional:
1
2
3

Hipofisis, medulla suprarenal dan badan kromafin berasal dari ectoderm


Ovarium, testis dan korteks suprarenal berasal dari mesoderm
Sel parenkim tiroid, paratiroid, dan pulau langerhans berasal dari endoderm

Setiap kelenjar endokrin mensekresikan satu atau lebih substansi khusus yang disebut
hormone. Hormone dilepaskan dari sel kelenjar endokrin ke dalamm srikulasi darah dan limf dan
kemudian didistribusikan ke cairan jaringan di seluruh tubuh. Suatu hormone mempunyai
pengaruh pada suatu jaringan atau organ yang khusus, organ yang dipengaruhi disebut organ
target, atau reseptor. Hanya sedikit hormone dibutuhkan untuk menghasilkan suatu pengaruh,
yang biasanya berupa rangsangan atau aktivasi, kadang-kadang merupakan respons berupa
hambatan. Banyak hormone tidak memasuki sel target tetapi membentuk ikatan dengan reseptor

pada membrane sel dan mengaktifkan suatu enzim, adenil siklase. Enzim membrane ini
meningkatkan kosentrasi adenosine monofosfat siklikl cyclic Adenosine Monophosphate
(cAMP) intrasel, yang berfungsi sebagai penghantar kedua untuk memulai respons faali yang
khusus dipogram untuk sel tersebut. Sel endokrin berinteraksi untuk mengatur dirinya dalam
berbagai macam cara yang rumit. Tambahan pula banyak macam hormone menimbulkan
pengaruh terhadap sistem saraf, dan beberapa kelenjar endokrin diatur oleh mekanisme
persarafan (neural).
1

Hipofisis (kelenjar pituitary)


Merupakan kelenjar endokrin yang paling rumit. Kelenjar ini terdiri dari dua jaringan
yang berbeda:
- Adenohipofisis
Bagian kelenjar yang berasal dari ectoderm oral, yang bermigrasi kea rah dorsal
sebagai celah rathke untuk mengelilingi sebagian neurohipofisis. Dalam
adenohipofisis terdiri dari:

Pars distalis
Meliputi sekitar 75% hipofisis dan terbungkus hampir seluruhnya dalam
suatu kapsula fibrosa yang padat. Parenkimnya berbentuk korda yang saling
anastomosis dan kelompok sel epithelial yang disokong oleh suatu jarring-jaring
serat reticular yang di tepi melanjutkan diri/ berhubungan dengan unsure serat
kapsula. Antara sel-sel parenkim terdapat kapiler sinusoid. 4
Parenkim terdiri atas 2 kategori utama sel, kromofob dan kromofil. Sel
kromofil terbagi lagi menjadi asidofil dan basofil berdasarkan reaksi granula
sitoplasmanya terhadap pewarnaan. Akan tetapi, pewarnaan yang dipakai untuk
membedakan sel-sel ini adalah pewarna asam dan tak dapat membedakan sifat
asam dan basa dari sel. Banyak pekerja telah menganut istilah yang netral
(noncommittal) sel alfa untuk kedua jenis kromofil.
Pars intermedia

Pada manusia pars intermedia kurang berkembang baik dibandingkan


dengan banyak hewan lain dan biasanya bagian ini kurang jelas bentuknya.
Merupakan hanya sekitar 2% bagian hipofisis. Bagian ini terdiri dari sebuah
lapisan tipis sel-sel dan vesikel-vesikel yang mengandung koloid. Letaknya dekat
dengan lumen sisa, yang biasanya tertutup pada sebagian besar orang dewasa.
Beberapa sel penyusunnya, berbentuk polygonal, kecil dan terwarna pucat, yang
lainnya agak lebih besar dan bergranula, dan terwarna gelap dengan pewarna
basa. Selnya yang basofil mempunyai inti yang letaknya eksentris, mirip
kortikotrof pada pars distalis, dan seringkali menjulur sebagai korda-korda ke pars
nervosa. Sel yang melapisi vesikel yang mengandung koloid seringkali bersilia,
dan beberapa di antaranya bersekresi mukus.
c Pars tuberalis
Membentuk suatu lapisan terdiri atas sel sekeliling tangkai infudibulum.
Selnya, berhubungan erat dengan banyak pembuluh darah, tersusun memanjang
dalam kelompok atau kprda yang pendek. Sel ini berbentuk kuboid,
sitoplasmanya yang basofil lemah mengandung granula halus dan sejumlah
glikogen. Vesikel kecil, yang mengandung koloid, kadang terlihat. Fungsi pars
tuberalis kalaupun ada, belum diketahui.
Neurohipofisis tuber sinereum, batang infundibulum, dan prosesus infundibularis
(pars nervosa). Ketiga bagian ini mempunyai sel yang khas yang sama dan persarafan
dan suplai darah yang sama dan mempunyai prinsip hormonal aktif yang sama pula.
Sejumlah 100.000 serat saraf tak bermilelin, yang menyususn traktus
hipotalamohipofisealis, berjalan sampai neurohipofisis. Bdan selnya terletak dalam
nucleus supraoptikus dan para ventrikularis hipotalamus.

Kelenjar tiroid dan paratiroid


- Kelenjar tiroid

Berasal dari entoderm bagian sefalik saluran cerna, terdiri dari 2 lobus,
dihubungkan oleh isthmus dan terdiri dari ribuan folikel yang dibentuk oleh epitel
selapis dan Bentuk berfariasi tergantung dari aktifitas fungsional, yaitu Folikel
hipoaktif besar, penuh berisi koloid dan sel folikel gepeng atau kuboid dan Folikel
aktif disusun oleh sel yang lebih tinggi (torak), koloid sedikit, lumen lebih kecil.
Sedangkan lumen berisi substansi koloid. Sintesa, menyimpan dan mensekresi
triiodothyronine (T3) dan thyroxine (tetraiodothyronine, T4).
Sel folikel
Memperlihatkan karakteristik sel yang mensintesa, sekresi, absorbsi, mencerna
protein secara simultan
Inti bulat, didalam sitoplasma terdapat aparatus Golgi, mitokondria, lisosom,
fagosom.
Pada membran sel terdapat sejumlah mikrovili
Sel parafolikular (sel C)

Diantara sel folikel ataupun dalam kelompokan sel diantara folikel


Sel lebih besar dan kurang mengambil zat warna
Mensekresi calcitonin
Kelenjar paratiroid

Terdiri dari 4 kelenjar kecil-kecil, terletak dibelakang kelenjar tiroid. Biasanya pada
kapsula fibrosa yang membungkus kelenjar tiroid, serta kadang-kadang terbenam
didalam kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faringeal III dan IV.
Kelenjar paratiroid terdiri dari:
a Chief cells
Sel prinsipal, true parenchymal cells
Sel kecil poligonal, sitoplasma sedikit asidofil
Terdapat granula sekretorik yang berisi hormon paratiroid (PTH)
b Sel oksifil
Jumlah lebih sedikit
Sel besar, poligonal, didalam sitoplasma banyak terdapat mitokondria
asidofilik
Modified chief cells

Glandula suprarenalis/ adrenal

Glandula supra renalis terdiri dari sepasang, terletak pada polus superior ginjal,
dibungkus oleh jaringan lemak, dan terdiri atas korteks dan medulla. Korteks dan medula

merupakan 2 organ yang berbeda, baik asal, fungsi dan karakteristik morfologi. Yang
kemudian menjadi satu selama perkembangan embrional. Histogenesisnya:

Korteks
Berasal dari lapis benih mesodermal
Terbagi atas 3 zona konsentris:
zona glomerulosa
Berada dibawah kapsula fibrosa. Sel kecil-kecil tersusun dalam
kelompokan berbentuk lingkaran. Nukleus bulat dan basofil, sedangkan
sitoplasma eosinofilik. Didalam sitoplasma terdapat gumpalan basofilik
dan lipid droplet. Menghasilkan mineralocorticoid (aldosteron)
zona fasikulata
Terdiri dari untaian sel yang tersusun secara radier. Diantara untaian sel
terdapat sinusoid yang juga tersusun radier. Sel besar, polihedral, nukleus
ditengah, lebih terang. Banyak lipid droplet, terlihat seperti busa. Karena
itu disebut juga spongyocytes. Mensekresi glukokortikoid dan androgen
zona retikularis
Terdiri dari jaringan untaian sel yang saling berhubungan, dipisahkan oleh
kapiler. Sel lebih kecil dari zona fasikulata, sitoplasma eosinofil. Nukleus
pada beberapa sel relatif besar dan terang (light cells) sementara pada sel
lain inti mengeriput dan berwarna gelap (dark cells). Mensekresi
glukokortikoid dan androgen

Medula

Berasal dari neural crest, yang juga merupakan tempat asal sel ganglion simpatik.
Terdiri dari untaian sel yang dipisahkan oleh kapiler dan venula. Untaian sel
tersusun oleh sebaris sel torak, bagian apikal menghadap ke kapiler dan bagian
basal ke venula. Medulla juga disebut sel chromaffin, mengandung granula yang
berisi epinefrin dan nor epinefrin. Selain itu terdapat sel-sel ganglion simpatis,
sendiri-sendiri ataupun berkelompok

2.3 Fisiologi Sistem Endokrin


Fisiologi Hormon
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang
mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri
dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat
lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa
memicu respon tubuh yang sangat luas. 9
Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan
reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon
mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan:

Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciriciri seksual.


Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energy.
Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.

Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya
mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya
mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi
hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas
dan mempengaruhi metabolisme gula, protein, serta lemak di seluruh tubuh. 9

HORMON UTAMA9
Hormon
Aldosteron

Yang
menghasilkan
Kelenjar
adrenal

Hormon
antidiuretik
(vasopresin)

Kelenjar
hipofisa

Kortikosteroid

Kelenjar
adrenal

Fungsi
Membantu mengatur keseimbangan garam dan air
dengan cara menahan garam dan air serta membuang
kalium
Menyebabkan ginjal menahan air
Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan
tekanan darah
Memiliki efek yang luas di seluruh tubuh, terutama
sebagai:

Kortikotropin

Anti peradangan

Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah dan


kekuatan otot
Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air

Eritropoietin
Estrogen

Kelenjar
hipofisa
Ginjal
Indung telur

Glukagon
Hormon
pertumbuhan

Pankreas
Kelenjar
hipofisa

Mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon


oleh korteks adrenal
Merangsang pembentukan sel darah merah
Mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem
reproduksi wanita
Meningkatkan kadar gula darah
Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan

Meningkatkan pembentukan protein

Insulin

Pankreas

Menurunkan kadar gula darah

Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak


di seluruh tubuh

Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma


dan sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi
Mengendalikan ciri seksual pria dan wanita (penyebaran
rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit,
suara dan bahkan mungkin sifat kepribadian)
Menyebabkan kontraksi otot rahim dan saluran susu di
payudara
Mengendalikan pembentukan tulang

Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat

LH
(luteinizing Kelenjar
hormone)
hipofisa
FSH
(folliclestimulating
hormone)
Oksitosin
Hormon paratiroid
Progesteron

Kelenjar
hipofisa
Kelenjar
paratiroid

Indung telur

Polaktin
Renin
angiotensin
Hormon tiroid

Kelenjar
hipofisa
dan Ginjal
Kelenjar tiroid

TSH
Kelenjar
(tyroid-stimulating hipofisa
hormone)

Pengendalian Hormon

Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel


telur yang telah dibuahi
Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Memulai dan mempertahankan pembentukan susu di
kelenjar susu
Mengendalikan tekanan darah
Mengatur pertumbuhan, pematangan dan kecepatan
metabolisme
Merangsang pembentukan dan pelepasan hormon oleh
kelenjar tiroid

Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa
menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi
endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu
merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon.
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika mereka merasakan bahwa kadar
hormon lainnya yang mereka kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target.
Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar
hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti melepaskan
hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki jadwal
tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH
oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga
kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya.
Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa terhadap bioritmik ini masih
belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ memberikan respon terhadap semacam
jam biologis.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan susu.
Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin.
Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran
susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali hipofisa.
Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau
lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh
harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun
sampai sangat rendah. 9

2.4 Biokimia Sistem Endokrin

A. PERAN SENTRAL RESEPTOR HORMON


Reseptor Melakukan Diskriminasi Secara Tepat
Salah satu tantangan besar yang dihadapi dalam membuat system kerja komunikasi berbasis
hormon dijelaskan sebagai berikut.
Penentu konsentrasi suatu hormone di sel target
a.
b.
c.
d.
e.

