Modul 1 Endokrin
Modul 1 Endokrin
Modul 1 Endokrin
PENDAHULUAN
1.3 Skenario
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering
kencing sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering terbangun di malam hari untuk kencing, sering
lapar, dan sering haus. Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir. Tidak ada demam,
batuk, pilek.
DATA TAMBAHAN =
1. GDP: 130 mg/dl GDS: 250 mg/dl
2. TSH: 3,0
3. FTS : 4,0
3. Pasien jarang berolahraga.
4. Pasien pernah melakukan pemeriksaan urinalisis
5. Riwayat positif insulin, menderita DM sejak 5 tahun dan kontrol tidak teratur.
1.6 Identifikasi Masalah
1. Sebutkan penyakit-penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem
endokrin!
2. Jelaskan anatomi, histologi, patohistologi dalam sistem endokrin!
3. Jelaskan fisiologi dari sistem endokrin!
4. Jelaskan subtansi biokimia hormone yang terlibat pada sistem endokrin!
5. Jelaskan patomekanisme gejala-gejala pada skenario!
6. Adakah hubungan antara gejala utama di skenario dengan penurunan berat badan?
7. Apakah ada hubungan gejala dengan usia dan jenis kelamin?
8. Sebutkan kisaran normal pada pemeriksaan penunjang di sistem endokrin!
9. Jelaskan alur pemeriksaan untuk kasus pada skenario!
10. DD 1 : Diabetes Melitus
11. DD 2 : Hipertiroid
12. DD 3 : Diabetes insipidus
13. Komplikasi dari skenario tersebut
14. Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario?
GEJALA :
SISTEM
ENDOKRIN
BERAT
MENURUN
POLIDIPSIA
POLIURIA
DD & WD
BADAN
FISIOLOGI
HISTOLOGI
ANATOMI
PATOFISIOLOGI
BIOKIMIA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PENATALAKSANAA
N
PREVENTIF
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
KLASIFIKASI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit - penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem
endokrin.
A. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus Memiliki ketiga gejala tersebut. Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah.
B. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat
mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus pernah ditemui merupakan kasus
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
C. Hipertiroid
Keadaan hipermatabolik karena meningkatnya T3 dan T4 bebas karena terutama disebabkan
hiperfungsi kelenjar tiroid, maka tiroktoksikosis sering disebut dengan hipertiroidisme. Namun
pada keadaan tertentu peningkatan tersebut berkaitan dengan pengeluaran berlebihan hormone
tiroid yang sudah jadi (misalkan pada tiroiditis) atau yang berasal dari luar sumber tiroid dan
bukan karena hiperfungsi jaringan.
D. Sindrom Chusing
Disebabkan oleh hiperplasia dari kelenjar pituitary. Kelenjar ini terletak di dasar otak. Penderita
ini banyak memiliki ACTH. ACTH merangsang produksi dan pelepasan kortisol, hormone stress.
ACTH terlalu banyak berarti kortisol terlalu banyak. Kortisol biasanya dilepaskan selama situasi
stress. Ini mengontrol penggunaan tubuh dari karbohidrat, lemak, dan protein, dan juga
membantu mengurangi respon sistem kekebalan tubuh terhadap pembengkakan (inflamasi).16
Glandula Pineal
Glandula Pituitary (Hypophysis)
Glandula Thyroid
Glandula Parathyroid
Thymus
Glandula Suprarenal (Gld.Adrenal)
Pancreas
1 GLANDULA PINEAL
Corpus Pineal / Pineal body Kelenjar kecil ( 1 cm) seperti buah cemara
yang berada antara colliculus superior.
Berada didasar dinding posterior ventriculus
tertius.
Lekuk kecil kecil pada ventrikulus Recessus Pinealis, meluas ke dalam tangkai.
Fungsi : memproduksi melatonin penglihatan, reproduksi dll
Usia pertengahan terjadi perkapuran
1.
2.
2 HYPOPHYSIS
Glandula Pituitary
Berbentuk lonjong kecil yg melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum
Terletak dalam sella turcica os.sphenoid
Master endocrine gland
Terdiri dari 2 lobus :
Lobus Anterior Adenohypophysis
Lobus Posterior Neurohypophysis 15
intermedia
5 GLANDULA SUPRARENALIS
Glandula Adrenal
Berwarna kekuningan
Terletak retroperitoneal, pada kutub atas ginjal (Ren)
2 buah, Gld.Suprarenal dextra & sinistra
Dikelilingi oleh facia renalis, tetapi dipisahkan dari ginjal oleh lemak perirenal
Gld. Suprarenalis dextra
bentuk seperti piramid menutup kutub atas ginjal kanan
- anterior : lobus dextra hepar - medial : dibelakang v.cava inferior - posterior : diaphragma
Gld. Suprarenal Sinistra
bentuk seperti bulan sabit, disepanjang medial ginjal dari kutub atas
sampai hilus - anterior : pancreas,bursa omentalis
& gaster - posterior : diaphragma
Gld. Suprarenalis terdiri 2 lapisan :
Cortex , mensekresi hormon :
- Mineralokortikoid mengatur keseimbangan elektrolit & cairan
- Glukukortikoid Mengatur metebolisme KH, lemak & protein
- Hormon sex (sedikit) perkembangan pubertas organ seksual
Medula, mensekresi hormon : Katekolamin, epinefrin, norepinefrin
PERDARAHAN
* Pankreas
* Gonad
* Badan Pineal
Pulau-pulau Langerhans pancreas menghasilkan Hormon :
Insulin
Glukagon
PERDARAHAN A. lienalis A. pancreaticoduodenalis superior & inferior
Vena-venanya senama dan bermuara ke V.porta
PEMBULUH LIMFE
melalui kelenjar limfe sepanjang arteri nodi lymphatici coeliacus mesentericus superior
PERSARAFAN
N. Vagus (n.X) sifatnya simpatis & parasimpatis
Setiap kelenjar endokrin mensekresikan satu atau lebih substansi khusus yang disebut
hormone. Hormone dilepaskan dari sel kelenjar endokrin ke dalamm srikulasi darah dan limf dan
kemudian didistribusikan ke cairan jaringan di seluruh tubuh. Suatu hormone mempunyai
pengaruh pada suatu jaringan atau organ yang khusus, organ yang dipengaruhi disebut organ
target, atau reseptor. Hanya sedikit hormone dibutuhkan untuk menghasilkan suatu pengaruh,
yang biasanya berupa rangsangan atau aktivasi, kadang-kadang merupakan respons berupa
hambatan. Banyak hormone tidak memasuki sel target tetapi membentuk ikatan dengan reseptor
pada membrane sel dan mengaktifkan suatu enzim, adenil siklase. Enzim membrane ini
meningkatkan kosentrasi adenosine monofosfat siklikl cyclic Adenosine Monophosphate
(cAMP) intrasel, yang berfungsi sebagai penghantar kedua untuk memulai respons faali yang
khusus dipogram untuk sel tersebut. Sel endokrin berinteraksi untuk mengatur dirinya dalam
berbagai macam cara yang rumit. Tambahan pula banyak macam hormone menimbulkan
pengaruh terhadap sistem saraf, dan beberapa kelenjar endokrin diatur oleh mekanisme
persarafan (neural).
1
Pars distalis
Meliputi sekitar 75% hipofisis dan terbungkus hampir seluruhnya dalam
suatu kapsula fibrosa yang padat. Parenkimnya berbentuk korda yang saling
anastomosis dan kelompok sel epithelial yang disokong oleh suatu jarring-jaring
serat reticular yang di tepi melanjutkan diri/ berhubungan dengan unsure serat
kapsula. Antara sel-sel parenkim terdapat kapiler sinusoid. 4
Parenkim terdiri atas 2 kategori utama sel, kromofob dan kromofil. Sel
kromofil terbagi lagi menjadi asidofil dan basofil berdasarkan reaksi granula
sitoplasmanya terhadap pewarnaan. Akan tetapi, pewarnaan yang dipakai untuk
membedakan sel-sel ini adalah pewarna asam dan tak dapat membedakan sifat
asam dan basa dari sel. Banyak pekerja telah menganut istilah yang netral
(noncommittal) sel alfa untuk kedua jenis kromofil.
Pars intermedia
Berasal dari entoderm bagian sefalik saluran cerna, terdiri dari 2 lobus,
dihubungkan oleh isthmus dan terdiri dari ribuan folikel yang dibentuk oleh epitel
selapis dan Bentuk berfariasi tergantung dari aktifitas fungsional, yaitu Folikel
hipoaktif besar, penuh berisi koloid dan sel folikel gepeng atau kuboid dan Folikel
aktif disusun oleh sel yang lebih tinggi (torak), koloid sedikit, lumen lebih kecil.
Sedangkan lumen berisi substansi koloid. Sintesa, menyimpan dan mensekresi
triiodothyronine (T3) dan thyroxine (tetraiodothyronine, T4).