Laju sintesis dan sekresi hormon.


Kedekatan letak sel target dengan sumber hormon (efek pengenceran).
Konstanta disosiasi hormon dengan protein pengangkut spesifik di plasma (bila ada).
Perubahan bentuk inaktif atau aktif suboptimal hormon menjadi bentuk aktif penuh.
Laju bersihan hormon dari plasma oleh jaringan lain atau melalui proses pencernaan,
metabolism, atau ekskresi.

Hormon terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah di cairan ekstrasel, umumnya dalam
kisaran 10-15 sampai 10-3 mol/L. oleh sebab itu, sel target harus membedakan tidak saja antara
berbagai hormone yang terdapat dalam jumlah kecil, tetapi juga antara satu hormon dan molekulmolekul serupa yang konsentrasinya 106 sampai 109 kali lebih banyak. Derajat diskriminasi yang
tinggi ini dihasilkan oleh molekul-molekul pengenal yang berkaitan dengan sel yang disebut
reseptor. Hormon memulai efek biologisnya dengan mengikat reseptor spesifik, dan karena
setiap control yang efektif juga harus memiliki cara untuk menghentikan suatu respon, efek yang
dipicu oleh hormone umumnya berhenti jika efektor terlepas dari reseptornya.
Sel target didefinisikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat hormone tertentu melalui
reseptornya secara selektif. Agar interaksi hormon-reseptor relevan secara fisiologi, beberapa ciri
biokimiawi pada interaksi ini berperan sangat penting.
1. Pengikat harus spesifik, yang dapat digeser oleh agonis atau antagonis.
2. Pengikatan harus dapat menjadi jenuh
3. Pengikatan harus terjadi dalam rentang konsentrasi dari respons biologis yang diharapkan.
Terdapat Domain Pengenal & Domain Penggabung Di Reseptor
Semua reseptor memiliki paling sedikit dua domain fungsional. Domain pengenal (recognition
domain) mengikat ligan hormon dan regio kedua menghasilkan sinyal yang menggabungkan/
menghubungkan pengenalan hormon tersebut dengan beberapa fungsi intrasel. Penggabungan
(coupling, transduksi sinyal) terjadi melalui dua cara umum. Hormon protein dan polipeptida
serta katekolamin berikatan dengan reseptor yang ada di membran plasma lalu menghasilkan
sinyal yang mengatur berbagai fungsi intrasel, sering dengan mengubah enzim. Sebaliknya,
hormon steroid, retinoid, dan kompleks reseptor-ligan inilah yang secara langsung menghasilkan
sinyal yang umumnya memengaruhi laju transkripsi gen-gen tertentu.
Domain yang berperan dalam pengenalan hormone dan pembentukan sinyal telah dikenali di
reseptor hormon polipeptida protein dan katekolamin. Reseptor hormon steroid, tiroid, dan
retinoid memiliki beberapa domain fungsional: satu domain mengikat hormon; yang lain
menyebabkan pengaktifan (atau penekanan) transkripsi gen; dan domain keempat mungkin
menentukan pengikatan ke satu atau lebih protein lain yang mempengaruhi lalu lintas reseptor di
dalam sel.

Fungsi ganda pengikatan dan penggabungan ini mendefinisikan suatu reseptor, dan
penggabungan pengikatan hormon dengan transduksi sinyal sehingga disebut sebagai receptoreffector coupling (penggabungan/ penyambungan reseptor dengan efektor)- inilah yang
merupakan langkah pertama dalam amplifikasi respon hormon. Peran ganda ini juga
membedakan reseptor sel target dari protein pembawa di plasma yang mengikat hormon tetapi
tidak menghasilkan sinyal.
Reseptor Adalah Protein
Beberapa kelas reseptor hormon peptide telah didefinisikan. Contohnya, reseptor insulin adalah
suatu heterotetrameter (22) yang disatukan oleh banyak ikatan disulfide tempat subunit
ekstrasel mengikat insulin dan subunit (yang menembus membran) menyalurkan sinyal melalui
tirosin protein kinase di bagian subunit yang berada di sitoplasma polipeptida ini. Reseptor untuk
factor pertumbuhan mirip insulin I (IGF-I) dan faktor pertumbuhan epidermis (EGF) umumnya
memiliki struktur serupa dengan reseptor insulin. Reseptor hormon pertumbuhan dan prolaktin
juga menembus membran plasma sel target, tetapi tidak memiliki aktivitas protein kinase
spesifik. Namun, terkaitnya ligan pada reseptor ini menyebabkan asosiasi dan aktivasi jalur
protein kinase yang sama sekali berbeda, yaitu jalur Jak-Stat. Reseptor hormon polipeptida dan
katekolamin yang menyalurkan sinyal dengan mengubah laju produksi cAMP melalui G-Protein,
ditandai oleh adanya tujuh domain yang menembus membran plasma. Pengaktivan protein
kinase dan pembentukan AMP siklik (cAMP, asam 35-adenilat) adalah efek lanjutan dari
reseptor kelas ini.
Studi perbandingan beberapa reseptor steroid yang berbeda-beda dengan reseptor hormon tiroid
mengungkapkan adanya konservasi sekuens asam amino di region tertentu, terutama di bagian
domain yang mengikat DNA. Hal ini menyadarkan kita bahwa reseptor tipe steroid atau tiroid
adalah anggota dari suatu superfamili besar reseptor nukleus. Banyak anggota dari famili ini
belum diketahui ligannya sampai saat ini sehingga disebut reseptor yatim (orphan receptor).
Superfamili reseptor nucleus ini berperan penting dalam mengatur transkripsi gen oleh hormon.
B. KLASIFIKASI HORMON
Hormon dapat diklasifisikasikan sesuai komposisi kimia, sifat kelarutan, letak reseptor, dan jenis
sinyal yang digunakan untuk menyampaikan efek hormone di dalam sel.
Hormon di kelompok pertama bersifat lipofilik. Setelah disekresikan, hormon ini berikatan
dengan protein pembawa/ pengangkut di plasma, suatu proses yang mengatasi masalah kelarutan
sambil memperlama waktu-paruh hormon dalam plasma. Presentase relatif hormon bentuk
terikat dan bentuk bebas ditentukan oleh afinitas pengikatan dan kapasitas pengikatan protein
pengangkut. Hormon bebas, yaitu bentuk yang secara biologis aktif, mudah menembus membran
plasma lipofilik semua sel dan bertemu dengan reseptor di sitosol atau nukleus sel target.
Kompleks ligan reseptor diaggap sebagai perantara intrasel pada kelompok ini.
Kelompok utama kedua terdiri dari hormon larut air yang berikatan dengan membran plasma sel
sasaran. Hormon yang berikatan dengan permukaan sel berkomunikasi dengan proses metabolik
intrasel melalui molekul perantara yang disebut second messenger (hormon itu sendiri adalah
perantara pertama), yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari interaksi ligan reseptor. Konsep
second messenger berasal dari pengamatan bahwa epinefrin berikatan dengan membran plasma
sel tertentu dan meningkatkan cAMP intrasel. Hal ini diikuti oleh serangkaian eksperimen bahwa

cAMP dibuktikan merantai efek sejumlah besar hormon. Sampai saat ini, hanya satu hormon,
faktor natriuretik atrium (atrial natriuretic factor, ANF) yang menggunakan cGMP sebagai
second messenger. Beberapa hormon yang banyak di antaranya semula diperkirakan
memengaruhi cAMP, tampaknya menggunakan ion kalsium (Ca2+) atau metabolit fosfoinositida
kompleks (atau keduanya) sebagai sinyal intrasel. Beberapa hormon dapat dimasukkan ke dalam
lebih dari satu kategori, dan pengelompokan ini dapat berubah dengan munculnya informasiinformasi baru.
C. KERAGAMAN SISTEM ENDOKRIN
Hormon Disintesis di Berbagai Susunan Sel
Hormon disintesis di organ-organ yang dirancang semata-mata untuk tujuan spesifik ini,
misalnya tiroid (triiodotironin), adrenal (glukokortikoid serta mineralokortikoid), dan hipofisis
(TSH, FSH, LH, hormone pertumbuhan, prolactin, ACTH). Sebagian organ dirancang untuk
melakukan dua fungsi berbeda, tetapi berkaitan erat. Contohnya, ovarium menghasilkan oosit
matang dan hormone reproduktif estradiol dan progesteron. Testis menghasilkan spermatozoa
matang dan testoteron. Hormon juga diproduksi sel khusus di dalam organ lain, misalnya usus
halus (peptide mirip glucagon), tiroid (kalsitonin), dan ginjal (angiotensin II) sehingga sintesis
sebagian hormon memerlukan sel parenkim lebih dari satu organ, misalnya kulit, hati, dan ginjal
diperlukan untuk menghasilkan 1,25 (OH)2-D3 (kalsitrol).
Hormon Secara Kimiawi Beragam
Hormone disintesis dari beraneka ragam bahan dasar kimiawi. Banyak yang berasal dari
kolesterol. Hormon-hormon ini menckup glukortikoid, mineralokortikoid, estrogen, progestin,
dan 1,25 (OH)2-D3. Pada sebagian kasus, hormone steroid menjadi molekul precursor bagi
hormone lain. Contohnya, progesterone adalah hormon sejati, tetapi juga merupakan precursor
dalam membentuk glukokortikoid, mineralokortikoid, testoteron, dan estrogen. Testoteron adalah
zat antara obligatorik dalam biosintesis estradiol dan dalam pembentukan dihidrotestoteron
(DHT).
Asam amino tirosin adalah titik awal pembentukan katekolamin dan hormone tiroid, yakni
tetraiodotironin (tiroksin T4) dan triiodotironin (tiroksin T3). T4 dan T3 bersifat unik karena kedua
hormon ini memerlukan penambahan iodium (I) untuk bioaktivitasnya. Karena iodium dalam
makanan sangat sedikit di banyak belahan dunia, dikembangkanlah mekanisme rumit untuk
menimbun dan mempertahankan I.
Banyak hormone yang berupa polipeptida atau glikoprotein. Hormon-hormon ini memilki
ukuran bervariasi dari thyrotropin-releasing hormone (TRH), suatu tripeptida hingga polipeptida
rantai tunggal, seperti hormon adrenokortikotropik (ACTH; 39 asam amino), hormon paratiroid
(PTH; 84 asam amino); dan hormon pertumbuhan (GH;191 asam amino). Insulin adalah suatu
heterodimer rantai AB masing-masing dari 21 dan 30 asam amino. Follicle-stimulating hormone
(FSH), Luteinizing-hormone (LH), thyroid-stimulating hormone (TSH), dan gonadotropin korion
(CG) adalah hormon glikoprotein dengan struktur heterodimetrik . Rantai di semua hormon
ini identik, dan rantai menentukan keunikan masing-masing. Hormone-hormon ini memiliki
massa molecular dan kisaran 25-30 kDa bergantung pada derajat glikosilasi dan panjang rantai .
D. BANYAK HORMON DIBUAT DARI KOLESTEROL

Streroidogenesis Adrenal
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolesterol. Kolesterol sebagian besar berasal dari plasma,
tetapi sebagian kecil disintesis in situ dari asetil-KoA melalui mevalonat dan skualen. Banyak
dari kolesterol di adrenal mengalami estertifikasi dan disimpan dalam butiran lipid di sitoplasma.
Jika adrenal mendapat rangsangan dari ACTH, terjadi pengaktifan esterase, dan kolesterol bebas
yang terbentuk diangkut ke dalam mitokondria, tempat enzim pemutus rantai samping
sitokrom P450 (P450scc) mengubah kolesterol menjadi pregnolon. Pemutusan rantai samping
melibatkan serangkaian hidroksilasi, mulai-mula di C22 dan kemudian di C20, dan diikuti oleh
pemutusan rantai samping (pengeluaran fragmen enam karbon). Untuk memindahkan kolesterol
ke P450scc di membran dalam mitokondria diperlukan protein regulatorik akut steroidogenik
(steroidogenic acute regulatory protein StAR) yang dependen ACTH.
Semua hormon steroid mamalia dibentuk oleh kolesterol via pregnenolon melalui serangkaian
reaksi yang terjadi di mitokondria atau retikulum endoplasma sel pembentuk. Reaksi tersebut
membutuhkan hidroksilase yang memerlukan oksigen molekular dan NADPH, sedangkan reaksi
dehydrogenase, isomerase, dan liase juga dibutuhkan untuk tahap-tahap tertentu. Dalam
steroidogenesis adrenal terdapat spesifitas sel. Contohnya, 18-hidroksilase dan 19-hidroksisteroid
dehodrogenase yang diperlukan untuk sintesis aldosterone, ditemukan hanya di sel-sel zona
glomerulosa (bagian luar korteks adrenal), sehingga biosintesis mineralokortikoid ini terbatas di
bagian ini.
Sintesis Mineralokortikoid
Pembentukan aldosteron mengikuti jalur mineralkortikoid dan terjadi di zona glomerulosa.
Pregnenolon diubah menjadi progesterone oleh kerja dua enzim reticulum endoplasma halus, 3hidroksisteroid dehydrogenase (3-OHSD) dan 5,4-isomerase. Progesteron mengalami
hidroksilasi di posisi C21 untuk membentuk 11-deoksikortikosteron (DOHC), yaitu suatu
mineralokortikoid (perensi Na+) aktif. Hidroksilasi selanjutnya, di C11, menghasilkan
kortikosteron yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan merupakan mineralokortikoid lemah
(memiliki kurang dari 5% potensi aldosteron). Pada beberapa spesies (missal hewan pengerat),
senyawa ini adalah glukokortikoid dapat beraktivitas diperlukan hidroksilasi C 21, tetapi
kebanyakan steroid dengan gugus hidroksil C17 lebih banyak memiliki aktivitas gukokortikoid
dan lebih sedikit aktivitas mineralokortikoid. Di zona glomerulosa yang tidak memiliki enzim
retikulum endoplasma halus 17-hidroksilase, terdapat suatu enzim mitokondria 18-hidroksilase.
18-Hidroksilase (aldosterone sintase) bekerja pada kortikosteron untuk membentuk 18hidroksikortikosteron yang diubah menjadi aldosterone melalui konversi 18-alkohol menjadi
aldehida. Distribusi enzim yang unik ini dan regulasi khusus zona glomerulasa oleh K + dan
angiotensin II mendorong beberapa peneliti berpendapat bahwa, selain adrenal terdiri atas dua
kelenjar, korteks adrenal sebenarnya adalah dua organ yang terpisah
Hormon Terbentuk Dari Prekursor Peptida
Pembentukan jembatan disulfida dalam insulin mengharuskan hormon ini disintesis mula-mula
sebagai bagian dari sebuah molekul precursor besar, yaitu proinsulin. Hal ini secara konseptual
serupa dengan contoh pada hormon tiroid yang hanya dapat dibentuk dalam konteks molekul
yang lebih besar. Beberapa hormon lain disintesis sebagai bagian dari molekul precursor besar,
bukan karena kebutuhan struktural khusus, tetapi lebih sebagai mekanisme untuk mengontrol

jumlah hormon aktif yang tersedia. PTH dan angiotensin II adalah contoh dari regulasi jenis ini.
Contoh menarik lain adalah protein POMC yang dapat diproses menjadi berbagai hormon
dengan cara yang spesifik di setiap jaringan.
Insulin
Insulin memiliki suatu struktur heterodimer AB dengan satu jembatan disulfide dalam rantai
(intrhain) (A6-A11) dan dua jembatan disulfide antar rantai (A7-B7 dan A20-B19). Rantai A dan
B disintesis di laboratorium, tetapi upaya-upaya untuk menyintesis secara biokimiawi molekul
insulin yang matur kurang memberi hasil. Penyebab hal ini menjadi jelas ketika diketahui bahwa
insulin disintesis sebagai suatu praprohormon (berat molekul sekitar 11.500), yaitu protipe
untuk peptida yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar.
Sekuens pra- atau leader yang hidrofobik dan terdiri dari 23 asam amino mengarahkan molekul
ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan
molekul proinsulin dengan BM 9.000, yang membentuk konformasi yang dibutuhkan untuk
membuat jembatan disulfide yang sesuai dengan efisien.
Angiotensin II
Sistem renin-angiotensin berperan dalam mengatur tekanan darah dan metabolism elektrolit
(melalui pembentukan aldosteron). Hormon primer yang terlibat dalam proses ini adalah
angiotensin II, suatu oktapeptida yang dibentuk dari angiotensinogen. Angiotensinogen, sebuah
2-globulin besar yang dibuat di hati, adalah subrat renin, yakni suatu enzim yang dihasilkan di
sel jukstaglomerulus arteriol aferen ginjal. Posisi sel jukstaglomerulus menyebabkan sel-sel ini
sangat peka terhadap perubahan tekanan darah dan banyak regulator faal pelepasan renin yang
bekerja melalui baroreseptor ginjal. Sel jukstaglomelurus juga peka terhadap konsentrasi Na + dan
Cl- di cairan tubulus ginjal; jadi, setiap kombinasi faktor yang menurunkan volume cairan
(dehidrasi, penurunan tekanan darah, kehilangan cairan atau darah) atau mengurangi konsentrasi
NaCl akan merangsang pelepasan renin. Saraf simpatis ginjal yang berakhir di sel
jukstaglomerulus memperantai efek postural dan susunan saraf pusat pada pelepasan renin tanpa
bergantung pada efek baroreseptor dan garam, yakni suatu mekanisme yang melibatkan reseptor
-adrenergik. Renin bekerja pada substrat angiotensinogen untuk menghasilkan dekapeptida
angiotensin I.
Angiotensin-converting enzyme (ACE, enzim pengubah angiotensin), suatu glikoprotein yang
ditemukan di paru, sel endotel, dan plasma, mengeluarkan dua asam amino terminal karboksil
dari dekapeptida angiotensin I untuk membentuk angiotensin II dalam suatu langkah yang
dianggap tidak menentukan laju biosintesis. Berbagai analog nonapetida dari angiotensin I dan
senyawa lain bekerja sebagai inhibitor kompetitif ACE dan digunakan untuk mengobati hipetensi
yang `dependen renin. Berbagai analog ini dinamai inhibitor angiotensin converting enzyme
(inhibitor ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan
vasokonstriksi arteriol dan merupakan suatu zat vasoaktif yang sangat poten. Senyawa ini
menghambat pelepasan renin dari sel jukstaglomerulus dan merupakan perangsang kuat
pembentukan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi Na+, ekspansi volume, dan peningkatan
tekanan darah. 10

Pada sebagian spesies, angiotensin II diubah menjadi heptapeptida angiotensin III, yakni suatu
stimulator produksi aldosterone yang sama potennya. Pada manusia, kadar angiotensin II plasma
empat kali lebih besar dibandingkan dengan kadar angiotensin III sehingga sebagian besar efek
ditimbulkan oleh oktapeptida angiotensin II. Angiotensin II dan III cepat diaktifkan oleh
angiotensinase.
Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik di sel glomerulus korteks adrenal. Interaksi
hormone-hormon reseptor tidak mengaktifkan adenilil siklase dan cAMP tampaknya tidak
memerantarai kerja hormon ini. Kerja angiotensin II, yaitu merangsang perubahan kolesterol
menjadi pregnenolon dan perubahan kortikosteron menjadi 18-hidroksikortikosteron serta
aldosterone, dapat melibatkan perubahan-perubahan konsentrasi kalsium intrasel dan metabolit
fosfolipid.
Biokimia Pada Diabetes Melitus
a. Etiologi
Defisiensi insulin
Reseptor insulin pada membran sel tidak berfungsi
b. Homeostasis Hiperglikemia

Glukosa darah meningkat Hiperglikemia Glikosuria

Glukosa sel menurun Glikolisis menurun Energi dalam bentuk ATP berkurang
Oksidasi lemak meningkat Asetil KoA meningkat, sebagian asetil KoA diubah
menjadi benda-benda keton

Benda-benda keton darah meningkat Ketonemia

Benda-benda keton di urin meningkat Keton uria = Ketosis

Asidosis Ketoasidosis Diabetik

1.1 Gambar Glikolisis Anaerobik

1.2. Gamabar Ketogenesis

1.3. Gambar Cara Kerja Hormon

2.5. Patomekanisme gejala pada skenario.


Pada skenario disebutkan gejala-gejala pada pasien tersebut adalah keluhan dengan sering
kencing (polyuria), sering lapar (polifagia), sering haus (polydipsia) dan terjadi penurunan
berat badan.
Sebelum mengetahui Patomekanisme dari gejala gejala tersebut maka kita harus tau terlebih
dahulu fungsi dari hormone insulin karena hormon insulin berkaitan erat dengan penyakit pada
scenario akan dibahas.
Insulin menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam aminodarah serta mendorong
penyimpanannya.
Insulin memiliki efek penting pada metabolism karbohidrat, lemak, dan protein. Hormone ini
menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan
bahan bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptive,
insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing
menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mempengaruhi transport nutriendarah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas
enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu.
Efek pada karbohidrat
Memelihara homesotastis glukosa darah merupakan salah satu fungsi penting pancreas.
Konsentrasi glukosa dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara proses-proses.

Penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel, produksi glukosa oleh
hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urin.
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong
penyimpanan karbohidrat :
1. Insulin mempermudah transport glukosa ke dalam sebagian besar el. (mekanisme
peningkatan penyerapan glukosa ini dijelaskan setelah efek lain insulin dalam
menurunkan glukosa darah dicantumkan).
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka dan
hati.
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi menjadi glukosa.
Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung
menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.
4. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat
gluconeogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insuin melakukannya
dengan mengurangi jumlah asam amino didarah yang tersedia bagi hati untuk
gluconeogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk
mengubah asam amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan
glukosa oleh sel darah untuk digunakan dan disimpan dan secara bersamaan menghambat dua
mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darag (glikogenolisis dan gluconeogenesis).
Insulin adalah satu-satunya hormin yang mampu menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin juga memiliki efek penting pada lemak dan protein
Efek pada Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan mendorong
penyimpanan trigliserida :
1. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak.
2. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalm sel jaringan lemak melalui rekrutment
GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan
gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida (sintesis lemak atau
lipogensis)
3. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan turunan asam lemak
dan glukosa untuk sistesis trigliserida.
4. Insulin menghambat lipolysis (penguraian lemak), mengurangi pembebasan asam lemak
dari jaringan lemak ke dalam darah.
Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan glukosa dari darah dan
mendorong penyimpanan keduanya sebagai trigliserida.
Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein melalui
beberapa efek :

1. Insulin mendorong transport aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain.
efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-bahan
untuk membentuk protein didalam sel.
2. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein oleh perangkat
pembentuk protein yang ada di sel.
3. Insulin menghambat penguraian protein.
Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolic protein. Karena itu insulin esensial bagi
pertumbuhan normal.
Setelah mengetahui fungsi dari kerja insulin, pada scenario gejala-gejala tersebut mengarah pada
gejala Diabetes Mellitus. Gejala-gejala akut diabtes mellitus disebabkan oleh kurang adekuatnya
kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormone yang mampu menurunkan kadar
glukosa darah maka salah satu gambaran menonjol pada DM adalah peningkatan kadar glukosa
darah, atau hiperglikemia.

Konsekuensi diabetes mellitus dapat dikelompokkan sesuai efek kurangnya kerja insulin
pada metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang nanti akan berkaitan dengan gejala
gejala pada scenario.
1.

Hiperglikemik adalah adalah tanda utama diabetes mellitus terjadi karena berkurangnya
penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati.
Karena proses-proses glikogenolisis dan gluconeogenesis yang menghasilkan glukosa
berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran glukosa

meningkat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan
insulin maka terjadi kelebihan glukosa intrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa
intrasel yang ironis.
2. Ketika glukosa darah meningkat ke kadar dimana jumlah glukosa yang tersaring melebihi
kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di urin (glukosuria)
3. Glukosuria di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O bersamanya,
menyebabkan diuresis osmotic yang ditandai oleh polyuria (sering berkemih)
4. Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi
5. Yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya
volume darah secara mencolok.
6. Kegagalan sirkulasi ini jika tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena
berkurangnya aliran darah ke otak
7. Gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi
8. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran
osmotic air dari sel kedalam cairan ekstrasel yang hipertonik
9. Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terjadi malfungsi system saraf
10. gejala khas lain pada DM adalah polidpsia (rasa haus yang berlebihan) yang sebenernya
adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi.
11. pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia
(asupan makanan yang berlebihan) namun, meskipun asupan makanan bertambah
terjadi penurunan berat akibat efek defisiensi insulin pada metabolism lemak dan protein.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism lemak
12. Sintesis trigliserida berkurang sementara lipolysis meningkat menyebabkan mobilisasi besarbesaran asam-asam lemak dari simpanan trigliserida
13. peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energy
alternative. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan-badan
keton secara berlebihan kedalam darah, menyebabkan ketosis
14. badan-badan keton mencakup beberapa jenis asam, misalnya asam asetoasetat, yang
terbentuk karena penguraian lemak secara tidak sempurna sewaktu produksi energy oleh hati.
Karena itu, ketosis yang terjadi ini menyebabkan asidosis metabolik progresif.
15. asidosis menekan otak dan jika cukup parah dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian
16. tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatakan ventilasi untuk
mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentuk asam.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism protein
17. Efek kurangnya insulin pada metabolism protein adalah pergeseran netto menuju katabolisme
protein. penguraian protein-protein oto yang menyebabkan otot rangka lisut dan lemah,yang
menyebabkan penurunan berat badan dan pada anak yang mengidap diabetes, penurunan
pertumbuhan secara keseluruhan.
18. Berkurangnya pengambilan asam amino disertai meningkatnya penguraian protein
menyebabkan jumlah asam amino dalam darah berlebih.

19. peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk gluconeogenesis sehingga
hiperglikemika menjadi bertambah parah
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit rumit yang dapat menganggu metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein serta keseimbangan cairan dan asam basa. Penyakit ini juga dampak
berdampak pada system pernapasan, ginjal, system sirkulasi dan system saraf. 9

2.6. Hubungan dari penurunan berat badan dengan gejala yang ada pada skenario.
Ya, ada hubungan nya yaitu gejala dari pada scenario tersebut masuk kedalam salah satu efek
dari defisiensi insulin. Defisiensi insulin itu sendiri yang terdiri dari peningkatan pengeluaran
glukosa oleh hati, penurunan penyerapan glukosa oleh sel, penurunan sintesis trigliserida,
peningkatan lipolysis, penurunan penyerapan asam amino oleh sel serta peningkatan
pengurangan protein. Peningkatan pengurangan protein lah yang menyebabkan penciutan pada
otot (lemah dan lisut) maka dari itu terjadilah penurunan berat badan. Kenapa terjadinya
peningkatan pengurangan protein ? karena adanya pergeseran jumlah menuju katabolisme
protein. Yang kita ketahui bahwa fungsi insulin berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah.9

2.7. Hubungan gejala dengan jenis kelamin dan usia pada skenario.

Jenis kelamin
Mungkin tidak ada hubungan pada scenario. Kecuali pada scenario disebutkan bahwa
pasien ada riwayat penyakit hipertiroid. Seperti kita ketahui bahwa penyakit hipertiroid
lebih sering terjadi pada wanita25
Usia
Secara garis besar, individu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit
Diabetes Mellitus antara lain25 :
1. kelompok usia tua (>40 tahun)
2. kegemukan
3. tekanan darah tinggi
4. riwayat keluarga DM
5. riwayat lahir dengan berat badan >4000gr
6. riwayat DM pada kehamilan
7. dislipidemia
8. radang pancreas

2.8 Kisaran normal pada pemeriksaan penunjang di sistem endokrin.

Pemeriksaan endokrin :
Pemeriksaan glukosa18

Tes

Sample

GDS

Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler
Darah vena
Darah kapiler

GDP
GD2PP

DM (mg/dl)
200
200
126
110
>200
>200

GDP (mg/dl)
110 serta <126
<126
126

2 jam TTGO (mg/dl)


<140
140 serta >200
200

Tes HbA1c
Kriteria pengendalian
Baik
Sedang
Buruk

Belum pasti DM
(mg/dl)
110-199
90-199
110-125
90-109
140-200
120-200

Tes Toleransi Glukosa Oral


Kriteria
GDPT
TGT
DM

Bukan DM
(mg/dl)
<100
<90
<100
<90
<140
<120

Kriteria A1c (%)


<6,5
6,5-8
>8

Tes urin (Mikroalbuminuria), Nilai rujukan : <20 mg/L (, 0,02 g/L) atau 30 mg/24 jam
(0,03 g/24 jam)
Tes tiroid-stimulating hormone
a Tes T4
Nilai rujukan :
- Dewasa : 50-113 ng/L (4,5 mg/dl)
- Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl
- Usia lanju : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma
- Wanita hamil, pemeberian kontrasepsi oral : 16,5 mg/dl
b Tes T3
Nilai rujukan :
- Dewasa : 0,8-2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral, infant dan anak-anak : meningkat
c Tes FT4 (Free Thyroxin), nilai rujukan : 10-27 pmol/L
d Tes FT3 (Free Triiodotironin), nilai rujukan : 4,4-9,3 pmol/L
e Tes TSH (Tiroid Stimulating Hormone), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/l
f Tes TSHs (TSH 3rd Generation), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/l

2.9 ALUR DIAGNOSIS DIABETES MELITUS


1. Anamnesis1 :
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia(PERKENI) membagi alur diagnosis DM
menjadi 2 bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM.
1

Gejala khas dari DM terdiri dari:

Polidipsia

Poliuria
Polifagia
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas

Gejala tidak khas DM diantaranya:


Lemas
Kesemutan
Luka yang sulit sembuh
Gatal
Mata kabur
Disfungsi ereksi(pria)
Pruritus vulva(wanita)
Maka perlu ditanyakan :
a. Keluhan utama : sering kencing sejak 1 minggu yang lalu
b. Keluhan tambahan :
- Apakah sering merasa lapar?
- Apakah sering merasa haus?
- Apakah pengihatan kabur ?
- Apakah tangan dan kaki merasa seperti menggunakan stocking (baal)?
- Apakah buang air besar lancar?
- Apakah pernah trauma dibagian perut?
- Adakah rasa gatal pada lipatan paha?
- Apakah pernah mengalami luka yang sulit sembuh ?
- Berat badan bagaimana ? mengalami penurun atau tidak ? jika iya, apakah
sedang mengkonsumsi obat pelangsing?
- Pria : Bagaimana hubungan dengan istri? Masihkan harmonis? (Disfungsi
ereksi)

c.

d.

e.

f.

2.

Wanita : Bagaimana mentruasinya? Pernahkah melahirkan sebelumnya?


Jika pernah berapa BB anak? Dan pernahkan abortus (keguguran)? Apakah
sering mengalami keputihan?
Riwayat penyakit dahulu
- Pernahkah menderita penyakit diabetes melitus?
- Pernahkah trauma bagian perut?
- Pernahkah melakukan operasi bagian perut?
Riwayat penyakit keluarga
- Apakah dikeluarga ada yang menderita dengan gejala yang sama?
- Apakah ada riwayat penyakit keturunan ; seperti Diabetes Melitus,
Hipertensi?
- Apakah dikeluarga ada yang berbadan gemuk (obesitas)?
Riwayat psikososial
- Bagaimana pola makan dan minum?
- Apakah perokok?
- Apakah peminum kopi?
- Apakah peminum alkohol?
- Bagaimana aktifitas kesehariannya??
- Apakah sering berolah raga?
- Apakah mempunyai alergi?
Riwayat pengobatan
- Apakah sudah pernah pergi ke dokter?
- Apakah pernah diobati? obat warung
- Apakah pernah pengguna obat-obatan kortikosteroid (asam mefenamat,
methil prednisolon, dll)?

Pemeriksaan Fisik

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. Maka
dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.