Sel folikel
Memperlihatkan karakteristik sel yang mensintesa, sekresi, absorbsi, mencerna
protein secara simultan
Inti bulat, didalam sitoplasma terdapat aparatus Golgi, mitokondria, lisosom,
fagosom.
Pada membran sel terdapat sejumlah mikrovili
Sel parafolikular (sel C)
Terdiri dari 4 kelenjar kecil-kecil, terletak dibelakang kelenjar tiroid. Biasanya pada
kapsula fibrosa yang membungkus kelenjar tiroid, serta kadang-kadang terbenam
didalam kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faringeal III dan IV.
Kelenjar paratiroid terdiri dari:
a Chief cells
Sel prinsipal, true parenchymal cells
Sel kecil poligonal, sitoplasma sedikit asidofil
Terdapat granula sekretorik yang berisi hormon paratiroid (PTH)
b Sel oksifil
Jumlah lebih sedikit
Sel besar, poligonal, didalam sitoplasma banyak terdapat mitokondria
asidofilik
Modified chief cells
Glandula supra renalis terdiri dari sepasang, terletak pada polus superior ginjal,
dibungkus oleh jaringan lemak, dan terdiri atas korteks dan medulla. Korteks dan medula
merupakan 2 organ yang berbeda, baik asal, fungsi dan karakteristik morfologi. Yang
kemudian menjadi satu selama perkembangan embrional. Histogenesisnya:
Korteks
Berasal dari lapis benih mesodermal
Terbagi atas 3 zona konsentris:
zona glomerulosa
Berada dibawah kapsula fibrosa. Sel kecil-kecil tersusun dalam
kelompokan berbentuk lingkaran. Nukleus bulat dan basofil, sedangkan
sitoplasma eosinofilik. Didalam sitoplasma terdapat gumpalan basofilik
dan lipid droplet. Menghasilkan mineralocorticoid (aldosteron)
zona fasikulata
Terdiri dari untaian sel yang tersusun secara radier. Diantara untaian sel
terdapat sinusoid yang juga tersusun radier. Sel besar, polihedral, nukleus
ditengah, lebih terang. Banyak lipid droplet, terlihat seperti busa. Karena
itu disebut juga spongyocytes. Mensekresi glukokortikoid dan androgen
zona retikularis
Terdiri dari jaringan untaian sel yang saling berhubungan, dipisahkan oleh
kapiler. Sel lebih kecil dari zona fasikulata, sitoplasma eosinofil. Nukleus
pada beberapa sel relatif besar dan terang (light cells) sementara pada sel
lain inti mengeriput dan berwarna gelap (dark cells). Mensekresi
glukokortikoid dan androgen
Medula
Berasal dari neural crest, yang juga merupakan tempat asal sel ganglion simpatik.
Terdiri dari untaian sel yang dipisahkan oleh kapiler dan venula. Untaian sel
tersusun oleh sebaris sel torak, bagian apikal menghadap ke kapiler dan bagian
basal ke venula. Medulla juga disebut sel chromaffin, mengandung granula yang
berisi epinefrin dan nor epinefrin. Selain itu terdapat sel-sel ganglion simpatis,
sendiri-sendiri ataupun berkelompok
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya
mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya
mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi
hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas
dan mempengaruhi metabolisme gula, protein, serta lemak di seluruh tubuh. 9
HORMON UTAMA9
Hormon
Aldosteron
Yang
menghasilkan
Kelenjar
adrenal
Hormon
antidiuretik
(vasopresin)
Kelenjar
hipofisa
Kortikosteroid
Kelenjar
adrenal
Fungsi
Membantu mengatur keseimbangan garam dan air
dengan cara menahan garam dan air serta membuang
kalium
Menyebabkan ginjal menahan air
Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan
tekanan darah
Memiliki efek yang luas di seluruh tubuh, terutama
sebagai:
Kortikotropin
Anti peradangan
Eritropoietin
Estrogen
Kelenjar
hipofisa
Ginjal
Indung telur
Glukagon
Hormon
pertumbuhan
Pankreas
Kelenjar
hipofisa
Insulin
Pankreas
LH
(luteinizing Kelenjar
hormone)
hipofisa
FSH
(folliclestimulating
hormone)
Oksitosin
Hormon paratiroid
Progesteron
Kelenjar
hipofisa
Kelenjar
paratiroid
Indung telur
Polaktin
Renin
angiotensin
Hormon tiroid
Kelenjar
hipofisa
dan Ginjal
Kelenjar tiroid
TSH
Kelenjar
(tyroid-stimulating hipofisa
hormone)
Pengendalian Hormon
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa
menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi
endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu
merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon.
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika mereka merasakan bahwa kadar
hormon lainnya yang mereka kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target.
Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar
hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti melepaskan
hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki jadwal
tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH
oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga
kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya.
Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa terhadap bioritmik ini masih
belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ memberikan respon terhadap semacam
jam biologis.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan susu.
Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin.
Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran
susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali hipofisa.
Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau
lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh
harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun
sampai sangat rendah. 9
Hormon terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah di cairan ekstrasel, umumnya dalam
kisaran 10-15 sampai 10-3 mol/L. oleh sebab itu, sel target harus membedakan tidak saja antara
berbagai hormone yang terdapat dalam jumlah kecil, tetapi juga antara satu hormon dan molekulmolekul serupa yang konsentrasinya 106 sampai 109 kali lebih banyak. Derajat diskriminasi yang
tinggi ini dihasilkan oleh molekul-molekul pengenal yang berkaitan dengan sel yang disebut
reseptor. Hormon memulai efek biologisnya dengan mengikat reseptor spesifik, dan karena
setiap control yang efektif juga harus memiliki cara untuk menghentikan suatu respon, efek yang
dipicu oleh hormone umumnya berhenti jika efektor terlepas dari reseptornya.
Sel target didefinisikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat hormone tertentu melalui
reseptornya secara selektif. Agar interaksi hormon-reseptor relevan secara fisiologi, beberapa ciri
biokimiawi pada interaksi ini berperan sangat penting.
1. Pengikat harus spesifik, yang dapat digeser oleh agonis atau antagonis.
2. Pengikatan harus dapat menjadi jenuh
3. Pengikatan harus terjadi dalam rentang konsentrasi dari respons biologis yang diharapkan.
Terdapat Domain Pengenal & Domain Penggabung Di Reseptor
Semua reseptor memiliki paling sedikit dua domain fungsional. Domain pengenal (recognition
domain) mengikat ligan hormon dan regio kedua menghasilkan sinyal yang menggabungkan/
menghubungkan pengenalan hormon tersebut dengan beberapa fungsi intrasel. Penggabungan
(coupling, transduksi sinyal) terjadi melalui dua cara umum. Hormon protein dan polipeptida
serta katekolamin berikatan dengan reseptor yang ada di membran plasma lalu menghasilkan
sinyal yang mengatur berbagai fungsi intrasel, sering dengan mengubah enzim. Sebaliknya,
hormon steroid, retinoid, dan kompleks reseptor-ligan inilah yang secara langsung menghasilkan
sinyal yang umumnya memengaruhi laju transkripsi gen-gen tertentu.
Domain yang berperan dalam pengenalan hormone dan pembentukan sinyal telah dikenali di
reseptor hormon polipeptida protein dan katekolamin. Reseptor hormon steroid, tiroid, dan
retinoid memiliki beberapa domain fungsional: satu domain mengikat hormon; yang lain
menyebabkan pengaktifan (atau penekanan) transkripsi gen; dan domain keempat mungkin
menentukan pengikatan ke satu atau lebih protein lain yang mempengaruhi lalu lintas reseptor di
dalam sel.
Fungsi ganda pengikatan dan penggabungan ini mendefinisikan suatu reseptor, dan
penggabungan pengikatan hormon dengan transduksi sinyal sehingga disebut sebagai receptoreffector coupling (penggabungan/ penyambungan reseptor dengan efektor)- inilah yang
merupakan langkah pertama dalam amplifikasi respon hormon. Peran ganda ini juga
membedakan reseptor sel target dari protein pembawa di plasma yang mengikat hormon tetapi
tidak menghasilkan sinyal.
Reseptor Adalah Protein
Beberapa kelas reseptor hormon peptide telah didefinisikan. Contohnya, reseptor insulin adalah
suatu heterotetrameter (22) yang disatukan oleh banyak ikatan disulfide tempat subunit
ekstrasel mengikat insulin dan subunit (yang menembus membran) menyalurkan sinyal melalui
tirosin protein kinase di bagian subunit yang berada di sitoplasma polipeptida ini. Reseptor untuk
factor pertumbuhan mirip insulin I (IGF-I) dan faktor pertumbuhan epidermis (EGF) umumnya
memiliki struktur serupa dengan reseptor insulin. Reseptor hormon pertumbuhan dan prolaktin
juga menembus membran plasma sel target, tetapi tidak memiliki aktivitas protein kinase
spesifik. Namun, terkaitnya ligan pada reseptor ini menyebabkan asosiasi dan aktivasi jalur
protein kinase yang sama sekali berbeda, yaitu jalur Jak-Stat. Reseptor hormon polipeptida dan
katekolamin yang menyalurkan sinyal dengan mengubah laju produksi cAMP melalui G-Protein,
ditandai oleh adanya tujuh domain yang menembus membran plasma. Pengaktivan protein
kinase dan pembentukan AMP siklik (cAMP, asam 35-adenilat) adalah efek lanjutan dari
reseptor kelas ini.
Studi perbandingan beberapa reseptor steroid yang berbeda-beda dengan reseptor hormon tiroid
mengungkapkan adanya konservasi sekuens asam amino di region tertentu, terutama di bagian
domain yang mengikat DNA. Hal ini menyadarkan kita bahwa reseptor tipe steroid atau tiroid
adalah anggota dari suatu superfamili besar reseptor nukleus. Banyak anggota dari famili ini
belum diketahui ligannya sampai saat ini sehingga disebut reseptor yatim (orphan receptor).
Superfamili reseptor nucleus ini berperan penting dalam mengatur transkripsi gen oleh hormon.
B. KLASIFIKASI HORMON
Hormon dapat diklasifisikasikan sesuai komposisi kimia, sifat kelarutan, letak reseptor, dan jenis
sinyal yang digunakan untuk menyampaikan efek hormone di dalam sel.
Hormon di kelompok pertama bersifat lipofilik. Setelah disekresikan, hormon ini berikatan
dengan protein pembawa/ pengangkut di plasma, suatu proses yang mengatasi masalah kelarutan
sambil memperlama waktu-paruh hormon dalam plasma. Presentase relatif hormon bentuk
terikat dan bentuk bebas ditentukan oleh afinitas pengikatan dan kapasitas pengikatan protein
pengangkut. Hormon bebas, yaitu bentuk yang secara biologis aktif, mudah menembus membran
plasma lipofilik semua sel dan bertemu dengan reseptor di sitosol atau nukleus sel target.
Kompleks ligan reseptor diaggap sebagai perantara intrasel pada kelompok ini.
Kelompok utama kedua terdiri dari hormon larut air yang berikatan dengan membran plasma sel
sasaran. Hormon yang berikatan dengan permukaan sel berkomunikasi dengan proses metabolik
intrasel melalui molekul perantara yang disebut second messenger (hormon itu sendiri adalah
perantara pertama), yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari interaksi ligan reseptor. Konsep
second messenger berasal dari pengamatan bahwa epinefrin berikatan dengan membran plasma
sel tertentu dan meningkatkan cAMP intrasel. Hal ini diikuti oleh serangkaian eksperimen bahwa
cAMP dibuktikan merantai efek sejumlah besar hormon. Sampai saat ini, hanya satu hormon,
faktor natriuretik atrium (atrial natriuretic factor, ANF) yang menggunakan cGMP sebagai
second messenger. Beberapa hormon yang banyak di antaranya semula diperkirakan
memengaruhi cAMP, tampaknya menggunakan ion kalsium (Ca2+) atau metabolit fosfoinositida
kompleks (atau keduanya) sebagai sinyal intrasel. Beberapa hormon dapat dimasukkan ke dalam
lebih dari satu kategori, dan pengelompokan ini dapat berubah dengan munculnya informasiinformasi baru.
C. KERAGAMAN SISTEM ENDOKRIN
Hormon Disintesis di Berbagai Susunan Sel
Hormon disintesis di organ-organ yang dirancang semata-mata untuk tujuan spesifik ini,
misalnya tiroid (triiodotironin), adrenal (glukokortikoid serta mineralokortikoid), dan hipofisis
(TSH, FSH, LH, hormone pertumbuhan, prolactin, ACTH). Sebagian organ dirancang untuk
melakukan dua fungsi berbeda, tetapi berkaitan erat. Contohnya, ovarium menghasilkan oosit
matang dan hormone reproduktif estradiol dan progesteron. Testis menghasilkan spermatozoa
matang dan testoteron. Hormon juga diproduksi sel khusus di dalam organ lain, misalnya usus
halus (peptide mirip glucagon), tiroid (kalsitonin), dan ginjal (angiotensin II) sehingga sintesis
sebagian hormon memerlukan sel parenkim lebih dari satu organ, misalnya kulit, hati, dan ginjal
diperlukan untuk menghasilkan 1,25 (OH)2-D3 (kalsitrol).
Hormon Secara Kimiawi Beragam
Hormone disintesis dari beraneka ragam bahan dasar kimiawi. Banyak yang berasal dari
kolesterol. Hormon-hormon ini menckup glukortikoid, mineralokortikoid, estrogen, progestin,
dan 1,25 (OH)2-D3. Pada sebagian kasus, hormone steroid menjadi molekul precursor bagi
hormone lain. Contohnya, progesterone adalah hormon sejati, tetapi juga merupakan precursor
dalam membentuk glukokortikoid, mineralokortikoid, testoteron, dan estrogen. Testoteron adalah
zat antara obligatorik dalam biosintesis estradiol dan dalam pembentukan dihidrotestoteron
(DHT).
Asam amino tirosin adalah titik awal pembentukan katekolamin dan hormone tiroid, yakni
tetraiodotironin (tiroksin T4) dan triiodotironin (tiroksin T3). T4 dan T3 bersifat unik karena kedua
hormon ini memerlukan penambahan iodium (I) untuk bioaktivitasnya. Karena iodium dalam
makanan sangat sedikit di banyak belahan dunia, dikembangkanlah mekanisme rumit untuk
menimbun dan mempertahankan I.
Banyak hormone yang berupa polipeptida atau glikoprotein. Hormon-hormon ini memilki
ukuran bervariasi dari thyrotropin-releasing hormone (TRH), suatu tripeptida hingga polipeptida
rantai tunggal, seperti hormon adrenokortikotropik (ACTH; 39 asam amino), hormon paratiroid
(PTH; 84 asam amino); dan hormon pertumbuhan (GH;191 asam amino). Insulin adalah suatu
heterodimer rantai AB masing-masing dari 21 dan 30 asam amino. Follicle-stimulating hormone
(FSH), Luteinizing-hormone (LH), thyroid-stimulating hormone (TSH), dan gonadotropin korion
(CG) adalah hormon glikoprotein dengan struktur heterodimetrik . Rantai di semua hormon
ini identik, dan rantai menentukan keunikan masing-masing. Hormone-hormon ini memiliki
massa molecular dan kisaran 25-30 kDa bergantung pada derajat glikosilasi dan panjang rantai .
D. BANYAK HORMON DIBUAT DARI KOLESTEROL
Streroidogenesis Adrenal
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolesterol. Kolesterol sebagian besar berasal dari plasma,
tetapi sebagian kecil disintesis in situ dari asetil-KoA melalui mevalonat dan skualen. Banyak
dari kolesterol di adrenal mengalami estertifikasi dan disimpan dalam butiran lipid di sitoplasma.
Jika adrenal mendapat rangsangan dari ACTH, terjadi pengaktifan esterase, dan kolesterol bebas
yang terbentuk diangkut ke dalam mitokondria, tempat enzim pemutus rantai samping
sitokrom P450 (P450scc) mengubah kolesterol menjadi pregnolon. Pemutusan rantai samping
melibatkan serangkaian hidroksilasi, mulai-mula di C22 dan kemudian di C20, dan diikuti oleh
pemutusan rantai samping (pengeluaran fragmen enam karbon). Untuk memindahkan kolesterol
ke P450scc di membran dalam mitokondria diperlukan protein regulatorik akut steroidogenik
(steroidogenic acute regulatory protein StAR) yang dependen ACTH.
Semua hormon steroid mamalia dibentuk oleh kolesterol via pregnenolon melalui serangkaian
reaksi yang terjadi di mitokondria atau retikulum endoplasma sel pembentuk. Reaksi tersebut
membutuhkan hidroksilase yang memerlukan oksigen molekular dan NADPH, sedangkan reaksi
dehydrogenase, isomerase, dan liase juga dibutuhkan untuk tahap-tahap tertentu. Dalam
steroidogenesis adrenal terdapat spesifitas sel. Contohnya, 18-hidroksilase dan 19-hidroksisteroid
dehodrogenase yang diperlukan untuk sintesis aldosterone, ditemukan hanya di sel-sel zona
glomerulosa (bagian luar korteks adrenal), sehingga biosintesis mineralokortikoid ini terbatas di
bagian ini.
Sintesis Mineralokortikoid
Pembentukan aldosteron mengikuti jalur mineralkortikoid dan terjadi di zona glomerulosa.