3. 1,2Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegkkan
hanya aatas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan
asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena tetapi bisa juga kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria disgnosis
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnosik DM dan pemeriksaan penyaring .Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala /tanda DM, sedangkan pemeriksaan poenyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Jika
hasil uji penyaring positif dan dilanjutkan uji diagnostik, untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1
2
3
4
5
6
7
8

Usia > 45 tahun


Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.
Kebiasaan tidak aktif
Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau TG 250 mg/dl
Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan resistensi insulin
9 Ada riwayat toleransi glukosa yang terganggu(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya
10 Memeiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT, sehingga
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan
tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang
menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan
dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi
dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,

hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi
DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera
diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
Kadar glukosa Plasma Vena
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Kapiler
Kadar glukosa Plasma Vena
darah
puasa
(mg/dl)
Plasma Kapiler

Bukan DM
< 110

Belum pasti DM
110-199

DM
200

<90

90-199

200

< 110

110-125

126

< 90

90-109

110

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus dan gangguan


tolerannsi glukosa

Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral):


Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa.
Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari).
Glukosa darah puasa diperiksa.
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 ml, dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
Selama pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa1,2

Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali aja cukup untuk
menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal
Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl
(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir)

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dl (puasa sedikitnya 8 jam)
(Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 ajam)
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl
(mengunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan
didalam air)

2.10. DD 1 : DIABETES MELITUS


Definisi
Diabetes Melitus adalah kumpulan gejala-gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang
progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Penatalaksanaan DM Terpadu FKUI)19
Diabetes Melitus adalah suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
namun secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin dan gangguan fungsi
insulin (WHO)16
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin atau kerja insulin (ADA, American
Diabetic Association)19
Etiologi & Patogenesis19
Diabetes Melitus Tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan
gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap pengerusakkan imunologik sel-sel
yang memproduksi insulin.
Pemicunya diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi terhadap selsel beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada
DM yang berat, biasanya sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan
semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan defisiensi insulin.
Pemicu yang menentukan proses autoimun yang peka secara genetic dapat berupa infeksi
virus coxsackai B4, Rubella, CMV, Herpes dan virus lain hingga timbul peradangan pada sel beta
(Insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Yang diserang pada
insulitis hanya sel beta, biasanya sel alfa dan sel delta tetap utuh.
Patofisiologi19
Hiperglikemia, tanda utama DM, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh selsel disertai peningkatan glukosa oleh hati. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara
terjadi defisisensi glukosa intrasel.

Kadar glukosa darah meningkat pada saat jumlah glukosa yang di filtrasi melebihi
kapasitas sel-sel melakukan rearbsorpsi, sehingga glukosa akan timbul dalam urin. Glukosa akan
mengikat air sehingga ginjal akan membuang air lebih banyak untuk mengencerkan sejumlah
besar glukosa tersebut. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita menjadi lebih sering berkemih dengan air kemih yang lebih banyak (poliuri).
Akibat poliuri penderita akan merasa haus yang berlebihan sehingga akan lebih banyak minum
(polidipsi). Sejumlah besar kalori akan hilang di dalam air kemih, sehingga penderita akan
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali akan
merasa sangat lapar sehingga menjadi lebih banyak makan (polifagi).

Prevalensi & Epidemiologi19


Meningkatnya prevalensi DM di beberapa Negara berkembang diakibatkan peningkatan
kemakmuran di Negara tersebut. Di Indonesia sendiri, penyandang DM Tipe 1 sangat jarang.
Demikian pula di Negara tropis lain. Semakin jauh letaknya dengan garis Khatulistiwa , makin
tinggi prevalensi DM Tipe 1 nya. Ini bisa dilihat bahwa di Eropa prevalensi DM Tipe 1 lenih
tinggi. Seperti di Eropa Utara di Skandinavia yang merupakan insiden tertinggi di dunia. Faktor
genetik juga ikut mendukung terjadinya DM. Di Indonesia mungkin juga karena diagnosis DM
Tipe 1 yang terlambat, hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.
Hasil penelitian epidemiologi Diabetes di Indonesia, pada tahun 1982 prevalensi DM di
Jakarta hanya 1,7% dan pada tahun 1993 meningkat jadi 5,7%. Pada tahun 2001 di Depok, dan
Jakarta Selatan menjadi 12,8%. Sedangkan di Ujung Pandang, pada tahun 1981 hanya 1,5% lalu
pada 1998 meningkat jadi 3,5% dan terakhir pada 2005 sebesar 12,5%.
Klasifikasi19
DIABETES MELITUS
DM Tipe 1

Destruksi Sel Beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin secara absolut
Autoimun
Idiopati
Pengobatan harus dengan insulin
Onset akut
Biasanya menyerang usia muda
Biasanya penderita berbadan kurus
Riwayat keluarga diabetes 10%

DM Tipe 2

DM Gestasional

Tipe Lain

Manifestasi Klinis19

Poliuria
Polidipsi
Polifagi
Letih, Lesu, Lemah badan
BB turun
Parastesi
Pruritus

Kriteria Diagnosis DM19

Bervariasi. Dominan resistensi insulin disertai defisiensi


insulin secara relaitf sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin.
Pengobatan tidak harus dengan insulin
Onset lambat
Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya usia >45 tahun
Riwayat keluarga diabetes 30%
Terjadi selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua
kehamilan. Faktor resiko : usia ibu tua, obesitas, herediter,
riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormone yang berefek
metabolik terhadap toleransi glukosa. Pada kriteria diagnosis
biokimia diabetes gestasional terjadi apabila 2 atau lebih dari
nilai berikut dilampaui sesudah pemberian glukosa 75gr
glukosa oral :
Puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam 165 mg/dl, 3 jam
145 ,g/dl.
Karena penderita beresiko tingggi terhadap morbiditas dan
mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian janin
viable yang lebih tinggi. Kebanyakan wanita hamil harus
menjalani pencegahan diabetes selama usia kehamilan 24-28
minggu.
Defek genetik Sel Beta
Defek genetik kerja insulin sindroma resistensi
insulin berat
Peny. Eksokrin pada pankreas pankreatitis kronik
Infeksi
Obat-obat yang bersifat toksik bagi sel Beta

Diagnosis DM akan dipikirkan apabila muncul gejala-gejala DM berupa poliuria,


polidipsi, polifagia, BB turun tanpa sebab. Keluhan lain yang mungkin ditrmukan seperti badan
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pia serta pruritus vulvae pada
wanita.
1

Pemeriksaan Darah

Jika keluhan khas, lalu Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu 200 mg/dl maka cukup
untuk menegakkan diagnosis DM
Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa 126 mg/dl dapat digunakan untuk patokan
diagnosis DM
Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 2 jam, didapatkan glukosa darah 200 mg/dl
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru 1
kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan 1 kali lagi angka abnormal, baik kadar Glukosa Darah
Puasa 126 mg/dl atau kadar Glukosa Darah Sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain.
2

Pemeriksaan Urine

P e m e r i k s a a n d i d a p a t k a n a d a n y a g l u k o s a d a l a m u r i n . P e me
riksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine :hijau ( + ),kuning ( ++ ), merah ( +++), dan merah bata ( ++++ ).

Tatalaksana19
Medikamentosa
1 Pemicu Sekresi Insulin :
SULFONILUREA : Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.
Merupakan pilihan kedua setelah Metfomin untuk pasien diabetes dewasa
baru tanpa menghiraukan BB. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien
penyakit ginjal, hati, dan tiroid.
Yang termasuk golongan obat ini :
i
Khlorpropamid : Seluruhnya di ekskresikan melalui ginjal jadi tidak
dipakai pada pasien gangguin faal ginjal. Lama kerja > 24 jam.
Diberikan dosis tunggal. Tidak dianjurkan bagi pasian geriatric.
ii
Glibenklamid : Punya efek hipoglikemik potensial jadi pasien perlu
melakukan jadwal makan yang ketat.
iii
Glikasid : Punya efek hipoglikemik sedang jadi tidak begitu sering
menyebabkan hipoglikemia. Dapat diberikan pada penderita gangguan
fungsi hati dan ginjal yang ringan.
iv
Glikuidon :Punya efek hipoglikemik sedang dan jarang menyebabkan
hipoglikemia. Hamper seutuhnya di ekskresikan melalui empedu dan
usus. Dapat diberikan ke pasien gangguan fungsi hati dan ginjal yang
lebih berat.

v
vi

Glipsid : Punya efek lebih lama dari Glibenklamid tetapi lebih pendek
dari Khlorpropamid dan menekan produksi glukosa hati
Glimepirid : Waktu mulai kerjanya cepat dan lama kerja yang
panjang dengan memberikan dosis tunggal atau 2 kali/hari.
Mensekresi insulin bila terdapat asupan makanan sehingga lebih
jarang berdampak hipoglikemia. Dapat diberikan pada pasien usia
lanjut, gangguan ginjal atau beraktifitas berat. Lebih jarang
menimbulkan efek hipoglikemia dibandingkan Glibenklamid pada
awal pengobatan.

GLINID : Obat generasi baru dengan cara kerja sama dengan Sulfonilurea
yaitu meningkatkan sekresi insulin.
i
Repaglinid : Derivat asam benzoate. Punya efek hipoglikemik ringan
sedang. Di absorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
di ekskresikan cepat melalui hati. Efek sampingnya keluhan
gastrointestinal.
ii
Nateglinid : Derivat fenilalanin. Cara kerja hampir mirip dengan
Repaglinid. Di absorpsi cepat setelah pemberian oran dan di
ekskresikan melalui urine. Efek sampingnya keluhan infeksi saluran
napas atas.
2

Penambah Sensitivitas terhadap Insulin


BIGUANID : Tidak merangsang sekresi insulin. Terutama bekerja di hati
dengan mengurangi ekskresi glukosa hati dan menurunkan kadar glukosa
darah sampai normal. Tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Banyak
dipakai sebagai terapi awal diabetes.
Metformin :
o Menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport
glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang insulin, mengambil
glukosa 10-40%.
o Kadang dapat menurunkan BB. Menurunkan kadar glukosa
puasaa 60 mg/dl, hampir sama efektif seperti Sulfonilurea.
o Efek sampingnya nausea, muntah-muntah, kadang diare. Lebih
baik diberikan pada pasien gemuk sebab tidak merangssang
insulin jadi tidak punya efek anabolic.
o Penggunaan harus dihentikan sementara selama 48 jam bila
akan dilakukan pemeriksaan radiologi menggunakan kontras
intravena. Obat bisa digunakan lagi bila keadaan sudah stabil
dan dibolehkan makan dan pemeriksaan fungsi ginjal baik
o Sebaiknya diberikan bersamaan makanan terutama saat makan
malam.
o Dosis optimal 2000 mg/hari dan tidak memberikan hasil lebih
baik dengan dosis lebih tinggi.
THIAZOLIDINDION / GLITAZON : memperbaikin sensitifitas terhadap
insulin dengan memperbaiki glukosa ke dalam sel.

i
ii

Pioglitazon (Actoz) : menurunkan resistensi insulin dengan


meningkatkan jumlah transport glukosa sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer
Rosiglitazon (Avandia) :
o Cara kerja mirip Pioglitazon. Di ekskresikan lewat urin dan
feses.
o Punya efek hipoglikemik cukup baik jika dikombinasikan
dengan Metformin
o Kontraindikasi pada pasien gagal jantung karena dapat
memperparah edema dan pada gangguan faal hati.