Pregnenolon diubah menjadi progesterone oleh kerja dua enzim reticulum endoplasma halus, 3hidroksisteroid dehydrogenase (3-OHSD) dan 5,4-isomerase. Progesteron mengalami
hidroksilasi di posisi C21 untuk membentuk 11-deoksikortikosteron (DOHC), yaitu suatu
mineralokortikoid (perensi Na+) aktif. Hidroksilasi selanjutnya, di C11, menghasilkan
kortikosteron yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan merupakan mineralokortikoid lemah
(memiliki kurang dari 5% potensi aldosteron). Pada beberapa spesies (missal hewan pengerat),
senyawa ini adalah glukokortikoid dapat beraktivitas diperlukan hidroksilasi C 21, tetapi
kebanyakan steroid dengan gugus hidroksil C17 lebih banyak memiliki aktivitas gukokortikoid
dan lebih sedikit aktivitas mineralokortikoid. Di zona glomerulosa yang tidak memiliki enzim
retikulum endoplasma halus 17-hidroksilase, terdapat suatu enzim mitokondria 18-hidroksilase.
18-Hidroksilase (aldosterone sintase) bekerja pada kortikosteron untuk membentuk 18hidroksikortikosteron yang diubah menjadi aldosterone melalui konversi 18-alkohol menjadi
aldehida. Distribusi enzim yang unik ini dan regulasi khusus zona glomerulasa oleh K + dan
angiotensin II mendorong beberapa peneliti berpendapat bahwa, selain adrenal terdiri atas dua
kelenjar, korteks adrenal sebenarnya adalah dua organ yang terpisah
Hormon Terbentuk Dari Prekursor Peptida
Pembentukan jembatan disulfida dalam insulin mengharuskan hormon ini disintesis mula-mula
sebagai bagian dari sebuah molekul precursor besar, yaitu proinsulin. Hal ini secara konseptual
serupa dengan contoh pada hormon tiroid yang hanya dapat dibentuk dalam konteks molekul
yang lebih besar. Beberapa hormon lain disintesis sebagai bagian dari molekul precursor besar,
bukan karena kebutuhan struktural khusus, tetapi lebih sebagai mekanisme untuk mengontrol
jumlah hormon aktif yang tersedia. PTH dan angiotensin II adalah contoh dari regulasi jenis ini.
Contoh menarik lain adalah protein POMC yang dapat diproses menjadi berbagai hormon
dengan cara yang spesifik di setiap jaringan.
Insulin
Insulin memiliki suatu struktur heterodimer AB dengan satu jembatan disulfide dalam rantai
(intrhain) (A6-A11) dan dua jembatan disulfide antar rantai (A7-B7 dan A20-B19). Rantai A dan
B disintesis di laboratorium, tetapi upaya-upaya untuk menyintesis secara biokimiawi molekul
insulin yang matur kurang memberi hasil. Penyebab hal ini menjadi jelas ketika diketahui bahwa
insulin disintesis sebagai suatu praprohormon (berat molekul sekitar 11.500), yaitu protipe
untuk peptida yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar.
Sekuens pra- atau leader yang hidrofobik dan terdiri dari 23 asam amino mengarahkan molekul
ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan
molekul proinsulin dengan BM 9.000, yang membentuk konformasi yang dibutuhkan untuk
membuat jembatan disulfide yang sesuai dengan efisien.
Angiotensin II
Sistem renin-angiotensin berperan dalam mengatur tekanan darah dan metabolism elektrolit
(melalui pembentukan aldosteron). Hormon primer yang terlibat dalam proses ini adalah
angiotensin II, suatu oktapeptida yang dibentuk dari angiotensinogen. Angiotensinogen, sebuah
2-globulin besar yang dibuat di hati, adalah subrat renin, yakni suatu enzim yang dihasilkan di
sel jukstaglomerulus arteriol aferen ginjal. Posisi sel jukstaglomerulus menyebabkan sel-sel ini
sangat peka terhadap perubahan tekanan darah dan banyak regulator faal pelepasan renin yang
bekerja melalui baroreseptor ginjal. Sel jukstaglomelurus juga peka terhadap konsentrasi Na + dan
Cl- di cairan tubulus ginjal; jadi, setiap kombinasi faktor yang menurunkan volume cairan
(dehidrasi, penurunan tekanan darah, kehilangan cairan atau darah) atau mengurangi konsentrasi
NaCl akan merangsang pelepasan renin. Saraf simpatis ginjal yang berakhir di sel
jukstaglomerulus memperantai efek postural dan susunan saraf pusat pada pelepasan renin tanpa
bergantung pada efek baroreseptor dan garam, yakni suatu mekanisme yang melibatkan reseptor
-adrenergik. Renin bekerja pada substrat angiotensinogen untuk menghasilkan dekapeptida
angiotensin I.
Angiotensin-converting enzyme (ACE, enzim pengubah angiotensin), suatu glikoprotein yang
ditemukan di paru, sel endotel, dan plasma, mengeluarkan dua asam amino terminal karboksil
dari dekapeptida angiotensin I untuk membentuk angiotensin II dalam suatu langkah yang
dianggap tidak menentukan laju biosintesis. Berbagai analog nonapetida dari angiotensin I dan
senyawa lain bekerja sebagai inhibitor kompetitif ACE dan digunakan untuk mengobati hipetensi
yang `dependen renin. Berbagai analog ini dinamai inhibitor angiotensin converting enzyme
(inhibitor ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan
vasokonstriksi arteriol dan merupakan suatu zat vasoaktif yang sangat poten. Senyawa ini
menghambat pelepasan renin dari sel jukstaglomerulus dan merupakan perangsang kuat
pembentukan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi Na+, ekspansi volume, dan peningkatan
tekanan darah. 10
Pada sebagian spesies, angiotensin II diubah menjadi heptapeptida angiotensin III, yakni suatu
stimulator produksi aldosterone yang sama potennya. Pada manusia, kadar angiotensin II plasma
empat kali lebih besar dibandingkan dengan kadar angiotensin III sehingga sebagian besar efek
ditimbulkan oleh oktapeptida angiotensin II. Angiotensin II dan III cepat diaktifkan oleh
angiotensinase.
Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik di sel glomerulus korteks adrenal. Interaksi
hormone-hormon reseptor tidak mengaktifkan adenilil siklase dan cAMP tampaknya tidak
memerantarai kerja hormon ini. Kerja angiotensin II, yaitu merangsang perubahan kolesterol
menjadi pregnenolon dan perubahan kortikosteron menjadi 18-hidroksikortikosteron serta
aldosterone, dapat melibatkan perubahan-perubahan konsentrasi kalsium intrasel dan metabolit
fosfolipid.
Biokimia Pada Diabetes Melitus
a. Etiologi
Defisiensi insulin
Reseptor insulin pada membran sel tidak berfungsi
b. Homeostasis Hiperglikemia
Glukosa sel menurun Glikolisis menurun Energi dalam bentuk ATP berkurang
Oksidasi lemak meningkat Asetil KoA meningkat, sebagian asetil KoA diubah
menjadi benda-benda keton
Penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel, produksi glukosa oleh
hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urin.
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong
penyimpanan karbohidrat :
1. Insulin mempermudah transport glukosa ke dalam sebagian besar el. (mekanisme
peningkatan penyerapan glukosa ini dijelaskan setelah efek lain insulin dalam
menurunkan glukosa darah dicantumkan).
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka dan
hati.
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi menjadi glukosa.
Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung
menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.
4. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat
gluconeogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insuin melakukannya
dengan mengurangi jumlah asam amino didarah yang tersedia bagi hati untuk
gluconeogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk
mengubah asam amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan
glukosa oleh sel darah untuk digunakan dan disimpan dan secara bersamaan menghambat dua
mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darag (glikogenolisis dan gluconeogenesis).
Insulin adalah satu-satunya hormin yang mampu menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin juga memiliki efek penting pada lemak dan protein
Efek pada Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan mendorong
penyimpanan trigliserida :
1. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak.
2. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalm sel jaringan lemak melalui rekrutment
GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan
gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida (sintesis lemak atau
lipogensis)
3. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan turunan asam lemak
dan glukosa untuk sistesis trigliserida.
4. Insulin menghambat lipolysis (penguraian lemak), mengurangi pembebasan asam lemak
dari jaringan lemak ke dalam darah.
Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan glukosa dari darah dan
mendorong penyimpanan keduanya sebagai trigliserida.
Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein melalui
beberapa efek :
1. Insulin mendorong transport aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain.
efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-bahan
untuk membentuk protein didalam sel.
2. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein oleh perangkat
pembentuk protein yang ada di sel.
3. Insulin menghambat penguraian protein.
Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolic protein. Karena itu insulin esensial bagi
pertumbuhan normal.
Setelah mengetahui fungsi dari kerja insulin, pada scenario gejala-gejala tersebut mengarah pada
gejala Diabetes Mellitus. Gejala-gejala akut diabtes mellitus disebabkan oleh kurang adekuatnya
kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormone yang mampu menurunkan kadar
glukosa darah maka salah satu gambaran menonjol pada DM adalah peningkatan kadar glukosa
darah, atau hiperglikemia.
Konsekuensi diabetes mellitus dapat dikelompokkan sesuai efek kurangnya kerja insulin
pada metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang nanti akan berkaitan dengan gejala
gejala pada scenario.
1.
Hiperglikemik adalah adalah tanda utama diabetes mellitus terjadi karena berkurangnya
penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati.
Karena proses-proses glikogenolisis dan gluconeogenesis yang menghasilkan glukosa
berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran glukosa
meningkat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan
insulin maka terjadi kelebihan glukosa intrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa
intrasel yang ironis.
2. Ketika glukosa darah meningkat ke kadar dimana jumlah glukosa yang tersaring melebihi
kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di urin (glukosuria)
3. Glukosuria di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O bersamanya,
menyebabkan diuresis osmotic yang ditandai oleh polyuria (sering berkemih)
4. Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi
5. Yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya
volume darah secara mencolok.
6. Kegagalan sirkulasi ini jika tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena
berkurangnya aliran darah ke otak
7. Gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi
8. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran
osmotic air dari sel kedalam cairan ekstrasel yang hipertonik
9. Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terjadi malfungsi system saraf
10. gejala khas lain pada DM adalah polidpsia (rasa haus yang berlebihan) yang sebenernya
adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi.
11. pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia
(asupan makanan yang berlebihan) namun, meskipun asupan makanan bertambah
terjadi penurunan berat akibat efek defisiensi insulin pada metabolism lemak dan protein.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism lemak
12. Sintesis trigliserida berkurang sementara lipolysis meningkat menyebabkan mobilisasi besarbesaran asam-asam lemak dari simpanan trigliserida
13. peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energy
alternative. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan-badan
keton secara berlebihan kedalam darah, menyebabkan ketosis
14. badan-badan keton mencakup beberapa jenis asam, misalnya asam asetoasetat, yang
terbentuk karena penguraian lemak secara tidak sempurna sewaktu produksi energy oleh hati.
Karena itu, ketosis yang terjadi ini menyebabkan asidosis metabolik progresif.
15. asidosis menekan otak dan jika cukup parah dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian
16. tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatakan ventilasi untuk
mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentuk asam.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism protein
17. Efek kurangnya insulin pada metabolism protein adalah pergeseran netto menuju katabolisme
protein. penguraian protein-protein oto yang menyebabkan otot rangka lisut dan lemah,yang
menyebabkan penurunan berat badan dan pada anak yang mengidap diabetes, penurunan
pertumbuhan secara keseluruhan.
18. Berkurangnya pengambilan asam amino disertai meningkatnya penguraian protein
menyebabkan jumlah asam amino dalam darah berlebih.
19. peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk gluconeogenesis sehingga
hiperglikemika menjadi bertambah parah
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit rumit yang dapat menganggu metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein serta keseimbangan cairan dan asam basa. Penyakit ini juga dampak
berdampak pada system pernapasan, ginjal, system sirkulasi dan system saraf. 9
2.6. Hubungan dari penurunan berat badan dengan gejala yang ada pada skenario.
Ya, ada hubungan nya yaitu gejala dari pada scenario tersebut masuk kedalam salah satu efek
dari defisiensi insulin. Defisiensi insulin itu sendiri yang terdiri dari peningkatan pengeluaran
glukosa oleh hati, penurunan penyerapan glukosa oleh sel, penurunan sintesis trigliserida,
peningkatan lipolysis, penurunan penyerapan asam amino oleh sel serta peningkatan
pengurangan protein. Peningkatan pengurangan protein lah yang menyebabkan penciutan pada
otot (lemah dan lisut) maka dari itu terjadilah penurunan berat badan. Kenapa terjadinya
peningkatan pengurangan protein ? karena adanya pergeseran jumlah menuju katabolisme
protein. Yang kita ketahui bahwa fungsi insulin berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah.9
2.7. Hubungan gejala dengan jenis kelamin dan usia pada skenario.
Jenis kelamin
Mungkin tidak ada hubungan pada scenario. Kecuali pada scenario disebutkan bahwa
pasien ada riwayat penyakit hipertiroid. Seperti kita ketahui bahwa penyakit hipertiroid
lebih sering terjadi pada wanita25
Usia
Secara garis besar, individu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit
Diabetes Mellitus antara lain25 :
1. kelompok usia tua (>40 tahun)
2. kegemukan
3. tekanan darah tinggi
4. riwayat keluarga DM
5. riwayat lahir dengan berat badan >4000gr
6. riwayat DM pada kehamilan
7. dislipidemia
8. radang pancreas
Pemeriksaan endokrin :
Pemeriksaan glukosa18
Tes
Sample
GDS
Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler
Darah vena
Darah kapiler
GDP
GD2PP
DM (mg/dl)
200
200
126
110
>200
>200
GDP (mg/dl)
110 serta <126
<126
126
Tes HbA1c
Kriteria pengendalian
Baik
Sedang
Buruk
Belum pasti DM
(mg/dl)
110-199
90-199
110-125
90-109
140-200
120-200
Bukan DM
(mg/dl)
<100
<90
<100
<90
<140
<120
Tes urin (Mikroalbuminuria), Nilai rujukan : <20 mg/L (, 0,02 g/L) atau 30 mg/24 jam
(0,03 g/24 jam)
Tes tiroid-stimulating hormone
a Tes T4
Nilai rujukan :
- Dewasa : 50-113 ng/L (4,5 mg/dl)
- Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl
- Usia lanju : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma
- Wanita hamil, pemeberian kontrasepsi oral : 16,5 mg/dl
b Tes T3
Nilai rujukan :
- Dewasa : 0,8-2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral, infant dan anak-anak : meningkat
c Tes FT4 (Free Thyroxin), nilai rujukan : 10-27 pmol/L
d Tes FT3 (Free Triiodotironin), nilai rujukan : 4,4-9,3 pmol/L
e Tes TSH (Tiroid Stimulating Hormone), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/l
f Tes TSHs (TSH 3rd Generation), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/l
Polidipsia
Poliuria
Polifagia
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas
c.
d.
e.
f.
2.
Pemeriksaan Fisik
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. Maka
dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.
3. 1,2Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegkkan
hanya aatas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan
asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena tetapi bisa juga kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria disgnosis
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnosik DM dan pemeriksaan penyaring .Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala /tanda DM, sedangkan pemeriksaan poenyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Jika
hasil uji penyaring positif dan dilanjutkan uji diagnostik, untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1
2
3
4
5
6
7
8
hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi
DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera
diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
Kadar glukosa Plasma Vena
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Kapiler
Kadar glukosa Plasma Vena
darah
puasa
(mg/dl)
Plasma Kapiler
Bukan DM
< 110
Belum pasti DM
110-199
DM
200
<90
90-199
200
< 110
110-125
126
< 90
90-109
110
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali aja cukup untuk
menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal
Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl
(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir)
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dl (puasa sedikitnya 8 jam)
(Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 ajam)
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl
(mengunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan
didalam air)
Kadar glukosa darah meningkat pada saat jumlah glukosa yang di filtrasi melebihi
kapasitas sel-sel melakukan rearbsorpsi, sehingga glukosa akan timbul dalam urin. Glukosa akan
mengikat air sehingga ginjal akan membuang air lebih banyak untuk mengencerkan sejumlah
besar glukosa tersebut. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita menjadi lebih sering berkemih dengan air kemih yang lebih banyak (poliuri).
Akibat poliuri penderita akan merasa haus yang berlebihan sehingga akan lebih banyak minum
(polidipsi). Sejumlah besar kalori akan hilang di dalam air kemih, sehingga penderita akan
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali akan
merasa sangat lapar sehingga menjadi lebih banyak makan (polifagi).
DM Tipe 2
DM Gestasional
Tipe Lain
Manifestasi Klinis19
Poliuria
Polidipsi
Polifagi
Letih, Lesu, Lemah badan
BB turun
Parastesi
Pruritus
Pemeriksaan Darah
Jika keluhan khas, lalu Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu 200 mg/dl maka cukup
untuk menegakkan diagnosis DM
Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa 126 mg/dl dapat digunakan untuk patokan
diagnosis DM
Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 2 jam, didapatkan glukosa darah 200 mg/dl
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru 1
kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan 1 kali lagi angka abnormal, baik kadar Glukosa Darah
Puasa 126 mg/dl atau kadar Glukosa Darah Sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain.
2
Pemeriksaan Urine
P e m e r i k s a a n d i d a p a t k a n a d a n y a g l u k o s a d a l a m u r i n . P e me
riksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine :hijau ( + ),kuning ( ++ ), merah ( +++), dan merah bata ( ++++ ).
Tatalaksana19
Medikamentosa
1 Pemicu Sekresi Insulin :
SULFONILUREA : Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.