Kedua obat ini dapat menyebabkan pertambahan BB dan edema tungkai


terutama pada dosis besar bila digunakan bersama insulin.
3

Insulin
Pemberian insulin secara konvensional 3 kali/hari dengan memakai insulin kerja
cepat. Insulin keja menengah diberikan 2 kali/hari dan kemudian diberikan campuran
insulin kerja cepat sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya. Umumnya pasien
diberikan campuran insulin kerja cepat dan menengah 2 kali/hari.
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan
Sulfonilurea memberikan hasil lebih baik daripada insulin saja. Keuntungannya
pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.
NON-Medikamentosa
Terapi gizi : ditetapkan perencanaan makan berdasarkan asupan makan sehari-hari

untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola makan dan latihan jasmani.
Pasien juga harus memantau kadar glukosa daeah sesuai dengan dosis insulin dan
jumlah makanan yang biasa dimakan.
Menurunkan BB khususnya pada DM Tipe 2
Olahraga. Pada pasien DM Tipe 1 derajat pengaturan kadar gluksoa darah akibat
olahraga sangat bervariasi dan bersifat individual. Meskipun efek olahraga tidak
besar mempengaruhi control glikemik pada DM Tipe 1 tetapi ada keuntungan lain

seperti mengetahui resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer dan
syaraf pada DM Tipe 1 lebih tinggi. Dengan berolahraga diharapkan mengurangi
resiko tersebut. Namun pada pasien DM Tipe 1 dengan defisiensi insulin berat
olahraga akan menyebabkan gangguan metabolik makin buruk.
Faktor Resiko19

Keturunan
Infeksi virus (pada DM Tipe 1)
Obesitas
Pola makan yang kurang baik
Usia
Stress

Komplikasi19
Komplikasi jangka panjang meliputi gangguan kardiovaskular (Aterosklerosis, Infark
Miokard) Gagal kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina (Glaukoma, Katarak,
kebutaan) serta kerusakan syaraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan resiko
amputasi.

2.11 HIPERTIROIDISME
Definisi
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dimana tirotoksikosis itu sendiri adalah manifestasi klinis kelebihan tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. 3
Etiologi
Tabel 13
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer
a.
b.
c.
d.

Penyakit Graves
Struma multinodulatoksik
Adenoma toksik
Obat : yodium lebih,
litium
e. Karsinoma tiroid yang
berfungsi
f. Struma ovarii (ektopik)

a.
b.
c.
d.

Penyebab Tirotoksikosis
Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
Hormone tiroid berlebih
Tiroiditis subakut
Silent thyroiditis
Destruksi
kelenjar
:
radiasi, adenoma, infark

Hipertiroidisme Sekunder
a. TSH-secreting tumor
b. Tirotoksikosis gestasi
c. Resistensi hormone tiroid

Dari tabel diatas hipertiroidisme didominasi oleh penyakit graves, struma multinodular
toksik dan adenoma toksik. Penyakit graves adalah suatu penyakit otoimun dimana tubuh secara
salah menghasilkan long-acting thyroid stimulator (LATS). Suatu antibody yang sasarannya
adalah reseptor TSH di sel tiroid.9
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada hipertiroidisme khususnya pada penyakit Graves dikenal dengan
istilah TRIAD, yang terdiri dari :
a. Hipertiroidisme
Biasanya gejalanya tidak tahan panas, keringat bertambah, penurunan berat badan ringan
sampai berat, berbagai derajat diare, kelemahan otot, gelisah atau gangguan psikis lain,
kelelahan berlebihan dengan tidak dapat tidur dan tremor pada tangan.5
b. Oftalmopati
Terjadi penojolan bola mata (eksoftalmus) karena pembengkakan edematosa jaringan
retroorbital dan pengendapan mukopolisakarida dalam jumlah besar pada ruang-ruang
ekstrasel, disamping itu juga ditandai dengan lid lag, lakrimasi, eye pain.5
c. Dermopati
Pada kulit biasanya ditandai dengan kulit hangat, halus, lembab , rambut halus,
onycholysis vitiligo, alopecia, pretibial myxoedema (thyroid dermopathy).5
Gambaran utama penyakit Graves secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Tiroidal
1) Adanya goiter
2) Hipertiroidisme
b. Ekstratiroidal
1) Oftalmopati
2) Infiltrasi Kulit lokal.14

Pathogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus

Kurang Lebih

Hipofisis
(menerima
TRH/TIH)
Pengeluaran TIH
(tiroid inhibiting
hormon)

Tiroid

Reseptor TSH/TIH
merangsang kelenjar tiroid

Kadar hormon
tiroid di tubuh

Sekresi hormone
tiroid ke pembuluh
darah dan jaringan

Pengeluaran
hormon
tiroid
dihentikan

Pengeluaran
hormon
tiroid (T3&
T4)

*Keterangan:
Panah hitam

: umpan balik positif

Gambar
1
Panah merah
: umpan balik negative
Regulasi sekresi hormone tiroid
Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar
hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju hipotalamus. Ketika
feedback negative diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting
yang akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak
mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan
terjadi adalah sebagai berikut.5

hipotalamus

Hipofisis
(menerima
TRH/TIH)

Tiroid

Lebih

Pengeluaran TIH
(Tiroid inhibiting
hormon)

Reseptor TSH/TIH
ditutupi oleh TSI (Tiroid
Stimulating
Imunoglobulin)

Kadar hormon
tiroid di tubuh

Sekresi hormone
tiroid ke pembuluh
darah dan jaringan
makin meningkat

Pengeluaran
hormon
tiroid tidak
dihentikan

Pengeluaran
hormon
tiroid
(T3&T4)

Gambar 2
Regulasi sekresi hormone tiroid yang tidak normal
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal ini
disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan
merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika
produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan
balik negative kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang
akan menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek
kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid akan
melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.5
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid, maka akan
didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya peningkatan hormone
TSH.5 Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan menyebabkan
peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari penderita
tersebut.
Patofisiologi
TSI yang diproduksi rupanya dapat menembus plasenta pada kasus kehamilan, sehingga
menyebabkan torotoksikosis neonatus. Selain itu antibodi ini akan mengaktivasi sel T, misalnya
T Helper dan T cytotoxic. T Helper akan menginfiltrasi musculus extraocular pada daerah orbita
kemudian mensekresikan sitokin (antara lain IFN, TNF, dan IL-1). Infiltrasi sel TH dan sitokin
pada daerah orbita akan menyebabkan aktivasi fibroblas sehingga terjadi fibrosis. Selain itu,
sitokin tersebut akan menyebabkan sintesis glukosaminoglikans yang meningkat, dimana ia akan
menjebak air di otot dan menyebabkan kasus pembengkakan sehingga terjadi manifestasi
oftalmopati berupa exoftalmus atau proptosis.23
TSI dapat mengaktivasi reseptor TSH sedemikian rupa sehingga menyebabkan
hiperaktivitas glandula thyroid. Hal ini disebut sebagai tirotoksikosis hipertiroidisme, dimana ia
akan meningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR) disertai peningkatan sensitivitas sel tubuh
terhadap cathecolamin, terutama sel myokard. Adanya peningkatan BMR dapat menyebabkan
hipermetabolisme yang ditunjukkan dengan kegelisahan, iritabilitas, fatigue, insomnia,
penurunan konsentrasi, suhu tubuh meningkat, nafsu makan pun meningkat.23
Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) merupakan hormon sekaligus neurotransmitter
yang digunakan pada sistem saraf simpatis. Sedangkan aktivasi saraf simpatis (flight or fight)
yang berlebihan dapat menyebabkan aktivasi neuron perifer yang ditunjukkan dengan tremor,
hipereflexia, muscle wasting, dan myopati proksimal. Selain itu akan terjadi peningkatan

aktivitas myocardial yang ditandai dengan fibrilasi Arteri, sinus takikardi, palpitasi meningkat,
curah jantung meningkat yang menyebabkan bissing murmur saat auskultasi), dan memperburuk
gejala angina pektoris. Selain itu aktivasi saraf simpatis akan menyebabkan retraksi palpebrae
yang menyebabkan lid lag.23
Hormon thyroid sendiri dapat menyebabkan berbagai kelainan jika kadarnya berlebihan
dalam tubuh. Di tulang ia akan meningkatkan resorpsi calsium dari tulang sehingga terjadi
hiperkalsemia di plasma darah hingga berujung pada hiperkalsiuria. Di tractus digestivus ia akan
menurunkan waktu transit makanan sehingga absorpsi nutrien menurun dan defekasi meningkat.
Hal inilah yang menyebabkan pasien mengalami penurunan berat badan. Di gonad, ia akan
menyebabkan hipomenore hingga amenore pada wanita dan ginekomastia pada pria. Kemudian
di kulit hormon thyroid akan menyebabkan kulit hangat dan lembut, sekresi keringat meningkat
pada telapak tangan dan ketiak (hiperhidrosis), intoleransi panas, pruritus, urtikaria, dan
hiperpigmentasi kulit. Bahkan pada rambut ia menyebabkan rambut yang menjadi lebih halus
dan rentan, berisiko untuk terjadi allopecia.23
GEJALA
Pada hipertiroidisme, apapun penyebabnya, terjadi peningkatan fungsi tubuh:

Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung, yang bisa
menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)

Tekanan darah cenderung meningkat

Penderita merasakan hangat meskipun berada dalam ruangan yang sejuk

Kulit menjadi lembab dan cenderung mengeluarkan keringat yang berlebihan

Tangan memperlihatkan tremor (gemetaran) halus

Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan kegiatan yang berat

Nafsu makan bertambah, tetapi berat badan berkurang

Sulit tidur

Sering buang air besar, kadang disertai diare

-Terjadi perubahan pada mata : bengkak di sekitar mata, bertambahnya pembentukan air
mata, iritasi dan peka terhadap cahaya.

Gejala ini akan segera menghilang setelah pelepasan hormon tiroid terkendali, kecuali pada
penyakit Graves yang menyebabkan gangguan mata khusus.

Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi
secara tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:
- demam
- kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa
- kegelisahan
- perubahan suasana hati
- kebingungan
- perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
- pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.
Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan
segera.
Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang
tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:
- infeksi
- trauma
- pembedahan
- diabetes yang kurang terkendali
- ketakutan
- kehamilan atau persalinan
- tidak melanjutkan pengobatan tiroid
- stres lainnya.
Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.3
Penegakan Diagnosis
a. Pemeriksaan klinis
Klinis dengan indeks wayne dan index new castle
1. Indeks Wayne
Gejala yang baru timbul
atau bertambah berat

ada

tidak

Tanda-tanda

ada

tidak

Sesak bila bekerja


Berdebar-debar
Kelelahan
Lebih suka udara panas
Lebih suka udara dingin
Tak dipengaruhi suhu
Keringat berlebihan
Keguguran
Nafsu makan bertambah
Nafsu makan berkurang
Berat badan naik
Berat badan menurun

+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3

-3
-3
+3

Kelenjar tiroid teraba


Bising kelenjar tiroid
Eksoftalmos
Kelopak mata ketinggalan
Gerakan hiperkinetik
Tremor halus pada jari
Tangan yang panas
Tangan yang basah
Atrium fibrilasi
Nadi yang teratur:
<80/menit
80-90/menit
>90/menit

+3
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4
0
+3

-3
-2
-2
-2
-1
-3
0

Klinis dianggap ada hipertiroidi bila skor 20 atau lebih. Bila kurang 10, dianggap tidak
ada hipertiroidi klinis dan 10 19 meragukan.