Merupakan pilihan kedua setelah Metfomin untuk pasien diabetes dewasa
baru tanpa menghiraukan BB. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien
penyakit ginjal, hati, dan tiroid.
Yang termasuk golongan obat ini :
i
Khlorpropamid : Seluruhnya di ekskresikan melalui ginjal jadi tidak
dipakai pada pasien gangguin faal ginjal. Lama kerja > 24 jam.
Diberikan dosis tunggal. Tidak dianjurkan bagi pasian geriatric.
ii
Glibenklamid : Punya efek hipoglikemik potensial jadi pasien perlu
melakukan jadwal makan yang ketat.
iii
Glikasid : Punya efek hipoglikemik sedang jadi tidak begitu sering
menyebabkan hipoglikemia. Dapat diberikan pada penderita gangguan
fungsi hati dan ginjal yang ringan.
iv
Glikuidon :Punya efek hipoglikemik sedang dan jarang menyebabkan
hipoglikemia. Hamper seutuhnya di ekskresikan melalui empedu dan
usus. Dapat diberikan ke pasien gangguan fungsi hati dan ginjal yang
lebih berat.
v
vi
Glipsid : Punya efek lebih lama dari Glibenklamid tetapi lebih pendek
dari Khlorpropamid dan menekan produksi glukosa hati
Glimepirid : Waktu mulai kerjanya cepat dan lama kerja yang
panjang dengan memberikan dosis tunggal atau 2 kali/hari.
Mensekresi insulin bila terdapat asupan makanan sehingga lebih
jarang berdampak hipoglikemia. Dapat diberikan pada pasien usia
lanjut, gangguan ginjal atau beraktifitas berat. Lebih jarang
menimbulkan efek hipoglikemia dibandingkan Glibenklamid pada
awal pengobatan.
GLINID : Obat generasi baru dengan cara kerja sama dengan Sulfonilurea
yaitu meningkatkan sekresi insulin.
i
Repaglinid : Derivat asam benzoate. Punya efek hipoglikemik ringan
sedang. Di absorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
di ekskresikan cepat melalui hati. Efek sampingnya keluhan
gastrointestinal.
ii
Nateglinid : Derivat fenilalanin. Cara kerja hampir mirip dengan
Repaglinid. Di absorpsi cepat setelah pemberian oran dan di
ekskresikan melalui urine. Efek sampingnya keluhan infeksi saluran
napas atas.
2
i
ii
Insulin
Pemberian insulin secara konvensional 3 kali/hari dengan memakai insulin kerja
cepat. Insulin keja menengah diberikan 2 kali/hari dan kemudian diberikan campuran
insulin kerja cepat sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya. Umumnya pasien
diberikan campuran insulin kerja cepat dan menengah 2 kali/hari.
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan
Sulfonilurea memberikan hasil lebih baik daripada insulin saja. Keuntungannya
pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.
NON-Medikamentosa
Terapi gizi : ditetapkan perencanaan makan berdasarkan asupan makan sehari-hari
untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola makan dan latihan jasmani.
Pasien juga harus memantau kadar glukosa daeah sesuai dengan dosis insulin dan
jumlah makanan yang biasa dimakan.
Menurunkan BB khususnya pada DM Tipe 2
Olahraga. Pada pasien DM Tipe 1 derajat pengaturan kadar gluksoa darah akibat
olahraga sangat bervariasi dan bersifat individual. Meskipun efek olahraga tidak
besar mempengaruhi control glikemik pada DM Tipe 1 tetapi ada keuntungan lain
seperti mengetahui resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer dan
syaraf pada DM Tipe 1 lebih tinggi. Dengan berolahraga diharapkan mengurangi
resiko tersebut. Namun pada pasien DM Tipe 1 dengan defisiensi insulin berat
olahraga akan menyebabkan gangguan metabolik makin buruk.
Faktor Resiko19
Keturunan
Infeksi virus (pada DM Tipe 1)
Obesitas
Pola makan yang kurang baik
Usia
Stress
Komplikasi19
Komplikasi jangka panjang meliputi gangguan kardiovaskular (Aterosklerosis, Infark
Miokard) Gagal kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina (Glaukoma, Katarak,
kebutaan) serta kerusakan syaraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan resiko
amputasi.
2.11 HIPERTIROIDISME
Definisi
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dimana tirotoksikosis itu sendiri adalah manifestasi klinis kelebihan tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. 3
Etiologi
Tabel 13
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer
a.
b.
c.
d.
Penyakit Graves
Struma multinodulatoksik
Adenoma toksik
Obat : yodium lebih,
litium
e. Karsinoma tiroid yang
berfungsi
f. Struma ovarii (ektopik)
a.
b.
c.
d.
Penyebab Tirotoksikosis
Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
Hormone tiroid berlebih
Tiroiditis subakut
Silent thyroiditis
Destruksi
kelenjar
:
radiasi, adenoma, infark
Hipertiroidisme Sekunder
a. TSH-secreting tumor
b. Tirotoksikosis gestasi
c. Resistensi hormone tiroid
Dari tabel diatas hipertiroidisme didominasi oleh penyakit graves, struma multinodular
toksik dan adenoma toksik. Penyakit graves adalah suatu penyakit otoimun dimana tubuh secara
salah menghasilkan long-acting thyroid stimulator (LATS). Suatu antibody yang sasarannya
adalah reseptor TSH di sel tiroid.9
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada hipertiroidisme khususnya pada penyakit Graves dikenal dengan
istilah TRIAD, yang terdiri dari :
a. Hipertiroidisme
Biasanya gejalanya tidak tahan panas, keringat bertambah, penurunan berat badan ringan
sampai berat, berbagai derajat diare, kelemahan otot, gelisah atau gangguan psikis lain,
kelelahan berlebihan dengan tidak dapat tidur dan tremor pada tangan.5
b. Oftalmopati
Terjadi penojolan bola mata (eksoftalmus) karena pembengkakan edematosa jaringan
retroorbital dan pengendapan mukopolisakarida dalam jumlah besar pada ruang-ruang
ekstrasel, disamping itu juga ditandai dengan lid lag, lakrimasi, eye pain.5
c. Dermopati
Pada kulit biasanya ditandai dengan kulit hangat, halus, lembab , rambut halus,
onycholysis vitiligo, alopecia, pretibial myxoedema (thyroid dermopathy).5
Gambaran utama penyakit Graves secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Tiroidal
1) Adanya goiter
2) Hipertiroidisme
b. Ekstratiroidal
1) Oftalmopati
2) Infiltrasi Kulit lokal.14
Pathogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus
Kurang Lebih
Hipofisis
(menerima
TRH/TIH)
Pengeluaran TIH
(tiroid inhibiting
hormon)
Tiroid
Reseptor TSH/TIH
merangsang kelenjar tiroid
Kadar hormon
tiroid di tubuh
Sekresi hormone
tiroid ke pembuluh
darah dan jaringan
Pengeluaran
hormon
tiroid
dihentikan
Pengeluaran
hormon
tiroid (T3&
T4)
*Keterangan:
Panah hitam
Gambar
1
Panah merah
: umpan balik negative
Regulasi sekresi hormone tiroid
Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar
hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju hipotalamus. Ketika
feedback negative diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting
yang akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak
mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan
terjadi adalah sebagai berikut.5
hipotalamus
Hipofisis
(menerima
TRH/TIH)
Tiroid
Lebih
Pengeluaran TIH
(Tiroid inhibiting
hormon)
Reseptor TSH/TIH
ditutupi oleh TSI (Tiroid
Stimulating
Imunoglobulin)
Kadar hormon
tiroid di tubuh
Sekresi hormone
tiroid ke pembuluh
darah dan jaringan
makin meningkat
Pengeluaran
hormon
tiroid tidak
dihentikan
Pengeluaran
hormon
tiroid
(T3&T4)
Gambar 2
Regulasi sekresi hormone tiroid yang tidak normal
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal ini
disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan
merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika
produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan
balik negative kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang
akan menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek
kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid akan
melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.5
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid, maka akan
didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya peningkatan hormone
TSH.5 Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan menyebabkan
peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari penderita
tersebut.
Patofisiologi
TSI yang diproduksi rupanya dapat menembus plasenta pada kasus kehamilan, sehingga
menyebabkan torotoksikosis neonatus. Selain itu antibodi ini akan mengaktivasi sel T, misalnya
T Helper dan T cytotoxic. T Helper akan menginfiltrasi musculus extraocular pada daerah orbita
kemudian mensekresikan sitokin (antara lain IFN, TNF, dan IL-1). Infiltrasi sel TH dan sitokin
pada daerah orbita akan menyebabkan aktivasi fibroblas sehingga terjadi fibrosis. Selain itu,
sitokin tersebut akan menyebabkan sintesis glukosaminoglikans yang meningkat, dimana ia akan
menjebak air di otot dan menyebabkan kasus pembengkakan sehingga terjadi manifestasi
oftalmopati berupa exoftalmus atau proptosis.23
TSI dapat mengaktivasi reseptor TSH sedemikian rupa sehingga menyebabkan
hiperaktivitas glandula thyroid. Hal ini disebut sebagai tirotoksikosis hipertiroidisme, dimana ia
akan meningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR) disertai peningkatan sensitivitas sel tubuh
terhadap cathecolamin, terutama sel myokard. Adanya peningkatan BMR dapat menyebabkan
hipermetabolisme yang ditunjukkan dengan kegelisahan, iritabilitas, fatigue, insomnia,
penurunan konsentrasi, suhu tubuh meningkat, nafsu makan pun meningkat.23
Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) merupakan hormon sekaligus neurotransmitter
yang digunakan pada sistem saraf simpatis. Sedangkan aktivasi saraf simpatis (flight or fight)
yang berlebihan dapat menyebabkan aktivasi neuron perifer yang ditunjukkan dengan tremor,
hipereflexia, muscle wasting, dan myopati proksimal. Selain itu akan terjadi peningkatan
aktivitas myocardial yang ditandai dengan fibrilasi Arteri, sinus takikardi, palpitasi meningkat,
curah jantung meningkat yang menyebabkan bissing murmur saat auskultasi), dan memperburuk
gejala angina pektoris. Selain itu aktivasi saraf simpatis akan menyebabkan retraksi palpebrae
yang menyebabkan lid lag.23
Hormon thyroid sendiri dapat menyebabkan berbagai kelainan jika kadarnya berlebihan
dalam tubuh. Di tulang ia akan meningkatkan resorpsi calsium dari tulang sehingga terjadi
hiperkalsemia di plasma darah hingga berujung pada hiperkalsiuria. Di tractus digestivus ia akan
menurunkan waktu transit makanan sehingga absorpsi nutrien menurun dan defekasi meningkat.
Hal inilah yang menyebabkan pasien mengalami penurunan berat badan. Di gonad, ia akan
menyebabkan hipomenore hingga amenore pada wanita dan ginekomastia pada pria. Kemudian
di kulit hormon thyroid akan menyebabkan kulit hangat dan lembut, sekresi keringat meningkat
pada telapak tangan dan ketiak (hiperhidrosis), intoleransi panas, pruritus, urtikaria, dan
hiperpigmentasi kulit. Bahkan pada rambut ia menyebabkan rambut yang menjadi lebih halus
dan rentan, berisiko untuk terjadi allopecia.23
GEJALA
Pada hipertiroidisme, apapun penyebabnya, terjadi peningkatan fungsi tubuh:
Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung, yang bisa
menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)
Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan kegiatan yang berat
Sulit tidur
-Terjadi perubahan pada mata : bengkak di sekitar mata, bertambahnya pembentukan air
mata, iritasi dan peka terhadap cahaya.
Gejala ini akan segera menghilang setelah pelepasan hormon tiroid terkendali, kecuali pada
penyakit Graves yang menyebabkan gangguan mata khusus.
Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi
secara tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:
- demam
- kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa
- kegelisahan
- perubahan suasana hati
- kebingungan
- perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
- pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.
Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan
segera.
Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang
tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:
- infeksi
- trauma
- pembedahan
- diabetes yang kurang terkendali
- ketakutan
- kehamilan atau persalinan
- tidak melanjutkan pengobatan tiroid
- stres lainnya.
Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.3
Penegakan Diagnosis
a. Pemeriksaan klinis
Klinis dengan indeks wayne dan index new castle
1. Indeks Wayne
Gejala yang baru timbul
atau bertambah berat
ada
tidak
Tanda-tanda
ada
tidak
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3
+3
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4
0
+3
-3
-2
-2
-2
-1
-3
0
Klinis dianggap ada hipertiroidi bila skor 20 atau lebih. Bila kurang 10, dianggap tidak
ada hipertiroidi klinis dan 10 19 meragukan.
Psychological precipitant
Frequent checking
Severe anticipatory ancienty
Increased appetite
Goiter
Thyroid bruit
Exophthalmos
Lid retraction
Hyperkenesia
Fine finger tremor
Pulse rate
Grade
Score
15 24
25 34
35 44
45 55
>55
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
>90/menit
80 90 /menit
<80/menit
0
4
8
12
16
-5
0
-3
0
-3
0
5
0
3
0
18
0
9
0
2
0
4
0
7
0
16
8
0
Interpretasi :
Meragukan : 24-39
Toksik
: 40-80
b. Pemeriksaan Penunjang Laboratorik
1) TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Pemeriksaan kadar TSH berfungsi untuk mengetahui besar kadar TSH. TSH
merupakan hormon yang berperan dalam stimulasi produksi hormone tyroid (T3 dan
T4). Pada Graves Disease, kadar TSH cenderung rendah.
2) T3 (Triiodotironine)
Pemeriksaan T3 juga digunakan untuk mengukur seberapa besar T3 yang
diproduksi terutama pada kelainan kelenjar thyroid seperti Graves Disease. Pada
penyakit ini, kadar T3 cenderung tinggi.
3) T4 (Tiroxin)
Tiroksin berhubungan dan selalu bekerjasama dengan hormone T3. Sehingga,
seiring peningkatan hormone T3, maka hormone T4 juga akan meningkat.
Peningkatan hormone T3 dan T4 diakibatkan hiperaktifitas sel sel kelenjar thyroid.
c. Pemeriksaan Penunjang Non Laboratorik
KOMPLIKASI
Krisis tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi
secara
tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:
Demam
Kegelisahan
Kebingungan
Kriaia tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan
segera.
Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Krisis tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang
tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:
Infeksi
Trauma
Pembedahan
Ketakutan
Stres lainnya.
Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
1) Menghindari panas
2) Olahraga teratur
3) Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per
hari baik dari makanan maupun dari suplemen.
4) Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan ) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
5) Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
b. Farmakologi
1) Obat Anti Tiroid
a) Propiltiourasil (PTU)
Propiltiourasil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. biasanya diberikan dengan
dosis 100 mg setiap 8 jam, bila perlu dosis dapat ditingkatkan sampai 600 mg
sehari.24
b) Metimazol
Tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis dianjurkan 5 mg sampai 10
mg setiap 8 jam.24
c) Karbimazol
Suatu derivate metimazol. Tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis
dianjurkan 5 mg sampai 10 mg setiap 8 jam .24
d) Metiltiourasil
Terdapat dalam bentuk tablet 25 mg dan 50 mg. dosisnya sehari 200 mg terbagi
dalam 2 atau 4 dosis .24
Obat anti tiroid ini memiliki efek menghambat sintesis hormone tiroid dan
berefek imunosupresif . PTU juga menghambat konversi T 4 T3. Indikasi nya
pengobatan ini pertama pada Graves. Obat jangka pendek prabedah.3
2) Obat golongan penyekat beta
a) Propranolol hidroklorida (80 mg/hari)
normal tetapi ginjal t1idak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini
disebut diabetes insipidus nefrogenik). (Brunner Suddarth, 2007). 232
Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia
yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai
hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ). 23
Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang
menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang
bagian dasar tengkorak. 23
Etiologi Diabetes Insipidus
Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008):
1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis
hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi
penurunan dari produksi hormon ADH. Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior
karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena
tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. 23
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar
hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi
ureteral, gagal ginjal lanjut.
b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.
d. Penyakit sickle cell23
a.
b.
c.
d.
323Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
42
pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume urin yang banya5k. (Beradero, etc
2005). 23
1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu : (Supriyanto, 2009)
Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah irun biasanya didapatkan lebih dari 4 10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001
1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l. urin pucat atau jernih.Kadar
natrium urine rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natriu 6m yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. 23
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH
parsial dan juga untuk membedakan diabetes 7insipidus dengan polydipsia primer pada anak.
Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas plasma
maupum urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin
akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-1200). 23
Radioimunnoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenic
berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunujukkan diabetes
insipidus neurogenic parsial.Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus
parsial dengan polydipsia primer. 23
Rontgen Cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura. 23
MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.Gambaran dengan T1
dapat membedakan kelenjar pituitary anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau
yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita
normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi jaras hipotalamikneurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya
muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai
kelenjar pituitary dapat terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis
Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan
sebelum bukti klinis LCH lain ada. 23
Penatalaksanaan
a. Manajemen kolaboratif
523Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
6
723Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
b.
1)
a)
b)
2)
3)
a)
Obat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah vasopressin. Diabet8es insipidus transien
akibat trauma kapitis atau bedah transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-10 IU intramuscular
(IM) atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik. 23
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidusne frogenik adalah diet
rendah natrium,rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside ). Diet yang rendah garam dengan
obet diuretic diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan volume cairan.Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan rebsorpsi natrium klorida dan air pada tubulla
renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. 23
9
Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial medular sehingga lebih banyak
air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi lain yang diberikan untuk diabetes inspidius
nefrogenik adalah pemberian obat anti inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi
prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urin. 23
Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda SSP misalntua
letargi,disorientasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa
kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati
karena bisa menyebabkan edema serebral dan kematian. (Beradero, etc 2005). 23
Manajemen keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairandan elektrolit,
istirahat, dan penyuluhan mengenai (Beradero, etc 2005):
pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis urin, tanda vital ( ortostatik ),
turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jamselama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulan10g.
Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan air dekat dengan pasien.
Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuri dan nokturia.
Penyuluhan pasien :
Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.
2.13 Komplikasi
AKUT
I
Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah yang berlebihan
glukosa beredar dalam plasma darah. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa
8
923Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
10
Etiologi Hiperglikemia
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui defisiensi insulin.3 Yang lain
akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans,Faktor
predisposisi herediter, obesitas, stress, kurang olah raga,asupan makanan berlebihan. Faktor
imunologi; pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.17
Patofisiologi
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh proses autoimun,
kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa
sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam
darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses
glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan
hati serta peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan
sel. Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat
kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang
tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah yang membentuk
plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan bila plak itu telepas akan
menyebabkan terjadinya thrombus.
Manifestasi klinis Hiperglikemia Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa
darah) polipagi, polidipsi, dan poliuri. - Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering. Rasa
kesemutan, kram otot - Penurunan berat badan. 11
II
Hipoglikemia
Keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat
ringan berupa gelisah hingga berat berupa koma disertai kejang.
Tanda hipoglikemiamilai muncul bila glukosa darah kurang dari 50mg/dl.12
Patofisiologi
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.
Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan
sekresi insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin
yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar (eksogen).
Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon.
Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis.
Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi epinefrin
adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan
kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara
stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh
jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam
amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak).
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau
Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan
secara langsung oleh sistem saraf pusat.
Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma
yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang 10
lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari
keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh
mekanisme pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced
diabetes mellitus tipe 2.11
Insidensi komplikasi
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan
strone, Diabeteic foot, Retinopati, srta nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya
kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi
berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka
penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan
ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.
Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko
penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih
tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat
terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun.Kadar gula
darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai
organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ
tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semua
penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.
KOMPLIKASI KRONIK
Komplikasi Mikrovaskular
Nefropati
Retinopati
Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut
kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan
dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah
dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakanginjal,
racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke
luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi,
maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita
diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi mikroalbuminuria
dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6% pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2%
dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria
pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9%
s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d 27% pada
populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM
tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam
penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d 32.9%.22
Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab utama kebutaan. Ada
tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu:
1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat
kecil. Glukosa darahyang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;
2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga
menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi;
dan
3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi
retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar10.8% s/d 60.0% pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d
79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada
populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0%. 22
2 Makrovaskuler
Penyakit jantung koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding
yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung
berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.
Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh
persen dari prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1
dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.22
Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi
klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi
stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan
Diabetes tipe 2.22
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis seperti
kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya
serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke
menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.22
Penyakit pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral
Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita
diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa
lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga
pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti
gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah
mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.22
Gangguan pada hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami
kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu
sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah
terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus
menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk
pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena
infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada
penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita
diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda
adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.22
Penyakit paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan orang biasa,
sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi
paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.22
kadar HbA1c sebanyak 0,6% dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 34 bulan tambahan waktu harapan hidup. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian di
luar negeri bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida atau monoakarida)
dan dalam dosis terbagi dapat meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di
jaringan perifer dan memperbaiki kepekaan sel beta di pankreas.13
Olahraga
Berolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat Continuous, Rhymical,
Interval, Progressive, Endurance Training dan disesuaikan dengan kemampuan serta kondisi
penderita. Beberapa olahraga yang disarankan antara lain jalan, lari, bersepeda dan berenang,
dengan latihan ringan teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak,
ketone bodies, dan merangsang sintesis glikogen.13
Pengaturan makan/diet
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong,
apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk,
nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.13
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki
kepekaan sel beta pankreas.13
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein)
kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar
glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus
gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang
melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung
muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur
segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan
kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali
bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.13
Edukasi
kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi
aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan
berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat 1
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku
pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan
kesehatan yang diperlukan.8 Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.13
Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya
di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia.
Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin). 13
Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara
penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang,
dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini terutama
untuk :
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.20
Tiazolidindion
2.14 Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario.
Dalam hal antisipasi untuk pencegahan Diabetes Melitus (DM) ini yang sangat perlu
diperhatikan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita DM.
Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam
regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya
penyulit akut maupun penyulit kronik yang ditakuti oleh penderita. Dalam hal ini diperlukan
kerjasama yang baik antara penderita DM dan keluarganya dengan para pengelola/penyuluh yang
dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga lain.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes berhubungan dengan gaya hidup
seseorang. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan yang
merupakan bagian integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja,
pengaturan jumlah serta jenis makanan, serta olah raga pasien dan komunikasi dengan
keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerjasama antara petugas
kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan cukup tentang
diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan diabetes antara lain :
1
2
3
4
5
Agar pasien dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan. Kualitas hidup sudah
merupakan kebutuhan bagi seseorang. Bukan hanya kuantitas seseorang yang bertahan
hidup, tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan
keluarga.
Untuk membantu pasien agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi
yang mungkin timbul dapat dikurangi.
Agar pasien dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam masyarakat.
Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.
Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara
nasional.
Penyuluhan diabetes dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Adapun pada penyuluhan pencegahan Primer, dilakukan terhadap orang-orang
yang belum menderita DM tetapi potensial untuk menderita.
Untuk pencegahan primer ini tentu saja kita harus mengenal factor-faktor yang
berpengaruh pada timbulnya DM dan berusaha mengeliminasi factor tersebut.
Penyuluhan dalam hal pencegahan sekunder adalah dalam mengelola pasien DM, sejak
awal kita harus sudah waspada akan kemungkinan komplikasi-komplikasi kronik yang
mungkin timbul. Sejauh mungkin kita harus berusaha mencegah timbulnya komplikasi
tersebut. Berobat pasien yang baik dan teratur. Pengaturan system rujukan yang baik
menjadi sangat penting untuk memback up pelayanan kesehatan primer yang merupakan
ujung tombak pengelolaan DM.
Pencegahan tersier perlu dilakukan pada pasien DM, kalau komplikasi kronik DM
ternyata timbul juga, sehingga dalam hal ini pihak pengelola harus mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut dengan usaha pengelolaan komplikasi sebaik-baiknya dan usaha
merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan menjadi menetap dan tidak
dapat lagi diperbaiki7.
PENYULUHAN PENCEGAHAN PRIMER
Perlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya (awareness) bahwa
diabetes merupakan suatu problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan
mengontrol berat badan dan meningkatkan kesehatan jasmani, terutama pada individu
beresiko tinggi. Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang
sehat yang belum terdiagnosa diabetes, tetapi beresiko tinggi untuk terkena diabetes.
Biasanya pada orang yang mempunyai riwayat penyakit diabetes pada orang tuanya7.
PENYULUHAN PENCEGAHAN SEKUNDER
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang baru
terdiagnosa diabetes, kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian
mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dan
mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan aktivitas olah raga seusai
dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya pasien merasa nyaman, karena bisa
mengendalikan gula darahnya. Materi edukasi pada tingkat pertama adalah7 :
Diabetes : apakah itu Diabetes Melitus.
Penatalaksanaan diabetes secara umum.
Obat-obat untuk mengontrol glukosa dalam darah (tablet dan insulin).
Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar.
Diabetes dan kegiatan jasmani.
Materi edukasi pada tingkat lanjutan adalah :
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi7.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1
American Association for Clinical Chemistry. 2011. Grave Disease; Tests. America: AACC.
http://dokter-alwi.com/diabetes.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3665/1/fkm-hiswani3.pdf
Lauralee, sherwood. 2009. fisiologi kedokteran dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta; EGC
10
11
12
13
Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi, KonsepKlinisProses-Proses Penyakit Volume 2, Ed 6.
Jakarta: EGC
15
Scanlon, Valerie V. Buku ajar Anatomi & Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
16
Setiyohadi, Bambang. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
17
18
20
21
Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
22
Tapp R, Shaw J, Zimmet P. Complications of Diabetes. Dalam: Gan D, Allgot B, King H, Lefebvre P,
Mbanya JC, Silink M, penyunting. Diabetes Atlas. Edisi ke-2. Belgium: International Diabetes
Federation; 2003:h.72-112
23
Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta:
Wardhini dan B. Suharto. 2003. Hormon Tiroid dan Antitiroid: Farmakologi Dan Terapi.
Jakarta: FKUI
25
Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis Diabetes Melitus, dalam : Noer S. penyunting Buku Ajar
Penyakit Dalam, Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta. Balai Penerbit FK UI 2006.