2. Indeks New Castle


Item
Age of onset

Psychological precipitant
Frequent checking
Severe anticipatory ancienty
Increased appetite
Goiter
Thyroid bruit
Exophthalmos
Lid retraction
Hyperkenesia
Fine finger tremor
Pulse rate

Grade

Score

15 24
25 34
35 44
45 55
>55
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
>90/menit
80 90 /menit
<80/menit

0
4
8
12
16
-5
0
-3
0
-3
0
5
0
3
0
18
0
9
0
2
0
4
0
7
0
16
8
0

Interpretasi :
Meragukan : 24-39
Toksik
: 40-80
b. Pemeriksaan Penunjang Laboratorik
1) TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Pemeriksaan kadar TSH berfungsi untuk mengetahui besar kadar TSH. TSH
merupakan hormon yang berperan dalam stimulasi produksi hormone tyroid (T3 dan
T4). Pada Graves Disease, kadar TSH cenderung rendah.
2) T3 (Triiodotironine)
Pemeriksaan T3 juga digunakan untuk mengukur seberapa besar T3 yang
diproduksi terutama pada kelainan kelenjar thyroid seperti Graves Disease. Pada
penyakit ini, kadar T3 cenderung tinggi.
3) T4 (Tiroxin)
Tiroksin berhubungan dan selalu bekerjasama dengan hormone T3. Sehingga,
seiring peningkatan hormone T3, maka hormone T4 juga akan meningkat.
Peningkatan hormone T3 dan T4 diakibatkan hiperaktifitas sel sel kelenjar thyroid.
c. Pemeriksaan Penunjang Non Laboratorik

1) Radioactive Iodine Uptake


Pada tes ini, kapsul yang mengandung sejumlah iodine radioaktif membesar.
Iodine merupakan komponen kritikal pada kelenjar thyroid. Iodine pada penyakit
Graves Disease berjumlah sangat banyak dan terakumulasi terutama apabila kelenjar
thyroid mengalami hiperaktivitas.2

KOMPLIKASI
Krisis tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi
secara
tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:

Demam

Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa

Kegelisahan

Perubahan suasana hati

Kebingungan

Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)

Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.

Kriaia tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan
segera.
Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Krisis tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang
tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:

Infeksi

Trauma

Pembedahan

Diabetes yang kurang terkendali

Ketakutan

Kehamilan atau persalinan

Tidak melanjutkan pengobatan tiroid

Stres lainnya.

Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.3

Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
1) Menghindari panas
2) Olahraga teratur
3) Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per
hari baik dari makanan maupun dari suplemen.
4) Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan ) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
5) Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
b. Farmakologi
1) Obat Anti Tiroid
a) Propiltiourasil (PTU)
Propiltiourasil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. biasanya diberikan dengan
dosis 100 mg setiap 8 jam, bila perlu dosis dapat ditingkatkan sampai 600 mg
sehari.24
b) Metimazol
Tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis dianjurkan 5 mg sampai 10
mg setiap 8 jam.24
c) Karbimazol
Suatu derivate metimazol. Tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis
dianjurkan 5 mg sampai 10 mg setiap 8 jam .24
d) Metiltiourasil
Terdapat dalam bentuk tablet 25 mg dan 50 mg. dosisnya sehari 200 mg terbagi
dalam 2 atau 4 dosis .24
Obat anti tiroid ini memiliki efek menghambat sintesis hormone tiroid dan
berefek imunosupresif . PTU juga menghambat konversi T 4 T3. Indikasi nya
pengobatan ini pertama pada Graves. Obat jangka pendek prabedah.3
2) Obat golongan penyekat beta
a) Propranolol hidroklorida (80 mg/hari)

Untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (Hyperadrenergic


state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya
pada reseptor adrenergik
Efek Samping
- Memberikan efek antiadrenergik
- Menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke
T3.14
b) Atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari
dan nadolol 40mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
3) Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (131I). Radionuklida 131I akan mengablasi
kelenjartiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2mm,
menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada
jaringan lain disekitarnya. Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium
radioaktif adalah hipotiroidisme.
Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis. Makin besar
dosis yang diberikan makin cepat dan makintinggi angka kejadian hipotiroidisme.
Oleh karena itu setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau
selama 3 sampai 6 bulan pertama. Setelah keadaan eutiroid tercapai fungsitiroid
cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya
hipotiroidisme.24

2.12 Diabetes Insipidus


Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.Kebanyakan kasus-kasus
yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai
tingkatan umur dan jenis kelamin.(Khaidir Muhaj, 2009).23
Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin
abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih,
nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil
disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output.ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi
biasanya,. Akibatnya bukannya warna kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair
tampilan dan konsentrasi diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.(Zulkifli, 2007). 23
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik
yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air
kemih yang sangat encer (poliuri).Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan
hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air
kemih
yang
terlalu
banyak.
Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran
darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik

normal tetapi ginjal t1idak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini
disebut diabetes insipidus nefrogenik). (Brunner Suddarth, 2007). 232
Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia
yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai
hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ). 23
Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang
menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang
bagian dasar tengkorak. 23
Etiologi Diabetes Insipidus
Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008):
1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis
hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi
penurunan dari produksi hormon ADH. Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior
karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena
tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. 23
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar
hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi
ureteral, gagal ginjal lanjut.
b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.
d. Penyakit sickle cell23

a.
b.
c.
d.

Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus


Diabetes inspisidus 3mempunyai beberapa gejala klinis yaitu (Batticaca, 2008) :
Poliuria: urin yang dikeluarkan mencapai 20 L.
Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan.
Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005
Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
123Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

323Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

e. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg


Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin
maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya
tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan
peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus.Diabetes
insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satusatunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi
hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari).
Jika kompens4asi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang
menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. (Brunner Suddarth, 2007) 23
Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormone antidieretik yang dibuat di nucleus supraoptik,
paraventikular dan filiformis, bersama dengan peningkatnya yaitu neurofisin II.Vasopresin
kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatnya, melalui akson menuju ke
ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neuropressin yang tidak aktif akan
desekresikan bila ada rangsangan tertentu. Sekresi vasopressin di atur oleh rangsang yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler
atau penurunan volume intraseluler akan merangsang sekresi vasopressin. Vassopresin kemudian
meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu
mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik.Akibatnya,
konsentrasi kemih meningkat dan osmolaritas serum menurun. 23
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolaritas plasma akan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolaritas plasma akan menekan pusat haus. 23
Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan dengan ambang rangsang
sekresi vasopressin. Sehingga apabila osmolaritas plasma meningkat, maka tubuh akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopressin yang apabila masih meningkat akan merangsang
pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut banyak minum. 23
Diabetes inspidius hipofisis terjadi akibat kurangnya ADH. Penyebabnya bisa tumor
hipofisis,trauma kapitis, ensefalitis, meningitis, hipofisektomi, atau pembedahan pada otak
(bedah otak ). Diabetes inspidius nefrogenik merupakan salah satu diabetes inspidius yang
diakibatkan oleh kegagalan tubula renal untuk member respon terhadapa ADH. Diabetes
inspidius bisa transien ( sementara ) atau permanen. Diabetes insipidus transien berkaitan dengan
kehamilan yang disebabkanoleh terlalu banyak vasopresinase yang dikeluarkan
plasenta.Vasopresinase ini dapat menetralisasi efek ADH. (Beradero,etc 2005). 23
Kurangnnya ADH atau ginjal tidak mampu merespon ADH mengakibatkan tubula renal tidak
bisa mereabsorpsi air yang diperlukan. Hilangnya banyak air melalui urin ( poliuria )
merangsang rasa haus( polidipsia ).apabila masalah ini menjadi kronis,bisa timbul perubahan

42

pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume urin yang banya5k. (Beradero, etc
2005). 23

1.

2.

3.
4.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu : (Supriyanto, 2009)
Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah irun biasanya didapatkan lebih dari 4 10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001
1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l. urin pucat atau jernih.Kadar
natrium urine rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natriu 6m yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. 23
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH
parsial dan juga untuk membedakan diabetes 7insipidus dengan polydipsia primer pada anak.
Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas plasma
maupum urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin
akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-1200). 23
Radioimunnoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenic
berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunujukkan diabetes
insipidus neurogenic parsial.Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus
parsial dengan polydipsia primer. 23
Rontgen Cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura. 23
MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.Gambaran dengan T1
dapat membedakan kelenjar pituitary anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau
yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita
normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi jaras hipotalamikneurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya
muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai
kelenjar pituitary dapat terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis
Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan
sebelum bukti klinis LCH lain ada. 23

Penatalaksanaan
a. Manajemen kolaboratif
523Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

6
723Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

b.
1)
a)
b)
2)
3)
a)

Obat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah vasopressin. Diabet8es insipidus transien
akibat trauma kapitis atau bedah transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-10 IU intramuscular
(IM) atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik. 23
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidusne frogenik adalah diet
rendah natrium,rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside ). Diet yang rendah garam dengan
obet diuretic diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan volume cairan.Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan rebsorpsi natrium klorida dan air pada tubulla
renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. 23
9
Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial medular sehingga lebih banyak
air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi lain yang diberikan untuk diabetes inspidius
nefrogenik adalah pemberian obat anti inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi
prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urin. 23
Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda SSP misalntua
letargi,disorientasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa
kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati
karena bisa menyebabkan edema serebral dan kematian. (Beradero, etc 2005). 23
Manajemen keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairandan elektrolit,
istirahat, dan penyuluhan mengenai (Beradero, etc 2005):
pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis urin, tanda vital ( ortostatik ),
turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jamselama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulan10g.
Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan air dekat dengan pasien.
Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuri dan nokturia.
Penyuluhan pasien :
Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.

2.13 Komplikasi
AKUT
I
Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah yang berlebihan
glukosa beredar dalam plasma darah. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa
8
923Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

10

darah <200mg/dl.17. Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan


kalori yang berlebihan, penghetian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut.
Terdapat subkelompok hiperglikemik yaitu ketoasidosis diabetes (KAD) Hiperglikemik nin
ketotik (HNK).12
a Ketoasidosis diabetic
Merupakan defisisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes
mellitus. KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM.12
b

Hiperglikemik non ketotik (HNK).


Hiperglikemia berat akibat permulaan sel beta pancreas gagal atau terhambat oleh
beberapa keadaan stress yang menyebabnkan sekfresi insulin menjadi tidak adekuat.12

Etiologi Hiperglikemia
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui defisiensi insulin.3 Yang lain
akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans,Faktor
predisposisi herediter, obesitas, stress, kurang olah raga,asupan makanan berlebihan. Faktor
imunologi; pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.17
Patofisiologi
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh proses autoimun,
kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa
sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam
darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses
glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan
hati serta peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan
sel. Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat
kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang
tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah yang membentuk
plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan bila plak itu telepas akan
menyebabkan terjadinya thrombus.
Manifestasi klinis Hiperglikemia Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa
darah) polipagi, polidipsi, dan poliuri. - Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering. Rasa
kesemutan, kram otot - Penurunan berat badan. 11

II
Hipoglikemia
Keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat
ringan berupa gelisah hingga berat berupa koma disertai kejang.
Tanda hipoglikemiamilai muncul bila glukosa darah kurang dari 50mg/dl.12

Patofisiologi
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.
Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan
sekresi insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin
yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar (eksogen).
Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon.
Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis.
Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi epinefrin
adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan
kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara
stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh
jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam
amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak).
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau
Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan
secara langsung oleh sistem saraf pusat.
Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma
yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang 10
lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari
keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh
mekanisme pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced
diabetes mellitus tipe 2.11
Insidensi komplikasi
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan
strone, Diabeteic foot, Retinopati, srta nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya
kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi
berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka
penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan
ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.
Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko
penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih
tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat
terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun.Kadar gula
darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai
organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ
tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semua
penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.
KOMPLIKASI KRONIK

Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:


Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi makrovaskular
Infeksi
Komplikasi neurologis/neuropati12
1

Komplikasi Mikrovaskular

Nefropati
Retinopati
Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut
kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan
dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah
dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakanginjal,
racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke
luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi,
maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita
diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi mikroalbuminuria
dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6% pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2%
dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria
pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9%
s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d 27% pada
populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM
tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam
penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d 32.9%.22
Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab utama kebutaan. Ada
tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu:
1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat
kecil. Glukosa darahyang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;
2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga
menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi;
dan
3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi
retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar10.8% s/d 60.0% pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d
79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada
populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0%. 22

2 Makrovaskuler
Penyakit jantung koroner (PJK)

Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding
yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung
berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.
Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh
persen dari prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1
dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.22
Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi
klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi
stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan
Diabetes tipe 2.22
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis seperti
kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya
serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke
menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.22
Penyakit pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral
Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita
diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa
lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga
pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti
gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah
mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.22
Gangguan pada hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami
kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu
sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah
terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus
menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk
pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena
infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada
penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita
diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda
adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.22
Penyakit paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan orang biasa,
sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi
paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.22

Gangguan saluran cerna


Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah
yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini
dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga
mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi
mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan
diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus.
Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang
diminum.22
3 Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya
virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah
mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin.
Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak system saraf sehingga mengurangi kepekaan
penderita terhadap adanya infeksi.22
4 Kerusakan saraf (Neuropati)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang,
susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur
otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus
tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsun sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa
darah berhasil diturunkan menjadi normal,terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf
sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy).
Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan
rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya
kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada
populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d
54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6%
s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 13.1% s/d 45.0%.22
Penatalaksanaan
Menurut PERKENI terdapat dua macam penatalaksanaan DM, yaitu :
a Terapi tanpa obat
Pengaturan diet,
diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes. Diet yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi seimbang terkait dengan karbohidrat, protein, dan
lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respon sel-sel beta terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
Universitas Sumatera Utara dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi

kadar HbA1c sebanyak 0,6% dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 34 bulan tambahan waktu harapan hidup. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian di
luar negeri bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida atau monoakarida)
dan dalam dosis terbagi dapat meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di
jaringan perifer dan memperbaiki kepekaan sel beta di pankreas.13
Olahraga
Berolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat Continuous, Rhymical,
Interval, Progressive, Endurance Training dan disesuaikan dengan kemampuan serta kondisi
penderita. Beberapa olahraga yang disarankan antara lain jalan, lari, bersepeda dan berenang,
dengan latihan ringan teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak,
ketone bodies, dan merangsang sintesis glikogen.13
Pengaturan makan/diet
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong,
apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk,
nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.13
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki
kepekaan sel beta pankreas.13

Serat makanan

Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein)
kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar
glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus
gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang
melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung
muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur

segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan
kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali
bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.13
Edukasi
kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi
aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan
berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat 1
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku
pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan
kesehatan yang diperlukan.8 Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.13
Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya
di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia.
Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin). 13

b. Terapi obat, apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil


mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan
langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat. Terapi obat
dapat dilakukan dengan antidiabetik oral, terapi insulin atau kombinasi
keduanya (PERKENI, 2006).
penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1.

Pemberian insulin

Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara
penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang,
dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.

Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin

Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.

Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini terutama
untuk :

Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.20

2. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)

Pemicu sekresi insulin:


a. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta
malnutrisi
b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase
pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia Postprandial20
Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan
disertai resistensi insulin.20
1

Tiazolidindion

Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkancjumlah protein pengangkut glukosa


sehinggac meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.20

2.14 Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario.

Dalam hal antisipasi untuk pencegahan Diabetes Melitus (DM) ini yang sangat perlu
diperhatikan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita DM.
Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam
regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya
penyulit akut maupun penyulit kronik yang ditakuti oleh penderita. Dalam hal ini diperlukan
kerjasama yang baik antara penderita DM dan keluarganya dengan para pengelola/penyuluh yang
dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga lain.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes berhubungan dengan gaya hidup
seseorang. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan yang
merupakan bagian integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja,
pengaturan jumlah serta jenis makanan, serta olah raga pasien dan komunikasi dengan
keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerjasama antara petugas
kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan cukup tentang
diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan diabetes antara lain :
1

2
3
4
5

Agar pasien dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan. Kualitas hidup sudah
merupakan kebutuhan bagi seseorang. Bukan hanya kuantitas seseorang yang bertahan
hidup, tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan
keluarga.
Untuk membantu pasien agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi
yang mungkin timbul dapat dikurangi.
Agar pasien dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam masyarakat.
Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.
Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara
nasional.
Penyuluhan diabetes dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Adapun pada penyuluhan pencegahan Primer, dilakukan terhadap orang-orang
yang belum menderita DM tetapi potensial untuk menderita.
Untuk pencegahan primer ini tentu saja kita harus mengenal factor-faktor yang
berpengaruh pada timbulnya DM dan berusaha mengeliminasi factor tersebut.
Penyuluhan dalam hal pencegahan sekunder adalah dalam mengelola pasien DM, sejak
awal kita harus sudah waspada akan kemungkinan komplikasi-komplikasi kronik yang
mungkin timbul. Sejauh mungkin kita harus berusaha mencegah timbulnya komplikasi
tersebut. Berobat pasien yang baik dan teratur. Pengaturan system rujukan yang baik
menjadi sangat penting untuk memback up pelayanan kesehatan primer yang merupakan
ujung tombak pengelolaan DM.
Pencegahan tersier perlu dilakukan pada pasien DM, kalau komplikasi kronik DM
ternyata timbul juga, sehingga dalam hal ini pihak pengelola harus mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut dengan usaha pengelolaan komplikasi sebaik-baiknya dan usaha

merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan menjadi menetap dan tidak
dapat lagi diperbaiki7.
PENYULUHAN PENCEGAHAN PRIMER
Perlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya (awareness) bahwa
diabetes merupakan suatu problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan
mengontrol berat badan dan meningkatkan kesehatan jasmani, terutama pada individu
beresiko tinggi. Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang
sehat yang belum terdiagnosa diabetes, tetapi beresiko tinggi untuk terkena diabetes.
Biasanya pada orang yang mempunyai riwayat penyakit diabetes pada orang tuanya7.
PENYULUHAN PENCEGAHAN SEKUNDER
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang baru
terdiagnosa diabetes, kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian
mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dan
mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan aktivitas olah raga seusai
dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya pasien merasa nyaman, karena bisa
mengendalikan gula darahnya. Materi edukasi pada tingkat pertama adalah7 :
Diabetes : apakah itu Diabetes Melitus.
Penatalaksanaan diabetes secara umum.
Obat-obat untuk mengontrol glukosa dalam darah (tablet dan insulin).
Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar.
Diabetes dan kegiatan jasmani.
Materi edukasi pada tingkat lanjutan adalah :

Mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes.


Pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes.
Penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain.
Pemeliharaan kaki diabetes.

PENYULUHAN PENCEGAHAN TERSIER


Pada penyuluhan untuk pencegahan tersier subyek yang menjadi sasaran adalah mereka yang
sudah mengalami komplikasi. Jadi dalam hal ini yang sangat perlu diedukasi pada pasien adalah:

Maksud, tujuan, dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.


Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.
Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Dalam hal pengobatan pasien yang sudah mengalami komplikasi kronik, untuk
mencapai tujuan pengobatan pasien harus bekerja sama dengan tim yang terdiri dari
dokter, perawat khusus, dan ahli gizi. Setiap anggota tim bertanggung jawab atas
keputusannya dalam bidang masing-masing demi tercapainya tujuan pengobatan pasien.

Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi7.

BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1

ADA, Standards of Medical Care in Diabetes2007. Diabetes Care 30:S4-S41, 2007.

American Association for Clinical Chemistry. 2011. Grave Disease; Tests. America: AACC.

Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Dan Hipertiroidisme: Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing


4

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi Difiore. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 2008. Hormon Tiroid: Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

http://dokter-alwi.com/diabetes.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3665/1/fkm-hiswani3.pdf

Konsesus Pencegahan dan Pengelolaan Nasional Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 di


Indonesia, Perkeni, 2006.
9

Lauralee, sherwood. 2009. fisiologi kedokteran dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta; EGC

10

Murray, Robert K., Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell.2013.Biokimia Harper.Jakarta:EGC

11

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC

12

Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu 2011. Jakarta: FKUI.

13

PERKENI. 2011.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus tipe 2 di Indonesia.


Rudianto A, Editor.Jakarta :PERKENI.
14

Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi, KonsepKlinisProses-Proses Penyakit Volume 2, Ed 6.

Jakarta: EGC
15

Scanlon, Valerie V. Buku ajar Anatomi & Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

16

Setiyohadi, Bambang. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

17

Smeltzer & Bare. 2003

18

Soegondo, S, Soewondo, Pradana. Subekti Imam. Editors. 2011. Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
19

Soegondo S. dkk.2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Diagnosis dan Kalsifikasi


Diabetes Mellitus Terkini.Jakarta:FKUI

20

Sugondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2. Dalam :


Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

21

Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

22

Tapp R, Shaw J, Zimmet P. Complications of Diabetes. Dalam: Gan D, Allgot B, King H, Lefebvre P,
Mbanya JC, Silink M, penyunting. Diabetes Atlas. Edisi ke-2. Belgium: International Diabetes
Federation; 2003:h.72-112
23

Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta:

Balia Penerbit FKUI


24

Wardhini dan B. Suharto. 2003. Hormon Tiroid dan Antitiroid: Farmakologi Dan Terapi.

Jakarta: FKUI
25

Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis Diabetes Melitus, dalam : Noer S. penyunting Buku Ajar
Penyakit Dalam, Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta. Balai Penerbit FK UI 2006.

Anda mungkin juga menyukai